Anda di halaman 1dari 29

Proses Pembuktian pada Kasus Ragu Ayah dalam Segi Forensik

Kelompok B1

Shirley Patricia 102012013

Rionaldo Sanjaya Putra 102012022

Riena 102012076

Adnan Firdaus 102012105

Anastasia Tri Anggarwati 102012191

Putri Aprilia Rahmawati 102012272

Wendy Yudija Limbong Allo 102012312

Theresia Amanda Mahanani 102012386

Mohammad Shayuti 102012498

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11470

No.Telp (021) 56942061

2015

1
Pendahuluan

Ilmu kedokteran forensik, juga dikenal dengan nama legal medicine, adalah salah satu
cabang spesialistik dari ilmu kedokteran,yang memperlajari pemenfaatan ilmu kedokteran yang
mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegak hukum serta keadilan.

Di masyarakat, kerap kali terjadi pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan nyawa
manusia. Dalam hal ini terdapat korban, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal
akibat peristiwa tersebut. Mereka melanggar nilai tersebut karena mereka sudah tidak peduli atau
bahkan lupa akan keberadaan nilai tersebut. Ancaman pidana yang ditetapkan dalam pasal 284
ayat (1) KUHP adalah pidana penjara sembilan bulan, baik bagi pelaku yang telah menikah
maupun bagi orang yang turut serta melakukan perbuatan zina itu. Ketentuan yang mengatur
mengenai persaksian tidak diatur secara khusus dalam delik perzinahan menurut KUHP. Maka
sistem pembuktian delik perzinahan sama dengan sistem pembuktian delik-delik yang lain.
Artinya, alat bukti yang digunakan dalam membuktian adanya perbuatan zina ini seperti alat-alat
bukti yang telah diatur dalam pasal 184 KUHAP.

Skenario 3

Seorang perempuan A datang ke Anda dan menceritakan keluhannya. Ia seorang wanita karier
dan telah bersuami S dengan dua anak. Perkawinan telah berlangsung 12 tahun. Pada dua bulan
yang lalu A telah didatangi seorang perempuan muda B yang mengaku sebagai “isteri gelap”
suaminya (S) dan ia mengatakan bahwa akibat huubngannya dengan S telah lahir anak laki-laki.
B telah meminta agar S mau mengawininya secara sah demi untuk kepentingan anak laki-
lakinya, tetapi S tidak setuju. B meminta kepada A agar mau memintanya sebagai madunya atau
setidaknya member nafkah bagi anak laki-lakinya.
A kemudian telah berbicara secara baik-baik dengan S tentang hal ini , S mengakui bahwa 2
tahun yang lalu, sewaktu A sedang tugas ke luar negeri selama 6 bulan, ia berkenalan dengan
seorang wanita muda disebuah café, yang dilanjutkan dengan pertemuan di hotel beberapa kali.
S yakin bahwa B bukanlah wanita baik-baik dan ia menganggap bahwa hubungan S dengan B
adalah hubungan yang “short time” saja.

2
A ingin agar dokter dapat memastikan apakah benar anak laki-laki B adalah benar berasal dari
hubungannya dengan suaminya. A juga meminta pendapat dokter, apa yang harus dilakukannya
agar dapat terlaksana pemeriksaan tersebut.

I. PANDANGAN BERBAGAI ASPEK


A. Aspek Hukum1
Pasal 284 KUHP

Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan :

(1) a. Seorang pria telah kawin yang melakukan zinah, pada hal diketahui, bahwa pasal 27
BW berlaku baginya;
b. Seorang wanita telah kawin yang melakukan jinah, pada hal diketahui, bahwa pasal 27
BW berlaku baginya/
(2) a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui, bahwa yang
turut bersalah telah kawin
b. Seorang wanita yang tidak kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu padahal
diketahui olehnya, bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku
baginya.
(2) tidak dilakukan penuntutan meaikan atas pengaduan suami/istri yang tercemar,
dan bilamana bai mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tempo tiga bulan dikuti dengan
permintaan bercerai atau pisah meja dan tempat tidur, karena alasan itu juga.

(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73 dan 75.

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum
dimulai.

(5) Jika bagi suami istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena peceraian atau sebelumnya keputusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

Pasal 3 UU no.1/1974 tentang perkawinan

3
1. Pada azasnya dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
suami.

2. Pangadilan dapat memberikan izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang
apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Pasal 378 KUHP

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau


oranglaindenganmelawanhukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu
muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakan orang lain untuk menyerahkan
sesuatu benda kepadanya,atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam
karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun

B. Prosedur Medikolegal1
Persetujuan tindakan kedokteran

Pasal 45 UU RI no 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lngkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tatacara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan resikonya
d. Risiko dan komplikasi yang komplikasi yang mungkin terjadi, dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
(4) Persetujuan sebagimana dimaksudkan pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis
maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan

4
(6) Ketentuan mengenai tata cara peretujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),ayat (3),ayat (4), dan ayat (5) diatur
dengan Peratauran Mentri.

Pasal 1 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

Peraturan Menteri yang dimaksud dengan :

(1) Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien ataua
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
(2) Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak
kandung,saudara-saudara kandung atau pengampunya.
(3) Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran
adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostic, terapeutik, atau rehabilitative
yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien
(4) Tindakan invasif adalh suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh pasien.
(5) Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang
berdasarkan tindakan probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan
(6) Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau dokter gigi baik di dalam maupun diluar
negeri yang diakui pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
(7) Pasien yang berkompeen adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan
perundang-undangan atau telah / pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisikinya,
maupun berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan
(retardasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mempu membuat
keputusan secara bebas.

Pasal 2 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentng Persetujuan Tindakan Kedokteran

5
(1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
(2) Persetujuan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara tertulis maupun
lisan.
(3) Persetujaun sebagiamana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
Pasal 3 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi harus memperoleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
(2) Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat diberikan dengan persetujuan lisan.
(3) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk pernyataan
yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk itu.
(4) Persetujuan sebagimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk ucapan
setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan
setuju.
(5) Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2)
dianggap meragukan, maka dapat diminta persetujuan tertuis.

Pasal 4 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan / atau mencegah
kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
(2) Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik
(3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien
setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.

Pasal 5 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

6
(1) Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang member
persetujuan sebelum dimulainya tindakan
(2) Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan secara tertulis oleh yang member persetujuan.
(3) Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab yang membatalkan persetujuan.

