Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

MANAJEMEN KEUANGAN PERUSAHAAN


LANJUTAN
DOSEN PENGAMPU: FITRI, SE., MM.

Kelompok 9 :

Ahmad Riandy Zalindra 2102113978


Irma Suryani 2102125007
Said Muhammad Faruq 2102135518
Suriyani 2102111811

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS RIAU
2023
KELOMPOK 9 :

1. Ahmad Riandy Zalindra 2102113978


( Mengerjakan PPT )

2. Irma Suryani 2102125007


( Mengerjakan Makalah )

3. Said Muhammad Faruq 2102135518


( Mengerjakan PPT )

4. Suriyani 2102111811
( Mengerjakan Makalah )

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab atas
segala rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat pada waktu yang direncanakan.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Kelompok
mengenai “Keputusan Struktur Modal”.
Dengan membuat makalah ini penulis diharapkan mampu untuk mengetahui
serta memahami teori-teori pada struktur modal. Penulis sadar, sebagai
mahasiswa, kami dituntut harus lebih banyak belajar dan lebih aktif. Dengan
demikian, penulisan makalah ini mungkin terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun, agar penulisan makalah di masa mendatang bisa menjadi lebih baik
lagi.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi informasi
yang berguna bagi pembacanya, terutama mahasiswa, supaya kelak menjadi
pribadi yang berwawasan, karena kita adalah penerus Bangsa Indonesia.

Pekanbaru, 09 Maret 2023

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii


DAFTAR ISI ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 3
A. Konsep Leverage ............................................................................. 3
B. Pendekatan EBIT-EPS..................................................................... 9
C. Rasio Coverage ............................................................................. 13
D. Pendekatan Biaya Modal ............................................................... 14
E. Perbandingan dengan Struktur Modal Industri Perusahaan Lain..... 14
F. Standar dari Pihak Luar ................................................................. 15
G. Analisis Aliran Kas ....................................................................... 16
H. Kombinasi ..................................................................................... 16
I. Pertimbangan Lainnya ................................................................... 16
BAB III PENUTUPAN ........................................................................... 19
A. Kesimpulan ................................................................................... 19
B. Saran ............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manajer keuangan menghadapi keputusan penting dalam kegiatan
operasional perusahaan yaitu keputusan pendanaan yang berkaitan dengan
komposisi antara penggunaan utang, saham preferen dan saham biasa yang
akan digunakan oleh perusahaan. Manajemen pendanaan menyangkut
keseimbangan antara aktiva dengan pasiva. Pemilihan susunan aktiva akan
menentukan struktur kekayaan perusahaan, sedangkan pemilihan pasiva akan
menentukan struktur finansial dan struktur modal.
Hal ini mengakibatkan manajer keuangan mengalami trade off dalam
menentukan keputusan pendanaan, yaitu lebih memilih memperbanyak utang
atau modal sendiri. Keputusan pendanaan secara langsung akan berpengaruh
terhadap risiko yang ditanggung pemegang saham beserta tingkat
pengembalian atau tingkat keuntungan yang diharapkan.
Keputusan struktur modal adalah perbandingan atau imbangan
pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukkan oleh perbandingan
utang terhadap modal sendiri. Struktur modal juga menunjukkan proporsi atas
penggunaan utang dalam membiayai investasinya, sehingga dengan
mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara
risiko dan return atas investasinya. Perusahaan dengan tingkat utang tinggi
akan membuat pemegang saham menuntut return yang tinggi pula karena
semakin bertambahnya risiko finansial yang ditanggung.
Teori struktur modal bertujuan memberikan landasan berpikir untuk
mengetahui struktur modal yang optimal. Suatu struktur modal dikatakan
optimal apabila dengan tingkat risiko tertentu dapat memberikan nilai
perusahaan yang maksimal. Nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia
dibayar oleh calon investor apabila perusahaan tersebut dijual. Profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari kegiatan bisnis
yang dilakukan. Perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi pada
umumnya menggunakan utang lebih sedikit. Hal ini dikarenakan kegiatan

1
operasional perusahaan dibiayai dengan laba yang tidak dibagi atau laba
ditahan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Konsep Leverage?
2. Apa yang dimaksud dengan EBIT-EPS?
3. Apa itu Rasio Coverage?
4. Apa saja yang terdapat di dalam Pendekatan Biaya Modal?
5. Bagaimana perbandingan Struktur Modal Industri Perusahaan lain?
6. Apa yang dimaksud Standar dari Pihak Luar?
7. Bagaimana Analisis Aliran Kas?
8. Apa itu Kombinasi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu konsep leverage
2. Untuk mengetahui apa itu EBIT-EPS
3. Untuk mengetahui apa itu Rasio Coverage
4. Untuk mengetahui apa saja yang terdapat di dalam pendekatan biaya
modal
5. Untuk mengetahui perbandingan struktur modal industri perusahaan lain
6. Untuk mengetahui standar dari pihak luar
7. Untuk mengetahui analisis aliran kas
8. Untuk mengetahui apa itu kombinasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP LEVERAGE
Arti leverage secara harfiah (literal) adalah pengungkit. Pengungkit
biasanya digunakan untuk membantu mengangkat beban yang berat. Dalam
keuangan, leverage bisa digunakan untuk meningkatkan tingkat keuntungan
yang diharapkan. Ada dua jenis leverage yaitu: Operating leverage, dan
Financial leverage.

