Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

“ Pengendalian Hasil”

Dosen Pengampu : Dr.Irwansyah, S.E., M.Si.Ak.,CA

KELOMPOK 6:
M. TAUPIKURACHMAN (C1C019049)
TRIA PRATIWI (C1C019065)
FIRA MUTIARA NISA (C1C019073)

KELAS D
UNIVERSITAS BENGKULU
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Segala limpahan Rahmat,
Hidayah dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan judul Fungsi Pengendalian Manajemen. Dalam makalah ini penulis masih merasa
bahwa bentuk maupun isinya yang masih sangat sederhana. Makalah ini dibuat sebagai tugas
mata kuliah Sistem Pengendalian Manajemen yang dibimbing oleh dosen bapak Dr.
Irwansyah, S.E., M.Si.Ak.,CA. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Memang masih jauh dari sempurna namun semoga bisa berguna bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Dalam makalah masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
masih kurang.Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca agar memberikan kritik dan
saran yang bertujuan membangun dari pembaca. Akhir kata semoga makalah ini dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Bengkulu, 30 Agustus 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................2
2.1 Kelaziman Pengendalian Hasil.............................................................................................2
2.2 Pengendalian Hasil dan Masalah Pengendalian..................................................................3
2.3 Elemen Pengendalian Hasil...................................................................................................4
2.4 Kondisi yang Menentukan Evektivitas Pengendalian Hasil..............................................7
BAB III PENUTUP..............................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................14
3.2 Saran.......................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................15

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap perusahaan memerlukan pengendalian manajemen, karena sistem tersebut
didesain untuk mengatur aktivitas anggota organisasi melalui para pemimpin (manajer)
organisasi agar sesuai dengan tujuan yang diinginkan perusahaan. Proses pengendalian
dilakukan melalui para pemimpin (manajer) dengan tujuan dan strategi pelaksanaan dan
pengukuran serta analisis prestasi dan penghargaan. Pengendalian manajemen merupakan
salah satu dari beberapa jenis aktivitas perencanaan dan pengendalian yang ada dalam
suatu organisasi. Beberapa aktivitas yang termasuk dalam pengendalian manajemen
seperti perencanaan aktivitas yang akan dilakukan, pengkoordinasian aktivitas,
pengkomunikasian informasi, pengevaluasian informasi, pembuatan keputusan yang
menyangkut apakah suatu aktivitas akan dilakukan atau tidak dan bagaimana
mempengaruhi orang-orang dalam organisasi untuk mengubah perilakunya (Cahyono,
2007: 2).

Sistem Pengendalian Manajemen adalah suatu mekanisme baik secara formal


maupun informal yang dirancang untuk menciptakan kondisi yang mampu meningkatkan
peluang dan harapan serta memperoleh hasil (output) yang diinginkan, dengan fokus pada
tujuan yang akan dicapai oleh organisasi dan perilaku yang diinginkan partisipan
(Anthony dan Govindarajan (2001: 6). Sebagai konsekuensinya pemahaman tentang
sistem pengendalian hanya didasarkan pada mekanisme penginvestigasian yang
diimplementasikan oleh manajemen untuk mengendalikan pekerjaan melalui pengamatan
dan pemantauan perilaku dan output (Cahyono, 2007: 2).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas adalah
sebagai berikut:

1. Bagaimana kelaziman pengendalian hasil?


2. Bagaimana pengendalian hasil dan apa yang menjadi masalah pengendalian?
3. Apa saja yang menjadi elemen pengendalian hasil?
4. Kondisi yang bagaimana yang dapat menentukan pengendalian hasil

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan yang dapat disimpulakan dari rumusan masalah diatas adalah
sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana kelaziman pengendalian hasil


2. Untuk mengetahui pengendalian hasil dan apa yang menjadi masalah pengendalian
3. Untuk mengetahui elemen pengendalian hasil

1
4. Untuk mengetahui kondisi yang menetukan pengendalian hasil

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kelaziman Pengendalian Hasil


Pengendalian hasil biasanya digunakan untuk mengendalikan perilaku karyawan
di banyak tingkat organisasi serta merupakan elemen yang diperlukan dalam pendekatan
pemberdayaan karyawan untuk manajemen, yang menjadi tren utama manajemen yang
dimulai pada 1990-an. Pengendalian hasil sangat dominan sebagai cara mengendalikan
perilaku karyawan profesional; mereka yang memiliki otoritas keputusan, seperti
manajer.

Pengendalian hasil konsisten dan diperlukan untuk implementasi bentuk


organisasi terdesentralisasi dengan sebagian besar entitas otonom atau pusat tanggung
jawab. Banyak perusahaan besar telah melalui proses melembagakan bentuk organisasi
yang terdesentralisasi dengan penekanan yang meningkat secara bersamaan pada
pengendalian hasil dengan menetapkan akuntabilitas untuk hasil entitas yang sepenuhnya
terintegrasi, di mana manajer entitas yang paling dekat dengan bisnis melakukan
pertukaran dan mengambil tanggung jawab atas suatu entitas. Dengan kata lain,
desentralisasi berupaya mereplikasi “model kewirausahaan” di dalam perusahaan-
perusahaan besar, di mana manajer entitas diberikan wewenang untuk mengambil
keputusan tetapi kemudian bertanggung jawab atas hasil yang dihasilkan oleh keputusan
mereka.

