primitif menuju masyarakat maju. Dan bergerak perubahan itu mempunyai tujuan
akhir. Sedangkan teori fungsionalisme, memandang masyarakat sebagai sebuah
sistem yang selalu berada dalam keseimbangan dinamis. Perubahan yang terjadi
dalam unsur sistem itu akan diikuti oleh unsur sistem lainnya dan membentuk
keseimbangan baru.
Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian
kawasan yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami
kemunduran/degradasi. Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses
revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan
aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan
potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat).
Pertama, membatasi atau memberi peranan sangat minimum kepada pemerintah atau laissez
faire memungkinkan terwujudnya kemakmuran/ kebebasan berproduksi, membeli, menjual, dan
berinvestasi akan memberi kesempatan untuk menjadi kaya bagi semua pelaku ekonomi. Pada
saat yang bersamaan, perusahaan yang bebas merupakan sebuah faktor penting untuk
menciptakan kesamaan (equality). Jika setiap orang mempunyai kesempatan untuk
memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk berproduksi dan memasarkan produknya
sehingga dua belah pihak yang terlibat menjadi kaya.
Kedua, dinamika pertumbuhan yang cepat dan besarnya peranan sektor swasta menjamin
berlang-sungnya demokrasi, karena negara tidak diperke-nankan mengkonsentrasikan kekuasaan
politiknya di tangan para birokrat. Sistem ekonomi inilah yang menjamin kebebasan yakni
kapitalisme yang kompetitifjuga menyediakan kebebasan politik, karena kekuasaan ekonomi dan
politik dipisahkan (Salmi, 1993).
Ketiga, sistem kapitalisme sangat percaya kepada kekuatan ekonomi pasar yang diletakkan di
atas sistem persaingan atau kompetisi. Mereka juga percaya pada kondisi full employment yakni
suatu kondisi ekonomi akan berjalan secara lancar dan selalu menyesuaikan diri, jika tanpa
intervensi pemerintah.
Keempat, sistem ini juga percaya bahwa pemenuhan kepentingan pribadi berarti memenuhi
kepentingan masyarakat. Dengan kata lain mereka sangat yakm kepada harmony of interest.
Hukum ekonomi berlaku secara universal, dan mereka sangat mempercayai hukum pasar yaitu
supply creates its own demand.
Sedangkan sisi buruh kapitalisme telah melahirkan bentuk-bentuk kekerasan dan pelanggaran
HAM. Sistem kapitalesme menyebabakan terjadinya eksploitasi dan penindasan yang panjang,
bahkan melahirkan negara-negara kaya di belahan bumi utara dan negara miskin di belahan bumi
selatan, dan tumbuhnya kelompok yang termarjinalkan dalam sistem ekonomi (Salmi dalam
Suharnadji dan Waspodo, 2004:15) Tetapi apapun kritik yang dilontarkan kepada teori
Kapitalisme pada kenyataannya teori ini diterapkan oleh hampir sebagian besar negara negara
industri maju dan negara-negara berkembang yang sedang mengalami proses modernisasi. Teori
ini dianggap mampu mendorong kemajuan suatu bangsa
karena dilandasi oleh prinsip-prinsip kompetis kebebasan dan demokratisasi meskipun masih
dibutuhkan adaptasi dan penyesuaian-penyesuaia pada masing-masing negara.
2 . Teori Evolusi
Teori Evolusi atau teori organik lahir pada abad ke-19 sesaat setelah Revolusi Industri Inggris
dan Revolusi Politik Perancis. Revolusi Industri di Inggris telah menciptakan dasar-dasar
ekspansi ekonomi ya dilandasi semangat ilmu pengetahuan dan teknik dirumuskan tata cara baru
produksi barang yang lebih efisien, yang pada akhirnya berakibat pada peningkatan produktifitas
dan perluasan pasar dunia. Meskipun pada awalnya perkembangan teori evolusi ini berpangkal
dari pikiran Frederich Hegel tetapi filosof Perancis Auguste Comte-lah yang menjadikan teori
evolusi menjadi pengetahuan ilmu sosial positivistik. Menurut Comte bahwa perubahan
masyarakat adalah melalui fase-fase teknologi yaitu suatu bentuk masyarakat yang dikuasai oleh
pendeta dan diperintah oleh militer. Pada fase ke dua meta-fisika, yang didasarkan pada
pemikiran-pemikiran filosofis, sedangkan fase ketiga adalah positif atau scientific, yakni dengan
memahami hukum alam dan eksperimentasi ilmiah. Tokoh lainnya yang termasuk penganut
evolusi, di antaranya Tonies yang menggunakan istilah Gemenschaff (masyarakat paguyuban)
dan Gesselschaff (masyarakat patembayan), Herbert Spencer melihat sebagai masyarakat
militer dan masyarakat industri serta Emile Durkheim mengamati dengan solidaritas mekanik
dan organik.
Alur pikir dari teori evolusi adalah masyarakat akan berkembang dari masyarakat sederhana
(primitive) menuju ke masyarakat modern (complex) dan memerlukan proses jangka panjang
fase demi fase. Para penganut teori ini berasumsi bahwa masyarakat akan menjalani perubahan
secara linear atau seperti garis lurus, dari masyarakat primitive ke masyarakat maju. Asumsi ini
memberikan argumentasi kuat bahwa masyarakat yang dicita-citakan adalah masyarakat modern,
dan disebut sebagai bentuk dari tujuan masyarakat yang bernilai baik dan sempurna yang di
dalamnya terdapat apa yang oleh teori evolusi disebut sebagai kemajuan/ kemanusiaan, dan
peradaban.
3. Teori Fungsionalisme
Tokoh penting dari teori Fungsionalisme adalah Talcott Persons dan Robert Merton. Teori ini
muncul pertama kali tahun 1930-an yang dikenal dengan nama teori Struktural Fungsional.
Meskipun teori ini tidak menyinggung secara langsung tentang perubahan sosial dan
pembangunan, tetapi berkaitan erat dengan beberapa teori pembangunan seperti human capital
teori dan teori modernisasi.
4. Teori Modernisasi
Teori modernisasi dan pembangunan pada dasarnya merupakan sebuah gagasan tentang
perubahan sosial yang dalam perjalanannya telah menjadi sebuah ideologi. Perkembangan ini
akibat dukungan dana dna politik dari pemerintah, organisasi maupun perusahaan swasta AS
serta negara liberal lainnya.
Pada awalnya modernisasi sebenarnya suatu gerakan sosial yang bersifat revolusioner,
berwatak kompleks (melalui banyak strategi dan disiplin ilmu), sistematik, dan seperti menjadi
gerakan global yang mempengaruhi semua aktivitas manusia melalaui proses yang bertahap
menuju homogenesis dan bersifat progresif. Teori ini pada akhirnya dipergunakan di kalangan
interdisiplin sehingga melahirkan aliran modernisasi sosiologi, antropologi, psikologi,
pendidikan, ekonomi bahkan agama (Fakih, 2001).
Pada kenyataannya di Perguruan Tinggi penggunaan istilah modernisasi sering
tumpangtindih dengan pembangunan sehingga modernisasi dianggap memilki arti yang sama
dengan pembangunan. (Suharnadji dan Waspodo, 2004:22).
Buah pikiran tentang pertumbuhan diurikan secara rinci oleh Rostow yang melihat
pembangunan sebagai proses evolusi perjalanan yang panjang dari tradisional menuju modern,
yang kemudian dikenal dengan the five stage scheme. Sedangkan pandangan Rostow tentang
teori perubahan sosial diuraikan dalam the stage of economic Growth. Menurut Rostow
perubahan sosial terbagi dalam lima tahapan, masyarakat tradisional, kemudian berkembang
menjadi masyarakat pra kondisi tinggal landas, lantas berkembang ke masyarakat tinggal
landas,masyarakat pematangan pertumbuhan atau kedewasaan dan akhirnya mencapai
masyarakat modern yaitu masyarakat konsumsi masa tinggi (high mass consumtion).
Teori dependency (ketergantungan) yang muncul sebagai paradigma baru dan dianggap
sebagai oposisi terhadap praktek kapitalisme, merupakan kritik dari teori modernisasi yang
dianggap sebagai penindas dan agen utama penyebab kemiskinan pada negera dunia ketiga.
Menurut teori ketergantungan kemiskinan di dunia ketiga adalah akibat dari struktur
perekonomian dunia yang bersifat eksploratif terhadap yang lemah. Maka surplus dari negara
Dunia Ketiga beralih ke negara-negara industri maju karena perdagangan dunia yang bebas
justru merupakan wadah praktek eksploitasi (Budiman, dalam Suharnadji dan Waspodo,
2004:53). Tokoh teori ketergantungan antara lain Paul Baran, Andre Gunder Frank, Theotonio
dos Santos, Fernando Hendrique Cordoso (Fakih, 2001).
Menurut Dos Santos, ketergantungan dapat dilihat dari indikator (Suharnadji dan
Waspodo, 2004:54-55):
1.
Ketergantungan yang bersumber pada kehidupan ekonomi suatu negara, baik yang terjadi
di dalam maupun luar negeri
2. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi dan menentukan proses kehidupan ekonomi
tersebut berupa dimensi internal dan eksternal.
3. Adanya proses dan faktor yang membawa hubungan yang berada di sentral atau pusat dan
pinggiran sebagai suatu rangkaian struktural yang eksploitatif.
Selanjutnya Santos membedakan ketergantungan menjadi 3 jenis:
1.
Ketergantungan kolonial yaitu ketergantungan dalam dominasi politik dalam bentuk
penjajahan.
2.
Ketergantungan industri keuangan, dimana negara pinggiran secara politis merdeka tetapi
dikuasai negara pusat, melalaui penanaman modal baik langsung maupun bekerja sama dengan
penguasa lokal untuk menghasilkan bahan baku. Dengan demikian pengendalian dilakukan
dalam bentuk kekuasaan industri dan keuangan.
3.
Ketergantungan teknologi industri, dimana perusahaan multinasional (TNCs) dari negara
pusat mulai menanamkan modal dalam kegiatan industri yang produknya ditujukan ke pasar
dalam negeri dari negara pinggiran, yang sringkali dimiliki pengusaha lokal tetapi teknloginya di
tangan perusahaan multinasional. Dengan demikian penguasaan terhadap surplus industri
dilakukan melalaui monopoli teknologi industri.
Tokoh teori ketergantungan lainnya Samir Amin (dalam Suharnadji dan Waspodo, 2004:53)
menyatakan bahwa ketergantungan merupakan sebuah konsep pertukaran yang tidak adil karena
terjadinya peralihan surplus dari negara pinggiran (periphery) ke negara pusat (centre) sebagai
akibat hubungan perdagangan yang timpang. Meskipun negara pusat dan pinggiranmerupakan
saling ketergantungan, namun sifat hubungan dapat disejajarkan/dianalogkan dengan hubungan
majikan dan pembantu.
Jika paradigma developmentalis (Frontier Economy) lebih berorientasi pada pertumbuhan tanpa
memperdulikan dampaknya, maka paradigma environmentalis (Deep Ecology) menempatkan
manusia sebagai bagian dari alam, yang berorientasi pada persamaan hak organisme dan alam,
pemanfaatan yang disesuaikan dengan daya dukung, serta berorientasi pada ekonomi tanpa
pertumbuhan. Masing-masing paradigma nampaknya memilki cara pengorganisasi masyarakat
dan kepemerintahan yang bertolak belakang satu sama lain. Disatu sisi developmentalis banyak
dikritik karena cenderung memiskinkan berbagai kelompok masyarakat, sedangkan
environmentalis sesuangguhnya menarik untuk dipraktekkan tetapi kurang mamapu menjawab
tantangan struktural yang dihadapi, terutama berkaitan dengan upaya mengatasi kemiskinan dan
mengurangi ketergantungan hutang luar negeri (Baiquni, 2002: 37).
Sebagai jawaban tidak bisa diterapkannya paradigma developmentalis atau
enviromentalis secara terpisah, berkembang konsep pembangunan alternatif yang lebih
menonjolkan prinsip keberagaman, pemenuhan kebutuhan dasar manusiadimana manusia
berperan dan mendapat manfaat dari masyarakatnya sendiri, (Streeten dalam Sharpley , 2000:6)
serta memiliki rasa percaya diri. Dengan demikian pembangunan alternatif berbasis masyarakat,
dimana fokus pembangunan adalah masyarakat akar rumput, yang dibangun dari anggpan
bahwa pembangunan tidak dimulai dengan barang, tetapi dimulai dari manusia dengan
pendidikan, organisasi dan kedisiplinannya (Sharpley , 2000:6).