Anda di halaman 1dari 16

Pembuktian Anak Kandung dari Segi Forensik

Jeffer Shison

10-2012-138

Kelompok F7

jeffer.shison@civitas.ukrida.ac.id

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

tu.fk@ukrida.ac.id

Pendahuluan

Ilmu forensik dikategorikan dalam ilmu pengetahuan alam dan dibangun berdasarkan
metode ilmu alam. Dalam pandangan ilmu alam sesuatu dianggap ilmiah hanya jika
didasarkan pada fakta atau pengalaman (empirisme), kebenaran ilmiah harus dapat dibuktikan
oleh setiap orang melalui inderanya (positivisme), analisis dan hasilnya mampu dituangkan
secara masuk akal, baik deduktif maupun induktif dalam struktur bahasa tertentu yang
mempunyai makna (logika) dan hasilnya dapat dikomunikasikan ke masyarakat luas dengan
tidak mudah atau tanpa tergoyahkan (kritik ilmu).1
Dewasa ini dalam penyidikan suatu tindakan kriminal merupakan suatu keharusan
untuk menerapkan adanya pembuktian dan pemeriksaan pembuktian tersebut baik secara fisik
maupun ilmiah. Sehingga diharapkan tujuan dari hukum acara pidana, yang menjadi landasan
proses peradilan pidana, dapat tercapai yaitu mnecari suatu kebenaran materiil. Tujuan ini
tertuang dalam Keputusan Menteri Kehamikan No.M.01.PW.07.03 tahun 1983, yaitu: untuk
mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah
kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan
ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakan
pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya
meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa
suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didkawa itu dapat
dipersalahkan.

Aspek Hukum

Kejahatan terhadap kesusilaan

Pasal 284 KUHP

1 Diancam degan pidana penjara paling lama sembilan bulan :2


a Seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal
diketahui pasal 27 BW berlaku baginya,
b Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui
bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
c Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya
bahwa yang turut bersalah telah kawin,
d Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27
BW berlaku baginya.
2 Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan
bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti
dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
3 Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72,73 dan 75.
4 Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum
di mulai.
5 Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

Prosedur medikolegal persetujuan tindakan medik

Peraturan menteri kesehatan No 585/menkes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan


medik:2

Pasal 1. Pemerkes No 585/menkes/Per/IX/1989


a Persetujuan tindakan medik/informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut;
b Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa
diagnostik atau terapuetik;
c Tindakan invasif adalah tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi keutuhan
jaringan tubuh
d Dokter adalah dokter umum/dokter spesialis dan dokter gigi/dokter gigi spesialis yang
bekerja dirumah sakit, puskesmas, klinik atau praktek perorangan/bersama.

Pasal 2. Pemerkes No 585/Menkes/per/IX/1989

a Semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
b Persetujuan dapat diberikan secara tertulis maupun lisan
c Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan seteah pasien mendapat
informasi yang ade kuat tentang perlunya tindakan medik yang bersangkutan serta
resiko yang dapat ditimbulksnnya
d Cara penyampaian dan isi informasi harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta
kondisi dan situasi pasien.

Pasal 3 No 585/menkes/Per/IX/1989

a Setiap tindakan medis yang mengandung resiko tinggi harus dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan
b Tindakan medik yag tidak termasuk sebagaimana dimaksud dalam pasal ini tidak
diperlukan persetujuan tertulis, cukup persetujuan lisan
c Persetujuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dapat diberikan secara nyata atau diam-
diam.

Pasal 4 No 585/menkes/Per/IX/1989

a Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada pasien, baik diminta
maupun tidak
b Dokter harus memberikan informasi selengkap-lengkapnya, kecuali bila dokter
menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau
pasien menolak diberikan informasi.
c Dalam hal yang sebagaimana dimaksud ayat (2) dokter dengan persetujuan pasien
dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi
oleh seorang perawat/paramedik lainnya sebagai saksi.
Pasal 5 No 585/menkes/Per/IX/1989

a informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan medik
yang akan dilakukan, baik diagnostik maupun terapuetik.
b Informasi diberikan secara lisan
c Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai bahwa hal
itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
d Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan pasien dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.

