PENGENDALIAN HASIL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Sistem Pengendalian
Manajemen Kelas F
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah Subhanahuwa ta’ala atas semua karunia, rahmat,
nikmat, dan kekuatan yang telah diberikan kepada penulis hingga akhirnya dapat
menyelesaikan tugas penulisan makalah yang berjudul “PENGENDALIAN
HASIL”. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Sistem Pengendalian Manajemen. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
serta memiliki kekurangan dan kelemahan dari segi penulisan, tata bahasa, dan
penyusunan. Untuk itu, penulis menerima segala kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga apa yang tertuang dalam
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua dan terimakasih atas
kritik dan saran serta masukan yang telah diberikan untuk kesempurnaan makalah
ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
BAB II: PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Kelaziman Pengendalian Hasil..................................................................3
2.2 Pengendalian Hasil dan Masalah Pengendalian........................................7
2.3 Elemen Pengendalian Hasil.......................................................................7
2.3.1 Mendefinisikan Dimensi Kerja..........................................................8
2.3.2 Pengukuran Kinerja............................................................................9
2.3.3 Pengaturan Target Kinerja...............................................................11
2.3.4 Pemberian Imbalan..........................................................................12
2.4 Kondisi yang Menentukan Efektivitas Pengendalian Hasil....................14
2.4.1 Pengetahuan dari hasil yang diinginkan...........................................14
2.4.2 Kemampuan untuk memengaruhi hasil yang diinginkan
(Pengendalian).................................................................................15
2.4.3 Kemampuan untuk mengukur efektivitas hasil yang dapat
dikendalikan.....................................................................................17
2.4.4 Ketepatan.........................................................................................17
2.4.5 Objektivitas......................................................................................18
2.4.6 Tepat waktu......................................................................................19
2.4.7 Mudah dipahami..............................................................................20
2.4.8 Efisiensi biaya..................................................................................20
2.5 Studi Kasus..............................................................................................21
BAB III: PENUTUP..............................................................................................32
3.1 Kesimpulan..............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
diinginkan. Pengendalian hasil juga mendorong karyawan untuk menemukan dan
mengembangkan bakat mereka dan memperoleh lokasi kerja tempat mereka dapat
bekerja dengan baik.
Berdasarkan semua alasan tersebut, sistem pengendalian hasil yang
didesain dengan baik dapat membantu mendapatkan hasil yang diinginkan.
Ringkasan dari sejumlah studi terhadap penggunaan insentif untuk memotivasi
kinerja menemukan rata-rata kinerja yang diperoleh sekitar 22% berasal dari
program insentif yang digunakan. Akan tetapi, seperti bentuk pengendalian yang
lain, pengendalian hasil tidak dapat digunakan untuk setiap situasi. Hal tersebut
hanya efektif di mana hasil yang diinginkan dapat dengan jelas didefinisikan dan
diukur oleh organisasi, dan pengukuran hasil dapat dikontrol oleh karyawan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
untuk berubah. Sebagai contoh, seorang manajer SBU mengatakan, “Ketika saya
bergabung dengan DuPont (21 tahun yang lalu), jika anda tetap menjaga
hidungmu bersih dan bekerja keras, anda akan tetap bisa bekerja selama yang
anda inginkan. (Tetapi sekarang) keamanan kerja tergantung pada hasil.”
Perubahan dirasakan sebagai keberhasilan; Artikel Business Week mencatat
bahwa, “Pencitraan DuPont telah berubah dari raksasa yang malas menjadi rusa.”
Pada tahun 2010, Sanofi-Aventis, sebuah perusahaan farmasi besar,
membagi sumber dayanya yang besar secara desentralisasi berdasarkan unit jenis
penyakit, tiap departemen memiliki bidang penelitian dan pengembangan sendiri,
bagian peraturan, pemasaran, dan penjualan—sebuah rencana didesain untuk
mengidentifikasikan obat yang lebih memberikan harapan lebih cepat dan
mengurangi kegagalan yang tidak berguna sebelum sejumlah besar dana
dibelanjakan pada hal tersebut. Seorang ahli industri mencatat bahwa “(model
dari) unit yang benar-benar independen, beroperasi di bawah payung perusahaan
induk, (membentuk) sebuah pecahan model bisnis farmasi tradisional yang besar,
dan mewakili kepentingan perusahaan dalam menduplikasi fleksibilitas dan
efisiensi biaya dari perusahaan bioteknologi kecil dan perusahaan yang
menyerupai bioteknologi”. Dengan membangun akuntabilitas untuk semua hasil
entitas yang terintegritas penuh, sehingga kesatuan manajer terdekat dalam bisnis
tersebut membuat pertukaran dan mengambil tanggung jawab pada seluruh
anggaran, perusahaan bertujuan untuk menanamkan “budaya kinerja” yang
mendorong baik disiplin (efisiensi) dan daya tanggap yang lebih besar terhadap
kebutuhan bisnis lokal (fleksibilitas).
Dengan kata lain, desentralisasi mencoba untuk mereplika “model
enterpreneurial” dalam tipe perusahaan yang lebih besar, tempat seluruh manajer
diberi kekuasaan untuk memutuskan, tetapi kemudian mempertanggungjawabkan
hasil dari keputusan yang dibuat tersebut. Paul O’Neill, pemimpin Alcoa waktu
itu, dan kemudian US Treasury Secretary pada masa kepresidenan George W.
Bush yang pertama, menyimpulkan idenya sebagai berikut:
4
percaya bahwa mereka hanya bertanggung jawab terhadap pada apa yang
mereka katakan untuk mereka lakukan.
Sama halnya, ketika Nick Reily menjadi CEO pada akhir tahun 2009 dari
Opel yang berada dalam masalah, perusahaan manufaktur mobil Jerman milik
General Motor, dia mengumumkan bahwa dia berkeinginan untuk mendorong
semangat kewirausahaan di Opel dengan lebih banyak mendelegasikan keputusan
pada pemimpin wilayah dan mengurangi gaya birokrasi GM dari manajemen
sentralisasi yang mendorong budaya “debilitating culture of passing the buck”.
“Hal ini tampak jelas tetapi bukan cara GM mengelola dan ada beberapa hal yang
membingungkan mengenai siapa yang dapat dipercaya,” katanya. “Dari lini
pendapatan teratas sampai lini profit paling bawah, sekarang merupakan tanggung
jawab dari direktur manajer seluruh bagian.”
Akan tetapi, manajer perlu untuk bertindak dengan sikap seorang
wirausaha agar berhasil dalam lingkungan yang kompetitif tidak hanya ketika
mereka dihadapkan pada kekuatan pasar yang sama dan tekanan yang mendorong
menjadi jiwa wirausaha yang mandiri, tetapi juga ketika mereka menjanjikan
imbalan yang sepadan untuk risiko yang mereka hadapi. Seperti Richard
Chandler, pendiri Sunrise Medical, sebuah perusahaan medis, yang tetap
mempertahankan perusahaan dengan organisasi yang terdesentralisasi dan insentif
yang menguntungkan dengan mengatakan bahwa “orang ingin mendapatkan
imbalan berdasarkan pada usahanya sendiri. (Tanpa akuntabilitas divisi) Anda
menjadi seperti sistem US Post Office. Ketika tidak ada insentif (untuk pekerja
yang bekerja dengan baik)”.
Sehingga desentralisasi atau “pendelegasian hak untuk mengambil
keputusan” kepada manajer dan desain sistem insentif untuk memotivasi manajer
mendapatkan hasil yang diinginkan, adalah dua pilihan penting dalam desain
organisasi dalam konteks pengendalian hasil; ini adalah bagian dari apa yang
disebut oleh teoretikus organisasi sebagai arsitektur organisasi. Literatur ini
mempertahankan bahwa pilihan organisasi mengenai desentralisasi dan sistem
insentif seharusnya dibuat secara bersama, dan berkonsentrasi pada salah satu
elemen dengan mengesampingkan elemen yang lain akan membawa organisasi
pada desain yang buruk.
5
Pengendalian hasil tidak hanya dibutuhkan pada level manajemen saja,
tetapi juga dapat diterapkan pada level yang lebih bawah di dalam organisasi,
karena sebagian besar perusahaan telah memperoleh pengaruh yang baik. Lincoln
Electric, pemimpin dunia dalam memproduksi produk pengelasan, menggunakan
poster anak perusahaan yang digunakan untuk menurunkan hasil pengendalian
pada level organisasi yang lebih rendah. Lincoln Electric memberikan gaji
berdasarkan pada piecework (pekerjaan yang dibayar berdasarkan hasil yang
dikerjakan) untuk sebagian besa pekerjaan di pabrik dan kinerja yang
menguntungkan berdasarkan bonus yang mungkin bisa dua kali lipat dari gaji
karyawan. Sistem insentif ini telah menciptakan produktivitas yang tinggi pada
beberapa industri besar (General Electric, Westinghouse) mendapatkan hal ini
sulit untuk bersaing dalam bisnis Lincoln Electric (sebagai perusahaan
pengelasan) dan di luar pasar. Artikel Business Week mengobservasi bahwa
“dalam caranya yang tertutup, cara iconosastic, Lincoln Electric tetap menjadi
salah satu dari perusahaan dengan manajemen terbaik di Amerika Serikat dan
mungkin terbaik di sepanjang pasifik”. Meski pemikiran legendaris Lincoln
berupa Sistem Kinerja Insentif secara esensial tetap sama sejak di gunakan pada
tahun 1934, perusahaan tetap mengakui sistem dan kinerja tersebut hingga hari
ini, seperti dalam buku yang berjudul The Modern Firm.
Meskipun desentralisasi adalah cara efektif untuk memberdayakan
karyawan dalam kontes pengendalian hasil, masih terdapat beberapa kelemahan
untuk pemberdayaan dalam kondisi tertentu. Sebagai contoh, ketika mengejar
pertumbuhan di Cina, Carrefour hypermarket Prancis menghadap korupsi yang
sistematis pada semua tingkatan manajemen di level lokal. Tidak seperti
pendekatan sentralisasi pada manajemen yang dilakukan Wal-Mart di Cina,
Carrefour memberdayakan manajer lokal untuk bertanggung jawab terhadap
hampir semua aspek untuk menjalankan toko mereka, termasuk penetapan harga
dan promosi, pemilihan pemasok, dan desain toko. Meski fleksibilitas yang
diberikan tinggi dan cukup longgar bagi manajer untuk cepat memperluas jaringan
bangunan ditahap awal, hal ini juga mendorong meluasnya pengambilan suap
pada tingkat lokal dan, sepanjang waktu, mendorong tingginya biaya operasi dan
risiko reputasi dibandingkan dengan sistem sentralisasi.
6
2.2 Pengendalian Hasil dan Masalah Pengendalian
Pengendalian hasil menyediakan beberapa manfaat tipe pencegahan. Hasil
yang didefinisikan dengan baik akan memberi informasi pada karyawan apa yang
diharapkan dari mereka dan mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang
dapat mengeluarkan hasil yang diinginkan. Dengan cara ini, pengendalian hasil
mengurangi potensi kurangnya pengarahan. Pengendalian hasil juga dapat
menjadi efektif khususnya terkait dengan masalah motivasi. Meski tanpa arahan
langsung supervisor atau intervensi dari level yang lebih atas, pengendalian hasil
menyebabkan karyawan untuk berperilaku dengan memaksimalkan peluang
mereka dalam mendapatkan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Pengaruh
motivasi muncul khususnya ketika insentif untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan juga memajukan imbalan pribadi bagi karyawan sendiri. Akhirnya,
pengendalian hasil juga mengurangi keterbatasan individual. Karena pengendalian
hasil biasanya menjanjikan imbalan bagi mereka yang memiliki kinerja bagus,
mereka dapat membantu organisasi untuk menarik dan menahan karyawan yang
percaya diri dengan kemampuan mereka. Pengendalian hasil juga mendorong
karyawan untuk mengembangkan bakatnya dalam memposisikan dirinya untuk
memperoleh hasil—tergantung dari imbalan.
Pengukuran kinerja sebagai bagian dari pengendalian hasil juga
menyediakan beberapa hal non motivasi, tipe deteksi pengendalian manfaat dari
cybernetic (feedback) yang alami. Pengukuran hasil membantu organisasi
menjawab pertanyaan tentang bagaimana berbagai strategi, entitas organisasi, dan
karyawan bertindak. Jika kinerja gagal dan tidak sesuai dengan yang diharapkan,
organisasi dapat mengganti strategi, proses, atau karyawan. Penelitian dan
intervensi ketika kinerja menyimpang dari yang diharapkan adalah esensi dari
pendekatan manajemen management-by-exception yang biasa digunakan pada
perusahaan besar.
7
mendorong perilaku yang akan membawa pada hasil yang diinginkan. Meski
tahapan-tahapan mudah untuk dicatat menjadi daftar, tetapi menerapkannya secara
efektif, dapat menjadi sangat menantang.
8
"paten sesuatu yang mudah untuk di diarsipkan, tetapi batu permata (bisa jadi)
sulit untuk ditemukan dari dalam segudang sampah. Memang, apa yang Anda
ukur mungkin saja itu yang Anda dapat.
Pentingnya penyesuaian masalah ini juga terjadi secara umum pada
organisasi nonprofit. Sebagai contoh, sebuah studi oleh UK Home Office
menemukan bahwa perdagangan yang terorganisir sebagai sebuah “industri yang
berkembang” yang “membuat keuntungan besar”, menghimpun keuntungan yang
sehat dengan sedikit risiko yang terdeteksi. Studi ini menyampaikan bahwa salah
satu alasan untuk hal tersebut adalah tidak jelasnya target kinerja yang harus
dipenuhi oleh polisi. Untuk memecahkan tingginya jumlah kejahatan sederhana
seperti pencurian kecil dan pencurian di rumah-rumah merupakan hal yang mudah
dan murah dibandingkan dengan keluaran jangka panjang dan kerja polisi yang
mahal yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan yang keras terhadap lingkaran
perdagangan. Meskipun tujuannya adalah untuk mengurangi kejahatan, hasilnya
mungkin para penjahat tersebut akan dibiarkan bebas.
Karenanya, bukan hanya perusahaan yang perlu untuk menentukan apa
yang diinginkan, mereka juga harus memastikan bahwa pengukurannya mengenai
dimensi kinerja yang diinginkan sesuai dengan mereka. Jika mereka tidak sesuai,
pengendalian hasil mungkin cenderung mendorong karyawan untuk memproduksi
hasil yang tidak diinginkan. Pengendalian hasil kemudian dapat dikatakan sebagai
konsekuensi yang tidak diinginkan.
9
Pengukuran kinerja biasanya bervariasi di seluruh level organisasi. Pada
level organisasi yang lebih tinggi, sebagian besar dari hasil yang penting
didefinisikan dalam pasar yang baik (seperti harga saham) dan/atau keuangan
(seperti return on equity - ROE). Pada tingkat manajer yang lebih rendah, pada
sisi lain, biasanya akan dievaluasi dan pengukuran operasional yang lebih
terkontrol pada tingkat lokal. Hasil penting bagi manajer yang bertugas di pabrik,
sebagai contoh, mungkin merupakan kombinasi pengukuran yang difokuskan
pada efisiensi produksi, pengendalian persediaan, kualitas produk, dan waktu
pengiriman barang. Variasi penggunaan pengukuran kinerja keuangan dan
operasional antara level manajemen tertinggi dan level terendah menciptakan
sebuah ketergantungan dalam hierarki manajemen. Beberapa hal penting pada
level menengah dalam organisasi, sering kali pada level pusat keuntungan,
manajer harus menerjemahkan tujuan keuangan ke dalam tujuan operasional.
Tujuan utama manajer adalah mendefinisikan dengan pengukuran keuangan,
sehingga mereka mengomunikasikan dengan para atasannya, terutama dalam
istilah keuangan. Tetapi karena ukuran bawahan mereka menggunakan ukuran
operasional, komunikasi mereka dengan bawahan juga dilakukan terutama dalam
istilah operasional.
Jika manajer mengidentifikasi lebih dari satu ukuran hasil yang diberikan
kepada karyawan, mereka harus memberi bobot pada masing-masing pengukuran
sehingga penilaian mengenai kinerja dalam tiap-tiap hasil dapat dikumpulkan
dalam evaluasi secara menyeluruh. Pembobotan dapat ditumbahkan. Sebagai
contoh, 60% dari seluruh evaluasi didasarkan pada return on asset (ROA) dan
40% didasarkan pada pertumbuhan penjualan. Pembobotan dapat juga dikalikan.
Sebagai contoh, Browning-Ferris Industries mengalikan skor pencapaian
keuntungan dan tujuan pendapatan dengan memberi skor yang didasarkan pada
penilaian terhadap tanggung jawab lingkungan. Jika skor tanggung jawab
lingkungan kurang dari 70%, penggandanya menjadi nol, tidak menghasilkan
bonus. Sering kali, organisasi membuat pembobotan pengukuran kinerja secara
eksplisit pada karyawan, contohnya hanya ditunjukkan saja. Akan tetapi,
pembobotan bersifat parsial atau seluruhnya implisit, seperti ketika evaluasi
kinerja dilakukan secara subjektif. Meninggalkan pembobotan implisit akan
10
mengaburkan komunikasi kepada karyawan mengenai hasil apa yang penting.
Karyawan dibiarkan untuk mengambil kesimpulan mengenai hasil apa yang
paling berpengaruh terhadap keseluruhan evaluasi.
11
2.3.4 Pemberian Imbalan
Imbalan atau insentif adalah elemen akhir dari sistem pengendalian hasil.
Imbalan yang termasuk dalam perjanjian insentif bisa dalam berbagai bentuk yang
bernilai bagi karyawan, seperti kenaikan gaji, bonus, promosi, keamanan kerja,
penugasan, kesempatan pelatihan kebebasan, pengenalan dan kekuasaan.
Hukuman adalah kebalikan imbalan. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak
disukal oleh karyawan, seperti penurunan jabatan, penolakan oleh supervisor,
kegagalan dalam memperoleh imbalan yang didapatkan oleh teman kerja lain,
atau secara ekstrim, diberi peringatan atau pemutusan hubungan kerja.
Organisasi dapat mendorong nilai yang memotivasi dari berbagai
hubungan imbalan, sebagai bentuk penilaian hasil yang diperoleh, yang dapat
memengaruhi karyawan. Sebagai contoh, organisasi dapat menggunakan sejumlah
imbalan ekstrinsik.. Mereka mendapatkan imbalan dalam bentuk bantuan
Keuangan, misalnya dalam bentuk tunai maupun saham. Mereka dapat
menggunakan imbalan yang bukan berbentuk uang, seperti pemberitahuan kepada
publik untuk karyawan yang berkinerja tinggi dan penambahan otoritas dalam
mengambil keputusan. Alternatifnya, pada entitas saat kinerja kurang baik atau
buruk, mereka dapat diberi peringatan dengan pengurangan otoritas dalam
mengambil keputusan dan kekuasaan manajer dapat mengambil alih pengelolaan
entitas mereka atau mengurangi pendanaan proyek yang diusulkan.
Pengukuran hasil dapat memberikan pengaruh motivasi yang positif jika
tidak ada imbalan secara eksplisit dalam hubungannya dengan pengukuran hasil.
Orang sering kali memperoleh imbalan intrinsik yang dihasilkan secara internal
melalui adanya rasa puas atas pencapaian hasil yang dinginkan. Sebagai contoh,
ketika William J. Bratton menjadi Komisaris Polisi di New York City pada tahun
1990-an, dia memberi sesuatu yang jelas pada kesatuan kepolisiannya, tujuan
yang sederhana: berantas kejahatan. (Pemikiran yang berkembang sebelumnya
adalah kejahatan disebabkan oleh faktor sosial yang berada di luar kendali
departemen, sehingga kepolisian sebagian besar diukur dengan seberapa cepat
mereka merespon panggilan darurat). Dia juga menerapkan sistem pengendalian
hasil. Dia melakukan desentralisasi pada departemen dengan memberi 76
komandan polisi suatu otoritas untuk lebih banyak membuat keputusan penting
12
dalam unit kepolisiannya, termasuk hak untuk mengatur jadwal personelnya, dan
dia mulai mengumpulkan dan melaporkan data kejahatan setiap hari. Meski
Komisaris Bratton secara legal tidak memperoleh penghargaan atas kinerjanya
yang bagus dengan kenaikan gaji atau bonus prestasi, sistem tersebut sangat
berhasil. Pada tahun 1994, tindak pidana besar di New York turun sebesar 12%,
dan pada tiga kuartal pertama 1995, tindak pidana tersebut turun lagi sebesar 18%
di bawah level 1994. Keberhasilan ini dengan jelas bukan disebabkan oleh
pembayaran-atas-kinerja dalam artian paling kaku; bukan pula karena, setidaknya
sebagian, untuk memberikan tujuan yang jelas kepada kepolisian di
memberdayakan mereka untuk terus memberantas kejahatan. Dengan melihat
hasil insiatif mereka, memberi pihak kepolisian rasa puas dan, barangkali, suatu
motivasi intrinsik untuk melakukan kinerja yang baik.
Kekuatan motivasi dan imbalan yang bersifat ekstrinsik maupun intrinsik
dapat dipahami dar beberapa hal teori motivasi yang telah dikembangkan dan
dipelajari hampir selama 50 tahun, seperti teori pengharapan (expectancy theory).
Teori pengharapan mendalilkan bahwa kekuatan motivasi individu, atau usaha,
adalah suatu fungsi dari (1) angka harapan atau kepercayaan mereka bahwa hasil
tertentu akan diperoleh dari tindakan mereka (misalnya bonus untuk peningkatan
usaha); dan (2) valensi atau kekuatan preferensi mereka terhadap hasil. Akan
tetapi, valensi bonus tidak selalu terbatas pada nilai uang, tetapi mungkin juga
valensi pada jaminan hal-hal bernilai yang lain, seperti status atau prestise.
Organisasi seharusnya berjanji pada karyawannya terkait imbalan yang
disediakan, imbalan yang lebih memberi pengaruh motivasi kuat, dalam biaya
yang lebih efektif dengan cara yang memungkinkan. Namun, pengaruh motivasi
dari berbagai bentuk imbalan dapat sangat beragam tergantung selera dan kondisi
pribadi seseorang. Beberapa orang lebih tertarik pada penghargaan dalam bentuk
uang tunai langsung, sedangkan yang lain lebih tertarik pada kenaikan manfaat
pensiun mereka, peningkatan otonomi atau peningkatan peluang promosi mereka.
Selera mengenai imbalan juga bervariasi di berbagai negara dengan sejumlah
alasan, termasuk adanya perbedaan budaya dan peraturan pajak penghasilan. Akan
tetapi, jika organisasi dapat menyesuaikan sendiri kemasan bentuk imbalan yang
sesuai dengan preferensi individu karyawannya, mereka dapat menyediakan
13
imbalan yang lebih berarti dengan biaya yang lebih efisien. Namun, merancang
imbalan untuk individu atau kelompok kecil di dalam organisasi yang besar
tidaklah mudah untuk dilakukan. Sistem perancangan akan cenderung kompleks
dan mahal dalam pengelolaannya. Ketika implementasinya buruk, hal tersebut
dapat dengan mudah menyebabkan munculnya persepsi karyawan mengenai
ketidakadilan dan berpotensi mendapatkan pengaruh yang berlawanan dari yang
dimaksudkan: penurunan motivasi dan semangat karyawan yang buruk.
14
dalam hierarki sering kali sulit. Setiap bagian yang berbeda dalam organisasi akan
menghadapi pengorbanan yang berbeda.
Sebagai contoh, manajer pembelian menciptakan nilai dengan pengadaan
kualitas yang baik, biaya rendah karena bahan baku yang tepat waktu. Ada tiga
area hasil (kualitas, biaya, dan penjadwalan) yang sering kali berlawan satu sama
lain, dan tujuan organisasi secara keseluruhan adalah untuk memaksimalkan nilai
pemegang saham yang tidak banyak memberi petunjuk dalam pembuatan
pengorbanan. Pentingnya hasil dari masing-masing bagian mungkin akan
bervariasi sepanjang waktu dan antarbagian dalam organisasi hal ini tergantung
pada kebutuhan dan strategi yang berbeda. Sebagai contoh, sebuah perusahaan
(atau entitas) kekurangan uang tunai mungkin ingin meminimalkan jumlah
persediaan yang ada, dengan lebih mempertimbangkan untuk membuat
penjadwalan sebagai pertimbangan yang lebih dominan. Sebuah perusahaan
(entitas) yang mengejar kesan kualitas produk yang unik atau strategi diferensiasi
mungkin akan menekankan pada pemenuhan atau melampaui spesifikasi material
yang dibeli. Sehingga, untuk memastikan tindakan manajer dalam melakukan
pembelian yang benar, pemesanan atau pembobotan terpenting atas ketiga area
hasil tersebut harus dibuat jelas.
Jika area yang di pilih salah, atau jika area yang dipilih benar tetapi salah
dalam melakukan pembobotan, kombinasi pengukuran hasil tidak lagi selaras
dengan tujuan organisasi yang diharapkan. Penggunaan rangkaian pengukuran
hasil yang tidak selaras mungkin akan memotivasi karyawan untuk melakukan
tindakan yang salah. Pada rangkaian sebelumnya, misalnya petunjuk
pertimbangan biaya yang buruk mungkin akan merusak reputasi kualitas yang
dihasilkan perusahaan.
15
pertanggungjawaban. Berikut beberapa ungkapan yang mewakili bahwa prinsip
ini telah teruji:
16
2.4.3 Kemampuan untuk mengukur efektivitas hasil yang dapat
dikendalikan
Kemampuan untuk mengukur efektivitas hasil yang dapat dikendalikan
adalah kendala terakhir yang membatasi kemungkinan dari pengendalian hasil.
Sering kali, hasil yang dapat dikendalikan dari keinginan organisasi dan karyawan
terkait dapat berpengaruh, yang tidak dapat diukur secara efekif. Pada hampir
semua situasi, ada sesuatu yang dapat diukur—tetapi, terkadang bidang hasil
utama tidak dapatdiukur secara efektif.
Kriteria penting yang seharusnya digunakan untuk menilai efektivitas
pengukuran hasil adalah kemampuan untuk memanfaatkan perilaku yang
diinginkan. Jika pengukuran menimbulkan perilaku yang benar dalam situasi
tertentu—yaitu, jika pengukuran dapat dikatakan menjadi selaras dengan bidang
hasil yang diinginkan—kemudian hal ini menjadi pengukuran pengendalian yang
bagus. Jika pengukuran tidak demikian, maka menjadi salah satu pengukuran
yang buruk, meskipun pengukuran dilakukan secara akurat, merefleksikan
kuantitas yang diwakili; demikian pula, meskipun jika pengukuran hanya
memiliki kesalahan kecil.
Untuk membangkitkan perilaku yang benar, sebagai tambahan agar
menjadi selaras dan terkendali, pengendalian hasil harus tepat, objektif, tepat
waktu, dan dapat dipahami. Dan bahkan ketika sebuah pengukuran memiliki
semua kualitas tersebut, pengukuran juga harus menggunakan biaya secara
efisien, yaitu biaya pengembangan dan penggunaan pengukuran seharusnya juga
diperhatikan.
2.4.4 Ketepatan
Dalam pengukuran, mau tidak mau, pasti terdapat kesalahan; beberapa
acak, beberapa sistematis. Kesalahan membuat pengukuran menjadi tidak akurat.
Akurasi pengukuran merujuk pada tingkat kedekatan pengukuran dari jumlah
terhadap nilai yang sesungguhnya (benar). Ketepatan adalah tingkat di mana
pengukuran yang diulang pada situasi yang hampir sama menunjukkan hasil yang
sama; jika hal ini terjadi, pengukuran dapat dikatakan reliabel. Penggunaan
bullseye analogy, akurasi menggambarkan kedekatan dari Anak panah
(pengukuran) terhadap target (nilai yang benar). Ketika semua anak panah
17
mengelompok erat bersama-sama , kelompok anak panah (pengukuran) akan
dilihat dari ketepatan-nya karena semua anak panah tersebut menuju pada sasaran
yang sama, bahkan jika tidak selalu dekat pada bullseye.
Pengurangan kesalahan sistematis (atau bias) meningkatkan akurasi tetapi
tidak merubah presisi. Akan tetapi, tidak mungkin dapat mencapai akurasi dalam
pengukuran tanpa adanya presisi; yaitu ketika pengukuran berisi kesalahan secara
acak atau, ketika pengukuran tersebut tidak reliabel. Dengan kata lain, dan dalam
bullseye analogy, jika anak panah tidak mengelompok dengan jarak yang dekat
satu sama lain, anak panah tersebut tidak dapat mendekat pada bullseye. Oleh
karena itu, kurangnya presisi adalah sebuah kualitas yang tidak diinginkan dari
pengukuran hasil yang dimiliki. Meskipun demikian apabila pengukuran presisi
mengalami bias (yaitu mengandung kesalahan sistematis) mungkin tidak terlalu
bermanfaat untuk tujuan pengendalian. Jika tingkat kesalahan sistematis tidak
diketahui; kemudian pengukuran akan menjadi bias secara sistematis yang
ditunjukkan oleh nila yang lebih besar atau lebih kecil dari nilai sesungguhnya.
