Anda di halaman 1dari 17

KETATNYA SISTEM PENGENDALIAN

DISUSUN OLEH :

KIKI SETIAWATI 1602123130

NUGRAHA TASYA RAMADHANTY 1602114419

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS RIAU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“Ketatnya Sistem Pengendalian”. Makalah ini merupakan salah satu tugas
yang diberikan dalam mata kuliah Sistem Pengendalian Manajemen.

Dalam makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua teman-teman sangat kami
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam makalah ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih yang


sebesar - besarnya kepada teman yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.

Pekanbaru, 9 Febuari 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Ketatnya Sistem Pengendalian ....................................................... 2
2.2 Ketatnya Pengendalian Hasil ......................................................... 2
2.2.1 Definisi Hasil yang Diinginkan ............................................. 2
2.2.2 Kesesuaian............................................................................. 3
2.2.3 Spesifikasi ............................................................................. 4
2.2.4 Komunikasi dan Internalisasi ................................................ 4
2.2.5 Kelengkapan .......................................................................... 5
2.2.6 Pengukuran Kinerja ............................................................... 5
2.2.7 Insentif .................................................................................. 6
2.3 Ketatnya Pengendalian Tindakan ................................................... 7
2.3.1 Pembatas Perilaku ................................................................. 7
2.3.2 Kajian Pratindakan ................................................................ 8
2.3.3 Akuntabilitas Tindakan ......................................................... 8
2.3.4 Definisi Tindakan .................................................................. 8
2.3.5 Pelacakan Tindakan .............................................................. 9
2.3.6 Penguatan Tindakan .............................................................. 10
2.4 Ketatnya Pengendalian Personel/Kultural...................................... 11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manfaat dari setiap sistem pengendalian manajemen (SPM) berasal
dari peningkatan kemungkinan bahwa tujuan organisasi akan dicapai
sehubungan dengan apa yang dapat diharapkan jika SPM tidak berada pada
tempatnya. Manfaat ini dapat dijelaskan terkait ketatnya (atau longgarnya)
SPM. SPM yang lebih ketat seharusnya memberikan jaminan lebih bahwa
karyawan akan bertindak untuk kepentingan terbaik organisasi. Latar
belakang pembuatan makalah ini adalah dikarenakan pentingnya SPM dalam
mencapai tujuan perusahaan, dimana semakin ketatnya suatu SPM, akan
semakin baik bagi perusahaan kedepannya untuk selalu fokus dalam mencapai
tujuannya dan sebagai simbol keseriusan perusahaan atau pihak manajemen
dalam mencapai tujuannya. Di dalam makalah ini akan dijelaskan tentang
ketatnya pengendalian hasil, ketatnya pengendalian tindakan, ketatnya
pengendalian personel/kultural dan juga contoh kasusnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana aplikasi ketatnya sistem pengendalian?
2. Bagaimana aplikasi ketatnya pengendalian hasil?
3. Bagaimana aplikasi ketatnya pengendalian tindakan?
4. Bagaimana aplikasi ketatnya pengendalian personel/kultural?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana ketatnya sistem pengendalian.
2. Untuk mengetahui bagaimana ketatnya pengendalian hasil.
3. Untuk mengetahui bagaiman ketatnya pengendalian tindakan.
4. Untuk mengetahui bagaimana ketatnya pengendalian perosnel/kultural.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ketatnya Sistem Pengendalian

Manfaat dari setiap sistem pengendalian manajemen (SPM) berasal


dari peningkatan kemungkinan bahwa tujuan organisasi akan dicapai
sehubungan dengan apa yang dapat diharapkan jika SPM tidak berada pada
tempatnya. Manfaat ini dapat dijelaskan terkait ketatnya (atau longgarnya)
SPM. SPM yang lebih ketat seharusnya memberikan jaminan lebih bahwa
karyawan akan bertindak untuk kepentingan terbaik organisasi.

