Anda di halaman 1dari 41

HUBUNGAN PERSETUJUAN

TINDAKAN KEDOKTERAN DENGAN


PROSES PEMERIKSAAN
KEDOKTERAN FORENSIK
Riandiani Dwi H
Loshine A/P Krishna Moorthy
Theresia Rasta Karina
Zuly Vita Aulya
Lucy Pricillia
Reta Tinata
Pembimbing:
dr.Ngesti Lestari,SH, SpF(K)

ISI PEMBAHASAN
Persetujuan Tindakan Kedokteran
Tindakan Kedokteran Forensik
Hubungan Persetujuan Tindakan Kedokteran
dengan Tindakan Kedokteran Forensik
Kesimpulan dan Saran

INFORMED CONSENT / PERSETUJUAN TINDAKAN


MEDIS

DASAR HUKUM PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK


PerMenKes no.290/MenKes/Per/III/2008 tentang persetujuan tindakan Kedokteran

dinyatakan dalam pasal 1, 2, dan 3 yaitu :


PASAL 1:
Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan
secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung, saudara-saudara kandung atau pengampunya.
Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran adalah suatu tindakan medis berupa preventif,
diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
Tindakan Invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien.
Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan.
Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran
gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak
terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental dan
tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuatkeputusan secara bebas.

DASAR HUKUM PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK


Pasal 2
Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara tertulis maupun lisan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang diperlukan tentang perlunya

tindakan kedokteran dilakukan.


Pasal 3
Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan.
Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan
persetujuan lisan.
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus
yang dibuat untuk itu.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan
menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju.
Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap meragukan, maka dapat dimintakan
persetujuan tertulis.

DASAR HUKUM PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK


UU No. 29 Tahun 2004 Pasal 45 tentang praktek kedokteran
(1)Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan dokter atau dokter gigi terhadap
pasien harus mendapat persetujuan.
(2)Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara
lengkap.
(3)Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang Kurangnya mencakup : a. diagnosis dan tata
cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. alternatif tindakan lain dan risikonya; d.
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4)Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
(5)Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
(6)Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri

FUNGSI PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS


Fungsi dari Informed consent adalah:

1. Promosi dari hak otonomi perorangan


2. Proteksi dari pasien dan subyek
3. Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan
4. Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan
introspeksi terhadap diri sendiri
5. Promosi dari keputusan-keputusan rasional
6.Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu
nilai social dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik
(Sampurna, 2003).

TUJUAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS


Tujuan dari Informed consent adalah :
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif,
karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada
melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 ). Tindakan medis yang
dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ). Menurut Pasal 5 Permenkes
No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau
ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ).
Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi
persetujuan ( Ayat 2 ) (Sampurna, 2003).

TINDAKAN KEDOKTERAN FORENSIK YANG MEMBUTUHKAN


INFORMED CONSENT

VISUM ET REPERTUM KORBAN HIDUP

VISUM ET REPERTUM KORBAN HIDUP

INFORMED CONSENT PADA VER KORBAN HIDUP

VISUM ET REPERTUM PADA JENAZAH


Visum et Repertum dapat didefinisikan sebagai laporan
tertulis yang dibuat oleh seorang dokter untuk
kepentingan justisia, atas permintaan yang berwenang
tentang apa yang dilihat dan ditemukan pada jenazah,
sepanjang pengetahuannya yang sebaik-baiknya dan
berdasarkan sumpah
(Wening 2015)

KEGUNAAN VER JENAZAH

TATA CARA PERMINTAAN VER JENAZAH

INFORMED CONSENT PADA VER JENAZAH

Yang wajib memberikan pemberitahuan maupun penjelasan kepada keluarga korban adalah pihak
penyidik

1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidak mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu
kepada keluarga korban.
2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya
tentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau
pihak yang perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

1. Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,

keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter dan atau ahli lainnya.
2. Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis

yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan
mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
3. Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus

diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberilabel
yang memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau
bagian lain badan mayat.

seorang dokter memerlukan surat permintaan Visum


et Repertum dari penyidik untuk membuat bedah
mayat.

Persetujuan dari keluarga jenazah didapatkan oleh penyidik dan


apabila penyidik berhalangan, dokter yang akan membuat
visum bisa mendapatkan persetujuan dari pihak keluarga
korban

VISUM ET REPERTUM BARANG BUKTI

VISUM ET REPERTUM BARANG BUKTI

TATA CARA VER BARANG BUKTI


Sebelum melakukan tindakan penyitaan terhadap barang bukti, penyidik harus
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan tergantung pada situasi dan kondisi
peristiwa pidana, yakni sebagai berikut:
Mengajukan surat permintaan izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, hal ini
dilakukan penyidik khusus dalam hal atau keadaan tidak mendesak.
Membuat surat perintah penyitaan, dalam keadaan mendesak dan harus
segera dilakukan tindakan, maka penyidik dapat membuat surat perintah
penyitaan tanpa terlebih dahulu mengajukan izin dari Ketua Pengadilan negeri.
Petugas, peralatan, dan perlengkapan. Hal ini untuk memperlancar pelaksanaan
penyitaan benda bukti oleh penyidik.
Menentukan atau memperkirakan nama, jenis, sifat, kemasan, jumlah barang
bukti yang akan disita. Hal ini tergantung pada kasus tindak pidana yang dihadapi
oleh penyidik

VISUM ET REPERTUM EXHUMATIO

INDIKASI

YANG PERLU DIPERHATIKAN


Persiapan penggalian kuburan

YANG PERLU DIPERHATIKAN


Waktu yang baik

Sebaiknya dilakukan ditempat penggalian agar mempermudah penguburan kembali. Akan tetapi pemeriksaan
di kamar mayat lebih baik karena dapat dilakukan dengan tenang tanpa harus ditonton oleh masyarakat
banyak dan lebih teliti.

PROSEDUR EXHUMATIO

ASPEK HUKUM

VISUM ET REPERTUM TKP

(Dagnan, 2005)

TUJUAN VER TKP

PENGOLAHAN TKP

PENGAMATAN UMUM

SKETSA DAN FOTO

PENANGANAN KORBAN, SAKSI, DAN TERSANGKA

DASAR HUKUM

BARANG BUKTI

IDENTIFIKASI FORENSIK
Identifikasi dalam kedokteran forensik merupakan upaya membantu penyidik untuk
menetukan identitas seseorang

IDENTIFIKASI FORENSIK
Perkara pidana

Identifikasi pada penjahat,


pembunuh, pelaku penganiayaan,
perkosaan, dan lain-lain
Korban kecelakaan lalu lintas yang
tidak dikenal
Identifikasi pada peristiwa
penggalian jenazah, disini keadaan
jenazah sudah membusuk bahkan
tinggal kerangka yang jumlahnya
sudah tidak lengkap lagi.
Korban yang tidak dikenal,
tenggelam, hilang, dan penentuan
jenis kelamin yang meragukan.

Perkara perdata

Asuransi
Hak waris
Dugaan ayah dari seseorang
yang tidak legal

IDENTIFIKASI FORENSIK
Informed consent diperlukan kecuali jika identifikasi diminta
oleh pengadilan dan/ atau melalui undang-undang yang
diperlukan
Setiap pemeriksaan patologi forensik yang invasif hanya dilakukan
apabila dimintakan oleh penyidik dan telah diberitahukan kepada
keluarga korban
Ijin dari keluarga tidak diperlukan, namun demikian pernyataan tidak
keberatan dari keluarga sebaiknya diperoleh
(Kalmbach amd Lyons, 2006)

KESIMPULAN
Pelayanan Kedokteran forensik adalah pelayanan kesehatan yang
meliputi korban hidup dan korban mati yang berhubungan dengan
tindak pidana. Dalam penyidikan untuk kepentingan peradilan, seorang
dokter harus tetap memperhatikan persetujuan tindakan kedokteran
(informed consent) dalam menangani korban yang diduga mengalami
peristiwa tindak pidana. Persetujuan tindakan Kedokteran/ informed
consent telah diatur dalam Pasal 45 Undang undang no. 29 tahun 2004
tentang praktek Kedokteran.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai