Anda di halaman 1dari 25

Tugas Kelompok Manajemen Strategik

EVALUASI DAN PENGENDALIAN

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Alih Jenjang 2019

Muhammad Rainer Nur Hidayat (46118079)


Badariah T (46118085)
Enni Lidiawati (46118089)

JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2019
i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT

karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan

kepada kami sehingga kami dapat diberi kekuatan lahir dan batin untuk

dapat menyelesaikan makalah ini sebagai tanda persyaratan untuk mata

kuliah “Manajemen Strategik” dengan baik dan tepat waktu. Demikian pula

kami ucapkan salam dan salawat kepada junjungan Nabi besar

Muhammad SAW.

Suksesnya penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dosen Pengampu Manajemen Strategik atas bimbingan dan

arahannya. Berkatnya kami bisa menyusun makalah yang

sedemikian ini.
2. Keluarga tercinta, atas dukungannya baik berupa materi maupun

non-materi.
3. Semua pihak yang telah memberikan masukan dan bantuannya

hingga selesainya makalah ini.


Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini

masih banyak terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu, kami

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun

demi kesempurnaan makalah kami.


Semoga jerih payah kami mendapat balasan yang setimpal dari

Allah SWT dan semoga makalah yang kami susun ini dapat memberikan

manfaat bagi setiap pembaca.

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.....................................................................................i

Kata Pengantar....................................................................................ii

Daftar Isi...............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................1

1. Latar Belakang Masalah..................................................................1


2. Tujuan Penulisan.............................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................3

1. Pengertian Kewajiban......................................................................3
2. Karakteristik Utama Kewajiban........................................................4
3. Karakteristik Pendukung Kewajiban................................................9
4. Pengukuran Kewajiban..................................................................10
5. Pengakuan Kewajiban...................................................................11
6. Penilaian Kewajiban.......................................................................14
7. Penyajian Kewajiban......................................................................15
8. Ekuitas............................................................................................16
9. Tujuan Penyajian Ekuitas...............................................................18

BAB III PENUTUP...............................................................................19

Daftar Pustaka....................................................................................20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Balakang

Pengendalian terencana dari suatu aktivitas merupakan suatu

karakteristik dasar dari industri modern sebab pada dasarnya

pengendalian yang efektif atas manusia, bahan, mesin, dan uang

merupakan aspek yang sangat penting demi kelangsungan hidup

perusahaan. Sejalan dengan perkembangan dan perubahan lingkungan

bisnis suatu perusahaan, maka untuk menghadapi faktor-faktor tersebut di

atas (manusia, bahan, mesin dan uang), haruslah dipertimbangkan suatu

sistem pengendalian yang dapat menunjang seluruh aktivitas produksi

sehingga dapat mencapai semua tujuan perusahaan.

Sebuah sistem pengendalian juga tidak terlepas dari kenyataan

bahwa suatu organisasi melibatkan individu-individu. Hal yang terkadang

dilupakan adalah bahwa individu sebagai makhluk pribadi juga

mempunyai keinginan-keinginan atau tujuan pribadi. Tujuan pribadi

seseorang bisa selaras dengan tujuan organisasi bisa juga tidak selaras.

Ketidakselarasan tujuan mengakibatkan tujuan organisasi atau tujuan

individu tidak tercapai. Untuk itulah diperlukan pengendalian kerja

sehingga tujuan individu dapat selaras (goal congruence) dengan tujuan

organisasi sehingga strategi yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan

secara efektif dan efisien oleh anggota organisasi. Oleh karena itu, salah

satu alat motivasi untuk mencapai keselarasan tujuan dan suksesnya

1
implementasi strategi adalah adanya sistem pengukuran kinerja dan

sistem pengendalian yang baik.

