Anda di halaman 1dari 20

Fraktur Multipel

1. Pendahuluan
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan World
Health Organization (WHO) telah menetapkan dekade ini (2000-2010)
menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah
karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan
fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap
tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.1
2. Definisi
Multipel fraktur adalah fraktur yang terjadi pada beberapa tulang secara
serentak. Fraktur adalah pemisahan atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang terjadi karena adanya tekanan yang berlebihan pada tulang dan tulang tidak
mampu untuk menahannya. Diskontinuitas tulang yang disebabkan oleh gaya yang
melebihi elastisitas tulang dapat terjadi komplit atau inkomplit. Putusnya hubungan
normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan, biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.1,2,3
3. Klasifikasi Fraktur
Secara umum fraktur dibagi menjadi dua, yaitu :1
a. Fraktur tertutup.
Dikatakan fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh,
b. Fraktur terbuka.
Dikatakan fraktur tertutup apabila kulit diatasnya tertembus.
Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur
transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai
dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur kominutif diikuti
dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung
mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan jaringan sekitar fraktur
tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula

terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena
trauma yang berulang. Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti.
tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan
mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu
menimbulkan fraktur.2,4
Selain itu fraktur juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut:2,5,6
I. Menurut Penyebab terjadinya
1. Faktur Traumatik : direct atau indirect
2. Fraktur Fatik atau Stress
3. Trauma berulang, kronis, misalnya: fraktur Os.fibula pada olahragawan
4. Fraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan
II. Menurut hubungan dg jaringan ikat sekitarnya
1.

Fraktur Simple

: fraktur tertutup

2.

Fraktur Terbuka

: bone expose

3.

Fraktur Komplikasi

: kerusakan pembuluh darah, saraf, organ

visera
III. Menurut bentuk
1.

Fraktur Komplet : Garis fraktur membagi tulang menjadi 2 fragmen


atau lebih. Garis fraktur bisa transversal, oblique maupun spiral.
Kelainan ini menentukan arah trauma, fraktur stabil atau tidak.

2.

Fraktur Inkomplet : sifat stabil, misal greenstik fraktur.

3.

Fraktur Kominutif : lebih dari 2 segmen.

4.

Fraktur Kompresi / Crush fracture : umumnya pada tulang kanselus

4. Etiologi
Fraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. Terdapat 2 faktor mempengaruhi
terjadinya fraktur, antara lain :3,5

Ekstrinsik meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang,


arah dan kekuatan trauma.

Intrinsik meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan,


kekuatan, dan densitas tulang.

Fraktur dapat terjadi atas peristiwa-peristiwa berikut:


a. Benturan dan cedera (jatuh pada kecelakaan)
b. Fraktur patologik (kelemahan hilang akibat penyakit kanker, osteoporosis)
c. Patah karena letih
d. Patah karena tulang tidak dapat mengabsorbsi energi karena berjalan terlalu
jauh.
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
5,6,7

a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
1. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
2. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
3. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
5. PATOFISIOLOGI

Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma.


Baik itu karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper
mobil, karena trauma tidak langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan
telapak tangan menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan otot
misalnya tulang patella dan olekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak
berkontraksi. 7,8

Gambar. Bagan Patofisiologi Fraktur7


Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisasisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan
berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast

terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk
tulang sejati. 2,9,10,11
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dan berakibat anoksia mengakibatkan rusaknya serabut saraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan kompartemen sindrom. 2,3,9,11
6. DIAGNOSIS
I. Riwayat
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut.
riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan,
obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat
osteoporosis serta penyakit lain.1,5,7,8
II. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi / Look
Perubahan

