Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SEJARAH UUD 1945


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pend. Kewarganegaraan

Disusun Oleh :

Ulfa Dewi ( 13201007)


Aditya Permana ()
Andy Lukmawan()
Satria()

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA


DAN KOMPUTER SWADHARMA
2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya yang berlimpah,
kami dapat menyusun makalah ini dengan baik sesuai dengan kemampuan kami. Tidak lupa
pula kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan
dalam menyelesaikan makalah ini. Untuk selanjutnya kami mengharapkan semoga makalah
ini dapat menambah wawasan bagi kami sendiri dan juga bagi mahasiswa STMIK
Swadharma.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna
dan tidak luput dari kekurangan yang disebabkan terbatasnya pengetahuan dan pengalaman
penulis. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang sifatnya konstuktif dan kondusif
penulis menerima dengan kerendahan hati.
Akhir kata, semoga makalah yang kami susun ini berguna bagi kita semua.
Amin-amin yarabbal alamin.
Wassalamualaikum.Wr.Wb
Jakarta, Desember 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar belakang masalah.............................................................................1
1.2 Perumusan masalah...................................................................................2
1.3 Tujuan penelitian.......................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN....................................................................................................3
2.1. Sejarah UUD 1945.....................................................................................3
2.2. Perubahan UUD 1945................................................................................9
2.3. Alasan dan Tujuan Perubahan UUD 1945.................................................11
2.4. Addendum atau Amandemen..............................................................................12
BAB III
PENUTUP.............................................................................................................13
3.1. Kesimpulan................................................................................................13
3.2. Saran..........................................................................................................14
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Dalam proses hukum dewasa ini berbagai kajian ilmiah tentang UUD 1945, banyak yang

melontarkan ide untuk melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen tidak
dimaksudkan untuk mengganti UUD 1945, tetapi amandemen merupakan suatu prosedur
penyempurnaan terhadap UUD 1945, amandemen lebih merupakan perlengkapan dan rincian
yang dijadikan lampiran otentik bagi UUD 1945.
Ide tentang amandemen terhadap UUD 1945 didasarkan pada kenyataan sejarah selama
orde lama dan orde baru, bahwa penerapan pasal terhadap pasal-pasal UUD memiliki sifat
multi interpretable atau dengan kata lain berwayuh arti sehingga mengakibatkan adanya
sentralisasi kekuasaan kepada persiden.
Hal yang mendasar bagi pentingnya amandemen UUD 1945 tidak adanya sistem
kekuasaan dengan check and balances terhadap kekuasaan eksekutif. Amandemen terhadap
UUD 1945 dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1999, amandemen pertama
dilakukan dengan memberikan tambahan dan perubahan terhadap 9 pasal UUD 1945.
Amandemen kedua dilakukan pada tahun 2000, amandemen ketiga pada tahun 2001, dan
amandemen terakhir dilakukan pada tahun 2002 dan disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002.
Demikianlah bangsa Indonesia memasuki suatu babakan baru dalam kehidupan
ketatanegaraan yang diharapkan membawa kearah perbaikan tingkat kehidupan rakyat. UUD
1945 hasil amandemen 2002 dirumuskan dengan melibatkan partisipasi rakyat dalam
mengambil keputusan politik, sehingga diharapkan struktur kelembagaan Negara yang lebih
demokratis, akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
1.2. Rumusan Masalah

Dalam pembuatan makalah ini kami mengangkat beberapa rumusan masalah


diantaranya:
1) Bagaimana perjalanan Sejarah UUD 1945?
2) Bagaimana Perubahan UUD 1945?
3) Apakah Alasan dan Tujuan Perubahan UUD 1945 ?
4) Amandemen atau Adenum?
1.3. Tujuan penelitian
Dari rumusan masalah diatas kami memiliki beberapa tujuan diantaranya sebagai
berikut:
1) Untuk mengetahui sejarah UUD 1945.
2) Untuk mengetahui perubahan UUD 1945.
3) Untuk mengetahui Alasan dan Tujuan Perubahan UUD 1945.
4) Menjelaskan perbedaan Amandemen dengan Addendum.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah UUD 1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD
1945 atau UUD'45, adalah hukum

dasar tertulis (basic

law), konstitusi

pemerintahan

negara Republik Indonesia saat ini. UUD 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Sejak tanggal 27 Desember 1949, di Indonesia
berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di Indonesia berlaku UUDS
1950. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan
secara aklamasi oleh DPR pada tanggal 22 Juli 1959.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan
(amandemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR:
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 Perubahan Pertama UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 Perubahan Kedua UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 Perubahan Ketiga UUD 1945
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 Perubahan Keempat UUD
1945
Sebelum dilakukan Perubahan, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16
bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat

berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat
Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Namun, setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 20 bab, 37 pasal, 194
ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Dalam Risalah Sidang Tahunan MPR Tahun 2002, diterbitkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dalam Satu Naskah, Sebagai Naskah Perbantuan dan
Kompilasi Tanpa Ada Opini.
Bahwasannya konstitusi atau Undang-Undang Dasar dianggap memegang peranan
yang penting bagi kehidupan suatu negara, terbukti dari kenyataan sejarah ketika Pemerintah
Militer Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia. Sesuai janji
Perdana Menteri Koiso yang diucapkan pada tanggal 7 September 1944, maka dibentuklah
badan yang bernama Dokuritsu Zyunbi Choosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia/BPUPKI) pada tanggal 29 Arpil 1945 yang diketuai oleh Dr.
Radjiman Wedyodiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso, yang tugasnya menyusun Dasar
Indonesia Merdeka (Undang-Undang Dasar). Niat Pemerintah Militer Jepang tersebut
dilatarbelakangi kekalahan balatentara Jepang di berbagai front, sehingga akhir Perang Asia
Timur Raya sudah berada di ambang pintu. Janji Jenderal Mc Arthur I shall return ketika
meninggalkan Filipina (1942) rupanya akan menjadi kenyataan.
Para anggota BPUPKI yang dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 bersidang dalam dua
tahap: pertama, dari tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 untuk menetapkan dasar
negara dan berhasil merumuskan Pancasila yang didasarkan pada pidato anggota Soekarno
pada 1 Juni 1945, kedua, dari tanggal 10 sampai dengan 17 Juli 1945 yang berhasil membuat
Undang-Undang Dasar (Harun Al Rasid, 2002). Pada akhir sidang pertama, ketua sidang
membentuk sebuah panitia yang terdiri dari 8 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang

disebut Panitia Delapan. Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan pertemuan antara gabungan
paham kebangsaan dan golongan agama yang mempersoalkan hubungan antara agama
dengan negara. Dalam rapat tersebut dibentuk Panitia Sembilan, terdiri dari Drs. Moh. Hatta,
Mr. A. Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Ir. Soekarno, KH. Abdul Kahar Moezakir, Wachid
Hasyim, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, dan Mr. Muh. Yamin. Panitia Sembilan
berhasil membuat rancangan Preambule Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muh. Yamin disebut
dengan istilah Piagam Jakarta.
Pada tanggal 14 Juli 1945 pada sidang kedua BPUPKI, setelah melalui perdebatan
dan perubahan, teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 diterima
oleh sidang. Teks Pernyataan Indonesia Merdeka dan teks Pembukaan UUD 1945 adalah
hasil kerja Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Soepomo. Setelah selesai
melaksanakan tugasnya, BPUPKI melaporkan hasilnya kepada Pemerintah Militer Jepang
disertai usulan dibentuknya suatu badan baru yakni Dokutsu Zyunbi Linkai (Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia/PPKI), yang bertugas mengatur pemindahan kekuasaan
(transfer of authority) dari Pemerintah Jepang kepada Pemerintah Indonesia. Atas usulan
tersebut maka dibentuklah PPKI dengan jumlah anggota 21 orang yang diketuai oleh Ir.
Soekarno dan Wakil Ketuanya Drs. Moh. Hatta. Anggota PPKI kemudian ditambah 6 orang.
tetapi lebih kecil daripada jumlah anggota BPUPKI, yaitu 69 orang.
Menurut rencana, Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada Rakyat Indonesia
pada tanggal 24 Agustus 1945. Namun terdapat rakhmat Allah yang tersembunyi (blessing in
disguise) karena, sepuluh hari sebelum tibanya Hari-H tersebut, Jepang menyatakan
kapitulasi kepada Sekutu tanpa syarat undconditional surrender).
Dalam tiga hari yang menentukan, yaitu pada tanggal 14, 15, dan 16 Agustus 1945
menjelang Hari Proklamasi, timbul konflik antara Soekarno-Hatta dengan kelompok pemuda

dalam masalah pengambilan keputusan, yaitu mengenai cara bagaimana (how) dan kapan
(when) kemerdekaan itu akan diumumkan. Soekarno-Hatta masih ingin berembuk dulu
dengan Pemerintah Jepang sedangkan kelompok pemuda ingin mandiri dan lepas sama sekali
dari campur tangan Pemerintah Jepang.
Pada hari Kamis pagi, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta dibawa (diculik) oleh para
pemuda ke Rengasdengklok, namun pada malam harinya dibawa kembali ke Jakarta lalu
mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta. Pada
malam itulah dicapai kata sepakat bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan di Jalan
Pegangsaan Timur 56, yaitu rumah kediaman Bung Karno, pada hari Jumat 17 Agustus 1945
(9 Ramadhan 1364), pukul 10.00 WIB.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 petang hari datanglah utusan dari Indonesia bagian
Timur yang menghadap Drs. Moh. Hatta dan menyatakan bahwa rakyat di daerah itu sangat
berkeberatan pada bagian kalimat dalam rancangan Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:
Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Dalam menghadapi masalah tersebut dengan disertai semangat persatuan, keesokan harinya
menjelang sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dapat diselesaikan oleh Drs. Moh. Hatta
bersama 4 anggota PPKI, yaitu K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman
Singodimedjo, dan Teuku M. Hasan. Dengan demikian tujuh kata dalam pembukaan UUD
1945 tersebut dihilangkan.
Periode berlakunya UUD 1945 18 Agustus 1945- 27 Desember 1949
Dalam kurun waktu 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya
karena Indonesia sedang disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Maklumat

Wakil

Presiden

Nomor

pada

tanggal 16

Oktober 1945 memutuskan

bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk.

Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel ("Semi-Parlementer") yang


pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem pemerintahan agar dianggap
lebih demokratis.
Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950
Pada masa ini sistem pemerintahan indonesia adalah parlementer.
bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang didalamnya terdiri
dari negara-negara bagian yang masing masing negara bagian memiliki kedaulatan sendiri
untuk mengurus urusan dalam negerinya.
Periode UUDS 1950 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959
Pada periode UUDS 50 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering
disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya
pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan
partai atau golongannya. Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi
Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar
bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai
dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa keadaan
ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta
merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur;
sehingga pada tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante
dan berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950.
Periode kembalinya ke UUD 1945 5 Juli 1959-1966
Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur
kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5
Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya

memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan UndangUndang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di antaranya:
Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua
DPA menjadi Menteri Negara
MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia
Periode UUD 1945 masa orde baru 11 Maret 1966- 21 Mei 1998
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD
1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", di antara
melalui sejumlah peraturan:
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan
untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan
terhadapnya
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain
menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu
harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan
pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.
Periode 21 Mei 1998- 19 Oktober 1999

Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan
oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur dari NKRI.
Periode UUD 1945 Amandemen
Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)
terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada
masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu
"luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945
tentang semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
2.2. Perubahan UUD 1945
Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi
adalah reformasi konstitusional (constitutional reform). Reformasi konstitusi dipandang
merupakan kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan karena UUD 1945 sebelum
perubahan dinilai tidak cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara
sesuai harapan rakyat, terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan
demokrasi dan hak asasi manusia.
Perubahan UUD 1945 dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu agenda
Sidang MPR dari 1999 hingga 2002[1]. Perubahan pertama dilakukan dalam Sidang Umum
MPR Tahun 1999. Arah perubahan pertama UUD 1945 adalah membatasi kekuasaan
Presiden dan memperkuat kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga
legislatif.
Perubahan kedua dilakukan dalam sidang Tahunan MPR Tahun 2000. Perubahan
kedua menghasilkan rumusan perubahan pasal-pasal yang meliputi masalah wilayah negara

