Manajemen Strategi I
Oleh Kelompok 1:
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Evaluasi dan Pengendalian" dengan tepat
waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Strategis I. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Taher Alhabsyi selaku dosen
pengampu mata kuliah Manajemen Strategi I. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
2.2.10 Benchmarking....................................................................................................13
ii
2.4.2 Perubahan Tujuan...............................................................................................15
BAB III....................................................................................................................................23
PENUTUP...............................................................................................................................23
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Proses pengendalian memastikan bahwa perusahaan sedang mencapai apa yang telah
ditetapkan untuk dicapai. Proses pengendalian membandingkan kinerja dengan hasil
yang diinginkan dan memberikan umpan balik yang diperlukan bagi pihak manajemen
untuk mengevaluasi hasil-hasil yang diperoleh dan mengambil tindakan perbaikan bila
diperlukan.
1. Menentukan apa yang akan diukur: Manajer puncak dan manajer operasional perlu
menetapkan proses implementasi dan hasil-hasil yang akan dipantau dan dievaluasi.
Proses dan hasil harus dapat diukur dalam cara yang obyektif dan konsisten. Fokus
ada pada elemen paling penting dalam sebuah proses elemen yang bertanggung jawab
terhadap proporsi terbesar dalam biaya atau jumlah terbesar masalah yang ditemui.
Pengukuran harus dapat diketahui dengan mudah oleh seluruh wilayah penting,
bagaimanapun sulitnya. Oleh karena kualitas sering sulit diukur, maka langkah ini
sangat penting dalam program TQM.
2. Menetapkan standar kinerja: Standar yang digunakan untuk mengukur kinerja
merupakan ekspresi mendetail dari sasaran strategis. Standar adalah ukuran atas hasil
kinerja yang dapat diterima. Setiap standar biasanya memasukkan rentang toleransi,
yang menentukan penyimpangan yang dapat diterima. Standar dapat disusun tidak
hanya untuk output akhir, tetapi juga untuk tahap di tengah-tengah proses produksi.
3. Mengukur kinerja aktual: Pengukuran harus dilakukan pada saat awal penentuan
standar.
4. Membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan: Jika hasil aktual
berada dalam rentang toleransi, proses pengukuran berhenti di sini.
5. Mengambil tindakan perbaikan: Jika hasil aktual berada di luar rentang toleransi yang
ditetapkan, maka harus diambil sebuah tindakan untuk memperbaiki penyimpangan
tersebut. Beberapa hal berikut ini harus diperhatikan sebelum mengambil tindakan
perbaikan:
a. Apakah penyimpangan yang terjadi hanya merupakan suatu kebetulan?
b. Apakah proses yang sedang berjalan tidak berfungsi dengan baik?
1
c. Apakah proses yang sedang berjalan tidak sesuai dengan upaya pencapaian
standar yang diinginkan? Tindakan harus diambil tidak hanya untuk
memperbaiki penyimpangan yang terjadi, tetapi juga untuk mencegah
berulangnya penyimpangan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana evaluasi dan pengendalian dalam manajemen strategis perusahaan?
1.2.2 Bagaimana mengukur kinerja perusahaan
1.2.3 Bagaimana sistem informasi strategis?
1.2.4 Bagaimana pedoman dalam melakukan pengendalian yang tepat?
1.2.5 Bagaimana manajemen insentif strategis?
1.1 Tujuan
1.1.1 Menjelaskan evaluasi dan pengendalian dalam manajemen strategis
perusahaan
1.1.2 Menjelaskan mengukur kinerja perusahaan
1.1.3 Menjelaskan sistem informasi strategis
1.1.4 Menjelaskan pedoman dalam melakukan pengendalian yang tepat
1.1.5 Menjelaskan manajemen insentif strategis
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pendek (hari ini sampai enam bulan ke depan) dan memfokuskan pada apa yang dapat
dilakukan pada saat ini untuk dapat mencapai kesuksesan, balk dalam waktu dekat
maupun dalam jangka panjang ke depan. Lorange, Morton, dan Goshal lebih lanjut
menyatakan bahwa ada hirarki pengendalian dalam pengendalian. Pada tingkat korporasi,
pengendalian difokuskan pada menjaga keseimbangan di antara berbagai aktivitas yang
berbeda dalam perusahaan sebagai satu kesatuan. Pengendalian strategis dan taktis
merupakan hal yang sangat penting. Keseluruhan profitabilitas tahunan merupakan
kuncinya. Pada tingkat divisional, pengendalian berkaitan terutama dengan pemeliharaan
dan peningkatan posisi kompetitif. Pada tingkatan ini pengendalian taktis mendominasi.