Dalam era globalisasi saat ini, keadaan sosial, politik dan ekonomi

dunia mengalami perkembangan yang sangat cepat, yang terutama

diakibatkan oleh pesatnya kemajuan dibidang teknologi informasi,

komunikasi, transportasi dan lingkungan. Hal ini menyebabkan dunia

usaha dihadapkan pada tantangan-tantangan baru untuk dapat memenuhi

tuntutan perkembangan tersebut. Oleh karena itulah setiap perusahaan

mempunyai tujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, untuk

berkembang dan untuk mendapatkan laba. Semua tujuan itu hanya dapat

dicapai jika perusahaan mampu mengefektifkan fungsi semua bagian

yang ada dalam perusahaan dengan baik.

Untuk mencapai hal tersebut maka perlu dilakukan suatu

penerapan dan evaluasi terhadap sistem pengukuran kinerja dan sistem

pengendalian yang telah dilaksanakan di perusahaan selama ini. Sangat

mungkin terjadi tujuan perusahaan sulit tercapai karena tidak efektifnya

sistem pengendalian yang ada dalam perusahaan. Bisa juga disebabkan

pusat-pusat pertanggungjawaban tidak dapat melaksanakan tugasnya

dengan baik. Ada pula kemungkinan bahwa kegagalan mencapai tujuan

itu disebabkan tidak adanya sistem pengukuran kinerja dan sistem

pengendalian yang baik.

Sistem pengukuran kinerja dapat membantu pimpinan perusahaan

untuk mengetahui pelaksanaan strategi bisnis dengan cara

membandingkan hasil aktual dengan tujuan strategis perusahaan. Sistem

pengendalian yang baik diharapkan dapat membantu meningkatkan


2
kinerja dan memperkuat posisi perusahaan dengan cara memberikan

pelayanan yang optimal dan bernilai tambah demi kepuasan total

pelanggan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka

permasalahan yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai

berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan evaluasi dan pengendalian strategi,

dan bagaimana penerapannya pada perusahaan?


2. Apakah yang dimaksud dengan pengukuran kinerja dan kegunaannya

dalam melakukan evaluasi juga pengendalian terhadap strategi

perusahaan?
1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penulisan

makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui evaluasi dan pengendalian strategi beserta

penerapannya pada peurusahaan.


2. Untuk mengetahui kegunaan pengukuran kinerja dalam melakukan

evaluasi dan pengendalian strategi pada perusahaan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Evaluasi dan Kontrol dalam Manajemen Strategik

Evaluasi dan Kontrol memastikan agar korporasi mencapai apa

yang seharusnya dilaksanakan. Evaluasi dan Kontrol membandingkan

performance (prestasi kerja) dengan hasil yang diharapkan dan

memberikan umpan balik (feedback) kepada manajemen agar hasil

evaluasi dapat diambil tindakan perbaikan sesuai kebutuhan. Proses ini

dapat dilihat sebagai model feedback lima langkah (five-step feedback

model):

1. Menentukan apa yang hendak diukur: Para manajer puncak dan

Manajer operasional perlu menentukan apa saja proses-proses dan

hasil-hasil implementasi yang akan dimonitor serta dievaluasi. Proses

dan hasil implementasi harus mampu diukur dengan cara yang objektif

dan konsisten. Fokus harus pada elemen-elemen yang paling

signifikan dalam satu proses, elemen yang menyebabkan proporsi

pengerluaran tertinggi atau jumlah masalah yang paling besar.

Pengukuran harus dibuat untuk semua bidang penting, apapun

kesulitannya.
2. Menetapkan standar kinerja: Standar yang digunakan untuk

mengukur kinerja adalah bermacam-macam rumusan, sasaran

strategik yang mendetil. Standar kinerja merupakan tolok ukur hasil

kinerja yang dapat diterima. Masing-masing standar biasanya

mencakup batas toleransi (tolerance range), yang menentukan aneka

4
deviasi atau penyimpangan yang dapat diterima. Standar dapat

ditentukan tidak hanya untuk output final, tetapi juga untuk tahap-tahap

awal output produksi.


3. Mengukur kinerja aktual: Pengukuran (tolok ukur) harus dibuat pada

waktu yang telah ditentukan sebelumnya.


