Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

BAB 10 EVALUASI DAN PENGENDALIAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Manajemen Strategi I

yang dibimbing oleh Prof. Dr. H. Taher Alhabsyi

Oleh Kelompok 1:

Fidya Khafso Magfiroh (22024475)

Lisa Aulia Rahmatika (22024488)

Mohammad Florando Maulideva Zarofitro (22024497)

Ahmad Maulana Hasbi Ihtifazudin (22024499)

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI MALANG

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI BISNIS

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Evaluasi dan Pengendalian" dengan tepat
waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen Strategis I. Selain
itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. H. Taher Alhabsyi selaku dosen
pengampu mata kuliah Manajemen Strategi I. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 01 Januari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................2

1.3 Tujuan........................................................................................................................2

BAB II.......................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.......................................................................................................................3

2.1 Evaluasi dan Pengendalian dalam Manajemen Strategis......................................3

2.2 Mengukur Kinerja.....................................................................................................6

2.2.1 Mengukur Kinerja Perusahaan.............................................................................7

2.2.2 Ukuran-ukuran yang Digunakan terhadap Para Stakeholder...............................9

2.2.3 Mengukur Nilai Tambah (Value-Added)...........................................................10

2.2.4 Menilai Pemegang Saham..................................................................................10

2.2.5 Evaluasi Terhadap Manajemen Puncak.............................................................11

2.2.6 Pemerikasaan Manajemen..................................................................................11

2.2.7 Mengukur Kinerja Divisional dan Fungsional...................................................11

2.2.8 Pengendalian dan Strategi Unit Bisnis...............................................................12

2.2.9 Pusat-pusat Pertanggungjawaban.......................................................................12

2.2.10 Benchmarking....................................................................................................13

2.3 Sistem Informasi Strategis......................................................................................14

2.4 Berbagi Masalah Dalam Mengukur Kinerja........................................................14

2.4.1 Orientasi Jangka Pendek....................................................................................15

ii
2.4.2 Perubahan Tujuan...............................................................................................15

2.4.3 Substitusi Perilaku..............................................................................................16

2.4.4 Sub Optimisasi...................................................................................................17

2.5 Pedoman untuk Melakukan Pengendalian yang Tepat.......................................17

2.6 Manajemen Insentif Strategis................................................................................19

BAB III....................................................................................................................................23

PENUTUP...............................................................................................................................23

3.1 Kesimpulan..............................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Proses pengendalian memastikan bahwa perusahaan sedang mencapai apa yang telah
ditetapkan untuk dicapai. Proses pengendalian membandingkan kinerja dengan hasil
yang diinginkan dan memberikan umpan balik yang diperlukan bagi pihak manajemen
untuk mengevaluasi hasil-hasil yang diperoleh dan mengambil tindakan perbaikan bila
diperlukan.
1. Menentukan apa yang akan diukur: Manajer puncak dan manajer operasional perlu
menetapkan proses implementasi dan hasil-hasil yang akan dipantau dan dievaluasi.
Proses dan hasil harus dapat diukur dalam cara yang obyektif dan konsisten. Fokus
ada pada elemen paling penting dalam sebuah proses elemen yang bertanggung jawab
terhadap proporsi terbesar dalam biaya atau jumlah terbesar masalah yang ditemui.
Pengukuran harus dapat diketahui dengan mudah oleh seluruh wilayah penting,
bagaimanapun sulitnya. Oleh karena kualitas sering sulit diukur, maka langkah ini
sangat penting dalam program TQM.
2. Menetapkan standar kinerja: Standar yang digunakan untuk mengukur kinerja
merupakan ekspresi mendetail dari sasaran strategis. Standar adalah ukuran atas hasil
kinerja yang dapat diterima. Setiap standar biasanya memasukkan rentang toleransi,
yang menentukan penyimpangan yang dapat diterima. Standar dapat disusun tidak
hanya untuk output akhir, tetapi juga untuk tahap di tengah-tengah proses produksi.
3. Mengukur kinerja aktual: Pengukuran harus dilakukan pada saat awal penentuan
standar.
4. Membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan: Jika hasil aktual
berada dalam rentang toleransi, proses pengukuran berhenti di sini.
5. Mengambil tindakan perbaikan: Jika hasil aktual berada di luar rentang toleransi yang
ditetapkan, maka harus diambil sebuah tindakan untuk memperbaiki penyimpangan
tersebut. Beberapa hal berikut ini harus diperhatikan sebelum mengambil tindakan
perbaikan:
a. Apakah penyimpangan yang terjadi hanya merupakan suatu kebetulan?
b. Apakah proses yang sedang berjalan tidak berfungsi dengan baik?

1
c. Apakah proses yang sedang berjalan tidak sesuai dengan upaya pencapaian
standar yang diinginkan? Tindakan harus diambil tidak hanya untuk
memperbaiki penyimpangan yang terjadi, tetapi juga untuk mencegah
berulangnya penyimpangan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana evaluasi dan pengendalian dalam manajemen strategis perusahaan?
1.2.2 Bagaimana mengukur kinerja perusahaan
1.2.3 Bagaimana sistem informasi strategis?
1.2.4 Bagaimana pedoman dalam melakukan pengendalian yang tepat?
1.2.5 Bagaimana manajemen insentif strategis?
1.1 Tujuan
1.1.1 Menjelaskan evaluasi dan pengendalian dalam manajemen strategis
perusahaan
1.1.2 Menjelaskan mengukur kinerja perusahaan
1.1.3 Menjelaskan sistem informasi strategis
1.1.4 Menjelaskan pedoman dalam melakukan pengendalian yang tepat
1.1.5 Menjelaskan manajemen insentif strategis

2
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Evaluasi dan Pengendalian dalam Manajemen Strategis