Desentralisasi adalah cara yang efektif untuk memberdayakan karyawan dalam


konteks pengendalian hasil, namun harus ada batas untuk pemberdayaan dalam keadaan
tertentu. Perusahaan dapat melakukan desentralisasi berdasarkan wilayah geografis,
kelompok atau segmen bisnis, lini produk, atau berbagai jalur delegasi lain dalam struktur
organisasi mereka. Namun, satu poin penting adalah bahwa desentralisasi atau
"pendelegasian hak keputusan" kepada manajer, dan desain sistem insentif untuk
memotivasi para manajer ini untuk menghasilkan hasil yang diinginkan, adalah dua
pilihan desain organisasi yang penting dalam konteks pengendalian hasil; mereka adalah
bagian dari apa yang oleh para ahli teori organisasi disebut “Arsitektur Organisasi”.
Literatur ini menyatakan bahwa pilihan organisasi tentang sistem desentralisasi dan
insentifharus dibuat bersama, dan bahwa berkonsentrasi pada satu elemen
denganmengesampingkan elemen lainnya akan mengarah pada organisasi yang dirancang
dengan buruk.

desain yang buruk.

2
Pengendalian hasil tidak hanya dibutuhkan pada level manajemen saja; tetapi juga
dapat diterapkan pada level yang lebih bawah di dalam organisasi, karena sebagian besar
perusahaan telah memperoleh pengaruh yang baik." Lincoln Electric, pemimpin dunia
dalam memproduksi produk pengelasan, menggunakan poster anak perusahaan yang
digunakan untuk menurunkan hasil pengendalian pada level organisasi yang lebih rendah.
Lincoln Electric memberikan gaji berdasarkan pada piecework (pekerjaan yang dibayar
berdasarkan hasil yang dikerjakan) untuk sebagian besar pekerjaan di pabrik dan kinerja
yang menguntungkan berdasarkan bonus yang mungkin bisa dua kali lipat dari gaji
karyawan.¹8 Sistem insentif ini telah menciptakan produktivitas yang tinggi pada
beberapa industry besar (General Electric, Westinghouse) mendapatkan hal ini sulit untuk
bersaing dalam bisnis Lincoln Electric (sebagai perusahaan pengelasan) dan di luar pasar.
Artikel Business Week mengobservasi bahwa "dalam caranya yang tertutup, cara
iconosastic, Lincoln Electric tetap menjadi salah satu dari perusahaan dengan manajemen
terbaik di Amerika Serikat dan mungkin terbaik di sepanjang Pasifik."19 Meski
pemikiran legendaris Lincoln berupa Sistem Kinerja Insentif secara esensial tetap sama
sejak di gunakan pada tahun 1934, perusahaan tetap mengakui sistem dan kinerja tersebut
hingga hari ini, seperti dalam buku yang berjudul The Modern Firm. 20

Meskipun desentralisasi adalah cara efektif untuk memberdayakan karyawan


dalam konteks pengendalian-hasil, masih terdapat beberapa kelemahan untuk
pemberdayaan dalam kondisi tertentu. Sebagai contoh, ketika mengejar pertumbuhan di
Cina, Carrefour hypermarket Prancis menghadapi korupsi yang sistematis pada semua
tingkatan manajemen di level lokal. Tidak seperti pendekatan sentralisasi pada
manajemen yang dilakukan Wal-Mart di Cina, Carrefour memberdayakan manajer lokal
untuk bertanggung jawab terhadap hampir semua aspek untuk menjalankan toko mereka,
termasuk penetapan harga dan promosi, pemilihan pemasok, dan desain toko. Meski
fleksibilitas yang diberikan tinggi dan cukup longgar bagi manajer untuk cepat
memperluas jaringan bangunan ditahap awal, hal ini juga mendorong meluasnya
pengambilan suap pada tingkat lokal dan, sepanjang waktu, mendorong tingginya biaya
operasi dan risiko reputasi dibandingkan dengan sistem sentralisasi."

2.2 Pengendalian Hasil dan Masalah Pengendalian

Pengendalian hasil menyediakan beberapa manfaat tipe pencegahan. Hasil yang


didefinisikan dengan baik akan memberi informasi pada karyawan apa yang diharapkan
dari mereka dan mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang dapat mengeluarkan
hasil yang diinginkan. Dengan cara ini, pengendalian hasil mengurangi potensi
kurangnya pengarahan. Pengendalian hasil juga dapat menjadi efektif khususnya terkait
dengan masalah motivasi. Meski tanpa arahan langsung supervisor atau intervensi dari
level yang lebih atas, pengendalian hasil menyebabkan karyawan berperilaku untuk
memaksimalkan peluang mereka dalam mendapatkan hasil yang diinginkan oleh