1. Operating Leverage
Operating leverage bisa diartikan sebagai seberapa besar
perusahaan menggunakan beban tetap operasional. Beban tetap
operasional biasanya berasal dari biaya depresiasi, biaya produksi dan
pemasaran yang bersifat tetap (misal gaji bulanan karyawan). Sebagai
kebalikannya adalah beban (biaya) variabel operasional. Contoh biaya
variabel operasional adalah biaya tenaga kerja yang dibayar berdasarkan
produk yang dihasilkan (misal karyawan harian perusahaan rokok,
dibayar Rp100,00 untuk setiap rokok yang dilinting). Komposisi biaya
tetap/variabel yang berbeda mempunyai implikasi yang berbeda terhadap
risiko dan keuntungan yang diharapkan oleh perusahaan.
Perusahaan yang menggunakan biaya tetap dalam proporsi yang
tinggi (relatif terhadap biaya variabel) dikatakan menggunakan operating
leverage yang tinggi. Perubahan penjualan yang kecil akan
mengakibatkan perubahan pendapatan yang tinggi (lebih sensitif). Jika
perusahaan mempunyai degree of operating leverage (DOL) yang tinggi,
tingkat penjualan yang tinggi akan menghasilkan pendapatan yang tinggi.
Sebaliknya, jika tingkat penjualan turun secara signifikan, perusahaan
tersebut akan mengalami kerugian. Dengan demikian DOL bisa
membawa manfaat, sebaliknya bisa merugikan.
Misalkan perusahaan sedang mempertimbangkan tiga alternatif
beban tetap operasional yaitu, tinggi, sedang, dan rendah.

3
a) Biaya Tetap Rendah
Harga produk: Rp.500,00/unit ; Biaya tetap: Rp.10juta, Biaya
variabel: Rp.200,00/unit.
Biaya Tetap Sedang
Harga produk: Rp.500,00/unit ; Biaya tetap: Rp.15juta, Biaya
variabel: Rp.150,00/unit.
b) Biaya Tetap Tinggi
Harga produk: Rp.500,00/unit ; Biaya tetap: Rp.20juta, Biaya
variabel: Rp.100,00/unit.

Perhatikan trade-off antara biaya tetap dengan biaya variabel. Jika


perusahaan memilih menggunakan biaya tetap, maka konsekuensinya
adalah perusahaan akan mempunyai biaya variabel yang lebih tinggi, dan
sebaliknya. Jika penjualan rendah, maka perusahaan dengan degree of
operating leverage rendah (biaya tetap rendah) mempunyai keuntungan
yang lebih tinggi. Jika penjualan tinggi, akan lebih baik jika perusahaan
mempunyai degree of operating leverage yang tinggi.
Alternatif biaya tetap rendah mempunyai slope yang lebih tinggi,
tetapi mempunyai intercept (biaya tetap) yang lebih rendah. Titik potong
dengan penjualan, yang berarti titik break-even, untuk alternatif leverage
rendah menunjukkan angka yang paling rendah. Titik break-even (TBE)
untuk ketiga alternatif tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini.

𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑒𝑡𝑎𝑝
𝑇𝐵𝐸 =
Harga/unit − Biaya Variabel/unit

TBEA = 10 juta / (500 – 200) = 33.333 unit


TBEB = 15 juta / (500 – 150) = 42.857 unit
TBEC = 20 juta / (500 – 100) = 50.000 unit

Perhitungan titik break-even menunjukkan bahwa alternatif


leverage operasi yang tinggi mempunyai titik break-even yang paling
tinggi. Titik break-even tersebut menunjukkan bahwa risiko alternatif

4
leverage tinggi adalah paling tinggi, karena untuk mencapai break-even
diperlukan penjualan yang lebih tinggi.
Derajat leverage operasi (Degree of Operating Leverage) bisa
diartikan sebagai efek perubahan penjualan terhadap pendapatan (profit).
Degree of operating leverage (DOL) bisa dituliskan sebagai berikut ini.

𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑏𝑎 (𝑝𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡)


𝐷𝑂𝐿 =
Persentase perubahan unit yang terjual
∆ 𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡 / Profit
𝐷𝑂𝐿 =
∆Q/Q
Profit bisa ditulis sebagai berikut:
Profit P = (c.Q) - F
di mana c = marjin kontribusi = (P-V)
P = harga produk per unit
V = biaya variabel per unit
Q = jumlah unit produk yang terjual
F = biaya tetap

DOL = (∆P / P) / (∆Q / Q)


= {∆ (cQ - F)} / (Cq - F) / (∆Q / Q)
= {C∆Q - ∆F}) / (cQ - F) / (∆Q / Q)
karena AF = 0, (biaya tetap), maka:
= (c∆Q.Q) / (cQ - F) ∆Q
= c.Q / (cQ - F)

Pada tingkat Q = 80.000 unit, DOL untuk ketiga alternatif biaya tetap di
atas bisa dihitung sebagai berikut ini.
DOLA = (500-200) (80.000) / (500-200) (80.000) - 10 juta = 1,71
DOLB = (500-150) (80.000) / (500-150) (80.000) - 15 juta = 2,15
DOLC = (500-100) (80.000) / (500-100) (80.000) - 20 juta = 2,67

Implikasi dari biaya tetap yang tinggi adalah menurunnya biaya per
unit. Jika unit yang diproduksi / terjual tinggi, maka alternatif ketiga (biaya

5
tetap tinggi) menghasilkan biaya per unit yang paling rendah. Perusahaan
seperti itu bisa menawarkan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan
harga pesaingnya dan akan mempunyai daya saing yang lebih tinggi.
Karena itu salah satu strategi yang bisa dilakukan adalah mendorong
kapasitas produksi sehingga biaya menjadi lebih rendah (lebih efisien),
kemudian menjual produk dengan harga lebih murah.

2. Leverage Keuangan (Financial Leverage)


Leverage keuangan bisa diartikan sebagai besarnya beban tetap
keuangan (finansial) yang digunakan oleh perusahaan. Beban tetap
keuangan tersebut biasanya berasal dari pembayaran bunga untuk utang
yang digunakan oleh perusahaan. Perusahaan yang menggunakan beban
tetap (bunga) yang tinggi berarti menggunakan utang yang tinggi dan
dikatakan mempunyai leverage keuangan yang tinggi, yang berarti degree
of financial leverage (DFL) untuk perusahaan tersebut juga tinggi.
Degree of financial leverage mempunyai implikasi terhadap earning
per-share perusahaan. Untuk perusahaan yang mempunyai DFL yang
tinggi, perubahan EBIT (Earning Before Interest and Taxes) akan
menyebabkan perubahan EPS yang tinggi. Sama seperti degree of
operating leverage (DOL), DFL seperti pisau bermata dua: jika EBIT
meningkat, EPS akan meningkat secara signifikan, sebaliknya, jika EBIT
turun, EPS juga akan turun secara signifikan.
EBIT = Earning before interest and taxes (laba sebelum bunga
dan pajak)
EBT = Earning before taxes (laba sebelum pajak)
EAT = Earning after taxesNilai saham = Nilai perusahaan -
Nilai utang
EPS = Earning per-share (laba / jumlah lembar saham)

Bunga semakin meningkat jika perusahaan menggunakan utang lebih


besar. Jika EBIT perusahaan tinggi, penggunaan utang akan semakin

6
meningkatkan EPS. Sebaliknya, jika EBIT rendah, utang yang tinggi
mengakibatkan kerugian yang lebih besar.
Leverage dari nilai perusahaan mempunyai slope yang paling besar,
yang berarti EPS akan lebih sensitif terhadap perubahan EBIT. Derajat
leverage keuangan (Degree of Financial Leverage) bisa diartikan sebagai
efek perubahan EBIT terhadap pendapatan (profit). Degree of financial
leverage (DFL) bisa dituliskan sebagai berikut ini.

𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘


𝐷𝐹𝐿 =
Persentase perubahan EBIT

Persamaan di atas bisa diringkaskan sebagai berikut ini.


Laba setelah pajak = (EBIT - Bunga) (1-Tc),
Tambahan laba setelah pajak = ∆(EBIT - Bunga) (1 - Tc)
= (∆EBIT - ∆bunga) (1 - Tc)
Karena ∆bunga = 0, maka bisa ditulis kembali menjadi (∆EBIT) (1 - Tc)
Dengan demikian DFK bisa ditulis kembali menjadi:

(∆EBIT)(1 − Tc) / (EBIT − Bunga) (1 − Tc)


𝐷𝐹𝐿 =
∆EBIT/EBIT
DFL = EBIT / (EBIT – Bunga)

Semakin tinggi utang yang dipakai, semakin tinggi degree of


financial leverage. Penggunaan leverage keuangan yang besar mempunyai
implikasi yang sama dengan penggunaan leverage operasi yang besar,
yaitu meningkatkan 'leverage'. Dengan menggunakan leverage yang tinggi,
perubahan EBIT yang sedikit akan meningkatkan EAT lebih besar.