Model manajemen strategis yang ada di setiap hab menunjukkan bagaimana evaluasi
dan kontrol menjadi umpan batik dan terasimilasi ke dalam seluruh proses manajemen.
Informasi-informasi tertentu berisi data kinerja dan laporan aktivitas (ada pada Langkah 3
pada Gambar 10.1). Jika kinerja yang tidak diinginkan merupakan hasil dari penggunaan
yang tidak tepat dari sebuah proses manajemen strategis, maka para manajer operasional
harus segera mengetahui hal tersebut. Mereka kemudian dapat memperbaiki aktivitas para
karyawannya tanpa hams melibatkan manajemen puncak. Akan tetapi, jika kinerja yang
tidak diinginkan berasal dari proses mereka sendiri, manajer puncak dan manajer
operasional harus dapat mengetahuinya. Mereka kemudian harus mengembang-kan
program atau prosedur implementasi yang baru.
Gambar 10.2 menunjukkan evaluasi terhadap strategi yang telah diimplementasi.
Metode tersebut memberikan kepada manajer strategis serangkaian pertanyaan yang dapat
digunakan untuk melakukan evaluasi. Pihak manajemen biasanya mengawalinya dengan
mengkaji ulang kapan terjadi kesenjangan perencanaan antara sasaran finansial
perusahaan dan hasil yang diharapkan dari aktivitas yang dilakukan saat ini. Dengan
menjawab serangkaian pertanyaan tersebut (atau dalam bentuk lain yang sejenis), akan
memberikan kepada manajer gagasan yang baik di mana masalah muncul pertama kali dan
apa yang harus dilakukan untuk memecahkannya.
P. Lorange, M. F. S. Morton, dan S. Goshal, dalam buku mereka mengenai
pengendalian strategis, mengidentifikasi tiga jenis pengendalian. Pengendalian strategis
berhubungan dengan arah strategis dasar perusahaan di dalam hubungannya dengan
lingkungan perusahaan. Pengendalian strategis memfokuskan pada organisasi sebagai saw
keseluruhan dan menekankan pada pengukuran jangka panjang (satu tahun atau lebih),
seperti ROI dan perubahan dalam nilai pemegang saham. Pengendalian taktis, sebaliknya,
berhubungan terutama dengan pelaksanaan perencanaan strategis. Pengendalian taktis
menekankan pada implementasi berbagai program dan menggunakan pengukuran jangka
menengah (dari enam bulan sampai setahun), seperti pangsa pasar pada kategori produk
tertentu. Pengendalian operasional berhubungan dengan berbagai aktivitas jangka

3
pendek (hari ini sampai enam bulan ke depan) dan memfokuskan pada apa yang dapat
dilakukan pada saat ini untuk dapat mencapai kesuksesan, balk dalam waktu dekat
maupun dalam jangka panjang ke depan. Lorange, Morton, dan Goshal lebih lanjut
menyatakan bahwa ada hirarki pengendalian dalam pengendalian. Pada tingkat korporasi,
pengendalian difokuskan pada menjaga keseimbangan di antara berbagai aktivitas yang
berbeda dalam perusahaan sebagai satu kesatuan. Pengendalian strategis dan taktis
merupakan hal yang sangat penting. Keseluruhan profitabilitas tahunan merupakan
kuncinya. Pada tingkat divisional, pengendalian berkaitan terutama dengan pemeliharaan
dan peningkatan posisi kompetitif. Pada tingkatan ini pengendalian taktis mendominasi.
Pangsa pasar dan biaya yang dikeluarkan oleh setiap unit bisnis diperhatikan dengan hati-
hati setiap bulan dan triwulan. Pada tingkat fungsional, peran pengendalian adalah
mengembangkan dan memperkuat kompetensi distingtif berdasarkan fungsi. Jumlah
pemenuhan permintaan penjualan, jumlah keluhan pelanggan, dan jumlah produk cacat
diperhatikan tiap hari dan tiap minggunya. Karena lingkup waktunya yang singkat,
pengendalian operasional dan taktis menjadi jenis pengendalian yang penting pada
tingkatan ini, dengan sedikit perhatian pada pengendalian strategis.
Untuk membantu mencapai sasaran organisasional, para manajer strategis harus
memastikan bahwa keseluruhan hirarki pengendalian terintegrasi dan berjalan dengan
semestinya.

4
Gambar Mengevaluasi Strategi yang Telah Diimplementasi
10.2

5
1.2 Mengukur Kinerja
Pengukuran-pengukuran yang digunakan untuk menilai kinerja tergantung pada
bagaimana unit organisasi akan dinilai dan bagaimana sasaran akan dicapai. Sasaran yang
ditetapkan pada tahap perumusan strategi dalam sebuah proses manajemen strategis
(dengan memperhatikan profitabilitas, pangsa pasar, dan pengurangan biaya, dari berbagai
ukuran lainnya) harus betul-betul digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan selama
masa implementasi strategi.
Beberapa ukuran, seperti return on investment (ROI), adalah ukuran yang baik untuk
mengevaluasi kemampuan perusahaan atau divisi dalam mencapai sasaran profitabilitas.
Namun demikian, pengukuran seperti ire memiliki keterbatasan dalam mengukur sasaran
perusahaan lainnya seperti tanggung jawab sosial perusahaan atau pengembangan
karyawan. Walaupun profitabilitas adalah sasaran utama bagi sebuah perusahaan, ROI
dapat dihitung hanya setelah jumlah laba yang diperoleh ditotal dalam satu periode. ROI
menunjukkan apa yang telah terjadi setelah fakta diperoleh — bukan apa yang sedang
terjadi atau apa yang akan terjadi. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengembangkan
ukuran-ukuran yang dapat memprediksi kemungkinan profitabilitas. Upaya tersebut dapat
dikatakan sebagai steering atau feed-forward control karena ukuran-ukuran tersebut
akan menilai variabel-variabel yang mempengaruhi profitabilitas masa yang akan datang.
Salah satu contoh jenis pengendalian ini adalah penggunaan control chart dalam
Statistical Process Control (SPC). Dalam SPC, para pekerja dan manajer berusaha
memperhatikan gambar dan grafik yang merinci kualitas dan produktivitas setiap harinya.
Para manajer dapat menetapkan berbagai pengendalian untuk tetap memfokuskan
diri mereka baik dalam aktivitas yang menghasilkan kinerja (perilaku) atau dalam hasil
aktual kinerja (output). Pengendalian terhadap perilaku menunjukkan bagaimana sesuatu
harus dilakukan melalui serangkaian kebijakan, aturan, prosedur standar operasi, dan
perintah dari atasan. Pengendalian terhadap output menunjukkan apa yang harus dicapai
dengan memfokuskan pada hasil akhir perilaku tertentu melalui penggunaan sasaran dan
target kinerja atau tonggak peristiwa penting. Pengendalian terhadap perilaku dan output
adalah hal yang tidak dapat saling menggantikan. Pengendalian terhadap perilaku (seperti
prosedur perusahaan, permintaan penjualan pada pelanggan potensial, bekerja tepat waktu)
adalah metode yang paling tepat pada situasi dimana hasil yang diperoleh sulit untuk
diukur dan ada hubungan sebab-akibat antara aktivitas dan hasil yang diperoleh.
Pengendalian terhadap output (seperti kuota penjualan, sasaran khusus dalam upaya

6
memperoleh laba atau pengurangan biaya, dan survei terhadap kepuasan pelanggan)
merupakan metode yang paling sesuai untuk situasi di mana ada kesepakatan khusus
tentang pengukuran output dan tidak ada hubungan sebab-akibat yang jelas antara hasil
yang diperoleh dan aktivitas yang dilakukan. Secara umum, pengukuran terhadap output
memberikan kebutuhan pengendalian terhadap perusahaan secara keseluruhan, sementara
pengukuran terhadap perilaku memberikan informasi pada manajer sebagai individu.
1.2.1 Mengukur Kinerja Perusahaan

Pengukuran yang paling umum digunakan dalam mengukur kinerja perusahaan


(dalam hal laba yang diperoleh) adalah ROI. ROI secara sederhana adalah hasil bagi
antara pendapatan bersih sebelum pajak dengan total aktiva. (Tulisan ini tidak
berusaha membedakan antara Return On lnvestmen dan Return On Aset). Walaupun
ada beberapa keunggulan dalam penggunaan ROI, ditemukan pula beberapa
keterbatasan penting penggunaan ROI (lihat Tabel 10.1). Walaupun ROI memberikan
kesan ketepatan dan objektivitas, ROI dapat dengan mudah pula dimanipulasi.

Keunggulan dan Keterbatasan Penggunaan ROI


Gambar Sebagai alat Ukur Kinerja Perusahaan
10.2
Keunggulan
1. ROI merupakan gambaran tunggal keseluruhan yang dipengaruhi oleh
segala sesuatu yang telah terjadi.
2. ROI mengukur seberapa baik seorang manajer divisi menggunakan aktiva
perusahaan untuk menghasilkan laba. ROI juga merupakan cara yang baik
untuk mengecek akurasi proposal investasi modal yang diajukan.
3. ROI merupakan satuan umum yang dapat diperbandingkan dengan banyak
entitas bisnis lainnya.
4. ROI menyediakan sebuah insentif untuk menggunakan aktiva yang ada
dengan efisien.
5. ROI memberikan sebuah insentif untuk memperoleh aktiva baru hanya bila
penggunaan aktiva tersebut akan meningkatkan return yang diinginkan.
Keterbatasan
1. ROI sangat sensitif terhadap kebijakan penyusutan yang digunakan.
Depresiasi/penyusutan menghilangkan penyimpangan antar divisi yang
mempengaruhi kinerja ROI. Teknik percepatan depresiasi akan

7
meningkatkan ROI menimbulkan konflik dengan anggaran modal yang
menggunakan analisis diskonto aliran kas.
2. ROI sensitif terhadap nilai buku. Pabrik yang lebih tua dengan penyusutan
aktiva yang lebih besar mempunyai basis investasi yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan pabrik yang lebih baru (perhatikan juga dampak
inflasi), yang relatif meningkatkan ROI yang dimilikinya. Perhatikan pula
bahwa dengan menekan investasi modal atau menjual aset, kinerja ROI
dapat ditingkatkan.
3. Di banyak perusahaan yang menggunakan ROI, satu divisi menjual kepada
divisi lainnya. Sebagai hasilnya, harga perpindahan pasti terjadi. Biaya
yang timbul mempengaruhi laba. Karena itu, di dalam teori, harga
perpindahan (transfer price) harus didasarkan pada dampak total terhadap
laba perusahaan, bila tidak, beberapa manajer pusat investasi yang terkait
akan menderita kerugian. Harga perpindahan yang pantas sulit ditentukan.
4. Jika sebuah divisi beroperasi dalam industri yang memiliki kondisi yang
menguntungkan dan sementara divisi yang lain beroperasi dalam kondisi
yang kurang menguntungkan, divisi yang berada dalam kondisi industri
yang menguntungkan otomatis akan "terlihat" lebih baik dan divisi yang
lain.
5. Rentang waktu penilaian yang tersedia sangat pendek. Kinerja para manajer
divisi haruslah diukur dalam jangka panjang. Hal ini merupakan kapasitas
rentang waktu yang hanya dimiliki oleh manajemen puncak.
6. Daur hidup bisnis sangat mempengaruhi kinerja ROI, seringkali
mengabaikan kinerja manajerial yang ada.
Pengukuran laba lainnya yang cukup populer adalah earning per share (EPS)
dan return on equity (ROE). Earning per share (laba per lembar saham) juga memiliki
beberapa kekurangan sebagai alat untuk mengukur kinerja masa lalu dan masa yang
akan datang. Karena adanya prinsip-prinsip akuntansi alternatif, EPS dapat berbeda-
beda menurut prinsip akuntansi yang dianut walaupun sama-sama mempunyai yang
digunakan dalam penghitungannya. Lebih jauh, EPS didasarkan pada pendapatan
yang diterima di muka- baik pendapatan yang diterima dalam jangka pendek maupun
penundaan mengubah pendapatan yang diterima ke uang tunai - karena itu
mengabaikan nilai waktu. Return on equity juga memiliki keterbatasan karena ROE
juga diperoleh berdasarkan data keuangan akuntansi. Sebagai tambahan, ada banyak

8
bukti yang menyatakan bahwa EPS dan ROE tidak mempunyai keterkaitan dengan
harga saham perusahaan, Oleh karena keterbatasan, EPS dan ROE sendiri tidak cukup
baik untuk mengukur kinerja perusahaan.
1.1.1 Ukuran-ukuran yang Digunakan terhadap Para Stakeholder
Setiap stakeholder (para pemegang kepentingan) memiliki kriteria tersendiri
untuk menentukan seberapa baik kinerja yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan.
Kriteria-kriteria tersebut biasanya berhubungan dengan dampak langsung maupun
tidak langsung aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan terhadap kepentingan
stakeholder. R. E. Freeman percaya bahwa manajemen puncak perlu "menjaga nilai
yang diperoleh" para stakeholdernya, dan seperti ditunjukkan pada Tabel 10.2,
manajemen puncak harus menetapkan satu atau lebih pengukuran sederhana untuk
setiap kategori stakeholdernya.