warna,

perfusi

jaringan,

luka,

deformitas

(angulasi,

pemendekan), pembengkakkan dan memar. Bila bagian distal ekstremitas


pucat atau putih menunjukkan tidak adanya aliran darah arteri. Ekstremitas
yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukkan adanya crush
syndrome dengan ancaman sindroma kompartemen. Pemebengkakan
sekitar sendi dan atau sekitar subkutis yang menutupi tulang merupakan
tanda adanya trauma muskuloskletal. Deformitas pada ekstremitas
merupakan tanda yang jelas akan adanya trauma ekstremitas berat. Jika
tulang menonjol atau tampak dari luka maka ini adalah patah tulang
terbuka. Setiap luka diekstremitas disertai patah tulang harus dianggap
patah tulang terbuka sampai dibuktikan tidak. Pada fraktur terbuka tentukan
klasifikasi Gustilo.1,5,7,8
b. Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi)

Dilakukan palpasi pada ekstremitas untuk memeriksa sensorik yaitu status


neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan
palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi
persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi,
dan krepitasi. Nyeri dan nyeri tekan di atas otot menunjukkan kontusio
jaringan atau fraktur. Adanya nyeri, nyeri tekan, disertai gerak abnormal
maka diagnosis fraktur adalah pasti. Neurovaskularisasi bagian distal
fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan
kapler (Capillary refill test) dan sensasi.2,5,7,9
c. Gerakan / Moving
Gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan
apakah pasien dapat menggerakkan sendi-sendi di bagian distal dari
cedera.
d. Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, toraks, abdomen, pelvis
Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan
menurut

protokol

ATLS.

Langkah

pertama

adalah

menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra


dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan
klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary
survey.3,5,7,9
III. Pemeriksaan Penunjang5,6,7,8
1. Foto Rontgen
Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung. Jika
hemodinamik penderita normal boleh dikerjakan pemeriksaan rontgsen.

Dua pandangan

Fraktur mungjkin tidak terlihat pada film sinar X tunggal, dan sekurangkurangnya harus dilakukan dua sudut pandang (antero-poseterior dan
lateral)

Dua sendi

Sendi-sendi di atas dan di bawah fraktur harus disertakan pada foto sinar
X

Dua tungkai

Foto pada kedua anggota gerak, walaupun anggota gerak yang satunya
normal

Dua cedera

Bila ada fraktur pada kalkaneus atau femur, perlu juga diambil foto sinar
X pada pelvis dan tulang belakang

Dua kesempatan

Segera setelah cedera terjadi dan 10 sampai 14 hari kemudian. Jika


terdapat keragu-raguan pada foto pertama
2. Laboratorium

: darah

rutin,

faktor

pembekuan

darah,

golongan

darah, cross-test, dan urinalisa. Hitung darah lengkap HT mungkin


meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
7. KOMPLIKASI FRAKTUR
Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .
1. Komplikasi umum
Syok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati diffus dan
gangguan fungsi pernafasan.
Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama
pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan
metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat
berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangren.

2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pas
ca trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca
trauma disebut komplikasi lanjut. 6
Pada Tulang6,7

- Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.


- Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed
union atau bahkan non union
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif yang sering
terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi
sehingga terjadi kerusakan kartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi
Pada Jaringan lunak6,8
-

Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit

superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril


kering dan melakukan pemasangan elastik
-

Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh

gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerahdaerah yang menonjol

Pada Otot

Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot


tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek
melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang. Kehancuran
otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan
menimbulkan sindrom crush dan trombosis.

Pada pembuluh darah

Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus menerus.


Sedangkan pada robekan yang komplit ujung pembuluh darah
mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan nekrosis.
Trauma

atau

manipulasi

sewaktu

melakukan

reposisi

dapat

menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat


menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas
dan terjadi trombus. Pada kompresi arteri yang lama seperti
pemasangan tourniquet.

Sindrom kompartemen terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot


pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan
neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini
dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat
menggangu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat
menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti
dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan
disebut dengan kontraktur volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu
Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness(denyut nadi hilang)
dan Paralisis

Pada saraf

Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), aksonometsis


(kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan
identifikasi nervus
b. Komplikasi Lanjut, banyak gambaran histologik6,9,11
Pada tulang dapat berupa malunion, delayedunion atau nonunion.
Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan
atau perpanjangan.
- Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada
pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sklerosis pada ujungujung

fraktur.

