Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker merupakan masalah paling utama dalam bidang kedokteran dan
merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama di dunia serta
merupakan penyakit keganasan yang bisa mengakibatkan kematian pada
penderitanya karena sel kanker merusak sel lain. Sel kanker adalah sel normal
yang mengalami mutasi/perubahan genetik dan tumbuh tanpa terkoordinasi
dengan sel-sel tubuh lain. Proses pembentukan kanker (karsinogenesis)
merupakan kejadian somatik dan sejak lama diduga disebabkan karena
akumulasi perubahan genetik dan epigenetik yang menyebabkan perubahan
pengaturan normal kontrol molekuler perkembang biakan sel. Perubahan
genetik tersebut dapat berupa aktivasi proto-onkogen dan atau inaktivasi gen
penekan tumor yang dapat memicu tumorigenesis dan memperbesar
progresinya (Syaifudin, 2007).
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah.Penegakan diagnosis
penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan
memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan
kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi
diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks,
ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya (PDPI, 2003).
Menurut data jenis kanker yang menjadi penyebab kematian terbanyak
adalah kanker paru, mencapai 1,3 juta kematian pertahun. Disusul kanker
lambung (mencapai lebih dari 1 juta kematian pertahun), kanker hati (sekitar
662.000 kematian pertahun), kanker usus besar (655.000 kematian pertahun),
dan yang terakhir yaitu kanker payudara (502.000 kematian pertahun) (WHO
2005 dalam Lutfia, 2008).
Di Amerika Serikat kematian karena kanker paru mencapai 36% dari
seluruh kematian kanker pada laki-laki, merupakan urutan pertama penyebab
kematian pada laki-laki (Mangunnegoro, 1990). Mayo Lung mendapatkan

kematian akibat kanker paru terhadap penderita kanker paru didapatkan angka
3,1 per 1000 orang tiap tahun (Alsagaf, 1995).
Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini sangat bergantung pada
kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti. Penemuan kanker
paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan penemuan
diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita
memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya
meskipun tidak dapat menyembuhkannya.
Pilihan terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat buruknya respons
kanker paru terhadap berbagai jenis pengobatan.Bahkan dalam beberapa kasus
penderita kanker paru membutuhkan penangan sesegera mungkin meski
diagnosis pasti belum dapat ditegakkan.Kanker paru dalam arti luas adalah
semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari
paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di
paru).Dalam pedoman penatalaksanaan ini yang dimaksud dengan kanker paru
ialah kanker paru primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus
atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).
Menurut konsep masa kini kanker adalah penyakit gen. Sebuah sel normal
dapat menjadi sel kanker apabila oleh berbagai sebab terjadi ketidak
seimbangan antara fungsi onkogen dengan gen tumor suppresor dalam proses
tumbuh dan kembangnya sebuah sel.Perubahan atau mutasi gen yang
menyebabkan terjadinya hiperekspresi onkogen dan/atau kurang/hilangnya
fungsi gen tumor suppresor menyebabkan sel tumbuh dan berkembang tak
terkendali. Perubahan ini berjalan dalam beberapa tahap atau yang dikenal
dengan proses multistep carcinogenesis. Perubahan pada kromosom, misalnya
hilangnya heterogeniti kromosom atau LOH juga diduga sebagai mekanisme
ketidak normalan pertumbuhan sel pada sel kanker.
Dari berbagai penelitian telah dapat dikenal beberapa onkogen yang
berperan dalam proses karsinogenesis kanker paru, antara lain gen myc, gen kras sedangkan kelompok gen tumor suppresor antaralain, gen p53, gen rb.
Sedangkan perubahan kromosom pada lokasi 1p, 3p dan 9p sering ditemukan
pada sel kanker paru (PDPI, 2003).
Kanker paru biasanya tidak dapat diobati, pengobatan mungkin hanya
dengan jalan pembedahan, dimana sekitar 13% dari pasien dengan
2

pembedahan mampu bertahan selama lima tahun. Metastasis penyakit


biasanya timbul, dan hanya 16% pasien yang penyakitnya dapat dilokalisasi
pada saat diagnosis (Boring 1994).Dikarenakan terjadinya metastasis, maka
penatalaksanaan medis kanker paru sering kali ditujukan untuk mengatasi
gejala (paliatif) dibandingkan dengan penyembuhan (kuratif).Diperkirakan
85% dari kanker paru terjadi akibat merokok. Oleh karena itu, pencegahan
yang paling baik adalah jangan memulai merokok
1.2 Rumusan Masalah
a. Apakah definisi dari tumor paru?
b. Bagaimana klasifikasi pada tumor paru?
c. Apa saja etiologi/faktor pencetus tumor paru?
d. Bagaimana patofisiologi tumor paru?
e. Apa saja manifestasi klinis tumor paru?
f. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan tumor
g.
h.
i.
j.
k.

paru?
Bagaimana penatalaksanaan tumor paru?
Apa saja komplikasi yang ditimbulkan tumor paru?
Bagaimana prognosis tumor paru?
Bagaimana web of caution untuk tumor paru?
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan tumor paru?

1.3 Tujuan Umum


Secara umum, makalah ini bertujuan untuk mengetahui penyakit tumor
pada saluran pernapasan khususnya tumor pada paru.
1.4 Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari tumor paru?
b. Mengetahui klasifikasi pada tumor paru?
c. MengetahuiApa saja etiologi/faktor pencetus tumor paru?
d. Mengetahui patofisiologi tumor paru?
e. MengetahuiApa saja manifestasi klinis tumor paru?
f. MengetahuiApa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien
g.
h.
i.
j.
k.

dengan tumor paru?


Mengetahui penatalaksanaan tumor paru?
MengetahuiApa saja komplikasi yang ditimbulkan tumor paru?
Mengetahui prognosis tumor paru?
Mengetahuiweb of caution untuk tumor paru?
Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan tumor paru?

1.5 Manfaat
a. Bagi masyarakat
3

Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai


tumor pada saluran pernapasan, khususnya tumor pada paru.
b. Bagi tenaga kesehatan
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus tumor paru.
c. Bagi penulis
Penulis berharap dapat menambah wawasan pada pasien dengan
kasus tumor paru

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (price,
patofisiologi, 1995). Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel-sel yang
mengalami proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000 ).
Kanker paru adalah pertumbuhan sel-sel kanker yang tidak dapat
terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah
karsinogen lingkungan terutama asap rokok (Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) dan metastasis
tumor di paru. Metastasis tumor di paru adalah tumor yang tumbuh sebagai
akibat penyebaran (metastasis) dari tumor primer organ lain. Definisi khusus

untuk kanker paru primer yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus.
Meskipun jarang dapat ditemukan kanker paru primer yang bukan berasal dari
epitel bronkus misalnya bronchial gland tumor. Tumor paru jinak yang sering
adalah hamartoma (Divisi Onkologi Toraks FKUI, 2006)
Tumor paru adalah suatu jenis tumor yang sulit di sembuhkan, tumor ini
tumbuh di organ paru-paru. Tumor paru diakibatkan oleh sel yang membelah
dan tumbuh tidak terkendali di bagian organ paru-paru. Proses keganasan pada
epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang
terjadi pada masa prakanker disebut metaplasia skuamosa yang ditandai
dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.
Perbedaan Kanker dan Tumor
Kanker sering dikenal sebagai tumor, tetapi tidak semua tumor disebut
kanker. Masih banyak masyarakat yang menyalah artikan pengertian antara
tumor dan kanker. Tumor merupakan satu sel liar yang berada dibagian tubuh
dan terus membesar di lokasi yang tetap atau tidak menyebar ke bagian tubuh
yang lain. Akibatnya, terdapat benjolan di bagian tubuh tertentu. Munculnya
benjolan di bagian tubuh tertentu baik disertai rasa sakit maupun tidak patut
diwaspadai sebagai tumor. Jika tidak diobati secara benar sel tumor bias
berubah menjadi kanker.
Tumor dibagi menjadi dua, yakni tumor jinak dan tumor ganas. Tumor
jinak tumbuh lambat, bersimpai (mengandung kista), dan berselaput
pembungkus, sehingga relative tidak berbahaya dan mudah dioperasi atau
diangkat. Tumor ganas adalah kanker yang tumbuh dengan cepat, tidak
bersimpai, dan tumbuhnya menyusup kebagian lain melalui pembuluh darah
dan pembuluh getah bening.
Berbeda dengan tumor yang tidak berkembang, sel kanker justru terus
membelah diri dengan cepat dan tidak terkontrol. Karena itu, sel kanker sangat
mudah menyebar ke beberapa bagian tubuh. Jika tidak segera diobati, sel-sel
kanker akan terus tumbuh menyusup ke jaringan di sekitarnya, lalu membuat
anak sebar ke tempat yang lebih jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh

getah bening. Sel kanker yang sudah menyebar ke berbagai tempat sangat sulit
diobati. Bahkan, secara medis harapan sembuhnya cukup kecil.
Secara garis besar, kanker dibagi menjadi empat jenis sebagai berikut.
1. Karsinoma, yakni kanker yang tubuh dan berkembang di sel epitel.
2. Sarcoma, yakni kanker yang tumbuh dan berkembang di jaringan
penunjang, seperti jaringan penunjang payudara.
3. Leukemia, yakni kanker yang menyerang jaringan yang menghasilkan
darah.
4. Limfoma, yakni kanker yang menyerang jaringan limpa.
Kanker mampu menyerang semua bagian tubuh. Karena itu, jenis-jenis
kanker dikenal berdasarkan organ tubuh yang terkena, seperti kanker
payudara, kanker kulit, dan kanker hati. Awalnya, kanker hanya tumbuh di
satu bagian tubuh. Namun, dalam pertumbuhannya, sel-sel kanker dapat
menyebar lebih luas ke bagian-bagian tubuh yang lain dan disebut sebagai
anak sebar atau metastasis. Biasanya kanker tidak dapat disembuhkan jika
telah erjadi metastasis.
Menurut Yale Journal of Biology and Medicine tahun 2006, ada tiga tahapan
sel normal berubah menjadi sel ganas (kanker).
1. Tahap prakasa (initiation phase), tahap ini memiliki ciri-ciri terjadinya
perubahan gen dari sel normal menjadi sel kanker.
2. Tahap promosi (promotion phase), yaitu tahapan perkembangan tumor
yang biasanya dipicu oleh sel-sel abnormal yang berhasil hidup (survive)
dan terus membelah diri.
3. Tahap progresi (progression phase), tahapan ketika terjadi pertumbuhan
tak terkendali sel-sel abnormal tersebut sehingga ukuran tumor menjadi
sangat besar dan atau sel-sel kanker mulai menyebar ke jaringan atau
organ lain.
Gambar dibawah ini mengilustrasikan bagaimana sel normal berubah
menjadi sel tumor jinak, selanjutnya menjadi ganas, tumbuh tak terkendali,
kemudian menyusup kedalam jaringan darah dan menyebar ke organ lain.

Keterangan
1. Sel-sel yang tubuh sebagai tumor jinak di jaringan epitel.
2. Sel-sel tumor yang menerobos lamina basalis.
3. Sel tumor menyerang pembuluh kapiler (perjalanan melalui aliran darah)
kurang dari 1 di dalam 1.000 selakan bertahan dan bermetastasis
4. Sel tumor melekat atau menempel di dinding pembuluh darah di hati.
5. Sel mulai keluar dari pembuluh darah.
6. Sel berkembangbiak dan bermetastasis di salam hati.
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru-paru (1977):
Karsinoma Bronkogenik
a. Karsinomaepidermoid

(skuamosa).Kanker

ini

berasal

dari

permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia,


atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan
menonjol

kedalam bronki besar. Diameter tumor

jarang

melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar


langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan
mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).Biasanya terletak ditengah
disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel sel
7

Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari


sel sel kecil dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma
sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar limfe hilus,
demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ organ
distal.
c. Adenokarsinoma

(termasuk

karsinoma

sel

alveolar).Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus


dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian
perifer segmen bronkus dan kadang kadang dapat dikaitkan
dengan jaringan parut local pada paru paru dan fibrosis
interstisial kronik. Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah
dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak
menunjukkan gejala gejala sampai terjadinya metastasis yang
jauh.
d. Karsinoma sel besar.Merupakan sel sel ganas yang besar dan
berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan
ukuran inti bermacam macam. Sel sel ini cenderung untuk
timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
Pembagian praktis untuk tujuan pengobatan :
1. Small Cell Lung Cancer (SCLC)
Gambaran histologinya yang khas adalah dominasi sel-sel kecil
yang hampir semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran kromatin yang
sedikit sekali tanpa nucleoli.Disebut juga oat cell carcinoma karena
bentuknya mirip dengan bentuk biji gandum, sel kecil ini cenderung
berkunpul sekeliling pembuluh darah halus menyerupai psedoroset.Sel-sel
yang bermitosis banyak sekali ditemukan begitu juga gambaran
nekrosis.DNA yang terlepas menyebabkan warna gelap disekitar
pembuluh darah.

Walaupun menurut statistik Small Cell Lung Cancer hanya terjadi


dalam 20% dari semua pasien kanker paru-paru, tapi jenis ini termasuk
yang paling sulit untuk diobati karena mudah menyebar ke organ lain. Dari
bentuk yang menyerupai gandum, sel-sel kanker yang disebut kanker sel
Oat.
Jenis kanker paru ini biasanya disebabkan oleh merokok.Jarang,
orang yang merokok tidak mendapatkan jenis kanker ini. Untuk
pengobatan, biasanya dokter akan merekomendasikan pengobatan
kemoterapi karena sifatnya yang mudah menyebar.

2. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)


Non Small Cell Lung Cancer adalah jenis yang paling umum dari
kanker paru-paru, dan tidak seagresif SCLC.Lebih dari 80% kasus kanker
paru-paru adalah Non Small Cell Lung Cancer.
NSCLC cenderung tumbuh dan menyebar lebih lambat.Hal ini
dapat diobati dengan operasi, radioterapi, dan atau kemoterapi tergantung
pada stadium saat kanker didiagnosa.
Ada tiga jenis Non Small Cell Lung Cancer.Setiap jenis kanker
bukan sel kecil paru-paru memiliki berbagai jenis sel kanker.sel kanker ini
dari setiap jenis tumbuh dan menyebar dengan cara yang berbeda.
Kadang cukup sulit bahkan tidak mungkin untuk membedakan
ketiga jenis sel kanker ini jika sel-sel belum sepenuhnya berkembang
menjadi sel-sel kanker. Sebelum menjadi sel kanker ganas, sel-sel yang
awalnya sel normal, memiliki proses yang rumit, yang disebut mutasi.
Ketiga jenis sel kanker ini adalah:
Karsinoma Sel Skuamosa
Jenis kanker yang paling sering ditemukan, biasanya ditemukan di
sekitar pertengahan paru di salah satu cabang baik bronkus kiri
atau kanan.Kanker jenis ini dibentuk oleh sel-sel yang ada di
sepanjang saluran pernapasan, dan biasanya disebabkan oleh
merokok.

Adenokarsinoma
Adenokarsinoma berkembang dari sel-sel yang ada di sepanjang
saluran pernapasan juga, tapi terutama terbentuk dari sel-sel yang
menghasilkan dahak. Biasanya ditemukan di luar jaringan paru-

paru.
Cell Carcinoma Besar
Kanker jenis ini cenderung tumbuh lebih cepat.

Klasifikasi histologist WHO 1999 untuk tumor paru dan tumor pleura : Epithelia
tumors
1. Benign
2. Preinsasive
3. Malignant
4. Large cell carcinoma
5. Adenosquamous carcinoma
6. Carcinoma woth pleomorphic sarcomatoid or sarcomatous element
7. Carcinoid tumor
8. Carcinomas of salicary gland tyepe
2.3Klasifikasi/Stadium
Tingkatan (staging) kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan
kelenjar getah bening (N) dan penyebaran jauh (M). Beberapa pemeriksaan
tambahan harus dilakukan dokter spesialis paru untuk menentukan staging
penyakit. Pada pertemuan pertama akan dilakukan foto toraks (foto polos
dada). Jika pasien membawa foto yang telah lebih dari 1 minggu pada
umumnya akan dibuat foto yang baru. Foto toraks hanya dapat metentukan
lokasi tumor, ukuran tumor, dan ada tidaknya cairan. Foto toraks belum dapat

10

dirasakan cukup karena tidak dapat menentukan keterlibatan kelenjar getah


bening dan metastasis luar paru.
Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang banyak,
paru kolaps, bagian luas yang menutup tumor, dapat memungkinakan pada
foto, tidak terlihat. Sama seperti pencarian jenis histologis kanker,
pemeriksaan untuk menetukan staging juga tidak harus sama pada semua
pasien tetapi masing masing pasien mempunyai prioritas pemeriksaan yang
berbeda yang harus segera dilakukan dan tergantung kondisinya pada saat
datang.
Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis kanker paru,
apakah SCLC atau NSCLC. Tahapan ini penting untuk menentukan pilihan
terapi yang harus segera diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran
dan lokasi : tumor primer, keterlibatan organ dalam dada/dinding dada (T),
penyebaran kelenjar getah bening (N), atau penyebaran jauh (M).
Tahapan perkembangan kanker paru dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Sel Kecil (SCLC)
1. Tahap terbatas, yaitu kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian
paru-paru saja dan pada jaringan disekitarnya.
2. Tahap ekstensif, yaitu kanker yang ditemukan pada jaringan dada di
luar paru-paru tempat asalnya, atau kanker ditemukan pada organorgan tubuh yang jauh.
b. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSCLC)
1. Tahap tersembunyi, merupakan tahap ditemukannya sel kanker pada
dahak (sputum) pasien di dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi
tidak terlihat adanya tumor di paru-paru.
2. Stadium 0, merupakan tahap ditemukannya sel-sel kanker hanya pada
lapisan terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif.
3. Stadium I, merupakan tahap kanker yang hanya ditemukan pada paruparu dan belum menyebar ke kelenjar getah bening sekitarnya.
4. Stadium II, merupakan tahap kanker yang ditemukan pada paru-paru
dan kelenjar getah bening di dekatnya.

11

5. Stadium III, merupakan tahap kanker yang telah menyebar ke daerah


di sekitarnya, seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau
kelenjar getah bening di sisi yang sama atau pun sisi berlawanan dari
tumor tersebut.
6. Stadium IV, merupakan tahap kanker yang ditemukan lebih dari satu
lobus paru-paru yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel-sel kanker
telah menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kelenjar
adrenalin, hati, dan tulang.
Stadium
Occult

TNM
Tx N0 M0

Carcinom
a
0
IA
IB
IIA
IIB
IIIA

Tis
T1
T2
T1
T2
T1

N0
N0
N0
N1
N1
N2

M0
M0
M0
M0
M0, T3 N0 M0
M0, T2 N2 M0, T3 N1 M0, T3 N2

M0
IIIB
Sebarang T N3 M0, T4 sebarang N M0
IV
Sebarang T sebarang N M1
Tabel 1. Stadium tumor paru
Keterangan TNM untuk Kanker Paru :
1. T: Tumor Primer
To: Tidak ada bukti ada tumor primer
Tx: Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari penemuan
sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak tampak
secara radiologis atau bronkoskopis.
Tis: Karsinoma in situ.
T1: Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi
oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi
tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus
utama). Tumor sembarang ukuran dengan komponen invasif terbatas
pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama.

12

T2 : Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut :


a) Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm
b) Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina,
dapat mengenai pleura viseral
c) Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang
meluas ke daerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.
T3: Tumor sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding
dada

(termasuk

tumor

sulkus

superior),

diafragma,

pleura

mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang


dari 2 cm sebelah distal karina atau tumor yang berhubungan dengan
atelektasis atau pneumonitis obstruktif seluruh paru.
T4: Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung,
pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang
disertai dengan efusi pleura ganas atau tumor satelit nodul ipsilateral
pada lobus yang sama dengan tumor primer.
2. N: Kelenjar getah bening regional (KGB)
Nx: Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai.
No: Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening.
N1: Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus
ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung.
N2: Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau
KGB subkarina.
N3:Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB
skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral.
3. M: Metastasis (anak sebar) jauh
Mx: Metastasis tak dapat dinilai.
Mo: Tak ditemukan metastasis jauh.
M1: Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor
primer dianggap sebagai M1.
2.4 Etiologi

13

Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada
beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden
kanker paru :
1. Merokok
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama.Suatu hubungan
statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari
dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma
bronkogenik).Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali
lebih besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat
yang sebelumnya dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke
pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon
karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika
dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif
dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan
karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput).Pekerja
pemecah hematite (paru paru hematite) dan orang orang yang bekerja
dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang
lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah
diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer di
kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5. Genetik
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam
kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.

14

Gen ini akan menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan


perkembangan sel.
b. Tumor suppressor gene.
Gen ini nantinya akan menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi
apoptosis (kematian sel terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai antionkogen, karena berfungsi melakukan kontrol negatif (penekanan) pada
pertumbuhan sel. Gen p53 merupakan salah satu dari TSG yang menyandi
protein dengan berat molekul 53 kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi
kerusakan DNA, menginduksi reparasi DNA.

c. Gene enconding enzyme.


