1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim
yang besar dimana memiliki kekuatan
dalam potensi pulau-pulau kecil dengan
topografi yang memiliki potensi akan
kekayaan pulau-pulau yang indah dengan
berbagai suku dan tradisi yang dapat
menjadikan Indonesia tetap satu.
Sebagian besar di Provinsi NTB yang
memiliki 280 pulau yakni pulau di pulau
Lombok terkenal akan gili-gili yang
menarik seperti Gili terawang, gili meno,
dan gili air, masih banyak juga pulau-pulau
kecil yang sangat menarik. Namun di Pulau
Sumbawa juga tidak kalah menariknya,
dimana Sumbawa juga memiliki pulau
kecil yang di kenal sebagai pulau terpadat
di
di Indonesia.
Pulau Bungin merupakan pulau yang
dibangun diatas tumpukan batu karang yang
sudah mati yang diambil di laut. Pada tahun
1942 pulau yang pada awalnya yang hanya
seluas kurang lebih 3 hektar menjadi lebih
dari 6 hektar pada tahun 1995.
Daratan pulau ini bertambah sekitar 2030 are setiap tahunnya, karena setiap yang
ingin berkeluarga diharuskan membuat
tempat mendirikan rumah terlebih dahulu
dari timbunan karang dan pasir. Pulau
Bungin dengan karakter pemukiman
berkepadatan tinggi dengan jarak 1 meter
antara rumah yang satu dengan rumah yang
lainnya.
Permukiman padat serta masih minim
sarana dan prasarana merupakan lingkungan
hunian yang tidak sehat dan tidak layak huni
apabila di kaitkan dengan kebijakankebijakan tentang penataan permukiman.
1
Permukiman yang tidak layak
perkembangan
sebelumnya.
(Mukarowsky, 1972:242)
b. Ruang
Secara umum, ruang dibentuk
oleh tiga elemen pembentuk ruang
yaitu: 1) Bidang alas/lantai (the base
plane). 2) Bidang dinding/pembatas
(the vertical space devider). 3) Bidang
langit-langit/atap
(the
overhead
plane).
c. Bentuk
Menurut (Drs. R. Irawan
Surasetja, MT. 2007) Bentuk dalam
arsitektur meliputi permukaan luar
dan ruang dalam. Pada saat yang
sama,
bentuk
maupun
ruang
mengakomodasi fungsi-fungsi (baik
fungsi fisik maupun non fisik).
2.2. Orientasi Permukiman
Karakter permukiman dapat dilihat
dari organisasi ruang permukiman
(Rapoport,1977):
1. Orientasi Permukiman Mengelilingi
Central Space
3. Pola Memanjang.
Gambar
A. Pola
Permukiman
Nelayan
1. Face to face
2. SubKelompok
Komunitas
B. Struktur
ruang
Permukiman
Nelayan
1. Linier
2. Clustered
3. Kombinasi
3. METODE PENELITIAN
Penelitian di lakukan dengan
menggunakan metode kualitatif. Data digali
melalui observasi langsung ke lapangan.
Hasil observasi selanjutnya dikaji dengan
menggunakan 3 jenis analisa dilihat dari
arsiteltur bangunan hunian (Yuswadi
Saliya, 1999), Orientasi Permukiman
(Rapoport, 1977), dan Pola Permukiman
Lee Taylor, 1980).
3.1. Teknik Pengumpulan Data
A
D
B
A
B
Dimana:
n: jumlah sampel
N: jumlah populasi
e: batas toleransi kesalahan (error
tolerance)
Untuk menggunakan rumus ini,
pertama ditentukan berapa batas toleransi
kesalahan. Batas toleransi kesalahan ini
dinyatakan dengan persentase. Semakin
kecil toleransi kesalahan, semakin akurat
sampel
menggambarkan
populasi.
Misalnya, penelitian dengan batas
kesalahan 15% berarti memiliki tingkat
akurasi 85%. Penelitian dengan batas
kesalahan 10% memiliki tingkat akurasi
90%. Dengan jumlah populasi yang sama,
semakin kecil toleransi kesalahan, semakin
besar jumlah sampel yang dibutuhkan.
A. Jumlah Sampel Pada Pergerakan
Bangunan Hunian Arsir A
Jumlah Populasi
: 657
Batas Toleransi
: 15%
Maka jumlah sampel : 41 rumah
B. Jumlah Sampel Pada Pergerakan
Bangunan Hunian Arsir B
Jumlah sampel
: 98
Batas Toleransi
: 15%
Maka Jumlah Sampel : 30 rumah
C. Jumlah Sampel Pada Pergerakan
Bangunan Hunian Arsir C
Jumlah sampel
: 41
Batas Toleransi
: 15%
Maka jumlah sampel : 21 rumah
3.2. Teknik Analisis Data
Teknik
analisis
data
yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan teknik analisis deskriptif
2)
Kepala
Suci
Badan
Kehidupan
Kaki
Alam
B. Orientasi Permukiman
Orientasi permukiman dilihat dari
arah masa bangunan yang ada di
Pulau Bungin. Dimana masa
bangunan yang ada di Pulau Bungin
semua mengarah ke satu tempat yaitu
Ulu
Watang
Garasi
&
Gudang
Aje
Ket Gambar:
Terbentuk orientasi
along the streets
Perubahan arah
sebagian masa bangunan
C. Perubahan Pola Permukiman
Perubahan pola permukiman
terjadi ketika adanya faktor internal
dan faktor eksternal:
Faktor Internal
Faktor internal yang dimaksud
dalam pembahasan ini adalah
bagian dari diri masyarakat dalam
perubahan orientasi permukiman
(figure ground warna kuning).
Meskipun arah bangunan menuju
ke jalan tetapi pandangan
masyrakat dalam membangun
selalu berharap ke masjid sebagai
tanda
dalam
menghargai
bangunan suci tersebut.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal dilihat dari
pengaruh jalan tersebut bahwa
masyarakat berorientasi ke jalan
sebagai
alasan
untuk
memudahkan dalam mengakses
jalan.
Karena
sebagian
masyarakat desa bungin memiliki
mata pencaharian selain nelayan
seperti jasa angkutan material,
ojek motor, ojek ikan, dll.
Dari kedua faktor tersebut
sehingga pola permukiman yang
terjadi di Pulau Bungin yakni pola
Ket Gambar:
Terbentuk pola
permukiman face to face
Perubahan pola
permukiman menjadi
pola permukiman
kombinasi
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Jadi sebelum pembangunan jalan
semua bangunan hunian di pulau bungin
yakni rumah panggung yang dibuat dari
kayu atau bambu dengan berorientasi ke
tengah pulau bungin atau orientasi Central
Space dengan pola permukiman yakni
clustered.
Setelah adanya pembangunan jalan
jumlah perkembangan bangunan rumah
panggung tidak 100% karena terdapat
jumlah bangunan rumah batu yakni 82 unit
bangunan dan juga terdpat bangunan baru
yang berorientasi menyusuri jalan atau
Along the streets dengan pola permukiman
Face to Face, Clustered, dan Kombinasi.
5.2. Saran dan Rekomendasi
A. Saran-saran
Dari beberapa perubahan pada
arsitektur
bangunan,
orientasi
permukiman, dan pola permukiman
1. Perubahan
karakteristik
permukiman berdasarkan aspek
sosial-budaya.
2. Penataan
Desa
Bungin
Berdasarkan
Karakteristik
Permukikman Nelayan.
DAFTAR PUSTAKA
Amirin, Tatang M. 2011. Populasi dan
sampel penelitian 4: Ukuran
sampel
rumus
Slovin
Tatangmanguny.wordpress.com.)
Ching. Francis. D.K, 2007, Arsitektur:
Bentuk, Ruang, dan Tatanan,
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Departemen PU. Dirjen Cipta Karya
Direktorat Perumahan (1989).
Pedoman
Pelaksanaan P3D Nelayan. Buku
1, Jakarta.
Dirjen Cipta Karya Departemen PU dan
IAP, 1997 , Kamus Tata Ruang,
IAP:Jakarta
Djanen, Bale, 1994. Analisa pola
permukiman
di
lingkungan
perairan Indonesia, Depdikbud,
Direktorat sejarah dan Nilai
tradisional, Jakarta.
Inayatullah, 1967, Toward a Non-Western
Model of Development, In Lerner,
D., and Schramm, W. (eds):
Communication and Change in the
Developing Countries, Honolulu:
East-West Center Press.
Rapoport, Amos. 1977. Human Aspects of
Urban Form. Pergamon Press, New
York.
Saliya,
Yuswadi.
1999.
Arsitektur
Tradisional Indonesia: Beberapa
Catatan
pendahuluan.
s.l.:
Monumen dan Situs Indonesia.
(ICOMOS). 1999.
Siagian, Sondang P. Teori dan Praktek
Kepemimpinan, Rineka Cipta,
Jakarta 1994
10