Pasal 9 No 585/menkes/Per/IX/1989

a Bagi pasien dewasa yang berada di bawah pengampuan (cure tele) persetujuan
diberikan oleh wali/curator.

Pasal 12 No 585/menkes/Per/IX/1989

a Dokter bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan tentang persetujuan tindakan


medik
b Pemberian persetujuan tindakan medik yang dilaksanakan di rumah sakit/klinik yang
bersangkutan ikut bertanggung jawab.

Pasal 13 No 585/menkes/Per/IX/1989

a Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari pasien
atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan surat izin
prektek.

Pemeriksaan Medis

Kasus disputed paternity (ragu ayah) adalah usaha untuk mengeksklusi seseorang
yang dituduh sebagai orang tua biologis dari seorang anak. Penentuan status keayahan tidak
hanya menyangkut masalah psikologis namun juga penting untuk aspek hukum dan aspek
medis. Dalam aspek hukum masalah ini berhubungan dengan pembuatan akte kelahiran, hak
waris, dan pernikahan. Sedangkan untuk aspek medis penting guna hal pendonoran darah atau
transplantasi organ.
Penentuan status ayah terhadap seorang anak dapat dilakukan dengan metode paling
sederhana yaitu menentukan atau mencocokan tingkat kesuburan atau fertilitas seorang pria
yang dituduh sebagai ayah dan waktu terjadinya konsepsi. Selain itu kasus seperti ini juga
dapat diselesaikan dengan melakukan tes paternitas, yaitu suatu tes untuk menentukan apakah
seorang pria adalah ayah biologis dari anak tersebut. Pemeriksaan peternitas ini dianggap
penting terutama jika seorang wanita pernah melakukan hubungan intim dengan lebih dari
satu orang pria pada saat yang berdekatan, kemudian wanita tersebut hamil tanpa diketahui
siapa sebenarnya ayah biologisnya. Dapat pula terjadi seorang wanita yang menuduh seorang
pria sebagai dari ayah anaknya, sedangkan pria tersebut menyangkal telah menghamili wanita
tersebut, maka tes paternalitas dianggap penting untuk dilakukan. Tes paternalitas yang sering
digunakan adalah analisis fenotip pada berbagai sistem golongan darah dan metode forensik
molekuler yaitu dengan tes DNA. Analisis fenotip hanya dapat memberikan jawaban pasti jika
pria tersebut bukan ayah si anak, sedangkan tes DNA didasarkan pada analisis informasi
genetik yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu sehingga dapat
menentukan identitas seseorang hampir 100% pasti sebagai ayah biologis dari anak tersebut.3