Pasal 6 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

Pemberian persetujuan tindakan kedokteran tidak menghapuskan tanggung gugat hukum


dalam terbukti adanya kelalaian dalam melakukan tindakan kedokteran yang
mengakibatkan kerugian pada pasien.

Pasal 7 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada pasien dan /
atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.
(2) Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, penjelasan diberikan
kepada keluarganya atau yang mengantar.
(3) Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya mencakup :
f. Diagnosis dan tat cara tindakan kedokteran
g. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
h. Alternatif tindakan lain, dan risikonya
i. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
j. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
k. Perkiraan pembiayaan.

Pasal 8 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:
a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut;

7
b. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka sekurang-
kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding;
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan
kedokteran;
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan
(2) Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi:
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostic,
terapeutik, ataupun rehabilitatif
b. Tatacara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah
tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi
c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan
dengan tindakan yang direncanakan
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif
tindakan
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya
(3) Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua risiko dan
komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang dilakukan, kecuali:
a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengeahuan umum
b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang dampaknya sangat
ringan
c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya (unforeseeable)
(4) Penjelasan tentang prognosis meliputi:
a. Prognosis tentang hidup matinya (ad vitam);
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam)

Pasal 9 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 harus diberikan secara lengkap dengan
bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah
pemahaman

8
(2) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan didokumentasikan dalam
berkas rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelasan dengan
mencantumkan tanggal, waktu, nama, dan tanda tangan pemberi penjelasan dan penerima
penjelasan
(3) Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan tersebut dapat merugikan
kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan penjelasan, maka dokter
atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan tersebut kepada keluarga terdekat dengan
didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi.

Pasal 10 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan oleh dokter atau dokter gigi
yang merawat pasien atau salah satu dokter atau dokter gigi dari tim dokter yang
merawatnya.
(2) Dalam hal dokter dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk
memberikan penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus didelegasikan
kepada dokter atau dokter gigi lain yang kompeten
(3) Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesuai dengan
kewenangannya
(4) Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tenaga kesehatan
yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien

Pasal 11 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang
akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan.
(2) Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan dasar daripada persetujuan.

Pasal 12 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya, hanya dapat
dilakukan untuk menyelamtkan jiwa pasien.

9
(2) Setelah perluasan tindakan kedokteran sebagaimkana dimaksud pada ayat (2) dilakukan,
dokter atau dokter gigi harus memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga
terdekat.

Pasal 13 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga terdekat.
(2) Penilaian terhadap kompetensi pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh dokter pada saat diperlukan persetujuan

Pasal 14 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Tindakan penghentian/ penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding life support)


pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.
(2) Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari
tim dokter yang bersangkutan.
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan secara tertulis.

Pasal 15 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan TIndakan Kedokteran

Dalam hal tindakan kedokteran harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah
dimana tindakan medic tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, maka persetujuan
tindakan kedokteran tidak diperlukan.

Pasal 16 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga
terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilkukan.
(2) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
secara tertulis
(3) Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi
tanggung jawab pasien

10
(4) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaskud pada ayat (1) tidak memutuskan
hubungan dokter pasien.

Pasal 17 PerMenKes RI no 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran

(1) Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi tanggung
jawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran
(2) Saran pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan
kedokteran.

C. Aspek Agama
Indonesia adalah suatu Negara yang bukan hanya terdiri dari perbedaan budaya tetapi juga terdiri
dari perbedaan agama. Indonesia menganut enam agama yang berbeda diantaranya agama islam,
Kristen katolik, Kristen, hindu, budha dan juga agama khong Cu dari kesemua agama tersebut
tidak ada yang melegalkan zina. Sebagaimana disebutkan dalam Al-quran, surah AL Furqoon
ayat 68:“dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan selain Allah dan tidak membunuh jiwa
yangdiharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina,
barangsiapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapatkan (pembalasan)
dosanya.”Agama Kristen dan agama Katolik juga melarang umatnya untuk melakukan zina. Hal
ini sebagaimana disebutkan dalam Alkitab Korintus 6:9-10, bahwa zina disebut sebagai
perbuatan yang tercela, yang pelakunya tidak dapat mewarisi kerajaan Allah.

Agama Hindu juga melarang perzinahan, dikatakan jika orang melakukan zina maka dia akan
dimasukkan ke dalam neraka yang bernama Taptasurmi. Agama Budha mengenal dasasila
(sepuluh larangan yang harus dijauhi oleh umat budha golongan bikshu) dan pancasila (dan lima
larangan yang harus dijauhi oleh umat budha darigolongan awam). Salah satu larangan yang
harus dijauhi yang terdapat dala dasila dan pancasila adalah perzinahan.

11
Agama Khong Cu (Confusius), melarang hubungan badan diluar nikah dilarang untuk
dilakukanoleh siapapun sebagaimana diatur dalam kitab Si Shu (Kitab Bing Cu (Men Zi) VII A:
17.1)

D. Aspek Sosial
Pada zaman globalisasi ini, banyak produk-produk globalisasi yang dihasilkan memberikan
kemudahan bagi rakyat Indonesia untuk mengakses konten-konten porno dan kebiasaan seks
bebas orang luar negeri. Hal tersebut telah mengubah gaya hidup dan dinamika kehidupan
bermasyarakat.2 Fenomena ini berdampak pada paradigma sebagian masyarakat yang
menganggap bahwa zina dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja karena sudah dilakukan
oleh banyak orang terutama masyarakat barat yang dalam banyak hal telah menjadi kiblat
masyarakat dalam budaya termasuk dalam hal kebiasaan zina. Masyarakat terutama remaja
menganggap bahwa zina merupakan salah satu bentuk perkembangan zaman yang harus diikuti.2

E. Aspek Etika Masyarakat Indonesia


Di Indonesia kedudukan agama dijadikan sebagai landasan etika bagi kehidupan masyarakat
Indonesia juga terdapat dalam Bab II angka 1 TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika
kehidupan bebangsa, yang menyatakan :“etka sosial dan budaya betolak dari rasa kemanusiaan
yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami,
saling menghargai, saling mencintai, dan saling menolong diantara manusia dan warga bangsa.
Sejalan dengan itu, perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat
kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya
bangsa.”TAP MPR ini bertujuan untuk memberikan penyadaran tentang pentingnya etika dan
moral dalam kehidupan berbangsa dengan tujuan untuk membentuk manusia yang beriman,
bertakwa dan berakhlak mulia. Etika sosia dan budaya masyarakat Indonesia adalah sikap saling
peduli, memahami,menghargai, menolong, dan saling mencintai. Perlu diketahui bahwa etika
sosial dan budaya inidapat dikaitkan dengan zina yang pada dasarnya dapat merusak kehidupan
seseorang. Akibat zina sebagaimana dituliskan oleh Sarwono, yaitu dapat berakibat hamil diluar
nikah, kawinmuda, aborsi, penularan HIV/AIDS, depresi pada wanita yang terlanjur
berhubungan zina.