Seberapa ketat aplikasi pengendalian manajemen merupakan


keputusan besar manajemen yang secara relatif kurang diperhatikan dalam
kepustakaan, tetapi jika ada, biasanya akan dibahas dalam konteks
pengendalian hasil. Konsep pengendalian yang ketat pasti dapat diaplikasikan
pada pengendalian hasil. Ketatnya pengendalian hasil mencakup kajian
anggaran kinerja yang detail (sering kali baris per baris) dan sering (bulanan
atau mingguan) serta insentif yang menguntungkan. Akan tetapi, ada banyak
cara lain yang mempengaruhi ketatnya pengendalian manajemen, baik dengan
bentuk pengendalian yang lain maupun dengan memperkuat kombinasi tipe
pengendalian.

Secara konseptual, dalam implementasi yang efektif pada


pengendalian ketat manajemen diperlukan pemahaman yang baik bagaimana
satu atau lebih objek pengendalian – hasil, tindakan, dan personel/ kultural –
berhubungan dan memberikan kontribusi pada seluruh tujuan organisasi.
Bagian berikut ini akan menjelaskan bagaimana tiap-tiap tipe pengendalian
manajemen dapat digunakan untuk menghasilkan pengendalian ketat.

2.2 Ketatnya Pengendalian Hasil

Keberhasilan pengendalian hasil yang tergantung pada karakteristik


definisi dari area hasil yang diinginkan, pengukuran kinerja, dan penguatan
atau insentif yang diberikan.

2.2.1 Definisi Hasil yang Diinginkan

Agar pengendalian manajemen dikatakan ketat dalam suatu sistem


pengendalian hasil, dimensi hasil harus sesuai dengan tujuan organisasi yang
“sebenarnya”; target kinerja harus spesifik; hasil yang diinginkan harus secara
efektif dikomunikasikan dan diinternalisasikan oleh karyawan yang sikapnya
sedang dikendalikan; dan apabila pengendalian hasil digunakan secara
ekslusif pada bagian kinerja yang ada, pengukurannya pasti lengkap.

2.2.2 Kesesuaian

Bab 2 membahas kesesuaian sebagai salah satu penentu utama


efektivitas pengendalian hasil. Sistem pengendalian hasil mungkin mengalami
permasalahan kesesuaian karena manajer tidak memahami dengan baik tujuan
organisasi yang sesungguhnya atau karena dimensi kinerja yang dipilih oleh
manajer untuk mengukur hasil tidak merefleksikan tujuan yang sesungguhnya
dengan baik.

Untuk beberapa tipe organisasi, dan untuk banyak area khusus dalam
organisasi, jika tujuan yang sesungguhnya dipahami dengan baik, hal itu akan
menjadi asumsi yang beralasan. Contohnya, karyawan pada bagian produksi
harus lebih efisien dan personel penjualan harus menjual lebih banyak, segala
sesuatu harus seimbang. Namun, pada banyak organisasi yang lain, pemahan
yang baik mengenai tujuan yang sesungguhnya dan/atau bagaimana tujuan-
tujuan tersebut harus diprioritaskan bukanlah asumsi yang beralasan. Pada
beberapa tipe instansi pemerintah dan organisasi nirlaba, kmponen kunci
sering kali tidak setuju dengan tujuan organisasi. Apakah tujuan utama
instansi pemerintah adalah untuk menyediakan layanan lebih atau mengurangi
lebih atau mengurangi biaya (dan beban pajak)? Ketika tujuan tidak jelas,
kesesuaian menjadi permasalahan yang penting.

Lebih lanjut, pemilihan dimensi kinerja yang dapat diukur yang


merefleksikan tujuan organisasi yang sesungguhnya sering kali menantang.
Misalnya, apakah laba tahunan merupakan sebuah indikator yang tepat bagi
keberhasilan suatu perusahaan dengan prospek pertumbuhan yang signifikan?
Apakah jumlah hak cipta yang dberikan merupakan sebuah indikator yang
tepat bagi kemampuan kesatuan penelitian dan pengembangan untuk
menciptakan nilai, yang sebagian besar berasal dari pengembangan gagasan
produk baru yang secara komersial berhasil? Apakah jumlah pelanggan
merupakan indikator yang tepat bagi keberhasilan suatu museum? Jika
dimensi kinerja dapat diukur yang dipilih bukan indikator yang tepat dari
tujuan organisasi yang sesungguhnya, sistem pengendalian hasil tidak bisa
ketat, terlepas dari karakteristik sistem apa pun.
2.2.3 Spesifikasi