Pangsa pasar dan biaya yang dikeluarkan oleh setiap unit bisnis diperhatikan dengan hati-
hati setiap bulan dan triwulan. Pada tingkat fungsional, peran pengendalian adalah
mengembangkan dan memperkuat kompetensi distingtif berdasarkan fungsi. Jumlah
pemenuhan permintaan penjualan, jumlah keluhan pelanggan, dan jumlah produk cacat
diperhatikan tiap hari dan tiap minggunya. Karena lingkup waktunya yang singkat,
pengendalian operasional dan taktis menjadi jenis pengendalian yang penting pada
tingkatan ini, dengan sedikit perhatian pada pengendalian strategis.
Untuk membantu mencapai sasaran organisasional, para manajer strategis harus
memastikan bahwa keseluruhan hirarki pengendalian terintegrasi dan berjalan dengan
semestinya.
4
Gambar Mengevaluasi Strategi yang Telah Diimplementasi
10.2
5
1.2 Mengukur Kinerja
Pengukuran-pengukuran yang digunakan untuk menilai kinerja tergantung pada
bagaimana unit organisasi akan dinilai dan bagaimana sasaran akan dicapai. Sasaran yang
ditetapkan pada tahap perumusan strategi dalam sebuah proses manajemen strategis
(dengan memperhatikan profitabilitas, pangsa pasar, dan pengurangan biaya, dari berbagai
ukuran lainnya) harus betul-betul digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan selama
masa implementasi strategi.
Beberapa ukuran, seperti return on investment (ROI), adalah ukuran yang baik untuk
mengevaluasi kemampuan perusahaan atau divisi dalam mencapai sasaran profitabilitas.
Namun demikian, pengukuran seperti ire memiliki keterbatasan dalam mengukur sasaran
perusahaan lainnya seperti tanggung jawab sosial perusahaan atau pengembangan
karyawan. Walaupun profitabilitas adalah sasaran utama bagi sebuah perusahaan, ROI
dapat dihitung hanya setelah jumlah laba yang diperoleh ditotal dalam satu periode. ROI
menunjukkan apa yang telah terjadi setelah fakta diperoleh — bukan apa yang sedang
terjadi atau apa yang akan terjadi. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengembangkan
ukuran-ukuran yang dapat memprediksi kemungkinan profitabilitas. Upaya tersebut dapat
dikatakan sebagai steering atau feed-forward control karena ukuran-ukuran tersebut
akan menilai variabel-variabel yang mempengaruhi profitabilitas masa yang akan datang.
Salah satu contoh jenis pengendalian ini adalah penggunaan control chart dalam
Statistical Process Control (SPC). Dalam SPC, para pekerja dan manajer berusaha
memperhatikan gambar dan grafik yang merinci kualitas dan produktivitas setiap harinya.
Para manajer dapat menetapkan berbagai pengendalian untuk tetap memfokuskan
diri mereka baik dalam aktivitas yang menghasilkan kinerja (perilaku) atau dalam hasil
aktual kinerja (output). Pengendalian terhadap perilaku menunjukkan bagaimana sesuatu
harus dilakukan melalui serangkaian kebijakan, aturan, prosedur standar operasi, dan
perintah dari atasan. Pengendalian terhadap output menunjukkan apa yang harus dicapai
dengan memfokuskan pada hasil akhir perilaku tertentu melalui penggunaan sasaran dan
target kinerja atau tonggak peristiwa penting. Pengendalian terhadap perilaku dan output
adalah hal yang tidak dapat saling menggantikan. Pengendalian terhadap perilaku (seperti
prosedur perusahaan, permintaan penjualan pada pelanggan potensial, bekerja tepat waktu)
adalah metode yang paling tepat pada situasi dimana hasil yang diperoleh sulit untuk
diukur dan ada hubungan sebab-akibat antara aktivitas dan hasil yang diperoleh.