4. Membandingkan kinerja aktual dengan standar: Jika hasil aktual

berada dalam rentang toleransi, proses pengukuran berhenti di sini.


5. Mengambil tindakan korektif: Jika hasil-hasil aktual berada di luar

batas toleransi yang dikehandaki, harus diambil tindakan untuk

mengkoreksi deviasi atau penyimpangan. Pertanyaan-pertanyaan

berikut ini harus dijawab:


A. Apakah penyimpangan yang terjadi hanya merupakan suatu

kebetulan?
B. Apakah proes yang sedang berjalan tidak berfungsi dengan baik?
C. Apakah proses yang sedang berjalan tidak sesuai dengan upaya

pencapaian standar yang diinginkan? Tindaakan harus diambil

tidak hanya untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi, tetapi

juga untuk mencegah berulangnya penyimpangan tersebut.


D. Siapa orang terbaik untuk mengambil tindakan korektif?
2.2 Evaluasi dan Kontrol dalam Manajemen Strategik

5
Informasi evaluasi dan kontrol terdiri dari data performance dan

laporan-laporan aktivitas (yang dikumpulkan dalam langkah 3, yang

diilustrasikan pada gambar 10.1). Jika hasil-hasil kinerja yang tidak

dikehendaki karena proses manajemen strategis digunakan tidak tepat,

para manajer operasional harus mengatahui hal itu sehingga mereka

dapat mengkoreksi aktivitas karyawan, manajemen puncak tidak perlu

terlibat. Akan tetapi, jika hasil-hasil kinerja yang tidak diharapkan dari

proses-proses itu sendiri, manajer puncak dan juga manejer operasional,

harus mengetahui itu sehingga mereka dapat mengembangkan program-

program atau prosedur-prosedur implementasi baru.

Informasi evaluasi dan kontrol harus relevan dengan apa yang

sedang dipantau. Evaluasi dan kontrol bukanlah suatu proses yang

mudah. Satu dari berbagai kendala yang dihadapi adalah sulitnya

mengembangkan ukuran yang tepat atas aktivitas dan output yang

dihasilkan.

Gambar 10.2 menunjukkan evaluasi terhadap strategi yang telah

diimplementasikan. Metode tersebut memberikan kepada manajer

strategis serangkaian pertanyaan yang dapat digunakan untuk melakukan

evaluasi. Pihak manajemem biasanya mengawalinya dengan mengkaji

ulang kapan terjadi kesenjangan perencanaan antara sasaran financial

perusahaan dan hasil yang diharapkan dari aktivitas yang dilakukan saat

ini. Dengan menjawab serangkaian pertanyaan tersebut (atau dalam

bentuk lain yang sejenis), akan memberikan kepada manajer gagasan

yang baik di mana masalah muncul pertama kali dan apa yang harus

dilakukan untuk memecahkannya.


6
2.3 Pengukuran Kinerja

Kinerja adalah hasil akhir kegiatan. Berbagai tolok ukur mana yang

diseleksi untuk menilai kinerja bergantung pada unit organisasi yang akan

dinilai dan sasaran-sasaran yang akan dicapai. Sasaran-sasaran yang

ditetapkan sebelumnya dalam bagian rumusan strategi dalam proses

manajemen strategis (yang berhubungan dengan keuntungan), segmen

pasar (market share), dan reduksi biaya, di antara yang lain tentunya

harus digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan begitu strategi

diimplementasi.

7
Beberapa tolok ukur, seperti keuntungan atas investasi (retur on

investment), tepat untuk mengevaluasi kemampuan divisi atau

perusahaan untuk mencapai sasaran keuntungan. Akan tetapi, jenis tolak

ukur ini tidak memadai untuk mengevaluasi sasaran-sasaran tambahan

perusahaan seperti tanggung jawab sosial atau pengembangan karyawan.

Walaupun keuntungan (profit) merupakan sasaran pokok perusahaan,

ROI dapat dihitung hanya setelah laba-laba dijumlahkan selama periode.

