Anda di halaman 1dari 8

Dasar Teori Perencanaan Geometrik

Perencanaan lapangan terbang juga harus mengacu pada peraturan dan pedoman
yang berlaku, dalam hal ini, mengacu pada standard yang dikeluarkan oleh FAA atau
ICAO. Dengan mengacu pada standard yang ada, diharapkan analisa dan perencanaan
yang dilakukan sesuai dengan standard – standard yang ditetapkan oleh badan –
badan tersebut.

Kapasitas lapangan terbang adalah jumlah pergerakan pesawat yang bisa dilayani
oleh suatu lapangan terbang dalam suatu rentang waktu tertentu dengan tundaan rata‐
rata bagi pesawat yang akan berangkat yang masih dalam batas waktu yang
diperbolehkan. Pesawat melakukan dua pergerakan utama yaitu mendarat dan tinggal
landas. Jika terdapat suatu lapangan terbang dengan single runway dan singleexit
taxiway, dan diasumsikan bahwa hanya satu pesawat yang diperbolehkan
menggunakan runway pada suatu waktu tertentu, maka kapasitas lapangan terbang
akan ditentukan oleh waktu penggunaan runway oleh suatu pesawat.Runway akan
beroperasi pada kapasitasnya pada saat waktu selang (interval) antara dua pergerakan
yang berurutan sama dengan waktu penggunaan runway suatu pesawat. Pada
prakteknya terdapat banyak variasi interval pada kedatangan–keberangkatan sehingga
menimbulkan delay (keterlambatan) pada masing‐masing kedatangan dan
keberangkatan pesawat tersebut. Dengan meningkatnya pergerakan pesawat per jam,
maka tundaan rata‐rata bagi pesawat yang akan berangkat meningkat. International
Civil Aviation Organization; ICAO telah mengeluarkan sistem klasifikasi lapangan
terbang, sistem ini dituangkan dalam Aerodrome Reference Code; ARC. Sistem ini
menggunakan dua notasi, yaitu angka dan huruf. Kode angka didasarkan pada panjang
ARFL (Aeroplane Refrence Field Length) sedangkan kode huruf untuk menggolongkan
lapangan terbang berdasarkan lebar sayap pesawat dan jarak main gear terluar. Kode
huruf dan angka yang dipilih untuk tujuan perencanaan,dihubungkan kepada
karakteristik pesawat kritis yang dapat dilayani oleh lapangan terbang bersangkutan.
Pengaruh Kemampuan Pesawat Terhadap Panjang Landas Pacu Dalam
Perencanaan Geometrik

 Kecepatan awal mendaki - Initial Climb Out Speed (V2) : Kecepatan minimum
yang diperkenankan untuk mendaki sesudah mencapai ketinggian 10,5 m (35
Ft)
 Kecepatan putusan – Decision Speed (V1) : Kecepatan yang ditentukan dimana
bila mesin mengalami kegagalan saat kecepatan V1 belum tercapai pilot harus
menghentikan pesawat, namun apabila sudah melewati V1 maka pesawat harus
terus lepas landas dan tidak boleh mengurangi kecepatan
 Kecepatan Rotasi - Rotation Speed (Vr) : Kecepatan pada saat pilot mulai
mengangkat hidung pesawat.
 Kecepatan Angkat – Lift Off Speed (V lot) : Kecepatan dari kemampuan pesawat,
di saat itu badan pesawat mulai terangkat dari landasan.
 Jarak Landasan Pacu – Take Off Distance : Jarak horizontal yang diperlukan
untuk lepas landas dengan mesin tidak berkerja tetapi pesawat telah mencapai
ketinggian 10,5 m
 Take off Run :
1. Jarak dari awal take off ke titik V lof + ½ kali jarak pesawat mencapai ketinggian 10,5
m dari V lof, pada keadaan mesin tidak berkerja.
2. Jarak dari awal take off ke titik V lof dikalikan 115% + ½ kali jarak pesawat mencapai
ketinggian 10,5 m dari titik V lof x 115% tadi, pada keadaan mesin pesawat berkerja.

Jarak terbesarnya merupakan take off run Accelerate Stop Distance : Jarak yang
digunakan untuk mencapai kecepatan V1 + jarak untuk berhenti dari titik V1
1. Stop way : Perpanjangan landasan, digunakan untuk menahan pesawat pada waktu
gagal lepas landas.
2. Clearway : Area di luar akhir landasan lebarnya paling sedikit 500 feet. As Clearway
merupakan perpanjangan as landasan, panjangnya tidak boleh melebihi ½ panjang
take off run.
Untuk pesawat terbang bermesin turbin dalam menentukan panjang runway harus
mempertimbangkan tiga keadaan umum agar pengoperasian pesawat aman. Ketiga
keadaan tersebut adalah:
 Lepas landas normal
Suatu keadaan dimana seluruh mesin dapat dipakai dan runway yang cukup
dibutuhkan untuk menampung variasi-variasi dalam teknik pengangkatan dan
karakteristik khusus dari pesawat terbang tersebut.
 Lepas landas dengan suatu kegagalan mesin
Merupakan keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk memungkinkan
pesawat terbang lepas landas walaupun kehilangan daya atau bahkan direm untuk
berhenti.
 Pendaratan
Merupakan suatu keadaan dimana runway yang cukup dibutuhkan untuk
memungkinkan variasi normal dari teknik pendaratan, pendaratan yang melebihi jarak
yang ditentukan (overshoots), pendekatan yang kurang sempurna (poor aproaches)
dan lain-lain. Panjang runway yang dibutuhkan diambil yang terpanjang dari ketiga
analisa di atas

 Keadaan pendaratan
Peraturan menyebutkan bahwa jarak pendaratan (landing distance = LD) yang
dibutuhkan oleh setiap pesawat terbang yang menggunakan bandara, harus cukup
untuk memungkinkan pesawat terbang benar-benar berhenti pada jarak pemberhentian
(stop distance = SD), yaitu 60 persen dari jarak pendaratan, dengan menganggap
bahwa penerbang membuat pendekatan pada kepesatan yang semestinya dan
melewati ambang runway pada ketinggian 50 ft.
1. Keadaan Normal
Semua mesin bekerja memberikan definisi jarak lepas landas (take off distance =
TOD) yang untuk bobot pesawat terbang harus 115 persen dan jarak sebenarnya yang
ditempuh pesawat terbang untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35). Tidak seluruh jarak
ini harus dengan perkerasan kekuatan penuh. Bagian yang tidak diberi perkerasan
dikenal dengan daerah bebas (clearway = CW). Separuh dari selisih antara 115 persen
dari jarak untuk mencapai titik pengangkatan, jarak pengangkatan (lift off distance =
LOD) dan jarak lepas landas dapat digunakan sebagai daerah bebas (clearway).
Bagian selebihnya dari jarak lepas landas harus berupa perkerasan kekuatan penuh
dan dinyatakan sebagai pacuan lepas landas (take off run = TOR).
2. Keadaan dengan kegagalan mesin
Peraturan menetapkan bahwa jarak lepas landas yang dibutuhkan adalah jarak
sebenarnya untuk mencapai ketinggian 35 ft (D35) tanpa digunakan persentase, seperti
pada keadaan lepas landas dengan seluruh mesin bekerja. Keadaan ini memerlukan
jarak yang cukup untuk menghentikan pesawat terbang dan bukan untuk melanjutkan
gerakan lepas landas. Jarak ini disebut jarak percepatan berhenti (accelerate stop
distance = ASD). Untuk pesawat terbang yang digerakkan turbin karena jarang
mengalami lepas landas yang gagal maka peraturan mengizinkan penggunaan
perkerasan dengan kekuatan yang lebih kecil, dikenal dengan daerah henti (stopway =
SW), untuk bagian jarak percepatan berhenti diluar pacuan lepas landas (take off run).

Panjang lapangan (field length = FL) yang dibutuhkan pada umumnya terdiri dari tiga
bagian yaitu perkerasan kekuatan penuh (FS), perkerasan dengan kekuatan parsial
atau daerah henti (SW) dan daerah bebas (CW). Untuk peraturan-peraturan diatas
dalam setiap keadaan diringkas dalam bentuk persamaan – persamaan berikut :
Keadaan lepas landas normal:

Keadaan lepas landas dengan kegagalan mesin dan pendaratan :

Untuk menentukan panjang lapangan yang dibutuhkan dan berbagai komponennya


yang terdiri dari perkerasan kekuatan penuh, daerah henti dan daerah bebas, setiap
persamaan diatas harus diselesaikan untuk rancangan kritis pesawat terbang di
bandara. Hal ini akan mendapatkan setiap nilai-nilai berikut:
1. FL = (TOD, ASD, LD)/ maks (1.5)
2. FS = (TOR, LD)/ maks (1.6)
3. SW = ASD – (TOR, LD)/ maks (1.7)
4. CW = (FL – ASD, CW)/ min (1.8)
Dimana nilai CW minimum yang diizinkan adalah 0. Apabila pada runway dilakukan
operasi pada kedua arah, seperti yang umum terjadi, komponen-komponen panjang
runway harus ada dalam setiap arah.

Table 3.2 Klasifikasi Airport, Disain GroupPesawat dan Jenis Pesawat


Aerodromes, Civil Aviation Safety Authority, Australian Government.

BUKA Jpbjenaribayu PDF HAL.2-6

TS313 JARAK PANDANG HAL.40 (F)

TAXIWAY HAL.44

Anda mungkin juga menyukai