3
organisasi. Pengaruh motivasi muncul khususnya ketika insentif untuk mendapatkan hasil
yang diinginkan juga memajukan imbalan pribadi bagi karyawan sendiri. Akhirnya,
pengendalian hasil juga dapat mengurangi keterbatasan individual. Karena pengendalian
hasil biasanya menjanjikan imbalan bagi mereka yang memiliki kinerja bagus, mereka
dapat membantu organisasi untuk menarik dan menahan karyawan yang percaya diri
dengan kemampuan mereka. Pengendalian hasil juga mendorong karyawan untuk
mengembangkan bakatnya dalam memposisikan dirinya untuk memperoleh hasil-
tergantung dari imbalan. Pengukuran kinerja sebagai bagian dari pengendalian hasil juga
menyediakan beberapa hal nonmotivasi, tipe-deteksi pengendalian manfaat dari
cybernetic (feedback) yang alami. Pengukuran hasil membantu organisasi menjawab
pertanyaan tentang bagaimana berbagai strategi, entitas organisasi, dan karyawan
bertindak. Jika kinerja gagal dan tidak sesuai dengan yang diharapkan, organisasi dapat
mengganti strategi, proses, atau karyawan.2² Penelitian dan intervensi ketika kinerja
menyimpang dari yang diharapkan adalah esensi dari pendekatan manajemen
management-by-exception, yang biasa digunakan pada perusahaan besar.

2.3 Elemen Pengendalian Hasil


Implementasi dari pengendalian hasil melibatkan empat tahapan: (1)
mendefinisikan dimensi-dimensi dari hasil yang diinginkan; (2) mengukur kinerja dari
dimensi yang telah dipilih; (3) menentukan target kinerja karyawan pada tiap-tiap ukuran
pencapaian; dan (4) menyediakan imbalan bagi pencapaian target dan mendorong
perilaku yang akan membawa pada hasil yang diinginkan. Meski tahapan- tahapan mudah
untuk dicatat menjadi daftar, tetapi menerapkannya secara efektif, dapat menjadi sangat
menantang

2.3.1 Mendefinisikan Dimensi Kerja


Mendefinisikan dimensi kinerja yang benar merupakan hal yang
menantang dan melibatkan keseimbangan tanggung jawab organisasi pada semua
pemegang kepentingan, termasuk pemilik (pemilik nmodal), pemberi pinjaman,
karyawan, pemasok, konsumen, dan masyarakat luas. Seharusnya satu-satunya
tujuan perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan pemegang kepentingan,
atau seharusnya juga, meski tidak utama, berfokus pada konsumen atau
karyawan? Apakah fokus kinerja tersebut saling terpisah atau lebih saling
menguatkan? Dari mana dimensi kinerja seperti inovasi dan keberlanjutan
berasal? Dan sebagainya.

Mendefinisikan dimensi kinerja yang diinginkan mungkin sama


menantangnya, sama pentingnya dengan pemilihan pengukuran kinerja yang
sebangun atau selaras dengan dimensi kinerja yang dipilih karena tujuan yang di
tentukan dan pengukuran yang dibuat akan membentuk pandangan karyawan
mengenai hal yang dianggap penting. Atau dengan kata lain, apa yang Anda ukur
itulah yang Anda dapat. Sebagai contoh, perusahaan mungkin mendefinisikan
4
salah satu dari dimensi kinerja yang diinginkan menjadi penyusunan nilai
pemegang kepentingan, di mana sekarang pengukuran kinerja diartikan sebagai
laba akuntansi (accounting profit). Hal ini menyiratkan bahwa karyawan untuk
mencoba meningkatkan pengukuran kinerja (dalam contoh ini, laba akuntansi)
tanpa memerhatikan apakah berkontribusi atau tidak berkontribusi terhadap
kinerja yang diinginkan (dalam hal ini adalah nilai pemegang kepentingan).

Sama halnya dengan, perusahaan mungkin memiliki tujuan untuk


mengembangkan inovasi, tetapiperusahaan berakhir pada pengukuran hak cipta
yang diajukan. Kecemasan untuk mengembangkan inovasi, banyak perusahaan
menawarkan insentit kepada karyawannya untuk memunculkan ide-de yang dapat
dipatenkan, dan dengan demikian insentif mungkin dapat memberikan hasil;
sehingga jumlah pengajuan hak paten dapat meningkat, Tetapi seperti Tony Chen,
seorang pengacara hak paten bersama Jones Day di Shanghai mencatat, "paten
sesuatu yang mudah untuk di diarsipkan, tetapi batu permata (bisa jadi) sulit
untuk ditemukan dari dalam segudang sampah” .

Bukan hanya perusahaan yang perlu untuk menentukan apa yang


dinginkan, mereka juga harus memastikan bahwa pengukurannya mengenai
dimensi kinerja yang dinginkan sesuai dengan mereka. Jika mereka tidak sesuai,
pengendalian hasil mungkin cenderung mendorong karyawan untuk memproduksi
hasil yang tidak diinginkan. Pengendalian hasil kemudian dapat dikatakan sebagai
konsekuensi yang tidak diinginkan.

2.3.2 Pengukuran Kinerja


Seperti yang sudah disebutkan, pengukuran merupakan elemen penting
dari sistem pengendalian hasil. Objek dari pengukuran adalah kinerja yangkhusus
dari entitas organisasi atau seorang karyawan pada periode waktu tertentu.
Banyak ukuran keuangan objektif, seperti laba bersih, laba per lembar saham, dan
return on asset (ROA) yang sudah umum digunakan. Demikian pula, banyak
ukuran nonkeuangan objektif, seperti pasar saham, kepuasan konsumen., dan
ketepatan waktu untuk penyelesaian tugas tertentu. Beberapa pengukuran lain
melibatkan penilaian subjektif. Sebagai contoh, kualitas seperti "kontribusi dalam
tim atau 'efektivitas pengembangan karyawan' mungkin dinilai dalam skala
pengukuran lima poin.

Pengukuran kinerja biasanya bervariasi di seluruh level organisasi. Pada


level organisasi yang lebih tinggi, sebagian besar dari hasil yang penting
didefinisikan dalam pasar yang baik (seperti harga saham) dan/atau keuangan
(seperti return on equity ROE). Pada tingkat manajer yang lebih rendah, pada sisi
lain, biasanya akan dievaluasi dari pengukuran operasional yang lebih terkontrol
pada tingkat lokal. Hasil penting bagi manajer yang bertugas di pabrik, sebagai
5
contoh, mungkin merupakan kombinasi pengukuran yang difokuskan pada
efisiensi produksi. pengendalian persediaan, kualitas produk, dan waktu
pengiriman barang. Variasi penggunan pengukuran kinerja keuangan dan
operasional antara level manajemen tertinggi dan level terendah menciptakan
sebuah ketergantungan dalam hierarki manajemen. Beberapa hal penting pada
level menengah dalam organisasi, sering kali pada level pusat keuntungan.
manajer harus menerjemahkan tujuan keuangan ke dalam tujuan operasional.
Tujuan utama manajer adalah mendefinisikan dengan pengukuran keuangan,
sehingga mereka mengomunikasikan dengan para atasannya, terutama dalam
istilah keuangan. Tetapi karena ukuran bawahan mereka menggunakan ukutr
operasional, komunikasi mereka dengan bawahan juga dilakukan terutama dalam
istilah operasional.

jika manajer mengidentifikasi lebih dari satu ukuran hasil yang diberikan kepada
karyawan, mereka harus memberi bobot pada masing masing pengukuran sehingga
penilaian mengenai kinerja dan tiap-tiap hasil dapat dikumpulkan dalam evaluasi
secara menyeluruh. Pembobotan dapat ditambahkan.

2.3.3 Pengaturan Target Kinerja


Target kinerja merupakan elemen penting lainnya dalam pengendalian
hasil karena memengaruhi tindakan dalam dua cara. Pertama, meningkatkan
motivasi dengan menyediakan tujuan yang jelas bagi karyawan untuk dicapai.
Sebagian besar orang lebih suka diberikan target yang spesifik untuk dicapai,
dibandingkan dengan hanya diberi pernyataan yang tidak jelas seperti "lakukan
yang terbaik atau "bekerjalah pada kecepatan yang wajar Kedua, target kinerja
membuat karyawan dapat menilai kinerja mereka sendiri. Orang tidak akan
memberikan respons sebagai umpan balik kecuali mereka dapat
menginterpretasikannya, dan bagian penting dari interpretasi melibatkan
perbandingan kinerja aktual relatif terhadap target. Target membedakan kinerja
yang baik dan buruk. Kegagalan untuk mencapai target memberi sinyal perlunya
perbaikan.

2.3.4 Pemberian Imbalan


Imbalan atau insentif adalah elemen akhir dari sistem pengendalian hasil.
Imbalan yang termasuk dalam perjanjian insentif bisa dalam berbagai bentuk yang
bernilai bagi karyawan, seperti kenaikan gaji, bonus, promosi, keamanan kerja,
penugasan, kesempatan pelatihan, kebebasan, pengenalan, dan kekuasaan.
Hukuman adalah kebalikan imbalan. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak
disukai oleh karyawan, seperti penurunan jabatan, penolakan oleh supervisor,

6
kegagalan dalam memperoleh imbalan yang didapatkan oleh teman kerja lain
atau, secara ekstrim, diberi peringatan atau pemutusan hubungan kerja.

Organisasi dapat mendorong nilai yang memotivasi dari berbagai


hubungan imbalan, sebagai bentuk penilaian hasil yang diperoleh, yang dapat
memengaruhi karyawan. Sebagai contoh, organisasi dapat menggunakan sejumlah
imbalan ekstrinsik. Mereka mendapatkan imbalan dalam bentuk bantuan
keuangan. misalnya dalam bentuk tunai maupun saham. Mereka dapat
menggunakan imbalan yang bukan berbentuk uang, seperti pemberitahuan kepada
publik untuk karyawan yang berkinerja tinggi dan penanmbahan otoritas dalam
mengambil keputusan. Alternatifnya, padla entitas saat kinerja kurang baik atau
buruk, mereka dapat diberi peringatan dengan pengurangan otoritas dalam
mengambil keputusan dan kekuasaan manajer dapat mengambil alih pengelolaan
entitas mereka atau mengurangi pendanaan proyek yang diusulkan. Pengukuran
hasil dapat memberikan pengaruh motivasi yang positlif jika tidak ada imbalan
secara eksplisit dalam hubungannya dengan pengukuran hasil. Orang sering kali
memperoleh imbalan intrinsik yang dihasilkan secara internal melalui adanya rasa
puas atas pencapaian hasil yang diinginkan.