Terapi konservatif

selama

bulan bila gagal

dilakukan Osteotomi. Lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16


minggu)
- Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses penyembuhan
fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih

mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi fiksasi dan bone
grafting.
Tipe

II (atrophic

non

union)

disebut

juga

sendi

palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai kapsul sendi beserta


rongga sinovial yang berisi cairan, prosesunion tidak akan dicapai walaupun
dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum
yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu
imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai,
distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis)
- Mal union
Penyambungan

fraktur

tidak

normal

sehingga menimbukan

deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi .


- Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi
pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non
union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami
osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi tulang berupa osteoporosis dan
atropi otot
- Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi
lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler,
perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek
waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi.
Pembebasan periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada
penderita dengan kekakuan sendi menetap.

8. PENATALAKSANAAN
Prinsip 4R (chairudin Rasjad) :5,6,8
1.

Recognition : diagnosis dan penilaian fraktur

2.

Reduction

3.

Retention : Immobilisasi

10

4.

Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin


Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur

dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik
sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple
trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah
hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah
dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi3,5,6,8,10
a. Medis
1) Traksi
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban
dengan tali pada ekstreminasi klien. Tempat tarikan disesuaikan
sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris dengan sumbu tarikan
tulang yang patah. Kegunaan traksi adalah antara lain mengurangi patah
tulang, mempertahankan fragmen tulang pada posisi yang sebenarnya
selama penyembuhan, memobilisasikan tubuh bagian jaringan lunak,
memperbaiki deformitas.
Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus9
Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan
kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan
kulit akan lepas.

Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.


Dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur,
lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur cruris)
Komplikasi Traksi :11
1.

Gangguan sirkulasi darah bila beban > 12 kg

2.

Trauma saraf peroneus (cruris) droop foot

3.

Sindroma kompartemen

4.

Infeksi di tmpat masuknya pin

2) Reduksi

11

Reduksi merupakan proses manipulasi pada tulang yang fraktur


untuk memperbaiki kesejajaran dan mengurangi penekanan serta
merenggangkan saraf dan pembuluh darah.
Jenis reduksi ada dua macam, yaitu : Reduksi tertutup,
merupakan metode untuk mensejajarkan fraktur atau meluruskan
fraktur, dan Reduksi terbuka, pada reduksi ini insisi dilakukan dan
fraktur diluruskan selama pembedahan dibawah pengawasan langsung.
Pada saat pembedahan, berbagai alat fiksasi internal digunakan pada
tulang yang fraktur.
b. Fisiotherapi
Alat untuk reimobilisasi mencakup exercise terapeutik, ROM aktif
dan

pasif.

ROM

pasif

mencegah

kontraktur

pada

sendi

dan

mempertahankan ROM normal pada sendi. ROM dapat dilakukan oleh


therapist, perawat atau mesin CPM (continous pasive motion). ROM aktif
untuk meningkatkan kekuatan otot.
c. Proses Penyembuhan Tulang
1) Fase formasi hematon (sampai hari ke-5)
Pada fase ini area fraktur akan mengalami kerusakan pada
kanalis havers dan jaringan lunak, pada 24 jam pertama akan
membentuk bekuan darah dan fibrin yang masuk ke area fraktur
sehingga suplai darah ke area fraktur meningkat, kemudian akan
membentuk hematoma sampai berkembang menjadi jaringan granulasi.
2) Fase proliferasi (hari ke-12)
Akibat dari hematoma pada respon inflamasi fibioflast dan
kapiler-kapiler baru tumbuh membentuk jaringan granulasi dan
osteoblast berproliferasi membentuk fibrokartilago, kartilago hialin dan
jaringan penunjang fibrosa, akan selanjutnya terbentuk fiber-fiber
kartilago dan matriks tulang yang menghubungkan dua sisi fragmen
tulang yang rusak sehingga terjadi osteogenesis dengan cepat.
3) Fase formasi kalius (6-10 hari, setelah cidera)
Pada fase ini akan membentuk pra prakulius dimana jumlah
prakalius nakan membesar tetapi masih bersifat lemah, prakulius akan
mencapai ukuran maksimal pada hari ke-14 sampai dengan hari ke-21
setelah cidera.
4) Fase formasi kalius (sampai dengan minggu ke-12)
Pada fase ini prakalius mengalami pemadatan (ossificasi)
sehingga terbentuk kalius-kalius eksterna, interna dan intermedialis

12

selain itu osteoblast terus diproduksi untuk pembentukan kalius


ossificasi ini berlangsung selama 2-3 minggu. Pada minggu ke-3
sampai ke-10 kalius akan menutupi tulang.
5) Fase konsolidasi (6-8 Bulan) dan remoding (6-12 bulan)
Pengkokohan atau persatuan tulang proporsional tulang ini akan
menjalani transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih
terorganisasi.

Kalius

tulang

akan

mengalami

remodering

dimanaosteoblast akan membentuk tulang baru, sementara osteoklast


akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akhirnya akan
terbentuk tulang yang menyeruapai keadaan tulang yang aslin
Penyembuhan fraktur ada 5 Stadium :1,5,6,8,9
1. Pembentukan Hematom : kerusakan jaringan lunak dan penimbunan darah
2. Organisasi Hematom / Inflamasi
Dalam beberapa jam post fraktur terbentuk fibroblast ke hematom dalam
beberapa hari terbentuk kapiler kemudian terjadi jaringan granulasi
3. Pembentukan kallus
Fibroblast

pada

jaringan

granulasi menjadi

kolagenoblast

kondroblast

kemudian dengan partisipasi osteoblast sehat terbentuk kallus (Woven bone)


4. Konsolidasi : woven bone berubah menjadi lamellar bone
5. Remodelling : Kalus berlebihan menjadi tulang normal

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Sherry

Eugene.

Trauma.

Dept.

of

Orthopaedic

Surgery,

University of Sydney. Australia. 2008 [ Diakses: 15 Januari 2010 ]


2. Advanced Trauma Life Support for Doctors. American College of Surgeons
Committee on Trauma. 1997
3. www.bedahgm.com. 2009 [ Diakses: 15 Januari 2010 ]
4. Multiple Bone Fractures. www.injury.com. 2006 [Diakses: 17 Januari
2009]
5. Sjamsuhidadajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta . 2005
6. Apley AG, Solomon L. Ortipedi Fraktur dan Sistem Apley. Widya Medika :
Jakarta. 1995
7. Bone Fracture. 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/Bone_fracture [Diakses:
21 Januari 2010]
8. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Bintang Lamumpatue :
Makassar. 2003.

14

9. Fractures. 2009. http://www.merck.com/mmpe/sec21/ch309/ch309b.html


[Diakses: 16 Januari 2010]
10. Kochhar Amit. Complication Of The Fractures. 2009.
11. www.laegehaandbogen.com. Bone Fractures. 2009. [ Diakses: 15 Januari
2010 ]

LAPORAN KASUS BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
Nama Pasien

: Tn.S

Umur

: 19 Tahun

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Pekerjaan

: Belum bekerja

Agama

: Islam

Tanggal Pemeriksaan : 10 Januari 2010


Alamat

: Siak

Keluhan Utama: paha kiri pasien sulit digerakkan sejak 45 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang:

45 hari yang lalu pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien


bertabrakan dengan mobil dari arah yang berlawanan ketika hendak

15

mendahului sebuah mobil didepanya. Kecepatan sepeda motor + 60 km


/jam. Mekanisme kejadian tidak diketahui dengan jelas. Pasien mengalami
penurunan kesadaran sesaat setelah kejadian, kemudian pasien dibawa ke
RS siak. Kemudian pasien dirujuk ke RSUD AA, pasien sadar namun tidak
bisa menggerakkan lengan bawah kanan, tungkai atas kiri dan tungkai
bawah kanan. Terdapat luka dan nyeri. Tungkai bawah kanan pasien harus
diamputasi karena terdapat kematian jaringan. Terdapat luka robek di
kepala kiri pasien.

Mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), kejang (-).

Perdarahan dari telinga, hidung dan mulut (-)

Trauma tempat lain: Trauma tempat lain: v. Laceratum

Riwayat Penyakit Dahulu:

Tidak ada yang berhubungan.

Riwayat Kebiasaan

Tidak ada yang berhubungan

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis

Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Komposmentis kooperatif

Keadaan gizi

: kesan baik

Vital sign

:Tekanan darah : 110/60 mmHg


Nadi : 84x/menit, reguler, isi cukup
Suhu : 37,2 oC
Frek. Napas : 22 x/menit

Pemeriksaan kepala dan leher :

16

Tampak jar parut bekas jahitan yang menyembuh a/r frontalis sinistra
dengan panjang 3 cm. Nyeri tekan (-)

Mata : konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Pemeriksaan toraks

: Dalam Batas Normal

Pemeriksaan abdomen

: Dalam Batas Normal

Pemeriksaan ekstremitas :
Ekstremitas superior dextra
Look

: tampak deformitas pada 1/3 proksimal region antebracii. oedema


(-), warna sama dengan kulit sekitar. Skin lose (-)

Feel

: Nyeri tekan (+), krepitasi (+), NVD baik, pulsasi A. Dorsalis pedis
(+)

Move

: Terbatas oleh karena nyeri

Ekstremitas inferior dextra


Look

: tampak verban yang terpasang menutupi regio femoris 1/3 distal


post amputasi.

Feel

: Nyeri tekan (+), NVD baik

Move

: gerakan aktif dan pasif baik

Ekstremitas inferior sinistra.


Look

: tampak deformitas pada regio femoris 1/3 distal . oedema (-),


warna sama dengan kulit sekitar. Skin lose (-)

Feel

: Nyeri tekan (+), krepitasi (+),


NVD baik, Pulsasi A. Dorsalis pedis (+)

Move

: Terbatas oleh karena nyeri

Diagnosis kerja
Fraktur multipel :
- Fraktur antebrachii dekstra 1/3 proksimal tertutup
- Fraktur femur sinistra 1/3 distal tetutup

17

Rencana pemeriksaan lanjutan


Ro Antebrachii dextra AP/Lateral
Ro Femoris sinistra AP/Lateral
Darah rutin
Pemeriksaan radiologis

Kesan :
- Fraktur ulna dextra metafisis proksimal cominuted + Dislokasi lateral kaput
radius dextra (Bado Montegia Fracture)
- Fraktur femur sinistra 1/3 distal dengan garis fraktur oblique dislokasi ad axim
cum contractionum
Darah rutin :
Hb

: 11,3 gr %

Ht

: 34 vol %

Leukosit

: 8400/mm3

Trombosit

: 545.0000/mm3

Diagnosis :

18

- Monteggia fractures Bado Classification Type III


- Fraktur femur sinistra 1/3 distal tertutup
Penatalaksanaan
-

ORIF

Figure 21.2. The Bado classification of Monteggia fractures. (A) Type I. An


anterior dislocation of the radial head with associated anteriorly angulated fracture

19

of the ulna shaft. (B) Type II. Posterior dislocation of the radial head with a
posteriorly angulated fracture of the ulna. (C) Type III. A lateral or anterolateral
dislocation of the radial head with a fracture of the ulnar metaphysic. (D) Type IV.
Anterior dislocation of the radial head with a fracture of the radius and ulna.
(From Bado JL. The Monteggia lesion. Clin Orthop 1967;50:7086..)

20

Anda mungkin juga menyukai