Anda di halaman 1dari 3

Muchammad Holilulloh (4020112030)

Fakultas Teknik
Universitas Nurtanio Bandung

Take off Performance


Pesawat Fixed Wings, Twin Engine Propeller

Abstract
Jurnal ini membahas tentang , take off dengan adanya masalah dalam jarak suatu landasan pada runway
di suatu bandara udara pada pesawat fixed wings dengan twin engine propeller, kami menganalisa tentang take off
performance untuk pesawat yang memiliki berat sebesar 3150 lb dengan sudut 5
sebesar

dengan kecepatan lift off

V lo =0,7 stall=84,47302174 m/ s , dengan lift pesawat sebesar 1543,389575 lb yang

memiliki koefisient drag 9,0621 bilamana drag pesawat sebesar 22,3812 lb yang menyebabkan
pesawat twin engine propeller memiliki lift off area 4318,2135 ft.

INTRODUCTION

THEORY

Take off performance adalah suatu akselerasi


zero sebuah pesawat sampai batas tertentu suatu
akselerasi terhadap landasan pesawat untuk melakukan
take off. Kecepatan take off merupakan safety key
element untuk melakukan take off pada pesawat, dan
memungkinkan
pilot
memahami
situasional.
Kesadaran dan pengambilan keputusan dalam keadaan
yang sangat dinamis. Penggunaan yang salah dalam
kecepatan take off dapat menyebabkan tail strike, take
off kecepatan tinggi akan kurang baik saat take off atau
initial climb dengan mendegradasi performance. Pilot
melakukan kalkulasi kecepatan take off, dan oleh
karena itu, memahami operasional signifikansi V1,
VR, dan V2. Namun, pernyataan tersebut tidak cocok
dengan definisi VMU, VMCG, dan VMCA.

Efisiensi permukaan aerodinamis seperti sayap


(lift), bidang kemudi ailerons, dan Lift tergantung pada
kecepatan aliran udara yang memadai. Kecepatan
aliran udara ini menentukan kecepatan take off
minimum.

VMCG (Velocity of Minimum Control on


Ground)
Selama take off itu sangat penting untuk mengetahui
kecepatan minimum dimana Pesawat akan tetap
terkendali, dalam hal kegagalan mesin saat ground.
karena dalam kasus seperti itu, jika take off
dilanjutkan, hanya kemudi rudder yang akan dapat
mengontrol kendali yang dihasilkan oleh asimetris
engine thrust. Peraturan, kecepatan minimum di mana
sebuah pesawat didefinisikan sebagai "controllable"
(lateral yang excursion lebih rendah dari 30 kaki)
setelah kegagalan mesin di ground, disebut sebagai
VMCG (Velocity dari Minimum Control pada Ground).
VMCG bergantung pada:
Engines Thrust
Pressure altitude

Universitas Nurtanio Bandung, Fakultas Teknik


Teknik Penerbangan B 2012

Muchammad Holilulloh (4020112030)


Fakultas Teknik
Universitas Nurtanio Bandung

A. V1 = Decision Speed (KEPUTUSAN KECEPATAN)

B. V2 = Takeoff Safety Speed

V1 adalah kecepatan maksimum dimana start


take off, dalam hal tertentu bila terjadi keadaan
darurat. Informasi tambahan tentang masalah ini " Go /
No - Go " keputusan dapat ditemukan di Flight
Operations Briefing Note entitled: Revisiting the
Stop or Go Decision. V1 kecepatan minimum dimana
pilot dapat terus take off setelah terjadi kegagalan
mesin. Jika kegagalan mesin terdeteksi setelah V1,
take off harus dilanjutkan . Ini berarti bahwa Pesawat
harus dikontrol di ground. Oleh karena itu , V 1 selalu
lebih besar dari VMCG.

(LEPAS LANDAS KECEPATAN

AMAN)

V2 adalah kecepatan minimum yang harus


dipertahankan sampai dengan percepatan mencapai
batsan tertentu, dalam hal kegagalan mesin setelah V1.
Dalam penerbangan, V2 dipastikan bahwa minimum
yang diperlukan penambahan gradien tercapai, dan
bahwa pesawat dapat dikontrol. Kecepatan V 2 selalu
lebih besar dari VMCA. Dalam semua operasi mesin
take off, V2 + 10 memberikan kinerja yang lebih baik
dari penanjakan V2.

ANALYSIS AND IDENTIFY THEORY


Hasil research, kita dapat mengasumsikan
menggunakan rumus yang sudah berlaku dan sering di
gunakan untuk melakukan perhitungan terhadap
pesawat twin engine propeller. Menurut pengamatan.
R=

r (W L)

Terdapat Reduce drag menunjukan terhadap ground

h 2
(16 )
b
6,94
=
=
=0,874
2
7,94
h
1+(16 )
b
V lo =0,7 stall=84,47302174 m/ s

h
(16 )
b
=
h 2
1+(16 )
b

1
L= . v 2 . s .C l
2
=

Lift off area dari pesawat dapat dinyatakan

SLO =

1
2

. 0,002377 .

(84,47)2 . 182 .1

= 1543,389575 lb

D+ r . (W L)
T
g . . s . C L(max ) .
1,44 . W 2

CD (total) = CD0 +

.
=

CI2 /

. e . AR

0,031

. 0,9 . 9,92

0,874

12

= 9,0621

D(DRAG)

RESULTS

1
. . v 2 . s . C D (total)
2

Hasil perhitungan performance dimana


pesawat yang menggunakan twin engine propeller,
yang melakukan take off dengan adanya masalah
dalam jarak suatu landasan pada runway di suatu
bandara udara.

1
.0,002377 .( 84,47)2 . 42,5 . 0,0621
2
= 22,3812 lb

Universitas Nurtanio Bandung, Fakultas Teknik


Teknik Penerbangan B 2012

Muchammad Holilulloh (4020112030)


Fakultas Teknik
Universitas Nurtanio Bandung

SLO

D+ r . (W L)
T
= g . . s . C L(max ) .
1,44 . W 2

22,3+ 0,025(31501543,3)
300
= 32,2. ( 0,002377 ) . ( 182 ) . ( 1 ) .
1,44 .(3150)2

22,3+0,025(31501543,3)
300
(
= 9,8 . 0,002377 ) . (182 ) . ( 1 ) .
1,44 .(3150)2

1,44 .(9922500)
9,8 . ( 0,002377 ) . ( 182 ) . ( 1 ) .(237,5325)

14288400
3308,87

= 4318,21ft

CONCLUSION

Hasil spesifikasi perbedaan antara fixed


wing
dan
propeller
twin
engine
mengidentifikasikan
bahwa
Vlo
=

84,47302174 m/s , L = 1543,389575 lb,

CD (total) = 9,0621, memiliki Drag sebesar


22,3812lb, pesawat dengan twin engine hasil
perhitungan di dapat lift off area 4318,2135 ft.

Universitas Nurtanio Bandung, Fakultas Teknik


Teknik Penerbangan B 2012

Anda mungkin juga menyukai