Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN


“UNIT-UNIT BISNIS DIDALAM PERUSAHAAN”

Pp

Dosen Pembimbing:
Rahma Masdar, SE., M.Si. Ak.,CA

Disusun Oleh (Kelompok 5) :


Safila Inayah Lapangandong C30120052
Andi Azizah Cama C30120059
Cahya Azzahra C30120063
Zulmiatun C30120064
Fatimah Putri Adisyah C30120072
Rahmawati S. Rata C30120080

KELAS C
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TADULAKO
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Unit-Unit Bisnis Didalam Perusahaan” ini tepat pada waktunya.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Sistem
Pengendalian Manajemen di Universitas Tadulako. Makalah ini juga telah disusun
dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
tersusun dengan baik. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar -
besarnya kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan
makalah ini. Terima kasih juga sebesar-besarnya kepada Ibu Rahma Masdar, SE.,
M.Si., Ak,AC selaku dosen pembimbing kami pada mata kuliah Sistem
Pengendalian Manajemen.

Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis
terima demi kesempurnaan makalah ini sekaligus menjadi acuan bagi penulis
untuk menyusun makalah berikutnya. Akhir kata penulis berharap semoga
makalah ini dapat memberi manfaat serta dapat menambah pengetahuan dan
wawasan bagi para pembaca.

Palu, 10 Maret 2022

A.n kelompok 5

2
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR.................................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 4

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 5

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 6

2.1 Unit-Unit Usaha................................................................................... 6

2.2 Pengukuran Kinerja Unit Bisnis........................................................... 7

2.3 Transfer Price.......................................................................................11

2.4 Penetapan Harga Dalam Perusahaan Jasa............................................16

2.5 Pengadministrasian Transfer Price.......................................................17

BAB III PENUTUP..................................................................................... 20

3.1 Kesimpulan........................................................................................... 20

3.2 Saran..................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Usaha adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan memperoleh
hasil berupa keuntungan, upah, atau laba usaha. usaha adalah kegiatan dengan
mengerahkan tenaga, pikiran, atau badan untuk mencapai suatu maksud
pekerjaan (perbuatan, prakarsa, ikhtiar, daya upaya) untuk mencapai sesuatu.
Unit usaha merupakan suatu bentuk kegiatan yang mampu menghasilkan
keuntungan, misalnya menjahit, penjualan, koperasi, dan sebagainya.
Setiap unit usaha melakukan penetapan harga dengan berbagai cara.
Pada perusahaan-perusahaan kecil harga biasanya ditetapkan oleh
manajemen puncak bukannya oleh bagian pemasaran. Sedangkan pada
perusahaan-perusahaan besar penetapan harga biasanya ditangani oleh
manajer divisi dan lini produk. Bahkan disini manajemen puncak juga
menetapkan tujuan dan kebijakan umum penetapan harga serta
memberikan persetujuan atas usulan harga dari manajemen
dibawahnya.
Harga transfer merupakan nilai yang diberikan atas suatu transfer
barang dan jasa dalam suatu transaksi dimana setidaknya salah satu
dari kedua pihak yang terlibat adalah pusat laba. Perusahaan tidak hanya
akan memperoleh pendapatan dari luar perusahaan saja, tetapi juga dari
laba kontribusi divisi. Karena seolah- olah divisi menjadi unit bisnis
yang independence, namun tetap terintegrasi satu dengan yang lainnya
dalam rangka mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan.
Berdasarkan penjelasan diatas, makalah ini akan membahas
mengenai unit-unit usaha, pengukuran kinerja unit bisnis, penetapan
harga dalam perusahaan, dan pengadministrasian transfer price.

4
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana unit-unit usaha?
2. Bagaimana pengukuran kinerja unit bisnis?
3. Apa yang dimaksud dengan transfer price?
4. Bagaimana penetapan harga dalam perusahaan?
5. Bagaimana pengadministrasian transfer price?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Mengetahui unit-unit usaha
2. Mengetahui pengukuran kinerja unit bisnis
3. Mengetahui mengenai transfer price
4. Mengetahui penetapan harga dalam perusahaan
5. Mengetahui pengadministrasian transfer price

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 UNIT-UNIT USAHA

Unit usaha merupakan suatu bentuk kegiatan yang mampu menghasilkan


keuntungan, misalnya menjahit, penjualan, koperasi, dan sebagainya. Bentuk
entitas usaha umum di indonesia adalah perusahaan perseorangan,
persekutuan, perseroan, dan koperasi yang memiliki karakteristik
utama sebagai berikut:
a. Perusahaan peseorangan (proprietorship), dimiliki oleh satu
individu. Kebanyakan entitas usaha di indonesia dan di dunia
adalah perusahaan perseorangan. Biaya pendirian dan pengelolaan
rendah. Bergantung pada sumber daya keuangan pemilik usaha.
Diterapkan oleh usaha kecil.
b. Persekutuan (paetnership), mirip dengan perusahaan perseorangan, tapi
dimiliki oleh dua atau lebih individu. Di indodonesia kita mengenal
firma dan CV sebagai jenis persekutuan. Menggabungkan
kemampuan dan sumber daya lebih dari satu orang.
c. Perseroan (corporation), diatur dalam peraturan perundang-
undangan sebagai entitas hukum terpisah yang dikenakan pajak.
Kepemilikan berdasarkan jumlah saham (sero) yang dijual di
pemegang saham. Dapat memperoleh sumber dana dalam jumlah
besar dengan cara mengeluarkan saham. Deterapkan oleh usaha
berskala besar.
d. Koperasi, dimiliki oleh sekelompok orang (yang telah diakui
sebagai anggota). Koperasi dijalankan oleh dan untuk anggota saja.
Sebagai contoh adalah koperasi karyawan, koperasi pengrajin susu,
koperasi pengusaha batik, dan lain sebagainya. Jenis usaha jasa dan
manufaktur dapat dijalankan baik sebagai perusahaan perseorangan,
persekutuan, maupun perseroan. Namun karena untuk mengelola

6
usaha di bidang manufaktur diperluakan sumber dana yang besar
maka kabanyakan usaha ini berbentuk perseroan terbatas. Begitu
pula halnya dengan peritel besar, seperti Matahari, Hero dan
Ramayana yang berbentuk perseraon terbatas.

2.2 PENGUKURAN KINERJA UNIT BISNIS

Menurut Supriyono (2000:385) secara umum tujuan penilaian kinerja


divisi (unit bisnis) dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut:

 Untuk menentukan besarnya kontribusi divisi di dalam pencapaian


tujuan organisasi secara keseluruhan.
 Untuk menilai prestasi manajer divisi sesuai dengan wewenang
dan tanggung jawab yang telah dibebankan kepadanya.
 Untuk mengidentifikasi penyebab selisih pelaksanaan dari rencana
sesuai dengan ukuran prestasi manajer divisi yang telah dilakukan.
 Untuk membuat saran tindakan perbaikan atas situasi yang
diluar kendali.
 Untuk memotivasi para manajer divisi dalam meningkatakan prestasi.
 Untuk menentukan dasar perbandingan prestasi antar divisi didalam
suatu organisasi.

1. Sistem Pengukuran Kinerja


Balanced scorecard merupakan contoh sistem pengukuran kinerja.
Dalam membuat balanced scorecard, eksekutif harus memilih seperangkat
ukuran yang:
- Menunjukkan faktor krisis secara yang akan menentukan kesuksesan
strategi perusahaan.
- Menunjukkan hubungan diantara hubungan individual sebagai
penyebab, dan
- Menyediakan pandangan yang lebih luas tentang status terkini
perusahaan.

7
Berikut ini adalah penjelasan keempat perspektif yang dihubungkan
dengan sasaran strategi dan ukuran hasil.

- Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan mengukur kinerja perusahaan dalam memperoleh
laba dan nilai pasar.Ukuran keuangan biasanya diwujudkan dalam
profitabilitas, pertumbuhan dan nilai pemegang saham. Alat ukur yang
biasa digunakan adalah Return on Investment dan Residual Income.
Berikut ini adalah contoh penentuan sasaran strategi dan ukuran hasil
dari perpektif keuangan.
- Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan ini diukur dari bagaimana perusahaan dapat
memuaskan pelanggan. Alat ukur yang biasa digunakan adalah market
share, customer retention, customer acquisition, customer satisfaction
dan customer probability.Berikut ini adalah contoh penentuan sasaran
strategi dan ukuran hasil dari perspektif pelanggan.
- Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif ini kinerja perusahaan diukur dari bagaimana
perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasa secara efisien dan
efektif. Ukuran yang biasa digunakan adalah kualitas, response time,
cost dan pengenalan produk baru. Berikut ini adalah contoh penentuan
sasaran strategi dan ukuran hasil dari perspektif proses bisnis internal.
- Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Perspektif ini menekankan pada bagaimana perusahaan dapat
berinovasi dan terus tumbuh dan berkembang agar dapat bersaing di
masa sekarang maupun yang akan datang. Oleh karena itu sumber daya
dituntut untuk produktif dan terus belajar agar mempunyai kemampuan
dalam berinovasi dan mengembangkan produk baru yang
memiliki value bagi customer.Alat ukur yang biasa dipakai
adalah employee satisfaction dan information system available.

8
Manfaat pengukuran kinerja bagi manajemen maupun karyawan adalah
sebagai berikut :

- Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui


pemotivasian karyawan secara maksimum,
- Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan
karyawan, seperti promosi, transfer, dan pemberhantian,
- Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan
dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan
karyawan,
- Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan
mereka menilai kinerja mereka,
- Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
2. Mengukur Profitabilitas
Menurut Anthony dan Govindarajan (2008:248) Ada 2 jenis
pengukuran yang digunakan dalam mengevaluasi suatu pusat laba,
antara lain :
 Pengukuran kinerja manajemen, yang memiliki fokus pada
bagaimana hasil kerja para manajer. Pengukuran ini digunakan
untuk perencanaan (planning) koordinasi (coordinating) dan
pengendalian (controlling).
 Ukuran kinerja ekonomis, yang memiliki fokus pada bagaimana
kinerja pusat laba sebagai suatu entitas ekonomi.

Sedangkan menurut Supriyono (2000:397) pengukuran


kemampuan labadivisi dapat menggunakan dua macam cara yaitu:

 Pengukuran Kinerja Manajemen


Pengukuran kinerja manajemen (prestasi personel) adalah
pengukuran kinerja yang menekankan pada penilaian seberapa
baik manajer suatu pusat pertanggungjawaban berkerja.
 Pengukuran Kinerja Ekonomi
Pengukuran kinerja ekonomi menitikberatkan pada seberapa
baik suatu pusat laba berkerja sebagai suatu kesatuan ekonomi.

9
Dalam pengukuran ini, kinerja laba suatu pusat laba tidak
hanya ditentukan oleh laba yang dapat dipengaruhi atau
dikendalikan oleh manajer pusat laba yang diukur tetapi juga
meliputi pendapatan dan biaya dari alokasi.
3. Penilaian Kinerja Pusat Laba
Menurut Mulyadi (2001:439) pusat laba adalah pusat
pertanggungjawaban yang manajernya diberi wewenang untuk
mengendalikan pendapatan dan biaya pusat pertanggungjawaban
tersebut. Karena laba, yang merupakan selisih antara pendapatan dan
biaya, tidak dapat berdiri sendiri sebagai ukuran kinerja pusat
laba, maka perlu dihubungkan dengan investasi yang digunakan
untuk menghasilkan laba tersebut. Dengan demikian, untuk
mengukur kinerja pusat laba, umumnya digunakan dua ukuran yang
menghubungkan laba yang diperoleh pusat laba dengan investasi
yang digunakan untuk menghasilkan laba: kembalian investasi
(return on ivestment atau ROI) dan residual income (RI).
Dengan demikian dapat disimpulakan bahwa kinerja unit bisnis
sebagai pusat laba adalah seberapa tinggi tingkat pencapaian target
yang telah direncanakan oleh unit organisasi yang dipimpin
oleh seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap laba yang
dalam hal ini untuk mengukur kinerja unit bisnis sebagai pusat laba,
umumnya digunakan dua ukuran yang menghubungkan laba yang
diperoleh pusat laba dengan investasi yang digunakan untuk
menghasilkan laba yaitu ROI dan RI.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja unit bisnis
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya
kinerja unit bisnis menurut Yulius dan Gudono (2007:6-8) adalah
sebagai berikut;
 Intensitas kompetisi pasar merupakan salah satu
faktorketidakpastian lingkungan (Gul, 1991).
 SAM merupakan sistem informasi yang mengumpulkan
datakeuangan dan nonkeuangan yang kemudian data

10
tersebutdiproses, disimpan dan dilaporkan kepada manager
untuk dasarpengambilan keputusan.

Berdasarkan faktor-faktor yang dikemukakan di atas maka harga


transfer dan harga jual merupakan bagian dari informasi SAM yang
berhubunganmengenai pengambilan keputusan tentang product
pricing.

Menurut Abdul Halim (2005:50), ada tiga faktor yang


mempengaruhi laba perusahaan yaitu biaya, harga jual dan volume
(penjualan dan produksi). Biaya yang timbul dari perolehan atau
untuk pengolahan suatu produk atau jasa akan mempengaruhi harga
jual produk yang bersangkutan. Harga jual produk atau jasa akan
mempengaruhi besarnya volume penjualan produk atau jasa yang
bersangkutan, sedangkan besarnya volume penjualan berpengaruh
terhadap volume produksi produk atau jasa tersebut.S elanjutnya
pada gilirannya volume produksi akan mempengaruhi besar
kecilnya biaya produksi. Dengan demikian faktor-faktor yang
mempengaruhi laba tersebut saling terkait antara satu dengan yang
lain.

2.3 TRANSFER PRICE

1. Pengertian Harga Transfer


Harga transfer dalam arti luas adalah harga barang dan jasa
yang ditransfer antar pusat pertanggungjawaban dalam suatu
organisasi tanpa memandang bentuk pusat pertanggungjawaban.
Dalam arti sempit, harga transfer adalah harga barang atau jasa yang
ditransfer antar pusat laba atau setidaknya salah satu dari pusat
pertanggungjawaban merupakan pusat laba.
Menurut Supriyono (2000:416) definisi harga transfer
dapat digolongkanmenjadi dua yaitu:

11
Dalam arti luas, harga transfer adalah nilai barang dan jasa yang
ditransfer oleh pusat pertanggungjawaban kepusat
pertanggungawaban yang lain. Dalam arti sempit, harga transfer
adalah nilai barang dan jasa yang ditransfer antara dua divisi
(pusatlaba) atau lebih.
Sedangkan menurut Abdul Halim, Achmad Tjahjono,
dan Muh.Fakhri Husein (2000:110) definisi harga transfer adalah:
Dalam arti luas harga transfer adalah harga barang atau jasa
yangditransfer antar pusat pertanggungjawaban dalam satu
organisasitanpa memandang bentuk pusat pertanggungjawabannya.
Sedangkandalam arti sempit, harga transfer adalah harga barang atau
jasa yang ditransfer antar pusat laba atau setidak-tidaknya salah satu
dari pusat pertanggungjawaban yang terlibat merupakan pusat laba.
2. Tujuan Harga Transfer
Menurut Supriyono (2000:414) suatu sistem harga transfer yang
baik harus mencapai tujuan sebagai berikut:
 Memberikan informasi relevan bagi para manajer.
Sistem harga transfer dapat memberikan informasi relevan
yang diperlukan oleh setiap divisi untuk menentukan harga
transfer.
 Mencapai keselarasan tujuan.
Sistem harga transfer dapat memotivasi manajer divisi
penjual,divisi pembeli dan mungkin manajer kantor pusat untuk
membuatkeputusan harga transfer yang sehat. Tindakan manajer
divisitertentu untuk meningkatkan laba divisinya
jugadapatmeningkatkan laba perusahaan secara keseluruhan,
jadidiharapkan timbul kesesuaian tujuan.
 Mengukur kinerja ekonomi divisi.
Sistem harga transfer dapat menghasilkan laporan laba
setiapdivisi individual yang secara layak mengukur kinerja
ekonomi(laba bersih) divisi dan kontribusinya terhadap laba
perusahaansecara keseluruhan.

12
 Mengukur kinerja manajer divisi.
Sistem harga transfer harus mendorong peningkatan kinerja
manajer divisi karena harga transfer dapat digunakan
sebagaidasar untuk perencanaan, pembuatan keputusan,
danpengendalian divisinya.
 Sederhana dan mudah.
Sistem harga transfer harus sederhana untuk dipahami dan
mudah diadministrasikan.
3. Karakteristik Harga Transfer
Menurut Mulyadi (2001:382) harga transfer pada hakikatnya
memilki tiga karakteristik berikut ini:
 Masalah harga transfer hanya timbul jika divisi yang
terkait diukur kinerjanya berdasarkan atas laba yang diperoleh
mereka dan harga transfer merupakan unsur yang signifikan
dalam membentuk biaya penuh produk yang diproduksi di divisi
pembeli.
 Harga transfer selalu mengandung unsur laba didalamnya. Bagi
divisi penjual, harga transfer merupakan pendapatan yang
merupakan unsur laba yang dipakai sebagai dasar pengukuran
kinerja divisi.
 Harga transfer merupakan alat untuk mempertegas diversifikasi
dan sekaligus mengintegrasikan divisi yang dibentuk.
4. Penentun Harga Transfer
Tentunya dalam penentuan harga transfer manajemen
tidak dapat sembarangan menentukan harga, secara garis besar
harga tersebut sebisa mungkin tidak merugikan salah satu pihak
yang terlibat, selain itu harga transfer dalam praktiknya harus
terus diperhatikan agar tujuan manajemen sesuai dengan tujuan
perusahaan.
Prinsip dasarnya adalah bahwa harga transfer sebaiknya
serupa dengan harga yang akan dikenakan seandainya produk
tersebut diual ke konsumen luar atau dibeli dari pemasok luar.

13
Namun hal tersebut dalam dunia nyata sangat sulit diterapkan,
hanya sedikit perusahaan yang menetapkan prinsip ini.
Secara umum harga transfer dapat ditentukan dengan
menggunakan metode-metode berikut:
 Harga Transfer Berdasarkan Harga Pasar (Market-Based Transfer
Prices).
Harga transfer berdasarkan harga pasar dipandang sebagai
penentuan harga transfer yang paling independen. Barang-
barang yang diproduksi unit penjual dihargai sama dengan harga
yang berlaku di pasar, pada sisi divisi penjual ada kemungkinan
untuk memperoleh profit, pada sisi pembeli harga yang
dibayarkan adalah harga yang sewajarnya.
Namun yang menjadi kelemahan utama dari sistem ini adalah
jika harga suatu produk ternyata tidak tersedia di pasar. Tidak
semua barang-barang yang diperjual-belikan antar divisi tersedia di
pasar, misalnya pada suatu industri yang terdeferensiasi dan
terintegrasi seperti industri kertas, jika divisi penjual harus
mengirim kertas yang setengah jadi ke divisi lain, pasar tidak
menyediakan harga kertas mentah atau setengah jadi.
Namun, jika harga pasar tersedia atau dapat diperkirakan
maka ada baiknya menggunakan harga pasar. Meskipun
demikian, jika tidak ada cara untuk memperkirakan harga
kompetitif, pilihan lainnya adalah mengembangkan harga
transfer berdasarkan biaya (cost-based transfer price).
 Harga Transfer Berdasarkan Biaya (Cost-based Transfer Prices)
Perusahaan menggunakan metode penetapan harga transfer atas
dasar biaya yang ditimbulkan oleh divisi penjual dalam
memproduksi barang atau jasa, penetapan harga transfer
metode ini relatif mudah diterapkan namun memiliki beberapa
kekurangan. Pertama, penggunaan biaya sebagai harga transfer
dapat mengarah pada keputusan yang buruk, jika seandainya unit
penjual tidak dapat memproduksi dengan optimal sehingga

14
menghasilkan biaya yang lebih tinggi daripada harga pasar, maka
dapat terjadi kecenderungan pembelian barang dari luar. Kedua,
jika biaya digunakan sebagai harga transfer, divisi penjual tidak
akan pernah menghasilkan laba dari setiap transaksi internal.
Ketiga, penentuan harga transfer yang berdasarkan biaya berarti
tidak ada insentif bagi orang yang bertanggung jawab
mengendalikan biaya.
Umumnya perusahaan menetapkan harga transfer atas
biaya berdasarkan biaya variabel dan atau biaya tetap dalam
bentuk: biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambah mark-up
(full cost plus markup) dan gabungan antara biaya variabel dan
tetap (variable cost plus fixed fee).
 Harga Transfer Negoisasi (Negotiated Transfer Prices)
Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan
memperkenankan divisi-divisi dalam perusahaan yang
berkepentingan dengan transfer pricing untuk menegosiasikan
harga transfer yang diinginkan. Harga transfer negoisasi
memiliki beberapa kelebihan. Pertama, pendekatan ini
melindungi otonomi divisi dan konsisten dengan semangat
desentralisasi. Kedua, manajer divisi cenderung memiliki
informasi yang lebih baik tentang biaya dan laba potensial
atas transfer dibanding pihak-pihak lain dalam perusahaan.
Harga transfer negosiasi mencerminkan prespektif
kontrolabilitas yang intern dalam pusat-pusat
pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan
tersebut pada akhirnya yang akan bertanggung jawab atas harga
transfer yang dinegosiasikan. Namun transfer pricing ini tidak
begitu mudah untuk ditentukan karena posisinya pada situasi
sulit yang bisa menimbulkan conflict of interest diantara kedua
belah pihak yang terlibat, yaitu divisi penjual dan divisi pembeli.
Artinya, tidak akan ada satu metode transfer price yang terbaik,
yang akan diterima mutlak oleh kedua belah pihak.

15
2.4 PENETAPAN HARGA DALAM PERUSAHAAN JASA

Penetapan harga selalu menjadi masalah bagi setiap perusahaan karena


penetapan harga ini bukanlah kekuasaan atau kewenangan yang mutlak dari
seorang pengusaha ataupun pihak perusahaan. Penetapan harga dapat menciptakan
hasil penerimaan penjualan dari produk yang dihasilkan dan dipasarkan. Karena
menghasilkan penerimaan penjualan, maka harga mempengaruhi tingkat
penjualan, tingkat keuntungan, serta share pasar yang dapat dicapai perusahaan.

Dalam penetapan harga yang harus diperhatikan adalah faktor yang


mempengaruhinya, baik langsung maupun tidak langsung :

a) Faktor yang secara langsung adalah harga bahan baku, biaya produksi,
biaya pemasaran, peraturan pemerintah, dan faktor lainnya.
b) Faktor yang tidak langsung namun erat dengan penetapan harga adalah
antara lain yaitu harga produk sejenis yang djual oleh para pesaing,
pengaruh harga terhadap hubungan antara produk subtitusi dan produk
komplementer, serta potongan untuk para penyalur dan konsumen.

Fandy Tjiptono menjelaskan bahwa metode penetapan harga


dikelompokkan menjadi empat bagian yang terdiri dari :
1. Penetapan harga berbasis permintaan
Metode ini lebih menekankan harga pada faktor-faktor yang
mempengaruhi selera dan keputusan suka atau tidak suka dari konsumen. Metode
ini mengabaikan faktor-faktor yang biasanya mempengaruhi permintaan seperti
faktor seperti biaya, laba, dan persaingan. Permintaan pelanggan sendiri
didasarkan pada berbagai pertimbangan, diantaranya yaitu : kemampuan para
pelanggan untuk membeli (daya beli), kemauan pelanggan untuk membeli, posisi
suatu produk dalam gaya hidup pelanggan, yakni menyangkut apakah produk
tersebut merupakan symbol status atau hanya produk, manfaat yang diberikan
produk tersebut kepada pelanggan, dan harga-harga produk substitusi. Yang
termasuk dalam metode ini adalah :
a) Skimming Pricing
b) Penetration Price

16
c) Harga referensi
d) Asumsi harga-kualitas
e) Akhiran Harga
2. Metode Penetapan Harga Berbasis Biaya
Dalam metode ini faktor penentu yang utama adalah aspek penawaran atau
biaya, bukan aspek permintaan. Harga ditentukan berdasarkan biaya produksi dan
pemasaran yang ditambah dengan jumlah tertentu sehingga menutupi biaya-biaya
langsung, biaya overhead, dan laba.
3. Metode Penetapan Harga Berbasis Laba
Metode ini berusaha menyeimbangkan pendapatan dan biaya dalam
penetapan harganya. Upaya ini dilakukan atas dasar target volume laba spesifik
atau dinyatakan dalam bentuk persentase terhadap penjualan atau investasi.
4. Metode Penetapan Harga Berbasis Persaingan
Selain berdasarkan pada pertimbangan biaya, permintaan, atau laba harga
juga dapat ditetapkan atas dasar persaingan, yaitu apa yang dilakukan pesaing.
Metode penetapan harga berbasis persaingan terdiri atas empat macam :
customary pricing, above, at, or below market pricing, loss leader pricing, sealed
bid pricing.

2.5 PENGADMINISTRASIAN TRANSFER PRICE

1. Negosiasi
Pada sebagian besar perusahaan, unit-unit usaha menegosiasikan harga
transfer satu sama lain; maksudnya, harga transfer yang tidak ditentukan oleh
kelompok staf sentral.

Alasan yang paling penting untuk hal ini adalah kepercayaan bahwa
dengan membuat suatu harga jual dan menentukan harga pembelian yang paling
cocok merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen lini. Alasan lain bagi
unit usaha untuk menegosiasikan harga mereka adalah bahwa mereka biasanya
memiliki informasi yang paling tepat mengenai pasar-pasar dan biaya-biaya yang
ada, sehingga mereka merupakan pihak yang paling mungkin untuk memberikan
harga yang pantas.

17
Contoh : Unit usaha A memiliki peluang untuk memasok produk tertentu
dalam jumlah besar ke perusahaan luar dengan harga $100 per unit. Bahan baku
untuk produk ini di pasok oleh unit usaha B. harga transfer normal dari unit B
untuk bahan baku tersebut adalah $35 per unit dimana $10 nya merupakan biaya
variabel. Biaya pemrosesan (tidak termasuk bahan baku) ditambah laba
normalnya adalah $85 dimana $50 nya merupakan biaya variabel. Dengan
demikian biaya total ditambah laba normal adalah $120 sehingga pada jumlah ini,
harga jual sebesar $100 tidaklah tepat. Menolak kontrak merupakan kerugian bagi
perusahaan secara keseluruhan karena kedua unit tersebut harus menegosiasikan
harga yang lebih rendah untuk bahan baku sehingga keduanya menghasilkan laba.

Jika suatau perusahaan (di luar masalah dua unit usaha dalam satu
perusahaan tunggal) mengajukan penawaran untuk menjual bahan baku ke
perusahaan lain yang memiliki prospek yang sama untuk kepentingan bersama.
Faktanya adalah 1 harga transfer yang terlibat pada contoh pertama tidak
mempengaruhi kewajaran perilaku para manajer.

2. Arbitrase dan Penyelesaian Konflik


Bagaimanapun rincinya peraturan penentuan harga (pricing rule), mungkin
tidak ada kasus dimana unit-unit usaha tidak setuju pada harga tertentu. Untuk
alasan tersebut, suatu prosedur harus dibuat untuk menengahi pertikaian harga
transfer. Terdapat tingkat formalitas yang luas dalam arbitrase harga transfer.
Kemungkinan ekstremnya akan dibentuk suatu komite yang memiliki tiga
tanggungjawab, yaitu :
1. menyelesaikan pertikaian harga transfer,
2. meninjau alternative sourcing yang mungkin ada, dan
3. mengubah peraturan harga transfer bila perlu.
Arbitrase dapat dilakukan dengan beberapa cara. Dengan sistem yang formal,
kedua pihak menyerahkan kasus secara tertulis kepada pihak penengah/ pendamai
(arbitrator). Selain tingkat formalitas arbitrase, jenis proses penyelesaian konflik
yg digunakan juga mempengaruhi keefektifan suatu sistem harga transfer.

18
Terdapat empat cara untuk menyelesaikan konflik :

 Memaksa
 Membujuk
 Menawarkan
 pemecahan masalah

3. Klasifikasi Produk

Luas dan formalitas dari sourcing dan peraturan penentuan harga transfer
tergantung pada banyaknya jumlah transfer dalam perusahaan dan ketersediaan
pasar dan harga pasar. Makin besar jumlah transfer dan ketersediaan harga pasar,
makin formal dan spesifik peratutran yang ada. Beberapa perusahaan membagi
produknya kedalam dua kelas :

 Kelas I meliputi seluruh produk untuk mana manajemen senior ingin


mengendalikan perolehan sumber daya. Produk ini biasanya merupakan
produk-produk yang bervolume besar; produk-produk yang tidak memiliki
sumber dari luar; dan produk-produk yang produksinya tetap ingin
dikendalikan oleh pihak manajemen demi alasan kualitas atau alas an
tertentu.
 Kelas II meliputi seluruh produk lainya. Secara umum, ini merupakan
produk-produk yang dapat diproduksi di luar perusahaan tanpa adanya
gangguan terhadap operasi yang sedang berjalan, produk-produk yang
volumenya relative kecil, diproduksi dengan peralatan umum (general-
purpose equipment). Produk- produk kelas II ditransfer pada harga pasar.

Perolehan sumber daya untuk produk Kelas I dapat diubah hanya dengan izin
dari manajemen pusat. Perolehan sumber daya untuk produk Kelas II ditentukan
oleh unit-unit usaha yang terlibat. Unit-unit pembelian dan penjualan dapat
dengan bebas bertransaksi dengan pihak dalam maupun luar perusahaan. Dengan
perjanjian semacam ini, pihak manajemen dapat berkonsentrasi pada perolehan
sumber daya dan penetapan harga atas sejumlah kecil produk-produk bervolume
besar. Peraturan untuk harga transfer (transfer pricing) akan dibuat dengan
menggunakan berbagai metode yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Unit usaha merupakan suatu bentuk kegiatan yang mampu menghasilkan


keuntungan, misalnya menjahit, penjualan, koperasi, dan sebagainya. Bentuk
entitas usaha umum di indonesia adalah perusahaan perseorangan,
persekutuan, perseroan, dan koperasi.

Harga transfer dalam arti luas adalah harga barang dan jasa yang
ditransfer antar pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi
tanpa memandang bentuk pusat pertanggungjawaban. Dalam arti sempit,
harga transfer adalah harga barang atau jasa yang ditransfer antar pusat laba.

Metode yang digunakan dalam menentukan harga transfer ada 3 yaitu:

1. Harga Transfer Berdasarkan Harga Pasar (Market-Based Transfer

Prices).

2. Harga Transfer Berdasarkan Biaya (Cost-based Transfer Prices)

3. Harga Transfer Negoisasi (Negotiated Transfer Prices)

Administrasi transfer price meliputi :

 Negosiasi
 Arbitrase dan penyelesaian konflik
 Klasifkasi produk

3.2 SARAN

Dalam penetapan harga, seorang pengusaha harus memperhatikan


bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tentunya harga yang ditetapkan
harus sesuai dengan kualitas barang dan disesuaikan dengan biaya yang
dikeluarkan dalam memproduksi barang tersebut.

20
DAFTAR PUSTAKA

file:///C:/Users/Acer/Downloads/Bab%202.pdf

http://eprints.ums.ac.id/27421/2/Bab_1.pdf

http://digilib.uinsby.ac.id/13845/5/Bab%202.pdf

https://www.scribd.com/document/344391494/Unit-unit-Usaha-Transfer-

Price By-155

https://azkhastores.wordpress.com/materi-kuliah/penentuan-harga-

transfer-transfer-pricing/

https://purnamiap.blogspot.com/2017/01/ringkasan-spm-bab-

11pengukuran-kinerja.html

21

Anda mungkin juga menyukai