Sehingga jelas bahwa beberapa aspek kinerja (seperti tanggung jawab
sosial, kecerdasan dalam menjalankan kepemimpinan, pengembangan pegawai)
menjadi sulit, bahkan tidak mungkin, untuk diukur secara tepat, karena
pengukuran mengandung kesalahan acak atau bias yang sistematis (seperti kasus
ketika evaluasi kinerja yang bersifat subjektif digunakan). Oleh karena itu
ketetapan adalah kualitas yang penting karena tanpanya pengukuran kehilangan
banyak informasi yang berharga. Pengukuran yang tidak tepat meningkatkan
risiko kesalahan evaluasi kinerja. Karyawan akan bereaksi negatif terhadap
ketidakadilan yang pasti akan timbul ketika kinerja yang sama-sama baik diukur
secara berbeda.
2.4.5 Objektivitas
Sebuah pengukuran objektif yang seharusnya diambil, yang dimaksudkan
dalam hal ini tidak dipebgaruhi oleh perasaan seseorang atau interpretasi—oleh
sebab itu, hal ini menjadi tidak bias. Objektivitas pengukuran rendah ketika
pilihan ketentuan pengukuran atau pengukuran yang sebenarnya dilakukan pada
seseorang yang kinerjanya sedang dievaluasi. Objektivitas yang rendah mungkin
terjadi, sebagai contoh, ketika kinerja dilaporkan sendiri atau ketika proses
18
evaluasi diperbolehkan menggunakan kebijakan yang cukup besar dalam
pemilihan metode pengukuran. Sesungguhnya, dan merujuk pada definisi
sebelumnya yang berhubungan dengan presisi pengukuran, rendahnya objektivitas
memungkinkan munculnya kesalahan sistematis (contohnya, kinerja yang
dilaporkan secara sistematis lebih tinggi dari nilai yang sesungguhnya). Dalam hal
ini, pengukuran mungkin tepat, tetapi mungkin menjadi tidak akurat. Pengukuran
yang baik untuk tujuan pengendalian seharusnya bersifat presisi (reliabel) dan
objektif (tidak bias).
Ada dua cara utama untuk menaikan objektivitas pengukuran. Alternatif
pertama adalah memiliki pengukuran yang dilakukan oleh orang yang independen
dalam proses, seperti orang pada departemen pengendalian. Alternatif kedua
adalah memiliki pengukuran yang telah diverifikasi oleh pihak yang independen,
seperti auditor.
19
2.4.7 Mudah dipahami
Dua aspek agar mudah dipahami sangat penting. Pertama, karyawan yang
perilakunya dikendalikan, seharusnya memahami bahwa mereka harus
bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan. Hal ini membutuhkan
komunikasi. Pelatihan, yang merupakan bentuk komunikasi, mungkin juga
diperlukan jika, sebagai contoh, karyawan yang bertanggung jawab terhadap apa
yang dilakukan untuk mencapai tujuan dinyatakan dalam hubungan baru atau
hubungan yang berbeda, seperti ketika fokus pengukuran dari organisasi
berpindah dari laba akuntansi menjadi, apa yang disebut dengan, nilai tambah
ekonomi (economic value added-EVA).
Kedua, karyawan seharusnya memahami apa yang baru mereka lakukan
untuk memengaruhi pengukuran, paling tidak dalam artian luas. Sebagai contoh,
manajer pembelian yang bertanggung jawab terhadap rendahnya biaya pembelian
bahan buku tidak akan berhasil sampai mereka mengembangan strategi untuk
mencapai tujuan tersebut, seperti memperbaiki negosiasi dengan vendor,
menaikkan persaingan antarvendor, atau bekerja dengan orang teknik untuk
mendesain kembali bagian tertentu. Sama halnya, karyawan yang bertanggung
jawab terhadap kepuasan konsumen harus memahami apa yang diharapkan oleh
konsumen mereka dan apa yang dapat mereka lakukan untuk memengaruhinya.
Ketika karyawan memahami apa yang digambarkan oleh pengukuran,
mereka diberdayakan untuk mengerjakan apa yang dapat mereka lakukan untuk
dapat mempengaruhinya. Pada kenyataannya, hal ini merupakan keunggulan dari
pengendalian hasil; pengendalian yang baik dapat dicapai tanpa memahami secara
pasti bagaimana karyawan akan memproduksi hasilnya.
20
Secara keseluruhan, banyak pengukuran yang tidak dapat diklasifikasikan
dengan jelas (efektif) atau buruk (tidak efektif). Perbedaan pengorbanan antara
kualitas pengukuran menciptakan beberapa keuntungan dan kerugian. Sebagai
contoh, pengukuran sering kali dapat dibuat lebih selaras, terkendali, tepat, dan
objektif jika ketepatan waktunya dikompromikan. Sehingga, dalam menilai
efektivitas hasil pengukuran, sering kali membutuhkan banyak pertimbangan yang
sulit.
21
pada arah yang sama, membawa semua orang menjadi bagian dalam tim, dan
menjaga mereka dari penyebaran perilaku buruk.
22
jika penilaian CSI lebih rendah dari tingkatan yang bisa diterima dalam tiga tahun
berturut-turut.
23
manajer departemen hanya memiliki pengendalian yang kecil atau tidak memiliki
pengendalian sama sekali (misalnya asuransi, pajak, hukum, dan audit) yang tidak
dialokasikan pada mereka.
Tampilan 3 menunjukkan satu halaman laporan keuangan yang diminta
oleh PHT untuk dikirim perbulan pada Toyota Sales Corporation. Halaman yang
lain dalam laporan tersebut menunjukkan informasi yang ekstensif, meliputi
keuntungan dari departemen lain, data posisi keuangan, penjualan per unit
berdasarkan model, rekening personal per departemen dan kategori, dan berbagai
rasio kinerja (misalnya bonus total sebagai persentase penjualan, rata-rata laba
kotor per unit dari masing-masing model yang terjual).