dan pembagian pemerintahan daerah, menyempumakan perubahan pertama dalam hal


memperkuat kedudukan DPR, dan ketentuan-ketentuan terperinci tentang HAM.[2]
Perubahan ketiga ditetapkan pada Sidang Tahunan MPR 2001.Perubahan tahap ini
mengubah dan atau menambah ketentuan-ketentuan pasal tentang asas-asas landasan
bemegara, kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, serta ketentuanketentuan tentang Pemilihan Umum.[3] Sedangkan perubahan keempat dilakukan dalam
Sidang Tahunan MPR Tahun 2002. Perubahan Keempat tersebut meliputi ketentuan tentang
kelembagaan negara dan hubungan antarlembaga negara, penghapusan Dewan Pertimbangan
Agung (DPA), pendidikan dan kebudayaan, perekonomian dan kesejahteraan sosial, dan
aturan peralihan serta aturan tambahan.[4]
Empat tahap perubahan UUD 1945 tersebut meliputi hampir keseluruhan materi UUD
1945. Naskah asli UUD 1945 berisi 71 butir ketentuan, sedangkan perubahan yang dilakukan
menghasilkan 199 butir ketentuan.[5] Saat ini, dari 199 butir ketentuan yang ada dalam UUD
1945, hanya 25 (12%) butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan. Selebihnya,
sebanyak 174 (88%) butir ketentuan merupakan materi yang baru atau telah mengalami
perubahan.
Dari sisi kualitatif, perubahan UUD 1945 bersifat sangat mendasar karena mengubah
prinsip kedaulatan rakyat yang semula dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR menjadi
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal itu menyebabkan semua lembaga negara
dalam UUD 1945 berkedudukan sederajat dan melaksanakan kedaulatan rakyat dalam
lingkup wewenangnya masing-masing. Perubahan lain adalah dari kekuasaan Presiden yang
sangat besar (concentration of power and responsibility upon the President) menjadi prinsip
saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances). Prinsip-prinsip tersebut
menegaskan cita negara yang hendak dibangun, yaitu negara hukum yang demokratis.

Setelah berhasil melakukan perubahan konstitusional, tahapan selanjutnya yang harus


dilakukan adalah pelaksanaan UUD 1945 yang telah diubah tersebut. Pelaksanaan UUD 1945
harus dilakukan mulai dari konsolidasi norma hukum hingga dalam praktik kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 harus menjadi acuan dasar
sehingga benar-benar hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan negara dan kehidupan
warga negara (the living constitution).
2.3. Alasan dan Tujuan Perubahan UUD 1945
Alasan amandemen dilakukan :
a. Lemahnya checks and balances pada institusi institusi ketatanegaraan.
b. Executive heavy, kekuasaan terlalu dominan berada di tangan

Presiden

(hak prerogative dan kekuasaan legislatif)


c. Pengaturan terlalu fleksibel (vide:pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen)
d. Terbatasnya pengaturan jaminan akan HAM
e. Segi historis, pembuatan UUD 1945 ditetapkan secara tergesa-gesa, sehingga memuat
banyak kekurangan.
f. Segi substansi dan isi UUD 1945, dimana UUD 1945 memiliki kerterbatasan dan
kelemahan.
g. Segi sosiologis, yaitu adanya amanat dari rakyat untuk melakukan amandemen.

Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti
tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi
dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan di antaranya tidak mengubah
Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan
atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.
2.4 Addendum v.s Amandemen

Sistem amandemen sering di gunakan berbagai negara untuk menyempurnakan aturan


dasar mengenai tatanan Negara, amandemen sendiri mempunyai arti
Amandemen adalah proses perubahan terhadap ketentuan dalam sebuah peraturan.
Berupa penambahan

maupun

pengurangan/penghilangan

ketentuan

tertentu.

Amandemen hanya merubah sebagai ( kecil ) dari peraturan.


namun sebagai tambahan ilmu kita, selain menggunakan amandemen, berbagai negara juga
diterapkan sistem addendum. Sistem addendum sendiri memiliki arti
Addendum : adalah istilah dalam kontrak atau surat perjanjian yang berarti
tambahan klausula atau pasal yang secara fisik terpisah dari perjanjian pokoknya
namun secara hukum melekat pada perjanjian pokok itu.
Dalam hubungan nya dengan undangundang pada suatu negara, dengan menggunakan
addendum suatu negara hanya menambahkan pasal pasal dalam undang-undang nya, tanpa
harus mengubah teks undang undang yang asli. Sedangkan dengan amandemen, suatu bangsa
mengubah isi daripada teks undang-undang yang asli. Pada realitanya negara yang
menggunakan sistem amandemen adalah Indonesia, dengan amandemen Indonesia mengubah
teks asli yang di buat dalam sejarah dengan cara mengurangi atau menambahkan pasal pasal
dalam UUD1995. Sedangkan negara USA menggunakan sistem Addendum dalam
menyempurnakan undang undang di negara nya, USA hanya menambahan pasal pasal tanpa
merubah pasal pasal asli nya, dengan demikian bila keadaan berganti pemerintah hanya perlu
mencoret atau menghilangkan pasal tambahan tersebut.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) adalah badan
yang menyusun UUD 1945, yang kemudian disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Dalam perkembangan pemberlakuannya,
UUD 1945 mengalami beberapa periodisasi, meliputi periode berlakunya UUD 1945 (18
Agustus 1945 - 27 Desember 1949), periode berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27
Desember 1949 - 17 Agustus 1950), periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959),
dan periode kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 - 1966).
Amandemen UUD 1945 adalah semangat menyempurnakan,

memperjelas,

memperbaiki kesalahan, dan melakukan koreksi terhadap pasal-pasal yang ada, tanpa
harus melakukan perubahan terhadap hal-hal yang mendasar dalam UUD 1945 itu sendiri.
Tercatat telah terjadi empat kali amandemen UUD 1945, yaitu sebagai berikut :
1. Amandemen yang pertama kali ini disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999 atas dasar SU
MPR 14-21 Oktober 1999. Amandemen yang dilakukan terdiri dari 9 Pasal.
2. Amandemen yang kedua disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000 dan disahkan melalui
sidang umum MPR 7-8 Agustus 2000. Amandemen dilakukan pada 5 Bab dan 25 Pasal.
3. Amandemen ketiga disahkan pada tanggal 10 November 2001 dan disahkan melalui ST
MPR 1-9 November 2001. Perubahan yang terjadi dalam amandemen ketiga ini terdiri dari
3 bab dan 22 Pasal.
4. Amandemen keempat disahkan pada tanggal 10 Agustus 2002 melalui ST MPR 1-11
Agustus 2002. Perubahan yang terjadi pada amandemen ke-4 ini terdiri dari 2 Bab dan 13
Pasal.
Tujuan dari amandemen UUD 1945 ialah untuk menyempurnakan UUD yang sudah
ada agar tetap sesuai dengan perkembangan zaman.

Amandemen dan Addendum adalah sistem perubahan dalam perundang undangan


yang berbeda dalam addendum hanya menambahkan tanpa mengurangi pasal yang asli
sedangkan amandemen dapat mengubah pasal yang asli dengan mengurani atau
menghilangkan pasal pasal yang sudah ada.
3.2 Saran
Menurut kelompok kami, amandemen dilakukan seiring dengan perkembangan
zaman,

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

www.wikipedia.com

www.google.com

www.kamusbebas.com

https://id.wikipedia.org/wiki/UndangUndang_Dasar_Negara_Republik_Indonesia_Tahun_1945
http://tiarameilita.blogspot.co.id/2012/02/makalah-uud-1945.html
https://www.facebook.com/permalink.php?
story_fbid=155965524564644&id=556439677720174
http://nikolasaldian.blogspot.co.id/2014/03/makalah-pancasila-uud-1945-danamandemen.html

Anda mungkin juga menyukai