Tingkat ketatnya pengendalian hasil juga tergantung pada adanya


prospek kinerja yang dijelaskan dengan istilah spesifik. Spesifikasi kinerja
yang diharapkan atau target membutuhkan pemilahan dan penghitungan,
seperti 15% ROA per tahun, keluhan konsumen kurang dari 1%, atau biaya
tenaga kerja $2,29 per unit produksi. Organisasi biasanya dapat atau telah
menetapkan target yang spesifik dan dapat dihitung dalam istilah-istilah
keuangan. Bahkan, pada banyak bidang kinerja, misalnya berhubungan
dengan ketahanan dan kinerja lingkungan, pengendaliannya (lebih) longgar
karena organisasi tidak menetapkan target yang spesifik dan dapat dihitung,
tetapi hanya menilai bidang kinerja global secara subjektif. “ Laba mudah
untuk diukur; sedangkan banhyaknya permintaan dan pertentangan
permintaan [muncul dari tanggung jawab sosial perusahan] tidak.”
Pengendalian dalam area yang sulit diukur dapat diperketat dengan tidak
memisahkan bidang kinerja global kedalam berbagai komponen, seperti
penggunaan energi, volume dan tipe limbah yang dihasilkan, dan tingkat daur
ulang. Namun, pada beberapa bidang kinerja, target dan pengukuran yang
detail dan spesifik tidak fisibel. Berapa banyak kasus yang harus ditangani
seorang pengacara dalam satu tahun atau apa arti perilaku etis atau keadilan
sosial sangat sulit dibuat menjadi lebih spesifik. Meskipun demikian,
sepesifikasi dari sesuatu yang diharapkan adalah salah satu elemen yang
diperlukan untuk implementasi pengendalian hasil yang ketat.

2.2.4 Komunikasi dan Internalisasi

Agar pengendalian hasil menjadi ketat, target kinerja juga harus


dikomunikasikan secara efektif dan internaliasi oleh mereka yang diberi
tanggung jawab berdasarkan prestasinya. Kemudian, barulah pengendalian
hasil dapat memengaruhi kinerja. Batasan pemahaman dan internalisasi
tujuan dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk kualifikasi karyawan yang
terlibat, tingkat terkontrolnya area hasil pengukuran yang diketahui, tujuan
yang beralasan, dan besarnya partisipasi yang diperbolehkan dalam proses
penentuan tujuan. Internalisasi mungkin menjadi rendah ketika karyawan
merasa tidak mampu bekerja dengan baik di bidang kinerja yang diharapkan,
ketika mereka menganggap hasil yang diinginkan menjadi terlalu
dipengaruhi oleh faktor di luar pengendalian mereka, ketika mereka percaya
bahwa tujuan tersebut tidak dapat dicapai, atau ketika mereka tidak diizinkan
untuk berpatisipasi dalam penentuan tujuan. Kita akan membahas kondisi
penentuan target yang efektif pada 8.
2.2.5 Kelengkapan

Kelengkapan merupakan persyaratan akhir untuk ketatnya


pengendalian hasil. Kelengkapan berarti bahwa area hasil yang didefenisikan
dalam SPM termasuk semua bagian yang diharapkan memiliki kinerja yang
bagus dan ketika karyawan yang terlibat dapat berpengaruh. Apa yang tidak
terukur menjadi kurang terlihat, atau mungkin menjadi tidak terlihat. Oleh
karena itu, krtika area hasil yang ditetapkan tidak lengkap, karyawan sering
kali membiarkan kinerja di area yang tidak diukur terlewat. Misalnya,
karyawan bagian pembelian yang hanya dievaluasi dari pemenuhan standar
biaya mungkin menyebabkan kualitas menurun. Demikian pula, tenaga
penjual yang diminta untuk mencapai kuota volume penjualan mungkin
mengejar volume penjualan atas biaya yang mungkin lebih kecil, tetapi lebih
menguntungkan.