II. PEMERIKSAAN MEDIS


a. Pemeriksaan Kemiripan Fisik

12
Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik pemeriksaan fisik
yang melihat ciri – ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna rambut, warna kornea, bentuk
muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditentukan secara pasti. Oleh
karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya misalnya
pemeriksaan paternitas.6 Ilmu kedokteran forensik molekuler merupakan suatu cabang ilmu
yang baru berkembang dan ilmu ini melengkapi dan menyempurnakan berbagai pemeriksaan
identifikasi personal pada kasus mayat tak dikenal, kasus pembunuhan, pemerkosaan serta
berbagai kasus ragu ayah (paternitas).

Genetika dasar (hukum Mendel)1,2

Masalah penurunan sifat atau hereditas mendapat perhatian banyak peneliti. Peneliti yang
paling popular adalah Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di Cekoslovakia. Pada
tahun 1842, Mendel mulai mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar hereditas.
Ilmuwan dan biarawan ini menemukan prinsip- prinsip dasar pewarisan melalui percobaan yang
dikendalikan dengan cermat dalam pembiakan silang. Penelitian Mendel menghasilkan hukum
Mendel I dan II. Mendel melakukan persilangan monohibrid atau persilangan satu sifat beda,
dengan tujuan mengetahui pola pewarisan sifat dari tetua kepada generasi berikutnya.
Persilangan ini untuk membuktikan hukum Mendel I yang menyatakan bahwa pasangan alel
pada proses pembentukkan sel gamet dapat memisah secara bebas. Hukum Mendel I disebut juga
dengan hukum segregasi.

Modifikasi hukum Mendel1,2

Percobaan-percobaan persilangan sering kali memberikan hasil yang seakan-akan


menyimpang dari hukum Mendel. Secara garis besar modifikasi nisbah Mendel dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu modifikasi nisbah 3 : 1 dan modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1.

Modifikasi Nisbah 9 : 3 : 3 : 1

Modifikasi nisbah 9 : 3 : 3 : 1 disebabkan oleh peristiwa yang dinamakan epistasis, yaitu


penutupan ekspresi suatu gen nonalelik. Macam-macam epistasis:

1. Epistasis resesif  terjadi apabila suatu gen resesif menutupi ekspresi gen lain yang
bukan alelnya. Contoh: pewarisan warna bulu mencit (Mus musculus).

13
2. Epistasis dominan  terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu gen dominan yang bukan
alelnya. Contoh: pewarisan warna buah waluh besar (Cucurbita pepo).
3. Epistasis resesif ganda  apabila gen resesif dari suatu pasangan gen I, epistasis terhadap
pasangan gen II, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga epistasis terhadap pasangan
gen I. Contoh: pewarisan kandungan HCN pada tanaman Trifolium repens.
4. Epistasis dominan ganda  gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan
gen II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga epistatis
terhadap pasangan gen I. Contoh: pewarisan bentuk buah Capsella.
5. Epistasis dominan-resesif  terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis
terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari pasangan gen II ini juga
epistatis terhadap pasangan gen I. Contoh: pewarisan warna bulu ayam ras.
6. Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif → epistasis yang muncul akibat adanya
duplikat dari gen sebelumnya dengan adanya efek komulatif. Contoh: pada Cucurbita pepo yang
memiliki tiga macam bentuk buah yaitu cakram, bulat, lonjong.

Modifikasi Nisbah 3 : 1

Peristiwa yang menyebabkan terjadinya modifikasi nisbah 3 : 1, yaitu:

1. Semi dominansi
Peristiwa semi dominansi terjadi apabila suatu gen dominan tidak menutupi pengaruh alel
resesifnya dengan sempurna, sehingga pada individu heterozigot akan muncul sifat
antara (intermedier). Contoh: tanaman bunga pukul empat (Mirabilis jalapa).
2. Kodominansi
Kodominansi merupakan suatu peristiwa tidak memunculnya sifat antara pada individu
heterozigot, tetapi menghasilkan sifat yang merupakan hasil ekspresi masing-masing
alel. Contoh: pewarisan golongan darah sistem ABO pada manusia.
3. Gen letal
Gen letal ialah gen yang dapat mengakibatkan kematian pada individu homozigot.
Macam-macam gen letal :
 Gen letal dominan

14
Contoh peristiwa: ayam redep (creeper), yaitu ayam dengan kaki dan sayap yang pendek
serta mempunyai genotipe heterozigot (Cpcp).
 Gen letal resesif
Contoh: gen penyebab albino pada tanaman jagung.
Interaksi Gen1,2,3

Selain mengalami berbagai modifikasi nisbah fenotipe karena adanya peristiwa aksi gen
tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum Mendel yang tidak melibatkan
modifikasi nisbah fenotipe, tetapi menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja
sama atau interaksi dua pasang gen nonalelik. Contoh: pewarisan bentuk jengger ayam.

Penurunan sifat autosom dan rangkai seks pada manusia

Penurunan Sifat Autosom

Penurunan sifat pada individu ditentukan oleh kromosom yang terdiri dari gen-gen
pembawa sifat menurun. Manusia memilki kromosom berjumlah 46, yakni terdiri dari 22 pasang
autosom dan1 pasang gonosom. Autosom adalah kromosom yang berada pada sel somatik (sel
tubuh) sedangkan gonosom berada pada sel kelamin. Penurunan sifat autosom adalah sifat
keturunan yang ditentukan oleh gen pada autosom, sifatnya bisa dominan atau resesif.

Penurunan Sifat Autosomal Resesif

Sifat yang ditentukan oleh sebuah gen resesif pada autosom dan baru akan tampak
bila suatu individu menerima gen itu dari kedua orang tuanya. Biasanya kedua orang tuanya
normal, namun sebenarnya carier.

Ciri-ciri :

 Ayah atau ibu punya sifat ini.


