Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Pengukuran Kinerja
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Kinerja

Dosen Pengampu:
Niki Puspita Sari, S.Pd.,M.M.

Disusun Oleh :
1. Syarifah (1961201036)
2. Pratiwi Tri Rahayu (1961201047)
3. Siti Fatimahtul Hasanah (1961201059)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS (FEB)
UNIVERSITAS ISLAM RADEN RAHMAT MALANG
2022
KATA PENGANTAR 

Puji syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Kami panjatkan puji dan
sukur kehdirat Allah SWT , yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-nya kepada kita
semua, sehingga kami dapat menyesaikan laporan makalah kami tentang Pengukuran Kinerja.

Makalah ilmiah ini telah kami susun secara maksimal atas bantuan dari berbagai pihak sehingga
laporan makalah ini bisa selesai dengan lancara. Untuk itu, kami selaku penyusun, banyak berterimakah
kepada semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu atas segala bantuan dan supportnya selama
ini.

Kami menyadari, makalah yang kami buat jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh
sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, guna menghasilkan
laporan makalah yang lebih baik.

Kami berharap, makalah ilmiah tentang Pengukuran Kinerja yang kami susun bisa memberikan
manfaat dan inpirasi bagi pembaca.

Mataram, 29 September 2022

Penyusun

Keleompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARi
DAFTAR ISIii
BAB IPENDAHULUAN
Latar Belakang1
Rumusan Masalah2
Tujuan2
BAB IIPEMBAHASAN
Pengertian Kinerja3
Pengertian Pengukuran Kinerja3
Sistem Pengukuran Kinerja14
BAB IIIPENUTUP
Kesimpulan16
SARAN16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengendalian manajemen berhubungan dengan arah kegiatan manajemen sesuai dengan garis
besar pedoman yang sudah ditentukan dalam proses perencanaan strategi. Sistem pengendalain
manajemen meramalakan besarnya penjualan dan biaya untuk tiap level aktifitas, anggaran, evaluasi
kinerja dan motifasi karyawan.
Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri dan perekonomian harus diimbangi oleh
kinerja karyawan yang baik sehingga dapat tercipta dan tercapainya tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
Salah satu persoalan penting dalam pengelolaan sumber daya manusia (pegawai) dalam organisasi
adalah mengukur kinerja pegawai. Pengukuran kinerja dikatakan penting mengingat melalui
pengukuran kinerja dapat diketahui seberapa tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Ketepatan
pegawai dalam dalam menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja
organisasi secara keseluruhan. Selain itu, hasil pengukuran kinerja pegawai akan memberikan
informasi penting dalam proses pengembangan pegawai.
 Namun, sering terjadi pengukuran dilakukansecara tidak tepat. Ketidaktepatan ini dapat
disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang menyebabkan ketidaktepatan
 pengukuran kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan makna kinerja yang diimplementasikan,
ketidakpahaman pegawai mengenai kinerja yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen pengukuran
kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam pengelolaan kinerja.

Selain itu, hasil penilaian kinerja pegawai akan memberikan informasi penting dalam

 proses pengembangan pegawai. Namun demikian, sering juga terjadi penilaian dilakukan tidak tepat,
ketidaktepatan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adalah ketidakjelasan makna
kinerja yang diimplementasikan, ketidakpahaman pegawai mengenai kinerja yang diharapkan,
ketidakakuratan instrumen penilaian kinerja, dan ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam
pengelolaan kinerja.
Pengukuran kinerja pada dasarnya digunakan untuk penilaian atas keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan kegiatan, program, dan/atau kebijakan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah
titetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerinta dan/atau organisasi.
Pengukuran kinerja mencakup penetapan indikator kinerja dan

 penetapan capaian indikator kinerja.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah yang akan kami kaji dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
Pengukuran Kinerja, dimana dilakukannya suatu pengukuran atau penilaian suatu kinerja yang
telah dilakukan oleh individu dan/atau organisasi.

Pendapat para ahli mengenai cara pengukuran kinerja seseorang yang banyak di

 pakai sampai sekarang.

C. Tujuan

Maksud dan tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan serta ilmu kami
sebagai mahasiswa khususnya, dan makalah ini juga kami buat untuk
 pelatihan mempelajari masalah yang terjadi sehari –  hari yang berkaitan dengan tema tugas kami
yakni pengukuran kinerja:

1. Untuk mengetahui pengertian kinerja.


2. Untuk mengetahpui pengertian pengukuran kinerja.
3. Untuk mengetahui sistem pengukuran kinerja.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Pada dasarnya pengertian kinerja dapat dimaknai secara
beragam. Beberapa pakar memandangnya sebagai hasil dari suatu proses penyelesaian pekerjaan,
sementara sebagian yang lain memahaminya sebagai perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil
yang diinginkan.

Kinerja juga dapat digambarkan sebagai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, visi perusahaan yang tertuang dalam perumusan strategi planning
suatu perusahaan. Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan
mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses penyusunan
kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran
tujuan.

Kinerja tidak dengan sendirinya. Dengan kata lain, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kinerja. Adapun faktor-faktor tersebut menurut Amstrong (1998: 16 - 17) adalah sebagai berikut:
1. Faktor individu (Personal Factors), berkaitan dengan keahlian, motivasi, komitmen, dll.
2. Faktor kepemimpinan (leadership factors), berkaitan dengan kualitas dukungan dan pengarahan
yang diberikan oleh pimpinan, manajer, atau ketua kelompok kerja.

3. Faktor kelompok/rekan kerja (team factors), berkaitan dengan kualitas dukungan yang diberikan
oleh rekan kerja.
4. Faktor sistem (system factors), berkaitan dengan sistem/metoda kerja yang ada dalam fasilitas
yang disediakan oleh organisasi.
5. Faktor situasi (consectual/situational factors), berkaitan dengan tekanan dan perubahan lingkungan,
baik lingkungan internal maupun eksternal.

B. Pengertian Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameterhasil untuk dicapai
oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran kinerja seringkaloi
membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat

3
kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar dibalik dilakukannya
pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum.
Ukuran kinerja ini membahas mengenai sistem ukuran kinerja, yang menggabungkan informasi
keuangan dengan informasi non keuangan. Tujuan dari sistem ukuran kinerja adalah untuk membantu
menerapkan strategi.

1. Sistem Ukuran Kinerja


Cita-cita dari sistem ukuran kinerja adalah untuk mengimplementasikan strategi. Dalam
menetapkan sistem tersebut, manajemen memilih ukuran-ukuran yang paling mewakili strategi
perusahaan. Ukuran ini dapat dilihat sebagai factor keberhasilan

 penting masa kini dan masa depan.

 Keterbatasan Sistem Pengendalian Keuangan

Tujuan utama dari suatu perusahaan bisnis adalah untuk mengoptimalkan tingkat
pengembalian pemegang saham. Tetapi, megoptimalkan profitabilitas jangka
 pendek tidak selalu menjamin tingkat pengembalian yang optimum bagi pemegang saham karena
nilai pemegang saham mencerminkan nilai sekarang bersih (net present value-NPV) dari perkiraan
laba masa depan. Beberapa alasan yang hanya mengandalkan ukuran-ukuran keuangan dapat
menjadi fungsional:
Pertama, hal itu dapat mendorong tindakan jangka pendek yang tidak sesuai dengan
kepentingan jangka panjang perusahaan. Semakin besar tekanan yang diberikan untuk mencapai
tingkat laba saat ini, semakin besar kemungkinan bahwa manajaer unit bisnis akan mengambil
tindakan jangka pendek yang mungkin salah dalam jangka panjang.
Kedua, manajer unit bisnis mungkin tidak mengambil tindakan yang berguna untuk jangka
panjang, guna memperoleh laba jangka pendek.
Ketiga, menggunakan laba jangka pendek sebagai satu-satunya tujuan mendistorsi
komunikasi antara manajer unit bisnis dengan manajemen senior. Jika manajer unit bisnis
dievaluasi berdasarkan anggaran laba mereka, mereka mungkin mencoba untuk menetapkan target
laba yang mudah dicapai, sehingga mengarah pada data perencanaan yang salah untuk seluruh
perusahaan karena laba yang dianggarkan mungkin saja lebih rendah dari yang seharusnya dapat
dicapai.
Keempat, pengendalian keuangan yang ketat dapat memotivasi manajer untuk
memanipulasi data. Ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Pada satu tingkat, manajer bias
saja memilih metode akuntansi yang meminjam dari laba masa depan untuk memenuhi target
periode sekarang.

4
Kesimpulannya, mengandalkan pada ukuran keuangan saja adalah tidak mencukupi untuk
memastikan bahwa strategi akan dilaksanakan dengan sukses. Solusinya adalah untuk mengukur
dan mengevaluasi manajer unit bisnis menggunakan berbagai ukuran, baik nonkeuangan maupun
keuangan. Ukuran nonkeuangan yang mendukung implementasi strategi disebut factor kunci
keberhasilan atau indicator kunci kinerja.
Perusahaan lebih cenderung untuk menggunakan ukuran nonkeuangan ditingkat yang lebih
rendah dalam organisasi untuk pengendalian tugas dan penilaian keuangan ditingkat yang lebih
tinggi untuk pengendalian manajemen. Campuran dari ukuran keuangan dan nonkeuangan
sebenarnya diperlukan di semua tingkatan dalam organisasi.

 Balanced Scorecard

Balanced scorecard adalah suatu contoh dari sistem ukuran kinerja. Menurut

 para pendukung pendekatan ini, unit bisnis harus diberikan cita-cita dan diukur dari empat
perspektif berikut ini:

1. Keuangan (contohnya: margin laba, tingkat pengembalian atas aktiva, arus kas)
2. Pelanggan (contohnya: pangsa pasar, indeks kepuasan pelanggan)
3. Bisnis internal (contohnya: retensi karyawan, pengurangan waktu siklus)
4. Inovasi dan pembelajaran (contohnya persentase penjualan dari produk baru).
Balanced scorecard memlihara keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berbeda
dalam suatu usaha mencapai keselarasan cita-sita, sehingga dengan demikian mendorong
karyawan untuk bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik organisasi. Dalam menciptakan
balanced scorecard, eksekutif harus memilih bauran dari ukuran yang: (1) scara akurat
mencerminkan factor kunci yang akan menentukan keberhasilan strategi perusahaan;(2)
menunjukkan hubungan antara ukuran-ukuran individual dalam hubungan sebab-akibat,
mengindikasikan bagaimana ukuran-ukuran nonkeuangan memengaruhi hasil keuangan jangka
panjang; dan (3) memberikan

 pandangan luas mengenai kondisi perusahaan saat ini.

 Sistem Penilain Kinerja : Pertimbangan Tambahan

Suatu sistem penilaian kinerja berusaha untuk memenuhi kebutuhan dari pihak

 pemangku kepentingan (stakeholders) yang berbeda dari organisasi perusahaan dengan


menciptakan campuran dari ukuran-ukuran strategis, ukuran hasil dan pemicu, ukuran keuangan
dan nonkeuangan, serta ukuran internal dan eksternal.

5
a. Ukuran Hasil dan Pemicu

Ukuran hasil mengindikasikan hasil dari suatu strategi (misalnya meningkatnya

 pendapatan). Ukuran ini biasanya merupakan “indicator yang terlambat” yang memberitahu
manajemen mengenai apa yang telah terjadi. Sebaliknya, ukuran pemicu merupakan “indicator
yang mendahului” yang menunjukkan kemajuan dari bidang -
 bidang kunci dalam mengimplementasikan suatu strategi, contohnya adalah waktu siklus.
Ukuran hasil dan pemicu adalah sangat terkait. Jika ukuran hasil
mengindikasikan bahwa ada suatu masalah namun ukuran pemicu menunjukkan
 bahwa strategi tersebut diimplementasikan dengan baik, maka kemungkinan besar

 bahwa strategi tersebut perlu di ubah.

 b. Ukuran Keuangan dan Nonkeuangan

Organisasi telah mengembangkan sistem yang sangat canggih untuk mengukur kinerja
keuangan. Namun tahun 1980-an di AS banyak industry yang dipicu oleh
 perubahan dlam bidang nonkeuangan, seperti kualitas dan kepuasan pelanggan, yang

 pada akhirnya memengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Banyak organisasi yang gagal untuk
memasukkannya dalam tinjauan kinerja tingkat ksekutif karena ukuran- ukuran ini cenderung
kurang canggih dibandingkan dengan ukuran keuangan dan manajer senior kurang terampil dalam
menggunakannya.

c. Ukuran Internal dan Eksternal


Perusahaan harus mencapai keseimbangan antara ukuran-ukuran eksternal, seperti
kepuasan pelanggan, dengan ukuran-ukuran dari proses bisnis internal, seperti hasil produksi.
Terlalu sering perusahaan mengorbankan pengembangan internal untuk memperoleh hasil
eksternal, karena secara salah meyakini bahwa ukuran internal yang bagus sudah mencukupi.

 Pengukuran Memicu Perubahan

Aspek yang paling penting dari system pengukuran kinerja adalah kemampuannya untuk
mengukur hasil dan pemicu sedemikian rupa sehingga menyebabkan organisasi bertindak sesuai
dengan strateginya. Organisasi tersebut mencapai keselarasan cita-cita dengan cara mengaitkan
tujuan keuangan dan strategi keseluruhan dengan tujuan di tingkat lebih rendah yang dapat
dipantau dan dipengaruhi di tingkatan organisasi yang berbeda. Dengan ukuran-ukuran ini,
semua

6
karyawan dapat memahami bagaimana tindakan mereka mempengaruhi strategi

 perusahaan.

Karena ukuran-ukuran ini secara eksplisit terkait dengan strategi suatu organisasi, maka
ukuran-ukuran dalam scorecard harus spesifik untuk strategi tertentu dan oleh karena itu spesifik
untuk organisasi tertentu. Walaupun ada kerangka

 pengukuran kinerja yang generik, tidak ada scorecard yang generik.

Ukuran-ukuran scorecard dikaitkan dari atas ke bawah dan dikaitkan dengan target tertentu
di seluruh organisasi. Tujuan dapat menjelaskan suatu strategi lebih lanjut sehingga organisasi
tersebut mengetahui apa yang perlu dilakukan dan berapa

 banyak yang harus diselesaikan.

Terakhir, scorecard menekankan gagasan mengenai hubungan sebab akibat antara ukuran-
ukuran tersebut. Dengan menampilkan secara eksplisit hubungan sebab akibat tersebut, suatu
organisasi akan memahami bagaimana ukuran-ukuran nonkeuangan (misalnya: kualitas produk)
memicu ukuran-ukuran keuangan (misalnya: pendapatan).
Scorecard bukanlah sekedar daftar ukuran. Melainkan, masing-masing ukuran
dalam scorecard harus dikaitkan satu sama lain secara eksplisit dalam hubungan sebab akibat,
sebagai suatu alat untuk menerjemahkan strategi menjadi tindakan.
Semakin baik hubungan ini dipahami, maka semakin siap pula setiap individu dari
organisasi untuk memberikan kontribusi secara langsungdan jelas terhadap keberhasilan strategi
organisasi.

 Faktor Kunci Keberhasilan

Disini akan dibahas mengenai beberapa ukuran nonkeuangan, yang juga disebut dengan
factor kunci keberhasilan. Disini akan ditekankan bahwa lebih sedikit variable kunci yang dipilih
untuk suatu unit bisnis tertentu daripada jumlah variable yang dijelaskan di bawah ini.

1. Variable Kunci yang Berfokus pada Pelanggan


Variabel-variabel kunci berikut ini focus pada pelanggan:

  Pemesanan. Dikebanyakan unit bisnis, beberapa aspek dari volume penjualan adalah
variable kunci. Idealnya, ini adalah pesanan penjualan yang tercatat, karena perubahan
yang tidak terduga dalam variable ini dapat berakibat pada masa depan seluruh bisnis
tersebut. Karena pesanan mendahului pendapatan

7
 penjualan, maka pesanan merupakan indicator yang lebih baik dibandingkan dengan
pendapatan penjualan itu sendiri.

  Pesanan tertunda. Sebagai suatu indikasi mengenai ketidakseimbangan antara

 penjualan dan produksi, pesanan tertunda dapat menandakan ketidakpuasan

 pelanggan.

  Pangsa pasar . Kecuali jika pangsa pasar diamati secara ketat, penurunan dalam posisi
kompetitif suatu unit bisnis dapat dikaburkan oleh peningkatan yang dilaporkan dalam
volume penjualan yang disebabkan oleh pertumbuhan industry secara keseluruhan.

  Pesanan dari pelanggan kunci. Dalam unit bisnis yang menjual produknya

 pada peritel, pesanan yang diterima dari pelanggan-pelanggan penting tertentu


(department store besar, rantai toko diskon, supermarket, pesanan lewat pos) dapat
mengindikasikan diawal mengenai keberhasilan seluruh strategi
 pemasaran.

  Kepuasan pelanggan. Hal ini dapat diukur melalui survei pelanggan,

 pendekatan “pembeli misterius,” dan jumlah surat keluhan.

  Retensi pelanggan. Hal ini dapat diukur melalui lamanya hubungan dengan

 pelanggan.

  Loyalitas pelanggan. Hal ini dapat diukur dalam pembelian berulang, referensi yang
diberikan oleh pelanggan, dan penjualan ke pelanggan tersebut sebagai
 persentase dari total kebutuhan pelanggan itu untuk produk atau jasa yang sama.

2. Variable Kunci yang Berkaitan dengan Proses Bisnis Internal Variable


kunci berikut ini berkaitan dengan proses bisnis internal:

 Utilisasi kapasitas. Tingkat utilisasi kapasitas adalah sangat penting dalam

 bisnis dimana biaya tetap adalah tinggi (misalnya: produsen kertas, baja, alumunium).

  Pengiriman tepat waktu.

  Perputaran persediaan.

  Kualitas. Indicator dari kualitas mencakup jumlah unit cacat yang dikirimkan oleh tiap
pemasok, jumlah dan frekuensi dari pengiriman yang terlambat,
 jumlah komponen dalam suatu produk, persentase komponen yang umum vs

8
komponen yang unik dalam suatu produk, persentase hasil, first-pass yields (yaitu:
persentase unit yang selesai tanpa pengerjaan kembali).

 Waktu siklus. Persamaan ini untuk waktu siklus adalah alat yang digunakan untuk
menganalisis kebutuhan persediaan.

Waktu siklus = Waktu pemrosesan + Waktu penyimpanan + Waktu

 pemindahan + Waktu inspeksi

Hanya elemen pertama, waktu pemrosesan, yang menambah nilai pada

 produk. Tiga elemen lainnya tidak menambah nilai apapun pada produk. Oleh karena itu,
analisis tersebut berusaha untuk mengidentifikasikan semua aktivitas yang tidak
menambah nilai pada produk secara langsung dan untuk menghilangkan, atau mengurangi
biaya, dari aktivitas-aktivitas ini. Misalnya, memindahkan barang dalam proses dari satu
stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya tidaklah menambah nilai,sehingga dilakukan suatu
usaha untuk mengatur kembali lokasi dari stasiun-stasiun kerja untuk meminimalkan
biaya transportasi.
Suatu system just-in-time memusatkan perhatian manajemen pada waktu selain
fokus tradisional pada biaya. Salah satu cara yang efektif untuk memantau kemajuan atas
just-in-time adalah dengan menghitung rasio berikut ini:
Lama proses Waktu
siklus
Perusahaan dapat menetapkan target untuk rasio ini dan memantau kemajuannya terhadap
target untuk rasio ini dan memantau kemajuannya terhadap target. Hasil terbaik dapat
dicapai dengan menekankan pada
 perbaikkan secara kontinu dalam rasio ini kea rah angka ideal sebesar 1.

 Implementasi Sistem Pengukuran Kinerja

Implementasi dari suatu sistem pengukuran kinerja melibatkan empat langkah umum:

1. Mendefinisikan strategi.
2. Mendefinisikan ukuran-ukuran dari strategi.
3. Mengintegrasikan ukuran-ukuran ke dalam system manajemen.
4. Meninjau ukuran dan hasilnya secara berkala.

9
1. Mendefinisikan Strategi
Proses mendefinisikan scorecar d  dimulai dengan mendefinisikan strategi
organisasi. Dalam tahap ini adalah penting bahwa cita-cita organisasi dinyatakan secara
eksplisit dan target telah dikembangkan.
Untuk perusahaan dalam satu industry, scorecard tersebut sebaiknya
dikembangkan ditingkat korporasi dan kemudian diturunkan ke tingkat fungsional dan
tingkatan di bawahnya. Tetapi untuk perusahaan multibisnis, scorecards  ebaiknya
dikembangkan di tingkat unit bisnis.

2. Mendefinisikan Ukuran dari Strategi


Langkah berikutnya adalah untuk mengembangkan ukuran-ukuran guna
mendukung strategi yang telah dinyatakan. Organisasi tersebut harus fokus
 pada sedikit ukuran-ukuran penting pada titik ini atau manajemen akan dibanjiri dengan
ukuran. Demikian pula, adalah penting bahwa masing-masing ukuran individual dapat
dikaitkan satu sama lain dalam hubungan sebab akibat.

3. Mengintegrasikan Ukuran ke Dalam Sistem Manajemen


Scorecard haruslah diintegrasikan baik dengan struktur formal maupun informal
dari organisasi, budaya, serta praktik sumber daya manusia. Misalnya
efektifitas scorecard akan dikompromikan jika kompensasi manajer didasarkan hanya
pada kinerja keuangan.

4. Meninjau ukuran dan hasilnya secara berkala


Ketika Scorecard dijalankan, Scorecard tersebut harus ditinjau secara konsisten
dan terus-menerus oleh manajemen senior. Organisasi tersebut sebaiknya memperhatikan
hal-hal berikut ini:

 Bagaimana kondisi organisasi menurut ukuran hasil?

 Bagaimana kondisi organisasi menurut ukuran pemicu?

 Bagaimana kondisi organisasi berubah sejak tinjauan terakhir?

 Bagaimana ukuran Scorecard berubah?

 Aspek yang paling penting dari tinjauan ini adalah sebagai berikut:

 Menginformasikan kepada manajemen mengenai apakah strategi tersebut telah


dilaksanakan dengan benar dan seberapa berhasil strategi itu bekerja.
 Menunjukkan bahwa manajemen serius mengenai pentingnya ukuran- ukuran ini.

10
 Menjaga agar ukuran-ukuran tersebut sejajar dengan strategi yang selalu

 berubah.

 Memperbaiki pengukuran.

 Kesulitan dalam Mengimplementasikan Sistem Pengukuran Kinerja

 Korelasi yang Buruk antara Ukuran Nonkeuangan dengan Hasilnya

Tidak ada jaminan bahwa profitabilitas masa depan akan mengikuti

 pencapaian target di bidang nonkeuangan manapun. Ini merupakan masalah yang serius
karena ada asumsi yang melekat bahwa profitabilitas masa depan mengikuti pencapaian
ukuran individual.

 Terpaku pada Hasil Keuangan

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tidak hanya bahwa para manajer

 paling senior terlatih dan terbiasa dengan ukuran keuangan, tetapi mereka juga sering
merasakan tekanan berkaitan dengan kinerja keuangan dari perusahaan mereka.

1. Ukuran-Ukuran tidak diperbaharui

Banyak perusahaan tidak memiliki mekanisme formaol untuk memperbaharui


ukuran – ukuran tersebut agar selaras dengan perubahan dalam strategisnya, Akibatnya,
perusahaan terus menggunakan ukuran-ukuan yang di dasarkan pada strategi yang lalu.
Terutama sering menimbulkan kemalasan yaitu ketika orang mulai merasa nyaman
menggunakannya.

2. Terlalu banyak pengeluaran

Manajer tersebut mengabaikan ukuran-ukuran yang penting untuk memantau


pelaksanaan strategi. Jika terlalu banyak ukuran, maka manajer
 beresiko kehilangan focus karena mencoba untuk melakukan banyak hal pada waktu yang
sama.

3. Kesulitan dalam menetapkan Trade--off

Beberapa perusahaan menggabungkan ukuran keuangan dan non keuangan dalam


satu laporan dan memberikan bobot pada masing-masing ukuran tersebut, Tetapi
kebanyakan scorecard tidak memberikann bobot yang eksplisit kepada masing-masing
ukuran ini. Tanpa pembobotan semacam itu, adalah sulit untuk menentukan pertukaran
antara ukurann keuangan dan non keuangan.

11
 Praktik-praktik Pengukuran

Dalam praktik yaitu memberikan wawasan mengenai apa yang sebenernya diukur
oleh perusahaan, kualitas yang dilihat dari ukuran-ukuran ini, serta ukuran apa yang
dikaitkan dengan kompensasi.

a. Jenin Ukuran
Studi Lingle dan schiemann menemukan bahwa 76 persen dari oerusahaan
responden memasukan ukuran-ukuran keuangan, operasi, serta kepuasan pelanggan
dalam tinjauan manajemmen regular, tetapi hanya 33
 persen yang memasukkan ukuran-ukuran inovasi serta perubahan dalam tinjauan
manajemen regular.

 b. Kuallitas dari ukuran

Dalam ini menunjukkan bahwa ukuran kinerja keuangan merupakan satu-


satunya ukuran yang di anggap berkualitas tinggi, terkini, dan dikaitkan dengan
kompensasi .
c. Hubungan ukuran dengan Kompensasi

Kebanyakan system manajemen mengaitkan ukuran keuangan dengan


kompensasi., sekitar sepertiganya menggunakan kepuasan
 pelanggan dan kurang dari seperempatnya menggunakan ukuran- ukuran inovasi
dan perubahan untuk memicu keputusan kompensasi.

a) Tujuan dan Manfaat Pengukuran Kinerja


Batasan tentang pengukuran kinerja adalah sebagai usaha formal yang dilakukan oleh
organisasi untuk mengevaluasi hasil kegiatan yang telah dilaksanakan secara
 periodik berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan pokok
pengukuran kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dala mencapai sasaran organisasi dan
mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya agar menghasilkan tindakan yang
diinginkan (Mulyadi & Setyawan 1999: 227).

Secara umum tujuan dilakukan pengukuran kinerja adalah untuk (Gardon, 1993: 36):

1. Meningkatkan motivasi karyawan dalam memberikan kontribusi kepada organisasi.


2. Memebrikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masing-masing karyawan.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatuihan dan pengembangan karyawan sebagai dasar untuk
menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatiham dan
 pengembangan karyawan.

12
4. Membantu pengambilan keputusan yang berkaitan dengan karyawan, seperti
 produksi, transfer, dan pemberhentian.

Sistem pengukuran kinerja yang efekif adalah sistem pengukuran yang dapat memudahkan
manajemen untuk melaksanakan proses pengendalian dan memberikan motivasi kepada
manajemen untuk motivasi kepada manajemen untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya.
Manfaat sistem pengukuran kinerja adalah (Mulyadi &Setyawan, 1999: 212-225):

1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggannya dan membuat seluruh personil terlibat dalam
upaya pemberi kepuasan kepada pelanggan.

2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai
 pelanggan dan pemasok internal.

3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya

 pengurangan terhadap pemborosan tersebut.

4. Membuat suatu tujuan strategis yang masanya masih kabur menjadi lebih kongkrit sehingga
mempercepat proses pembelajaran perusahaan.

b)  Prinsip Pengukuran Kinerja


Dalam pengukuran kinerja terdapat beberapa prinsip yaitu:

1. Seluruh aktivitas kerja yang signifikan harus diukur.


2. Pekerjaan yang tidak diukur dapat dikelola karena darinya tidak ada informasi yang bersifat
obyektif untuk menentukan nilainya.

3. Kerja yang tak diukur selayaknya diminimalisir atau bahkan ditiadakan.


4. Keluaran kinerja yang diharapkan harus ditetapkan untuk seluruh kerja yang diukur.
5. Hasil keluaran menyediakan dasar untuk menetapkan akuntabilitas hasil alih-alih sekedar
mengetahui tingkat usaha.

6. Mengidentifikasi kinerja dalam artian hasil kerja yang diinginkan adalah cara manajer dan
pengawas untuk membuat penugasan kerja dari mereka menjadi operasional.

7. Pelaporan kinerja dan analisis variansi harus dilakukan secara kerap.


8. Pelaporan yang kerap memungkinkan adanya tindakan korektif yang segera dan tepat waktu.
9. Tindakan korektif yang tepat waktu begitu dibutuhkan untuk manajemen kendali yang efektif.

13
c) Ukuran Pengukuran Kinerja
Terdapat tiga macam ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja secara kualitatif
yaitu:

1. Ukuran Kriteria Tunggal (Single Criterium)


Yaitu ukuran kinerja yang hanya menggunakan satu ukuran untuk menilai kinerja manajernya.

2. Ukuran Kriteria Beragam (Multiple Criterium)


Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran dalam menilai kinerja
manajernya. Tujuan penggunaan kriteria ini adalah agar manajer yang diukur kinerjanya
mengerahkan usahanya kepada berbagai kinerja.

3. Ukuran Kriteria Gabungan (Compsite Criterium)


Yaitu ukuran kinerja yang menggunakan berbagai macam ukuran memperhitungkan
bobot masing-masing ukuran dan menghitung rata-ratanya sebagai ukuran menyeluruh kinerja
manajernya.

C. Sistem Pengukuran Kinerja

Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan ukuran kinerja. Beberapa untuk kinerja yang meliputi;
kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan mengemukakan
pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan kerja dan daerah organisasi.

Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai

 berikut:

1. Relevan (relevance), mempunyai makna (1) terdapat kaitan yang erat antara standar untuk
pekerjaan tertentu dengan tujuan organisasi, dann (2) terdapat keterkaitan yang
 jelas antara elemen-elemen kritis suatu pekerjaan yang telah diidentifikasi melalui analisi jabatan
dengan dimensi-dimensi yang akan dinilai dalamform penilaian.

2. Sensitivitas (sensivity), berarti adanya kemampuan sistem penilaian kinerja dalam membedakan
pegawai yang efektif dan pegawai yang tidak efektif.

3. Reliabilitas (realibility), dalam konteks ini berarti konsistensi penilaian. Dengan kata lain
sekalipun instrumen tersebut digunakan oleh dua orang yang berbeda dalam menilai seorang
pegawai, hasil penilaiannya akan cenderung sama.

4. Akseptabilitas (acceptability), berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang dapat diterima
oleh pihak-pihak yang menggunakannya.

5. Praktis (practicality), berarti bahwa instrumen penilaian yang disepakati oleh pihak-
 pihak yang terkait dalam proses penilaian tersebut.

14
Pendapat senada dikemukakan oleh Noe et al (2003: 332-335), bahwa kriteria sistem

 pengukuran kinerja yang efektif terdiri dari beberapa aspeksebagai berikut:

1. Mempunyai keterkaitan yang strategis ( strategic congruence). Suatu pengukuran kinerja


dikatakan mempunyai keterkaitan yang strategis jika sistem pengukurann kinerjanya
menggambarkan atau berkaitan dengan tujuan-tujuan organisasi.

2. Validitas (validity). Suatu pengukuran kilnerja dikatakan valod apabila hanya mengukur dan
menilai aspek-aspek yang relevan dengan kinerja yang diharapkan.

3. Reliabilitas (reliability). Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi pengukuran kinerja yang


digunakan. Salah satu cara untuk menilai reliabilitas suatu pengukuran kinerja adalah dengan
membandingkan dua penilai yang menilai kinerja seorang pegawai.

4. Akseptabilitas (acceptability). Berarti bahwa pengukuran kinerja yang dirancang daopat diterima
oleh pihak-pihak yang menggunakannya.

5. Spesifisitas ( specificity). Marupakan batasan-batasan di mana pengukuran kinerja yang


diharapkan disampaikan kepada para pegawai sehingga para pegawai memahami apa yang
diharapkan dari mereka dan mencapai kinerja tersebut. Spesifisitas berkaitan dengan tujuan
strategis dan tujuan pengembangan manajemen kinerja.
Dari pendapat Casio dan Noe et al, ternyata suatu instrumen penilaian kinerja harus didesain
sedemikian rupa. Instrumen penilaian kinerja, berdasarkan konsep Casio dan

 Noe et al, terutama harus berkaitan dengan apa yang dikerjakan oleh pegawai. Mengingat

 jenis dan fungsi pegawai suatu organisasi tidak sama, maka nampaknya, tidak ada instrumen yang
sama untuk menilai seluruh pegawai dengan berbagai pekerjaan yang
 berbeda.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Kinerja juga dapat digambarkan sebagai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi perusahaan yang
tertuang dalam perumusan strategi planning suatu

 perusahaan.

Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil


untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan.

Menurut Cascio (2003: 336-337), kriteria sistem pengukuran kinerja adalah sebagai

 berikut:

a. Relevan (relevance)
 b. Sensitivitas ( sensitivity)

c. Rebilitas (reliability)
d. Akseptabilitas (acceptability)
e. Praktis ( practicality)

B. SARAN

Demikianlah makalah yang kami buat ini, semoga bermanfaat dan menambah

 pengetahuan para pembaca. Kami mohon maaf apabila ada kesalahan ejaan dalam

 penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.Karena kami hanyalah manusia
biasa yang tak luput dari kesalahan Dan kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Sekian penutup dari kami semoga dapat diterima di hati
dan kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Indonesia Quality Award Foundation (IQAF). (2009),

Indonesia Quality Award Foundation. Accessed April 14, 2015, from Indonesian Quality Award
Foundation Web Site: http://www.indonesianqualityaward.org. Moeheriono (2012),

Indikator Kinerja Utama (IKU), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta Moeheriono (2010),

Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, Ghalia Indonesia, Bogor Whittaker J.B (1993), The

Gonerment Performance Result Act, Harvard Business School Press, USA Gaspersz,
Vincent (2007),

Ge Way and Malcolm Baldrige Criteria for Perfomance Excellent, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Estuningsari, Eka Rahayu, (2013),

Pengukuran Kinerja Perusahaan Berbasis Kriteria Penilaian Kinerja Unggul (KPKU) BUMN (studi kasus :
Perum Jasa Tirta Malang), Jurnal Rekayasa dan Manajemen Industri, vol. 1 no 3 (2013) 68

17

Anda mungkin juga menyukai