Contoh Kartu Nilai untuk “Mengikuti” Para


Tabel
Stakeholder
10.2

9
1.1.2 Mengukur Nilai Tambah (Value-Added)
Nilai tambah adalah selisih penjualan dan biaya yang dikeluarkan untuk bahan
baku dan pembelian material pendukung. Return on Value Added (ROVA) adalah
salah satu alat ukur yang membagi laba bersih sebelum pajak dengan nilai tambah dan
mengubah hasil yang diperoleh ke dalam bentuk persentase. Hofer berpendapat bahwa
ROVA dapat menjadi alat ukur yang lebih baik dalam menilai kinerja perusahan
dalam berbagai industry daripada alat-alat ukur lainnya yang saat ini digunakan. Nilai
tambah merupakan cara yang cukup bermanfaat untuk mengaplikasi konsep rantai
nilai (value chain) yang diajukan oleh Porter.
Kelemahan utama nilai tambah adalah gambaran-gambaran yang diperlukan
tidak tersedia dengan mudah.
1.1.3 Menilai Pemegang Saham
Karena adanya keyakinan bahwa angka-angka berdasarkan perhitungan
akuntansi seperti ROI, ROE, dan EPS bukan merupakan indikator yang dapat
diandalkan terhadap nilai ekonomis sebuah perusahaan, banyak perusahaan
menggunakan nilai pemegang saham sebagai alat ukur yang lebih baik terhadap
kinerja perusahaan dan efektifitas manajemen strategis.
Nilai Pemegang Saham dapat didefinisikan sebagai nilai sekarang dari
antisipasi aliran arus kas di masa depan dari sebuah bisnis ditambah nilai perusahaan
apabila dilikuidasi. Nilai sebuah perusahaan adalah nilai diskonto arus kasnya
terhadap nilai sekarangnya, dengan menggunakan biaya modal sebagai tingkat
diskontonya. Sehingga jika pengembalian yang dihasilkan sebuah bisnis melebihi
biaya modalnya, bisnis tersebut akan menciptakan nilai dan dianggap berharga lebih
dari modal yang diinvestasikan ke dalamnya.
Berdasarkan argumen bahwa tujuan perusahaan adalah meningkatkan
kesejahteraan para pemegang sahamnya, maka analisis nilai pemegang saham
berpusat pada arus kas sebagai alat ukur utama terhadap kinerja.
Nilai tambah ekonomis (economic value-added/EVA) menjadi metode nilai
pemegang saham yang populer dalam mengukur kinerja perusahaan dan divisi dan
pada akhirnya menggantikan ROI sebagai standar pengukuran kinerja. EVA
mengukur selisih antara nilai sebuah bisnis sebelum dan sesudah sebuah strategi
diimplementasi. Jika selisih yang diperoleh, yaitu diskonto terhadap biaya modalnya
positif, maka strategi yang diambil perusahaan menghasilkan nilai bagi pemegang
sahamnya.

10
1.1.4 Evaluasi Terhadap Manajemen Puncak

Melalui komisi strategi, audit dan kompensasi, dewan komisaris dapat menilai
kinerja CEO dan tim manajemen puncaknya. Tentu saja, dewan komisaris sangat
memperhatikan keseluruhan profitabilitas yang diukur secara kuantitatif dengan ROI,
ROE, EPS dan nilai pemegang saham.

Anggota komite kompensasi dari dewan komisari yang bertugas saat ini pada
umumnya setuju bahwa dengan mengukur kemampuan seorang CEO dalam
menetapkan arah strategi, membangun sebuah tim manajemen, dan memberikan
kepemimpinan, adalah jauh lebih penting dalam jangka panjang dibanding beberapa
ukuran kuantitatif.

1.1.5 Pemerikasaan Manajemen

Digunakan oleh berbagai perusahaan konsultan sebagai cara untuk mengukur


kinerja, pemeriksaan (audit) terhadap aktivitas perusahaan seringkali disarankan untuk
digunakan oleh dewan komisaris dan juga para manajer. Pemeriksaan manajemen
telah dikembangkan untuk mengevaluasi berbagai aktivitas, seperti tanggung jawab
sosial perusahaan, wilayah-wilayah fungsional seperti departemen pemasaran, dan
pada divisi seperti dalam divisi internasional dan untuk memeriksa perusahaan
sendiri. Untuk lebih efektif, pemeriksaan strategis harus paralel dengan proses
manajemen strategis perusahaan.

1.1.6 Mengukur Kinerja Divisional dan Fungsional

Perusahaan-perusahaan menggunakan berbagai Teknik untuk mengevaluasi


dan mengawasi kinerja dalam divisi, SBU, dan wilayah-wilayah fungsionalnya. Jika
perusahaan diorganisasi oleh SBU atau divisi perusahaan tersebut akan menggunakan
banyak pengukuran kinerja yang sama (missal ROI atau EVA) yang akan digunakan
oleh perusahaan untuk menilai keseluruhan kinerja perusahaan.

Selama masa perumusan dan implementasi strategi, manajemen puncak


menyetujui serangkaian program dan anggaran pendukung operasi yang diajukan oleh
unit-unit bisnisnya. Selama masa evaluasi dan control, manajemen; sebaliknya,

11
membandingkan antara biaya aktual yang dikeluarkan dengan pengeluaran yang
direncanakan dan menilai seberapa besar penyimpanan, khususnya yang terjadi setiap
bulannya.

1.1.7 Pengendalian dan Strategi Unit Bisnis

Strategi yang dipilih oleh SBU harus dapat mempengaruhi jenis pengendalian
yang dipilih pula. Penelitian oleh Govindarajan dan Fisher menunjukkan bahwa SBU
berkinerja tinggi yang mengambil strategi kepemimpinan biaya yang kompetitif
cenderung menggunakan output dari pengendalian, seperti komisi langsung atau
komisi berdasarkan jumlah yang terjual. Pendekatan ini sangat logis karena biaya
biasanya dapat dengan mudah ditentukan. Sebaliknya, SBU berkinerja tinggi yang
mengambil strategi diferensiasi yang kompetitif cenderung menggunakan
pengendalian perilaku, seperti kompensasi gaji.

1.1.8 Pusat-pusat Pertanggungjawaban

Sistem-sistem pengendalian dibangun untuk memantau fungsi-fungsi, proyek-


proyek, atau divisi-divisi tertentu. Pusat pertanggungjawaban adalah unit yang dapat
dievaluasi terpisah dari unit perusahaan lainnya. Setiap pusat pertanggungjawaban
dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggung jawab atas kinerja unit tersebut,
memiliki anggaran sendiri, dan dievaluasi berdasarkan penggunaan sumber daya pada
anggarannya. Pusat pertanggungjawaban menggunakan sumber daya untuk
menghasilkan jasa atau produk. Jenis pusat pertanggungjawaban yang digunakan
ditentukan oleh cara system control perusahaan mengukur sumber daya tersebut dan
jasa atau produk yang dihasilkan. Ada lima jenis pusat pertanggungjawaban:

1. Pusat Biaya Standar: digunakan dalam fasilitas manufaktur, biaya standar


dihitung untuk setiap operasi berdasarkan data historis. Juga untuk mengevaluasi
kinerja pusat pertanggungjawaban, total biaya standar pusat pertanggungjawaban
dikalikan unit produksi yang dihasilkan; hasilnya perkiraan biaya produksi, yang
kemudian dibandingkan dengan biaya produksi aktual.

2. Pusat Pendapatan: Produksi biasanya dalam bentuk unit produksi atau penjualan
dalam dolar, diukur tanpa memperhatikan biaya sumber daya.

12
3. Pusat Pengeluaran: Sumber daya diukur dalam dollar tanpa memperhatikan biaya
produk atau jasa layanan yang dihasilkan. Dengan demikian, anggaran
dipersiapkan untuk pengeluaran rekayasa dan pengeluaran discretionary.

4. Pusat Laba: Kinerja pusat pertanggungjawaban diukur berdasarkan selisih antara


pendapatan dan pengeluaran. Pusat laba biasanya ditetapkan ketiak sebuah unit
organisasi berusaha mengontrol sumber dayanya dan produk atau jasa layanan
yang dihasilkannya.

5. Pusat Investasi: Kinerja pusat investasi diukur berdasarkan selisih antara


penggunaan sumber daya dan produk atau jasa yang dihasilkan. Ukuran kinerja
pusat investasi yang paling banyak digunakan adalah ROI. Pengukuran lain, yang
biasa disebut sisa pendapatan atau after capital charge yang diperoleh dengan
mengurangi biaya bunga dari pendapatan bersih yang diterima. Kinerja pusat
investasi dapat juga diukur berdasarkan kontribusinya terhadap nilai pemegang
saham melalui penggunaan nilai tambah ekonomis.

1.1.9 Benchmarking

Menurut Xerox Company, benchmarking atau patok duga adalah “proses


berkelanjutan dalam mengukur produk, jasa layanan, dan praktik-praktik bisnis
terhadap pesaing yang paling tangguh atau pada perusahaan yang diakui sebagai
pemimpin dalam industrinya. Sebagai program yang sedang meningkat
popularitasnya, benchmarking didasarkan pada konsep bahwa menemukan kembali
sesuatu yang sedang digunakan oleh orang lain adalah hal yang tidak masuk akal.
Proses benchmarking terdiri dari langkah-langkah berikut ini:

 Identifikasi wilayah atau proses yang akan diuji. Wilayah atau proses tersebut
harus merupakan aktivitas yang berpotensi menentukan keunggulan kompetitif
sebuah unit bisnis.
 Temukan alat ukur terhadap perilaku dan output yang dihasilkan oleh proses dan
dapatkan cara pengukurannya.
 Pilih sekelompok pesaing dan perusahaan terbaik di kelasnya yang dapat diakses
sebagai benchmark. Perusahaan tersebut mungkin berbeda sepenuhnya dalam
industri yang dimasuki namun memiliki kesamaan aktivitas

13
 Hitung perbedaan yang terjadi antar pengukuran kinerja perusahaan dengan
perusahaan yang mampu mencapai yang terbaik dalam kelasnya.
 Kembangkan program taktis untuk menutup kesenjangan kinerja tersebut.
 Implementasi program tersebut, ukur hasil yang diperoleh, dan bandingkan
hasilnya dengan perusahaan yang terbaik dalam kelasnya.

1.3 Sistem Informasi Strategis


Sebelum alat ukur kinerja yang dapat mempengaruhi manajemen strategis
digunakan, alat-alat ukur tersebut harus dikomunikasikan terlebih dahulu dengan orang-
orang yang bertanggung jawab terhadap perumusan implementasi rencana-rencana
strategis.
Faktor-faktor penting kesuksesan adalah berbagai hal yang harus berjalan dengan
baik untuk menjamin kesuksesan sebuah perusahaan critical success factors seharusnya
merupakan:

 faktor penting untuk mencapai keseluruhan sasaran dan tujuan perusahaan


 faktor yang dapat diukur dan dikendalikan oleh organisasi ketika di aplikasi
 relatif sedikit jumlahnya-karena tidak semua faktor dapat menjadi faktor yang pentin
 mengekspresikan berbagai hal yang harus dilaksanakan
 dapat diaplikasi pada seluruh perusahaan dalam industri yang memiliki kesamaan
sasaran dan strategi
 bersifat hierarkis-beberapa CSF akan berpengaruh terhadap keseluruhan perusahaan,
sementara faktor lainnya pengaruhnya lebih sempit, yaitu dalam satu wilayah
fungsional.

CSF memberikan titik awal untuk mengembangkan satu sistem informasi sistem
informasi tertentu akan menunjukkan dengan tepat wilayah-wilayah penting yang
menuntut perhatian seorang manajer.
1.4 Berbagi Masalah Dalam Mengukur Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan hal penting dalam proses evaluasi dan pengendalian.
Minimnya sasaran-sasaran yang dapat diukur atau tidak adanya standar kinerja dan tidak
mampunya sistem informasi untuk memberikan hasil tepat pada waktunya, sena tidak
validnya informasi yang diberikan, adalah dua hal nyata dalam masalah pengendalian. Jika
tidak ada sasaran dan pengukuran yang tepat waktu, maka keputusan-keputusan yang
berhubungan dengan operasional menjadi sangat sulit untuk dilakukan, atau dengan kata

14
lain membuat strategi berjalan sendirian. Namun demikian, digunakannya informasi yang
tepat waktu dan standar kinerja yang dapat dikuantifikasi, tidaklah menjamin adanya
kinerja yang cukup memadai. Perilaku yang berlebihan dalam pemantauan dan
pengukuran kinerja dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu keseluruhan
kinerja perusahaan. Di antara efek samping negatif yang paling sering muncul adalah
orientasi jangka pendek dan perubahan tujuan.
1.1.1 Orientasi Jangka Pendek

Hodgetts dan Wortman menyatakan bahwa dalam banyak situasi, eksekutif


puncak tidak menganalisis entah itu implikasi jangka panjang operasi perusahaan saat
ini sebagai bagian dari strategi yang mereka adopsi, atau dampak operasional sebuah
strategi terhadap misi perusahaan. Mereka juga melaporkan bahwa para eksekutif juga
tidak melakukan evaluasi jangka panjang karena mereka: (1) mungkin tidak
menyadari kepentingan-kepentingan yang harus diperhatikan, (2) mempercayai bahwa
pertimbangan-pertimbangan jangka pendek lebih penting dibanding pertimbangan-
pertimbangan jangka panjang, (3) mungkin secara pribadi tidak mengevaluasinya
berdasarkan pertimbangan jangka panjang, (4) mungkin tidak memiliki waktu untuk
melakukan evaluasi jangka panjang. Tidak ada bukti nyata terhadap alasan pertama
dan yang terakhir. Jika para eksekutif menyadari arti penting evaluasi jangka panjang,
maka mereka akan menyisihkan waktu untuk melakukannya. Walaupun banyak
eksekutif puncak menunjukkan adanya tekanan dan masyarakat penanam modal untuk
melakukan hal tersebut dan memberikan insentif jangka pendek serta program
promosi untuk mendukung alasan kedua dan ketiga, bukti-bukti yang ada tidak selalu
mendukung apa yang sering mereka nyatakan.

1.1.2 Perubahan Tujuan

Pemantauan dan pengukuran kinerja (jika tidak dilakukan dengan hati-hati)


dapat menurunkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. Perubahan tujuan adalah
kebingungan yang muncul akibat buruknya hasil akhir dan terjadi ketika aktivitas-
aktivitas yang pada awalnya dimaksudkan untuk membantu para manajer mencapai
sasaran perusahaan, justru tidak berhasil dilaksanakan — atau diadaptasi untuk
memenuhi hasil akhir lainnya yang berbeda dari tujuan semula. Dua jenis perubahan
tujuan adalah substitusi perilaku dan suboptimisasi.

15
1.1.3 Substitusi Perilaku

Para manajer cenderung lebih memfokuskan perhatian mereka pada perilaku-


perilaku tertentu yang jelas dapat diukur daripada yang tidak. Dalam hal ini perilaku
karyawan yang bekerja sama dan penuh inisiatif hanya mendapat sedikit atau sama
sekali tidak mendapat penghargaan. Akan tetapi, aktivitas yang mudah diukur hanya
memiliki atau sama sekali tidak ada hubungannya dengan kinerja yang diinginkan.
Orang-orang yang rasional cenderung akan bekerja untuk penghargaan yang
seharusnya diberikan oleh sistem. Oleh karena itu, para pekerja akan cenderung
mengubah perilaku yang diakui dan dihargai dengan perilaku-perilaku yang tidak
diinginkan, apabila tidak ada penghargaan atas kontribusi mereka pada pencapaian
tujuan organisasi. Seorang pelaut Amerika Serikat dengan tepat menyindir situasi
berikut: "Apa yang kamu periksa adalah apa yang kamu dapatkan." Jika sistem
evaluasi dan kontrol sebuah pabrik mobil hanya memberi penghargaan berdasarkan
pencapaian tujuan kuantitatif dan hanya membual pada tujuan kualitatif, para
konsumennya dapat memperkirakan bahwa mereka akan mendapatkan mobil dengan
kualitas rendah.

Masalah yang paling sering disebut dalam penerapan MBO adalah proses
pengukuran yang bersifat parsial telah merusak realitas hasil pekerjaan tersebut.
Dalam hal ini sasaran hanya ditentukan pada wilayah pengukuran yang mudah
dicapai, seperti ROI, peningkatan penjualan, atau pengurangan biaya. Namun hal
tersebut tidak selalu menjadi wilayah pengukuran yang penting. Masalah tersebut
menjadi penting dalam bidang-bidang yang berhubungan dengan profesionalitas,
layanan, atau aktivitas staf di mana pengukuran yang bersifat kuantitatif sulit
dilakukan. Sebagai contoh, jika seorang manajer divisional sedang berusaha mencapai
seluruh sasaran yang dapat diukur, tetapi dalam melakukannya ia mengabaikan tenaga
kerja yang ada, maka hasil yang diperoleh (jangka panjang dan signifikan) bisa jadi
adalah turunnya kinerja divisi yang dipimpinnya. Jika promosi didasarkan hanya pada
hasil kinerja jangka pendek yang dapat diukur, maka manajer itu hampir dapat
dipastikan akan dipindahkan atau dipromosikan ke tempat lain sebelum perilaku
negatif karyawan menimbulkan adanya keluhan kepada bagian personalia,
pemogokan, atau sabotase. Hukum yang mengatur pengaruh pengukuran terhadap
perilaku tampaknya adalah: bahwa ukuran-ukuran yang dapat dikuantifikasi
mendorong keluar ukuran-ukuran yang tidak dapat dikuantifikasi.

16
1.1.4 Sub Optimisasi

Pengembangan pusat-pusat pertanggungjawaban yang terpisah yang banyak


ditekankan oleh perusahaan-perusahaan besar, dapat menciptakan berbagai masalah
bagi keseluruhan perusahaan. Jika sebuah divisi atau unit fungsional memandang
dirinya sebagai entitas terpisah, ia mungkin menolak untuk bekerja sama dengan unit
atau divisi lainnya jika dalam beberapa cara kerja sama itu dapat berpengaruh negatif
terhadap evaluasi kinerja unit tersebut. Persaingan antar divisi untuk mencapai ROI
yang tinggi dapat memicu terjadinya penolakan pada salah satu divisi untuk membagi
teknologi barunya atau peningkatan proses kerja yang dimilikinya. Usaha suatu divisi
untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan-tujuannya dapat menyebabkan divisi
lainnya jauh tertinggal, dan akhirnya secara negatif mempengaruhi keseluruhan
kinerja perusahaan. Satu contoh umum untuk jenis suboptimisasi terjadi jika
departemen pemasaran menyetujui pengiriman lebih awal dari tanggal yang disepakati
kepada seorang pelanggan, dengan tujuan mendapatkan pesanan. Komitmen
pengiriman tersebut memaksa bagian pemanufakturan untuk bekerja lembur guna
menyelesaikan pesanan tersebut, meningkatkan biaya produksi, dan mengurangi
keseluruhan efisiensi bagian manufaktur tersebut. Walaupun bagian pemasaran
mungkin memperoleh sasaran penjualannya, perusahaan secara keseluruhan mungkin
tidak mencapai profitabilitas yang diharapkannya.

1.5 Pedoman untuk Melakukan Pengendalian yang Tepat


Dalam mendesain sistem pengendalian, manajemen puncak perlu mengingat bahwa
pengendalian yang dilakukan harus sesuai dengan strategi yang ditetapkan. Kalau
pengendalian tidak mampu menjamin strategi dapat mencapai sasaran yang telah
ditetapkan sekalipun strategi tersebut digunakan dengan tepat, maka pengaruh sampingan
disfungsional hampir dapat dipastikan merusak keseluruhan implementasi strategi
tersebut. Beberapa pedoman berikut ini direkomendasikan untuk melakukan pengendalian
yang tepat.
1. Pengendalian yang dilakukan hanya melibatkan sejumlah kecil informasi yang
diperlukan untuk memberikan gambaran yang dapat dipercaya mengenai suatu
kejadian. Terlalu banyak pengendalian yang dilakukan hanya menciptakan
kebingungan. Fokuskan hanya pada 20 faktor yang menentukan 80 persen hasil yang
ingin dicapai.

17
2. Pengendalian tersebut hanya memantau aktivitas dan hasil yang memiliki arti
cukup penting, dengan mengesampingkan kesulitan-kesulitan pengukuran yang
mungkin muncul. Jika kerja sama antar divisi merupakan hal penting bagi kinerja
perusahaan, maka beberapa ukuran kuantitatif dan kualitatif harus ditetapkan untuk
memantau kerja sama tersebut.
3. Pengendalian harus tepat pada waktunya sehingga dapat diambil tindakan
perbaikan sebelum terlambat. Steering controls, atau pengendalian yang memantau
atau mengukur faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja harus ditekankan
penggunaannya sehingga informasi awal mengenai terjadinya sebuah masalah dapat
segera diketahui.
4. Pengendalian jangka panjang harus dilakukan seperti halnya. pengendalian
jangka pendek karena penekanan yang hanya pada pengukuran-pengukuran jangka
pendek hampir dapat dipastikan akan mengarah kepada orientasi manajerial jangka
pendek.
5. Pengendalian harus menunjukkan kekecualian dengan tepat, yaitu hanya
memperhatikan aktivitas atau hasil yang gagal di luar batas toleransi yang telah
ditetapkan sebelumnya.
6. Pengendalian harus digunakan untuk memenuhi penghargaan yang akan
diberikan atau melebihi standar yang telah ditetapkan, bukan untuk menghukum
kegagalan dalam mencapai standar yang ada. Hukuman yang berlebihan terhadap
kegagalan biasanya akan mengakibatkan perubahan tujuan. Para manajer akan
memalsukan laporan dan melakukan lobi untuk standar-standar yang lebih rendah.
Hal yang mengejutkan adalah perusahaan-perusahaan dengan pengelolaan terbaik
pun sering kali memiliki sedikit pengendalian sasaran yang formal. Mereka hanya
memfokuskan pada pengukuran faktor-faktor penting yang mempengaruhi kesuksesan dan
mengawasi faktor-faktor lainnya karena budaya perusahaan. Jika budaya perusahaan
melengkapi dan memperkuat orientasi strategisnya, maka perusahaan biasanya hanya
membutuhkan sedikit sistem pengendalian formal yang intensif. Dalam bukunya, In
Search of Excellence, T. J. Peters dan R. H. Waterman menyatakan bahwa "semakin kuat
budaya perusahaan dan makin budaya itu diarahkan pada pasar sasaran, makin sedikit
kebutuhan akan kebijakan-kebijakan manual, gambar-gambar struktur organisasi, atau
aturan dan prosedur yang detail. Dalam perusahaan tersebut, karyawan yang mengerjakan
lini produksi mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan dalam kebanyakan situasi
karena pedoman nilai yang dipegang telah mengkristal dengan jelas.

18
1.6 Manajemen Insentif Strategis
Untuk menjamin kesesuaian antara kebutuhan perusahaan secara keseluruhan dan
kebutuhan para karyawannya sebagai individu, pihak manajemen dan dewan komisaris
harus mengembangkan program insentif yang menghargai kinerja yang diinginkan.
Penelitian mendukung kebijakan konvesional tersebut, yaitu bila gaji yang diberikan
sesuai dengan kinerja yang dihasilkan, hal tersebut akan memotivasi produktivitas yang
lebih besar, dan besar pengaruhnya terhadap tingkat absensi dan kualitas kerja. Studi yang
dilakukan terhadap rencana-rencana kompensasi dalam berbagai jenis perusahaan-
perusahaan pemanufakturan dan perusahaan jasa, besar dan kecil, sedang bertumbuh atau
menurun, dalam pasar yang stabil atau bergejolak menunjukkan bahwa semakin tinggi
persentase kompensasi manajemen yang terkait pada kinerja, semakin besar pula
profitabilitas perusahaan tersebut. Oleh karena itu, banyak perusahaan mengembangkan
berbagai jenis insentif bagi para eksekutifnya, mulai dari pemberian saham sampai pada
bonus uang tunai. Sayangnya, penelitian juga secara konsisten menunjukkan bahwa
kompensasi yang harus dibayarkan kepada para CEO lebih didasarkan pada besarnya
ukuran perusahaan, bukan pada besarnya laba yang diperoleh perusahaan. Kesenjangan
antara kompensasi para CEO dan kinerja perusahaan adalah hal yang paling mudah dilihat
dalam perusahaan-perusahaan yang kepemilikan sahamnya tersebar luas dan tidak ada
kelompok pemegang saham dominan yang menuntut pembayaran kompensasi para CEO
tersebut berdasarkan kinerja yang mereka hasilkan.
Akan tetapi, terdapat sebuah kecenderungan dalam pembayaran kompensasi para
eksekutif di Amerika Serikat pada evaluasi dan penghargaan atas kinerja jangka
panjangnya. Insentif jangka panjang yang diberikan hingga pada tahun 1990 telah
mencapai 36 persen dari total pendapatan tahunan seorang CEO pada perusahaan-
perusahaan utama Amerika Serikat terjadi peningkatan dari 34 persen pada tahun
sebelumnya. Sedangkan sisanya menerima kompensasi tahunan yang terdiri dari gaji
pokok (39 persen) dan bonus tahunan (25 persen). Walaupun porsi gaji dari kompensasi
seorang CEO biasanya tidak terkait dengan kinerja perusahaan pada masa yang akan
datang, tetapi antara porsi insentif kompensasi seorang CEO dengan ROA dan ROE
perusahaan pada masa yang akan datang mempunyai hubungan yang kuat.
Rencana-rencana insentif yang akan diberikan dalam berbagai cara harus terkait
dengan strategi yang diambil oleh perusahaan atau divisi. Sebagai contoh, survei terhadap
600 SBU menunjukkan bahwa bauran pembayaran kompensasi yang berhubungan dengan
strategi pertumbuhan, menekankan pemberian bonus dan insentif lainnya melebihi gaji

