Anda di halaman 1dari 3

Nama : Mariko Yohana

NIM : 1601258480
Kelas : LI53
Tugas Sistem Pengendalian Manajemen (The-Set-Up-To-Fail Syndrome)
Berdasarkan summary diskusi ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya syndrome ini adalah :
1. Komunikasi, proses komunikasi yang terjadi di dalam organisasi khususnya yang menyangkut
komunikasi antara pimpinan dan karyawan merupakan faktor penting dalam menciptakan suatu
organisasi yang efektif. Komunikasi memiliki hubungan yang erat sekali dengan kepemimpinan,
bahkan dapat dikatakan bahwa tiada kepemimpinan tanpa komunikasi. Pemimpin yang baik adalah
pemimpin yang mampu menguasai komunikasi dengan baik pula. Komunikasi juga dikatakan sebagai
inti dari kepemimpinan. Kepemimpinan yang efektif dapat dicapai melalui proses komunikasi yang
dilakukan oleh pemimpin kepada anggotanya. Visi pemimpin bisa saja bagus, namun tanpa
komunikasi

yang

efektif,

maka

visi

tersebut

tidak

akan

pernah

bisa

terwujud.

Dalam

mengkomunikasikan visi, maka pemimpin harus bisa menyampaikan suatu gambaran di masa depan
yang mendorong antusiasme serta komitmen dari karyawan. Komunikasi yang efektif juga tergantung
dari hubungan atasan bawahan yang memuaskan yang dibangun berdasarkan iklim dan
kepercayaan atau suasana organisasi yang positif. Agar hubungan ini berhasil, harus ada
kepercayaan dan keterbukaan antara atasan dan bawahan. Kurangnya sifat terbuka antara pimpinan
dan karyawan akan menyebabkan pemblokan atau tidak mau menyampaikan pesan dan gangguan
dalam pesan. Seperti yang dijelaskan oleh Mijane, bahwa, atasan diharapkan dapat merangkul
semua staffnya, dan selalu terbuka atas keluhan atau kesulitan yang dialami staff dalam menjalankan
tugasnya. Oleh karenanya, budaya ber-komunikasi sangat penting dijaga dalam perusahaan untuk
menjamin bahwa ke 3 basic control issues tidak terjadi didalam perusahaan. Misalnya, dengan
komunikasi yang jelas, tidak akan terjadi kurangnya arahan dari pimpinan dan staf nya. Karena,
semua tujuan-tujuan perusahaan dijelaskan dengan gamblang dan bahkan diturunkan ke dalam
rencana-rencana kerja yang spesifik. Komunikasi juga akan dengan mudah mengidentifikasi adanya
karyawan yang kehilangan motivasi
2. Kekhawatiran dari atasan bahwa kinerja karyawan tidak dapat memenuhi ekspektasinya sehingga
atasan menjadi berlebihan dalam melakukan pengawasan dan memusatkan seluruh perhatian pada
karyawannya dengan memeriksa setiap pekerjaan yang dilakukan karyawan, contohnya ketika
karyawan biasanya dapat melakukan suatu pekerjaan dengan tanpa masalah. Akan tetapi, untuk
pekerjaan yang sama, tiba-tiba atasan menjadi lebih demanding dan mempersoalkan kesalahankesalahan kecil yang biasanya tidak menjadi masalah. Tindakan ini dilakukan oleh atasan untuk
meningkatkan kinerja dan mencegah terjadinya kesalahan yang dilakukan oleh karyawan. Namun,
karyawan salah mengartikan maksud atasan yang melakukan pengawasan berlebihan atas dirinya
sebagai indikasi kurangnya keyakinan dan kepercayaan diri. Atasan biasanya tidak menyadari bahwa

pengawasan yang ketat tersebut dapat menurunkan kinerja karyawan dengan cara merusak motivasi
mereka dalam dua cara yaitu mereka akan kehilangan motivasi dalam mengambil keputusan secara
mandiri atau, dengan membuat mereka merasa kurang dihargai. Sehingga hal tersebut dapat
menghambat pertumbuhan professional dan kreativitas para karyawan.
3. Budaya Organisasi, merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Dengan
adanya budaya organisasi di suatu perusahaan akan membuat kinerja para karyawan berjalan sesuai
dengan aturan yang berlaku di perusahaan dan menjadi kebiasaan para karyawan dalam bertindak
sesuai dengan peraturan yang berlaku dimana peraturan perusahaan memberikan batasan dalam
bersikap sehingga para karyawan akan selalu mengingat peraturan tersebut. Apabila karyawan di
perusahaan menunjukan kebiasaan yang baik maka akan berpengaruh baik untuk kinerja karyawan
disana dalam menyelesaikan tugas kerja. Sedangkan budaya organisasi yang buruk atau kebiasaan
kerja di perusahaan buruk akan berpengaruh buruk untuk kinerja karyawannya.
3 basic control issues yang dapat menjadi penyebab terjadinya The Set-Up To Fail Syndrome:
a.) Kurangnya pengarahan (Lack of direction) : Karyawan tidak mengetahui apa yang perusahaan
inginkan dan harapkan dari mereka. Ketika karyawan kurang diarahkan, hal ini menyebabakan
performa kerja karyawan menjadi rendah. Untuk mengantisipasi kesalahan-kesalahan yang
dilakukan karyawan akibat kurang diarahkan atasan perlu menginformasikan karyawan cara agar
mereka dapat memaksimalkan kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi. Pengarahan ini juga
bertujuan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi agar karyawan tidak berlarut larut
yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
b.) Masalah motivasi (Motivational problems): Motivasi adalah salah satu pendorong seseorang
melakukan sesuatu. Tanpa adanya motivasi organisasi yang sama seperti sense of belonging
pada organisasi, tujuan yang sejalan dengan organisasi, dll dapat membuat karyawan bertindak
untuk kepentingannya sendiri. Ketidakpercayaan manajer terhadap karyawannya, sikap tidak
menghargai atau tidak melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan dapat
membuat karyawan tersebut merasa bukan bagian dari perusahaan sehingga mereka merasa
benar untuk melindungi kepetingan mereka sendiri. Semakin kurangnya motivasi karyawan untuk
bekerja sejalan dengan tujuan organisasi, maka kinerja mereka akan semakin menurun dan
kemudian memicu set-up to fail syndrome. Leader yang baik harus mampu untuk merangkul
karyawannya sehingga karyawan tersebut dapat merasa mereka adalah bagian dari perusahaan
kemudian dari situ dapat munculah kesamaan tujuan dan sense of belonging dengan perusahaan
sehingga karyawan dengan senang hati bekerja dengan usaha terbaik mereka
c.) Keterbatasan individu (Personal limitations): Setiap individu mempunyai keterbatasan masingmasing. Terkadang, beberapa orang tidak dapat melakukan tugas mereka dengan baik
dikarenakan keterbatasan yang mereka miliki. Beberapa contoh atau penyebab keterbatasan
karyawan adalah kurangnya pengetahuan, pelatihan, pengalaman yang dimiliki karyawan,
karyawan dipromosikan melebihi batas kompetensi mereka, dan beberapa pekerjaan tidak

didesain sebagaimana mestinya. Untuk itu perusahaan harus bisa membuat metode pelatihan
yang efektif agar semua peserta bisa mendapatkan pengetahuan dan mampu bekerja lebih baik
sesuai dengan keinginan perusahaan. Leader yang baik akan mendorong staff nya untuk tidak
ragu menyatakan pendapatnya. Sehingga, staff tidak akan ragu jika mereka memiliki
keterbatasan kemampuan dalam melakukan tugasnya, dan leader akan memfasilitasi hal-hal apa
saja yang dibutuhkan oleh staff agar kinerja nya menjadi meningkat.

Anda mungkin juga menyukai