 Kelainan biasanya tidak mengenai kedua orang tuanya.
 25 % ketuurunan mendapat kemungkinan terkena penyakit.
 Pola pewarisan horisontal karena hanya muncul pada satu generasi.
 Beberapa sifat penyakit keturunan yang ditentukan oleh gen resesif autosomal
1. Mata biru : timbul sebagai hasil pantulan cahaya dari granula melanin dalam iris.

15
2. Banyaknya granula melanin ditentukan oleh gen.

Penurunan Sifat Autosomal Dominan

Ciri-ciri :

 Sifat tersebut ada pada sang ayah atau ibu


 Pola pewarisan vertikal, yakni setiap generasi pasti ada yang mewarisi sifat ini
 Dapat terlihat pada rambut hitam, rambut keriting, dan badan tinggi.
Contoh: polidaktili, kemampuan mengecap PTC, thalasemia, dentinogenesis imperfecta,
anonychia, retinal aplasia, katarak, lesung pipit, lekuk di dagu, penyakit huntington,
neurofibromatosis.

b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan golongan darah
Diantara berbagai cairan tubuh, darah merupakan yang paling penting karena merupakan
cairan biologik dengan sifat-sifat potensial lebih spesifik untuk golongan manusia
tertentu. Pemeriksaan darah berguna untuk membantu menyelesaikan kasus-kasus bayi
yang tertukar, penculikan anak, ragu ayah, dan lain-lain. Dalam kasus yang ada kaitannya
dengan faktor keturunan, hukum Mendel memainkan peranan penting. Semua sistem
golongan darah diturunkan dari orang tua kepada anaknya sesuai hukum Mendel.6

Walaupun masih ada kemungkinan penyimpangan hukum tersebut, misalnya pada


peristiwa mutasi, namun karena frekuensinya sangat kecil (1:1.000.000) untuk kasus-
kasus forensik, hal ini dapat diabaikan.6

Hukum Mendel untuk sistem golongan darah adalah sebagai berikut:

- Antigen tidak mungkin muncul pada anak, jika antigen tersebut tidak terdapat pada
salah satu atau kedua orang tuanya.
- Orang tua yang homozigotik pasti meneruskan gen untuk antigen tersebut kepada
anaknya.

16
Pada kasus paternitas, bila hanya sistem ABO, MNS dan Rhesus yang diperiksa, maka
kemungkinannya adalah 50-60%, sedangkan bila semua sistem diperiksa maka
kemungkinannya meningkat menjadi 90%.6

Perlu diingat bahwa hukum Mendel tetap berdasarkan kemungkinan (probabilitas),


sehingga penentuan keayahan dari seorang anak tidak dapat dipastikan, namun sebaliknya
kita dapat memastikan seseorang adalah bukan ayah seorang anak (”singkir ayah”/paternity
exclusion”).6

Ada dua jenis penggolongan darah yang paling penting, yaitu penggolongan ABO dan
Rhesus (faktor Rh). Selain sistem ABO dan Rh, masih ada lagi macam penggolongan
darah lain yang ditentukan berdasarkan antigen yang terkandung dalam sel darah merah.
Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh,
hanya saja lebih jarang dijumpai.6

Salah satunya Diego positif yang ditemukan hanya pada orang Asia Selatan dan pribumi
Amerika. Dari sistem MNS didapat golongan darah M, N dan MN yang berguna untuk
tes kesuburan. Duffy negatif yang ditemukan di populasi Afrika. Sistem Lutherans
mendeskripsikan satu set 21 antigen. Dan sistem lainnya meliputi Colton, Kell, Kidd,
Lewis, Landsteiner-Wiener, P, Yt atau Cartwright, XG, Scianna, Dombrock, Chido/
Rodgers, Kx, Gerbich, Cromer, Knops, Indian, Ok, Raph dan JMH.6

a. Sistem ABO
Sebelum munculnya analisis DNA untuk ilmu forensik, metode lain dikembangkan untuk
perbandingan noda cairan biologis untuk individu. Yang paling umum dari darah adalah
pengelompokkan ABO. Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari
4 golongan darah dalam sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah
beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan mereaksikan sel
darah merah dengan serum dari para donor. Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar
antigen A dan B, dikenal dengan golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak
memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah O). Kesimpulannya ada dua macam antigen A
dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang
disebut golongan O. Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega

17
dari Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan darah AB,
kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah sedangkan pada serum
tidak ditemukan antibodi.6-7
Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung populasi atau
ras. Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi golongan darah terhadap populasi yang
berbeda-beda.6

Pengelompokkan ABO mengidentifikasi antigen spesifik yang terdapat pada permukaan


sel-sel darah. Dalam populasi, individu mungkin memiliki bentuk yang berbeda dari antigen,
yang menghasilkan apa yang sering disebut sebagai golongan darah seseorang. Membandingkan
jenis darah yang diperoleh dari bukti suatu noda, dengan seorang individu yang dicurigai
memungkinkan untuk penentuan apakah individu tersebut berkontribusi pada noda tersebut.
Kelemahan utama pada pengelompokkan darah ABO adalah bahwa ada relatif sedikit jenis darah
yang berbeda pada golongan darah ABO di seluruh populasi, sehingga sulit untuk
mengindividukan sebuah noda kejahatan. Hampir 40% dari populasi memiliki golongan darah A
dan O, dan tipe lainya sebanyak 40%. Selain menghasilkan lebih sedikit informasi dari analisis
DNA, golongan darah ABO membutuhkan jumlah sampel yang cukup besar untuk pengujian
yang akurat, lebih dari yang diperlukan untuk prosedur tes DNA saat ini.

2. Pemeriksaan Rhesus
Rh atau Rhesus (juga biasa disebut Rhesus Faktor) pertama sekali ditemukan pada tahun
1940 oleh Landsteiner dan Weiner. Dinamakan rhesus karena dalam riset digunakan darah
kera rhesus (Macaca mulatta), salah satu spesies kera yang paling banyak dijumpai
di India dan Cina.6

Pada sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A dan B, sedangkan
pada Rh faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen Rh (dikenal juga sebagai antigen
D). Jika hasil tes darah di laboratorium seseorang dinyatakan tidak memiliki antigen Rh,
maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh-), sebaliknya bila ditemukan antigen Rh pada
pemeriksaan, maka ia memiliki darah dengan Rh positif (Rh+).6

3. Pemeriksaan Deoxyribo Nucleic Acid (DNA)4,5

18
DNA atau Deoxyribonucleic acid merupakan asam nukleat yang menyimpan semua
informasi tentang genetika. DNA inilah yang memnentukan jenis rambut, warna kulit dan
sifat-sifat khusus dari manusia. Sehingga dalam tubuh seorang anak, komposisi DNA nya
sama dengan tipe DNA yang diturunkan dari orang tuanya. Barang bukti forensik yang
ditemukan harus diambil sampelnya untuk diperiksa di laboratorium demi mendapatkan data
pelengkap dan pendukung. Salah satu pemeriksaan yang penting dan hasilnya bisa didapat
dengan cepat adalah tes sidik DNA. Tes sidik DNA dalam kasus forensik utamanya
dilakukan untuk tujuan identifikasi korban walaupun sekarang tes sidik DNA juga bisa
dilakukan untuk melacak pelaku kejahatan.

Pelacakan identitas forensik akan dilakukan dengan mencocokkan antara DNA korban
dengan terduga keluarga korban. Hampir semua sampel biologis tubuh dapat digunakan
untuk sampel tes siik DNA, tetapi yang sering digunakan adalah darah, rambut, usapan mulut
pada pipi bagian dalam (buccal swab), dan kuku. Untuk kasus- kasus forensik, sperma,
daging, tulang, kulit, air liur atau sampel biologis apa saja yang ditemukan di tempat kejadian
perkara (TKP) dapat dijadikan sampel tes sidik DNA.

Harus disadari bahwa anak mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai asal
usul mereka. Pertama, informasi mengenai siapa orang tua biologis dari seorang anak, akan
menunjukkan pasangan tersebut sebagai orang pertama yang (seharusnya) merupakan
lingkaran terdalam lingkungan anak tersebut. Kedua, pengetahuan itu memberikan hak
tertentu kepada anak tersebut, diantaranya hak atas pengasuhan, hak untuk mendapatkan
santunan biaya hidup dan hak waris dari orang tua. Kasus paternitas sesungguhnya
merupakan sebagian dari kasus sengketa asal usul. Sengketa asal-usul berdasarkan objek
sengketanya dapat digolongkan menjadi beberapa jenis kasus,yaitu :

 Kasus ragu orang tua(disputed parentage):yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa
orang tua (ayah dan ibu) dari seorang anak.Yang termasuk dalam kategori ini adalah
kasus imigrasi,kasus pencarian orangtua pada kasus penculikan,bayi tertukar,kasus
terpisahnya keluarga pada masa perang atau bencana dan kasus identifikasi korban tidak
dikenal.

19
 Kasus ragu ayah (disputed paternity) : yaitu kasus yang mencari pembuktian siapa ayah
kandung dari seorang anak.Yang termasuk dalam kategori ini adalah kasus imigrasi,kasus
klaim keayahan oleh seorang wanita,kasus perselingkuhan dan kasus incest.
 Kasus ragu ibu (disputed maternity) : kasus yang mencari pembuktian siapa ibu kandung
dari seorang anak.Yang termasuk dalam kasus ini adalah kasus bayi tertukar,kasus
pembunuhan anak sendiri dan kasus aborsi.
 Kasus ragu kerabat :yaitu kasus yang mencari pembuktian apakah dua orang atau lebih
punya hubungan darah (kekerabatan tertentu).Yang termasuk dalam kategori ini adalah
pelacakan silsilah keluarga,kasus pencarian keluarga setelah bencana alam,dsb.

Pemeriksaan identifikasi forensik merupakan pemeriksaan yang pertama kali


dilakukan, terutama pada kasus tindak kejahatan yang korbannya tidak dikenal walaupun
identifikasi juga bisa dilakukan pada kasus non kriminal seperti kecelakaan, korban bencana
alam dan perang, serta kasus paternitas (menentukan orang tua). Secara biologis,
pemeriksaan identifikasi korban bisa dilakukan dengan odontologi (gigi-geligi), anthropologi
(ciri tubuh), golongan darah serta sidik DNA. DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah
DNA mitokondria dan DNA inti sel. DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel
karena inti sel tidak bisa berubah sedangkan DNA dalam mitokondria dapat berubah karena
berasal dari garis keturunan ibu, yang dapat berubah seiring dengan perkawinan
keturunannya.

a. Restriction Fragment Length Polymorfism (RFLP)


Teknik pertama yang digunakan analisa DNA dalam bidang forensik adalah RFLP.
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) adalah suatu
polimorfisme DNA yang terjadi akibat variasi panjang fragmen DNA setelah dipotong dengan
enzim retriksi tertentu menjadi fragmen Variable Number Of Tandem Repeat (VNTR). Teknik
ini dilakukan dengan memanfaatkan enzim retriksi yang berfungsi memotong DNA pada
tempat-tempat tertentu dengan cara mengenali urutan basa tertentu seperti AATT. Urutan basa
tersebut disebut sebagai recognition sequence. Enzim yang berbeda memiliki recognition
sequence yang berbeda. Enzim ini lalu memotong DNA menjadi segmen-segmen yang berbeda.
Panjang segmen tersebut bervariasi pada tiap orang, hal ini disebabkan karena titik potong
enzim yang berbeda dan panjang segmen antara titik potong juga berbeda.7,8

20
Analisa yang dihasilkan adalah variasi pada panjang fragmen DNA yang telah ditentukan.
Setelah selesai, pola RFLP tampak seperti kode batang (bar code). Saat membandingkan hasil
analisa dua sampel, pola batang pada autoradiograf dibandingkan untuk menentukan apakah
kedua sampel tersebut berasal dari sumber yang sama.7,8
Proses pada teknik Restriction Fragment Leght Polymorphism (RFLP) diawali dengan proses
pemotongan dengan menggunakan enzim retriksi tertentu. Kemudian dengan menggunakan gel
yang dialiri arus listrik, potongan DNA diurutkan berdasarkan panjangnya. Proses ini
dinamakan electrophoresis, prinsip pada proses in adalah potongan DNA yang lebih pendek
bergerak lebih cepat daripada yang lebih panjang. Untuk mendeteksi adanya segmen yang
bersifat polimorfik maka dilakukan suatu prosedur yang disebut sebagai Southern Blooting.
Dalam prosedur ini pada gel ditambahkan suatu zat kimia yang berfungsi untuk memisahkan
rantai ganda menjadi rantai tunggal, kemudian membran nilon diletakkan diatas gel dan bahan
penyerap diatas membran nilon. Cairan akan bergerak ke dalam bahan penyerap bersama
potongan DNA rantai tunggal. Kemudian dengan menggunakan fragmen pendek DNA (DNA
probe) yang mengandung petanda radioaktif maka akan dideteksi DNA yang berasal dari lokasi
pada genome yang memiliki ciri yang jelas dan sangat polimorfik. Pada proses ini DNA probe
akan berikatan dengan potongan DNA rantai tunggal dan membentuk DNA rantai ganda pada
bahan nilon. DNA probe yang tidak berikatan akan dicuci. Membran nilon yang berisi potongan
DNA yang telah ditandai dengan DNA probe selanjutnya ditransfer pada selembar film X-ray.
Pada proses ini akan tampak hasil berupa kode batang yang disebut autorad. Pola inilah yang
dibandingkan untuk mengetahui apakah kedua sampel bersal dari sumber yang sama. Pada
teknik RFLP tidak hanya digunakan satu DNA probe, dimana DNA probe yang berbeda
menandai lokus yang berbeda.7,8
Walaupun penggunaanya telah mulai digeser oleh teknologi baru RFLP tetap adalah teknik
terbaik untuk diskriminasi masing-masing lokus. Hal ini disebabkan oleh karena lokus-lokus
yang dipergunakan untuk RFLP dapat menunjukkan ratusan variasi untuk tiap lokus. Dengan
demikian jika dua sampel berasal dari sumber yang berbeda, RFLP dapat membedakannya
menggunakan jumlah lokus yang lebih sedikit. RFLP dapat menentukan apabila sebuah sampel
berasal dari lebih satu sumber dan dapat membedakan sumbernya dengan baik.
b. STRs (Short Tandem Repeats)
Short tandem repeats (STRs), merupakan nama lain dari microsatellites atau Simple sequence

21
repeats (SSRs), bentuk dari mikrosatelit itu sendiiri berbentuk seperti accordion dimana rantai
DNA nya memiliki bagian pengulangan antara dua sampai tujuh nukleotida dengan panjang
pengulangan kira-kira sampai setengah lusin atau lebih. Meskipun manusia memiliki beribu-
ribu genom sebagai penanda STR, hanya sebagian lokus yang bisa dipakai untuk pemeriksaan
DNA forensik dan identifikasi personal, seperti mata uang yang dipakai secara umum, sebagian
kecil lokus yang diambil sebagai sampel dapat mewakili gambaran secara umum dari genomnya
sebagai sumber informasi dan pembanding. Di masa sekarang telah tersedia 1 set peralatan
(commercial kits) untuk pemeriksaan profil DNA termasuk pemeriksaan STR. Setiap tahun
secara luas sudah dihasilkan jutaan profil STR yang dilakukan oleh pemerintah, universitas, dan
laboratorium untuk beberapa kepentingan diantaranya identitas pribadi termasuk DNA
database, untuk kepentingan kedokteran forensik, identifikasi orang hilang atau identifikasi
korban bencana, atau masalah penentuan hubungan orangtua-anak.2
Metode STRs (Short Tandem Repeats) adalah salah satu metode analisis yang berdasar pada
metode Polymerase Chain Reaction (PCR). STRs (Short Tandem Repeat) adalah suatu istilah
genetik yang digunakan untuk menggambarkan urutan DNA pendek (2 – 5 pasangan basa) yang
diulang. Genome setiap manusia mengandung ratusan STRs. Metode ini paling banyak
dikembangkan karena metode ini cepat, otomatis dan memiliki kekuatan diskriminasi yang
tinggi. Dengan metode STRs dapat memeriksa sampel DNA yang rusak atau dibawah standar
karena ukuran fragmen DNA yang diperbanyak oleh PCR hanya berkisar antara 200 – 500
pasangan basa. Selain itu pada metode ini dapat dilakukan pemeriksaan pada setiap lokus yang
memiliki tingkat polimorfisme sedang dengan memeriksa banyak lokus dalam waktu
bersamaan. Teknik yang digunakan adalah multiplexing yaitu dengan memeriksa banyak lokus
dan berbeda pada satu tabung. Dengan cara ini dapat menghemat waktu dan menghemat sampel.
Analisis pada teknik ini didasarkan pada perbedaan urutan basa STRs dan perbedaan panjang
atau pengulangan basa STRs.2,7
Sekarang 1 set peralatan (commercial kits) sudah tersedia dimana disediakan primer campuran
dan standard master mixture yang terdiri dari enzim polymerase, enzim buffer, dan dNTPs,
dengan hasil yang sudah memenuhi standard nasional dan internasional untuk keperluan
identifikasi kasus kriminal. Commercial kits lebih sering digunakan di laboratorium forensik
meskipun harganya lebih mahal, karena peralatan ini mudah untuk digunakan dan sudah
memiliki standard nasional dan internasional dan bisa memberikan hasil akhir yang akurat.2

22
Mulai tahun 1996, laboratorium FBI meluncurkan upaya ilmu forensik nasional untuk
menyusun lokus-lokus STR inti (core STR loci) untuk dimasukkan dalam database nasional
yang dikenal sebagai CODIS (Combined DNA Index System). Ke-13 lokus CODIS adalah
CSF1PO, FGA, TH01, TPOX, VWA, D3S1358, D5S818, D7S820, D8S1179, D13S317,
D16S539, D18S51 dan D21S11. Lokus-lokus ini secara nasional dan internasional diakui
sebagai standar untuk identifikasi manusia.2
c. Analisis Polymerase chain reaction (PCR)4,5
Metode PCR adalah suatu metode untuk memperbanyakn fragmen DNA tertentu secara
in vitro dengan menggunakan enzim polymerase DNA. Amplifikasi DNA dengan
menggunakan PCR menyebabkan analisis DNA pada sampel biologis hanya membutuhkan
sedikit sampel dan dapat diperoleh dari sampel yang halus seperti rambut. Kemampuan PCR
untuk mengamplifikasi sejumlah kecil DNA memungkinkan untuk menganalisa sampel yang
sudah terdegradasi sekalipun. Namun, tetap saja harus dicegah kontaminasi dengan materi
biologis yang lain selama melakukan identifikasi, koleksi dan menyiapkan sampelnya (Marks
dkk., 1996). Tes DNA dilakukan dengan cara mengambil DNA dari kromosom sel tubuh
(autosom) yang mengandung area STR (short tandem repeats), Short Tandem Repeats (STR)
adalah bagian DNA yang pendek dan bersifat sangat polimorfik sehingga dijadikan lokus
pilihan untuk penyelesaian kasuskasus forensik.Lokus STR memiliki keistimewaan karena
memiliki jenis alel yang banyak,tetapi dengan rentang yang sempit,sehingga memungkinkan
diperbanyak secara multipleks dalam satu tabung reaksi.Dengan melakukan pemeriksaan
pada banyak lokus STR,maka identifikasi individu dapat dilakukan dengan ketepatan yang
amat tinggi.STR merupakan core-DNA ,sehingga ia diturunkan menurut hukum Mendel dari
kedua orang tua.Pada setiap lokus STR,setiap anak memiliki dua buah alel,dimana satu alel
berasal dari ibunya (DNA maternal) dan alel satunya lagi berasal dari ayahnya (DNA
Paternal). Kasus paternitas sesungguhnya merupakan sebagian saja dari kasus sengketa asal-
usul.

Hasil pemeriksaan tesDNA untuk kasus-kasus tersebut pada setiap lokus DNA adalah 2 buah
fragmen DNA pada setiap lokus DNA, dimana satu fragmen berasal dari ibu (fragmen
maternal) dan satunya berasal dari ayah (fragmen paternal). Setiap fragmen DNA tersebut
dapat dilihat berupa pita pada PAGE atau berupa duri (peak) pada elektroforesis kapiler.

23
Notasi fragmen DNA tersebut dinyatakan berupa angka, yang menyatakan panjang fragmen
DNA. Hasil tes DNA untuk Analisis Ayah Biologis dari Seorang Anak.

Contoh : Lokus FGA dengan notasi sbb :

Tersangka Ayah : 16 , 19

Anak : 14 , 16

Ibu : 14 , 21

Berikut ini contoh tabel hasil tes DNA untuk analisis paternitas yang menunjukkan
tersangka pria adalah ayah biologis dari seorang anak.

No. Lokus Mr. X Anak B Mrs. Y Kesimpulan


01. CSF1P0 11 , 12 11 , 11 11 , 11 Mungkin
02. FGA 12 , 15 15 , 16 16 , 18 Mungkin
03. TH01 08 , 12 08 , 11 11 , 12 Mungkin
04. TPOX 15 , 15 15 , 15 14 , 15 Mungkin
05. VWA 19 , 21 19 , 22 20 , 22 Mungkin
06. D3S1358 11 , 12 10 , 12 10 , 12 Mungkin
07. D5S818 08 , 11 09 , 11 09 , 11 Mungkin
08. D7S820 07 , 09 07 , 07 07 , 08 Mungkin

09. D8S1179 14 , 16 14 , 18 17 , 18 Mungkin


10. D13S317 12 , 14 14 , 15 15 , 15 Mungkin
11. D16S539 08 , 11 08 , 09 08 , 09 Mungkin
12. D18S51 14 , 16 16 , 18 15 , 18 Mungkin
13. D21S11 14 , 14 13 , 14 13 , 15.2 Mungkin
Tabel 1. Hasil tes DNA untuk Analisis Ayah Biologis dari Seorang Anak.4

Tabel 1 menerangkan bahwa :

 Pada setiap lokus (daerah) DNA yang diperiksa, setiap anak memiliki sepasang pita DNA,
yang dinyatakan sebagai sepasang angka yang menunjukkan panjangnya DNA.

24
 Satu pita anak pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ibunya (pita maternal), sedangkan
satu pita lainnya pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ayah kandungnya (pita paternal).
 Seorang pria dikatakan ayah biologis (genetik) dari seorang anak, jika pita paternal anak
sama dengan salah satu DNA pria tersebut pada setiap lokus DNA yang diperiksa.
 Probability of Paternity pada kasus ini adalah 99.99998% Berikut ini contoh tabel hasil tes
DNA untuk analisis paternitas yang menunjukkan tersangka pria adalah bukan ayah biologis
dari seorang anak.

No. Lokus Mr. X Anak A Mrs. Y Kesimpulan


01. CSF1P0 11 , 12 11 , 11 11 , 11 Mungkin
02. FGA 1 6 , 18 17 , 22 22 , 24 Eksklusi
03. TH01 09 , 10 1 2 , 12 12 , 11 Eksklusi
04. TPOX 14 , 15 14 , 15 12 , 15 Mungkin
05. VWA 19 , 21 20 , 22 19 , 22 Eksklusi
06. D3S1358 10 , 12 10 , 11 10 , 12 Eksklusi
07. D5S818 09 , 11 08 , 11 09 , 11 Eksklusi
08. D7S820 09 , 10 10 , 13 13 , 14 Mungkin
09. D8S1179 14 , 16 18 , 18 17 , 18 Eksklusi
10. D13S317 10 , 12 12 , 15 12 , 14 Eksklusi
11. D16S539 09 , 11 08 , 09 08 , 10 Mungkin
12. D18S51 14 , 16 18 , 18 16 , 18 Eksklusi
13. D21S11 14 , 15 13 , 13 13 , 15.2 Eksklusi
Tabel 2 Hasil tes DNA untuk Analisis Bukan Ayah Biologis dari Seorang Anak.4

Tabel 2 menerangkan bahwa :

 Eksklusi artinya terdapat ketidaksesuaian (tidak sama) DNA paternal anak dengan DNA
tersangka pada ayah lokus tersebut.
 Seorang pria dikatakan bukan ayah biologis (genetik) dari seorang anak jika pada dua atau
lebih lokus DNA yang diperiksa didapatkan ada ketidaksesuaian (eksklusi) DNA paternal
anak dengan DNA pria tersebut.

25
 Pada tabel 2 tersebut, didapatkan dari 13 lokus DNA yang diperiksa, ada 9 lokus DNA yang
eksklusi. Hal ini menunjukkan anak A adalah bukan anak biologis (genetik) anak dari Mr. X.
 Ketepatan dari pemeriksaan ini adalah mutlak (100%). Berdasarkan kedua tabel tersebut,
dapat dilihat secara jelas kaitan tes DNA dengan paternitas dan maternitas seorang anak. Tes
DNA untuk membuktikan paternitas dan maternitas dari seorang anak selain digunakan
dalam kasus ragu orang tua, juga banyak digunakan dalam kaitan dengan korban tindak
pidana.
III. Intepretasi dan Laporan Hasil Pemeriksaan

Seorang perempuan A datang ke anda dan menceritakan keluhannya. Ia seorang wanita karir dan
telah bersuami S dengan dua anak. Perkawinan telahberlangsung 12 tahun. Pada 2 bulan yang
lalu, A telah didatangi seorang perempuan muda B, yang mengaku sebagai “ isteri gelap” suami
S dan ia mengatakan bahwa akibat hubungannya dengan S telah lahir seorang anak laki-laki. B
telah meminta agar S mau mengawininya secara sah demi untuk kepentingan anak laki-lakinya,
tetapi S tidak setuju. B meminta kepada A agar mau menerimanya sebagai madunya atau
setidaknya member nafkah kepada anak laki-lakinya.

A kemudian telah berbicara baik-baik dengan S tentang hal ini. S mengakui bahwa 2 tahun yang
lalu, sewaktu A sedang tugas keluar negeri selama 6 bulan, ia berkenalan dengan seorang wanita
muda di sebuah kafe , yang dilanjutkan pertemuan di hotel beberapa kali. S yakin bahwa B
bukan wanita baik-baik., dan ia menanggap bahwa hubungan S dengan B adalah hubungan yang
“short time” saja.

Pada kasus ini wanita A meminta pengujian DNA kepada dokter. Selanjutnya setalah dilakukan
inform concent sampel diambil dari bapak S, wanita B dan anak laki-laki sebagai individu yang
ingin diuji. Kemudian sampel dikirim kebagian/unit biologi molekuler untuk dilakukan
pengujian DNA.

Setelah dilakukan pemeriksaan DNA pada tersangka ayah ,anak dan ibu maka ketiga hasil
pemeriksaan DNA tersebut dimasukkan dalam suatu table Fcm (father child mother) pada setiap
lokusnya, dicari fragmen DNA maternal , yaitu fragmen DNA anak yang sama dengan salah satu
fragmen DNA ibunya. Kemudian fragmen DNA anak satunya, yang merupakan fragmen DNA
paternal (berasal dari ayah) dibandingkan dengan kedua fragmen DNA tersangka ayah. Jika

26
ditemukan ada fragmen DNA tersangka ayah yang sama dengan fragmen DNA paternal anak,
maka pria tersebut dinyatakan mungkin merupakan anak dari pria tersebut. Jika DNA paternal
anak tidak sama dengan salah satu DNA tersangka ayah, maka komposisi tersebut dapat
dinyatakan sebagai ekslusi( 2,3,4,5). Ditemukannya dua ekslusi atau lebih pada panel 10 atau 15
lokus memastikan bahwa anak tersebut bukan anak pria tersebut.

Contoh hasil pemeriksaan paternitas yang menunjukkan bahwa tersangka pria adalah ayah
biologis dari seorang anak.

No Lokus Tn. X Anak B Ny. M kesimpulan

01 CSFIPO 11 , 12 11 , 11 11 ,11 mungkin

02 FGA 12 , 15 15 , 16 16 , 18 mungkin

03 TH01 08 , 12 08 , 11 11 , 12 mungkin

04 TPOX 15 , 15 15 , 15 14 , 15 mungkin

05 VWA 19 , 21 19 , 22 20 , 22 Mungkin

06 D3S1358 11 , 12 10 , 12 10 , 22 mungkin

07 D5S818 08 , 11 09 , 11 09 , 11 mungkin

08 D7S820 07 , 09 07 , 07 07 , 08 mungkin

09 D8S1179 14 , 16 14 , 18 17 , 18 mungkin

10 D13S317 12 , 14 14 , 15 15 , 15 mungkin

11 D16S539 08 , 11 08 , 09 08 , 09 mungkin

12 D18S51 14 , 16 16 , 18 15 , 18 mungkin

13 D21S11 14 , 14 13 , 14 13 , 15.2 mungkin

27
Keterangan :

1. Pada setiap lokus (daerah) DNA yang diperiksa, setiap anak memiliki sepasang pita
DNA, yang dinyatakan sebagai angka yang menunjukkan panjangnya DNA.
2. Satu pita anak pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ibunya (pita materal),
sedangkan satu pita lainnya pasti ada padanannya (sama) dengan DNA ayah kandungnya
(pita paternal)
3. Eksklusi artinya terdapat ketidaksesuaian (tidak sama) DNA paternal anak dengan DNA
tersangka ayah pada lokus tersebut.
4. Seorang pria dikatakan AYAH BIOLOGIS (genetik) dari seorang anak, jika pita paternal
anak sama dengan salah satu DNA pria tersebut pada setiap lokus DNA yang diperiksa.
5. Seorang pria dikatakan BUKAN AYAH BIOLOGIS (genetik) dari seorang anak jika dua
atau lebih lokus DNA yang diperiksa didapat ada ketidaksesuaian (eksklusi) DNA
paternal anak dengan DNA pria tersebut.
6. Pada tabel diatas didapatkan pada semua lokus DNA ditemukan kesesuaian DNA
paternal anak B dengan DNA Tuan X. Hal ini menunjukkan bahwa anak B adalah benar
anak biologis Tuan X.

Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium diperoleh hasil bahwa anak
laki-laki dari wanita B benar adalah anak kandung dari lelaki S yang merupakan suami dari
wanita A karena didapatkan kecocokan pada pemeriksaan DNA.

28
Daftar Pustaka

1. Safitry O. Komplikasi peraturan perundang-undangan terkait praktik kedokteran. Jakarta:


Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FKUI; 2014.hal 86-93.
2. Zubairi. Perzinahan menurut pasal 284 ayat (1) kitab undang-undang hukum pidana
(KUHP). Jurnal novum. 2014;3(5).hal 1-10.
3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jilid 2. Jakarta
Pustaka Dwipar; 2007.
4. Staf Pengajar Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Ilmu
Kedokteran Forensic. Cetakan ke-2. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
5. Idries, AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa Aksara; 2005.
6. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Hematologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2005. Hal 290.
7. Kartika Ratna Pertiwi dan Paramita Cahyaningrum. Hereditas Manusia Buku Satu. Buku
ajar mata kuliah Genetika. Jurdik Biologi FMIPA UNY. 2012.hal 41-9.
8. Griffiths, Miller, Suzuki, Leontin, Gelbart. An Introduction To Genetic Analysis. USA:
W. H. Freeman and Company. 2011. H: 56-64.
9. Bregman, A.. Laboratory Investigation in Cell and Molecular Biology. John Wiley and
Son. USA. 2011.hal 41.
10. National Commission on the Future of DNA Evidence (July 2002). "Using DNA to Solve
Cold Cases" (pdf). U.S. Department of Justice. Retrieved 2016-01-06.

29

Anda mungkin juga menyukai