Pengendalian terhadap output (seperti kuota penjualan, sasaran khusus dalam upaya
6
memperoleh laba atau pengurangan biaya, dan survei terhadap kepuasan pelanggan)
merupakan metode yang paling sesuai untuk situasi di mana ada kesepakatan khusus
tentang pengukuran output dan tidak ada hubungan sebab-akibat yang jelas antara hasil
yang diperoleh dan aktivitas yang dilakukan. Secara umum, pengukuran terhadap output
memberikan kebutuhan pengendalian terhadap perusahaan secara keseluruhan, sementara
pengukuran terhadap perilaku memberikan informasi pada manajer sebagai individu.
1.2.1 Mengukur Kinerja Perusahaan
7
meningkatkan ROI menimbulkan konflik dengan anggaran modal yang
menggunakan analisis diskonto aliran kas.
2. ROI sensitif terhadap nilai buku. Pabrik yang lebih tua dengan penyusutan
aktiva yang lebih besar mempunyai basis investasi yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan pabrik yang lebih baru (perhatikan juga dampak
inflasi), yang relatif meningkatkan ROI yang dimilikinya. Perhatikan pula
bahwa dengan menekan investasi modal atau menjual aset, kinerja ROI
dapat ditingkatkan.
3. Di banyak perusahaan yang menggunakan ROI, satu divisi menjual kepada
divisi lainnya. Sebagai hasilnya, harga perpindahan pasti terjadi. Biaya
yang timbul mempengaruhi laba. Karena itu, di dalam teori, harga
perpindahan (transfer price) harus didasarkan pada dampak total terhadap
laba perusahaan, bila tidak, beberapa manajer pusat investasi yang terkait
akan menderita kerugian. Harga perpindahan yang pantas sulit ditentukan.
4. Jika sebuah divisi beroperasi dalam industri yang memiliki kondisi yang
menguntungkan dan sementara divisi yang lain beroperasi dalam kondisi
yang kurang menguntungkan, divisi yang berada dalam kondisi industri
yang menguntungkan otomatis akan "terlihat" lebih baik dan divisi yang
lain.
5. Rentang waktu penilaian yang tersedia sangat pendek. Kinerja para manajer
divisi haruslah diukur dalam jangka panjang. Hal ini merupakan kapasitas
rentang waktu yang hanya dimiliki oleh manajemen puncak.
6. Daur hidup bisnis sangat mempengaruhi kinerja ROI, seringkali
mengabaikan kinerja manajerial yang ada.
Pengukuran laba lainnya yang cukup populer adalah earning per share (EPS)
dan return on equity (ROE). Earning per share (laba per lembar saham) juga memiliki
beberapa kekurangan sebagai alat untuk mengukur kinerja masa lalu dan masa yang
akan datang. Karena adanya prinsip-prinsip akuntansi alternatif, EPS dapat berbeda-
beda menurut prinsip akuntansi yang dianut walaupun sama-sama mempunyai yang
digunakan dalam penghitungannya. Lebih jauh, EPS didasarkan pada pendapatan
yang diterima di muka- baik pendapatan yang diterima dalam jangka pendek maupun
penundaan mengubah pendapatan yang diterima ke uang tunai - karena itu
mengabaikan nilai waktu. Return on equity juga memiliki keterbatasan karena ROE
juga diperoleh berdasarkan data keuangan akuntansi. Sebagai tambahan, ada banyak
8
bukti yang menyatakan bahwa EPS dan ROE tidak mempunyai keterkaitan dengan
harga saham perusahaan, Oleh karena keterbatasan, EPS dan ROE sendiri tidak cukup
baik untuk mengukur kinerja perusahaan.
1.1.1 Ukuran-ukuran yang Digunakan terhadap Para Stakeholder
Setiap stakeholder (para pemegang kepentingan) memiliki kriteria tersendiri
untuk menentukan seberapa baik kinerja yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan.
