Anda di halaman 1dari 6

Ushul Fiqh: Mencari yang Terkuat di antara

Beberapa Dalil (al-Tarjh bayna al-Adillah)


29 Jan 2010 in Syari'ah Leave a comment
Apabila terjadi pertentangan antara beberapa dalil; dan di antara dalil-dalil itu tidak ada yang
lebih lebih kuat daripada yang lain, kasus seperti ini disebut sebagai al-tadul. Al-Tadul ini
tidak akan terjadi pada dalil-dalil yang bersifat qathiy. Sebab, tidak akan terjadi pertentangan di
antara beberapa nash atau dalil yang qhathiy. Juga tidak akan terjadi antara dalil yang qhathiy
dengan dalil yang zhanniy. Sebab, yang qhathi harus didahulukan terhadap yanag zhanniy.
Begitu juga al-tadul ini tidak akan terjadi antar dalil-dalil yang zhanniy dilihat dari sisi fakta
pensyariatan (al-wqi al tasyri), meskipun dilihat dari perkiraan manthiq bisa saja terjadi.
Hanya saja hal ini bertentangan dengan fakta pensyariatan. Karena dalil-dalil yang zhanniy
apabila bertentangan dilihat dari seluruh sisi tanpa terdapat sesuatu yang menguatkan atau
melebihkan salal satu diantaranya, maka dalam keadaan seperti ini tidak mungkin bisa
mengamalkannya atau mengamalkan dalil dhanniy yang manapun juga.
Apabila mengamalkan seluruhnya sedangkan dalil-dalil tersebut bertentangan satu sama lainnya,
maka hal ini sama saja dengan berkumpulnya sesuatu yang berlawanan dengan lawannya, dan
hal seperti ini jelas tidak mungkin terjadi.
Apabila kita mengamalkan salah satunya tanpa mengamalkan yang lainnya maka berarti
merupakan pentarjihan tanpa adanya faktor yang menguatkannya, karena dalil-dalil tersebut
bertentangan dalam seluruh aspeknya.
Apabila kita tidak mengamalkannya berarti nash dalil-dalil tersebut sia-sia (main-main),
sedangkan adanya unsur kesia-siaan (main-main) dalam syariat mustahil bagi Allah.
Berdasarkan penjelasan di atas maka al-tadul sebenarnya tidak akan terdapat di antara dalidalil syara.
Sedangkan apabila terjadi pertentangan diantara dalil-dalil syara; dan ada sebagian dalil yang
lebih kuat dari yang lainnya, maka kasus seperti ini disebut al-tarjh. Yaitu menguatkan salah
satu diantara dua dalil terhadap yang lainnya untuk agar bisa diamalkan. Secara bahasa, al-tarjh
berarti mencondongkan (al-tamyl) dan mengalahkan (al-taghlb).
Al-Tarjh hanya ada pada dalil-dalail yang zhanniy. Tidak bisa terjadi dalam dalil-dalil yang
qhathiy, karena tidak akan terjadi pertentangan di antara dali-dalil yang qhathiy.
Mengkompromikan Dalil yang Kelihatan Bertentangan (al-Jam bayn al-Adillah)
Yang menjadi asal adalah mengkompromikan di antara berberapa dalil yang kelihatannya
bertentangan (al-jam bayn al-adillah), yakni mengamalkan kedua dalil (yang kelihatannya

bertentangan). Apabila hal itu memungkinkan, maka itulah asalnya (yang harus di ambil). Jika
tidak memungkinkan maka baru kita berpegang kepada al-tarjh, karena mengamalkan kedua
dalil yang bertentangan lebih utama daripada meninggalkannya.
Berikut ini kami akan menuturkan sebagian keadaan yang mengharuskan pengamalan diantara
dua dalil kemudian setelah itu baru akan dipaparkan tantang kondisi-kondisi al-tarjh.
Kompromi diantara dua dalil mengamalkan dua dalil :
1. Apabila Rasulullah saw mengerjakan suatu pekerjaan kemudian pada kesempatan lain Rasul
mengerjakan pekerjaan lain yang berlawanan dengannya. Kasus seperti ini menunjukan bahwa
aktifitas tersebut hukumnya ibahah (boleh dilakukan, boleh ditinggalkan), seperti :
a. Menerima Hadiah.




Diriwayatkan dari Iyad bin Himar bahwasannya Rasulullah tidak pernah menerima hadiah dari
seoarng kafir setelah beliau bertanya, Apakah engkau akan masuk Islam? Orang kafir itu
menjawab, Tidak. Rasul bersabda, Sesungguhnya aku telah dilarang menerima hadiah dari
kaum musyrikin.248
Namun ada juga riwayat shahih yang menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah menerima
hadiah dari al-Najasyi, Akidar Daumah, dan Muqauqis. Hal ini dikuatkan dengan perkataan
Aisyah bahwa Rasulullah saw suka menerima hadiah dan membalasnya.
Mengkompromikan antara kedua dalil tersebut menurut pendapat kami adalah bahwa menerima
hadiah itu hukumnya mubah.
b. Ketika dilewati jezanah

,
.
Al-Thabrani mengeluarkan suatu hadits dalam al-Awasth bahwa suatu ketika ada jenazah
yang melewati Ibnu Abbas dan Hasan bin Ali, kemudian salah satu di antara keduanya berdiri,
dan yang lainnya duduk. Orang yang berdiri berkata kepada orang yang duduk : Bukankan
Rasulullah saw ketika dilewati jenazah suka berdiri? Orang yang duduk menjawab. Benar,
tapi juga beliau pernah duduk. 249.
Maka dari peristiwa itu kita bisa memahami adanya hukum mubah untuk berdiri dan duduk
ketika melihat jenazah lewat.

c. Meminta pertolongan orang kafir


Diriwayatkan dari al-Zuhri bahwa Nabi saw pernah meminta pertolongan kepada sekelompok
orang Yahudi pada saat perang Khaibar. Kemudian beliau memberikan harta rampasan perang
kepada mereka.250.
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa a Rasulullah saw keluar menuju arah Badar, ketika Rasulullah
telah sampai di Hurrah al-Wabrah, beliau ditemui oleh seorang lelaki yang dikenal pemberani
dan ahli perang. Sehingga sahabat Rasulullah saw merasa gembira ketika melihatnya. Ketika
laki-laki itu menyusul Rasulullah saw, dia berkata: Aku datang untuk mengikutimu dan
berperang bersamamu. Kemudian beliau bersabda kepadanya: Apakah engkau beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya? Dia berkata: Tidak. Beliau bersabda: Kembalilah kamu aku tidak akan
meminta pertolongan kepada orang musyrik. Aisyah berkata: kemudian Rasululllah saw
melanjutkan perjalanannya. Ketika beliu sampai di suatu pohon, beliau disusul kembali oleh lakilaki tadi dan berkata sebagaimana perkataannya yang pertama. Rasulullah saw pun menjawab
seperti jawabannya sebelumnya. Kemudian Rasulullah saw kembali dan si laki-laki tadi
menyusul beliau di al-Baida. Beliau pun bertanya kepada laki-laki itu, Apakah engkau beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya? Laki-laki itu menjawab : Benar. Kemudian beliau bersabda,
Berangkatlah engkau berperang bersama kami.251.
Dalam salah satu hadits di atas, Rasulullah saw menerima orang kafir untuk berperang dalam
barisan kaum muslimin di bawah bendera Islam. Dalam hadits yang lain Rasulullah menolaknya.
Maka dari kedua hadits tersebut dapat dipahami bahwa meminta pertolongan kepada orangprang kafir untuk berperang di dalam barisan kaum muslimin di bawah panji Islam, hukumnya
mubah.
Ini berbeda dengan meminta pertolongan kepada orang kafir di bawah bendera mereka. Yaitu
bendera kafir. Maka hal ini tidak boleh. Hal ini disadarkan kepada sabda Rasululllah saw:



Janganlah kalian meminta penerangan dengan apinya orang-orang musyrik..252
Kata al-nr (api) di sini adalah kinyah dari al-kiyn (institusi). Suatu kabilah akan menyalakan
api sebagai isyarat pengumuman atas peperangan. Meminta penerangan dengan api orang-orang
musyrik berarti berperang di bawah bendera mereka. Inilah yang diharamkan.
Hal ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hamid Al Saaidi, dia berkata bahwa
Rasulullah saw keluar menuju peperangan. Ketika beliau meninggalkan Tsaniyyah al-Wad tibatiba ada sekelompok orang. Beliau bertanya, Siapa mereka ? Para sahabat menjawab,
Mereka adalah Yahudi Banu Qainuqa. Yaitu kelompok Abdullah bin Salam. Rasul bertanya
lagi: Apakah mereka sudah masuk Islam? Para Sahabat berkata, Belum. Kemudian
Rasulullah saw memerintahkan mereka supaya kembali seraya bersabda: Sesungguhnya kami
tidak akan meminta pertolongan kepada orang-orang musyrik, maka masuk Islamlah kalian.253.

Bani Qainuqa tersebut mau keluar untuk berperang di bawah bendera mereka. Adapun
permintaan tolong Rasulullah kepada sekelompok Yahudi pada saat perang Khaibar, maka
kelompok Yahudi tersebut mau berperang di bawah bendera kaum muslimin sebagaimana telah
ditetapkan di dalam sirah.
2. Apabila Rasulullah saw mengatakan suatu perkataan, kemudian melakukan suatu pekerjaan
yang bertentangan dengan perkataannya. Maka pekerjaan itu khusus bagi beliau, sedangkan
perkataannya merupakan penjelasan bagi kita. Contohnya:
a. hukum menyentuh wanita setelah berwudhu
Diriwayatkan dari Umar bahwa Rasulullah saw berkata:


Mencium itu termasuk bersentuhan, maka wudhulah kalian karenanya254.
Aisyah berkata:
Sesungguhnya Nabi saw pernah mencium sebagian istri-istrinya kemudian beliau shalat dan
tidak wudhu dulu255.
Maka tidak berwudhu setelah mencium adalah khusus bagi Rasulullah saw. Sedangkan
berwudhu karena mencium adalah seruan bagi kita(umatnya).
b. Batasan jumlah wanita yang boleh dipoligami
Diriwayatkan dari Qais bin al-Haris, dia berkata: aku telah masuk Islam sedangkan aku memiliki
delapan istri. Kemudian aku datang kepada Rasul saw dan aku menceritakan tentang istri-istriku.
Kemudian Rasul bersabda: Engkau harus memilih empat dari mereka256.
Sementara itu telah disebutkan dalam riwayat yang shahih bahwa Rasulullah saw menikahi
sembilan orang istri257.
Maka itu menunjukan bahwa menikahi lebih dari empat istri secara bersamaan adalah khusus
bagi Rasulullah saw.
3. Apabila Rasulullah mengatakan suatu perkataan kemudian mengatakan perkataan lain yang
kelihatannya bertentangan dengan perkataan pertama, maka harus ada upaya mengkompromikan
di antara kedua perkataan tsb dengan cara yang memungkinkan. Seperti sabda Rasulullah saw:


Kemudian kelak akan menyebar luaslah kebohongan, sehingga seorang manusia akan bersaksi
sebelum diminta untuk jadi saksi258.

Dalam hadits yang lain Rasullah saw bersabda:


Apakah tidak perlu aku beritakan kepada kalian tentang saksi-saksi yang paling baik. Para
sahabat berkata : Tentu saja harus. Rasul bersabda: yaitu apabila sorang manusia bersaksi
sebelum diminta untuk menjadi saksi.259.
Cara mengkompromikan kedua hadits tsb adalah sebagai berikut: hadits yang pertama yaitu
orang yang bersaksi sebelum diminta untuk menjadi saksi. Inilah persaksian yang dicela di dalam
hadits. Hal ini dihubungkan kepada persaksian pada masalah hak sesama manusia sebelum
diminta menjadi saksi. Sedangkan hadits yang kedua yaitu tentang persaksian yang dipuji adalah
tentang orang yang bersegera menjadi saksi dihubungkan pada hak Allah.
4. Apabila terdapat lafadz yang mujmal dan dijelaskan oleh Rasulullah saw dengan perkataan
dan perbuatan yang bertentangan. Contohnya sabda Rasulullah saw setelah ayat Haji: Barang
siapa yang menyertakan Haji terhadap umrah (melaksanakan hajji qiron) hendaklah dia
berthowaf satu kali dan bersai satu kal 260.
Dan diriwayatkan juga bahwa Rasulullah saw pernah melakukan Haji qiran kemudian Thawaf
dan sai masing-masing dua kali.261
Maka cara mengkompromikan dua kadits tersebut adalah seperti yang telah kami jelaskan
sebelumnya tentang mujmal dan mubayyin.
5.

Al-Muhkam wa al-Mutasybih.

Al-Muhkam adalah induk bagi al-Mutasybih, Allah berfirman:


Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat
yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihat (QS
Ali Imran [3]: 7).
Apabila terdapat dua ayat yang satu muhkam dan satunya lagi mutasyabih maka yang
mutasyabih harus ditafsirkan dengan yang muhkam. Contohnya firman Allah:


Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki (QS Ali Imran [3]: 7).
Kata wa arjulakum bisa juga dibaca wa arjulikum (nashab dan jar). Apabila dibaca nashab, maka
pasti di-athf-kan terhadap kata: fa [i]aghsil (maka basuhlah). Apabila dibaca jar, maka di-jar-

kan dengan sebab mujwarah (bersandingan dengan yang jar), juga mungkin di-athf-kan
terhadaf kata: Wamsah (usaplah). Dengan kata lain apabila dibaca nashab, berarti kaki harus
dibasuh (muhkam). Apabila dibaca jar, berarti kaki harus diusap (mutasybih). Karena itu bacaan
makna jar harus ditasirkan dengan bacaan makna nashab sehingga kaki itu harus dibasuh.
(Sumber: Syekh Atha bin Kholil, Amir Hizbut Tahrir: Taysr al-Wushl il al Ushl)
248 Al tirmidzi :1504, Abu Daud :2657, Ahmad : 16735.
249 Telah ditakhrij pada no: 28.
250 At Tirmidzi :4/127 no 1558
251 muslim:1817, Al Tirmidzi:1558.
252 An Nasaai : 5114, Ahmad: 11516.
253 Abu Daud:2356, Ibnu Majah :2822, Ad Darimi: 2385, Ahmad:15203,23250.
254 diriwayatkan oleh Malik, Syafii dan Baihaki:1/124.
255 Bukhori:1972, An nasaai:170, Ibnu Majah: 496.
256 Abu Daud:2241, Ibnu Majah:1952.
257 diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah saw senantiasa menggilir di antara istri-istrinya
sebanyak 9 wanita.. Al Bukhori: 260,275, muslim:2656. Dari Anas bin Malik dia berkata tidak
pernah tersisa pada waktu sore pada keluarga Muhammad saw satu sha beras atau biji-bijian
padahal Rasul mempunyai 9 orangistri, Al Bukhori:1928, At Tirmidzi: 1136.
258 muslim: 4602, Ahmad:6836, At Tirmidzi:2091,2225, Ibnu Majah:2354.
259 Ibnu Majah:2355, Ahmad:20698. Dan terdapat dalam shohih muslim bab menerangkan
saksi-saksi yang paling baik.
260 telah ditakhrij pada no. 226
261 telah ditakhrij pada no. 227

Anda mungkin juga menyukai