Perhitungan ROI setelah dijumlahkan menunjukkan apa yang terjadi

sesuai dengan fakta, bukan apa yang sedang terjadi atau apa yang akan

terjadi. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengembangkan berbagai tolok

ukur untuk memprediksi berbagai hal yang mungkin terjadi.

1. Kontrol Perilaku dan Output

Kontrol dapat ditetapkan untuk terfokus. Baik pada keluaran-

keluaran (output) actual performance maupun pada kegiatan-kegiatan

yang menjamin kinerja (perilaku). Kontrol perilaku menentukan

bagaimana sesuatu akan dilakukan melalui kebijakan-kebijakan,

ketentuan-ketentuan, prosedur operasi standar, dan perintah dari

atasan. Output control menentukan apa yang hendak dilaksanakan

dengan fokus pada hasil akhir perilaku melalui pemanfaatan sasaran

dan target-target kinerja atau tonggak sejarah.

Salah satu contoh kontrol perilaku yang semakin populer adalah

ISO 9000 Standard Series untuk manajemen dan jaminan kualitas

yang dikembangkan oleh International Standads Association di

Jenewa, Swiss. Seri ISO 9000 (yang terdiri dari lima bagian dari 9000

sampai 9004) adalah cara untuk secara objektif membuktikan


8
kebenaran tingkat tinggi operasi kualitas perusahaan, 9001 adalah

standar yang paling komprehensif, 9002 kurang kuat, 9003 hanya

digunakan untuk memeriksa dan menguji prosedur-prosedur. Sebuah

perusahaan yang menghendaki sertifikat mungkin membuktikan

proses-proses untuk pengenalan-pengenalan produk. Diantara hal-hal

lain, ISO 9001 mengharuskan perusahaan supaya secara terpisah

membuktikan kebenaran masukan (input) desain, proses desain,

desain keluaran dan verifikasi desain.

Banyak perusahaan melihat sertifikat ISO 9000 sebagai

jaminan sehingga seorang pemasok produk-produk berkualitas,

perusahaan-perusahaan seperti DupOnt, Hewlett-Packard, dan 3M

memiliki fasilitas-fasilitas yang terdaftar pada standar-standar ISO.

Perusahaan-perusahaan dalam lebih dari 60 negara, termasuk

Kanada Meksiko, Jepang, Amerika Serikat (meliputi seluruh industri

mobil di Amerika Serikat), dan Uni Eropa. Membutuhkan sertifikat ISO

9000 untuk pemasok-pemasoknya. Dari hasil suatu survey yang

dilakukan terhadap para eksekutif manufaktur, 51% eksekutif

menemukan bahwa sertifikat ISO 9000 menambah daya saingnya di

tingkat internasional. Eksekutif-eksekutif lain melihat bahwa ISO 9000

menandakan komitmen mereka pada kualitas dan memberikan

mereka keuntungan strategik atas pesaing-pesaing yang tidak memiliki

sertifikat ISO 9000.

2. Tolok Ukur Primer Kinerja Perusahaan

Berbagai tolok ukur finansial yang sederhana seperti ROI dan

EPS digunakan untuk menilai seluruh kinerja akhir perusahaan.


9
Analisis merekomendasikan banyak metode untuk mengevaluasi

keberhasilan dan kegagalan strategi. Beberapa dari metode ini adalah

tolok ukur pihak yang berkepentingan (stakeholder), nilai stakeholder,

dan pendekatan balanced scorecard. Walaupun masing-masing

metode ini mempunyai pendukung dan juga penentangnya,

kecenderungan sekarang ini jelas ke arah tolok ukur yang lebih rumit

dan peningkatan penggunaan tolok ukur nonfinansial dari kinerja

perusahaan. Misalnya, riset mengindiksikan bahwa perusahaan yang

mengejar bermacam-macam strategi yang dibangun atas inovasi dan

pengembangan produk baru saat ini cenderung lebih menyukai tolok

ukur nonfinansial daripada tolok ukur finansial.