Tingkat Fertilitas
Tingkat fertilitas atau kesuburan seorang laki-laki penting diketahui untuk menentukan
seseorang dinyatakan pasti ayah biologis seorang anak atau mungkin hanya dugaan. Laki-laki
yang dinyatakan infertil dari hasil pemeriksaan dapat mengeksklusikan laki-laki tersebut
sebagai ayah biologis dari seorang anak. Namun jika dilihat dari skenario, S telah memiliki 2
orang anak dari hasil pernikahannya dengan A. Jadi masih menunjukkan kemungkinan bahwa
S adalah ayah dari anak B (anggap saja anak X).
Analisis semen merupakan tes yang paling penting untuk mengetahui atau menetapkan
pria tersebut infertil atau tidak. Prosedur standart pemeriksaan semen meliputi deskripsi
plasma semen, konsentrasi sperma, motilitas, morfologis, hitung sel selain sperma, dan tes
antibodi yang melapisi sperma. Dari analisis semen didapatkan informasi tentang siklus
hormon reproduksi pria, spermatogenesis dan terbukanya saluran reproduksi pria. Hasil
normal pemeriksaannya, adalah:4
1 Volume
Pria subur rata-rata mengeluarkan 2 hingga 5 cc semen dalam satu kali
ejakulasi. Secara konsisten mengeluarkan kurang dari 1,5 cc (hypospermia) atau lebih
dari 5,5 cc (hyperspermia) dikatakan abnormal. Volume lebih sedikit biasanya terjadi
bila sangat sering berejakulasi, volume yang lebih banyak terjadi setelah lama
berpuasa.
2 Konsentrasi sperma
Pria subur memiliki konsentrasi sperma di atas 20 juta per cc atau 40 juta
secara keseluruhan. Jumlah di bawah 20 juta/cc dikatakan konsentrasi sperma rendah
dan di bawah 10 juta/cc digolongkan sangat rendah. Istilah kedokteran untuk
konsentrasi sperma rendah adalah oligospermia. Bila sama sekali tidak ada sperma
disebut azoospermia. Semen pria yang tidak memiliki sperma secara kasat mata
terlihat sama dengan semen pria lainnya, hanya pengamatan melalui mikroskoplah
yang dapat membedakannya.
3 Morfologi Sperma
Sperma normal memiliki bentuk kepala oval beraturan dengan ekor lurus
panjang di tengahnya. Sperma yang bentuknya tidak normal (disebut
teratozoospermia) seperti kepala bulat, kepala pipih, kepala terlalu besar, kepala
ganda, tidak berekor, dll, adalah sperma abnormal dan tidak dapat membuahi telur.
Hanya sperma yang bentuknya sempurna yang disebut normal. Pria normal
memproduksi paling tidak 30% sperma berbentuk normal.
4 Motilitas (Pergerakan) Sperma
Sperma terdiri dari dua jenis, yaitu yang dapat berenang maju dan yang tidak.
Hanya sperma yang dapat berenang maju dengan cepatlah yang dapat mencapai sel
telur. Sperma yang tidak bergerak tidak ada gunanya. Menurut WHO, motilitas sperma
digolongkan dalam empat tingkatan:
Kelas a: sperma yang berenang maju dengan cepat dalam garis lurus seperti
peluru kendali.
Kelas b: sperma yang berenang maju tetapi dalam garis melengkung atau
bergelombang, atau dalam garis lurus tetapi lambat.
Kelas c: sperma yang menggerakkan ekornya tetapi tidak melaju.
Kelas d: sperma yang tidak bergerak sama sekali.

Konsepsi
Senggama yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan adalah
senggama yang dilakukan pada masa subur. Masa subur terjadi pada pertengahan siklus
(biasanya hari ke 12-16 pada siklus menstruasi yang teratur). Masa subur yaitu saat terjadinya
ovulasi juga dapat diketahui dari pemeriksaan suhu basal dan penilaian getah serviks. Suhu
basal tubuh dapat diukur setiap hari mulai terhentinya menstruasi, segera setelah bangun pagi
sebelum bergerak dari tempat tidur, makan ataupun minum. Saat terjadi ovulasi, terjadi
penurunan suhu dan saat ovulasi terjadi kenaikan suhu basal dimana selisih suhunya paling
sedikit 0.4oC. Pada masa ovulasi elastisitas getah serviks meningkat, getah serviks pada saat
itu dapat diukur dengan pinset atau jari tangan dan tidak putus-putus sepanjang 10-20cm.
Pada manusia terdapat 46 kromosom yang terdiri dari 44 kromosom autosom dan 2
kromosom seks. Ovum yang matang memiliki 22 kromosom autosom dan 1 kromosom seks
(kromosom X) sedangkan spermatozoa memiliki 22 kromosom autosom dan 1 kromosom
seks (kromosom X atau kromosom Y). Zigot sebagai hasil pembuahan yang memiliki 44
kromosom autosom dan 2 kromosom seks (XX jika janin wanita, XY jika janin pria). Pada
saat inilah rangkaian DNA dari ayah dan ibu diturunkan kepada anaknya, dimana masing-
masing pihak memberi 50% terhadap DNA anak.4

Golongan darah

Sistem ABO

Sistem penggolongan darah yang paling terkenal dan secara medis dan pertama kali
dimanfaatkan untuk tes paternitas adalah sistem ABO. Dalam sistem ABO golongan darah
dikelompokkan menjadi empat yaitu golongan darah A,B,AB, dan O. Golongan darah
didasarkan pada jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya, sebagai berikut:5

1 Golongan darah AB: seseorang yang memiliki antigen A dan antigen B pada
penampang sel darah merah, dan cairan serum darah, mereka tidak memiliki antibodi
untuk melawan antigen A dan antigen B. Individu yang memiliki golongan darah ini
dapat menerima donor darah dari golongan manapun, tetapi hanya dapat mendonorkan
darahnya ke individu sesama golongan.
2 Golongan darah A: seseorang yang memiliki antigen A pada penampang sel darah
merah, dan cairan serum darah mereka terdapat IgM antibodi yang melawan antigen
B. Individu yang memiliki golongan darah ini hanya dapat menerima donor darah dari
golongan A dan O, dan hanya bisa mendonorkan darahnya ke individu sesama
golongan A dan golongan AB.
3 Golongan darah B: seseorang yang memiliki antigen B pada penampang sel darah
merah, dan cairan serum darah mereka terdapat IgM antibodi yang melawan antigen
A. Individu yang memiliki golongan darah ini hanya dapat menerima donor darah dari
golongan B dan O, dan hanya bisa mendonorkan darahnya ke individu sesama
golongan B dan golongan AB.
4 Golongan darah O: individu yang tidak memiliki antigen A dan antigen B pada
permukaan sel darah merah mereka, dan serum darah mereka memiliki IgM anti A
antibodi dan anti B antibodi. Individu bergolongan darah ini hanya dapat menerima
darah dari sesama golongan saja, dan mendonorkan darah kesemua orang.

Golongan darah ABO diturunkan melalui gen pada kromosom 9 dan tidak berubah
oleh pengaruh lingkungan sealam kehidupan berlangsung. Golongan darah ABO seseorang
ditentukan dengan mewarisi 1 dari 3 alel (A, B atau O) dari tiap orang tua. Alel A dan B
bersifat lebih dominan daripada alel O. Hal ini menyebabkan seseorang yang memiliki
genotip AO akan memiliki fenotip A dan seseorang yang memiliki genotip BO akan memiliki
fenotip B sedangkan yang bergenotip OO akan berfenotip O. Alel A dan alel B sama-sama
dominan sehingga jika alel A diperoleh dari satu orang tua dan alel B dari orang tua lain maka
fenotip yang muncul adalah AB. Dari hal tersebut diketahui bahwa golongan darah A
memiliki dua genotip yaitu AA dan AO, golongan darah memiliki 2 genotip BB dan BO.
Sedangkan golongan darah O dan AB memiliki satu genotip. Kemungkinan golongan darah
anak yang diwariskan oleh persilanan masing-masing golongan darah orang tua.

Tabel 1. Pewarisan Golongan Darah kepada Anak5

Sistem Rhesus

Jenis golongan darah lain yang cukup dikenal adalah dengan memanfaatkan faktor
rhesus. Seseorang yang memiliki sel darah merah yang mengalami aglutinasi disebut rhesus
positif dan orang yang memiliki sel darah merah yang tidak mengalami aglutinasi disebut
rhesus negatif. Antibodi yang bertanggung jawab terhadap reaksi tersebut disebut oleh anti
Rh. Golongan darah ini memiliki genetik paling kompleks dibandingkan sistem yang lain
karena sistem ini melibatkan 45 antigen yang berbeda pada permukaan sel darah merah yang
dikontrol oleh gen pada kromosom satu.6
Tiap orang memiliki sepasang gen darah faktor Rhesus yang dapat dites di
laboratorium untuk mengetahui adanya antigen Rhesus. Jika tes tidak menemukan antigen,
orang tersebut dikatakan memiliki tipe darah Rh negatif (Rh -) dan jika hal yang sebaliknya
terjadi maka dikatakan orang tersebut memiliki tipe darah Rh +.6
Sistem rhesus terdiri dari sejumlah besar antigen yang berbeda-beda, tetapi untuk
keperluan praktis salah satu diantaranya yaitu Rhesus D yang dianggap paling penting karena
Rhesus D paling kuat dalam merangsang pembentukan antibodi. Untuk menetapkan
penggolongan darah digunakan serum anti D dan untuk mengklasifikaskan individu-individu
sebagai Rh+ atau Rh- digunakan tanda D+ atau D-. D bersifat dominan terhdap d karena anti
d tidak pernah muncul. Rhesus positif dan rhesus negatif ditentukan dari gen D dan gen d.
Golongan rhesus positif mempunyai dua macam genotip yaitu DD dan Dd, sedangkan rhesus
negatif hanya mempunyai satu genotip yaitu dd.
Forensik Molekuler

Ilmu
kedokteran

forensik

molekuler adalah

Gambar 1. Kemungkinan Genotip Golongan Darah Anak dengan Sistem Rhesus6

suatu bidang ilmu yang baru berkembang, merupakan bagian dari ilmu kedokteran yang
memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan molekul atau DNA.
Sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran yang baru, pemeriksaan ini melengkapi dan
menyempurnakan berbagai pemeriksaan untuk kasus identifikasi personal pada mayat tak
dikenal, kasus pembunuhan, perkosaan dan berbagai kasus ragu ayah (paternitas).7

Polimorfisme

Polimorfisme adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya suatu bentuk
yang berbeda dari suatu struktur dasar yang sama. Jika terdapat variasi/modifikasi pada suatu
lokus yang spesifik (pada DNA) dalam suatu populasi, maka lokus tersebut dikatakan
polimorfik. Sifat polimorfik ini di samping menunjukkan variasi individu, juga memberikan
keuntungan karena dapat digunakan untuk membedakan satu orang dengan yang lain.

Dikenal polimorfisme protein dan polimorfisme DNA. Polimorfisme protein antara


lain: sistem golongan darah, golongan protein serum, sistem golongan enzim eritrosit, dan
sistem HLA (Human Lymphocyte Antigen). Polimorfisme DNA merupakan suatu
polimorfisme pada tingkat yang lebih awal dibandingkan polimorfisme protein, yaitu tingkat
kode genetik. Pemeriksaan polimorfisme DNA meliputi sidik DNA (DNA fingerprint), VNTR
(Variable Number of Tandem Repeats) dan RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphisms), secara Southern blotmaupun dengan PCR (Polymerase Chain Reaction).7

Pemeriksaan polimorfisme DNA menunjukkan keunggulan dibandingkan dengan


pemeriksaan polimorfisme protein, yaitu:

1 Polimorfisme DNA menunjukkan tingkat polimorfis yang lebih tinggi, sehingga tidak
perlu dilakukan pemeriksaan terhadap banyak sistem.
2 DNA lebih stabil dibandingkan dengan protein. Sehingga pemeriksaan ini
memungkinkan pada bahan yang sudah membusuk, mengalami mummifikasi, atau
jenazah dengan kerangka saja.
3 Distribusi DNA luas, meliputi seluruh sel tubuh, sehingga berbagai bahan mungkin
untuk digunakan sebagai bahan pemeriksaan.
4 Bahan DNA yang kurang segar dan sedikit jumlahnya akan tetap dapat dianalisis
menggunakan PCR.

DNA yang biasa digunakan dalam tes adalah DNA mitokondria dan DNA inti sel.
DNA yang paling akurat untuk tes adalah DNA inti sel karena inti sel tidak dapat berubah
sedangkan DNA mitokondria dapat berubah karena berasal dari garis keturunan ibu, yang
dapat berubah seiring dengan perkawinan keturunannya.8

DNA Fingerprint

Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang termasuk daerah
non-coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan urutan basa tertentu
yang berulang sebanyak n kali.

Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga dinamakan
multilokus. Bagian DNA ini dimiliki oleh semua orang tetapi masing-masing individu
mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda satu sama lain. Demikian, kemungkinan dua
individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah sangat kecil. Bagian DNA ini dikenal
dengan nama VNTR ( Vriable Number of Tandem Repeats) dan umumnya tersebar di bagian
ujung kromosom. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR ini diturunkan dari kedua
orangtua menurut hukum Mendel, sehingga keberadaannya dapat dilacak secara tidak
langsung dari orangtua, anak maupun saudara kandungnya.7

Prosedur pemeriksaan sidik DNA meliputi:

1 Pengambilan sampel
2 Ekstraksi DNA
3 Pemotongan DNA dengan enzim restriksi
4 Elektroforesis pada gel agarose
5 Southern bloting
6 Persiapan pelacak DNA
7 Hibridisasi
8 Pencucian sisa pelacak
9 Membran yang telah bersih
10 Melakukan autoradiografi pada membran yang telah bersih
11 Dihasilkan DNA fingerprint.

Hasil dari proses autoradiografi tersebut akan tampak pada film berupa pita-pita DNA
yang membentuk gambaran serupa Barcode. Pada kasus identifikasi mayat tak dikenal,
dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orangtua atau anak-anak tersangka korban.
Jika korban benar adalah tersangka, maka akan didapatkan bahwa separuh pita anak cocok
dengan ibunya dan separuh lagi cocok dengan ayahnya. Hal yang sama juga dapat dilakukan
pada kasus ragu ayah seperti pada skenario.

Prinsip analisis DNA fingerprint pada kasus ragu ayah meliputi pelacakan pita
maternal (pita anak yang sesuai dengan pita ibu), kemudian pita anak sisanya (pita paternal)
dicocokkan dengan pita tersangka ayah. Tersangka dinyatakan bukan ayah jika tak ada pita
yang cocok, dan sebaliknya.7

Aspek Sosial Agama

Dampak Perselingkuhan

Apapun jenis perselingkuhan yang dilakukan oleh suami, dampak negatifnya terhadap
perkawinan amat besar dan berlangsung jangka panjang. Perselingkuhan berarti pula
penghianatan terhadap kesetiaan dan hadirnya wanita lain dalam perkawinan sehingga
menimbulkan perasaan sakit hati, kemarahan yang luar biasa, depresi, kecemasan, perasaan
tidak berdaya, dan kekecewaan yang amat mendalam.9
Istri-istri yang amat mementingkan kesetiaan adalah mereka yang paling amat
terpukul dengan kejadian tersebut. Ketika istri mengetahui bahwa kepercayaan yang mereka
berikan secara penuh kemudian diselewengkan oleh suami, maka mereka kemudian berubah
menjadi amat curiga. Berbagai cara dilakukan untuk menemukan bukti-bukti yang berkaitan
dengan perselingkuhan tersebut. Keengganan suami untuk terbuka tentang detil-detil
perselingkuhan membuat istri semakin marah dan sulit percaya pada pasangan. Namun
keterbukaan suami seringkali juga berakibat buruk karena membuat istri trauma dan
mengalami mimpi buruk berlarut.
Secara umum perselingkuhan menimbulkan masalah yang amat serius dalam
perkawinan. Tidak sedikit yang kemudian berakhir dengan perceraian karena istri merasa
tidak sanggup lagi bertahan setelah mengetahui bahwa cinta mereka dikhianati dan suami
telah berbagi keintiman dengan wanita. Pada perkawinan lain, perceraian justru karena suami
memutuskan untuk meninggalkan perkawinan yang dirasakannya sudah tidak lagi
membahagiakan. Bagi para suami tersebut perselingkuhan adalah puncak dari ketidakpuasan
mereka selama ini.
Bagi pasangan yang memutuskan untuk tetap mempertahankan perkawinan, dampak
negatif perselingkuhan amat dirasakan oleh istri. Sebagai pihak yang dikhianati, istri
merasakan berbagai emosi negatif secara intens dan seringkali juga mengalami depresi dalam
jangka waktu yang cukup lama. Rasa sakit hati yang amat mendalam membuat mereka
menjadi orang yang amat pemarah, tidak memiliki semangat hidup, merasa tidak percaya diri,
terutama pada masa-masa awal setelah perselingkuhan terbuka. Mereka mengalami konflik
antara tetap bertahan dalam perkawinan karena masih mencintai suami dan anak-anak dengan
ingin segera bercerai karena perbuatan suami telah melanggar prinsip utama perkawinan.

Proses Healing

Perselingkuhan yang dilakukan oleh suami memberikan dampak negatif yang luar
biasa terhadap istri. Berbagai perasaan negatif yang amat intens dialami dalam waktu
bersamaan. Selain itu terjadi pula perubahan mood yang begitu cepat sehingga membuat para
istri serasa terkuras tenaganya. Kondisi ini, yang bisa berlangsung selama berbulan-bulan,
sama sekali tidak mudah untuk dilalui. Salah satu perasaan yang secara intens dirasakan
adalah kesedihan dan kehilangan. Perasaan sedih semakin mendalam pada saat-saat
menjelang ulang tahun pernikahan, ulang tahun pasangan, dan tanggal pada saat terbukanya
perselingkungan. Kesedihan akibat perselingkuhan dapat dijelaskan melalui model proses
berduka dari Kubler-Ross yang terdiri dari 5 tahapan:9
a Tahap Penolakan
Awal tahap ini diwarnai dengan perasaan tidak percaya, penolakan terhadap
informasi tentang perselingkuhan suami. Dalam beberapa istri merasa mati rasa yang
merupakan respon perlindungan terhadap rasa sakit yang berlebihan. Bila tidak
berlarut-larut, penolakan ini menjadi mekanisme otomatis yang menghindarkan diri
dari luka batin yang dalam.
b Tahap Kemarahan
Setelah melewati masa penolakan, istri akan mengalami perasaan marah yang
amat dahsyat. Mereka biasanya akan sangat memaki-maki suami atas perbuatannya
tersebut, sering menangis, bahkan melakukan kekerasan fisik terhadap suami.
Kemarahan seringkali dilampiaskan pula kepada wanita yang menjadi pacar suami.
Keinginan istri untuk balas dendam kepada suami amatlah besar, yang muncul dalam
bentuk keinginan untuk melakukan perselingkuhan atau membuat suami sangat
menderita.
c Tahap Bargaining
Ketika perasaan marah sudah agak mereda, maka istri akan memasuki tahap
bargaining. Karena menyadari kondisi perkawinan yang sedang dalam masa krisis
maka istri berjanji melakukan banyak hal positif asalkan perkawinan tidak hancur.
Misalnya saja berusaha untuk lebih perhatian pada suami, menjadi pasangan yang
lebih ekspresif dalam hubungan seksual, atau lebih merawat diri. Keputusan ini
kadang tidak rasional karena seharusnya pihak yang berselingkuh yang harus
memperbaiki diri dan meminta maaf.

d Tahap Depresi
Kelelahan fisik, perubahan mood yang terus menerus, dan usaha-usaha untuk
memperbaiki perkawinan dapat membuat istri masuk ke dalam kondisi depresi. Para
istri kehilangan gairah hidup, merasa sangat sedih, tidak ingin merawat diri dan
kehilangan nafsu makan. Mood depresif menjadi semakin buruk bila istri meyakini
bahwa dirinyalah yang salah dan menyebabkan suami berselingkuh.
e Tahap Penerimaan
Setelah istri mencapai tahap penerimaan, barulah dapat terjadi perkembangan
yang positif. Penerimaan terbagi menjadi dua tipe. Pertama, penerimaan intelektual
yang artinya menerima dan memahami apa yang telah terjadi. Kedua, penerimaan
emosional yang artinya dapat mendiskusikan perselingkuhan tanpa reaksi-reaksi
berlebihan. Proses menuju penerimaan tidak sama bagi semua orang dan rentang
waktunya juga berbeda. Selainperasaansedih dan marah, para istri juga
mengalamiobsesiterhadapperselingkuhansuami. Sepanjangharimerekatidak bisa
melepaskandiridariberbagaipertanyaan dan detil-detilperselingkuhan. Banyak istri
yang menginterogasi suaminya berkali-kali untuk memastikan bahwa suami tidak
berbohong dan menceritakan keseluruhan peristiwa.

Interpretasi Hasil

Ragu ayah ada berbagai kasus yang bisa muncul antaranya siapa ayah yang
sebenarnya dari seorang anak, maka berdasarkan hasil di dapatkan,

Golongan Darah

Anak B MNS Rhesus +

Ibu A MNS Rhesus +

Pria I AB MNS Rhesus +

Pria II O MNS Rhesus +

Pria III A MNS Rhesus +

Keterangan :
- Pria I tidak dapat disingkirkan kemungkinan menjadi ayah anak tersebut
- Pria II dan III pasti bukan ayah anak tersebut.
Kasus yang lain yang biasa muncul adalah ayah curiga bahwa anaknya yang sejati

Golongan Darah

Anak O , Rhesus + Kesimpulan


Ibu A , Rhesus +
Tes paternitas adalah tes atau
Pria B , Rhesus + pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakah seorang pria adalah ayah biologis dari seorang anak. Tes paternalitas yang
sering digunakan adalah analisis fenotip pada berbagai sistem golongan darah dan metode
forensik molekuler yaitu dengan tes DNA. Analis fenotip hanya dapat memberikan jawaban
pasti jika x bukan ayah anak tersebut, sedangkan tes DNA didasarkan pada analisis informasi
genetik yang sangat spesifik dalam membedakan ciri setiap individu sehingga dapat
menentukan identitas seseorang hampir 99,9% pasti sebagai ayah biologis anak tersebut.

Daftar Pustaka

1 Wirasutta IMAG. Pengantar menuju ilmu forensik. Bali: Departemen of Pharmacy


Udayana University; 2009.
2 Safitry O. Kompilasi peratutran perundang-undangan terkait praktik kedokteran.
Jakarta; Departemen Ilmu Kedoketran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014.h.14-21, 24-30.
3 Munin AI. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses penyidikan. Jakarta:
Sagung Seto; 2009.h.78-85.
4 Heffner LJ, Schust DJ. At a glance sistem reproduksi. Jakarta: Penerbit Erlangga;
2008.h.77-86.
5 Gizela BA. Uji laboratorium golongan darah manusia dengan proses degradasi
proteolitik. Berkala Ilmu Kedokteran 2005; 37(1): 2-5.
6 Salem L. Rh Incompability. Medscape 2014: 1-3.
7 Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, dkk . Ilmu kedokteran forensik. Jakarta:
Bagian Kedokteran Forensik FK UI; 1994.h.207-8.
8 Pertiwi KR. Penerapan teknologi DNA dalam identifikasi forensik. Maj WUNY. 2014
[cited: 2016 January 5]. Mei. 14(2). 5. Diunduh dari:
http://journal.uny.ac.id/index.php/wuny/article/view/3518.

9 Etika Kedokteran Indonesia, diunduh dari http://astaqauliyah.com/2006/12/04/etika-


kedokteran-indonesia-dan-penanganan-pelanggaran-etika-di-indonesia, 6 Januari 2016

Anda mungkin juga menyukai