19
dan manfaat (tunjangan) lainnya, sementara pembayaran bauran yang berhubungan
dengan strategi pemeliharaan memiliki penekanan yang berbeda. H. I. Ansoff, ahli
manajemen strategis, berpendapat bahwa salah satu cara terbaik untuk mengubah budaya
perusahaan adalah dengan memodifikasi sistem penghargaan dan insentif, baik yang
formal maupun yang informal. Namun demikian, dalam survei terhadap 381 investor yang
memiliki fasilitas-fasilitas tertentu, menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen menanggapi
bahwa tidak ada hubungan yang cukup kuat antara perencanaan strategis dan sistem
kompensasi. Penemuan memberikan hasil yang sama dengan berbagai studi lainnya,
menunjukkan bahwa sistem pembayaran terhadap kinerja yang dihasilkan digunakan
kurang dari setengah perusahaan-perusahaan besar yang ada.
Tiga pendekatan berikut ini didesain untuk membantu mendapatkan kesesuaian
antara pengukuran dan penghargaan yang diberikan, dengan sasaran strategis yang jelas
dan kerangka waktu yang tepat."
1. Metode faktor-tertimbang: Metode ini sangat sesuai khususnya pada
pengukuran dan pemberian penghargaan terhadap kinerja manajer puncak SBU
dan eksekutif tingkat kelompok unit bisnis ketika faktor-faktor kinerja yang
diukur dan kepentingan tiap faktor berbeda dari satu SBU dengan SBU lainnya.
Pengukuran yang digunakan oleh satu perusahaan mungkin berisi variasi-variasi
berikut: kinerja pertumbuhan SBU yang tinggi diukur dengan pangsa pasar,
pertumbuhan penjualan, pembayaran yang telah ditentukan untuk masa yang akan
datang, dan kemajuan pada beberapa proyek strategis yang berorientasi pada
masa yang akan datang; sedangkan kinerja pertumbuhan SBU yang lambat,
diukur dengan ROI dan kas tunai yang dihasilkannya; dan pada kinerja pada
pertumbuhan SBU rata-rata atau sedang diukur dengan gabungan faktor-faktor
tersebut
2. Metode evaluasi jangka panjang: Metode ini memberikan kompensasi kepada
para manajer untuk upaya mereka mencapai sasaran-sasaran yang telah
ditetapkan untuk sebuah periode beberapa tahun ke depan. Seorang eksekutif
dapat dijanjikan untuk mendapatkan sejumlah saham perusahaan atau sejumlah
"unit kinerja" (yang dapat diubah bentuknya dalam bentuk uang) yang didasarkan
pada kinerja jangka panjang yang dihasilkannya. Komite eksekutif, sebagai
contoh, mungkin menetapkan sasaran khusus dalam bentuk pertumbuhan EPS
selama satu periode lima tahunan. Peng- hargaan yang diberikan akan menjadi
sangat tergantung pada keberhasilan perusahaan mencapai sasaran-sasaran yang

20
telah ditetapkan pada rentang waktu yang telah ditentukan. Setiap eksekutif yang
pergi meninggalkan perusahaan sebelum sasaran tersebut tercapai, tidak akan
menerima apa-apa. Penekanan pada harga saham perusahaan biasanya membuat
pendekatan tersebut lebih dapat diterapkan pada manajemen puncak daripada
untuk manajer unit bisnis.

3. Metode dana strategis: Metode ini mendorong para eksekutif untuk


memperhatikan biaya pengembangan yang berbeda dengan biaya operasi saat ini.
Laporan akuntansi pada sebuah unit perusahaan memasukkan dana strategis
sebagai bagian yang terpisah di bawah ROI saat ini. Membedakan antara dana
yang dipakai untuk menghasilkan pendapatan saat ini dan dana yang
diinvestasikan pada sebuah bisnis di masa yang akan datang, merupakan hal yang
mungkin untuk dilakukan. Oleh karena itu, para manajer akan dievaluasi
berdasarkan penilaian baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dan
mempunyai insentif untuk melakukan investasi dana strategis di masa yang akan
datang.

21
Menurut P. J. Stonich, "Cara efektif untuk mencapai hasil strategis yang diinginkan
melalui sistem penghargaan adalah dengan mengkombinasikan pendekatan faktor
tertimbang, evaluasi jangka panjang, dan dana strategis." Untuk melakukannya, pertama,
pisahkan dana strategis dari dana jangka pendek. seperti yang dilakukan dalan metode
dana strategis. Kedua, kembangkan gambar faktor tertimbang untuk setiap SBU. Ketiga,
ukur kinerja berdasarkan laba sebelum pajak yang ditunjukkan oleh pendekatan dana
strategis, faktor tertimbang, dan evaluasi jangka panjang terhadap kinerja SBU dan
perusahaan. General Electric dan Westinghouse adalah dua dari perusahaan-perusahaan
yang menggunakan versi pengukuran tersebut.

22
BAB III

PENUTUP
1.7 Kesimpulan
Dasar sistem evaluasi dan pengendalian terdiri dari lima langkah yang mensyaratkan
manajer strategis untuk: (1) menentukan apa yang akan diukur, (2) menetapkan standar-
standar kinerja. (3) mengukur kinerja aktual yang dihasilkan, (4) membandingkan kinerja
aktual tersebut dengan standar yang telah ditetapkan, dan (5) mengambil tindakan
perbaikan. Langkah pertama merupakan langkah penting karena manajer cenderung
mengukur hal-hal yang mudah bagi mereka untuk mengukurnya daripada hal apa saja
yang perlu diukur.
Pengukuran haruss terkait pada kuantitas, kualitas, dan penetapan waktu, dan harus
dapat diperiksa secara obyektif.
Pengendalian strategis, taktis, dan operasional membentuk hirarki pengendalian
yang sama dengan hirarki strategi.
Pengendalian perilaku adalah pengendalian yang paling relevan untuk situasi ketika
hasil kinerja sulit diukur dan muncul hubungan sebab-akibat yang jelas antara aktivitas
yang dilakukan dan hasil yang diperoleh. Pengendalian output adalah pengendalian yang
paling cocok untuk pengukuran output yang telah disetujui bersama sebelumnya clan jika
tidak ada hubungan sebab-akibat yang jelas antara aktivitas yang dilakukan dan hasil yang
diperoleh.

23
DAFTAR PUSTAKA

Thomas l. Wheelenand J. David Hunger. “Strategic Management, Business Policy” Seventh


Edition.New Jersey, 2000

24

Anda mungkin juga menyukai