Keuntungan departemen PHT sangat beragam. Pada sebagian besar diler,
penjualan baru di PHT hanya memberikan keuntungan marginal. Kendaraan bekas
memberikan keuntungan yang lebih tinggi, seperti yang dijelaska oleh Howard
Hakes:
Ini adalah salah satu bisnis barter terakhir yang masih ada. Akan tetapi,
untuk beberapa kendaraan baru, hanya berbeda $800 antara window sticker
price dan biaya diler, sehingga marginnya tidak terlalu banyak dan tidak
banyak ruang untuk menawar. Pada kendaraan bekas, kami memiliki
kesempatan keuntungan yang lebih sedikit. Kami sering kali dapat
melakukan tukar tambah sebesar $2.000, mengambil sebesar $1.500 yang
senilai dengan pekerjaan tersebut, dan menjualnya dengan harga $6.000.
24
Howard Hakes tau bahwa formula ini agak sewenang-wenang. Sebagai contoh,
dia tau bahwa beberapa bentuk promosi, seperti pertunjukan setengah jam di
televise Spanyol, semata-mata bertujuan untuk penjualan kendaraan bekas.
Namun, dia menjelaskan, “Saya bertaruh, kami tidak mengeluarkan lebih dari 5%
dengan pembagian 70-30. Mungkin saat ini 65-35, salah satu cara atau yang lain,
tetapi kami tidak ingin kedepannya mengeluarkan lebih dari itu.”
Semua transfer antardepartemen dilakukan berdasarkan harga pasar.
Dengan demikian, sebagai contoh, ketika PHT memperbaiki kendaraan bekas
pada bengkel PHT, departemen penjualan membayar penuh sesuai harga eceran
untuk suku cadang dan tenaga kerja. Kebijakan ini memberi manajer kendaraan
bekas kekuatan untuk melakukan negosiasi beberapa hal pada bagian perbaikan.
Pembayaran penuh dengan harga eceran memastikan bahwa perbaikan kendaraan
bekas secara internal tidak diberikan prioritas yang lebih rendah.
Penaksiran harga kendaraan bekas sering kali menciptakan
ketidaksepahaman. Penaksiran harga menjadi sangat penting karena tenaga
penjual mendapat komisi berdasarkan pada keuntungan yang “disepakati” ketika
mereka menutup penjualan. Beberapa ketidaksepahaman seperti ini menjadi hal
yang umum dalam diler karena tenaga penjual kendaraan baru sering kali
termotivasi untuk meminta pembayaran lebih dari pelanggan untuk
mempertanggungkan penjualan kendaraan baru. Dan, di PHT, dan memang terjadi
pada semua diler, diperlukan perbaikan yang kadang tidak terlihat pada saat
terjadi kesepakatan penjualan. Hal ini dapat terjadi kapan saja, tetapi pada PHT
hal ini sering terjadi terutama pada hari Minggu ketika departemen perbaikan
tutup dan tidak ada bagian perbaikan yang dapat dipanggil untuk memberikan
pendapat lain mengenai perkiraan jumlah biaya perbaikan. Seperti yang dijelaskan
oleh Howard:
Pada Senin, kami sering kali bersemangat melakukan diskusi antara bagian
penjual dan perbaikan mengenai reparasi yang diklaim oleh departemen
perbaikan yang dibutuhkan saat terjadi transaksi. Namun, kami
menggunakan aturan tetap berpengang pada harga pasar! Jika biaya
perbaikan lebih tinggi dari apa yang diantisipasi oleh tenaga penjual di hari
Minggu, hal ini menghilangkan keuntungan yang telah kami sepakati. Jika
25
kami tidak menyetujui dengan biaya perbaikan yang diperkirakan, mereka
bebas untuk menjual sama “sebagaimana” yang ada di pasar pedagang
besar. Sering kali mereka mendapat kurang beruntungan ketika masalah
perbaikan tidak terlihat sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan
mengapa beberapa kendaraan bekas sering disebut “lemonis”.
26
Howard Hakes menjelaskan salah satu sisi manfaat dari kombinasi departemen
penjualan kendaraan baru dan bekas adalah bahwa secara umum kombinasi ini
menguntungkan, Karena departemen penjualan baru sendiri sering kali tidak
menguntungkan. Howard heran bagaimana manajer diberikan insentif “berdasar
keuntungan” pada departemen penjualan yang kehilangan uangnya.
Semua rencana bonus dalam kontrak manajer penjualan juga memasukkan
kata-kata berikut:
27
mengalokasikan formula bonus. Skedul 3 menunjukkan indeks dan ukuran dari
(nonformula) bonus yang tidak mengikat.
28
menit. Seorang teknisi yang ingin mengurangi waktunya mungkin akan melewati
tahapan test drive. Mereka tahu bahwa supervisor akan menguji jarak tempuh
kendaraan di dalam dan jarak tempuh kendaraan di luar, dia akan meletakkan
kendaraan sampai pada hoist dan menjalankannya, mungkin, tiga menit untuk
meningkatkan jarak tempuh odometer. Namun, dengan mengurangi tahapan, dia
mungkin dapat menyelesaikan seluruh pekerjaannya kurang dari 15 menit.
Manajer PHT memiliki dua tipe pengendalian untuk menyelesaikan masalah
permainan perilaku tersebut. Pertama, jika waktu yang dihabiskan dalam
menyelesaikan pekerjaan sangat rendah, manajer servis akan bertanya pada teknisi
untuk menjelaskan kondisi terkait hal yang tidak normal. Kedua, manajemen
memonitor angka untuk “melakukan pengecekan kembali”, misalnya ada masalah
“tidak ditetapkan dengan benar sejak pertama kali”. Dalam industri, tingkat
pemeriksaan kembali sebesar satu persen sudah dinilai bagus. Tingkat pengecekan
kembali biasanya tidak bisa menjadi nol karena beberapa pengecekan kembali
bukan karena kesalahan teknisi. Penyebabnya mungkin sederhana, yaitu tidak
tersedianya suku cadang yang dibutuhkan.