Oleh karena itu, sistem pengendalian hasil selengap mungkin harus


mencakup seluruh informasi mengenai pengaruh karyawan terhadap nilai
perusahaan yang diukur secara tepat, sehingga usaha karyawan seimbang pada
seluruh dimensi pekerjaan mereka. Namun, pada tingkat manajerial, ketika
pekerjaan kompleks, pengendalian hasil hampir pasti tidak lengkap.
Umumnya, menajer mengarahkan usahanya hanya pada tugas terukur dan
mungkin mengabaikan tugas lainnya yang penting, tapi tak terukur (seperti
dengan memfokuskan pada menaikkan laba jangka pendek atas biaya
hubungan konsumen jangka panjang ). Hal ini merupakan contoh umum dari
miopia manajerial yang disebabkan oleh pengendalian hasil yang tidak
lengkap, yang akan kita bahs pada bab 10 dan 11.

Ketika pengendalian hasil tidak lengkap, tipe pengendalian lainnya,


termasuk pengendalian tindakan dan personel/kultural, seharusnya didesain
untuk berusaha mengisi kekosongan oleh ketidaklengkapan pengendalian
hasil. Contoh mekanisme pengendalian komplementer adalah pengendalian
tindakan yang mencakup pengendalian kualitas, atau pengendalian kultural
yang bertujuan untuk menanamkan pola pikir pada kinerja atau inovasi yang
berkesinambungan untuk menghadapi perilaku yang mendorong terjadinya
pengaburan hasil.

2.2.6 Pengukuran Kinerja

Pengendalian hasil yang ketat juga tergantung pada kecukupan


pengukuran kinerja yang diginakan. Seperti yang dibahas pada bab 2,
pengendalian hasil tergantung pada pengukuran yang teliti, objektif, tepat
waktu, dan dapat dipahami. Sistem pengendalian hasil yang digunakan untuk
menerapkan pengendalian yang ketat memerlukan semua kualitas
pengukuran yang tinggi. Jika pengukuran gagal pada bagian mana pun, sistem
pengendalian tidak dapat digolongkan sebagai pengendalian yang ketat karena
adanya permasalahan perilaku yang dimungkinkan. Bab 10, 11, dan 12 terkait
dengan sifat kompleks dari perancangan sistem pengukuran kinerja yang
efektif.

2.2.7 Insentif

Pengendalian hasil mungkin menjadi lebih ketat jika imbalan


dihubungkan secara langsung dan pasti dengan pencapaian hasil yang
diinginkan. Hubungan langsung berarti bahwa pencapaian hasil diterjemahkan
secara eksplisit dan jelas menjadi imbalan. Hubungan pasti antara hasil dan
imbalan berarti bahwa tidak ada alasan yang ditoleransi. Kedua elemen secara
berkaitan diilustrasikan dalam sebuah kutipan mantan presiden direktur
Bausch & Lomb: “Sekali anda menentukan jumlah target, anda diharapkan
dapat mencapainya.” Manajer yang gagal mencapai target laba tahunana,
bahkan dengan sesisih yang kecil sekali pun, memperoleh bonus yang “tidak
seberapa”, sementara mereka yang melebihi target memperoleh pembayaran
“besar”. Demikian halnya pada sektor publik, kepala Philippines’ Bureau Of
Internal Revenue, otoritas pajak yang mendatangkan sebagian besar
pendapatan pemerintah, mengundurkan diri atas “ kegagalan untuk mencapai
target” instansi. Setelah mengumumkan pengunduran dirinya, juru bicara
presiden direktur mengatakan ; “Dia tidak berkinerja dengan baik dan dia
mengatakan bahwa dia bertanggung jawab atas hal ini.”

Meski hal ini tampaknya menjadi trend pada sebagian besar


organisasi, termasuk pada organisasi nirlaba dan organisasi sektor publik,
sebuah topik mengenai penghubungan antara kompensasi insentif dan kinerja
untuk menjadi lebih langsung dan lebih pasti menimbulkan perdebatan dan
kontroversi. Kita akan membahas faktor kunci yang menentukan efektivitas
dan isu yang muncul dari insentif yang berbasis kinerja secara lebih
mendalam pada bab 9.

Sistem yang digunakan untuk memonitor kinerja pengemudi pada


United Parcel Service (UPS) merupakan contoh yang tepat mengenai sistem
pengendalian hasil yang ketat. UPS memberikan gaji yang besar, tetapi
mendorong para pengemudinya untuk bekerja keras. Manajemen
membandingkan kinerja setiap pengemudi (berapa mil, berapa barang yang
diantar, berapa banyak barang yang diambil) setiap hari dengan proyeksi yang
dikomputerisasi untuk pekerjaan yang seharusnya telah dilakukan. Pengemudi
yang tidak dapat memenuhi standar akan ditugaskan bersama seorang
aupervisor yang ikut bersamanya untuk memberikan saran untuk perbaikan,
dan mereka yang tidak dapat memperbaiki dapat diperingatkan, diskors, dan
nantinya diberhentikan. Sistem pengendalian ini memenuhi setiap
karakteristik pengendalian hasil yang ketat. Pengukuran hasil tampaknya
sesuai dengan tujuan perusahaan untuk memaksimalkan nilai pemegang
saham karena perusahaan telah sukses secara terus menerus. Pengukuran
tersebut tampak lengkap pada tingkat pengemudi. Pengemudi tidak memiliki
tanggung jawab lain selain mengirimkan paket secara efektif. Target kinerja
spesifik; pengukuran dilakukan secara menyeluruh dan sering (harian); dan
imbalan yang mencakup keamanan kerja dan jumlah uang yang cukup besar,
signifikan dengan karyawan yang terlibat.

2.3 Ketatnya Pengendalian Tindakan

2.3.1 Pembatas Perilaku

Pembatas perilaku, baik fisik maupun administrasi, dapat menciptakan


pengendalian yang ketat dalam beberapa bidang dalam suatu organisasi.
Pembatas fisik terdiri atas banyak bentuk, mulai dari kunci sederhana di meja
untuk mengembangkan perangkat lunak dan sistem keamanan elektronik.

Pembatas administratif juga menciptakan tingkat pengendalian yang


beragam. Pembatasan pada otoritas keputusan pada tingkat organisasi yang
lebih tinggi menimbulkan pengendalian yang lebih ketat jika dapat
diasumsikan bahwa karyawan dengan kedudukan yang lebih tinggi akan
membuat keputusan yang lebih reliabel daripada karyawan yang
kedudukannya lebih rendah.

Pemisahan tugas antara dua karyawan atau lebih yang merupakan tipe
dari pembatas administrasi, membuat aktifitas yang merugikan cenderung
berkurang karena satu orang tidak bias menyelesaikan keseluruhan tugas yang
tidak diinginkan. Pemisahan tugas yang baik membuat sistem pengendalian
menjadi lebih ketat. Asumsi penting disini adalah bahwa orang yang tidak
mempunyai otoritas terhadap suatu tindakan atau keputusan tidka dapat
melanggar batasan yang telah ditetapkan. Namun, bukti menunjukkan bahwa
baik mengesampingkan pengendalian internal maupun kolusi antar karyawan
memberikan kontribusi signifikan pada kecurangan dalam organisasi. Yang
mana Richard Powell, seorang partner pada KPMG Forensic di Inggris
mengatakan: “Perusahaan jelas menghadapi tantangan; lebih dari 60% pelaku
(penipuan) adalah anggota manajemen senior, yang statusnya dalam
perusahaan membuat mereka lebih mudah untuk menghindari pengendalian
internal dan menimbulkan kerusakan yang lebih besar pada perusahaan.”

2.3.2 Kajian Pratindakan

Kajian pratindakan dapat membuat ketat SPM jika kajiannya sering,


detail dan dilakukan oleh pengkaji yang rajin dan berpengetahuan luas. Kajian
pratindakan selalu ketat pada bagian yang melibatkan alokasi sumber daya
yang besar karena banyak investasi yang tidak mudah dibatalkan dan dapat
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi. Kajian
pratindakan yang tepat ini melibatkan pengawasan formal rencana bisnis dan
permintaan modal oleh para ahli pada posisi staf, seperti pada Divis
Keuangan, dan berbagai tingkat manajemen,termasuk manajemen puncak.

Seberapa ketat pengendalian perusahaan juga sering kali berbeda


berdasarkan kekayaannya. Namun, perlunya kajian dari pegawai atau komite
yang kedudukannya tinggi atau bahkan dewan direktur tidak secara otomatis
menandakan bahwa pengendalian pratindakannya ketat. Banyak top manajer
yang sibuk, begitu juga komite modal, tidak meluangkan waktu untuk
memeriksa semua proposal pengeluaran dengan teliti, khususnya proposal
kecil. Mereka hanya memberikan stempel.

2.3.3 Akuntabilitas Tindakan

Pengendalian akuntabilitas tindakan menciptakan pengendalian ketat


seperti halnya pengendalian hasil yang ketat. Jumlah pengendalian yang
ditimbulkan dari pengendalian akuntabilitas tindakan tergantung pada
karakteristik definisi tindakan yang diinginkan (dan tidak diinginkan),
efektivitas sistem pelacakan tindakan, dan penguatan (imbalan atau hukuman)
yang idberikan.

2.3.4 Definisi Tindakan

Untuk mencapai pengendalian akuntabilitas tindakan yang ketat,


definisi tindakan harus sesuai, spesifik, dikomunikasikan dengan baik, dan
lengkap. Kesesuaian berarti bahwa pelaksanaan tindakan yang ditetapkan
dalam sistem pengendalian akan mengarah pada prestasi tujuan organisasi
yang sesungguhnya.
Pengendalian yang ketat dapat juga dipengaruhi oleh pembuatan
definisi tindakan yang spesifik dalam bentuk peraturan kerja (seperti larangan
minum alkohol selama bekerja) atau kebijakan (seperti persyaratan untuk
mendapat tiga penawaran yang bersaing sebelum melakukan pembelian), yang
berlawanan dengan hanya mengandalkan arahan yang kurang spesifik (seperti
menjalankan kebijakan yang baik atau memperlakukan rekan kerja dan
konsumen dengan hormat).

Pengendalian tindakan yang ketat juga tergantung pada pemahaman


dan penerimaan peraturan kerja, kebijakan, dan arahan oleh karyawan yang
perilakunya sedang dikendalikan. Jika karyawan yang terlibat tidak
memahami peraturan, kebijakan, atau arahan, mereka mungkin akan
meremehkan. Jika karyawan tidak menerima peraturan tersebut, mereka
mungin berusaha mencari cara untuk menghindarinya. Pemahaman dan
penerimaan tersebut dapat ditingkatkan melalui komunikais dan pelatihan dan
dengan memperbolehkan karyawan untuk berpartisipasi dalam pengembangan
peraturan, kebijakan, atau arahan.

Meskipun pengendalian tindakan yang ketat dapat diandalkan untuk


fungsi organisasi yang tepatpada lingkungan tertentu, seperti bank, fasilitas
tenaga nuklir, rumah sakit, dan rumah perawatan kesehatan kritis,
pengendalian tersebut tidak efektifdalam semua keadaan, seperti pada situasi
ketika tindakan yang diinginkan tidak dapat didefinisikan sepenuhnya karena
tugas yang kompleks dan memerlukan kebijakan yang atau kreatifitas. Ketika
tindakan yang diinginkan tidak dapat didefinisikan secara tepat, pengendalian
akuntabilitas tindakan tidak akan menghasilkan pengendalian yang ketat,
bahkan pengendalian tersebut mungkin akan menjadi kontraproduktif karena
mungkin akan membatasi penilaian professional, mengekang kreatifitas dan
menyebabkan penundaan keputusan dan lambatnya respons strategis terhadap
kondisi pasar yang berubah.

2.3.5 Pelacakan Tindakan

Pengendalian pada sistem pengendalian akuntabilitas tindakan juga


dapat dibuat lebih ketat dengan cara meningkatkan efektivitas sistem
pelacakan tindakan. Karyawan yang yakin bahwa tindakan mereka akan
diperhatikan secara tepat waktu, akan lebih kuat dipengaruhi oleh sistem
pengendalian akuntabilitas tindakan daripada karyawan yang merasa bahwa
kemungkinannya ”tertangkap” kecil.
Supervisi secara terus menerus adalah suatu metode pelacakan tindakan
yang ketat. Audit laporan tindakan yang detail merupakan metode lainnya
(contohnya kajian detail mengani laporan keuangan).

2.3.6 Penguatan Tindakan

Pengendalian dapat dibuat lebih ketat dengan membuat imbalan atau


hukuman menjadi lebih signifikan terhadap karyawan yang terlibat. Secara
umum, maknanya bervariasi secara langsung dengan ukuran penguatan.
Ketika imbalan (insentif) merupakan bentuk umum dari penguatan yang
diberikan oleh perusahaan dalam penetapan pengendalian hasil, hukuman
adalah hal umum dalam penetapan pengendalian tindakan karena hukuman
tersebut sering melibatkan pelanggaran karyawan terhadap peraturan dan
posedur. Seperti halnya imbalan, individu yang berbeda juga menunjukkan
reaksi yang berbeda terhadap hukuman yang sama, suatu tipe tindakan
disiplin yang siginifikan—pemecatan—tampaknya dipahami secara umum.

Contoh yang baik dari ketatnya pengendalian akuntabilitas tindakan


terdapat pada cara pengendalian tindakan pada perusahan penerbangan
komersial terhadap pilot mereka. Pilot diberikan daftar detail yang merinci
hamper semua tindakan yang dibutuhkan, tidak hanya untuk operasi norma,
tetapi juga untuk semua kemungkinan yang ada, seperti kegagalan mesin,
kebakaran, angina ribut, dan pembajakan. Pelatihan intensif juga membantu
memastikan bahwa prosedur telah dipahami, dan seringnya pemeriksaan dan
pembaruan juga membantu memastikan bahwa prosedur tersebut tetap ada
alam ingatan pilot. Pelacakan tindakan yang menyimpang dilakukan dengan
teliti dan tepat waktu karena semua pelanggaran yang potensial diperiksa
secara teliti oleh penginvestigasi yang objektif. Pada akhirnya, penguatan
menjadi signifikan karena pilot diancam dengan hukuman berat, termasuk
kehilangan pekerjaan, terlebih rasa takut kehilangan nyawa ketika terjadi
kecelakaan.

Bahkan sebagian besar spesifikasi detail tindakan dapat dilemahkan


dengan kurangnya pelacakan tindakan dan penguatan. Misalnya, peraturan
dan prosedur tidak akan diikuti apabila top manajemen tidak menunjukkan
perhatian agar peraturan dan posedur tersebut diikuti. Oleh Karena itu, agar
akuntabilitas tindakan menjadi ketat, semua elemen sistem pengendalian
tindakan harus di desain dengan tepat. Lebih lanjut, pengendalian tindakan
terlihat menghambat efisiensi. Dengan demikian, usaha reengineering yang
terfokus pada peningkatan efisiensi terkadang secara tidak hati-hati
merendahkan kajian pratindakan, segregasi, tugas, bukti tertulis, dan
rekonsiliasi yang tidak memberikan nilai tambah. Ketika pengendalian
mungkin tidak memberikan nilai tambah, pengendalian tersebut dapat
membantu mencegah hilangnya nilai perusahaan, bahkan dapat meningkatkan
nilai tersebut, dan diharapkan dapat mencegah kerugian yang mungkin timbul
dari skandal korupsi atau kecelakaan.

2.4 Ketatnya Pengendalian Personel/ Kultural

Pada beberapa situasi, SPM yang didominasi oleh pengendalian


personel/ kultural dapat juga di anggap ketat. Dalam organisasi sosial dan
volunter, pengendalian personel biasanya menunjukkan jumlah pengendalian
yang signifikan, sebagaimana kebanyakan volunter sangat puas hanya dengan
melakukan kebaikan, sehingga termotivasi untuk melakukannya dengan baik.
Pengendalian personel/ kultural yang ketat juga ada pada bisnis yang
berorientasi laba. Keberadaannya pada perusahaan keluarga yang kecil
merupakan hal yang umum ketika pengendalian personel/ kultural mungkin
menjadi efektif karena adanya rasa saling melengkapi atau kesesuaian antara
keinginan organisasi dan keinginan individu yang ingin mereka capai.

Beberapa perusahaan menggunakan berbagai bentuk pengendalian


personel/kultural yang jika dikombinasikan akan menghasilkan pengendalian
yang ketat. Contohnya, pengendalian yang digunakan pada area produksi
Wabash National Corporation, produsen truk kontainer yang berlokasi di
Lafayette, Indiana, adalah;

 Walk and talk interview yang pelamarnya mulai mengamati kecepatan pabrik
yang tidak terkontrol.
 Rencana insentif kelompok, termasuk rencana pembagian laba yang
memberikan 10% pendapatan setelah pajak kepada karyawan dan rencana
pensiun yang didasarkan pada kontribusi margin laba.
 Pelatihan yang diperlukan: karyawan baru didorong dengan kuat untuk
mengambil dua kelas perbaikan wabash yang telah ditentukan pada waktu
yang mereka tentukan sendiri dan diberi imbalan berupa kenaikan gaji.
Supervisor hanya akan dipromosikan setelah mereka megambil kelas khusus
dan lulus tes.