Teori Onkogenesis
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor
tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor
tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del) atau penyisipan (insersi/
inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen erbB1 dan atau
neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati
secara alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini
menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel
kanker dengan sifat pertumbuhan yang autonom. Dengan demikian kanker
merupakan penyakit genetic yang pada permulaan terbatas pada sel
sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
6. Diet
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan
vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
2.5 Patofisiologi
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor
lingkungan, faktor hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan
resiko terjadinya tumor.Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya
zat yang bersifat intiation yang merangasang permulaan terjadinya perubahan
sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan berkesinambungan untuk
memicu timbulnya penyakit tumor.Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur
kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan bereaksi langsung dan merubah

15

struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ).Keadaan selanjutnya


diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya
neoplasma dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama mingguan
sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid ( sel skuamosa ). Karsinoma sel kecil ( sel oat ), karsinoma sel
besar ( tak terdeferensiasi ) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma
sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial.Karsinoma sel
kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama bronkial.Karsinoma sel besar
dan adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus perifer dan
alveoli.Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat
sehigga mempunyai progrosis buruk.Sedangkan pada sel skuamosa dan
adenokar.Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya
di dalam rongga dada atau toraksinoma prognosis baik karena pertumbuhan
sel ini lambat.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar.Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa
batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat
terdengar pada auskultasi.Pada stadium lanjut, penurunan berat badan
biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati.Kanker paru
dapat bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe,
dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
2.6 Manifestasi Klinis

16

Telah ditemukan bahwa 90-95% pasien dengan kanker paru mengalami


gejala (simtomatik) saat didiagnosis (Shields 1994).Tanda dan gejala klinis
bergantung pada ukuran dan lokasi tumor, luasnya penyebaran ke struktur
yang berdekatan atau jauh, dan munculnya gejala hormonal yang
berhubungan.
Gejala kanker paru yang paling sering adalah batuk, kemungkinan akibat
iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Individu sering mengabaikan gejala
ini dan menghubungkannya dengan merokok.Batuk muncul pada sebagian
besar dan banyak yang mengalami infeksi saluran napas atas persisten atau
pneumonia akibat obstruksi bronkial.Batuk mulai sebagai batuk kering
(hacking), tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana
dibentuk sputum yang kental, purulent dalam berespons terhadap infeksi
sekunder.Batuk yang karakternya berubah membangkitkan kecurigaan
terhadap kanker paru.
Manifestasi paru lainnya mencakup hemoptysis, dispnea, abses paru, dan
mengi (Maddaus & Ginsberg 1995).Mengi tampak pada sekitar 20% pasien
dengan kanker paru.Mengi dapat terjadi ketika bronkus menjadi tersumbat
sebagian oleh tumor.Pasien sering membatukkan sputum yang bersemu darah,
terutama pada pagi hari.sputum menjadi berwarna darah karena sputum
melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.Pada beberapa pasien,
demam kambuhan terjadi sebagai gejala dini dalam berespons terhadap infeksi
yang menetap pada area pneumonitis ke arah distal tumor.Pada kenyataannya,
kanker paru harus dicurigai pada individu yang mengalami infeksi saluran
pernapasan atas berulang yang tidak sembuh-sembuh.Nyeri adalah manifestasi
akhir dan sering ditemukan berhubungan dengan metastasis ke tulang.
Jika tumor menyebar ke struktur yang berdekatan dank e nodus limfe
regional, pasien dapat menunjukkan nyeri dada dan sesak, serak (menyerang
saraf laringeal) disfagia, edema kepala dan leher, dan gejala-gejala efusi pleura
atau perikardial.Tempat metastasis yang paling umum adalah nodus limfe,
tulang, otak, paru kontralateral, dan kelenjar adrenal.

17

Gejala nonspesifik (gejala umum) yang berhubungan dengan kanker paru


mencakup kehilangan berat badan, anoreksia, dan malaise.Gejala ini tampak
pada akhir penyakit.
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003), gambaran klinik
penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya, terdiri
dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat
keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktorfaktor lain yang sering
sangat membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)


Batuk darah
Sesak napas
Suara serak
Sakit dada
Sulit / sakit menelan
Benjolan di pangkal leher
Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab engan

dengan rasa nyeri yang hebat.


Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di
otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki.
Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :
1)
Berat badan berkurang
2)
Nafsu makan hilang
3)
Demam hilang timbul
4)
Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary
osteoartheopathy", trombosis vena perifer dan neuropatia.
Menurut Price (1995), gejala umum pada klien dengan Ca paru antara
lain yaitu:
1) Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk
kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana
dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi
sekunder.
2) Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor
yang mengalami ulserasi.
18

3) Anoreksia
4) Lelah
5) Berkurangnya berat badan
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1

Gambaran Radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan
penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor
primer dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan
sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral,
bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen
dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran
tumor dan metastasis.
a

Foto thorax
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat
bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang
mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi
pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat
ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar
dan metastasis intrapulmoner.Sedangkan keterlibatan KGB untuk
menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja.
Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru
pada seorang penderita penyakit paru dengan gambaran yang tidak
khas untuk keganasan penting diingatkan.Seorang penderita yang
tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis
penyakit paru, harus disertai difollow up yang teliti. Pemberian
OAT yang tidak menunjukan perbaikan atau bahkan memburuk
setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru,
tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil
setelah pemberian antibiotik selama 1 minggu juga harus
menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik pneumonia
tersebut
19

Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang


luas harus diikuti dengan pengosongan isi pleura dengan punksi
berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks agar bila
ada tumor primer dapat diperlihatkan.Keganasan harus difikirkan
bila cairan bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.
b CT-Scan thoraks
Teknik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru
secara lebih baik daripada foto toraks.CT-scan dapat mendeteksi
tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat.
Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara
lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor
intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah
terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala.
Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat
berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena
pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi.Demikian juga
ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.
c Pemeriksaan radiologik lain
Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak
mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu
dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk
mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan
dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh
jaringan tulang tubuh. USG abdomen dapat melihat ada tidaknya
metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga
perut.
2

Pemeriksaan Khusus
a

Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik
sekaligus dapat dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau
bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas.Pemeriksaan
ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran

20

napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjolbenjol,

hiperemis,

atau

stinosis

infiltratif,

mudah

berdarah.Tampakan yang abnormal sebaiknya di ikuti dengan


tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau
kerokan bronkus.
b

Biopsi aspirasi jarum


Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan,
misalnya karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin
berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena
bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.

Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)


TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas
karina) pada posisi jam 1 bila tumor ada dikanan, akan memberikan
informasi ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan informasi
metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.

Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)


Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana
untuk fluoroskopik maka biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus
dilakukan.

Biopsi Transtorakal (Transthoracic Biopsy, TTB)


Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB
dengan bantuan flouroscopic angiography.Namun jika lesi lebih
kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB dengan
tuntunan CTscan.

Biopsi lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran
KGB atau teraba masa yang dapat terlihat superfisial.Biopsi KBG
harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB supraklavikula, leher
atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di
paru belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas
terlihat pembesaran KGB suparaklavikula dan cara lain tidak

21

menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan biopsi


pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.
g

Toraskokopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru,
pleura viseralis, pleura parietal dan mediastinum dapat dilihat dan
dibiopsi.

Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling
mudah dan murah.Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor
ada di perifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan
pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat.Dengan bantuan
inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat
ditingkatkan.
Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di
atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk
pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim
segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan
alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan
harus difiksasi dalamformalin 4%.

Pemeriksaan Invasif Lain


Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti
Torakoskopi dan tindakan bedah mediastinoskopi, torakoskopi,
torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan agar
diagnosis dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir
bila dari semua cara pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis
histologis / patologis tidak dapat ditegakkan.
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar
dapat ditentukan :
a.Jenis histologis.
b.Derajat (staging).
c.Tampilan (tingkat tampil, "performance status").
Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi
penderita.

Pemeriksaan Lain
22

a. Petanda Tumor
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan
lainya tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih
digunakan evaluasi hasil pengobatan.
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang,
cara paling sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau
produk gen yang terkait dengan kanker paru,seperti protein p53,
bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari pemeriksaan biologi
molekuler adalah menentukan prognosis penyakit.

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada tipe sel, tahap penyakit, dan status fisiologi
(terutama status jantung dan paru) pasien.Secara umum, pengobatan dapat
mencakup pembedahan, terapi radiasi, kemoterapi, dan imunoterapi yang
digunakan secara terpisah atau dalam kombinasi.
1. Pembedahan
Reseksi bedah adalah metode yang lebih dipilih untuk pasien
dengan tumor setempat tanpa adanya penyebaran metastatik dan mereka
yang fungsi jantung paru yang baik. Tipe-tipe reseksi paru mungkin
dilakukan: lobektomi (satu lobus paru diangkat), lobektomi sleeve (lobus
yang mengalami kanker diangkat dan segmen bronkus besar direseksi),
dan pneumonektomi (pengangkatan seluruh paru).
Reseksi bedah yang menghasilkan penyembuhan sempurna sangat
jarang terjadi.Biasanya pembedahan untuk kanker sel kecil paru tidak
disarankan karena tipe kanker ini berkembang dengan cepat serta cepat
bermetastasis dan sangat luas.Pada banyak pasien dengan kanker
bronkogenik,

lesi

kanker

tidak

dapat

dioperasi

pada

waktu

didiagnosa.Operasi yang lazim untuk tumor paru kecil yang tampaknya


dapat

disembuhkan

paru).Keseluruhan

paru

adalah
dapat

lobektomi
diangkat

(pengangkatan

lobus

(pneumonektomi)

dalam
23

kombinasi dengan prosedur bedah lainnya, seperti reseksi yang mencakup


nodus limfe mediastinal.
Sebelum pembedahan, dilakukan tes fungsi paru-paru untuk
menentukan apakah paru-paru yang tersisa masih bisa menjalankan
fungsinya dengan baik atau tidak.Jika hasilnya jelek, maka tidak
memungkinkan untuk dilakukan pembedahan.
Pembedahan tidak dapat dilakukan jika:

Kanker telah menyebar keluar paru-paru


Kanker terlalu dekat dengan trakea
Penderita memiliki keadaan yang serius (misalnya penyakit
jantung atau penyakit paru-paru yang berat)

2. Terapi Radiasi
Terapi radiasi dapat menyembuhkan pasien dalam persentasi yang
kecil.Terapi radiasi ini sangat bermanfaat dalam pengendalian neoplasma
yang tidak dapat direseksi tetapi yang responsif terhadap radiasi.Tumor sel
kecil dan epidermoid biasanya sensitif terhadap radiasi.Radiasi dapat juga
digunakan untuk mengurangi ukuran tumor untuk membuat tumor yang
tidak dapat dioperasi menjadi dapat dioperasi atau radiasi dapat digunakan
sebagai pengobatan paliatif untuk menghilangkan tekanan tumor pada
struktur vital.Terapi radiasi dapat mengendalikan metastasis medula
spinalis dan kompresi vena kava superior.Juga, iradiasi otak profilatik
digunakan pada pasien tertentu untuk mengatasi metastasis mikroskopik
ke otak.Radiasi dapat membantu menghilangkan batuk, nyeri dada,
dyspnea, hemoptisis, dan nyeri tulang dan hepar.Hilangnya gejala-gejala
dapat berlangsung dari beberapa minggu sampai beberapa bulan dan
penting dalam meningkatkan kualitas sisa hidup yang masih tersisa.
Terapi radiasi biasanya adalah toksik bagi jaringan normal di dalam
bidang radiasi.Komplikasi radiasi termasuk esophagitis, pneumonitis, dan
radiasi fibrosis paru yang dapat merusak kapasitas ventilasi dan difusi
serta secara signifikan mengurangi ketersediaan paru.Radiasi juga dapat
mempengaruhi jantung.
Indikasi terapi radiasi adalah:

24

1) Pasien dengan tumor paru-paru yang operable, tetapi


berisiko jika dilakukan operasi pembedahan.
2) Pasien dengan kanker adenokarsinoma atau sel skuamosa
inoperable dimana terdapat pembesaran kelenjar getah
bening pada hilus ipsilateral dan mediastinal.
3) Pasien kanker bronchus dengan oat cell.
4) Pasien kambuhan sesudah lobektomi atau pneumonektomi.
(Somantri,2007)
Komplikasi:
1. Esophagitis, hilang satu minggu sampai dengan sepuluh
hari sesudah pengobatan.
2. Pneumonitis: pada rontgen terlihat bayangan eksudat di
daerah penyinaran.
3. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasis luas, dan untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.Kombinasi
dua atau lebih pengobatan mungkin lebih menguntungkan dibanding
pemberian dosis tunggal.Sejumlah besar pengobatan bekerja terhadap
kanker paru.Berbagai agens kemoterapeutik, termasuk agens pengkelat
(ifosfamid), platinum analogus (cisplantin dan karboplatin), mitomisin C,
vinka

alkaloid

(vinblastin

dan

vindesin)

dan

etoposid

(V-16)

digunakan.Pilihan agens tergantung pada pertumbuhan sel tumor dan fase


spesifik siklus sel yang dipengaruhi obat.Agens ini toksik dan mempunyai
batas keamanan yang sempit.
Kemoterapi

memberikan

peredaan,

terutama

nyeri,

tetapi

kemoterapi tidak menyembuhkan dan jarang dapat memperpanjang


hidup.Kemoterapi bermanfaat dalam mengurangi gejala-gejala tekanan
dari kanker paru dan dalam mengobati metastasis otak, medulla spinalis,
dan pericardium.

25

2.9 Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi dalam penatalaksanaan kanker
paru.Reseksi bedah dapat mengakibatkan gagal napas, terutama ketika sistem
jantung paru terganggu sebelum pembedahan dilakukan.Terapi radiasi dapat
mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru.Fibrosis paru, perikarditis,
myelitis, dan kor pulmonal adalah sebagian dari komplikasi yang
diketahui.Kemoterapi, terutama dalam kombinasi dengan terapi radiasi, dapat
menyebabkan pneumonitis.Toksisitas paru dan leukemia adalah potensial efek
samping dari kemoterapi.
Komplikasi yang sering muncul pada penderita tumor paru adalah:
a.
b.
c.
d.

Nyeri
Supresi sumsum tulang (anemia, leukemia, trombositopenia)
Ketidak seimbangan cairan dan biokimia.
Gejala-gejala disfungsi organ seperti kanker yang menyebar ke tempat yang
lebih jauh (otak, hepar, paru-paru, tulang, organ reproduksi, dll)

2.10 Prognosis
Sebagian besar kanker paru tidak bisa disembuhkan secara total.Pada lebih
dari 50% pasien yang diagnosis, kanker telah menyebar ke seluruh tubuh
(metastasis).Melalui aliran darah dan getah bening, sel kanker dapat menyebar
ke tulang, otak, hati dan kelenjar adrenal.
Pada prognosis kanker paru adalah menentukan stadium penyakit.Pada
kasus kanker paru jenis NSCLC yang dilakukan tindakan pembedahan,
kemungkinan hidup 5 tahun adalah 30%. Pada karsinoma in situ, kemampuan
hidup setelah dilakukan pembedahan adalah 70%, pada stadium I, sebesar 3540% pada stadium II, sebesar 10-15% pada stadium III, dan kurang dari 10%
pada stadium IV. Kemungkinan hidup rata-rata tumor metastasis bervariasi
dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun.Hal ini tergantung pada status penderita
dan luasnya tumor.Sedangkan untuk kasus SCLC, kemungkinan hidup ratarata adalah 1-2 tahun pasca pengobatan.Sedangkan ketahanan hidup SCLC
tanpa terapi hanya 3-5 bulan (Wilson, 2005).

26

Tidak ada yang dapat memastikan harapan hidup pasien. Hal ini sangat
tergantung pada tahap apa kanker ditemukan, kondisi dan usia pasien, dan
bagaimana respon kanker terhadap pengobatan. Karsinoma sel kecil seringkali
Sejarah kanker paru
ditemukan
terlambat
sehingga
penyembuhan
tidak
mungkin
Polusi udara
Diet tidak sehat lagi.Kelangsungan hidup rata-rata pasien ini sekitar 8-9 bulan.Pasien

karsinoma non-sel kecil cenderung memiliki prospek lebih baik, bisa sampai 5
tahun sejak didiagnosis.

Mesotelioma CA PARU

Sejarah keluarga
Penyakit paru kronis

2.1 Web of Caution

27

Penekanan esophagus oleh tumor

CA PARU
B1 (Breath)
Sesak nafas
Batuk terus menerus
Nyeri dada

B2 (Blood)
Batuk darah

B3 (Brain)
Sakit kepala

B5 (Bowel)

B6 (Bone)

Sulit menelan
Berat badan menurun

Tulang retak

Komplikasi Metastase sel kanker ke saraf / otak


Metastasis ke tulang
Metastase sel kanker
Permukaan tumor mengalami ulserasi
28
Ruptur arteri atau vena bronkial
uran pernafasan karena massa tumor
Kurang nafsu makan akibat komplikasi laring -faring

kanan saluran napas karena tumor

Gangguan mobilitas fi

eransi aktivitas
gguan rasa nyaman - sesak
Gelisah
Takut akan kondisinya

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Intoleransi aktivitas
Batuk kering

Bersihan jalan tidak efektif


ang Batuk purulen sputum kental

PKBSK stadium I dan II

RADIOTERAPI-KEMOTERAPI

FARMAKOLOGI

Pre therapy
Kurang pengetahuan
Anxietas, takut
Sindroma
Obat
vena
antikanker
kava superior
dalam kombinasi regimen kemoterapi
gkap dengan
jaringan
KGB cukup
intrapulmoner
Post teraphy
Faal
paru tidak
untuk lobektomi
Efek samping:
- kompresi sumsum tulang bela
Nyeri tulang akibat invasi tumor
- trombositopeni, leukopenia
PEMBEDAHAN

radioterapi

kemoterapi

Segmentektomi atau reseksi baji


bektomi maupun pneumonektomi

Pre therapy
Kurang
pengetahuan
sayatan diperiksa dengan potong beku (bebas
tumor
atau tidak)
Anxietas, takut
Post teraphy
Efek samping:
cara sistematis serta patologi anatomis
- kompresi sumsum tulang belakang
- trombositopeni, leukopenia

29

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Pengumpulan Data
1. Keadaan umum: lemah, sesak yang disertai dengan nyeri dada.
2. Kebutuhan dasar:
- Pola makan : nafsu makan berkurang karena adanya secret dan
terjadi kesulitan menelan (disfagia), penurunan berat badan.
- Pola minum : frekuensi minum meningkat (rasa haus)
- Pola tidur : susah tidur karena adanya batuk dan nyeri dada
- Aktivitas
: keletihan, kelemahan
3. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
- Sesak nafas, nyeri dada
- Batuk produktif tak efektif
- Suara nafas: mengi pada inspirasi
- Serak, paralysis pita suara.
b. Sistem kardiovaskuler
a.tachycardia, disritmia
b.
menunjukkan efusi (gesekan pericardial)
c. Sistem gastrointestinal
a.Anoreksia, disfagia, penurunan intake makanan, berat badan
menurun.
d. Sistem urinarius Peningkatan frekuensi/jumlah urine.
e. Sistem neurologis
a.Perasaan takut/takut hasil pembedahan
b.
Kegelisahan
4. Data Penunjang
- Foto dada, PA dan lateral
30

- CT scan/MRI
- Bronchoscope
- Sitologi TTB, biopsy kelenjar getah bening leher.
3.1.2 Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
Perasaan lemah, Sesak nafas, nyeri dada, Batuk tak efektif, Serak,
haus, Anoreksia, disfalgia, berat badan menurun, Peningkatan
frekuensi/jumlah urine, Takut
2. Data Objektif
Batuk produktif, Tachycardia/disritmia, Menunjukkan efusi,
3.1.3

Sianosis, pucat, Edema, Demam Gelisah


Analisa Data
Data
DS:
- Sesak nafas
- Gelisah
- Batuk tidak efektif
DO:
DS:
-

Batuk produktif
Tachycardia
Bunyi nafas mengi

Masalah
jalan

inefektif

Tumor paru
Metaplasia sel skuamosa pada
bronchus
Obstruksi bronchus
Obstruksi bronchus

Gangguan pertuka

Empisema
Gelisah
Sianosis

Gangguan pertukaran gas


Ulserasi bronchus

Anoreksia, disfagia
Penurunan BB
Kelemahan

Nutrisi

kurang

kebutuhan

Reaksi radang pada bronchus


Penumpukan secret

DO:
-

Bersihan

Sesak nafas (dyspneu)

DO:
DS:
-

Penyebab
Rokok

Demam
Batuk

Batuk
Anoreksia
Intake menurun

DS:
- Kelemahan
DO:

Gangguan pemenuhan nutrisi


Gangguan pertukaran gas

Intoleransi aktivit

Suplai O2 ke jaringan menurun

31

3.2

Sesak nafas
Sianosis
Tachycardia

Kelemahan/letih
Intoleransi aktivitas

Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan obstruksi bronchus,
ditandai dengan:
- Sesak nafas
- Bunyi nafas mengi
- Batuk produktif tidak efektif
- Lemah, gelisah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan empisema, ditandai
dengan:
- Sesak nafas (dyspneu)
- Gelisah
- Sianosis
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun,
ditandai dengan:
- Anoreksia, disfagia, penurunan BB
- Kelemahan
- Demam
- Batuk
4. Intoleransi aktivitas berhungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun,
ditandai dengan:
- Kelemahan
- Sesak nafas
- Sianosis
- Tachycardia

3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa
Keperawatan
Bersihan jalan
nafas inefektif
b.d obstruksi
bronchus

Tujuan dan
Kriteria Hasil
Tujuan:
Bersihan jalan
nafas efektif
KH:
- Tidak sesak
- Batuk
berkurang/hilan
g
- Tidak ada
mengi
- Nyeri dada

Tidakan/Intervensi

Rasional

Mandiri:
- Auskultasi dada
untuk karakter
bunyi nafas dan
adanya secret
- Bantu pasien untuk
nafas efektif, batuk
efektif dengan
posisi duduk dan
menekan daerah
dada.

Pernafasan ronkhi
menunjukkan tertahannya
secret atau obstruksi jalan
nafas.
Posisi duduk memungkinkan
ekspansi paru dan penekanan
menguatkan upaya batuk
untuk memobilisasi.
Lebih merangsang terjadinya
batuk efektif
32

hilang
Tachycardia
berkurang/hilan
g
Tidak gelisah

Penghisapan bila
batuk lemah
Kaji nyeri dan
kelemahan

Kolaborasi:
- Gunakan oksigen
humidifikasi,
berikan cairan
tambahan melalui
IV sesuai indikasi

Mendorong pasien untuk


nafas efektif dan nafas lebih
dalam untuk mencegah
kegagalan pernafasan.
Memberikan hidrasi maksimal
penghilangan/pengenceran
secret untuk meningkatkan
pengeluaran
Menghilangkan spasme
bronchus untuk memperbaiki
aliran udara.

Gangguan
pertukaran gas
b.d empisema

Tujuan:
Pertukaran gas
lancer
KH:
- Sianosis hilang
- Edema hilang

Berikan
bronchodilator,
expectorant atau
analgesic sesuai
indikasi
Mandiri:
- Auskultasi paru
untuk gerakan
udara dan bunyi
nafas tidak normal

Selidiki
kegelisahan dan
perubahan mental

Pertahankan
kepatenan jalan
nafas dengan
memberikan posisi
duduk terlentang
sampai posisi
miring
Catat terjadinya
demam

Konsilidasi dan kurangnya


gerakan udara pada posisi
dada menunjukkan aliran
udara tidak normal pada
lobus paru
Dapat menunjukkan
peningkatan hipoksia atau
komplikasi seperti
penyimpanan mediastinal
pada pasien tumor paru
Memaksimalkan ekspansi
paru dan drainase secret di
mana obstruksi jalan nafas
mempengaruhi ventilasi
Demam dalam 24 jam
pertama, pada tumor paru
terkadang menunjukkan
adanya atelectasis, infeksi
atau peningkatan metastasis.
Memaksimalkan sediaan O2

33

Nutrisi kurang
dari kebutuhan
b.d intake
menurun

Tujuan:
Kebutuhan nutrisi
terpenuhi
KH:
- Nafsu makan
meningkat
- Disfagia hilang
- Berat badan
dapat
dipertahankan
atau bahkan
meningkat

Kolaborasi:
- Berikan oksigen
tambahan
- Awasi atau
gambaran GDA
nadi oksimetri,
catat kadar Hb.
Mandiri:
- Kaji kemampuan
pasien untuk
makan, batuk dan
mengatasi sekresi
- Timbang BB sesuai
indikasi

Tingkatkan
kenyamanan
lingkungan yang
baik untuk
sosialisasi saat
makan

Penurunan PaO2 dapat


menunjukkan kebutuhan
untuk dukungan ventilasi

Faktor ini menentukan


pemilihan jenis makanan
sehingga pasien terlindungi
dari aspirasi.
Mengevaluasi keefektifan
atau mengubah kebutuhan
pemberian nutrisi
Perbaikan lingkungan dan
sosialisasi waktu makan
dapat meningkatkan
pemasukan dan
menormalkan fungsi makan.
Meningkatkan proses
pencernaan dan toleransi
pasien terhadap nutrisi yang
diberikan

Berikan makan
dalam jumlah kecil
dan dalam waktu
yang sering dan
teratur
Kolaborasi:
- Konsultasi dengan
ahli gizi

Merupakan sumber yang


efektif mengidentifikasi
kebutuhan klien
Memungkinkan pasien lebih
mudah diberikan tanpa
menimbulkan aspirasi

Intoleransi
aktivitas b.d
suplai O2 ke
jaringan
menurun

Tujuan:
Aktivitas kembali
normal
KH:
- Tidak lemah
- Sianosis hilang

Untuk pemberian
NGT
Mandiri:
- Berikan
lingkungan tenang
dan batasi
pengunjung selama
perawatan, dorong

Dengan tindakan ini


menurunkan stress dan
rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.

34

Tidak sesak

penggunaan
manajemen stress
dan pengalihan
yang cepat.
Perhatikan dispneu,
peningkatan
kelemahan
perubahan tanda
vital, tachycardia
selama dan setelah
aktivitas.
Jelaskan
pentingnya
istirahat dalam
rencana
pengobatan dan
perlunya
keseimbangan
aktivitas dan
istirahat

Menetapkan kemampuan
pasien dan memudahkan
pilihan intervensi

Menghemat energy untuk


penyembuhan, pembatasan
aktivitas berdampak positif
terhadap pasien dalam
perbaikan kegagalan
pernafasan.
Menimbulkan kelelahan dan
membantu keseimbangan
suplai serta pergerakan otot.

Bantu aktivitas
perawatan diri.
Berikan
peningkatan
aktivitas selama
fase penyembuhan.

3.4 Implementasi
Dilaksanakan sesuai dengan intervensi berdasarkan prioritas masalah
3.5 Evaluasi
Ditentukan berdasarkan pencapaian tujuan dengan keberhasilan kriteria
yang telah ditentukan.

BAB IV
35

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum
terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan
struktur vital. Proses penting yang melibatkan mediastinum mencakup
emfisema, infeksi, perdarahan serta banyak jenis kista dan tumor primer.
Kelainan sistemik seperti karsinoma metastatic dan banyak penyakit
granulomatosa juga bisa terlibat dalam mediastinum. Lesi terutama berasal
dari esophagus, trakea, jantung dan pembuluh darah besar biasanya
berhubungan dengan susunan organik spesifik yang terlibat daripada
mediastinum. (Sabiston, 1994 )
Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari
SMF Nedah Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo
Surabaya. Pada tahun1970 - 1990 di RS Persahabatan dilakukan operasi
terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah 32,2% teratoma, 24%
timoma, 8% tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo
menjelaskan

lokasi

tumor

pada

mediastinum

anterior

67%

kasus,

mediastinum medial 29% dan mediastinum posterior 25,5%. Dari


kepustakaan luarnegeri diketahui bahwa jenis yang banyak ditemukan pada
tumor mediastinum anterior adalah limfoma,
timoma dan

germ

cell tumor.Dari tumor mediastinal yang

memberikan gejala, setengahnya adalah maligna. Sebagian besar tumor yang


asimptomatik adalah benigna. (Rasyad,2009)
Diagnosis yang lebih dini dan lebih tepat dari proses mediastinum telah
dimungkinkan dengan peningkatan penggunaan rontgen dada, tomografi
komputerisasi (CT Scan), teknik sidik radioisotope dan magnetic resonance
imaging (MRI), serta telah memperbaiki keberhasilan dalam mengobati lesi
mediastinum. Bersama dengan kemajuan dalam teknik diagnostik ini,
kemajuan dalam anestesi, kemoterapi, immunoterapi, dan terapi radiasi telah

36

meningkatkan kelangsungan hidup serta memperbaiki kualitas hidup.


(Sabiston, 1994)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah anatomi mediastinum?
2. Apakah definisi dari tumor mediastinum?
3. Bagaimana klasifikasi pada tumor mediastinum?
4. Apa saja etiologi/faktor pencetus tumor mediastinum?
5. Bagaimana patofisiologi tumor mediastinum?
6. Apa saja manifestasi klinis tumor mediastinum?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan tumor
mediastinum?
8. Bagaimana penatalaksanaan tumor mediastinum?
9. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan tumor mediastinum?
10. Bagaimana prognosis tumor mediastinum?
11. Bagaimana web of caution untuk tumor mediastinum?
12. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan tumor mediastinum?
1.3 Tujuan Umum
Secara umum, makalah ini bertujuan untuk mengetahui penyakit tumor
pada saluran pernapasan khususnya tumor pada mediastinum.
1.4 Tujuan Khusus
1. Mengetahui anatomi mediastinum?
2. Mengetahui definisi dari tumor mediastinum?
3. Mengetahui klasifikasi pada tumor mediastinum?
4. Mengetahui Apa saja etiologi/faktor pencetus tumor mediastinum?
5. Mengetahui patofisiologi tumor mediastinum?
6. Mengetahui Apa saja manifestasi klinis tumor mediastinum?
7. Mengetahui Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien
dengan tumor mediastinum?
8. Mengetahui penatalaksanaan tumor mediastinum?
9. Mengetahui Apa saja komplikasi yang ditimbulkan tumor mediastinum?
10. Mengetahui prognosis tumor mediastinum?
11. Mengetahui web of caution untuk tumor mediastinum?
12. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan tumor mediastinum?
1.5 Manfaat
a. Bagi masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai
tumor pada saluran pernapasan, khususnya tumor pada mediastinum.

37

b. Bagi tenaga kesehatan


Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus tumor mediastinum.
c. Bagi penulis
Penulis berharap dapat menambah wawasan pada pasien dengan
kasus tumor mediastinum.

BAB V
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Mediastinum
Mediastinum yaitu rongga yang berada di antara paru kanan dan kiri.
Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri, pembuluh darah vena,
trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
Mediastinum adalah suatu rongga yang terletakdi bagian tengah
toraks dan mempunyai batas-batas anatomi sebagai berikut:
Atas

: pintu masuk toraks

38

Bawah

: diafragma

Lateral

: pleura mediastinalis

Posterior

: tulang belakang beserta iga

Anterior

: sternum.
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting, antara

lain:
a. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra
torakal ke-5 dan bagian bawah sternum. Serta berisi pembuluh darah
besar (vena dan arteri), saluran dada, trakea, esophagus, timus, nervus.
b. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma
didepan jantung. Serta berisi timus dengan jaringan limfoid dan adipose
c. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma dibelakang jantung. Serta berisi esophagus, duktus toraksikus
aorta desenders, dan trunkus nervus otonom.
d. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke
diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior. Serta berisi
jantung, pericardium, aorta, trakea, cabang bronkus utama, dan limfonodu
yang berhubungan.

Gambar 1. Pembagian mediastinum

39

2.2 Definisi
Tumor adalah suatu benjolan abnormal yang ada pada tubuh,
sedangkan mediastinum adalah suatu rongga yang terdapat antara paru-paru
kanan dan paru-paru kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh
darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah
bening dan salurannya. Jadi, Tumor mediastinum adalah tumor yang berada di
daerah mediastinum (Agus Rahmadi, 2010)
Tumor mediastinum sebagian besar adalah metastasis dari tempat lain
(yang paling sering karsinoma bronkogenik), kemudian limfoma, sebagian
kecil lagi dari tumor neurogenic, teratoma, timoma dan lipoma.
Tumor neurogen adalah tumor primer mediastinum yang tersering,
umumnya terletak di dekat mediastinum posterior dekat lekukan para
vertebral. Umumnya bersifat jinak antara lain neurofibroma, schwannoma dan
ganglioneuroma. (FKUI, 1990)
2.3 Klasifikasi
2.3.1 Timoma
Timoma adalah tumor epitel yang bersifat jinak atau tumor dengan
derajat keganasan rendah yang berasal dari epitel thymus dan ditemukan
pada mediastinum anterior. Timoma termasuk jenis tumor yang tumbuh
lambat. Sering terjadi invasi lokal ke jaringan sekitar tetapi jarang
bermetastasis ke luar toraks. Kebanyakan terjadi setelah usia lebih dari
40 tahun dan jarang dijumpai pada anak dan dewasa muda. Tidak
terdapat preferensi jenis kelamin, suku bangsa atau geografi. Jika pasien
datang dengan keluhan maka keluhan yang sering ditemukan adalah
nyeri dada, batuk, sesak atau gejala lain yang berhubungan dengan
invasi atau penekanan tumor ke jaringan sekitarnya. Satu atau lebih
tanda dari sindrom paratimik sering ditemukan pada pasien timoma,
misalnya miastenia gravis, hipogamaglobulinemi dan aplasia sel darah
merah.

40

Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi


komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan
infiltrate di dalam organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk
histologiknya.
Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis,
pure red cell aplasia dan hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar
Thymoma mempunyai perjalanan klinis benigna. Penentuan ada atau
tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan prognostic.
Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi
bedah. (Aru W. Sudoyo, 2006)
a. Klasifikasi histologis timoma
Dari gambaran patologi anatomi sulit dibedakan timoma jinak atau
ganas. Definisi timoma ganas adalah jika tumor secara mikroskopik
(histopatologik) dan makroskopik telah invasif ke luar kapsul atau
jaringan sekitarnya. Istilah lain yang digunakan untuk timoma invasif
adalah timoma ganas.

a.
b.
c.
d.

Klasifikasi Timoma
Timoma (klasifikasi Muller Hermerlink)
Tipe meduler
Tipe campuran
Tipe kortikal predominan
Tipe kortikal
Timik karsinoma

a. Derajat rendah (Low grade)


b. Derajat tinggi (High grade)
Timik Karsinoid dan Oat Cell Carcinoma
Tabel 1. Klasifikasi histologis timoma
b. Staging timoma
Masaoka membagi staging berdasarkan penampakan mikroskopis
dan makroskopis. Tumor timoma noninvasif masih terbatas pada
kelenjar timus dan tidak menyebar ke organ lain. Semua sel tumor
terdapat atau terbungkus oleh kapsul dan secara mikroskopis tidak
terlihat invasi ke kapsul. Jika sel tumor invasi telah mencapai kapsul
maka dikategorikan timoma invasif (timoma ganas).
Stage

41

Stage
I

Makroskopis

berkapsul,

tidak

tampak invasi ke kapsul secara


mikskopis.
Invasi secara

makroskopis

Stage

jaringan

II

mediastinum atau invasi ke kapsul

Stage

secara mikroskopis.
Invasi secara makroskopis ke organ

III
Stage
IV.A
Stage

lemak

sekitar

ke

pleura

sekitarnya.
Penyebaran ke pleura atau perikard.
Metastasis

limfogen

atau

IV.B
hematogen.
Tabel 2. Staging berdasarkan sistem Masaoka
Penatalaksanaan timoma sangat bergantung pada invasif atau
tidaknya tumor, staging dan klinis penderita. Terapi untuk timoma adalah
bedah, tetapi sangat jarang kasus datang pada stage I atau noninvasif
maka multimodaliti terapi (bedah, radiasi dan kemoterapi) memberikan
hasil lebih baik. Jenis tindakan bedah untuk timoma adalah Extended
Thymo Thymectomy (ETT) atau reseksi komplet yaitu mengangkat
kelenjar timus beserta jaringan lemak sekitarnya. ETT + ER yaitu
tindakan reseksi komplet, sampai dengan jaringan perikard dan
debulking reseksi sebagian yaitu pengangkatan massa tumor sebanyak
mungkin. Jenis operasi ini sangat bergantung pada staging dan klinis
penderita. Reseksi komplet diyakini dapat mengurangi risiko invasi dan
meningkatkan umur harapan hidup.
Radioterapi tidak direkomendasikan untuk timoma yang telah
menjalani reseksi komplet tetapi harus diberikan pada timoma invasif
atau reseksi sebagian untuk kontrol lokal. Dosis radiasi 3500-5000 cGy.
Untuk mencegah terjadi radiation-induced injury pemberian radiasi lebih
dari 6000 cGy harus dihindarkan.
Kemoterapi diberikan dengan berbagai rejimen tetapi hasil terbaik
adalah cisplatin based rejimen. Rejimen yang sering digunakan adalah
kombinasi sisplatin, doksorubisin dan siklofosfamid (CAP). Rejimen

42

lain adalah doksorubisin, sisplatin, vinkristin dan siklofosfamid


(ADOC). Rejimen yang lebih sederhana yaitu sisplatin dan etoposid
(PE) juga memberikan hasil yang tidak terlalu berbeda.
Stage
Stage I

Terapi
ETT (Extended Thymo

Stage II

Thymecthomy).
ETT, dilanjutkan dengan radiasi.
ETT dan extended resection

Stage III

dilanjutkan radioterapi dan

Stage IV.A
Stage IV.B

kemoterapi.
Debulking dianjutkan dengan
kemoterapi dan radioterapi.
Kemoterapi dan radioterapi

dilanjutkan dengan debulking.


Tabel 5. Penatalaksanaan timoma

Kasus kambuh (recurrence) juga dapat terjadi dan jarang pada


stage I yang telah direseksi komplet. Relaps yang biasa terjadi adalah di
pleura (pleural dissemination) dari sisi yang sama dengan tumor primer,
relaps di mediastinum meski lebih sedikit tetapi juga terjadi. Untuk
kasus kambuh yang penting diingat adalah apakah pada terapi
sebelumnya telah mendapatkan radioterapi full-dose, jika belum radiasi
masih dapat dipertimbangkan. Pada kasus yang tidak respons dengan
radiasi pemberian kortikosteroid dapat dipertimbangkan, sedangkan
pemberian kemoterapi untuk kasus relaps masih dalam penelitian.
2.3.2 Tumor Sel Germinal
Tumor sel germinal terdiri dari tumor seminoma, teratoma dan
nonseminoma. Tumor sel germinal di mediastinum lebih jarang
ditemukan daripada timoma, lebih sering pada laki-laki dan usia dewasa
muda. Kasus terbanyak adalah merupakan tumor primer di testis
sehingga bila diagnosis adalah tumor sel germinal mediastinum, harus
dipastikan bahwa primer di testis telah disingkirkan. Lokasi terbanyak di
anterior (superoanterior) mediastinum. Secara histologi tumor di
mediastinum sama dengan tumor sel germinal di testis dan ovarium.
Secara radiologi teratoma tampak bulat dan sering lobulated dan
43

mengandung jaringan lunak dengan elemen cairan dan lemak, kalsifikasi


terlihat pada 20-43% kasus.
Seminoma

tampak

sebagai

massa

besar

yang

homogen.

Penampakan nonseminoma ganas adalah massa heterogen dengan


pinggir ireguler yang disebabkan invasi ke jaringan sekitarnya. Untuk
membedakan seminoma dengan nonseminoma digunakan serum marker
beta-HCG dan alfa-fetoprotein. Meskipun pada seminoma yang murni
konsentrasi beta-HCG terkadang tinggi tetapi alfafetoprotein tidak
tinggi. Sedangkan pada nonseminoma konsentrasi kedua marker itu
selalu tinggi. Konsentrasi beta-HCG dan alfa-fetoprotein lebih dari 500
mg/ml adalah diagnosis pasti untuk nonseminoma.
Teratoma terdiri dari derivat sel ektodermal, mesodermal dan
endodermal, sehingga sering dijumpai komponen kulit, rambut, tulang
rawan atau gigi pada tumor. Teratoma lebih sering pada usia dewasa
muda, dengan insidensi yang hampir sama pada laki-laki dan
perempuan. Kira-kira 80% teratoma mempunyai pertumbuhan jinak dan
20% ganas.
Klasifikasi Tumor Sel Germinal
Seminoma
Nonseminoma
a. Embrional
b. Koriokarsinoma
c. Yolk sac Carcinoma
Teratoma
a.
b.
1)
2)
3)

Jinak (benigna)
Ganas (maligna)
Dengan unsur germinal
Dengan unsur non-germinal
Immature
Tabel 3. Klasifikasi histologi tumor sel germinal

Terapi tumor sel germinal bergantung pada subtipe sel tumor dan
staging penyakit. Bedah adalah terapi pilihan untuk teratoma jinak,
teratoma ganas diterapi dengan kemoterapi dan kalau perlu dilakukan
reseksi setelah kemoterapi. Terapi untuk seminoma tergantung pada

44

apakah masih resectable atau tidak, sedangkan yang nonseminoma


diberikan kemoterapi.
Histologi
Teratoma jinak
Teratoma ganas
Seminoma (Resectable)

2.3.3

Terapi
Bedah
Kemoterapi + reseksi
Bedah + radiasi + kemoterapi

Metastasis
Kemoterapi
Nonseminoma
Kemoterapi
Tabel 6. Penatalaksanaan tumor sel germinal
Tumor Neurogenik
Tumor neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak
terdapat, manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval,
berbatas licin, terletak jauh di mediastinum belakang. Tumor ini dapat
berasal dari saraf intercostals, ganglia simpatis, dan dari sel-sel yang
mempunyai ciri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua
umur, tetapi relative frekuen pada umur anak (Aru W. Sudoyo, 2006).
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan
ditemukan pada foto thoraks rutin. Gejala biasanya merupakan akibat
dari penekanan pada struktur yang berdekatan. Nyeri dada atau
punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus
interkostalis atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu
merupakan gejala yang berhubungan dengan kompresi batang
trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam
mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan
sindrom pancoast atau Horner karena kompresi pleksus brakhialis atau
rantai simpatis servikalis.
Tumor neurogen dapat bersifat jinak atau ganas dan biasanya
diklasifikasi berdasarkan jaringan yang membentuknya, dibagi atas
neural sheath yang sering bersifat jinak (schwannoma) dan
neurofibroma yang paling sering ditemukan (Elisna Syahruddin dkk).
Tumor yang bersifat jinak sangat jarang menjadi ganas.
Meskipun dikatakan sering pada anak tetapi juga dapat ditemukan
pada orang dewasa.

45

Klasifikasi Tumor Neurogenik


Berasal dari saraf tepi (Peripheral nerves)
a. Neurofibroma
b. Neurilemoma (Schwannoma)
c. Neurosarkoma
Berasal dari ganglion simpatik (Sympathetic ganglia)
a. Ganglioneuroma
b. Ganglioneoroblastoma
c. Neuroblastoma
Berasal dari jaringan paraganglionik (Paraganglionik tissue)
a. Feokromositoma
b. Kemodektoma (paraganglioma)
Tabel 4. Klasifikasi histologis tumor neurogenik
Penatalaksanaan

untuk

semua

tumor

neurogenik

adalah

pembedahan, kecuali neuroblastoma. Pada jenis ini, kemoterapi akan


dilakukan sebelum pembedahan. Hal ini nantinya akan memberikan
hasil yang baik. Pada neurilemona (Schwannoma), mungkin perlu
diberikan kemoterapi adjuvan, untuk mencegah rekurensi.
2.4 Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
1. Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih
cerobong asap. Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai
penyebabnya.
2. Faktor genetik (biomolekuler)
Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan
pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
3. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik
trauma fisik maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet
yang berasal ari sinar matahari maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen)
dan radiasi bom atom.
4. Faktor nutrisi

46

Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan


oleh jamur pada kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya
tumor.
5. Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan
ditemukannya hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang
percobaan. Namun ternyata konsep itu tidak berkembang lanjut pada
manusia.
6. Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian
peranannya belum jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor
bisa dilihat pada organ yang banyak dipengaruhi oleh hormone tersebut.
2.5 Patofisiologi
Sebagaimana bentuk kanker / karsinoma lain, penyebab dari timbulnya
karsinoma jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga
berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan
manifestasi

tumbuhnya

jaringan/sel-sel

kankerpadajaringan

mediastinum.Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam


waktu yang relatif singkat maupun timbul dalam suatu proses yang memakan
waktu bertahun-tahun untuk menimbulkan manifestasi klinik. Kadang
berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan cepat oleh tim
kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan
masalah adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi
maka secara mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya;
pelepasan berbagai substansia pada jaringan normal seperti prostalandin,
radikal bebas dan protein-protein reaktif secara berlebihan sebagai ikutan dari
timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker terhadap
jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif
lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang
longgar mengakibatkan sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih
mudah untuk pecah dan menyebar ke berbagai organ tubuh lainnya

47

(metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun melalui peristiwa


mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik
menyebabkan penekanan (direct pressure /indirect pressure) serta dapat
menimbulkan destruksi jaringan sekitar; yang menimbulkan manifestasi
seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak nafas, nyeri inspirasi,
peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna merah
(hemaptoe) mana kala telah melibatkanbanyak kerusakan pembuluh darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder;
sehingga kadang kala manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada
infeksi saluran nafas seperti pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin
secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai gejala demam yang menonjol.
2.6 Manifestasi Klinis
Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada
saat dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai
timbul bila terjadi peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya
penekanan

struktur

mediastinum,

sedangkan

tumor

ganas

dapat

menimbulkan gejala akibat penekatan atau invasi ke struktur mediastinum.


Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat,
seperti:
a. Batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada
trakea dan/atau bronkus utama.
b. Disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus.
c. Sindrom Vena Kava Superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor
mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak.
d. Suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat
e. Paralisis diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus.
f. Nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan
sistem syaraf.
Sedangkan pemeriksaan fisik nantinya akan memberikan informasi
sesuai dengan lokasi, ukuran dan keterbatasan organ lain, misalnya telah
terjadi penekanan ke organ sekitarnya.

48

Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan


dengan beberapa keadaan klinis lain, misalnya:
a. Miastenia gravis mungkin menandakan timoma.
b. Limfadenopati mungkin menandakan limfoma (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2003)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Hb: menurun/normal
2. Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah,
kadar karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal
4. Pemeriksaan diagnostik
1) Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto
dada anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram
bila perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah
diagnostik lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan
apakah lesi berasal dari vaskuler atau bukan vaskuler. Hal ini perlu
menjadi pertimbangan bila bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga
berguna untuk menentukan apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak.
Pada langkah selanjutnya untuk membedakan apakah massa tersebut
adalah tumor metastasis, limfoma atau tuberculosis/ sarkoidosis maka
mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan. Dasar dari evaluasi
diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax lateral dan
posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di dalam
mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada
bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif
massa ini, dan apakah padat atau kistik.
2) USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan
lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa
membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan
hubungannya dengan struktur mediastinum lain, terutama esofagus dan
pembuluh darah besar.
USG Germ Cell Mediastinum

49

Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam mendiagnosis


sejumlah tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam membedakan
struma intratoraks dari lesi mediatinum superior lain. Sidik gallium dan
teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan melokalisir
adenoma parathyroid.
3) Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam
mediastinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk
diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan
melintang yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan
massa mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan
penggunaan materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan
struktur vascular, sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari
neoplasma mediastinum. Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering
diperlukan untuk membedakan massa mediastinum dari berbagai proses
pada jantung dan aorta seperti aneurisma thorax dan suni aneurisma
Valsava. Dengan perbaikan resolusi belakangan ini, CT telah menjadi alat
diagnostik yang jauh lebih sensitif dibandingkan dengan teknik radiografi
rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis kista bronkogenik pada bayi dengan
infeksi berulang dan timoma dalam pasien myasthenia gravis, kasus yang
foto polosnya sering gagal mendeteksi kelainan apapun. Tomografi
komputerisasi juga memberikan banyak informasi tentang sifat invasi
relatif tumor mediastinum. Diferensiasi antara kompresi dan invasi seperti
dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum dapat dibuat
dengan pemeriksaan cermat.
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mempunyai potensi yang memungkinkan diferensiasi struktur vascular
dari massa mediastinum tanpa penggunaan materi kontras atau radiasi. Di
masa yang akan datang, teknik ini bisa memberikan informasi unggul
tentang ada atau tidaknya keganasan di dalam kelenjar limfe dan massa
tumor.
5) Biopsy
Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia
saat ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan

50

penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat


pasien

lesi

mediastinum.

Teknik

ini

sangat

bermanfaat

dalam

mendiagnosis penyakit metastatik pada pasien dengan keganasan primer


yang ditemukan di manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis
tumor primer mediastinum tetap akan ditegaskan.
2.8 Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan
kasus tumor mediastinum. Tindakan pembedahan diindikasikan untuk
penatalaksanaan tumor mediastinum jinak, sedangkan untuk tumor ganas,
tindakan yang dilakukan didasarkan pada jenis sel kanker. Syarat untuk
tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu pengukuran toleransi
berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan spirometri atau body box.
Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis maka harus dikonfirmasi
dengan analis gas darah. Tekanan O2 arteri dan saturasi O2 darah arteri
harus >90%.
2. Obat-obatan
Tumor mediastinum jenis limfoma Hodgkin's maupun non
Hondgkin's diobati sesuai dengan protokol untuk limfoma dengan
memperhatikan masalah respirasi selama dan setelah pengobatan.
3. Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
4. Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati
beberapa jenis tumor. Syarat standar yang harus dipenuhi sebelum
kemoterapi antara lain :
a. Tampilan >70-80, pada penderita dengan PS <70 atau usia lanjut, dapat
diberikan obat anti kanker dengan jadwal tertentu.
b. Hb 10 g%. Pada penderita anemia ringan tanpa perdarahan akut,
meski Hb <10 g% tidak perlu tranfusi darah segera, cukup diberikan
terapi sesuai penyebab anemia.
c. Granulosit 1500/mm3
d. Trombosit 100.000/mm3
e. Fungsi hati baik
f. Fungsi ginjal baik
5. Radioterapi

51

Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel


jaringan normal. Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan
kemampuan untuk membunuh sel tumor dengan kerusakan serendah
mungkin pada sel normal. Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah
Hb > 10 gr%, leukosit > 4.000/dl, trombosit >100.000/dl, tampilan
(performance status) >70 Karnofsky.
2.9 Komplikasi
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer
yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum.
Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya
komplikasi melalui: perluasan dan penyebaran secara langsung, dengan
melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan sel
bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui
metastatic di tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit
mediastinum adalah:
1.
2.
3.
4.

Obstruksi trachea
Sindrom Vena Cava Superior
Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
Rupture esophagus

2.10 Prognosis
Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa
gejala. Berbeda variai prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinum
ganas, dimana hasil diagnostic spesifik, derajat keparahan penyakit, dan
keadaan spesifik pasien yang lain (komorbid) akan mempengaruhi.
Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon baik terhadap terapi
konvensional. Besarnya variasi individual penyakit mengakibatkan terjadinya
berbagai kelainan mediastinum beragam. (Aru W. Sudoyo, 2006)

52

2.11 Web Of Caution

Virus
Faktor hormonal
Faktor lingkungan
Faktor genetik

Struktur
dasar DNA
berubah

Adanya zat
yang bersifat
initiation

Initiation agent
(unsure kimia.
fisik, dan
biologis)

Memerlukanwaktu
yang lama,
minggubahkansamp
aitahunan

Terbentuk
formasi
tumor

Vena leher
mengembang
pada
sindroma vena
cava superior

Memerlukanwaktu
yang lama
danberkesinambung
an

Memicu terbentuk
nyasel tumor

Terbentuk
neoplasm
a

Nervus
vagus
tertekan

Serangan
batuk dan
spasme
bronkus

Terjadi
perubahan
struktur sel

Nerves
laryngeus
inferior
tertekan

Kompresi
esofagus

Trakea
tertekan

Suara
serak

Gangguan
menelan

Batuk
atau
stridor

MK: gangguan
konsep diri

MK: gangguan
nutrisi
MK:
gangguan
rasa nyaman

53

Penatalaksaan

Pembedah

Pre
Op

Obat
Kemoterapi

Post
Op

Kurang
Pengetahua
n
Ansiet
as

Kemotera
pi

Tindak
an
Invasif
Inkontuinit
as
Jaringan
Nyer
i
MK
Nyeri

Laser
asi
MK
Risiko
Infeksi

Membunuh
sel yg
berkembang
pesat
Sel rambut
tumbuh
pesat
Kerontok
an
MK
Gangguan
Citra Tubuh

Immunoterapi

Demam

Radiolo
gi
Mempengar
uhi sel
normal di
lambung
Sel
lambung
kirim sinyal
ke pusat
muntah di

Rasa lemah
tak
bertenaga
MK
Intoleran
si

Nyeri,
Stress
,
Kuran
g

MK
Ganggua
n Rasa
Nyaman

Mual
dan
MK
Mual
MK Ketidak
Seimbangan
Nutrisi kurang
dari Kebutuhan
Tubuh

Sakit kepala, punggung pegal

MK Hipertermia
MK Ganguan Rasa Nyaman

54

Penatalaksanaan dari Klasifikasi

Tumor Sel
Germinal

Timoma

Stage
I

Teratoma
Jinak

Stage
IV.B

Stage
III

Seminoma

Teratoma
Ganas

Stage
IV. A

Stage
II

Tumor Neurogenik

Nonseminoma
Metastasis

Kemoterapi

Bedah
Kemotera
pi

Bedah

Pembedahan

Radiasi

Reseksi

+
Kemoterap
i

ETT

ETT

+
ETT

Extended
Resection

Debulking

Kemoterap
i

+
Radioterapi

Radiasi

Radioterapi

Kemotera
pi

Kemoterap
i

Radioterapi

+
Debulking

MK: Gangguan keseimbangan


cairan

55

BAB VI
TINJAUAN KASUS
Tn. N usia 40 tahun. Dirawat di ruang inap paru laki RSU Dr. Soetomo dengan
keluhan sesak, dada terasa nyeri pada saat bernafas dan terasa berat, rasa sesak
tidak hilang meskipun istirahat, dan tidak nafsu makan. Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan : berat badan 60 kg, 180 cm, nadi 100 X/menit, pernapasan 30 X/
menit, tekanan darah 100 / 60 mmHg. Riwayat penyakit masa lalu merokok sejak
usia 25 tahun sekitar 2 bungkus per hari. Hasil pemeriksaan penunjang pada CT
Scan, pasien didiagnosis timoma.
A. Pengkajian:
Biodata
a. Identitas Pasien :
1. Nama

: Tn. N

2. Usia

: 40 th

3. Jenis kelamin

: Laki-laki

4. Suku/ bangsa

: Jawa/ Indonesia

5. Agama

: Islam

6. Status

: Menikah

7. Pendidikan/ pekerjaan

: SLTP/ Swasta

b. Penanggung Jawab Pasien :


1. Nama

: Ny. I

2. Hubungan dengan klien

: Istri

3. Umur

: 35 th

4. Pendidikan/ pekerjaan

: SD/ -

Pemeriksaan Persistem
B1 (Breathing) :
a. Data subyektif : sesak napas, dada tertekan, nyeri dada berulang

56

b.

Data obyektif : batuk produktif, penggunaan otot diafragma


pernapasan dan perut meningkat, laju pernapasan meningkat,

suara napas abnormal.


B2 (Bleeding) :
a. Data subyektif : sakit kepala
b. Data obyektif : denyut nadi meningkat, disritmia, vasokontriksi,
kualitas darah menurun (Hipotensi, Tekanan darah = 100/60
mmHg)
B3 (Brain)
:
a. Data subyektif : gelisah, kesadaran menurun
b. Data obyektif : letargi
B4 (Bledder) :
a. Data subyektif : b. Data obyektif : produksi urin menurun
B5 (Bowel)
:
a. Data subyektif : b. Data obyektif : berat badan turun, penurunan intake makanan
B6 (Bone)
:
a. Data subyektif : lemah, cepat lelah
b. Data obyektif : kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat
dehidrasi sekunder), banyak keringat, tonus otot menurun, nyeri
otot, retraksi paru.
Alasan Masuk Rumah Sakit
a) Keluhan Utama ( Data Subjektif) :
-

Tn. N mengeluhkan sesak pada saat beristirahat dan dada terasa


nyeri dan berat pada saat bernafas.

Tn. N mengatakan rasa sesak tidak hilang meskipun istirahat, rasa


sesak selalu di rasakan oleh klien.

b) Data Objektif:
- BB : 75 kg
- TB : 180 cm
- TD : 100/60 mmHg
- Nadi : 100x/menit
- RR : 36x/menit
Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Masa Lalu
-

Merokok sejak usia 25 tahun sekitar 2 batang sehari.

57

b. Riwayat Penyakit Sekarang


- Menurut Ny. I (istri Tn. N), Tn. N mulai merasakan rasa sesak dan
dadanya terasa berat sejak 2 minggu yang lalu (sebelum masuk
RS), dan keadaan itu semakin memburuk karena Tn. N mengatakan
sesak yang di rasakan semakin hebat sejak 2 hari sebelum masuk
RS, lalu oleh keluarga dibawa ke RSUD Dr. Soetomo dan Tn. N
dirawat inap di ruang paru Dr. Soetomo.
c. Riwayat kesehatan keluarga
-

Menurut Ny. I, di dalam keluarga tidak ada yang menderita


penyakit keturunan atau penyakit menular seperti TBC, liver,
jantung, kencing manis dan ginjal.

ANALISA DATA
No.
1.

DATA

MASALAH

S: Tn. N mengungkapkan sesak saat ber- Ketidakefektifan


nafas dan dada terasa berat.
O:-

pola nafas

ETIOLOGI
Sel Tumor
membesar

Batuk produktif

Sesak napas

Takipneau

Vena leher
mengembang

Resiko tertekannya
faring dan laring

Saluran nafas
tersumbat

58

2.

S: -

Klien mengungkapkan segala ke-

Intoleransi

butuhan dibantu oleh petugas dan

aktivitas

Tumor Mediatinum

keluarga.
-

Dilakukan raditerapi

Klien mengungkapkan bila beraktivitas rasa sesak bertambah, dada


terasa berat.

Klien bed rest.

Segala aktifitas dilakukan diatas

Badan lemah

tempat tidur.
3.

S : Tn. N mengeluhkan sesak napas


O : mual, muntah

Gangguan nutrisi

Terbentuknya

kurang dari

formasi tumor

kebutuhan tubuh.
Penekanan Esofagus

4.

S : muntah, penurunan output urine, diare,


demam

Gangguan
keseimbangan
cairan dan
elektrolit

Gangguan menelan
Tumor mediastinum
Dilakukan
kemoterapi
Diare

B. Diagnosis dan Intervensi Keperawatan dari Tn. N


a.

Diagnosa

: Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan ekspansi paru

Tujuan

: Pola nafas efektif

Kriteria Hasil

Tn. N mengungkapkan sesak berkurang/ tidak sesak.

Respirasi dalam batas normal.


Intervensi

1. Jelaskan pada Tn. N tentang pentingnya istirahat dengan posisi semi


fowler.
59

2. Bantu Tn. N untuk mengambil posisi setengah duduk.


3. Kolaborasi dalam pemberian oksigen, antibiotic dan antipiretik sesuai
order.
4. Observasi frekwensi pernapasan, suara nafas, TTV dan keluhan Tn. N.
5. Lakukan pengkajian tiap 4 jam terhadap RR, S, dan tanda-tanda
keefektifan jalan napas
6. Lakukan fisioterapi dada secara terjadwal
7. Lakukan suction secara bertahap
8. Catat hasil pulse oksimeter bila terpasang, tiap 2-4 jam
b.

Diagnosa

Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan Oksigen.


Tujuan
: Tn. N memiliki cukup energi untuk beraktivitas sehingga

Tn. N mampu melakukan aktivitas secara bebas


Kriteria hasil
:
Tn. N mengungkapkan sesak berkurang saat melakukan aktivitas.

Tn. N mampu melakukan aktivitas secara mandiri.

Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainnya baik.


Intervensi

1. Rencanakan periode istirahat yang cukup.


2. Jelaskan pada Tn. N tentang penyebab dari aktivitas yang terbatas.
3. Anjurkan pada Tn. N untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
4. Bantu Tn. N dalam melakukan aktivitas.
5. Observasi TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
c.

Diagnosa

: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d

kehilangan volume cairan secara aktif


Tujuan

: Asupan cairan dan elektrolit Tn. N dapat di penuhi

Kriteria hasil

- Intake adekuat
- Tidak ada muntah dan diare
- Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi :
1. Catat intake dan output
2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam tanda deficit cairan.
3. Catat pengeluaran feses tiap 4 jam atau bila perlu.
4. Lakukan perawatan mulut tiap 4 jam
60

d. Diagnosa : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d


ketidakmampuan untuk memasukkan atau mencerna nutrisi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nafsu makan Tn. N timbul
kembali dan status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi Tn. N terpenuhi
- Nafsu makan Tn. N timbul kembali
- Berat badan Tn. N normal
- Jumlah Hb dan albumin Tn. N normal
Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi Tn. N
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan Tn. N
4. Yakinkan diet yang dimakan oleh Tn. N mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
5. Anjurkan Tn. N untuk makan sedikit tetapi sering
6. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
7. Monitor mual dan muntah
8. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
9. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
10. Anjurkan banyak minum
11. Pertahankan terapi IV line

61

BAB VII
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kanker paru yang diderita seseorang bisa bersifat benigna atau
maligna.Tumor paru terjadi sering kali karena aliran darah yang membawa
sel-sel kanker yang bebas dari kanker primer dimana saja didalam tubuh ke
paru. Pada hampir 70% pasien kanker paru mengalami penyebaran ketempat
limfatik regional dan tempat lain pada saat di diagnosis.
Beragam faktor telah dikaitkan dengan terjadinya kanker paru-paru :
Asap tembakau, perokok pasif, polusi udara, radon, masukan vitamin A,
PPOM, dan tuberkolosis. Gejala kanker paru yang paling sering adalah batuk,
nyeri dada, sesak, kelemahan, anoreksia, penueunan berat badan dan
anemia.Kebanyakan kasus kanker paru dapat dicegah jika merokok
dihilangkan.
Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum
terletak di antara kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan
struktur vital. Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam
mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi
jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar
timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Kebanyakan
tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah
tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor
terhadap organ disekitarnya.

4.2 Saran
Setelah membaca makalah kami ini, kami berharap kepada pembaca,
khususnya pada mahasiswa keperawatan dapat lebih memahami lebih dalam
mengenai tumor paru dan tumor mediastinum.

62

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia A & Lorraine. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 1. Jakarta: EGC
Francis, Caia. 2011. Keterampilan Klinis Esensial Untuk Perawat: Perawatan
Respirasi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Somantri, Irman. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Barbara, Engram. (1994). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol
3.Jakarta: EGC
Engtram, Barbara.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol
1.Jakarta : EGC
Tim Cancer Helps. 2010. Stop Kanker. Jakarta:Agro Media Pustaka.
Mangan, Yellia. 2009. Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker. Jakarta:
Agro Media Pustaka.

Doenges, Marilynn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Jakarta: EGC
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Tumor Mediastinum (Tumor
Mediastinum Nonlimfoma) Pedoman Diagnostis & Penatalaksanaan Di
Indonesia
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

63

Sherwood Laauralee. 2011. Human Fysiology, From Cell to System, Ed 6. Jakarta:


EGC
Baughman, Diane C., Joann C. Hackley. 1996. Keperawatan Medikal-Bedah
Buku Saku Dari Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC.
Underwood, J.C.E. 1994. Patologi Umum dan Sistematik Vol. 1 Edisi 2. Jakarta:
EGC.
Barbara, Engram. 1994. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol 3.
Jakarta: EGC

64

Anda mungkin juga menyukai