Teknisi yang memotong tahapan pekerjaan yang “ditulis”, bahwa hal tersebut,
akan memperoleh perhatian, dan tiket mereka akan dikurangi. “Kebiasaan buruk
dapat dikoreksi: tetapi mekanik yang buruk tidak dapat dikoreksi,” Jesus Barragan
mengobservasinya.
Howard Hakes memiliki beberapa keyakinan terkait masalah permainan
tersebut yang ada dibawah kendalinya karena bagian jasa PHT rata-rata hanya
berkisar empat pengecekan ulang per bulan untuk kira-kira 700 pekerjaan servis
lengkap. Jika teknisi servis mengurangi tahapan pekerjaan dengan cara yang
signifikan, diperkirakannya bahwa tingkat pengecekan kembali akan meningkat
secara signifikan pula.
Teknisi servis di PHT sangat loyal terhadap perusahaan, karena, “kami
memperlakukan mereka sebagai manusia, bukan mesin,” kata Jesus. “Kami juga
melatih dan membayar mereka dengan baik.” Tingkat perputaran tenaga kerja nol.
Namun, mekanik harus membeli alatnya sendiri. Jesus Barragan mencatat bahwa,
“salah satu dari karyawan kami telah membeli lebih dari $535.000 peralatan yang
29
sangat berharga dalam 36 tahun kariernya dengan kami, tetapi kemudian, dia
membuat pembelian $130.000 per tahun juga.”
Masalah Manajemen
Howard Hakes tahu bahwa tim manajemen PHT belum menyelesaikan
semua masalah mereka. Dia menggambar mengenai fakta bahwa, secara umum,
tenaga penjual tidak efektif dalam melakukan tindak lanjut pada konsumennya.
Tindak lanjut berarti bahwa staf penjualan harus tetap berhubungan dengan
konsumen potensial yaitu dengan mereka yang dikontak pertama kali. Tindak
lanjut meliputi penjangkauan (misalnya panggilan telepon, kartu ucapan terima
kasih) pada konsumen yang mengunjungi departemen penjualan, tetapi belum
memutuskan untuk membeli kendaraan, pendekatan tenaga penjual kepada
konsumen yang telah memiliki kendaraan lama yang belakangan ini melakukan
servis di PHT. PHT telah membangun proses regular untuk dua tipe tindak lanjut.
Sebagai contoh, service advisor yang mendorong untuk menjelaskan kepada
konsumen mengenai kemungkinan biaya servis yang akan terjadi pada kendaraan
di tahun yang akan datang dan untuk mengundang klien untuk mengunjungi
departemen penjualan. Akan tetapi, aktivitas ini membutuhkan waktu, dan
biasanya service advisor regular diabaikan. Dapatkah insentif yang diberikan
mendorong terjadinya tindak lanjut dan merubah perilaku?
Howard juga mengkhawatirkan bahwa pengukuran CSI, yang dapat
memberikan informasi yang bermanfaat, meski sering kali validitasnya
dipertanyakan. Howard mendengar bahwa beberapa diler biasanya “bermain”
dengan pengukuran karena hal tersebut sangat penting. Penilaian CSI merupakan
input penting untuk memengaruhi peringkat reliabilitas automobil yang
diterbitkan oleh perusahaan J.D.Power & Associates dan, seperti disebutkan
sebelumnya, pabrik menggunakan peringkat ini untuk mengalokasikan
kendaraannya. Sebagai konsekuensinya, untuk mendapatkan peringkat yang
“sempurna”, konsumen biasanya “dilatih” mengenai bagaimana cara melengkapi
kuesioner pada saat mereka membeli kendaraan baru. Dan, sering kali, diler
meminta konsumen untuk datang ke diler ketika mereka menerima kuesioner dari
pabrik. Ketika mereka sampai, konsumen menyerahkan kuesioner kepada
karyawan diler dan mereka akan menerima hadiah, misalnya satu tangki penuh
30
bensin. Karyawan akan melengkapi kuesioner dan mengirimkannya ke pabrik.
Howard tidak yakin apakah beberapa tenaga penjual “penipu” juga melakukan
praktik ini, dan jika mereka memang melakukannya, apa yang seharusnya
dilakukan.
Meski ini hanya isu, Howard yakin bahwa PHT adalah satu-satunya diler
yang memiliki pengelolaan terbaik di Negara ini.
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada bab ini menggambarkan pentingnya bentuk pengendalian,
pengendalian hasil, yang di gunakan pada berbagai tingkatan dalam organisasi.
Pengendalian hasil adalah sebuah bentuk pengendalian tidak langsung, karena
secara eksplisit fokus pada tindakan atau keputusan yang dilakukan oleh
karyawan, tetapi secara tidak langsung memberikan keunggulan penting.
Pengendalian hasil seringkali bisa efektif ketika tidak ada kejelasan tentang
prilaku apa yang paling diinginkan. Selain itu pengendalian hasil dapat
menghasilkan pengendalian yang baik jika memberikan keleluasaan pada
karyawan untuk berprilaku disertai dengan pengendalian ekonomi yang tinggi.
Banyak orang khususnya yang berasal pada hierarki pada organisasi yang lebih
tinggi, menilai dengan ekonomi yang tinggi dan meresponnya dengan baik.
Akan tetapi pengendalian hasil tidak efektif pada setiap situasi. Sangat
sulit untuk ketiga kondisi efektivitas. Pengetahuan mengenai hasil yang
digunakan, kemampuan untuk memegaruhi hasil yang diinginkan, dan
kemampuan untuk mengukur hasil yang bisa dikendalikan secara efektif. Hal ini
akan membuat hasil yang diinginkan tidak berguna. Hal ini mungkin juga
menimbulkan sebuah pengaruh sampingan dari yang tidak sesuai dengan
fungsinya.
Pengendalian hasil biasanya merupakan elemen penting dalam SPM yang
digunakan pada semua organisasi, termasuk organisasi terkecil sekalipun. Akan
tetapi, pengendalian hasil sering kali didukung oleh tindakan dan pengendalian
budaya/personel.
32
DAFTAR PUSTAKA
iii