Kinerja di Wabash secara konsisten telah terkenal sejak perusahaan didirikan.


Seorang eksekutif yang baru-baru ini mengunjungi Wabash mengatakan
bahwa, “saya tidak pernah melihat tenaga kerja yang termotivasi.”
Namun, dalam banyak kasus, tingat pengendalian pada pengendalian
personel/kultural kurang ketat. Pada banyak perusahaan, rasa saling
melengkapi antara tujuan individu dan organisasi lebih kecil daripada di
perusahaan keluarga. Karakteristik itu juga tidak stabil. Perbedaan antara
tujuan individu dan organisasi sering kali datang tak terduga. Sebagaimana
hasil survei oleh KPMG Forensic mengatakan, “ciri khas penipu perusahaan
adalah eksekutif laki-laki yang terpercaya yang melakukan lebih dari 20
tindakan penipuan selama lima tahun atau lebih”. Jelasnya, perusahaan
ironisnya tidak boleh sepenuhnya menaruh kepercayaan pada karyawan yang
“terpercaya”, meskipun mereka tampaknya tidak pernah menunjukkan tanda-
tanda ketidakjujuran dan berhubungan baik dengan koleganya. Tahapan yang
mungkin diambil untuk meningkatkan kekuatan pengendalian personel sulit
diperkirakan dan secara potensial tidak reliabel. Faktor-faktor seperti
pendidikan, pengalama dan kepribadian tidak selalu dapat memprediksi
kinerja di masa yang akan datang.

Di sisi lain, pengendalian kultural sering kali lebih stabil. Budaya


organisasi bisa menjadi kuat karena mereka berasal dari kepercayaan dan nilai
yang dimiliki secara mendalam dan tersebar luas.electronic Data System,
Hewlett-Packard, Johnson & Johnson, Motorola, Nordstrom, The Walt Disney
Company, WalMart, Nike, dan Procter & Gamble adalah beberapa perusahaan
yang secara umum dianggap memiliki budaya yang kuat. Namun, banyak
perusahaan besar memiliki budaya yang lemah karena perbedaan dan dispersi
karyawan, beberapa disebabkan oleh merger dari entitas yang tidak sama, dan
juga karen kurangnya pelatihan dan penguatan yang dibutuhkan untuk
menanamkan dan menjaga budaya yang kuat.

Kecuali perusahaan dengan budaya yang kuat, pengendalian yang ketat tidak
dapat dipengaruhi dengan penggunaan pengendalian personel/ kultural
sendiri. Perusahaan bisa cepat jatuh jika permintaan, kesempatan, atau
kebutuhan berubah, dan mereka sedikit atau tidak memberikan tanda
kegagalan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada beberapa perusahaan, memperketat pengendaliannya dengan


mengganti pengendalian personel dengan insentif berbasis kinerja yang “tidak
terpengaruh perasaan” (pengendalian hasil). Perusahaan lainnya memperketat
pengendalian dengan tidak menekankan pada pengendalian hasil, tetapi
menekankan pada kajian detail pratindakan (pengendalian tindakan). Akan
tetapi, manajer tidak hanya terbatas pada bekerja dengan karakteristik satu
bentuk pengendalian atau mengganti satu dengan yang lain. Untuk
memperketat pengendalian, perusahaan baru sering mendasar pada berbagai
bentuk pengendalian dan menyesuaikan satu dengan yang lain. Selanjutnya,
pengendalian tersebut menguatkan satu sama lain atau saling melengkapi,
sehingga bias saling mengisi, yang kombinasinya menciptakan pengendalian
ketat pada seluruh faktor penting keberhasilan perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA

A. Merchant, Kenneth, dan Wim A. Van der Stede. 2014. Sistem Pengendalian
Manajemen Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai