Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA FISIKA
PERCOBAAN I
PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN
MASSA JENIS GAS

Nama

: Akhmad Baihaqi

NIM

: J1E108059

Hari/ Tanggal Praktikum : Kamis, 16 April 2009


Hari/ Tanggal Dikumpul

: Kamis, 23 April 2009

Hari/ Tanggal Acc

Kelompok

: VI (Enam)

Asisten

: Noor Ilma Maharani

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2009
PERCOBAAN I
PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN PENGUKURAN
MASSA JENIS GAS
I.

TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan berat molekul senyawa
volatil berdasarkan pengukuran massa jenis gas dengan menggunakan persamaan gas
ideal.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Gas mempunyai sifat bahwa molekul-molekulnya sangat berjauhan satu sama
lain sehingga hampir tidak ada gaya tarik menarik atau tolak menolak diantara
molekul-molekulnya sehingga gas akan mengembang dan mengisi seluruh ruang
yang ditempatinya, bagaimana pun besar dan bentuknya. Untuk memudahkan
mempelajari sifat-sifat gas ini baiklah dibayangkan adanya suatu gas ideal yang
mempunyai sifat-sifat :
a.

Tidak ada gaya tarik menarik di antara molekul-molekulnya.

b. Volume dari molekul-molekul gas sendiri diabaikan.

c.

Tidak ada perubahan enersi dalam (internal energy = E) pada pengembangan.


Sifat-sifat ini didekati oleh gas inert (He, Ne, Ar dan lain-lain) dan uap Hg

dalam keadaan yang sangat encer. Gas yang umumnya terdapat di alam (gas sejati)
misalnya: N2, O2, CO2, NH3 dan lain-lain sifat-sifatnya agak menyimpang dari gas
ideal.
Densiti dari gas dipergunakan untuk menghitung berat molekul suatu gas,
ialah dengan cara membendungkan suatu volume gas yang akan dihitung berat
molekulnya dengan berat gas yang telah diketahui berat molekulnya (sebagai
standar) pada temperatur atau suhu dan tekanan yang sama. Densiti gas
diidenfinisikan sebagai berat gas dalam gram per liter. Untuk menentukan berat
molekul ini maka ditimbang sejumlah gas tertentu kemudian diukur PV dan T-nya.
Menurut hukum gas ideal :
PV = nRT

dimana

n =

M =

Bila gas ideal sifat-sifatnya dapat dinyatakan dengan persamaan yang


sederhana ialah PV = n R T, maka sifat-sifat gas sejati hanya dapat dinyatakan
dengan persamaan, yang lebih kompleks lebih-lebih pada tekanan yang tinggi dan
temperatur yang rendah. Bila diinginkan penentuan berat molekul suatu gas secara
teliti maka hukum-hukum gas ideal dipergunakan pada tekanan yang rendah. Tetapi
akan terjadi kesukaran ialah bila tekanan rendah maka suatu berat tertentu dari gas
akan mempunyai volume yang sangat besar.. Untuk suatu berat tertentu bila tekanan
berkurang volume bertambah dan berat per liter berkurang. Densiti yang
didefinisikan dengan W/V berkurang tetapi perbandingan densiti dan tekanan d/p
atau W/pV akan tetap, sebab berat total W tetap dan bila gas dianggap gas ideal pV
juga tetap sesuai dengan persamaan berikut :

PV =
M =

RT

R T = (d/p)o R T

Suatu aliran dari udara kering yang bersih dilewatkan cairan yang diukur
tekanan uapnya. Ketelitian dari pengukuran ini tergantung pada kejenuhan udara
tersebut. Untuk menjamin kejenuhan ini maka udara dilewatkan cairan tersebut
secara seri. Bila V adalah volume dari w gram cairan tersebut dalam keadaan uap,
M berat mol cairan dan tekanan uap dari cairan tersebut pada temperatur T maka
tekanan uap dapat dihitung dengan hukum gas ideal :
P = () RT
(Respati, 1992).
Hukum gabungan gas untuk suatu sampel gas menyetakan bahwa
perbandingan PV/T adalah konstan
= konstan
Sebetulnya untuk gas-gas real (nyata) seperti metana (CH3) dan oksigen dilakukan
pengukuran secara cermat, ternyata hal ini tidak benar betul. Gas hipotesis yang
dianggap akan mengikuti hukum gabungan gas pada berbagai suhu dan tekanan
hukum gabungan gas pada berbagai suhu dan tekanan disebut gas ideal. Gas nyata
akan menyimpang dari sifat gas ideal.. Pada tekanan yang relatif rendah termasuk
pada tekanan atmosfer serta suhu yang tinggi, semua gas akan menempati keadaan
ideal sehingga hukum gas gabungan dapat dipakai untuk segala macam gas yang
digunakan (Brady, 1999).
Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat digunakan
untuk menentukan berat molekul senyawa volatil. Dalam hal ini menyarankan

konsep gas ideal, yakni gas yang akan mempunyai sifat sederhana yang sama
dibawah kondisi yang sama (Haliday, 1978).
Persamaan yang menghubungkan langsung massa molekul gas dengan
rapatannya dapat diturunkan dari hukum gas ideal. Jika jumlah mol suatu gas dapat
diketahui dengan membagi massanya dalam gram dengan massa molekulnya.
Jumlah mol (n) =
Bila dimasukan dalam hukum gas ideal menghasilkan :
PV = R T
M =
Rapatan (d) adalah perbandingan antara massa (berat) terhadap volume, (g/V).
Maka persamaan dapat ditulis :
M = d
(Brady, 1999).
III. METODELOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan bahan
a. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah erlenmeyer (150
ml), gelas piala (600 ml), aluminium foil, karet gelang, jarum, neraca analitik
dan desikator.
b. Bahan
Bahan-bahan Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini adalah
akuades, cairan volatil seperti CHCl3 dan aseton.

Rancangan alat :

lubang kecil

aluminium foil

karet gelang
1cm

erlenmeyer
uap cairan X

air
mendidih
cairan
volatil
gelas

api

piala

3.2 Prosedur Percobaan


1.

Mengambil sebuah labu erlenmeyer yang berleher kecil, yang bersih dan
kering, kemudian menutup dengan aluminium foil dan kencangkan dengan
karet gelang.

2.

Menimbang labu erlenmeyer beserta aluminium foil dan karet gelang


dengan menggunakan neraca analitik.

3.

Memasukkan sebanyak 5 ml cairan volatil ke dalam labu erlenmeyer,


kemudian menutup kembali dengan aluminium foil dan mengencangkan

dengan karet gelang. Kemudian dengan menggunakan jarum dibuat lubang


kecil pada aluminium foil.
4. Merendam labu erlenmeyer di dalam penangas air dengan temperatur kurang
dari 100oC
5.

Membiarkan sampai seluruh cairan volatil menguap, mencatat temperatur


penangasnya, kemudian diangkat. Lalu mengeringkan bagian luar labu
erlenmeyer, kemudian diletakkan di dalam desikator untuk didinginkan.

6.

Menimbang labu erlenmeyer yang telah dingin tanpa melepas aluminium


foil dan karet gelang.

7. Menentukan volume dari labu erlenmeyer dengan cara mengisi labu dengan
air sampai penuh.
8. Mengukur tekanan atmosfer dengan menggunakan barometer.
IV. HASIL DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Pengamatan
Massa labu erlenmeyer, allumunium
foil, dan karet gelang
Massa erlenmeyer dan volatil
Massa cairan x
Massa erlenmeyer dan air
Massa air
Temperatur air
Temperatur air (volatil menguap)
Temperatur atmosfir

Kloroform

Aseton

72,98 g

73,80 g

73,66 g
0,68 g
209,4
136,88 g
30C
85C
1 atm

73,95 g
0,15 g
208,80 g
135,68 g
31C
82C
1 atm

4.2 Perhitungan

Perhitungan untuk kloroform ( CHCl3 )


Dik : massa air

= 136,88 gr

air

= 0,9960 gr/ cm3

T air dalam labu = 300 C


Massa CHCl3 = ( massa labu erlenmeyer + alumunium foil + karet

geleng +

cairan terkondensasi ) ( massa labu erlenmeyer +


alumunium foil + karet gelang )
= 73,66 gr 72,98 gr
=

0,68 gr

T air dalam penangas = 1000 C = 100 + 273 = 373 0K


P = 1 atm
Dit : BM CHCl3
Jawab :
V air = = = 137,429 cm3 = 137,429. 10-3 L
V air = V kloroform = 137,429. 10-3 L
= = = 4,948 gr/L
BM = = 4,948 . = 151,45 gr/L

Perhitungan untuk aseton

Dik : massa air = 135,68 gr


air

= 0,9960 gr/ cm3

T air dalam labu = 310 C


Massa aseton = (massa labu erlen meyer + aluminium foil + karet gelang +
cairan terkondensasi) (massa labu erlenmeyer + aluminium
foil + karet gelang).
= 73,95 gr 73,80 gr
= 0,15 gr
Tair dalam penangas

= 1000 C = 100 + 273 = 373 0K

P = 1 atm
Dit : BM aseton
Jawab :
V air = = = 136,225 cm3 = 136,225. 10-3 L
V air = V aseton = 136,225. 10-3 L
= = = 1,1011 gr/L
BM = = 1,1011. = 33,7035 gr/L

Perhitungan Persen Eror


Untuk kloroform
Dik : BM praktek = 151,45 gr/L
BM teori

= 119,5 gr/mol

Dit : % error
Jawab :
%error = =
=26,7364 %
Untuk aseton
Dik : BM praktek = 33,7035 gr/L
BM teori

= 58 gr/mol

Dit : % error
Jawab :
%error = =
= 41,8905 %

Perhitungan Faktor Koreksi


Untuk kloroform
Dik : mair

= 136,88 gr

Suhu kamar

= 25 0C

Vudara=Verlenmeyer

= 137,429. 10-3 L

BM udara

= 28,8 gr/mol

Suhu dalam penangas = 100 0C = 373 0K

Dit : BM CHCl3
Jawab :
Faktor koreksi
Log P =
=
= 2,2954
P

= 197,424 mmHg
= 0,2598 atm

massa udara
P BM =
mudara

= =
= 0,042 gr

massa total = massa udara + massa kloroform


= 0,042 + 0,68
= 0,722 gr
gr/L
BM kloroform = = 5,2536 = 160,8041 gr/mol
Untuk aseton
Dik : mair

= 135,68 gr

Suhu kamar

= 25 0C

Vudara=Verlenmeyer

= 136,225. 10-3 L

BM udara

= 28,8 gr/mol

Suhu dalam penangas = 100 0C = 373 0K


Dit : BM aseton

Jawab :
Faktor koreksi
Log P =
=
= 2,2954
P

= 197,424 mmHg
= 0,2598 atm

massa udara
P BM =
mudara

= =
= 0,0417 gr

massa total = massa udara + massa aseton

= 0,0417 + 0,15
= 0,567 gr
gr/L
BM aseton = = = 127,398 gr/mol

Tabel Hasil Perhitungan


Tabel 2
Cairan
Volatil
CHCl3
Aseton

air (g / L)

m cairan (g)

P (atm)

4,948
1,1011

0,689
0,159

1
1

Tabel 3

V.

Cairan Volatil

BM (g / mol)

m total (g)

CHCl3
Aseton

151,54
33,7045

0,722
0,567

BM koreksi
(g / mol)
160,8041
127,398

% Error (%)
26,7364 %
41,8905 %

PEMBAHASAN
Persamaan gas ideal bersama-sama dengan massa jenis gas dapat
digunakan untuk menentukan berat molekul senyawa volatil. Dalam hal ini

menyarankan konsep gas ideal, yakni gas yang akan mempunyai sifat sederhana
yang sama dibawah kondisi yang sama. Berdasarkan persamaan gas ideal dapat
diketahui bahwa banyaknya mol gas biasanya dinyatakan sebagai n, juga sama
dengan massa, m dibagi massa molar, M (yang mempunyai satuan) g/mol ) jadi
n = mol/M. Berat molekul (bila tak bedimensi) sama dengan bilangan massa
molar :
PV =
Praktikum kali ini bertujuan untuk dapat menentukan berat molekul
senyawa volatil berdasarkan pengukuran massa jenis gas dengan menggunakan
persamaan gas ideal. Pada percobaan kali ini dipergunakan sampel berupa
larutan kloroform dan aseton.
Pada praktikum kali ini, dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan
massa erlenmeyer kosong agar dapat menentukan massa cairan. Berat labu
erlenmeyer ditambahkan alumium foil dan karet gelang untuk kloroform yakni
72,98 gr sedangkan berat labu erlenmeyer ditambah alumium foil dan karet
gelang untuk aseton yakni 73,80 gr. Labu erlenmeyer kemudian dimasukan
kloroform/aseton lalu dipanaskan sampai suhu 100 C. Setelah semua cairan
volatil menguap, labu erlenmeyer diangkat, kemudian diletakkan dalam
desikator. Desikator berfungsi sebagai pengering dan pendingin dari alat
laboratorium untuk percobaan. Berat labu erlenmeyer ditambahkan alumium foil
dan karet gelang untuk kloroform yang didinginkan yakni 73,66 gr sedangkan
berat labu erlenmeyer ditambah alumium foil dan karet gelang untuk aseton
yang didinginkan yakni 73,95 gr. Oleh karena itu didapatkan berat cairan
kloroform yakni 0,689 gr dan untuk aseton yakni 0,159 gr.
Dengan menggunakan persamaan gas ideal maka diperoleh BM dari
larutan volatil tersebut. Dalam perhitungan didapatkan nilai BM kloroform ialah
151,45 gr/mol, sedangkan BM kloroform yang sebenarnya adalah 119,5 g/mol.
Dalam perhitungan didapatkan nilai BM aseton ialah 33,7045

gr/mol,

sedangkan BM aseton yang sebenarnya adalah 58 g/mol. Hasil yang didapatkan


ini jauh berbeda dengan nilai BM secara teoritis. Kesalahan ini dapat terjadi
karena kekurangtelitian praktikan pada saat praktikum. Kesalahan dapat juga
terjadi karena kesalahan pada saat melakukan pemanasan; alat yang digunakan
kurang bersih dan steril; masih terdapatnya udara dalam labu erlenmeyer hingga
mempengaruhi nilai BM yang diperoleh.
Dalam perhitungan berat molekul (BM) aseton dan kloroform dapat
menggunakan persamaan gas ideal yaitu dengan adanya volume air dan massa
jenisnya, maka dapat dihitung massa jenis zatnya. Dengan mengetahui nilai
massa jenis zat maka berat molekul juga dapat dihitung.

Pada data hasil

perhitungan dapat disimpulkan bahwa nilai massa cairan volatil berpengaruh


terhadap berat molekul (BM). Dengan demikian, semakin besar nilai dari massa
cairan volatil nya maka semakin besar pula nilai berat molekulnya.
Dalam percobaan kali ini digunakan dua larutan volatil, yaitu zat
kloroform dan aseton. Kedua cairan volatil tersebut tampak berbeda dalam lama
pengerjaannya. Pada larutan kloroform, zat bila dipanaskan lebih lambat
menguap daripada aseton. Hal tersebut disebabkan karena berat molekul dari
kloroform itu sendiri jauh lebih besar daripada aseton sehingga fase dari
kloroform jauh lebih sulit untuk diubah daripada aseton.

VI.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum ini antara lain :
1. Penentuan berat molekul senyawa volatil dapat dilakukan dengan mengukur
massa jenis senyawa dan menggunakan persamaan gas ideal.

2.

Nilai BM (berat molekul) yang diperoleh pada percobaan untuk kloroform


adalah sebesar 151,45gr/mol, sedangkan nilai BM teoritisnya sebesar 119,5
gr/mol.

3. Nilai BM (berat molekul) yang diperoleh pada percobaan untuk aseton adalah
sebesar 30,7045 gr/mol, sedangkan nilai BM teoritisnya sebesar

58 gr/mol.

4. Pada perhitungan persen error, diproleh hasil yakni % error BM kloroform


yakni 26,7364 %, sedangkan untuk % error BM aseton yakni 41,8905 %.

DAFTAR PUSTAKA

Brady, James E. 1999. Kimia Universitas, Jilid 1, edisi kelima. Binarupa Aksara.
Jakarta.
s
Halliday dan Resnick. 1978. Fisika Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Respati. 1992. Dasar-Dasar Ilmu Kimia Untuk Universitas. Rineka Cipta. Yogyakarta.

PENENTUAN BERAT MOLEKUL BERDASARKAN MASSA JENIS


GAS
I. Kelebihan
1. Dengan metode ini, kita dapat menentukan berat molekul suatu senyawa volatil dengan
peralatan yang lebih sederhana.
2. Percobaan ini menggunakan penangas air sebagai pengatur suhu. Sehingga percobaan
ini lebih cocok untuk senyawa yang memiliki titik didih kurang dari 100 0C.
3. Dengan adanya faktor koreksi, maka dapat meminimalkan kesalahan perhitungan data
hasil percobaan.
II. kelemahan
1. Ketidak tepatan pengamatan pada saat cairan telah menguap semua atau belum dapat
mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan. Jika masih ada cairan yang belum menguap
atau masih ada cairan yang tersisi dalam labu erlenmeyer, maka dapat mengakibatkan
kesalahan dalam perhitungan massa jenis gas dan pada akhirnya mengakibatkan
kesalahan pada perhitungan berat molekul.
2. Mahasiswa tidak mengetahui dengan pasti titik didih dari suatu sampel senyawa.
Sehingga timbul pertanyaan apakah suhu penangas air yang tercatat sangat berpengaruh
pada nilai berat molekul yang dihasilkan atau tidak. Pertanyaan ini timbul karena bila
labu erlenmeyer dimasukkan dalam penangas air pada suhu misal 80 0C, maka cairan
volatil tersebut akan menguap total pada suhu sedikit di atas 80 0C. Jika labu erlenmeyer
dimasukkan berisi sampel volatil dimasukkan ke dalam penangas air pada suhu (misal)
90 0C, maka dalam perhitungan nilai berat molekul yang diperoleh akan pasti berbeda.
Rumus: P.V = n.R.T
3. Metode penentuan berat molekul berdasarkan massa jenis gas ini tidak cocok untuk

senyawa dengan titik didih di atas 100 0C.


IDENTIFIKASI JENIS ALKOHOL PRIMER
DALAM REAKSI DEHIDRASI ALKOHOL
BERDASARKAN MASSA JENIS GAS ALKENA YANG DIHASILKAN
A. Data dan fakta.
Alkena adalah senyawa non polar. Gaya tarik antar molekul terjadi olehakibat gaya
dispersi. Secara umum, sifat-sifat fisika alkena mirip dengan sifat-sifat fisika alkana.
Alkena yang terdiri dari 2-4 atom karbon berwujud gas pada temperatur kamar. Alkena
yang terdiri lima atau lebih atom karbon berupa cairan tidak berwarna dengan berat jenis
lebih kecil daripada air. Alkena tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alkena lain,
pelarut organik non polar, dan etanol. Alkena dapat dibuat dengan cara
mereaksikan alkohol (dalam percobaan ini digunakan alkohol primer) dengan H2SO4
pekat pada suhu 160-1700C. Perubahan alkohol primer menjadi alkena ini merupakan
proses dehidrasi (pelepasan air).
Persamaan reaksinya:
H2SO4 pekat
160-1700C
CnH2n+2O CnH2n + H2O
Pada reaksi di atas, CnH2n+2O yang digunakan adalah alkohol primer.
Pada reaksi ini, H2SO4 pekat berfungsi sebagai dehidrator. Bila digunakan alkohol
sekunder atau tersier, dehidratornya harus H2SO4 encer, karena penggunaan H2SO4
pekat menyebabkan alkena yang terbentuk mengalami polarisasi. Dalam hal kereaktifan
dehidrasi diperoleh urutan alkohol primer > alkohol sekunder > alkohol tersier.
B. Masalah atau Kesenjangan.
Seringkali kita mengalami kesulitan untuk membedakan atau mengidentifikasi suatu
alkohol primer. Misalnya jika kita diberi suatu sampel alkohol primer dan kita dituntut
untuk mengidentifikasi atau menentukan nama apakah alkohol tersebut adalah propanol
ataukah butanol ataukah pentanol, dst.
Apabila identifikasi jenis atau nama suatu alkohol primer tersebut dilakukan atas dasar
reaksi alkohol dengan pereaksi tertentu, pasti sangat sulit. Hal ini dikarenakan
oleh, semua jenis alkohol mengalami reaksi sama, baik reaksi subtitusi maupun reaksi
dengan senyawa yang lain. Yang membedakan dalam reaksi ini adalah struktur alkohol
(primer, sekunder, tersier) merupakan penentu dari hasil reaksi.
C. Solusi.
1. Dasar teori.
Massa molekul relatif dadri suatu senyawa dapat ditentukan dengan berbagai metode

tergantung dari sifat-sifat fisika senyawa yang bersangkutan. Massa molekul senyawa
yang volatil dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan gas ideal dan massa jenis
gas.
P.V = n.R.T, dengan konsep mol menjadi P.V = (m/Mr).R.T
.R.TSehingga persamaanya dapat diubah menjadi P.Mr = (m/V).R.T =
Dimana: Mr = massa molekul
P = tekanan gas
V = volume gas
T = suhu ( 0K )
R = tetapan gas
= massa jenis gas
Suatu senyawa alkena dengan atom C lebih dari 5 yang dihasilkan dari dehidrasi suatu
erlenmeyer (atom C lebih dari 5) dapat diketahui berat molekulnya berdasarkan massa
jenis gas yang dihasilkan.
Bila suatu alkena (dengan titik didih < 1000C) ditempatkan dalam labu erlenmeyer yang
mempunyai lubang kecil pada bagian penutupnya dan kemudian labu erlenmeyer tersebut
dipanaskan sampai kurang lebih 1000C, maka cairan tadi akan menguap dan uap itu akan
mendorong udara yang terdapat pada labu erlenmeyer keluar melalui lubang kecil tadi.
Setelah semua udara keluar, pada akhirnya uap cairan tersebut akan keluar, sampai uap
ini berhenti keluar bila keadaan setimbang tercapai, yaitu tekanan udara cairan dalam
labu erlenmeyer sama dengan tekanan udara luar.
Pada kondisi kesetimbangan ini, labu erlenmeyer hanya berisi uap cairan dengan tekanan
sama dengan atmosfer, volume sama dengan volume labu erlenmeyer dan suhu sama
dengan suhu titik didih air dalam penangas air ( kurang lebih 1000C). Labu erlenmeyer
ini
kemudian diambil dari penangas air, didinginkan dalam desikator dan ditimbang sehingga
massa gas yang terdapat di dalamnya dapat diketahui. Kemudian .R.T, berat molekul
senyawadengan menggunakan persamaan P.Mr = tersebut dapat dapat ditentukan.
Bila alkena yang dihasilkan memiliki titik didih yang lebih besar, maka penangas yang
berisi air dapat diganti dengan senyawa lain yang memiliki titik didih tinggi (misalnya
minyak). Hal yang perlu diperhatikan adalah pengamatan harus secermat dan seteliti
mungkin, hal ini dikarekan warna dari minyak dapat menghambat pengamatan pada saat
cairan telah menguap semuanya. Pada saat pengeringan labu erlenmeyer, bagian luar labu
juga harus benar-benar kering agar perhitungan berat molekul mendekati harga berat
molekul yang sebenarnya.
2. Prosedur penyelesaian masalah.
1. Dimasukkan kurang lebih 5 ml alkohol cair yang akan diidentifikasi ke dalam tabung
reaksi. Kemudian dipanaskan sampai suhu 160-1700C.

2. Ditambahkan tetes demi tetes H2SO4 pekat.


3. Alkena yang diperoleh dipisahkan dari H2O (alkena dapat dipisahkan dengan mudah
dari air, karena alkena tidak larut dalam air).
4. Ambil sebuah labu erlenmeyer berleher kecil yang bersih dan kering, tutup labu
erlenmeyer dengan menggunakan aluminium foil dan karet gelang
5. Timbang labu erlenmeyer tadi beserta aluminium foil dan karet gelang dengan
menggunakan neraca analitik.
6. Masukkan kurang lebih 5 ml alkena hasil dehidrasi alkohol ke dalam labu erlenmeyer,
kemudian tutup kembali dengan menggunakan karet gelang erat-erat sehingga tutup ini
beersifat kedap udara. Dengan menggunakan jarum buatlah lubang kecil pada aluminium
foil agar uap dapat keluar.
7. Rendam labu erlenmeyer dalam penangas air bersuhu kurang lebih 1000C (untuk
alkena dengan titik didih 1000C) sedemikian sehingga air kurang lebih 1 cm di bawah
aluminium foil. Biarkan labu erlenmeyer dalam penangas air sampai semua cairan
menguap. Catat suhu penangas air tersebut.
8. Setelah semua ciran volatil dalam labu erlenmeyer menguap, angkatlah labu
erlenmeyer dari penangas, keringkan air yang terdapat pada bagian luar labu erlenmeyer
dengan lap, lalu tempatkan labu erlenmeyer dalam desikator. Uap cairan volatil yang
terdapat dalm labu erlenmeyer akan kembali menjadi cairan.
9. Timbang labu erlenmeyer yang sudah dingin tadi dengan neraca analitik (jangan
lepaskan tutup aluminium foil sebelum labu erlenmeyer ditimbang).
10. Tentukan volume labu erlenmeyer dengan jalan mengisi lebu erlenmeyer dengan air
sampai penuh dan menimbang massa air yang terdapat dalam erlenmeyer. Volume air bisa
diketahui bila massa jenis air pada suhu air = m/V.dalam labu erlenmeyer diketahui
dengan menggunakan rumus
11. Ukur tekanan atmosfer dengan menggunakan barometer.
12. Dihitung berat molekul alkena dengan menggunakan faktor koreksi.
13. Berdasarkan persamaan reaksi dalam dehidrasi alkohol, tentukan jenis alkohol cair
yang digunakan dalam reaksi dehidrasi.

Anda mungkin juga menyukai