3. Kombinasi Leverage Operasi dengan Leverage Keuangan


Leverage operasi berkaitan dengan efek perubahan penjualan
terhadap EBIT (laba sebelum bunga dan pajak). Sementara leverage
keuangan berkaitan dengan efek perubahan EBIT terhadap EAT (laba

7
setelah pajak). Perusahaan bisa mengkombinasikan keduanya untuk
memperoleh leverage gabungan.
Misalkan perusahaan mempunyai empat skenario yang berkaitan
dengan leverage operasi dan leverage keuangan:
1) Leverage Operasi dan Keuangan Rendah. Pada alternatif ini,
perusahaan menggunakan biaya tetap sebesar Rp10 juta, biaya
variabel sebesar 40% dari penjualan, tidak menggunakan utang (biaya
bunga = 0).
2) Leverage Operasi Rendah dan Leverage Keuangan Tinggi. Pada
alternatif ini, perusahaan menggunakan biaya tetap sebesar Rp10 juta,
biaya variabel sebesar 40% dari penjualan, menggunakan utang
sebesar 50% dari nilai perusahaan dengan tingkat bunga 20%. Biaya
bunga dengan demikian adalah 0,2 × Rp5 juta = Rp1 juta.
3) Leverage Operasi Tinggi dan Leverage Keuangan Rendah. Pada
alternatif ini, perusahaan menggunakan biaya tetap sebesar Rp20 juta,
biaya variabel sebesar 20% dari penjualan, tidak menggunakan utang
(biaya bunga = 0).
4) Leverage Operasi Tinggi dan Leverage Keuangan Tinggi Pada
alternatif ini, perusahaan menggunakan biaya tetap sebesar Rp20 juta,
biaya variabel sebesar 20% dari penjualan, menggunakan utang
sebesar 50% dari nilai perusahaan dengan tingkat bunga 20%. Biaya
bunga dengan demikian adalah 0,2 × Rp5 juta = Rp1 juta.

Derajat leverage gabungan (DCL atau Degree of Combined


Leverage) bisa dihitung sebagai berikut ini.

%perubahan EBIT %perubahan laba bersih


𝐷𝐶𝐿 = ( )×( )
%perubahan penjualan %perubahan EBIT
% perubahan laba bersih
= ( % perubahan penjualan )

DCL = DOL × DFL


= { [c.Q / (cQ - F)] x [EBIT / (EBIT-Bunga)] )

8
= { [c.Q / (cQ - F)] x [(cQ - F) / [ (cQ - F) - Bunga) ] }
= c.Q / (c.Q – F - Bunga)

B. PENDEKATAN EBIT-EPS
Konsep leverage memberikan semacam pendahuluan terhadap efek
utang terhadap keuntungan dan risiko. Dengan singkat kata, utang yang tinggi
menaikkan keuntungan yang diharapkan tetapi juga menaikkan risiko. Bagian
ini membicarakan pendekatan EBIT-EPS untuk menentukan utang yang
optimal.
Misalkan PT ABC saat ini tidak mempunyai utang. Harga per lembar
saham perusahaan tersebut adalah Rp500,00, dengan jumlah saham yang
beredar 100.000 lembar. Perusahaan sedang membutuhkan tambahan dana
sebesar Rp10 juta. Perusahaan mempunyai dua pilihan: (1) menerbitkan
saham baru, atau (2) menggunakan utang dengan tingkat bunga 20%.
Misalkan perusahaan memperoleh EBIT (Earning Before Interest and Taxes
atau pendapatan sebelum bunga dan pajak) sebesar Rp15 juta, tabel berikut
ini meringkaskan EPS yang akan diperoleh jika perusahaan menggunakan
saham baru dan menggunakan utang.

Tabel 1. EPS untuk Utang dan Saham Baru

Saham Baru Utang


EBIT 15.000.000 15.000.000
Bunga 0 2.000.000
Earning Before Taxes 15.000.000 13.000.000
Pajak 6.000.000 5.200.000
Laba Bersig 9.000.000 7.800.000
Jumlah Saham Beredar 120.000 100.000
EPS (Earning Per-Share) 75 78

Jika perusahaan menerbitkan saham baru, maka perusahaan akan


menerbitkan 20.000 lembar saham baru (Rp10 juta/Rp500). Dengan demikian
jumlah saham yang beredar bertambah menjadi 120.000 lembar. Kolom

9
kedua di atas memperlihatkan perhitungan EPS jika perusahaan memilih
alternatif pertama.

Jika perusahaan memilih untuk menggunakan utang, perusahaan harus


membayar bunga sebesar Rp2 juta (20% x Rp10 juta). Jumlah lembar saham
yang beredar tidak bertambah, tetap sebesar 100.000 lembar. EPS yang
diperoleh adaiah Rp78,00 per lembar saham. Karena EPS untuk alternatif
utang lebih tinggi dibandingkan dengan EPS untuk alternatif saham, untuk
EBIT sebesar Rp15 juta, perusahaan sebaiknya menggunakan utang. Tetapi
tentu saja jika EBIT yang diperoleh lebih rendah, alternatif utang barangkali
tidak menguntungkan, karena perusahaan harus membayar kewajiban bunga
yang bersifat tetap sebesar Rp2 juta. Misalkan EBIT yang diperoleh adalah
Rp9 juta, berikut ini perhitungan EPS untuk kedua alternatif tersebut.

Tabel 2. EPS jika EBIT = Rp 9 Juta

Saham Baru Utang


EBIT 9.000.000 9.000.000
Bunga 0 2.000.000
Earning Before Taxes 9.000.000 7.000.000
Pajak 3.600.000 2.800.000
Laba Bersig 5.400.000 4.200.000
Jumlah Saham Beredar 120.000 100.000
EPS (Earning Per-Share) 45 42

Perhitungan pada tabel tersebut menunjukkan EPS untuk saham lebih


tinggi dibandingkan dengan EPS untuk utang. Dengan demikian perusahaan
sebaiknya menerbitkan saham baru dibandingkan dengan utang, jika EBIT
yang diperoleh sebesar Rp9 juta.

Kita bisa menghitung titik EBIT 'break-even' dimana alternatif saham


baru akan menghasilkan EPS yang sama dengan alternatif utang. Berikut ini
formula untuk perhitungan tersebut.

10
(𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗− 𝐵1) (1−𝑇𝑐)−𝐷𝑝1 (𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗− 𝐵2 ) (1−𝑇𝑐)−𝐷𝑝2
=
𝑁1 𝑁2

di mana 𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ = EBIT break-event

𝐵1 , 𝐵2 = bunga yang dibayarkan untuk alternatif 1 dan 2

Tc = tingkat pajak

𝐷𝑝1 , 𝐷𝑝2 = deviden saham preferen untk alternatif 1 dan 2

𝑁1 , 𝑁2 = jumlah saham beredar untuk a;ternatif 1 dan 2

Untuk contoh di atas, berikut perhitungan EBIT yang akan


menyamakan EPS untuk kedua alternatif tersebut.

[(𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ - 0) (1 - 0,4) – 0] 100.000 = [(𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ - 2 juta) (1 - 0,4) – 0]


120.000

60.000 𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ = [(0,6 𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ - 1,2 juta)] 120.000

60.000 𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ = (72.000 𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ - 144.000 juta)

12.000 𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ = 144.000 juta

𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ = 12.000.000

Pada tingkat EBIT sebesar Rp12 juta, EPS untuk kedua alternatif
tersebut akan sama. Berikut ini perhitungan EPS jika EBIT keduanya adalah
Rp12 juta.

Tabel 3. EPS jika EBIT = Rp 12 Juta (Break-event antara saham baru dan
utang)
Saham Baru Utang
EBIT 12.000.000 12.000.000
Bunga 0 2.000.000
Earning Before Taxes 12.000.000 10.000.000
Pajak 4.800.000 4.000.000
Laba Bersig 7.200.000 6.000.000
Jumlah Saham Beredar 120.000 100.000
EPS (Earning Per-Share) 60 60

11
Tabel tersebut menunjukkan bahwa jika perusahaan memperoleh EBIT
di atas Rp12 juta, penggunaan utang akan menghasilkan EPS yang lebih
tinggi, sehingga utang menjadi lebih menarik. Sebaliknya, jika EBIT di
bawah Rp12 juta, alternatif saham baru lebih baik dibandingkan dengan
alternatif utang.

Misalkan perusahaan sedang mempertimbangkan alternatif ketiga yaitu


menerbitkan saham preferen dengan dividen sebesar 15%. Titik break-even
antara saham biasa dengan saham preferen bisa dihitung sebagai berikut ini.

[(𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ − 0) (1 - 0,4) - 0] 120.000 = [(𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ − 0) (1 - 0,4) - 1,5 juta)


100.000

(72.000 𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ ) = 60.000 𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ − 150.000 juta

𝐸𝐵𝐼𝑇 ∗ = 12.500.000

Pendekatan EBIT-EPS dalam struktur modal bermanfaat bagi manajer


keuangan, meskipun mempunyai beberapa keterbatasan. Pertama, metode
tersebut tidak membicarakan pengaruh struktur modal terhadap nilai
perusahaan. Manajemen keuangan mempunyai fokus pada maksimisasi nilai
perusahaan. Kedua, pendekatan tersebut tidak memperhitungkan biaya utang
yang bersifat implisit.

Sebagai contoh, utang yang semakin tinggi akan meningkatkan risiko


kebangkrutan, dan juga biaya bunga bisa menjadi meningkat. Hal semacam
itu tidak diperhitungkan dalam analisis EBIT-EPS. Tetapi analisis tersebut
bisa memberikan gambaran seberapa besar EBIT yang harus diperoleh jika
manajer keuangan ingin memperoleh EPS tertentu.