Organisasi seharusnya berjanji pada karyawannya terkait imbalan yang


disediakan, imbalan yang lebih memberi pengaruh motivasi kuat, dalam biaya
yang lebih efektif dengan cara yang memungkinkan Namun, pengaruh motivasi
dari berbagai bentuk imbalan dapat sangat beragam tergantung selera dan kondisi
pribadi seseorang. Beberapa orang lebih tertarik pada penghargaan dalam bentuk
uang tunai langsung, sedangkan yang lain lebih tertarik pada kenaikan manfat
pensiun mereka, peningkatan otonomi atau peningkatan peluang promisi mereka.
Selera mengenai imbalan juga bervariasi di berbagai negara dengan sejumlah
alasan, termasuk adanya perbedaan budaya dan peraturan pajak penghasilan

2.4 Kondisi yang Menentukan Evektivitas Pengendalian Hasil


Meski merupakan bentuk pengendalian yang penting di dalam banyak organisasi,
pengendalian hasil tidak selalu dapat digunakan secara efektif. Pengendalian hasil bekerja
dengan baik hanya ketika seluruh kondisi berikut ada di dalam perusahaan:

1. Organisasi dapat menentukan hasil apa yang diinginkan di dalam wilayah yang dapat
dikendalikan;
2. Karyawan yang tindakannya dikendalikan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap hasil yang mereka pertanggungjawabkan; dan
3. Organisasi dapat mengukur efektivitas hasil.

7
2.4.1 Pengetahuan dari Hasil yang Diinginkan
Agar pengendalian hasil dapat digunakan, perusahaan harus tahu hasil apa
yang diinginkan dalam wilayah yang mereka harapkan dapat dikendalikan, dan
mereka juga harus mengomunikasikan efektivitas hasil yangdiinginkan dari
pekerjaan karyawan pada bagian tersebut. Hasil yang diinginkan, yang berarti
lebih dari hasil kualitas yang diwakili oleh pengukuran hasil, kurang di sukai
karena segala sesuatu dianggap setara.

Seperti sudah disinggung sebelumnya, orang mungkin berpendapat bahwa


(salah satu) tujuan utama pada organisasi laba adalah untuk memaksimalkan nilai
pemegang saham. Akan tetapi, tidak berarti hanya sekedar berdasarkan hal
tersebut, karena tujuan secara keseluruhan harus dipahami, hasil yang diinginkan
juga harus diketahui oleh semua yang berada di tingkat menengah atau di tingkat
bawah dalam organisasi. Pemilahan tujuan organisasi secara keseluruhan ke
dalam harapan-harapan yang spesifik bagi seluruh karyawan yang lebih rendah
dalam hierarki sering kali sulit. Setiap bagian yang berbeda dalam organisasi akan
menghadapi pengorbanan yang berbeda.

Sebagai contoh, manajer pembelian menciptakan nilai dengan pengadaan


kualitas yang baik, biaya rendah karena bahan baku yang tepat waktu. Ada tiga
area hasil (kualitas, biaya, dan penjadwalan) yang sering kali berlawanan satu
sama lain, dan tujuan organisasi secara keseluruhan adalah untuk memaksimalkan
nilai pemegang saham yang tidak banyak memberi petunjuk dalam pembuatan
pengorbanan. Pentingnya hasil dari masing-masing bagian mungkin akan
bervariasi sepanjang waktu dan antar bagian dalam organisasi hal ini tergantung
pada kebutuhan dan strategi yang berbeda. Sebagai contoh, sebuah perusahaan
(atau entitas) kekurangan uang tunai mungkin ingin meminimalkan jumlah
persediaan yang ada, dengan lebih mempertimbangkan untuk membuat
penjadwalan sebagai pertimbangan yang lebih dominan. Sebuah perusahaan (atau
entitas) dengan strategi cost leadership akan menekankan pada pertimbangan
biaya. Sebuah perusahaan (atau entitas) yang mengejar kesan kualitas produk
yang unik atau strategi diferensiasi mungkin akan menekankan pada pemenuhan
atau melampaui spesifikasi material yang dibeli. Sehingga, untuk memastikan
tindakan manajer dalam melakukan pembelian yang benar, pemesanan atau
pembobotan terpenting atas ketiga area hasil tersebut harus dibuat jelas.

Jika area yang di pilih salah, atau jika area yang di pilih benar tetapi salah
dalam melakukan pembobotan, kombinasi pengukuran hasil tidak lagi selaras
dengan tujuan organisasi yang diharapkan. Penggunaan rangkaian pengukuran
hasil yang tidak selaras mungkin akan memotivasi karyawan untuk melakukan
tindakan yang salah. Pada rangkaian sebelumnya, misalnya petunjuk

8
pertimbangan biaya yang buruk mungkin akan merusak reputasi kualitas yang
dihasilkan perusahaan.

2.4.2 Kemampuan unuk Mempengaruhi Hasil yang Diinginkan (Pengendalian)


Kondisi kedua yang dibutuhkan untuk pengendalian hasil menjadi efektif
adalah bahwa karyawan memiliki perilaku yang dikendalikan seharusnya dapat
memberi pengaruh pada hasil secara material dalam jangka waktu yang telah
ditentukan. Prinsip pengendalian adalah salah satu prinsip utama.

Dasar pemikiran utama di balik prinsip pengendalian adalah pengukuran


hasil berdaya guna hanya pada batasan jika informasi mengenai tindakan yang
diinginkan atau keputusan yang akan diambil telah ersedia. Jika bagian hasil
secara total tidak dapat dikendalikan, pengukuran hasil tidak mengungkapka apa
pun mengenai tindakan apa atau keputusan apa yang diambil. Sebagian
pengendalian mempersulit dalam pengambilan kesimpulan dari hasil pengukuran,
meskipun tindakan atau keputusan yang diambil tidak bagus.

Pada sebagian besar situasi organisasi, tentu saja, sejumlah faktor yang
tidak terkendali atau sebagian faktor yang tidak terkendali berpengaruh terhadap
pengukuran yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja. Pengaruh yang tidak
terkendali tersebut menghambat usaha penggunaan pengukuran hasil dalam tujuan
pengendalian. Sebagai konsekuensinya, hal tersebut menjadi sulit dalam
menentukan apakah pencapaian hasil disebabkan oleh tindakan atau keputusan
yang diambil, atau lebih tepatnya, untuk faktor yang tidak terkendali. Tindakan
dan keputusan yang bagus tidak selalu memberikan hasil yang bagus. Tindakan
atau keputusan yang buruk akan sama-sama mengaburkan.

Dalam situasi ketika banyak pengaruh besar yang tidak terkontrol


memengaruhi ketersediaan pengukuran hasil, pengendalian hasil menjadi tidak
efektif. Manajer tidak dapat terlepas dari tanggung jawabnya untuk merespons
faktor lingkungan yang relevan, tetapi jika faktor tersebut sulit untuk dipisahkan
dari pengukuran hasil, pengendalian hasil tidak memberikan informasi yang baik
untuk mengevaluasi kinerja atau untuk memotivasi perilaku yang baik.

2.4.3 Kemampuan unuk Mengukur Efektivitas Hasil yang Dapat Dikendalikan


Kemampuan untuk mengukur efektivitas hasil yang dapat dikendalikan
adalah kendala terakhir yang membatasi kemungkinan dari pengendalian hasil.
Sering kali. hasil yang dapat dikendalikan dari keinginan organisasi dan karyawan
terkait dapat berpengaruh, yang tidak dapat diukur secara efektif. Pada hampir
semua situasi, ada sesuatu yang dapat diukur tetapi, terkadang bidang hasil utama
tidak dapat diukur secara efektif.

9
Kriteria penting yang seharusnya digunakan untuk menilai efektivitas
pengukuran hasil adalah kemampuan untuk membangkitkan perilaku yang
diinginkan. Jika pengukuran menimbulkan perilaku yang benar dalam situasi
tertentu-yaitu, jika pengukuran dapat dikatakan menjadi selaras dengan bidang
hasil yang diinginkan-kemudian hal ini menjadi pengukuran pengendalian yang
bagus. jika pengukuran tidak demikian, maka menjadi salah satu pengukuran yang
buruk, meskipun pengukuran dilakukan secara akurat, merefleksikan kuantitas
yang diwakili; demikian pula, meskipun jika pengukuran hanya memiliki
kesalahan kecil.

Untuk membangkitkan perilaku yang benar, sebagai tambahan agar


menjadi selaras dan terkendali pengendalian hasil harus tepat, objektif, tempat
waktu, dan dapat dipahami, Dan bahkan ketika sebuan pengukuran memiliki
semua kualitas tersebut, pengukuran juga harus menggunakan biaya secara efisien
yaitu biaya pengembangan dan penggunaan pengukuran seharusnya juga
diperhatikan.

2.4.4 Ketepatan
Pengukuran, mau tidak mau, pasti tercdapat kesalahan; beberapa acak,
beberapa sistematis, Kesalahan menjadi tidak akurat. Akurasi pengukuran
merujuk pada tingkat kedekatan terhadap nilai yang sesungguhnya (benar),
Ketepatan adalah tingkat di mana pengukuran yang diulang pada situasi yang
hampir sama menunjukkan hasil yang sama; jika hal ini terjadi, lari anak panah
(penguk terhadap target (nilal yang benar).

Pengurangan kesalahan sistematis (atau bias) meningkatkan akurasi tetapi


tidak merubah presisi. Akan tetapi, tidak mungkin dapat mencapai akurasi dalam
pengukuran tanpa adanya presisi; yaitu ketika pengukuran berisi kesalahan secara
acak atau, ketika pengukuran tersebut tidak reliabel. Dengan kata lain, dan dalam
bulseye analogy, jika anak panah tidak mengelompok dengan jarak yang dekat
satu sama lain, anak panah tersebut tidak dapat mendekat pada bullseye. Oleh
karena itu, kurangnya presisi adalah sebuah kualitas yang tidak diinginkan dari
pengukuran hasil yang dimiliki.

Meskipun demikian apabila pengukuran presisi nmengalami bias (yaitu


mengandung kesalahan sistematis) mungkin tidak terlalu bermanfaat untuk tujuan
pengendalian. Jika tingkat kesalahan sistematis tidak diketahui; kemudian
pengukuran akan menjadi bias secara sistematis yang ditunjukkan oleh nilai yang
lebih besar atau lebih kecil dari nilai sesungguhnya (lihat penjelasan mengenai
objektivitas). Sehingga jelas bahwa beberapa aspek kinerja (seperti
tanggungjawab sosial, kecerdasan dalam menjalankan kepemimpinan,
pengembangan pegawai) menjadi sulit, bahkan tidak mungkin, untuk diukur
10
secara tepat, karena pengukuran mengandung kesalahan acak atau bias yang
sistematis (seperti kasus ketika evaluasi kinerja yang bersifat subjektif
digunakan). Oleh karena itu ketepatan adalah kualitas yang penting karena
tanpanya pengukuran kehilangan banyak informasi yang berharga. Pengukuran
yang tidak tepat meningkatkan risiko kesalahan evaluasi kinerja. Karyawan akan
bereaksi negatif terhadap ketidakadilan yang pasti akan timbul ketika kinerja yang
sama-sama baik diukur secara berbeda

2.4.5 Objektivitas
Sebuah pengukuran objektif yang seharusnya diambil, yang dimaksudkan
dalam hal ini tidak dipengaruhi oleh perasaan seseorang atau interpretasi -oleh
sebab itu, hal ini menjadi tidak bias. Objektivitas pengukuran rendah ketika
pilihan ketentuan pengukuran atau pengukuran yang sebenarnya dilakukan pada
seseorang yang kinerjanya sedang dievaluasi. Objektivitas yang rendah mungkin
terjadi, sebagai contoh, ketika kinerja dilaporkan sendiri atau ketika proses
evaluasi diperbolehkan menggunakan kebijakan yang cukup besar dalam
pemilihan metode pengukuran. Sesungguhnya, dan merujuk pada definisi
sebelumnya yang berhubungan dengan presisi pengukuran, rendahnya objektivitas
memungkinkan munculnya kesalahan sistematis (contohnya, kinerja yang
dilaporkan secara sistematis lebih tinggi dari nilai yang sesungguhnya).

Dalam hal ini, pengukuran mungkin tepat, tetapi mungkin menjadi tidak
akurat. Pengukuran yang baik untuk tujuan pengendalian seharusnya bersifat
presisi (reliabel) dan objektif (tidak bias). Ada dua cara utama untuk menaikan
objektivitas pengukuran. Alternatif pertama adalah memiliki pengukuran yang
dilakukan oleh orang yang independen dalam proses, seperti orang pada
departemen pengendalian. Alternatif kedua adalah memiliki pengukuran yang
telah diverifikasi oleh pihak yang independen, seperti auditor

2.4.6 Tepat Waktu


Tepat waktu merujuk pada kesenjangan antara kinerja karyawan dan hasil
pengukuran (dan pemberian provisi yang didasarkan pada hasil), Tepat waktu
menjadi penting dlalam pengukuran kualitas karena dua alasan. Pertama adalah
motivasi. Karyawan membutuhkan penekanan kembali terhadap kinerja agar
dapat nmelakukan kinerja yang terbalk. Tekanan akan membantu memastikan
bahwa karyawan tidak menjadi mudah berpuas diri, ceroboh, atau boros,
Pengukuran, dan juga inmbalannya, yang tertunda untuk jangka waktu yang
signifikan akan kehilangan sebagian besar pengaruh motivasinya.

Tekanan yang berkesinambungan dapat juga menstimulasi kreativitas


dengan meningkatkan kenungkin bahwa karyawan akan distimulasi secara
berulang kali untuk mencari cara baru dan Cara yang baik dalam proses
11
memperbaiki hasil. Keunggulan kedua adalah bahwa tepat waktu dapat
meningkatkan nilai intervensi yang mungkin diperlukan. ika masalah yang
signifikan ada tetapi pengukuran kinerja yang digunakan tidak tepat waktu, maka
tidak mungkin untuk mengintervensi untuk memastikan penyebab masalah
sebelum masalah itu menyebabkan (lebih banyak) kerugian.

2.4.7 Mudah Dipahami


Dua aspek agar mudah dipahami sangat penting. Pertama, karyawan
perilakunya dikendalikan seharusnya memahami bahwa mereka harus
bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan. Hal ini membutuhkan
komunikasi. Pelatihan, yang merupakan bentuk komunikasi, mungkin juga
diperlukan jika, sebagai contoh, karyawan yang bertanggung jawab terhadap apa
yang dilakukan untuk mencapai tujuan dinyatakan dalam hubungan baru atau
hubungan yang berbeda, seperti ketika focus pengukuran dari organisasi
berpindah dari laba akuntansi menjadi, apa yang disebut dengan, nilai tambah
ekonomi (economic value added-EVA).

Kedua, karyawan seharusnya memahami apa yang harus mereka lakukan


untuk memengaruhi pengukuran, paling tidak dalam artian luas. Sebagai contoh,
manajer pembelian yang bertanggung jawab terhadap rendahnya biaya pembelian
bahan baku tidak akan berhasil sampai mereka mengembangkan strategi untuk
mencapai tujuan tersebut, seperti memperbaiki negosiasi dengan vendor,
menaikkan persaingan antar vendor, atau bekerja dengan orang teknik untuk
mendesain kembali bagian tertentu Sama halnya, karyawan yang bertanggung
jawab terhadap kepuasan konsumen harus memahami apa yang diharapkan oleh
konsumen mereka dan apa yang dapat mereka lakukan untuk
memengaruhinya.Ketika karyawan memahami apa yang digambarkan oleh
pengukuran, mereka diberdayakan untuk mengerjakan apa yang dapat mereka
lakukan untuk dapat memengaruhinya. Pada kenyataannya, hal ini merupakan
keunggulan dari pengendalian hasil; pengendalian yang baik dapat dicapai tanpa
memahami secara pasti bagaimana karyawan akan memproduksi hasilnya

2.4.8 Efisiensi Biaya


Akhirnya, pengukuran seharusnya juga menggunakan biaya secara efisien.
Pengukuran mungkin memiliki semua kualitas yang sudah disebutkan sebelumnya
tetapi terlalu mahal untuk dikembangkan atau digunakan (contohnya, ketika
melibatkan pihak ketiga pada survei konsumen, yang disebut, pengumpulan data),
hal ini berarti bahwa biaya melebihi manfaat. Ketika terjadi hal tersebut,
perusahaan mungkin memerlukan alternatif penyelesaian yang lain, dengan
pengukuran yang lebih efisien dari sisi biaya. Secara keseluruhan, banyak
pengukuran yang tidak dapat diklasifikasikan dengan jelas (efektif atau buruk
(tidak efektif), Perbedaan pengorbanan antarkualitas pengukuran menciptakan
12
beberap keuntungan dan kerugian, Sebagai contoh, pengukuran sering kali dapat
dibuat lebih selaras, terkendala tepat, dan objektif jika ketepatan waktunya
dikompromikan. Sehingga, dalam menilai efektivitas hasil pengukuran, sering
kali membutuhkan banyak pertimbangan yang sulit.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengendalian Hasil adalah sebuah bentuk pengendalian tidak langsung karena
tidak secara eksplisit fokus pada tindakan atau keputusan yang dilakukan oleh karyawan.
Akan tetapi, secara tidak langsung memberikan beberapa keunggulan penting.
Pengendalian hasil sering kali tetap bisa efektif ketika tidak ada kejelasan tentang
perilaku apa yang paling diinginkan. Selain itu, pengendalian hasil dapat menghasilkan
pengendalian yang baik jika memberikan keleluasaan pada karyawan untuk berperilaku
disertai dengan pengendalian otonomi yang tinggi. Banyak orang, khususnya berada pada
hierarki organisasi yang lebih tinggi, menilai dengan otonomi yang tinggi dan
meresponnya dengan baik.

Akan tetapi pengendalian hasil tidak efektif pada setiap situasi. Sangat sulit untuk
memenuhi ketiga kondisi efektivitas-pengetahuan mengenai hasil yang diinginkan,
kemampuan untuk mempengaruhi hasil yang diinginkan dan kemampuan untuk
mengukur hasil yang bisa dikendalikan secara efektif hal ini akan membuat hasil yang
diinginkan tidak berguna. Hal ini mungkin juga dapat menimbulkan sejumlah pengaruh
sampingan dari yang tidak sesuai dengan fungsinya.

3.2 Saran
Dengan adanya Makalah ini diharapkan dapat membantu dalam
memahami alternatif pengendalian manajemen dan pengaruhnya yaitu terhadap haasil
pengendalian. Begitu banyak manfaat yang bisa kita ambil ketika kita membaca
dan menghayati setiap kata demi kata yang dapat memperbaharui ataupun
menambah wawasan kita mengenai “Pengendalian Hasil” yang dapat kita gunakan
untuk perkuliahan pada mata kuliah Sistem Pengendalian Manajemen.

14
DAFTAR PUSTAKA

Merchant, K. A., & Stade, W. A. (2014). Sistem Pengendalian Manajemen: Pengukuran


Kinerja, Evaluasi, dan Intensif (3 ed.). Jakarta Selatan: Salemba Empat.

15

Anda mungkin juga menyukai