Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENGENDALIAN HASIL

Diajukan sebagai upaya untuk melengkapi tugas mata kuliah Sistem


Pengendalian Manajemen

Dosen Pengampu : Dr. Alfiati Silfi, S.E., M.Si., Ak., CA

Disusun oleh:

RUDI SAPUTRA (2002112607)


MUHAMMAD FAJAR RIZALDI (2002112910)
SILVI EKA PUTRI (2002126333)

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pengendalian
Hasil”. Ucapan terimakasih tak lupa pula Penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuannya sehingga makalah ini dapat disusun sesuai yang diharapkan dan tepat
waktu.
Adapun tujuan makalah ini penulis buat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Sistem Pengendalian Manajemen yang diampu oleh Ibu Dr. Alfiati Silfi, S.E., M.Si., Ak., CA.
Selain tujuan tersebut, makalah ini disusun sebagai bahan bacaan bagi Penulis dan Pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu,
Penulis mengharapkan saran, kritik, maupun komentar dari Pembaca untuk menjadi alat perbaikan
supaya kedepannya Penulis dapat menyusun makalah dengan baik.
DAFTAR ISI

BAB I .............................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
B. Rumusan masalah ............................................................................................................................. 4
C. Tujuan ................................................................................................................................................ 5
BAB II ............................................................................................................................................................ 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................ 6
KELAZIMAN PENGENDALIAN HASIL ................................................................................................. 7
PENGENDALIAN HASIL DAN MASALAH PENGENDALIAN .......................................................... 9
ELEMEN PENGENDALIAN HASIL ........................................................................................................ 9
KONDISI YANG MENENTUKAN EFEKTIVITAS PENGENDALIAN HASIL ............................... 14
BAB III STUDI KASUS ............................................................................................................................ 21
BAB IV KESIMPULAN ............................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 25
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menghadapi lingkungan pekerjaan yang semakin dinamis dan terus berubah, maka
organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri. Jika tidak maka bersiaplah organisasi tersebut
untuk mati. Hal ini adalah konsekuensi hidup pada saat ini yang termasuk pada zaman ketik-
sinambungan, persaingan antar organisasi selalu berubah. Ekonomi global membawa pesaing yang
datang dari berbagai tempat.

Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang dapat berubah untuk menghadapi
persaingan, mereka akan tangkas, mampu secara cepat mengembangkan inovasi-inovasi baru dan
siap menghadapi persaingan baru. Akan tetapi perubahan dilakukan melalui berbagai pemikiran
terlebih dahulu.

Perubahan memiliki arti Membuat sesuatu menjadi lain. Melakukan perubahan haruslah
dengan rencana yang matang, Perubahan terencana disini maksudnya adalah kegiatan perubahan
yang sengaja dan berorientasi pada tujuan. Adapun beberapa tujuan perubahan adalah :

1. Perubahan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri


terhadap perubahan lingkungan.
2. Perubahan mengupayakan perilaku karyawan.

Pertanyaan berikutnya adalah siapakah yang melakukan perubahan ? Yang melakukan


perubahan adalah agen perubahan. Agen Perubahan adalah orang yang bertindak sebagai katalis
dan memikul tanggung jawab mengelola kegiatan perubahan yang dapat berupa : Manajer,
Karyawan atau konsultan luar.

Dikaitkan dengan konsep ‘globalisasi’, maka Michael Hammer dan James Champy
menuliskan bahwa ekonomi global berdampak terhadap 3C, yaitu Customer, Competition, dan
Change. Pelanggan menjadi penentu, pesaing makin banyak, dan perubahan menjadi konstan.
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa
dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu
manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik
positif.

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana perkembanagan teknologi sebagai pemicu perubahan dalam manajemen.
2. Bagaimana kreativitas dan inovasi dalam manajemen.
3. Bagaimana perubahan terencana dalam manajemen.
4. Bagaimana pengembangan organisasi dalam manajemen

C. Tujuan
1. Mengetahui perkembangan teknologi sebagai pemicu perubahan.
2. Mengetahui kreativitas dan inovasi dalam manajemen.
3. Mengetahui apa itu perubahan terencana.
4. Mengetahui apa itu pengembangan organisasi.
BAB II
PEMBAHASAN

PENGENDALIAN HASIL

Jika diminta untuk berpikir mengenai kekuatan yang mampu untuk memengaruhi perilaku
dalam perusahaan, sebagian besar orang awalnya mungkin akan berpikir mengenai pembayaran-
untuk kinerja, yang tidak diragukan sebagai sebuah motivator yang efektif. Sebagai contoh, Thor
Industries. perusahaan besar yang bergerak dalam bidang manufaktur kendaraan rekreasi, Wade
Thompson. sebagai CEO, dikenal sebagai perusahaan yang berhasil dalam sistem kompensasi
insentif. Antara lain, perusahaan membagi 15% dari keuntungan sebelum pajak pada manajer tiap-
tiap divisi, karena, Thompson menjelaskan, "Saya ingin setiap orang di perusahaan kami merasa
senang dan merasa memiliki bisnis ini, bisnis ini dalam kendali mereka. Jika mereka tidak
memiliki kinerja, mereka tidak akan mendapat gaji yang cukup. Jika mereka berlaku demikian,
tidak ada penghargaan untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Memang, Vicky Wright, direktur
utama Hay Group, sebuah perusahaan konsultan penggajian, berargumen: Banyak perusahaan
pada daftar Most Admired (daftar perusahaan tahunan yang dikeluarkan oleh Fortune) memiliki
CEO yang memahami bahwa pengukuran kinerja merupakan segalanya. Ini tentang belajar
bagaimana memotivasi orang-bagaimana menghubungkan pengukuran kinerja terhadap upah.

Pembayaran-untuk-kinerja adalah sebuah contoh menonjol dari tipe pengendalian yang


dapat disebut sebagai pengendalian hasil karena melibatkan pemberian imbalan pada karyawan
untuk hasil yang bagus. Krisis keuangan saat ini telah menghilangkan sistem pembayaran-untuk
kinerja, khususnya pada perbankan, ke dalam batuan yang tajam, di mana dibandingkan
memproduksi hasil yang bagus, sistem pembayaran-untuk-kinerja di mana disebut untuk
memperoleh "budaya bonus" dari keserakahan dan short-termism. Namun, sebagai akibat dari
krisis keuangan, US Treasury Secretary Tim Geithner tidak melakukan pembayaran yang
didasarkan pada sistem pembayaran-untuk-kinerja; daripada yang digembor-gemborkannya pada
Kongres untuk meloloskan desain peraturan untuk menghubungkan kompensasi eksekutif lebih
dekat dengan istilah kinerja. "Kompensasi seharusnya dikaitkan dengan kinerja dengan tujuan
untuk menghubungkan insentif dari eksekutif dan karyawan lain dengan nilai jangka panjang yang
diciptakan," kata Geithner.

Hasil pengendalian dari variasi pembayaran-untuk-kinerja meningkat penggunaannya


dalam sektor nonprofit. Sebagai contoh, National Health dan Hospitals Reform Commission di
Australia berargumen bahwa sistem pembayaran-untuk-jasa pada diskon dalam pelayanan
kesehatan sering kali gagal untuk mempromosikan pelayanan pengobatan yang paling efektif
karena dokter memperoleh pembayaran untuk setiap konsultasi atau tindakan klinis tanpa
memerhatikan apakah pasiennya sembuh atau tidak.

Perlu diperhatikan bagaimana merubah sistem ini, Komisi merekomendasikan untuk


menghubungkan pembayaran dokter dan perawat sebagai tolok ukur bagaimana mereka
memperlakukan pasien, atau seberapa cepat mereka datang." Meski terjadi peningkatan penekanan
pada pembayaran-untuk-kinerja dalam berbagai konteks imbalan dapat dihubungkan dengan hasil
melebihi kompensasi dalam bentuk uang Imbalan lain yang dapat digunakan untuk mengaitkan
pengukuran kinerja termasuk keamanan kerja, promosi, otonomi keuntungan pekerjaan, dan
pengakuan.

KELAZIMAN PENGENDALIAN HASIL

Pengendalian hasil biasanya digunakan untuk mengendalikan perilaku karyawan pada


berbagai tingkatan organisasi. Mereka membutuhkan elemen dalam pendekatan pemberdayaan
karyawan oleh manajemen. yang telah menjadi trend manajemen utama mulai tahun 1990-an.
Pengendalian hasil umumnya didominasi pengertian pengendalian perilaku dari karyawan
profesional dengan kekuasaan keput seperti manajer. Pakar rekayasa ulang Michael Hammer
mendefinisikan istilah profesional sebagai "seseorang yang bertanggung jawab terhadap
pencapaian haill dibandingkan dengan pengerjaan tugas. Pengendalian hasil konsisten dengan, dan
membutuhkan, implementasi dari bentuk desentralisasi organisasi dengan perluasan perwujudan
otonomi atau pusat pertanggungjawaban. Sebagai contoh, pelopor banis Alfred Sloan
mengobservasi untuk mencari cara dalam melatih pengendalian yang efektif pada seharuh
perusahaan, tetapi belum mendukung filosof desentralisasi. Pada General Motors (dan sejumlah
perusahaan lain yang terka). pengendalian hasil di bawah kepemimpinan Sloan telah membangun
return on investment (800) sebagai pengukuran kinerja. Dengan menggunakan tipe sistem
pengendalian, manajemen perusahaan dapat meringkas dan menilai efektivitas berbagai bagian
dalam organisasi sementara tetap hidup dengan eksekus aktual dari kegiatan operasi unak
mempertanggungjawabkan kinerja seluruh bagian-kesatuan manajer.
Pada tahun 2010. Sanofi-Aventis, sebuah perusahaan farmasi besar, membagi sumber dayanya
yang besar secara desentralisasi berdasarkan unit jenis penyakit, tiap departemen memiliki bidang
penelitian dan pengembangan sendiri, bagian peraturan, pemasaran, dan penjualan--sebuah
rencana didesain untuk mengidentifikasikan obat yang lebih memberikan harapan lebih cepat dan
mengurangi kegagalan yang tidak berguna sebelum sejumlah besar dana dibelanjakan pada hal
tersebut. Seorang ahli industri mencatat bahwa "(model dari) unit yang benar-benar independen,
beroperasi di bawah payung perusahaan induk. (membentuk) sebuah pecahan model bisnis
farmasi tradisional yang besar, dan mewakili kepentingan perusahaan dalam menduplikasi
fleksibilitas dan efisiensi biaya dari perusahaan bioteknologi kecil dan perusahaan yang
menyerupai bioteknologi"" Dengan membangun akuntabilitas untuk semua hasil entitas yang
terintegritas penuh, sehingga kesatuan manajer terdekat dalam bisnis tersebut membuat pertukaran
dan mengambil tanggung jawab pada seluruh anggaran, perusahaan bertujuan untuk menanamkan
"budaya kinerja yang mendorong baik disiplin (efisiensi) dan daya tanggap yang lebih besar
terhadap kebutuhan bisnis lokal (fleksibilitas).

Dengan kata lain, desentralisasi mencoba untuk mereplika "model entrepreneurial" dalam
tipe perusahaan yang lebih besar, tempat seluruh manajer diberi kekuasaan untuk memutuskan,
tetapi kemudian mempertanggungjawabkan hasil dari keputusan yang dibuat tersebut. Paul
O'Neill, pemimpin Alcoa waktu itu, dan kemudian US Treasury Secretary pada masa kepresidenan
George W. Bush yang pertama, menyimpulkan idenya sebagai berikut:

“Kita tidak akan dapat berhasil jika kita bersikeras menggunakan manajemen tradisional perintah-
dan sistem pengendalian, di mana ribuan orang percaya bahwa mereka hanya bertanggung jawab
terhadap pada apa yang mereka katakan untuk mereka lakukan."

Sama halnya, ketika Nick Reily menjadi CEO pada akhir tahun 2009 dari Opel yang berada
dalam masalah, perusahaan manufaktur mobil Jerman milik General Motor, dia mengumumkan
bahwa dia berkeinginan untuk mendorong semangat kewirausahaan di Opel dengan lebih banyak
mendelegasikan keputusan pada pemimpin wilayah dan mengurangi gaya birokrasi GM dari
manajemen sentralisasi yang mendorong budaya "debilitating culture of passing the buck". "Hal
ini tampak jelas tetapi bukan cara GM mengelola dan ada beberapa hal yang membingungkan
mengenai siapa yang dapat dipercaya." katanya. "Dari lini pendapatan teratas sampai lini profit
paling bawah, sekarang merupakan tanggung jawab dari direktur manajer seluruh bagian.""
PENGENDALIAN HASIL DAN MASALAH PENGENDALIAN

Pengendalian hasil menyediakan beberapa manfaat tipe pencegahan Hasil yang


didefinisikan denga baik akan memberi informasi pada karyawan apa yang diharapkan dari mereka
dan mendorong mereka untuk melakukan tindakan yang dapat mengeluarkan hasil yang dinginkan.
Dengan cara ini, pengendalian hasil mengurangi potensi kurangnya pengarahan Pengendalian hasil
juga dapat menjadi efektif khususnya terkait dengan masalah motivasi. Meski tanpa arahan
langsung per atau intervensi dari level yang lebih atas, pengendalian hasil menyebabkan karyawan
berperilaku untuk memaksimalkan peluang mereka dalam mendapatkan hasil yang diinginkan oleh
organa Pengarah. Motivasi muncul khususnya ketika insentif untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan juga memajukan imbalan pribadi bagi karyawan sendiri. Akhirnya, pengendalian hasil
juga dapat mengurangi keterbatasan individual. Karena pengendalian hasil biasanya menjanjikan
imbalan bagi mereka yang memiliki kinerja bagus, mereka dapat membantu organisasi untuk
menarik dan menahan karyawan yang percaya diri dengan kemampuan mereka. Pengendalian hasil
juga mendorong karyawan untuk mengembangkan bakatnya dalam memposisikan dirinya untuk
memperoleh hasil--tergantung dari imbalan.

Pengukuran kinerja sebagai bagian dari pengendalian hasil juga menyediakan beberapa hal
nonmotivasi, tipe-deteksi pengendalian manfaat dari cybernetic (feedback) yang alami, seperti
yang tertera pada Bab 1. Pengukuran hasil membantu organisasi menjawab pertanyaan tentang
bagaimana berbagai strategi, entitas organisasi, dan karyawan bertindak. Jika kinerja gagal dan
tidak sesuai dengan yang diharapkan, organisasi dapat mengganti strategi, proses, atau karyawan.
Penelitian dan intervensi ketika kinerja menyimpang dari yang diharapkan adalah esensi dari
pendekatan manajemen management-by-exception, yang biasa digunakan pada perusahaan besar.

ELEMEN PENGENDALIAN HASIL


Implementasi dari pengendalian hasil melibatkan empat tahapan: (1) mendefinisikan
dimensi-dimensi dari hasil yang diinginkan; (2) mengukur kinerja dari dimensi yang telah dipilih:
(3) menentukan target kinerja karyawan pada tiap-tiap ukuran pencapaian; dan (4) menyediakan
imbalan bagi pencapaian target dan mendorong perilaku yang akan membawa pada hasil yang
diinginkan. Meski tahapan tahapan mudah untuk dicatat menjadi daftar, tetapi menerapkannya
secara efektif, dapat menjadi sangat menantang.
1. Dimensi kinerja
Mendefinisikan dimensi kinerja yang benar merupakan hal yang menantang dan
melibatkan keseimbangan tanggung jawab organisasi pada semua pemegang kepentingan,
termasuk pemilik (pemilik modal), pemberi pinjaman, karyawan, pemasok, konsumen, dan
masyarakat luas. Seharusnya satu-satunya tujuan perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan
pemegang kepentingan, atau seharusnya juga, meski tidak utama, berfokus pada konsumen atau
karyawan?" Apakah fokus kinerja tersebut saling terpisah atau lebih saling menguatkan? Dari
mana dimensi kinerja seperti inovasi dan keberlanjutan berasal? Dan sebagainya.

Mendefinisikan dimensi kinerja yang diinginkan mungkin sama menantangnya, sama


pentingnya dengan pemilihan pengukuran kinerja yang sebangun atau selaras dengan dimensi
kinerja yang dipilih karena tujuan yang di tentukan dan pengukuran yang dibuat akan membentuk
pandangan karyawan mengenai hal yang dianggap penting. Atau dengan kata lain, apa yang Anda
ukur itulah yang Anda dapat Sebagai contoh, perusahaan mungkin mendefinisikan salah satu dari
dimensi kinerja yang diinginkan menjadi penyusunan nilai pemegang kepentingan, di mana
sekarang pengukuran kinerja diartikan sebagai laba akuntansi (accounting profit). Hal ini
menyiratkan bahwa karyawan untuk mencoba meningkatkan pengukuran kinerja (dalam contoh
ini, laba akuntansi) tanpa memerhatikan apakah berkontribusi atau tidak berkontribusi terhadap.

Sama halnya dengan, perusahaan mungkin memiliki tujuan untuk mengembangkan inovasi, tetapi
perusahaan berakhir pada pengukuran hak cipta yang diajukan. Kecemasan untuk
mengembangkan invasi, banyak perusahaan menawarkan insentif kepada karyawannya untuk
memunculkan ide-de yang dapat dipatenkan, dan dengan demikian insentif mungkin dapat
memberikan hasil sehingga jumlah pengajuan hak paten dapat meningkat. Tetapi seperti Tony
Chen, seorang pengacara hak paten bersama Jones Day di Shanghai mencatat "paten sesuatu yang
mudah untuk di diarsipkan, tetapi batu permata (bisa jadi) sulit untuk ditemukan dari dalam
segudang sampah. Memang, apa yang Anda ukur mungkin saja itu yang Anda dapat.

Pentingnya penyesuaian masalah ini juga terjadi secara umum pada organisasi nonprofit.
Sebagai contoh, sebuah studi oleh UK Home Office menemukan bahwa perdagangan yang
terorganisir sebagai sebuah "industri yang berkembang yang "membuat keuntungan besar
menghimpun keuntungan yang schat dengan sedikit risiko yang terdeteksi. Studi ini
menyampaikan bahwa salah satu alasan untuk hal tersebut adalah tidak jelasnya target kinerja yang
harus dipenuhi oleh polisi. Untuk memecahkan tingginya jumlah kejahatan sederhana seperti
pencurian kecil dan pencurian di rumah-rumah merupakan hal yang mudah dan murah
dibandingkan dengan keluaran jangka panjang dan kerja polisi yang mahal yang dibutuhkan untuk
melakukan tindakan yang keras terhadap lingkaran perdagangan. Meskipun tujuannya adalah
untuk mengurangi kejahatan, hasilnya mungkin para penjahat tersebut akan dibiarkan bebas "

Karenanya, bukan hanya perusahaan yang perlu untuk menentukan apa yang diinginkan,
mereka juga harus memastikan bahwa pengukurannya mengenal dimensi kinerja yang diinginkan
sesuai dengan mereka. Jika mereka tidak sesuai, pengendalian hasil mungkin cenderung
mendorong karyawan untuk memproduksi hasil yang tidak diinginkan.

2. Pengukuran kinerja
Pengukuran kinerja biasanya bervariasi di seluruh level organisasi. Pada level organisasi
yang lebih tinggi, sebagian besar dari hasil yang penting didefinisikan dalam pasar yang baik
(seperti harga saham) dan/atau keuangan (seperti return on equity-ROE). Pada tingkat manajer
yang lebih rendah, pada lain, biasanya akan dievaluasi dari pengukuran operasional yang lebih
terkontrol pada tingkat lokal. Hasil penting bagi manajer yang bertugas di pabrik, sebagai contoh,
mungkin merupakan kombinasi pengukuran yang difokuskan pada efisiensi produksi,
pengendalian persediaan, kualitas produk, dan waktu pengiriman barang Variasi penggunaan
pengukuran kinerja keuangan dan operasional antara level manajemen tertinggi dan level terendah
menciptakan sebuah ketergantungan dalam hierarki manajemen. Beberapa hal penting pada level
menengah dalam organisasi, sering kali pada level pusat keuntungan, manajer harus
menerjemahkan tujuan keuangan ke dalam tujuan operasional. Tujuan utama manajer adalah
mendefinisikan dengan pengukuran keuangan, sehingga mereka mengomunikasikan dengan para
atasannya, terutama dalam istilah keuangan. Tetapi karena ukuran bawahan mereka menggunakan
ukuran operasional, komunikasi mereka dengan bawahan juga dilakukan terutama dalam istilah
operasional.

Jika manajer mengidentifikasi lebih dari satu ukuran hasil yang diberikan kepada
karyawan, mereka harus memberi bobot pada masing-masing pengukuran sehingga penilaian
mengenal kinerja dalam tiap-tiap hasil dapat dikumpulkan dalam evaluasi secara menyeluruh.
Pembobotan dapat ditambahkan Sebagai contoh, 60% dari seluruh evaluasi didasarkan pada return
on asset (ROA) dan 40% didasarkan pada pertumbuhan penjualan Pembobotan dapat juga
dikalikan. Sebagai contoh, Browning-Ferris Industries mengalikan skor pencapaian keuntungan
dan tujuan pendapatan dengan member or yang didasarkan pada penilaian terhadap tanggung
jawab lingkungan. Jika skor tanggung sewab lingkungan kurang dan 70%, penggandanya menjadi
nel, tidak menghasilkan bonus Sering kali organisasi membuat pembobotan pengukuran kinerja
secara eksplit pada karyawan. Akan terapi, pembobolan bersifat parsial atau seluruhnya impuit,
seperti ketika evaluasi kinerja dilakukan secara subjektif. Meninggalkan pembobotan implisit akan
mengaburkan komunikasi kepada karyawan mengenai hasil apa yang penting. Karyawan dibiarkan
untuk mengambil kesimpulan mengenai hasil apa yang paling berpengaruh terhadap keseluruhan
evaluasi.

3. Pengaturan target kinerja


Target kinerja merupakan elemen penting lainnya dalam pengendalian hasil karena
memengaruhi tindakan dalam dua cara. Pertama, meningkatkan motivasi dengan menyediakan
tujuan yang jelas bagi karyawan untuk dicapai. Sebagian besar orang lebih suka diberikan target
yang spesifik untuk dicapai, dibandingkan dengan hanya diberi pernyataan yang tidak jelas seperti
"lakukan yang terbaik atau "bekerjalah pada kecepatan yang wajar. Kedua, target kinerja membuat
karyawan dapat menilai kinerja mereka sendiri. Orang tidak akan memberikan respons sebagai
umpan balik kecuali mereka dapat menginterpretasikannya, dan bagian penting dari interpretasi
melibatkan perbandingan kinerja aktual relatif terhadap target. Target membedakan kinerja yang
baik dan burak. Kegagalan untuk mencapai target memberi sinyal perlunya perbaikan.

Contoh berikut menggambarkan kedua poin yang sudah disebutkan sebelumnya. Maria
Giraldo seorang perawat pada unit gawat darurat di Long Island Jewish Medical Center, biasa
dievaluasi dengan beberapa kriteria seperti kepemimpinan, penghormatan, dan seberapa baik dia
bekerja dengan orang lain. Beberapa tahun yang lalu, rumah sakitnya mengimplementasikan
sistem kinerja berbasis komputer baru yang membagi deskripsi kerjanya ke dalam tujuan
kuantitatif, seperti menjaga tingkat infeksi untuk unitnya agar rendah dan tingginya skor kepuasan
pasien, semua relatif dengan level target yang spesifik Sejak sistem baru diterapkan, pada saat
tinjauan diskusi tidak terpaku pada apa yang telah dilakukan oleh Ms. Giraldo. Dia memenuhi
targetnya atau tidak. Penjelasan mengenai pengukuran dan tujuan, dan pemeriksaan kembali
dihitung menggunakan angka yang mereka tentukan, hal ini telah merubah pandangan Nona
Giraldo mengenai keberhasilan dan apa yang dia butuhkan untuk dilakukan agar dapat mencapai
titik tertinggi dalam kariernya, segala sesuatu untuk hal yang lebih baik, dia memercayainya.

4. Pemberian imbalan
Imbalan atau insentif adalah elemen akhir dari sistem pengendalian hasil. Imbalan yang
termasuk dalam perjanjian insentif bisa dalam berbagai bentuk yang bernilai bagi karyawan,
seperti kenaikan gaji, bonus, promosi, keamanan kerja, penugasan, kesempatan pelatihan,
kebebasan, pengenalan, dan kekuasaan Hukuman adalah kebalikan imbalan. Hal ini merupakan
sesuatu yang tidak disukai oleh karyawan, seperti penurunan jabatan, penolakan oleh supervisor,
kegagalan dalam memperoleh imbalan yang didapatkan oleh teman kerja lain atau secara ekstrim,
diberi peringatan atau pemutusan hubungan kerja.

Organisasi dapat mendorong nilai yang memotivasi dari berbagai hubungan imbalan,
sebagai bentuk penilaian hasil yang diperoleh, yang dapat memengaruhi karyawan Sebagai contoh,
organ dapat menggunakan sejumlah imbalan katrinik. Mereka mendapatkan imbalan dalam bentuk
bantuan keuangan, misalnya dalam bentuk tunai maupun saham Mereka dapat menggunakan
imbalan yang bukan berbentuk uang seperti pemberitahuan kepada publik untuk karyawan yang
berkinerja tinggi dan penambahan concitas dalam mengambil keputusan. Alternatifnya, pada
entitas saat kinerja kurang balk atau buruk, mereka dapat diben peringatan dengan pengurangan
otoritas dalam mengambil keputi dan kekuasaan manajer dapat mengambil alih pengelolaan entitas
mereka atau mengurangi pendanaan proyek yang diusulkan.

Kekuatan memotivasi dari imbalan yang bersifat ekstrinsik maupun intrinsik dapat
dipahami dan beberapa hal teori motivasi yang telah dikembangkan dan dipelajari hampir selama
50 tahun, seperti teor pengharapan (expectancy theory). Teori pengharapan mendalilkan bahwa
kekuatan motivasi individu, at usaha, adalah suatu fungsi dari (1) angka harapan atau kepercayaan
mereka bahwa hasil tertentu akan diperoleh dari tindakan mereka (misalnya bonus untuk
peningkatan usaha); dan (2) valensi atau kekuatan preferensi mereka terhadap hasil. Akan tetapi,
valentai bonus tidak selalu terbatas pada nilai uang, tetap mungkin juga valensi pada jaminan hal-
hal bernilai yang lain, seperti status atau prestise." Organisasi seharusnya berjanji pada
karyawannya terkait imbalan yang disediakan, imbalan yang lebih memberi pengaruh motivasi
kuat, dalam biaya yang lebih efektif dengan cara yang memungkinkan. Namun, pengaruh motivasi
dari berbagai bentuk imbalan dapat sangat beragam tergantung selera dan kondisi pribadi
seseorang. Beberapa orang lebih tertarik pada penghargaan dalam bentuk uang hita langsung,
sedangkan yang lain lebih tertarik pada kenaikan manfaat pensiun mereka, peningkatan otonomi
atau peningkatan peluang promisi mereka. Selera mengenai imbalan juga bervariasi di berbagai
negara dengan sejumlah alasan, termasuk adanya perbedaan budaya dan peraturan pajak
penghasilan." Akan tetapi, jika organisasi dapat menyesuaikan sendiri kemasan bentuk imbalan
yang sesuai dengan preferensi individu karyawannya, mereka dapat menyediakan imbalan yang

lebih berarti dengan biaya yang lebih efisien. Namun, merancang imbalan untuk individu atau
kelompok kecil di dalam organisasi yang besar tidaklah mudah untuk dilakukan. Sistem
perancangan akan cenderung kompleks dan mahal dalam pengelolaannya. Ketika
implementasinya buruk, hal tersebut dapat dengan mudah menyebabkan munculnya persepsi
karyawan mengenai ketidakadilan dan berpotensi mendapatkan pengaruh yang berlawanan dari
yang dimaksudkan penurunan motivasi dan semangat karyawan yang buruk.

KONDISI YANG MENENTUKAN EFEKTIVITAS PENGENDALIAN HASIL


Meski merupakan bentuk pengendalian yang penting di dalam banyak organisasi,
pengendalian hasil tidak selalu dapat digunakan secara efektif. Pengendalian hasil bekerja dengan
baik hanya ketika seluruh kondisi berikut ada di dalam perusahaan:

• Organisasi dapat menentukan hasil apa yang diinginkan di dalam wilayah yang dapat
dikendalikan
• Karyawan yang tindakannya dikendalikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
hasil yang mereka pertanggungjawabkan.
• Organisasi dapat mengukur efektivitas hasil.

1. Pengetahuan Dari Hasil Yang Diinginkan


Agar pengendalian hasil dapat digunakan, perusahaan harus tahu hasil apa yang diinginkan
dalam wilayah yang mereka harapkan dapat dikendalikan, dan mereka juga harus
mengomunikasikan efektivitas hasil yang diinginkan dari pekerjaan karyawan pada bagian
tersebut. Hasil yang diinginkan, yang berarti lebih dari hasil kualitas yang diwakili oleh
pengukuran hasil, kurang di sukai karena segala sesuatu dianggap setara.

Seperti sudah disinggung sebelumnya, orang mungkin berpendapat bahwa (salah satu)
tujuan utama pada organisasi laba adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Akan
tetapi, tidak berarti hanya sekedar berdasarkan hal tersebut, karena tujuan secara keseluruhan harus
dipahami, hasil yang diinginkan juga harus diketahui oleh semua yang berada di tingkat menengah
atau di tingkat bawah dalam organisasi. Pemilahan tujuan organisasi secara keseluruhan ke dalam
harapan-harapan yang spesifik bagi seluruh karyawan yang lebih rendah dalam hierarki sering kali
sulit. Setiap bagian yang berbeda dalam organisasi akan menghadapi pengorbanan yang berbeda.

Sebagai contoh, manajer pembelian menciptakan nilai dengan pengadaan kualitas yang baik,
biaya rendah karena bahan baku yang tepat waktu. Ada tiga area hasil (kualitas, biaya, dan
penjadwalan) yang sering kali berlawanan satu sama lain, dan tujuan organisasi secara keseluruhan
adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham yang tidak banyak memberi petunjuk dalam
pembuatan pengorbanan. Pentingnya hasil dari masing-masing bagian mungkin akan bervariasi
sepanjang waktu dan antarbagian dalam organisasi hal ini tergantung pada kebutuhan dan strategi
yang berbeda. Sebagai contoh. sebuah perusahaan (atau entitas) kekurangan uang tunai mungkin
ingin meminimalkan jumlah persediaan yang ada, dengan lebih mempertimbangkan untuk
membuat penjadwalan sebagai pertimbangan yang lebih dominan. Sebuah perusahaan (atau
entitas) dengan strategi cost leadership akan menekankan pada pertimbangan biaya. Sebuah
perusahaan (atau entitas) yang mengejar kesan kualitas produk yang unik atau strategi diferensiasi
mungkin akan menekankan pada pemenuhan atau melampaui spesifikasi material yang dibeli.
Sehingga, untuk memastikan tindakan manajer dalam melakukan pembelian yang benar,
pemesanan atau pembobotan terpenting atas ketiga area hasil tersebut harus dibuat jelas.

Jika area yang di pilih salah, atau jika area yang di pilih benar tetapi salah dalam melakukan
pembobolan, kombinasi pengukuran hasil tidak lagi selaras dengan tujuan organisasi yang
diharapkan. Penggunaan rangkaian pengukuran hasil yang tidak selaras mungkin akan memotivasi
karyawan untuk melakukan tindakan yang salah. Pada rangkaian sebelumnya, misalnya petunjuk
pertimbangan biaya yang buruk mungkin akan merusak reputasi kualitas yang dihasilkan
perusahaan.

2. Kemampuan Untuk Memengaruhi Hasil Yang Diinginkan (Pengendalian)


Kondisi kedua yang dibutuhkan untuk pengendalian hasil menjadi efektif adalah bahwa
karyawan memiliki perilaku yang dikendalikan seharusnya dapat memberi pengaruh pada hasil
secara material dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Prinsip pengendalian adalah salah satu
prinsip utama akuntansi pertanggungjawaban.

Dasar pemikiran utama di balik prinsip pengendalian adalah pengukuran hasil berdaya
guna hanya pada batasan jika informasi mengenai tindakan yang diinginkan atau keputusan yang
akan diambil telah tersedia. Jika bagian hasil secara total tidak dapat dikendalikan, pengukuran
hasil tidak mengungkapka apa pun mengenal tindakan apa atau keputusan apa yang diambil.
Sebagian pengendalian mempersul dalam pengambilan kesimpulan dari hasil pengukuran,
meskipun tindakan atau keputusan yang diamb tidak bagus.

Pada sebagian besar situasi organisasi, tentu saja, sejumlah faktor yang tidak terkendali
atau sebagian faktor yang tidak terkendali berpengaruh terhadap pengukuran yang digunakan
untuk mengevaluasi kinerja. Pengaruh yang tidak terkendali tersebut menghambat usaha
penggunaan pengukuran hal dalam tujuan pengendalian. Sebagai konsekuensinya, hal tersebut
menjadi sulit dalam menentukan apakah pencapaian hasil disebabkan oleh tindakan atau keputusan
yang diambil, atau lebih tepatnya, untuk faktor yang tidak terkendali. Tindakan dan keputusan
yang bagus tidak selalu memberikan hasil yang bagus. Tindakan atau keputusan yang buruk akan
sama-sama mengaburkan.

Dalam situasi ketika banyak pengaruh besar yang tidak terkontrol memengaruhi
ketersediaan pengukuran hasil, pengendalian hasil menjadi tidak efektif. Manajer tidak dapat
terlepas dari tanggung jawabnya untuk merespons faktor lingkungan yang relevan, tetapi jika
faktor tersebut sulit untuk dipisahkan dari pengukuran hasil, pengendalian hasil tidak memberikan
informasi yang baik untuk mengevaluasi kinerja atau untuk memotivasi perilaku yang baik.

3. Kemampuan Untuk Mengukur Efektivitas Hasil Yang Dapat Dikendalikan


Kemampuan untuk mengukur efektivitas hasil yang dapat dikendalikan adalah kendala
terakhir yang membatasi kemungkinan dari pengendalian hasil. Sering kali, hasil yang dapat
dikendalikan dari keinginan organisasi dan karyawan terkait dapat berpengaruh, yang tidak dapat
diukur secara efektif Pada hampir semua situasi, ada sesuatu yang dapat diukur-tetapi, terkadang
bidang hasil utama tidak dapat diukur secara efektif.

Kriteria penting yang seharusnya digunakan untuk menilai efektivitas pengukuran hasil
adalah kemampuan untuk membangkitkan perilaku yang diinginkan. Jika pengukuran
menimbulkan perilaku yang benar dalam situasi tertentu-yaitu, jika pengukuran dapat dikatakan
menjadi selaras dengan bidang hasil yang diinginkan-kemudian hal ini menjadi pengukuran
pengendalian yang bagus. Jika pengukuran tidak demikian, maka menjadi salah satu pengukuran
yang buruk, meskipun pengukuran dilakukan secara akurat, merefleksikan kuantitas yang diwakili:
demikian pula, meskipun jika pengukuran hanya memiliki kesalahan kecil.
Untuk membangkitkan perilaku yang benar, sebagai tambahan agar menjadi selaras dan
terkenal pengendalian hasil harus tepat, objektif, tempat waktu, dan dapat dipahami. Dan bahkan
ketika sebuah pengukuran memiliki semua kualitas tersebut, pengukuran juga harus menggunakan
biaya secara efisien yaitu biaya pengembangan dan penggunaan pengukuran seharusnya juga
diperhatikan.

• Ketepatan

Dalam pengukuran, mau tidak mau, pasti terdapat kesalahan, beberapa acak, beberapa
sistematis. Kesalahan membuat pengukuran menjadi tidak akurat. Akurasi pengukuran merujuk
pada tingkat kedekatan pengukuran dari jumlah terhadap nilai yang sesungguhnya (benar).
Ketepatan adalah tingkat di mana pengukuran yang diulang pada situasi yang hampir sama
menunjukkan hasil yang sama, jika hal ini terjadi. pengukuran dapat dikatakan reliabel.
Penggunaan bullseye analogy, akurasi menggambarkan kedekatan dari anak panah (pengukuran)
terhadap target (nilai yang benar). Ketika semua anak panah mengelompok erat bersama-sama,
kelompok anak panah (pengukuran) akan dilihat dari ketepatan-nya karena semua anak panah
tersebut menuju pada sasaran yang sama, bahkan jika tidak selalu dekat pada bullseye.

Pengurangan kesalahan sistematis (atau bias) meningkatkan akurasi tetapi tidak merabah
presisi Akan tetapi, tidak mungkin dapat mencapai akurasi dalam pengukuran tanpa adanya presisi:
yaitu ketika pengukuran berisi kesalahan secara acak atau, ketika pengukuran tersebut tidak
reliabel. Dengan kata lain, dan dalam bullseye analogy, jika anak panah tidak mengelompok
dengan jarak yang dekat satu sama lain, anak panah tersebut tidak dapat mendekat pada bullseye.
Oleh karena itu, kurangnya presisi adalah sebuah kualitas yang tidak diinginkan dari pengukuran
hasil yang dimiliki. Meskipun demikian apabila pengukuran presisi mengalami bias (yaitu
mengandung kesalahan sistematis) mungkin tidak terlalu bermanfaat untuk tujuan pengendalian.
Jika tingkat kesalahan sistematis tidak diketahui; kemudian pengukuran akan menjadi bias secara
sistematis yang ditunjukkan oleh nilai yang lebih besar atau lebih kecil dari nilai sesungguhnya
(lihat penjelasan mengenai objektivitas).

Sehingga jelas bahwa beberapa aspek kinerja (seperti tanggung jawab sosial, kecerdasan
dalam menjalankan kepemimpinan, pengembangan pegawai) menjadi sulit, bahkan tidak
mungkin, untuk diukur secara tepat, karena pengukuran mengandung kesalahan acak atau bias
yang sistematis (seperti kasus ketika evaluasi kinerja yang bersifat subjektif digunakan). Oleh
karena itu ketepatan adalah kualitas yang penting karena tanpanya pengukuran kehilangan banyak
informasi yang berharga Pengukuran yang tidak tepat meningkatkan risiko kesalahan evaluasi
kinerja. Karyawan akan bereaksi negatif terhadap ketidakadilan yang pasti akan timbul ketika
kinerja yang sama-sama baik diukur secara berbeda.

• Objektivitas

Sebuah pengukuran objektif yang seharusnya diambil, yang dimaksudkan dalam hal ini
tidak dipengaruhi oleh perasaan seseorang atau interpretasi-oleh sebab itu, hal ini menjadi tidak
bias. Objektivitas pengukuran rendah ketika pilihan ketentuan pengukuran atau pengukuran yang
sebenarnya dilakukan pada seseorang yang kinerjanya sedang dievaluasi. Objektivitas yang rendah
mungkin terjadi, sebagai contoh, ketika kinerja dilaporkan sendiri atau ketika proses evaluasi
diperbolehkan menggunakan kebijakan yang cukup besar dalam pemilihan metode pengukuran.
Sesungguhnya, dan merujuk pada definisi sebelumnya yang berhubungan dengan presisi
pengukuran, rendahnya objektivitas memungkinkan munculnya kesalahan sistematis (contohnya,
kinerja yang dilaporkan secara sistematis lebih tinggi dari nilai yang sesungguhnya). Dalam hal
ini, pengukuran mungkin tepat, tetapi mungkin menjadi tidak akurat. Pengukuran yang baik untuk
tujuan pengendalian seharusnya bersifat presisi (relabel) dan objektif (tidak bias).

Ada dua cara utama untuk menaikan objektivitas pengukuran. Alternatif pertama adalah
memiliki pengukuran yang dilakukan oleh orang yang independen dalam proses, seperti orang
pada departemen pengendalian. Alternatif kedua adalah memiliki pengukuran yang telah
diverifikasi oleh pihak yang independen, seperti auditor.

• Tepat waktu

Tepat waktu merujuk pada kesenjangan antara kinerja karyawan dan hasil pengukuran (dan
pemberian provisi yang didasarkan pada hasil). Tepat waktu menjadi penting dalam pengukuran
kualitas karena ada alasan. Pertama adalah motivasi Karyawan membutuhkan penekanan kembali
terhadap kinerjanya agar dapat melakukan kinerja yang terbaik. Tekanan akan membantu
memastikan bahwa karyawan tidak menjadi mudah berpuas diri, ceroboh, atau boros. Pengukuran,
dan juga imbalannya, yang tertunda antak jangka waktu yang signifikan akan kehilangan sebagian
besar pengaruh motivasinya. Tekanan yang berkesinambungan dapat juga menstimulasi kreativitas
dengan meningkatkan kemungkinan bahwa karyawan akan distimulasi secara berulang kali untuk
mencari cara baru dan cara yang lebih baik dalam proses memperbaiki hasil.

Keunggulan kedua adalah bahwa tepat waktu dapat meningkatkan nilai intervensi yang
mungkin diperlukan. Jika masalah yang signifikan ada tetapi pengukuran kinerja yang digunakan
tidak tepat waktu, maka tidak mungkin untuk mengintervensi untuk memastikan penyebab
masalah sebelum masalah itu menyebabkan (lebih banyak) kerugian.

• Mudah dipahami

Dua aspek agar mudah dipahami sangat penting. Pertama, karyawan perilakunya
dikendalikan seharusnya memahami bahwa mereka harus bertanggung jawab terhadap apa yang
mereka lakukan. Hal ini membutuhkan komunikasi. Pelatihan, yang merupakan bentuk
komunikasi, mungkin juga diperlukan jika, sebagai contoh, karyawan yang bertanggung jawab
terhadap apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan dinyatakan dalam hubungan baru atau
hubungan yang berbeda, seperti ketika fokus pengukuran dari organisasi berpindah dari laba
akuntansi menjadi, apa yang disebut dengan nilai tambah ekonomi (economic value added--EVA).

Kedua, karyawan seharusnya memahami apa yang harus mereka lakukan untuk
memengaruhi pengakuran, paling tidak dalam artian luas. Sebagai contoh, manajer pembelian
yang bertanggung jawab terhadap rendahnya biaya pembelian bahan baku tidak akan berhasil
sampai mereka mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, seperti memperbaiki
negosiasi dengan vendor, menaikkan persaingan antarvendor, atau bekerja dengan orang teknik
untuk mendesain kembali bagian tertentu Sama halnya, karyawan yang bertanggung jawab
terhadap kepuasan konsumen harus memahami apa yang diharapkan oleh konsumen mereka dan
apa yang dapat mereka lakukan untuk memengaruhinya.

Ketika karyawan memahami apa yang digambarkan oleh pengukuran, mereka


diberdayakan untuk mengerjakan apa yang dapat mereka lakukan untuk dapat memengaruhinya.
Pada kenyataannya, hal ini merupakan keunggulan dari pengendalian hasil, pengendalian yang
baik dapat dicapai tanpa memahami secara pasti bagaimana karyawan akan memproduksi
hasilnya.
• Efisiensi biaya

Akhirnya, pengukuran seharusnya juga menggunakan biaya secara efisien. Pengukuran


mungkin mem semua kualitas yang sudah disebutkan sebelumnya tetapi terlalu mahal untuk
dikembangkan atau di gunakan (contohnya, ketika melibatkan pihak ketiga pada survei konsumen,
yang disebut pengumpulan data), hal ini berarti bahora biaya melebihi manfaat. Ketika terjadi hal
tersebut, perusahaan mungkin memerlukan alternatif penyelesaian yang lain, dengan pengukuran
yang lebih efisien dari sisi biaya Secara keseluruhan, banyak pengukuran yang tidak dapat
diklasifikasikan dengan jelas (efektif) atau buruk. Perbedaan pengorbanan antarkualitas
pengukuran menciptakan beberapa keuntungan dan kerugian. Sebagai contoh, pengukuran sering
kali dapat dibuat lebih selaras, dan objektif jika ketepatan waktunya dikompromikan. Sehingga,
dalam menilai efektivitas hasil pengukuran, sering kali membutuhkan banyak pertimbangan yang
sulit. Pertimbangan tersebut akan didiskusikan lebih detail pada beberapa bab dalam buku ini.
BAB III
STUDI KASUS

Armco, Inc.: Midwestern Steel Division

Pada Januari 1991 manajemen dari Kansas City Work’s of Armco’s Midwestren Steel
Division mulai mengimplementasikan sistem pengkuruan kinerja baru. Bob Nenni, Direktur
Keuangan Midwestern Steel Division, menjelaskan :

“Dengan sistem kita yang lama, manajer kita membuang waktu yang lebih banyak untuk
menjelaskan mengapa perubahan yang terjadi pada biaya akan menyebabkan masalah pada sistem
akuntansi kita sehingga mereka tidak dapat menyelesaikan masalah ini. sistem pengukuran kinerja
yang baru didesain untuk memberi kita titik fokus manajemen yang lebih baik pada hal-hal yang
lebih penting untuk dikhawatirkan, peringatan awal ketika ada masalah, dan perbaikan komiten
untuk mencapai tujuan.”

Penjelasan dari Direktur Keuangan Midwestern steel Division merupakan pernyataan


mengenai pengendalian hasil dan masalah pengendalian, Bob Nenni memberikan pendapatnya
untuk melakukan pencegahan dan memberi informasi kepada manajer maupun karyawan
mengenai sistem akuntansi perusahaannya, pengendalian hasil menyebabkan manajer maupun
karyawan berperilaku untuk memaksimalkan peluang, memperbaiki komitmen mereka dalam
mendapatkan hasil yang diinginkan oleh organisasi dan tujuan yang diinginkan.

Faktor Penting Keberhasilan di Works :


• Bagian Peleburan Baja

• Rolling dan Finishing

• Pemeliharaan
Dari faktor penting keberhasilan di Works Pemeliharaan menjadi faktor penentu yang
penting bagi keberhasilan Kansas City Works karena secara efisiensi biaya Pemeliharaan dapat
memaksimalkan waktu penggunaan peralatan sekaligus mengontrol biaya pemeliharaan. Biaya
pemeliharaan yang signifikan, mendekati 40% dari 700 jam kerja karyawan dalam pabrik.

Sistem Pengukuran Kinerja Lama


Setiap kinerja di Kansas City Works dari manajer pusat biaya dan supervisior pabrik dievaluasi
berdasarkan pengendalian biaya dan keselamatan yang meliputi penambahan biaya per ton baja
pada tiap tahap produksi yang dilaporkan pada manjer produksi pada Laporan Statistik Operasi
yang telah dibuat hampir 15 tahun terakhir. Manejer Operasi maupun Manajer Rolling dan
finishing menyukai trend bulanan dan tahunan juga informasi yang membandingkan antara biaya
aktual dan tujuannya.

Sistem Pengkuran Kinerja Baru


• Tujuan Sistem Baru

Tujuan sistem baru yang dilakukan oleh perusahaan Midwestern Steel Division setelah
Rob Cushman diangkat sebagai presiden perusahaan tersebut, Rob mendukung implementasi dari
sistem pengukuran kinerja baru dan memperbolehkan Bob Nenni untuk tidak menghentikan
produksi dari laporan Statistik Operasi dengan tujuan untuk dapat mengimplementasikan sistem
yang baru.

Pengaturan Target Kinerja mempengaruhi Sistem baru yang didesain untuk memberikan
perbaikan dasar untuk mengevaluasi manajer operasi dan supervisor produksi. Sistem akan
melibatkan keseimbangan pengukuran kinerja, termasuk kualitas, jadwal pencapaian dan
keamanan, dalam hal penambahan biaya. Dan laporan biaya akan membaik karena mereka hanya
akan melibatkan biaya yang dianggap dapat dikendalikan oleh masing-masing manajer
operasional.

• Desain dari Sistem Baru

Heats tiap minggu, ton per satu jam kerja per orang, menonaktifkan indeks kecelakaan,
indeks kualitas total, pengeluaran, kinerja pemeliharaan, arus kas, bauran produk, persediaan per
hari yang tersedia, harga jual dikurangi biaya bersih logam.

10 kunci pengukuran kinerja tersebut adalah desain dari sistem baru untuk Kansas City
Works yang lebih baik dibanding dengan kinerja dan hasil dari sistem yang lama.

• Proses Implementasi

Perubahan yang terjadi yang signifikan hanya masalah kebiasaan yang diterima oleh para
manajer dalam menerima laporan. Contohnya, laporan yang diberikan kepada mereka tidak
memuaskan karena laporan awal yang biasa mereka terima tidak menyediakan konten biaya
dimana mereka sudah terbiasa demikian.

Masalah yang Tersisa

Karena ada isu menenai bagaimana mengevaluasi kinerja manajer pada situasi ketika
terdapat sejumlah distorsi akibat faktor yang tidak dapat dikendalikan dan isu yang berkaitan
dengan kenaikan kompensasi total yang dihubungkan dengan evaluasi kinerja individu.

Menurut pendapat kami, penyelasaian yang dapat dilakukan tetap melanjutkan desain dari
sistem baru karena sistem baru tersebut lebih memudahkan karyawan dalam menghasilkan produk
juga memudahkan karena terdapat teknologi baru. Masalah-masalah mengenai isu yang
berkembang para manajer dan petinggi-petinggi lainnya dapat mendiskusikan dan mencari solusi
terbaik bersama disaat rapat direksi berlangsung.
BAB IV
KESIMPULAN

Bab ini menggambarkan pentingnya bentuk pengendalian, pengendalian hasil, yang


digunakan pada berbagai tingkatan dalam organisasi. Pengendalian hasil adalah sebuah bentuk
pengendalian tidak langsung karena tidak secara eksplisit fokus pada tindakan atau keputusan yang
dilakukan oleh karyawan. Akan tetapi, secara tidak langsung memberikan beberapa keunggulan
penting, Pengendalian hasil sering kali tetap bisa efektif ketika tidak ada kejelasan tentang perilaku
apa yang paling diinginkan. Selain itu, pengendalian hasil dapat menghasilkan pengendalian yang
baik jika memberikan keleluasaan pada karyawan untuk berperilaku disertai dengan pengendalian
otonomi yang tinggi. Banyak orang khususnya yang berada pada hierarki organisasi yang lebih
tinggi, menilai dengan otonomi yang tinggi dan meresponsnya dengan baik. Akan tetapi,
pengendalian hasil tidak efektif pada setiap situasi. Sangat sulit untuk memenuhi ketiga kondisi
efektivitas-pengetahuan mengenai hasil yang diinginkan, kemampuan untuk memengaruhi hasil
yang diinginkan, dan kemampuan untuk mengukur hasil yang bisa dikendalikan secara efektif-hal
ini akan membuat hasil yang diinginkan tidak berguna. Hal ini mungkin juga dapat menimbulkan
sejumlah pengaruh sampingan dari yang tidak sesuai dengan fungsinya, yang akan didiskusikan
pada bab berikutnya. Pengendalian hasil biasanya merupakan elemen penting dalam SPM yang
digunakan pada semua organisasi termasuk organisasi terkecil sekalipun. Akan tetapi,
pengendalian hasil sering kali didukung oleh tindakan dan pengendalian budaya/personel, yang
akan didiskusikan pada bab berikutnya.

Manajemen perubahan adalah proses terus-menerus memperbaharui organisasi berkenaan


dengan arah, struktur, dan kemampuan untuk melayani kebutuhan yang selalu berubah dari pasar,
pelanggan dan para pekerja itu sendiri. Kegiatan manajemen perubahan harus berlangsung pada
tingkat tinggi mengingat laju perubahan yang dihadapi akan lebih besar dari masa sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Merchant, Kenneth A. 2014. Sistem Pengendalian Manajemen Edisi 3. Jakarta: Salemba

Empat.

https://id.scribd.com/doc/294810899/Pengendalian-Hasil-Makalah

Anda mungkin juga menyukai