A. Tolok Ukur Finansial

Tolok ukur kinerja perusahaan yang umum digunakan

adalah return on investment (ROI). ROI sesungguhnya adalah

hasil pembagian pendapatan bersih sebelum pajak dengan seluruh

aset. Keuntungan dan kerugian menggunakan ROI:

a. Keuntungan ROI
i. ROI merupakan gambaran tunggal keseluruhan yang

dipengaruhi oleh segala sesuatu yang telah terjadi.


ii. ROI mengukur seberapa baik seorang manajer divisi

menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba.

ROI juga merupakan cara yang baik untuk mengecek

akurasi proposal investasi modal yang diajukan.


iii. ROI merupakan satuan umum yang dapat dibandingkan

dengan banyak entitas bisnis lainnya.


iv. ROI menyediakan sebuah intensif untuk menggunakan

aktiva yang ada dengan efisien.


10
v. ROI memberikan sebuah intensif untuk memperoleh aktiva

baru hanya bila penggunaan aktiva tersebut akan

meningkatkan return yang diinginkan.


b. Kerugian/kelemahan ROI
i. ROI sangat sensitive terhadap kebijakan penyusutan yang

digunakan. Depresiasi/ penyusutan menghilangkan

penyimpangan antar divisi yang mempengaruhi kinerja

ROI. Teknik percepatan depresiasi akan meningkatkan

ROI, menimbulkan konflik dengan anggaran modal yang

menggunakan analisis diskonto aliran kas.


ii. ROI sensitive terhadap nilai buku. Pabrik yang lebih tua

dengan penyusutan aktiva yang lebih besar mempunyai

basis yang relative lebih rendah dibandingkan dengan

pabrik yang lebih baru (perhatikan juga dampak inflasi),

yang relative meningkatkan ROI yang dimilikinya.

Perhatikan pula bahwa dengan menekan investasi modal

atau menjual aset, kinerja ROI dapat ditingkatkan.


iii. Di banyak perusahaan yang menggunakan ROI, satu divisi

menjual kepada divisi lainnya. Sebagai hasilnya, harga

perpindahan pasti terjadi. Biaya yang timbul mempengaruhi

laba. Karena itu, didalam teori, harga perpindahan (transfer

price) harus didasarkan pada dampak total terhadap laba

perusahaan, bila tidak, beberapa manajer pusat investasi

yang terkait akan menderita kerugian. Harga perpindahan

yang pantas sulit ditentukan.


iv. Jika sebuah divisi beroperasi dalam industri yang memiliki

kondisi yang menguntungkan dan sementara divisi yang

11
lain beroperasi dalam kondisi yang kurang

menguntungkan, divisi yang berada dalam kondisi industri

yang menguntungkan otomatis akan “terlihat” lebih baik

dari divisi yang lain.


v. Rentang waktu penilaian yang tersedia sangat pendek.

Kinerja para manajer divisi haruslah diukur dalam jangka

panjang. Hal ini merupakan kapasitas rentang waktu yang

hanya dimiliki oleh manajemen puncak.


vi. Daur hidup bisnis sangat mempengaruhi kinerja ROI,

seringkali mengabaikan kinerja manajerial yang ada.

Earnings per share (penghasilan per saham – EPS),

membagi penghasilan bersih dengan jumlah saham biasa

(common stock), juga memiliki beberapa kekurangan seperti

evaluasi kinerja masa lalu dan masa depan. Pertama, karena ada

prinsip-prinsip akuntansi alternatif, EPS dapat memiliki beberapa

nilai yang berbeda tetapi sama-sama dapat diterima, tergantung

pada prinsip yang dipilih untuk komputasinya.

Kedua, karena EPS berdasarkan pendapatan bertambah,

konversi pendapatan menjadi cash (uang tunai) dapat segera

dilakukan atau ditunda. Oleh karena itu, EPS tidak

mempertimbangkan nilai waktu uang. Return on equity

(keuntungan atas modal – ROE), membagi pendapatan bersih

dengan total modal, juga memiliki keterbatasannya karena ROE

juga diperoleh dari data berbasis akuntansi. Selain itu, EPS dan

ROE sering tidak berkaitan dengan nilai saham perusahaan.