Sebagai contoh, manajer keuangan bisa menghitung EBIT (yang


menyamakan EPS utang dengan EPS saham), kemudian manajer keuangan
bisa memperkirakan probabilitas memperoleh EBIT di atas EBIT. Jika
probabilitasnya tinggi, maka penggunaan utang bisa disarankan. Sebaliknya,
jika probabilitasnya kecil, manajer keuangan barangkali akan lebih baik
menggunakan saham.

12
C. RASIO COVERAGE
Rasio coverage ingin melihat seberapa jauh kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban yang bersifat tetap. Semakin tinggi angka tersebut,
semakin tinggi (aman) kemampuan perusahaan bisa memenuhi kewajibannya.
Rasio coverage bisa dihitung sebagai berikut ini.
𝐸𝐵𝐼𝑇
Times Interest Earned =
𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔

Formula di atas hanya memasukkan pembayaran bunga, padahal


perusahaan, dalam beberapa situasi, harus juga membayar cicilan
pembayaran. Alternatif lain untuk menghitung rasio coverage adalah dengan
memasukkan cicilan pembayaran utang. Cicilan pembayaran utang
mempunyai kewajiban yang sama dengan bunga utang Jika perusahaan gagal
membayarkan cicilan utang, perusahaan bisa dibangkrutkan Rasio debt-
service coverage dipakai untuk menghitung kewajiban tersebut.

𝐸𝐵𝐼𝑇
Debt-service coverage = 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 +{𝐶𝑖𝑐𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔/(1−𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘)}

Cicilan uang disesuaikan karena cicilan utang tidak bisa dipakai sebagai
pengurang pajak. Di samping beban tetap dari bunga, perusahaan bisa
memperoleh beban tetap lainnya. Leasing (sewa) merupakan contoh beban
tetap bukan bunga. Beban tetap leasing mempunyai kewajiban yang sama
dengan beban tetap utang. Karena itu, leasing seharusnya juga dimasukkan ke
dalam persamaan-persamaan di alas Rasio fixed charge coverage (FCC)
memasukkan sewa, sebagai berikut ini.

𝐸𝐵𝐼𝑇
FCC = 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 + 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑆𝑒𝑤𝑎 + 𝑃𝑒𝑚𝑏𝑎𝑦𝑎𝑟𝑎𝑛 𝐶𝑖𝑐𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑈𝑡𝑎𝑛𝑔 /(1−𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘)

Manajer keuangan bisa menggunakan rasio-rasio tersebut pada


menghitung target struktur modal. Lebih spesifik, jika perusahaan
mempunyai target rasio coverage tertentu, atau pihak perbankan (kreditor)
menetapkan rasio coverage tertentu, maka penggunaan utang harus dianalisis
efeknya terhadap rasio tersebut. Jika utang baru mengakibatkan pembayaran
bunga yang meningkat, maka barangkali akan lebih baik jika utang baru
tersebut dibatalkan. Baik tidaknya suatu rasio juga bisa dilihat dari

13
perbandingan dengan angka lain, misal rata-rata industri atau data historis.
Manajer keuangan bisa menggunakan kombinasi perbandingan untuk
memperoleh kesimpulan yang lebih tepat mengenai baik tidaknya atau sudah
memadainya rasio coverage tersebut.

D. PENDEKATAN BIAYA MODAL


Seperti dikatakan di muka, pendekatan EBIT-EPS mempunyai
kelemahan karena tidak memfokuskan pada nilai perusahaan. Manajer
keuangan bisa menggunakan pendekatan biaya modal untuk menghitung
struktur modal yang optimal, yaitu yang bisa memaksimumkan nilai
perusahaan. Model analisis ini mirip dengan analisis pendekatan tradisional.

E. PERBANDINGAN DENGAN STRUKTUR MODAL INDUSTRI


PERUSAHAAN LAIN
Metode lain untuk menentukan struktur modal adalah dengan mengikuti
struktur modal industri (perusahaan yang sejenis, yang kemudian dirata-rata)
atau perusahaan lain (satu atau dua) yang mempunyai risiko bisnis yang
sama. Struktur modal satu industri dengan industri lainnya cenderung
berbeda.

Jika perusahaan mempunyai struktur modal yang terlalu menyimpang


dari rata-rata industri, maka pasar (pihak luar) akan langsung
mempertanyakan penyebabnya. Penyimpangan tersebut tidak harus berarti
jelek. Jika kebanyakan perusahaan menggunakan struktur modal yang
konservatif, maka rata-rata industri untuk struktur modal akan terlihat lebih
kecil.

Meskipun demikian, kemungkinan rasio utang yang optimal bisa lebih


tinggi dari rata-rata industri. Karena itu manajer keuangan harus menyiapkan
argumen yang kuat dan meyakinkan jika ingin menggunakan struktur modal
yang menyimpang signifikan dari rata-rata industri

Sebagai contoh, tabel berikut ini menggambarkan struktur modal untuk


beberapa industri di Amerika Serikat, Kanada, dan Indonesia (Bursa Efek
Jakarta.

14
Tabel 4. Struktur Utang Antarindustri

AS Kanada BEJ
Industri Industri Industri
(1972) (1972) (1972)
Luar Angkasa 39,1 Kimia 2,,8 Semen 0,74
Komponen dan Konstruksi 1,7 Keramik, 0,66
Aksesoris 51,2 Pemrosesan 1,4 Plastik
Otomotif Makanan 3,1 Kimia 1,13
Kimia 47,6 Otomotif 1,4 Kertas 1,32
Obat-obatan 63,3 Elektronik 2,3 Ban Karet 0,36
Produk Gelas dan 51,5 Pertambangan 2,4 Otomotif 1,13
Kontainer Perdagangan 2,5 Elektronik 1,16
Mesin dan 55,1 Minyak 2,7 Tekstil 1,39
Peralatan Mesin Kertas dan 2,6 Garmen 1,30
Pertambangan 63,0 Produk Farmasi 1,85
Besi 44,4 Kehutanan Makanan, 0,71
Baja 0,13 Minuman dan
Transpotrasi 3,4 Tembakau
Utilitas 1,9 Barang 1,16
Manufaktur 1,2 Konsumsi
Bank 8,90
Agribisnis 0,79
Pertambangan 1,05

Catatan:

Untuk AS rasio modal terhadap total aset

Untuk Kanada rasio utang terhadap modal

Untuk BEJ (Bursa Efek Jakarta) rasio utang terhadap modal (Debt to Equity
Ratio)

F. STANDAR DARI PIHAK LUAR


Pihak luar (biasanya pemberi pinjaman) akan menetapkan standar
tertentu dalam struktur modal. Jika perusahaan ingin meminjam, maka
perusahaan tersebut harus mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh
pemberi pinjaman. Pada situasi lain, jika perusahaan ingin menerbitkan
obligasi (surat utang), biasanya perusahaan tersebut akan di-rating oleh
perusahaan perating (contoh: Pefindo (Indonesia), Moody's, Standard and

15
Poor's (Amerika Serikat)). Rating tersebut didasarkan atas beberapa faktor, di
antaranya faktor struktur modal (utang). Jika perusahaan ingin memperoleh
rating tertentu, perusahaan tersebut akan berusaha, antara lain, mempunyai
struktur modal yang memungkinkan diperolehnya rating tertentu tersebut.
Dalam kebanyakan situasi, nasehat dari pemberi pinjaman atau pemberi
rating akan mendominasi keputusan utang Sebagai contoh, jika perusahaan
ingin memperoleh pinjaman dan pihak bank mensyaratkan tingkat utang
tertentu, maka perusahaan akan menuruti kemauan tersebut. Kalau tidak,
perusahaan tidak akan memperoleh pinjaman.
Rasio coverage biasanya sering digunakan oleh pemberi pinjaman dan
lembaga rating untuk menilai risiko kebangkrutan. Dua rasio yang sering
digunakan dalam analisis coverage adalah Times Interest Earned (TIE) dan
Fixed Charge Coverage (FCC). Semakin tinggi angka tersebut, semakin aman
dari risiko kegagalan membayar kewajiban. Rasio FCC memasukkan semua
kewajiban pembayaran, yaitu bunga, sewa, dan cicilan pembayaran utang
(pokok pinjaman). Rasio TIE tidak memasukkan dua komponen terakhir.

G. ANALISIS ALIRAN KAS


Manajer keuangan bisa menganalisis aliran kas, menggunakan
semacam simulasi atau skenario untuk memperkirakan kemampuan
membayar pada situasi yang jelek (misal resesi). Setelah mengetahui
kemampuan menghasilkan kas pada situasi baik dan jelek, manajer keuangan
bisa memutuskan tingkat utang yang optimal.

H. KOMBINASI
Manajer keuangan tidak harus menggunakan hanya satu metode analisis
dalam penentuan struktur modal. Manajer keuangan bisa menggabungkan
metode-metode yang telah disebutkan di muka, untuk memperoleh gambaran
yang lebih baik dan menyeluruh terhadap struktur modal tersebut.

I. PERTIMBANGAN LAINNYA
Beberapa hal lainnya yang bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam
menentukan struktur modal. Berikut ini beberapa faktor tersebut.

16
1. Stabilitas Penjualan. Perusahaan yang mempunyai penjualan yang
stabil, bisa menggunakan utang yang semakin tinggi. Semakin stabil
penjualan suatu perusahaan, semakin mampu perusahaan tersebut
menutup kewajiban-kewajibannya. Jika kondisi ekonomi memburuk,
perusahaan dengan penjualan yang stabil mempunyai kemungkinan
yang lebih tinggi untuk bisa menutup kewajibannya. Industri utilitas
(misal: listrik) cenderung mempunyai ulang yang lebih tinggi, karena
penjualan utilitas relatif stabil (semua orang menggunakan listrik).
2. Tingkat Pertumbuhan Penjualan. Perusahaan yang mempunyai tingkat
penjualan yang tinggi akan lebih menguntungkan jika memakai utang
Perhitungan financial leverage diatas menunjukkan bahwa dengan
menggunakan utang, EPS bisa dimaksimumkan jika penjualan cukup
tinggi. Pada sisi yang lain, perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi
biasanya mempunyai harga saham yang tinggi (PER tinggi). Karena itu
akan menguntungkan jika perusahaan menerbitkan saham
(memanfaatkan harga yang masih tinggi). Manajer keuangan dengan
demikian harus mempertimbangkan trade-off antara penggunaan utang
dan saham dalam situasi tersebut.
3. Struktur Aset. Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap yang lebih
besar (yang berusia panjang), apalagi jika digabung dengan tingkat
permintaan produk yang stabil, akan menggunakan utang yang lebih
besar. Perusahaan yang mempunyai aset lancar lebih banyak
(persediaan pada. supermarket), yang nilainya akan tergantung dari
profitabilitas perusahaan, akan menggunakan utang yang lebih sedikit.
4. Sikap Manajemen. Manajemen yang konservatif akan menggunakan
utang yang lebih sedikit, dan sebaliknya. Pemegang saham yang ingin
menjaga kendali atas perusahaannya akan menggunakan utang yang
lebih banyak. Sebaliknya, jika perusahaan tidak berkepentingan
terhadap kendali perusahaan, akan cenderung menerbitkan saham baru.
Sebagai contoh, manajer perusahaan publik yang kepemilikannya sudah
tersebar, akan cenderung menerbitkan saham baru. Penerbitan saham

17
tersebut mengakibatkan kepemilikan semakin tersebar, dan memperkuat
posisi manajer.

18
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan materi Keputusan Struktur Modal, dapat disimpulkan bahwa:
a. Arti leverage secara harfiah (literal) adalah pengungkit. Pengungkit
biasanya digunakan untuk membantu mengangkat beban yang berat.
Dalam keuangan, leverage bisa digunakan untuk meningkatkan tingkat
keuntungan yang diharapkan. Ada dua jenis leverage yaitu: Operating
leverage, dan Financial leverage.
b. Konsep leverage memberikan semacam pendahuluan terhadap efek utang
terhadap keuntungan dan risiko. Uutang yang tinggi menaikkan
keuntungan yang diharapkan tetapi juga menaikkan risiko.
c. Rasio coverage melihat seberapa jauh kemampuan perusahaan memenuhi
kewajiban yang bersifat tetap. Semakin tinggi angka tersebut, semakin
tinggi kemampuan perusahaan bisa memenuhi kewajibannya.
d. Pendekatan EBIT-EPS mempunyai kelemahan karena tidak
memfokuskan pada nilai perusahaan. Model analisis ini mirip dengan
analisis pendekatan tradisional.
e. Metode lain untuk menentukan struktur modal adalah dengan mengikuti
struktur modal industri (perusahaan yang sejenis, yang kemudian dirata-
rata) atau perusahaan lain yang mempunyai risiko bisnis yang sama.
f. Pihak luar (biasanya pemberi pinjaman) akan menetapkan standar
tertentu dalam struktur modal. Jika perusahaan ingin meminjam, maka
perusahaan tersebut harus mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh
pemberi pinjaman.
g. Manajer keuangan bisa menganalisis aliran kas, menggunakan semacam
simulasi atau skenario untuk memperkirakan kemampuan membayar
pada situasi yang jelek (misal resesi). Setelah mengetahui kemampuan
menghasilkan kas pada situasi baik dan jelek, manajer keuangan bisa
memutuskan tingkat utang yang optimal.

19
h. Manajer keuangan tidak harus menggunakan hanya satu metode analisis
dalam penentuan struktur modal. Manajer keuangan bisa
menggabungkan metode-metode yang telah disebutkan di muka, untuk
memperoleh gambaran yang lebih baik dan menyeluruh terhadap struktur
modal tersebut.
i. Terdapat beberapa faktor pada pertimbangan lainnya yaitu; (1) Stabilitas
penjualan, (2) Tingkat pertumbuhan penjualan, (3) Struktur aset, dan (4)
Sikap manajemen.

B. Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki dalam
penulisan makalah ini karena hanya sedikit sumber yang kami cantumkan
pada makalah ini, oleh karena itu mohon maaf apabila terdapat kekurangan
dari penjelasan materi dan isi dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dalam memahami materi Keputusan Struktur
Modal.

20
DAFTAR PUSTAKA

Mamduh, & Hanafi. (2018). MANAJAMEN KEUANGAN (2nd ed.).

21

Anda mungkin juga menyukai