Kriteria-kriteria tersebut biasanya berhubungan dengan dampak langsung maupun
tidak langsung aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan terhadap kepentingan
stakeholder. R. E. Freeman percaya bahwa manajemen puncak perlu "menjaga nilai
yang diperoleh" para stakeholdernya, dan seperti ditunjukkan pada Tabel 10.2,
manajemen puncak harus menetapkan satu atau lebih pengukuran sederhana untuk
setiap kategori stakeholdernya.
9
1.1.2 Mengukur Nilai Tambah (Value-Added)
Nilai tambah adalah selisih penjualan dan biaya yang dikeluarkan untuk bahan
baku dan pembelian material pendukung. Return on Value Added (ROVA) adalah
salah satu alat ukur yang membagi laba bersih sebelum pajak dengan nilai tambah dan
mengubah hasil yang diperoleh ke dalam bentuk persentase. Hofer berpendapat bahwa
ROVA dapat menjadi alat ukur yang lebih baik dalam menilai kinerja perusahan
dalam berbagai industry daripada alat-alat ukur lainnya yang saat ini digunakan. Nilai
tambah merupakan cara yang cukup bermanfaat untuk mengaplikasi konsep rantai
nilai (value chain) yang diajukan oleh Porter.
Kelemahan utama nilai tambah adalah gambaran-gambaran yang diperlukan
tidak tersedia dengan mudah.
1.1.3 Menilai Pemegang Saham
Karena adanya keyakinan bahwa angka-angka berdasarkan perhitungan
akuntansi seperti ROI, ROE, dan EPS bukan merupakan indikator yang dapat
diandalkan terhadap nilai ekonomis sebuah perusahaan, banyak perusahaan
menggunakan nilai pemegang saham sebagai alat ukur yang lebih baik terhadap
kinerja perusahaan dan efektifitas manajemen strategis.
Nilai Pemegang Saham dapat didefinisikan sebagai nilai sekarang dari
antisipasi aliran arus kas di masa depan dari sebuah bisnis ditambah nilai perusahaan
apabila dilikuidasi. Nilai sebuah perusahaan adalah nilai diskonto arus kasnya
terhadap nilai sekarangnya, dengan menggunakan biaya modal sebagai tingkat
diskontonya. Sehingga jika pengembalian yang dihasilkan sebuah bisnis melebihi
biaya modalnya, bisnis tersebut akan menciptakan nilai dan dianggap berharga lebih
dari modal yang diinvestasikan ke dalamnya.
Berdasarkan argumen bahwa tujuan perusahaan adalah meningkatkan
kesejahteraan para pemegang sahamnya, maka analisis nilai pemegang saham
berpusat pada arus kas sebagai alat ukur utama terhadap kinerja.
Nilai tambah ekonomis (economic value-added/EVA) menjadi metode nilai
pemegang saham yang populer dalam mengukur kinerja perusahaan dan divisi dan
pada akhirnya menggantikan ROI sebagai standar pengukuran kinerja. EVA
mengukur selisih antara nilai sebuah bisnis sebelum dan sesudah sebuah strategi
diimplementasi. Jika selisih yang diperoleh, yaitu diskonto terhadap biaya modalnya
positif, maka strategi yang diambil perusahaan menghasilkan nilai bagi pemegang
sahamnya.
10
1.1.4 Evaluasi Terhadap Manajemen Puncak
Melalui komisi strategi, audit dan kompensasi, dewan komisaris dapat menilai
kinerja CEO dan tim manajemen puncaknya. Tentu saja, dewan komisaris sangat
memperhatikan keseluruhan profitabilitas yang diukur secara kuantitatif dengan ROI,
ROE, EPS dan nilai pemegang saham.
Anggota komite kompensasi dari dewan komisari yang bertugas saat ini pada
umumnya setuju bahwa dengan mengukur kemampuan seorang CEO dalam
menetapkan arah strategi, membangun sebuah tim manajemen, dan memberikan
kepemimpinan, adalah jauh lebih penting dalam jangka panjang dibanding beberapa
ukuran kuantitatif.
11
membandingkan antara biaya aktual yang dikeluarkan dengan pengeluaran yang
direncanakan dan menilai seberapa besar penyimpanan, khususnya yang terjadi setiap
bulannya.
Strategi yang dipilih oleh SBU harus dapat mempengaruhi jenis pengendalian
yang dipilih pula. Penelitian oleh Govindarajan dan Fisher menunjukkan bahwa SBU
berkinerja tinggi yang mengambil strategi kepemimpinan biaya yang kompetitif
cenderung menggunakan output dari pengendalian, seperti komisi langsung atau
komisi berdasarkan jumlah yang terjual. Pendekatan ini sangat logis karena biaya
biasanya dapat dengan mudah ditentukan. Sebaliknya, SBU berkinerja tinggi yang
mengambil strategi diferensiasi yang kompetitif cenderung menggunakan
pengendalian perilaku, seperti kompensasi gaji.
2. Pusat Pendapatan: Produksi biasanya dalam bentuk unit produksi atau penjualan
dalam dolar, diukur tanpa memperhatikan biaya sumber daya.
12
3. Pusat Pengeluaran: Sumber daya diukur dalam dollar tanpa memperhatikan biaya
produk atau jasa layanan yang dihasilkan. Dengan demikian, anggaran
dipersiapkan untuk pengeluaran rekayasa dan pengeluaran discretionary.
1.1.9 Benchmarking
Identifikasi wilayah atau proses yang akan diuji. Wilayah atau proses tersebut
harus merupakan aktivitas yang berpotensi menentukan keunggulan kompetitif
sebuah unit bisnis.
Temukan alat ukur terhadap perilaku dan output yang dihasilkan oleh proses dan
dapatkan cara pengukurannya.
Pilih sekelompok pesaing dan perusahaan terbaik di kelasnya yang dapat diakses
sebagai benchmark. Perusahaan tersebut mungkin berbeda sepenuhnya dalam
industri yang dimasuki namun memiliki kesamaan aktivitas
13
Hitung perbedaan yang terjadi antar pengukuran kinerja perusahaan dengan
perusahaan yang mampu mencapai yang terbaik dalam kelasnya.
Kembangkan program taktis untuk menutup kesenjangan kinerja tersebut.
Implementasi program tersebut, ukur hasil yang diperoleh, dan bandingkan
hasilnya dengan perusahaan yang terbaik dalam kelasnya.
CSF memberikan titik awal untuk mengembangkan satu sistem informasi sistem
informasi tertentu akan menunjukkan dengan tepat wilayah-wilayah penting yang
menuntut perhatian seorang manajer.
1.4 Berbagi Masalah Dalam Mengukur Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan hal penting dalam proses evaluasi dan pengendalian.
Minimnya sasaran-sasaran yang dapat diukur atau tidak adanya standar kinerja dan tidak
mampunya sistem informasi untuk memberikan hasil tepat pada waktunya, sena tidak
validnya informasi yang diberikan, adalah dua hal nyata dalam masalah pengendalian. Jika
tidak ada sasaran dan pengukuran yang tepat waktu, maka keputusan-keputusan yang
berhubungan dengan operasional menjadi sangat sulit untuk dilakukan, atau dengan kata
14
lain membuat strategi berjalan sendirian. Namun demikian, digunakannya informasi yang
tepat waktu dan standar kinerja yang dapat dikuantifikasi, tidaklah menjamin adanya
kinerja yang cukup memadai. Perilaku yang berlebihan dalam pemantauan dan
pengukuran kinerja dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu keseluruhan
kinerja perusahaan. Di antara efek samping negatif yang paling sering muncul adalah
orientasi jangka pendek dan perubahan tujuan.
1.1.1 Orientasi Jangka Pendek
15
1.1.3 Substitusi Perilaku
Masalah yang paling sering disebut dalam penerapan MBO adalah proses
pengukuran yang bersifat parsial telah merusak realitas hasil pekerjaan tersebut.
Dalam hal ini sasaran hanya ditentukan pada wilayah pengukuran yang mudah
dicapai, seperti ROI, peningkatan penjualan, atau pengurangan biaya. Namun hal
tersebut tidak selalu menjadi wilayah pengukuran yang penting. Masalah tersebut
menjadi penting dalam bidang-bidang yang berhubungan dengan profesionalitas,
layanan, atau aktivitas staf di mana pengukuran yang bersifat kuantitatif sulit
dilakukan. Sebagai contoh, jika seorang manajer divisional sedang berusaha mencapai
seluruh sasaran yang dapat diukur, tetapi dalam melakukannya ia mengabaikan tenaga
kerja yang ada, maka hasil yang diperoleh (jangka panjang dan signifikan) bisa jadi
adalah turunnya kinerja divisi yang dipimpinnya. Jika promosi didasarkan hanya pada
hasil kinerja jangka pendek yang dapat diukur, maka manajer itu hampir dapat
dipastikan akan dipindahkan atau dipromosikan ke tempat lain sebelum perilaku
negatif karyawan menimbulkan adanya keluhan kepada bagian personalia,
pemogokan, atau sabotase. Hukum yang mengatur pengaruh pengukuran terhadap
perilaku tampaknya adalah: bahwa ukuran-ukuran yang dapat dikuantifikasi
mendorong keluar ukuran-ukuran yang tidak dapat dikuantifikasi.
16
1.1.4 Sub Optimisasi
17
2. Pengendalian tersebut hanya memantau aktivitas dan hasil yang memiliki arti
cukup penting, dengan mengesampingkan kesulitan-kesulitan pengukuran yang
mungkin muncul. Jika kerja sama antar divisi merupakan hal penting bagi kinerja
perusahaan, maka beberapa ukuran kuantitatif dan kualitatif harus ditetapkan untuk
memantau kerja sama tersebut.
3. Pengendalian harus tepat pada waktunya sehingga dapat diambil tindakan
perbaikan sebelum terlambat. Steering controls, atau pengendalian yang memantau
atau mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja harus ditekankan
penggunaannya sehingga informasi awal mengenai terjadinya sebuah masalah dapat
segera diketahui.
4. Pengendalian jangka panjang harus dilakukan seperti halnya. pengendalian
jangka pendek karena penekanan yang hanya pada pengukuran-pengukuran jangka
pendek hampir dapat dipastikan akan mengarah kepada orientasi manajerial jangka
pendek.
5. Pengendalian harus menunjukkan kekecualian dengan tepat, yaitu hanya
memperhatikan aktivitas atau hasil yang gagal di luar batas toleransi yang telah
ditetapkan sebelumnya.
6. Pengendalian harus digunakan untuk memenuhi penghargaan yang akan
diberikan atau melebihi standar yang telah ditetapkan, bukan untuk menghukum
kegagalan dalam mencapai standar yang ada. Hukuman yang berlebihan terhadap
kegagalan biasanya akan mengakibatkan perubahan tujuan. Para manajer akan
memalsukan laporan dan melakukan lobi untuk standar-standar yang lebih rendah.
Hal yang mengejutkan adalah perusahaan-perusahaan dengan pengelolaan terbaik
pun sering kali memiliki sedikit pengendalian sasaran yang formal. Mereka hanya
memfokuskan pada pengukuran faktor-faktor penting yang mempengaruhi kesuksesan dan
mengawasi faktor-faktor lainnya karena budaya perusahaan. Jika budaya perusahaan
melengkapi dan memperkuat orientasi strategisnya, maka perusahaan biasanya hanya
membutuhkan sedikit sistem pengendalian formal yang intensif. Dalam bukunya, In
Search of Excellence, T. J. Peters dan R. H. Waterman menyatakan bahwa "semakin kuat
budaya perusahaan dan makin budaya itu diarahkan pada pasar sasaran, makin sedikit
kebutuhan akan kebijakan-kebijakan manual, gambar-gambar struktur organisasi, atau
aturan dan prosedur yang detail. Dalam perusahaan tersebut, karyawan yang mengerjakan
lini produksi mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan dalam kebanyakan situasi
karena pedoman nilai yang dipegang telah mengkristal dengan jelas.
18
1.6 Manajemen Insentif Strategis
Untuk menjamin kesesuaian antara kebutuhan perusahaan secara keseluruhan dan
kebutuhan para karyawannya sebagai individu, pihak manajemen dan dewan komisaris
harus mengembangkan program insentif yang menghargai kinerja yang diinginkan.
Penelitian mendukung kebijakan konvesional tersebut, yaitu bila gaji yang diberikan
sesuai dengan kinerja yang dihasilkan, hal tersebut akan memotivasi produktivitas yang
lebih besar, dan besar pengaruhnya terhadap tingkat absensi dan kualitas kerja. Studi yang
dilakukan terhadap rencana-rencana kompensasi dalam berbagai jenis perusahaan-
perusahaan pemanufakturan dan perusahaan jasa, besar dan kecil, sedang bertumbuh atau
menurun, dalam pasar yang stabil atau bergejolak menunjukkan bahwa semakin tinggi
persentase kompensasi manajemen yang terkait pada kinerja, semakin besar pula
profitabilitas perusahaan tersebut. Oleh karena itu, banyak perusahaan mengembangkan
berbagai jenis insentif bagi para eksekutifnya, mulai dari pemberian saham sampai pada
bonus uang tunai. Sayangnya, penelitian juga secara konsisten menunjukkan bahwa
kompensasi yang harus dibayarkan kepada para CEO lebih didasarkan pada besarnya
ukuran perusahaan, bukan pada besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Kesenjangan
antara kompensasi para CEO dan kinerja perusahaan adalah hal yang paling mudah dilihat
dalam perusahaan-perusahaan yang kepemilikan sahamnya tersebar luas dan tidak ada
kelompok pemegang saham dominan yang menuntut pembayaran kompensasi para CEO
tersebut berdasarkan kinerja yang mereka hasilkan.
Akan tetapi, terdapat sebuah kecenderungan dalam pembayaran kompensasi para
eksekutif di Amerika Serikat pada evaluasi dan penghargaan atas kinerja jangka
panjangnya. Insentif jangka panjang yang diberikan hingga pada tahun 1990 telah
mencapai 36 persen dari total pendapatan tahunan seorang CEO pada perusahaan-
perusahaan utama Amerika Serikat terjadi peningkatan dari 34 persen pada tahun
sebelumnya. Sedangkan sisanya menerima kompensasi tahunan yang terdiri dari gaji
pokok (39 persen) dan bonus tahunan (25 persen). Walaupun porsi gaji dari kompensasi
seorang CEO biasanya tidak terkait dengan kinerja perusahaan pada masa yang akan
datang, tetapi antara porsi insentif kompensasi seorang CEO dengan ROA dan ROE
perusahaan pada masa yang akan datang mempunyai hubungan yang kuat.
Rencana-rencana insentif yang akan diberikan dalam berbagai cara harus terkait
dengan strategi yang diambil oleh perusahaan atau divisi. Sebagai contoh, survei terhadap
600 SBU menunjukkan bahwa bauran pembayaran kompensasi yang berhubungan dengan
strategi pertumbuhan, menekankan pemberian bonus dan insentif lainnya melebihi gaji
19
dan manfaat (tunjangan) lainnya, sementara pembayaran bauran yang berhubungan
dengan strategi pemeliharaan memiliki penekanan yang berbeda. H. I. Ansoff, ahli
manajemen strategis, berpendapat bahwa salah satu cara terbaik untuk mengubah budaya
perusahaan adalah dengan memodifikasi sistem penghargaan dan insentif, baik yang
formal maupun yang informal. Namun demikian, dalam survei terhadap 381 investor yang
memiliki fasilitas-fasilitas tertentu, menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen menanggapi
bahwa tidak ada hubungan yang cukup kuat antara perencanaan strategis dan sistem
kompensasi. Penemuan memberikan hasil yang sama dengan berbagai studi lainnya,
menunjukkan bahwa sistem pembayaran terhadap kinerja yang dihasilkan digunakan
kurang dari setengah perusahaan-perusahaan besar yang ada.
Tiga pendekatan berikut ini didesain untuk membantu mendapatkan kesesuaian
antara pengukuran dan penghargaan yang diberikan, dengan sasaran strategis yang jelas
dan kerangka waktu yang tepat."
1. Metode faktor-tertimbang: Metode ini sangat sesuai khususnya pada
pengukuran dan pemberian penghargaan terhadap kinerja manajer puncak SBU
dan eksekutif tingkat kelompok unit bisnis ketika faktor-faktor kinerja yang
diukur dan kepentingan tiap faktor berbeda dari satu SBU dengan SBU lainnya.
Pengukuran yang digunakan oleh satu perusahaan mungkin berisi variasi-variasi
berikut: kinerja pertumbuhan SBU yang tinggi diukur dengan pangsa pasar,
pertumbuhan penjualan, pembayaran yang telah ditentukan untuk masa yang akan
datang, dan kemajuan pada beberapa proyek strategis yang berorientasi pada
masa yang akan datang; sedangkan kinerja pertumbuhan SBU yang lambat,
diukur dengan ROI dan kas tunai yang dihasilkannya; dan pada kinerja pada
pertumbuhan SBU rata-rata atau sedang diukur dengan gabungan faktor-faktor
tersebut
2. Metode evaluasi jangka panjang: Metode ini memberikan kompensasi kepada
para manajer untuk upaya mereka mencapai sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan untuk sebuah periode beberapa tahun ke depan. Seorang eksekutif
dapat dijanjikan untuk mendapatkan sejumlah saham perusahaan atau sejumlah
"unit kinerja" (yang dapat diubah bentuknya dalam bentuk uang) yang didasarkan
pada kinerja jangka panjang yang dihasilkannya. Komite eksekutif, sebagai
contoh, mungkin menetapkan sasaran khusus dalam bentuk pertumbuhan EPS
selama satu periode lima tahunan. Peng- hargaan yang diberikan akan menjadi
sangat tergantung pada keberhasilan perusahaan mencapai sasaran-sasaran yang
20
telah ditetapkan pada rentang waktu yang telah ditentukan. Setiap eksekutif yang
pergi meninggalkan perusahaan sebelum sasaran tersebut tercapai, tidak akan
menerima apa-apa. Penekanan pada harga saham perusahaan biasanya membuat
pendekatan tersebut lebih dapat diterapkan pada manajemen puncak daripada
untuk manajer unit bisnis.
21
Menurut P. J. Stonich, "Cara efektif untuk mencapai hasil strategis yang diinginkan
melalui sistem penghargaan adalah dengan mengkombinasikan pendekatan faktor
tertimbang, evaluasi jangka panjang, dan dana strategis." Untuk melakukannya, pertama,
pisahkan dana strategis dari dana jangka pendek. seperti yang dilakukan dalan metode
dana strategis. Kedua, kembangkan gambar faktor tertimbang untuk setiap SBU. Ketiga,
ukur kinerja berdasarkan laba sebelum pajak yang ditunjukkan oleh pendekatan dana
strategis, faktor tertimbang, dan evaluasi jangka panjang terhadap kinerja SBU dan
perusahaan. General Electric dan Westinghouse adalah dua dari perusahaan-perusahaan
yang menggunakan versi pengukuran tersebut.
22
BAB III
PENUTUP
1.7 Kesimpulan
Dasar sistem evaluasi dan pengendalian terdiri dari lima langkah yang mensyaratkan
manajer strategis untuk: (1) menentukan apa yang akan diukur, (2) menetapkan standar-
standar kinerja. (3) mengukur kinerja aktual yang dihasilkan, (4) membandingkan kinerja
aktual tersebut dengan standar yang telah ditetapkan, dan (5) mengambil tindakan
perbaikan. Langkah pertama merupakan langkah penting karena manajer cenderung
mengukur hal-hal yang mudah bagi mereka untuk mengukurnya daripada hal apa saja
yang perlu diukur.
Pengukuran haruss terkait pada kuantitas, kualitas, dan penetapan waktu, dan harus
dapat diperiksa secara obyektif.
Pengendalian strategis, taktis, dan operasional membentuk hirarki pengendalian
yang sama dengan hirarki strategi.
Pengendalian perilaku adalah pengendalian yang paling relevan untuk situasi ketika
hasil kinerja sulit diukur dan muncul hubungan sebab-akibat yang jelas antara aktivitas
yang dilakukan dan hasil yang diperoleh. Pengendalian output adalah pengendalian yang
paling cocok untuk pengukuran output yang telah disetujui bersama sebelumnya clan jika
tidak ada hubungan sebab-akibat yang jelas antara aktivitas yang dilakukan dan hasil yang
diperoleh.
23
DAFTAR PUSTAKA
24