Karena kekurangan ini dan keterbatasan lain, EPS dan ROE


12
dengan sendirinya bukan tolak ukur yang memadai untuk kinerja

perusahaan.
B. Tolok Ukur pada Pihak-pihak yang Berkepentingan
Setiap pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan

memiliki seperangkat kriterianya sendiri untuk menentukan

bagaimana baiknya berjalan. Kriteria-kriteria ini khususnya

berhubungan dengan dampak langsung dan tidak langsung

terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan pada berbagai pihak yang

berkepentingan. Manajemen puncak harus menetapkan satu atau

lebih tolak ukur pada pihak-pihak yang berkepentingan

(stakeholders measures) secara sederhana untuk setiap kategori

stakeholder sehingga dapat mengawasi tujuan-tujuan stakeholder

(lihat Tabel 10.2).

C. Pendekatan Balanced Scorecard: Menggunakan Tolok Ukur


Kinerja Kunci

13
Bukan mengevaluasi sebuah perusahaan yang

menggunakan beberapa tolak ukur finansial, Kaplan dan Norton

berpendapat agar “balanced scorecard” mencakup tolak ukur

nonfinansial maupun tolok ukur finansial. Balanced scorecard

mengkombinasikan tolak ukur finansial yang menyatakan hasil-

hasil aktivitas yang sudah dilakukan dengan tolak ukur operasional

pada kepuasan konsumen, proses internal, dan inovasi

perusahaan, aktivitas pengembangan penggerak kinerja masa

depan. Manajemen harus mengembangkan berbagai tujuan atau

sasaran dalam setiap empat perspektif berikut (Kaplan dan Norton,

1996):

a. Finansial: Bagaimana kita berhadapan dengan pemegang

saham?
b. Konsumen: Bagaimana konsumen melihat kita?
c. Perspektif bisnis internal: Apa yang harus dicapai?
d. Inovasi dan pembelajaran: Dapatkah kita terus meningkatkan

dan menciptakan nilai?

Setiap tujuan dalam masing-masing bidang (misalnya,

menghindari bangkrut dalam bidang finansial diberikan satu atau

dua tolak ukur, dan juga target dan inistaif. Tolak ukur ini dianggap

sebagai tolak ukur kinerja kunci (key performance measures), tolak

ukur yang esensial untuk mencapai pilihan strategik yang

dikehendaki. Misalnya, perusahaan dapat memasukkan cash flow,

pertumbuhan penjualan kuartalan, dan ROE sebagai tolak ukur

untuk sukses dalam bidang keuangan, korporasi dapat mencakup

segmen pasar (tujuan posisi yang kompetitif) dan persentase

14
penjualan baru yang berasal dari produk-produk baru (tujuan

penerimaan konsumen) sebagai tolak ukur menurut perspektif

konsumen.

Perusahaan juga dapat mencakup waktu daur dan biaya

unit tujuan keunggulan manufakturing sebagai tolak ukur menurut

perspektif bisnis internal. Perusahaan juga dapat mencakup waktu

untuk mengembangkan produk-produk generasi berikutnya

(sasaran kepemimpinan teknologi) menurut perpektif inovasi dan

pembelajaran.

2.4 Problem dalam Pengukuran Kinerja

Penilaian kinerja adalah suatu bagian penting dari evaluasi dan

pengendalian. Ketiadaan tujuan-tujuan kuantitatif atau standard kinerja

dan ketidakmampuan dari sistem informasi untuk menyediakan informasi

yang valid dan tepat waktu merupakan dua masalah pengendalian yang

jelas. Tanpa tujuan dan penilaian yang cepat, sangat sulit untuk membuat

keputusan-keputusan stratejik dan operasional.. Kendatipun demikian,

penggunaan standar yang kuantitatif dan cepat tidak menjamin

tercapainya kinerja yang baik. Kegiatan evaluasi dan monitoring kinerja

dapat menyebabkan efek samping yang mengganggu kinerja perusahaan

secara keseluruhan. Diantara efek negatif yang paling sering adalah

orientasi jangka pendek (short term orientation) dan pergeseran tujuan

(goal displacement).

1. Orientasi Jangka Pendek (Short Term Orientaion)

15
Banyak pimpinan puncak melaporkan bahwa dalam berbagai

situasi mereka tidak menyadari implikasi jangka panjang dari operasi

saat ini terhadap strategi yang mereka telah sepakati atau implikasi

bersifat operasional dari suatu strategi terhadap misi perusahaan.

Evaluasi jangka panjang biasanya tidak dilakukan karena pimpinan

puncak:
A. Tidak menyadari pentingnya evaluasi
B. Percaya bahwa pertimbangan jangka pendek adalah lebih penting

dari pertimbangan jangka panjang


C. Tidak dieavluasi secara personal atas dasar jangka panjang
D. Tidak memiliki waktu untuk membuat analisis jangka panjang.

Tidak ada argumentasi sesungguhnya untuk alasan pertama

dan terakhir. Jika pimpinan menyadari pentingnya evaluasi jangka

panjang mereka menyusun waktu yang diperlukan untuk

melaksanakannya. Kendatipun banyak pimpinan puncak

melaksanakan atas desakan investasi komunitas dan intensif jangka

pendek dan rencana promosi untuk mendukung alasan kedua dan

ketiga, bukti tidak selalu mendukung argumentasi mereka.

Banyak penilaian didasarkan pada data akuntasi benar-benar

telah mendorong suatu orientasi jangka endek. Secara teoriti

misalnya, return on investment, tidak dibatasi atas periode jangka

pendek, tetapi dalam prakteknya menggunakan penilaian ini untuk

mewujudkan keuntungan jangka panjang perusahaan. Biasanya

manajer selalu dapat memanipulasi antara earning (pembilang) dan

investasi sebagai penyebut, sehingga angka ROI menjadi tidak berarti.

Kegiatan iklan, perawatan, dan penelitian dapat dikurangi. Merjer

16
dapat dilakukan sehingga dapat menghasilkan pendapatan saat ini

daripada keuntungan perusahaan-perusahaan atau divisi.

2. Pergeseran Tujuan (Goal Displacement)

Monitong dan penilaian kinerja (jika tidak dilakukan secara hati

– hati dapat berakibat pada penurunan kinerja persusahaan secara

kesluruhan. Pergeseran tujuan (goal displacement) adalah alat yang

meragukan dan mengakhiri dan muncul ketika aktivitas-aktivitas

awalnya dimaksudkan untuk membantu para manajer mencapai

objektivitas perusahaan, atau dilaksanakan untuk memenuhi objektif

selain dari yang telah disepakati. Ada dua tipe pergeseran tujuan (goal

dispacement), yaitu:

A. Behavior substitution

Behavior substitution adalah suatu fenomena ketia orang

mengganti aktivitas-aktivitas yang baik mengarah pada

pencapaian tujuan dengan aktivitas yang benar – benar

mengarahkan pada pencapaian tujuan perusahaan, karena

aktivitas yang salah justru dihargai. Manajer, seperti kebanyakan

orang, cenderung untuk lebih memfokuskan perhatian mereka

terhadap perilaku yang dinilai secara jelas ketimbang perilaku yang

tidak dinilai. Karyawan selalu menerima sedikit terhadap hal yang

dinilai dengan melibatkan dalam aktivitas yang dinilai secara keras

seperti seperti kerja sama dan inisiatif. Orang yang rasional tentu

saja cenderung bekerja untuk penghargaan yang ditawarkan oleh

sistem. Oleh karena itu, orang – orang cenderung memilih perilaku

17
yang diakui dan dihargai dengan perilaku yang tidak diakui dan

dihargai, tanpa mempertimbangka kontribusinya terhadap

pencapaian tujuan perusahaan.

B. Suboptimization

Suboptimization (optimisasi) mengacu kepada fenomena

ketika suatu unti mengoptimalkan pencapaian tujuan unitnya

sehingga dapat membahayakan organisasi secara keseluruhan.

Penekan dalam perusahaan – perusahaan besar dalam

mengembangkan pusat pertanggungjawaban yang terpisah dapat

menciptakan beberapa masalah bagi perusahaan secara

keseluruhan. Bilai satu unit dapat menciprtakan beberapa masalah

bagi perusahaan secara kesekuruhan. Bila satu unit atau divisi

melihat dirinya sebagai bagian yang tidak terpisah, ia mungki

menolak untuk bekerja sama dengan berbagai cara mempengaruhi

secara negatif evaluasi kinerjanya. Persaingan antara divisi untuk

mencapai ROI yang tinggi dapat berakibat suatu divisi untuk

mencapai suartu ROI yang tepat dapat berakibat suatu disvisi

untuk membagi teknologi barunya atau perbaikan proses kerjanya.

Upaya suatu divisi mengoptimalkan pencapaian tujuannya

menyebabkan divisi lain tertinggal, sehingga menyebabkan efek

negatif kepada kinerja perusahaan secara keseluruhan.

2.5 Pedoman Kontrol yang Tepat

Dalam menrancang suatu sistem pengendalian pimpinan puncak

perlu menyadari bahwa pengendalian harus dengan strategi. Jika

18
pengendalian tidak menjamin penggunaan strategi akan memperlemah

implementasi objektif perusahaan. . Acuan – acuan berikutnya dapat

kiranya dipedomani:

1. Pengendalian sebaiknya menggunakan informasi

seperlunya untuk memberikan gambaran yang benar dari

suatu negara. Terlalu banyak pengendalian dapat

menciptakan. Terlalu banyak pengendalian dari suatu

kejadian. Terlalu banyak pengendalian. Terlalu banyak

peruhaan dapat mencitakan kebingunan. Fokus aktivitas

pengendalin pada faktor-faktor kunsi-konsi pada faktor-

faktor kunci sukses.


2. Pengendalian sebaiknya memonitor hasil-hasil dan aktivitas

hasil dan aktivitas yang berati, kendatiupun sulit dalam

penilaia. Jika kerja sama antara divisi adalah penting bagi

kinerja perusahaan, beberapa bentuk penilaian kuantitatif

dan kualitatif sebaiknya digunakan untuk memonitor kerja

sama tersebut.
3. Pengendalian sebaiknya tepay waktu, sehingga tindakan

koreksi dapat dilakukan sebelum terlalu terlambat.

Pengendalian yang terarah, pengendalian yang emonitor

dan manilai faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja,

19
sebaiknya ditekankan sehingga peringatan awal terhadap

masalah dapat diberikan.


4. Pengendalian jangka panjang dan jangka pendek sebaiknya

digunakan. Jika penilaian jangka pendek yang ditekankan,

maka aktivitas juga akan berorientasi jangka pandek.


5. Pengendalian sebaiknya bertujuan untuk menemukan dan

membahas penyimpanan yang terjadi. Hanya aktivitas dan

hasil yang terjadi di luar toleransi yang sebaiknya menjadi

perhatian.
6. Perlu penekanan pada penghargaan atau terpenuhinya dan

melampaui standard daripada memberikan hukuman atas

tidak tercapainya standard. Hukuman/sanksi yang berat atas

kegagalan akan menghasilkan pergeseran tujuan (goal

displacement). Manajer akan merekayasa (arti negatif)

laporan dan melobi penetapan standard yang lebih rendah.


2.6 Contoh Kasus

20
BAB III

PENUTUPAN

21
Daftar Pustaka

Suwardjono. 2008. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan.


Yogyakarta : BPFE

22

Anda mungkin juga menyukai