Anda di halaman 1dari 11

Terapi Tonsilitis Kronis

Stasya Zephora Lintuuran


Kepaniteraan Ilmu Farmakologi Terapan
Periode 31 September 2 Oktober 2015

Tonsilitis Kronis
Definisi Tonisilitis Kronis
Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya menahun.
Tonsilitis kronis dapat berasal dari tonsilitis akut yang dibiarkan saja atau karena
pengobatan yang tidak sempurna, dapat juga karena penyebaran infeksi dari tempat lain,
misalnya karena adanya sekret dari infeksi di sinus dan di hidung (sinusistis kronis dan
rhinitis kronik), atau karies gigi. Pada sinusitis kronik dan rhinitis kronik terdapat sekret
di hidung yang mengandung kuman penyakit. Sekret tersebut kontak dengan permukaan
tonsil. Sedangkan penyebaran infeksinya adalah secara hematogen maupun secara
limfogen ke tempat jaringan yang lain. Adapun yang dimaksud kronik adalah apabila
terjadi perubahan histologik pada tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti
oleh dinding jaringan fibrotik dan dikelilingi oleh zona sel sel radang (Rivai L. dalam
Boedi Siswantoro, 2003). Mikroabses pada tonsilitis kronis maka tonsil dapat menjadi
fokal infeksi bagi organ organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain lain
(Mawson S, 1987 dalam Boedi Siswantoro, 2003)
Fokal infeksi adalah sumber bakteri / kuman didalam tubuh dimana kuman /
produk produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat
menimbulkan panyakit (Pradono AP, 1978 dalam Boedi Siswantoro, 2003). Kelainan ini
hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan
menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi.
Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat
biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen.
Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia (Ahmad A, 1988
dalam Boedi Siswantoro, 2003). Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam darah.
Kuman kuman yang masuk ke dalam aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat
pada tubuh. Darah merupakan jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas batas
tertentu untuk membunuh kuman - kuman karena adanya imun respon. Maka dalam
tubuh sering terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10
menit sampai beberapa jam setelah tindakan (Boedi Siswantoro, 2003). Paradise et all
(2002) mendapatkan hasil dari 58 penderita yang dilakukan tonsilektomi pada anak
anak terbanyak pada kelompok usia 7 - 15 tahun yaitu sebesar 30%. Sedangkan pada
penelitian Sing T (2007) yang dilakukan di poli THT Rumah Sakit Sarawak, Malaysia,
terdapat sebanyak 657 penderita tonsilitis kronis dan terbanyak pada usia 14 tahun yaitu
sebesar 58%. Pada penelitian Sing T (2002) mendapatkan laki laki 342orang (52%) dan
wanita 315orang (48%). Farokah (2005) mendapatkan hasil penelitian laki laki 145
orang (48,2%) dan perempuan 156 orang (51,8%).

Etiologi Tonsilitis Kronis


Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang
mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi

tidak sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut,
yang paling sering adalah kuman gram positif (Kazzi AA, 2002 ; Arif Mansyoer dkk, 2001).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling banyak ditemukan pada
jaringan tonsil adalah Streptococcus hemolyticus. Beberapa jenis bakteri lain yang dapat
ditemukan adalah Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan
bakteri anaerob. Pada hasil penelitian Suyitno S, Sadeli S, menemukan 9 jenis bakteri penyebab
tonsilofaringitis kronis yaitu Streptococcus alpha, Staphylococcus aurius, Streptococcus
hemolyticus group A, Enterobacter, Streptococcus pneumonie, Pseudomonas aeroginosa,
Klabsiela sp., Escherichea coli, Staphylococcus epidermidis (Suyitno S, Sadeli S, 1995 dalam
Farokah 2005). Meskipun tonsilitis kronis dapat disebabkan berbagai bakteri namun
streptococcus hemolyticus group A perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar karena dapat
menyebabkan komplikasi yang serius diantaranya demam rematik, penyakit jantung rematik,
penyakit sendi rematik dan glomerulonefritis.

Faktor Predisposisi Tonsilitis Kronis


Adapun faktor predisposisi dari Tonsilitis Kronis yaitu : Pengobatan tonsilitis akut yang
tidak adekuat, Higiene mulut yang buruk, Pengaruh cuaca, Kelelahan fisik, Merokok.
Gejala dan Tanda Klinis Tonsilitis Kronis
Gejala klinis tonsilitis kronik adalah nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan, kadang
kadang terasa seperti ada benda asing di tenggorok dimana mulut berbau, badan lesu, nafsu
makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang meriang.
Tanda klinik pada tonsilitis kronis adalah (Primara IW,1999 dalam Boedi Siswantoro,
2003) :
Pilar/plika anterior hiperemis
Kripte tonsil melebar
Pembesaran kelenjar sub angulus mandibular teraba
Muara kripte terisi pus
Tonsil tertanam atau membesar
Tanda klinik tidak harus ada seluruhnya, minimal ada kripte melebar dan pembesaran
kelenjar sub angulus mandibula. Gabungan tanda klinik yang sering muncul adalah kripte
melebar, pembesaran kelenjar angulus mandibula dan tonsil tertanam atau membesar (Boedi
Siswantoro, 2003).
Diagnosa dan Pemeriksaan Penunjang Tonsilitis Kronis Dari pemeriksaan dapat
dijumpai:
a. Tonsil dapat membesar bervariasi
b. Dapat terlihat butiran pus kekuningan pada permukaan medial tonsil
c. Bila dilakukan penekanan pada plika anterior dapat keluar pus atau material
menyerupai keju d. Warna kemerahan pada plika anterior bila dibanding dengan mukosa

faring, tanda ini merupakan tanda penting untuk menegakkan diagnosa infeksi kronis
pada tonsil.
Pada pemeriksaan didapatkan pilar anterior hiperemis, tonsil biasanya membesar
(hipertrofi) terutama pada anak atau dapat juga mengecil (atrofi), terutama pada dewasa,
kripte melebar detritus (+) bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe angulus
mandibula (Aritomoyo D, 1980 dalam Farokah 2005).
Thane & Cody membagi pembesaran tonsil dalam ukuran T1 T4 :
T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai jarak pilar anterior uvula
T2 : batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior uvula sampai jarak anterior
uvula
T3 : batas medial tonsil melewati jarak pilar anterior uvula sampai jarak pilar
anterior uvula
T4 : batas medial tonsil melewati jarak anterior uvula sampai uvula atau lebih
Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang
dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan
dapat menyebabkan kor polmunale.
Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum
adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan yaitu secara mikrobiologi. Pemeriksaan dengan antimikroba sering gagal
untuk segera dikasi kuman patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil.
Kegagalan mengeradikasi organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian
antibiotika atau penetrasi anitbiotika yang inadekuat.

Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotik sesuai kultur. Pemberian


antibiotika yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis Cephaleksin ditambah
Metronidazole, klindamisin (terutama jika disebabkan mononucleosis atau absees),
amoksisilin dengan asam clavulanat (jika bukan disebabkan mononucleosis).
Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan
serta kecurigaan neoplasma (Arsyad Soepardi E dkk, 2007).
Kriteria tonsilitis kronis yang memerlukan tindakan tonsilektomi, umumnya
diambil berdasarkan frekuensi serangan tonsilitis akut dalam setahun yaitu tonsilitis akut
berulang 3 kali atau lebih dalam setahun atau sakit tenggorokan 4 6 kali setahun tanpa
memperhatikan jumlah serangan tonsilitis akut. Perlu diketahui, pada tonsilitis kronik,
pemberian antibiotik akan menurunkan jumlah kuman patogen yang ditemukan pada per
mukaan tonsil tetapi ternyata, setelah dilakukan pemeriksaan bagian dalam tonsil paska
tonsilektomi, ditemukan jenis kuman patogen yang sama bahkan lebih banyak dari hasil
pemeriksaan di permukaan tonsil sebelum pemberian antibiotik (Amarudin T, Christanto
A, 1999).

Nama Generik

Metronidazol
Klindamisin
Amoksisilin

Obat Generik :
Clindamycin / Klindamisin
Obat Bermerek :
Albiotin, Anerocid, Biodasin, Cindala, Climadan, Clinbercin, Clindexin, Clinex,
Clinidac, Clinika, Clinium, Clinjos, Clinmas, Comdasin, Dacin, Daclin-300, Dalacin,
Ethidan, Indanox, Lando, Lindacyn, Lindan, Mediklin, Milorin, Niladacin, Nufaclind,
Opiclam, Probiotin, Prolic, Xeldac, Zumatic.

KOMPOSISI
Tiap kapsul Clindamycin 150 mg mengandung Clindamycin HCl
(klindamisin hidroklorida)163 mg setara dengan Clindamycin base 150 mg.
Tiap kapsul Clindamycin 300 mg mengandung Clindamycin HCl (klindamisin
hidroklorida) 326 mg setara dengan Clindamycin base 300 mg.
FARMAKOLOGI
Clindamycin adalah antibiotik yang spektrumnya menyerupai Linkomisin namun
aktivitasnya lebih besar terhadap organisme yang sensitif. Clindamycin efektif terhadap

bakteri Staphylococcus
aureus, D.
pneumoniae, Streptococcus
pyogenes,
Streptococci(kecuali Streptococcus faecalis), Streptococcus viridans dan Avtinomyces
israelli serta efektif terhadap Bacteroides fragilis dan kuman patogen anaerob yang peka
lainnya. Clindamycin bekerja dengan cara menghambat sintesis protein bakteri.
INDIKASI
Indikasi Clindamycin adalah infeksi serius yang disebabkan oleh bakteri yang sensitif
terhadap Klindamisin terutama Streptokokus, Pneumokokus, Stafilokokus dan bakteri
anaerob seperti :

Infeksi serius saluran nafas bagian bawah,


Infeksi serius kulit dan jaringan lunak,
Osteomielitis,
Infeksi serius intra-abdominal,
Septikemia / sepsis,
Abses intra-abdominal,
Infeksi pada panggul wanita dan saluran kemih.
KONTRAINDIKASI
Clindamycin kontraindikasi bagi pasien yang yang hipersensitif atau alergi terhadap
clindamycin HCl atau linkomisin.
INDEKS KEAMANAN PADA WANITA HAMIL
B: Baik penelitian reproduksi hewan tidak menunjukkan risiko pada janin maupun
penelitian terkendali pada wanita hamil atau hewan coba tidak memperlihatkan efek
merugikan (kecuali penurunan kesuburan) dimana tidak ada penelitian terkendali yang
mengkonfirmasi risiko pada wanita hamil semester pertama (dan tidak ada bukti risiko
pada trisemester selanjutnya).

DOSIS DAN ATURAN PAKAI


Orang dewasa yang menderita infeksi serius : 150-300 mg tiap 6 jam.
Bisa ditingkatkan menjadi 300-450 mg tiap 6 jam jika perlu.
Anak-anak dengan infeksi berat : 8-16 mg/kg berat badan dalam 3-4 dosis terbagi.

Untuk mencegah kemungkinan timbulnya iritasi lambung dan kerongkongan (esofageal), obat
harus diminum dengan segelas air penuh.
EFEK SAMPING
Berikut ini efek samping klindamisin yang dapat terjadi :

Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah, diare


pseudomembranousa.

Reaksi hipersensitif atau alergi seperti pruritus, rash, atau urtikaria.

dan

kolitis

Gangguan hati seperti jaundice, abnormalitas test fungsi hati.


Gangguan ginjal seperti disfungsi ginjal (azotemia, oliguria, proteinuria).
Gangguan darah / hematologi seperti neutropenia sementara (leukopenia), eosinofilia,
agranulositosis, dan thrombositopenia.
Gangguan muskuloskeletal seperti polyarthritis.
PERINGATAN DAN PERHATIAN
Keamanan penggunaan Clindamycin pada wanita hamil dan ibu menyusui belum
diketahui dengan pasti.
Perlu dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya super infeksi dengan
bakteri dan jamur.
Selama penggunaan jangka panjang perlu dilakukan pemeriksaan hematologi, fungsi hati
dan ginjal.
Hati-hati penggunaan Clindamycin pada penderita kerusakan hati atau ginjal yang berat.
Hentikan pemakaian Clindamycin, jika selama pengobatan timbul mencret secara
berlebihan.
Terapi dengan Clindamycin dapat menyebabkan kolitis berat yang dapat berakibat fatal.
Oleh karena itu pemberian clindamycin dibatasi untuk infeksi serius dimana tidak dapat
diberikan antimikroba yang kurang toksik misalnya eritromisin.
Clindamycin tidak boleh digunakan untuk infeksi saluran nafas bagian atas (ISPA).
Pemberian pada bayi dan neonatus harus disertai pengamatan fungsi sistem organ yang
tepat.
Karena clindamycin tidak dapat mencapai cairan serebrospinal dalam jumlah yang
memadai, maka clindamycin tidak dapat digunakan untuk pengobatan meningitis.
Secara in vitro menunjukkan adanya antagonisme antara clindamycin dan eritromisin.
Karena kemungkinan itu secara klinis dapat terjadi, maka kedua obat ini tidak boleh
diberikan secara bersamaan.
Hati-hati pemberian Clindamycin pada penderita dengan riwayat penyakit saluran
pencernaan terutama kolitis, serta penderita atopik.
Prosedur pembedahan harus sudah ditentukan sehubungan dengan digunakannya
antibiotika ini.
Hati-hati penggunaan Clindamycin pada penderita yang mendapat terapi obat-obat
penghambat neuromuskular karena dapat meningkatkan kerja obat-obat penghambat
neuromuskular.
INTERAKSI OBAT
Antidiare, adsorbens.
Tidak dianjurkan penggunaan bersama-sama dengan kaolin atau attapulgite yang
dikandung dalam obat antidiare.
KEMASAN
Clindamycin kapsul 150 mg, Kotak, berisi 10 blister @ 10 kapsul.
Clindamycin kapsul 300 mg, Kotak, berisi 10 blister @ 10 kapsul.

Obat Generik :
Metronidazole
Obat Bermerek :
Biatron, Corsagyl, Dimedazol, Dumozol, Farnat, Fladex, Flagyl, Fortagyl, Grafazol,
Metrofusin, Metronidazole Fima, MetronidazoleFresenius, Metronidazole Ikapharmindo,
Metronidazole OGB Dexa, Molazol, Nidazole, Promuba, Rindozol, Ronazol, Supplin,
Tismazol, Trichodazol, Trogiar, Trogyl, Vadazol, Vagizol, Velazol

KOMPOSISI
Metronidazole Tablet : Setiap tablet mengandung Metronidazole 250 mg.
Metronidazole Forte Tablet : Setiap tablet mengandung Metronidazole 500 mg.
Metronidazole Sirup 125 mg/5 ml : Setiap 5 ml (1 sendok takar) mengandung
Metronidazole 125 mg.
FARMAKOLOGI
Metronidazole adalah antibakteri dan antiprotozoa sintetik derivat nitroimidazoi yang
mempunyai aktifitas bakterisid, amebisid dan trikomonosid.
Dalam sel atau mikroorganisme metronidazole mengalami reduksi menjadi produk polar.
Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam
nukleat.
Metronidazole efektif terhadap Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Gierdia
lamblia. Metronidazole bekerja efektif baik lokal maupun sistemik.
INDIKASI
Trikomoniasis, seperti vaginitis dan uretritis yang disebabkan oleh Trichomonas
vaginalis.
Amebiasis, seperti amebiasis intestinal dan amebiasis hepatic yang disebabkan oleh E.
histolytica.
Giardiasis.
Balantidiasis.
Blastocystis.
Penyakit infeksi gigi.
Gingivitis (peradangan gusi) ulseratif nekrotikans.
Infeksi bakteri anaerob.
Antibiotik profilaksis operasi.
Infeksi Helicobacter pylori.

KONTRAINDIKASI
Metronidazole jangan diberikan kepada penderita hipersensitif/alergi
Metronidazole atau derivat nitroimidazole lainnya.
Metronidazole jangan diberikan pada kehamilan trimester pertama.

terhadap

PERINGATAN DAN PERHATIAN


Metronidazole tidak dianjurkan untuk penderita dengan gangguan pada susunan saraf
pusat, diskrasia darah, kerusakan hati, ibu menyusui dan dalam masa kehamilan trimester
II dan III.
Pada terapi ulang atau pemakaian lebih dari 7 hari diperlukan pemeriksaan sel darah
putih .
Pada penderita penyakit hati berat diperlukan pengukuran kadar obat dalam plasma.

EFEK SAMPING
Mual, sakit kepala, anoreksia, diare, nyeri perut ulu hati dan konstipasi.
Sariawan dan glositis karena pertumbuhan kandida yang berlebihan di rongga mulut.
Leukopenia dan trombositopenia yang bersifat sementara (transien).
Reaksi hipersensitivitas/alergi.
Peningkatan enzim fungsi hati, hepatitis kolestatik, dan jaundice (penyakit kuning)
Efek samping yang berpotensi fatal : Reaksi anafilaksis.

INTERAKSI OBAT
Metronidazole menghambat metabolisme warfarin dan dosis antikoagulan kumarin
lainnya harus dikurangi. Metronidazole meningkatkan risiko efek samping antikoagulan
kumarin.
Pemberian alkohol selama terapi dengan metronidazole dapat menimbulkan gejala seperti
pada disulfiram yaitu mual, muntah, sakit perut dan sakit kepala.
Dengan obat-obat yang menekan aktivitas enzim mikrosomal hati seperti simetidin, akan
memperpanjang waktu paruh metronidazole.
DOSIS DAN ATURAN PAKAI

Trikomoniasis :
Pasangan seksual dan penderita dianjurkan menerima pengobatan yang sama dalam
waktu bersamaan.
Dewasa : Untuk pengobatan 1 hari, 2 g 1 kali atau 1 gram 2 kali sehari. Untuk
pengobatan 7 hari, 250 mg 3 kali sehari selama 7 hari berturut-turut.
Amebiasis :
Dewasa : 750 mg 3 kali sehari selama 10 hari.

Anak-anak : 35 50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3 kalisehari, selama


10 hari.

Giardiasis:
Dewasa : 250 500 mg 3 kali sehari selama 5 7 hari atau 2 g 1 kali
sehari selama 3 hari.
Anak-anak: 5 mg/kg BB 3 kali sehari selama 5-7 hari.

KEMASAN
Metronidazole tablet 250 mg.
Metronidazole forte tablet 500 mg.
Metronidazole sirup 125 mg/5 ml.

Nama Generik :
AMOKSISILIN
Indikasi :
Infeksi yang disebabkan oleh strain bakteri yang peka , infeksi kulit dan jaringan lunak.
Staphylococcus bukan penghasil penicilinase, H. influenze, Streptococcus,
E.coli,P.Mirabilis dan Streptococcus faecalis, Gonore: gonorrhoe.
Golongan :Antibiotik
Kandungan :
Amoksisilin trihidrat 250 mg / 500 mg
Perhatian :
untuk penderita gagal ginjal perlu dilakukan pengurangan dosis. Pada penderita yg
menerima dialisadosis maksimal yg dianjurkan 500 mg/hari.
Kontra Indikasi :
hipersensitif, pasien alergi terhadap penisilin.
Efek Samping :
Reaksi kepekaan spterythematosus maculopapular, rash.urtikaria, serum sickness, reaksi
kepekaan yang serius dan fatal adalah anafilaksis terutama terjadi pada penderita yang
hipersensitif pada penisilin, gangguan saluran pencernaan, mual, muntah, diare. reaksireaksi hematologik.

Kemasan :
Dos 12 strip X 10 kap 250 mg;
Dos 10 strip X 10 kap 500 mg
Dosis :
amoksisilin (Amoxicillin) diberikan dengan dosis : oral : dewasa dan anak 20 kg atau lebih
: 250-500 mg setiap 8 jam; sirup kering : anak > 8 kg : 125-250 mg tiap 8 jam; tetes
pediatrik : anak < 6 bulan dosis lazim seluruh indikasi kecuali infeksi saluran nafas bagian
bawah; anak < 6 kg : 0.25-0.50 ml tiap 8 jam, anak 6-8 kg : 0.5-1 ml tiap 8 jam. Infeksi
saluran nafas bawah : anak < 6 kg : 0.5-1 ml tiap 8 jam, anak 6-8 kg : 1-1.5 ml tiap 8 jam.
Untuk pasien dengan fungsi ginjal yang buruk, monitor kadar obat dalam plasma dan urine
harus dilakukan.
Interaksi Obat:
amoksisilin (Amoxicillin) berinteraksi dengan obat-obat seperti : Antikoagulan (misalnya ,
warfarin , dabigatran ), Allopurinol ( pengobatan asam urat ), antibiotik tertentu, obat
kanker ( methotrexate ), obat urikosurik, dan vaksin tifoid

RESEP
dr. Stasya
Jl. Sutoyo No.2
NIP 11198
R/ Metronidazole tab 250 mg
S 3 dd I (habis)
R/ Paracetamol tab 500 mg
S 3 dd I
Pro: Tn. X
Umur: Dewasa

Jakarta, 30 September 2015


No. XXI
No. X

Anda mungkin juga menyukai