Anda di halaman 1dari 217

MODUL 13

ENGINE PROP MATCHING

SYLABUS
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

Introduction to Marine Transmission System


Types of Marine Transmission System
Choosing & Analyze Marine Transm. System
Direct Diesel
Geared Diesel
Diesel Electric Propulsion
Gas Turbine Transmission System
Steam Turbine Transmission System
Combined Transmission System
Shafting Arrangement
Gear Theory
Gear-box Design
ENGINE, GEARBOX, AND PROP MATCHING

ENGINE PROPELLER MATCHING

I. REVIEW TENTANG DAYA MOTOR PENGGERAK KAPAL


1. DEFINISI & FORMULA
Secara umum kapal yang bergerak di media air dengan kecepatan tertentu, maka akan
mengalami gaya hambat (resistance) yang berlawanan dengan arah gerak kapal
tersebut. Besarnya gaya hambat yang terjadi harus mampu diatasi oleh gaya dorong
kapal (thrust) yang dihasilkan dari kerja alat gerak kapal (propulsor). Daya yang
disalurkan (PD ) ke alat gerak kapal adalah berasal dari Daya Poros (PS), sedangkan
Daya Poros sendiri bersumber dari Daya Rem (PB) yang merupakan daya luaran motor
penggerak kapal.
Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan didalam melakukan
estimasi terhadap kebutuhan daya pada sistem penggerak kapal, antara lain :
(i) Daya Efektif (Effective Power-PE);
(ii) Daya Dorong (Thrust Power-PT);
(iii) Daya yang disalurkan (Delivered Power-PD);
(iv) Daya Poros (Shaft Power-PS);
(v) Daya Rem (Brake Power-PB); dan
(vi) Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI).

Daya Efektif (PE)


adalah besarnya daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gaya hambat dari
badan kapal (hull), agar kapal dapat bergerak dari satu tempat ke tempat
yang lain dengan kecepatan servis sebesar VS.
Daya Efektif ini merupakan fungsi dari besarnya gaya hambat total dan
kecepatan kapal. Untuk mendapatkan besarnya Daya Efektif kapal, dapat
digunakan persamaan sebagai berikut ;
PE = RT x Vs
dimana :
PE = Daya Efektif, dlm. satuan kWatt
RT = Gaya Hambat Total, dlm. satuan kN
VS = Kecepatan Servis kapal [{Kec. dlm Knots} * 0.5144 = {Kec. dlm m/det}]

Daya Dorong (PT)


adalah besarnya daya yang dihasilkan oleh kerja dari alat gerak kapal
(propulsor) untuk mendorong badan kapal. Daya Dorong merupakan
fungsi dari gaya dorong dan laju aliran fluida yang terjadi saat alat gerak
kapal bekerja.
Adapun persamaan Daya Dorong dapat dituliskan sebagai berikut ;

PT = T x Va
dimana :
PT = Daya Dorong, dlm. satuan kWatt
T = Gaya Dorong, dlm. satuan kN
Va = Kecepatan advanced aliran fluida di bagian Buritan kapal [m/det]
= Vs ( 1 w ); yangmana w adalah wake fraction (fraksi arus ikut)

Daya Yang Disalurkan ( PD )


adalah daya yang diserap oleh baling-baling kapal guna menghasilkan
Daya Dorong sebesar PT, atau dengan kata lain, PD merupakan daya
yang disalurkan oleh motor penggerak ke baling-baling kapal (propeller)
yang kemudian dirubahnya menjadi Daya Dorong kapal (PT).
Variabel yang berpengaruh pada daya ini adalah Torsi Yang Disalurkan
dan Putaran baling-baling, sehingga persamaan untuk menghitung PD
adalah sebagai berikut ;

PD = 2QDnP
dimana :
PD = Daya Yang Disalurkan, dlm. satuan kWatt
QD = Torsi Baling-baling kondisi dibelakang badan kapal, dlm. satuan
kNm
nP = Putaran Baling-balin, dlm. satuan rps

Daya Poros (PS)


adalah daya yang terukur hingga daerah di depan bantalan tabung poros (stern
tube) dari sistem perporosan penggerak kapal. Untuk kapal-kapal yang
berpenggerak dengan Turbin Gas, pada umumnya, daya yang digunakan
adalah PS.
Daya Rem (Brake Power, PB )
adalah daya yang dihasilkan oleh motor penggerak utama (main engine)
dengan tipe marine diesel engines
Pada sistem penggerak kapal yang menggunakan Marine Diesel Engines (
type of medium to high speed ), maka pengaruh rancangan sistem transmisi
perporosan adalah sangat besar didalam menentukan besarnya daya PS. Jika
kamar mesin terletak dibelakang dari badan kapal, maka besarnya losses
akibat sistem transmisi perporosan tersebut adalah berkisar 2 - 3 %.
Namun bila kamar mesin terletak agak ke tengah atau jauh di depan, maka
besarnya losses akan semakin bertambah.

PE
PB
PT
PD
R
T

: effective Power= R.V


: Break Horse Power
: Propeller Thrust Power
: Delivered Power with propeller behind the hull
: Total ship Resistance
: Thrust Force
Gambar 1 Gaya-gaya Yang Bekerja
Pada Sistem Penggerak Kapal

2. EFISIENSI PADA SISTEM PENGGERAK KAPAL


Sistem penggerak kapal memiliki beberapa definisi tentang daya yang
ditransmisikan mulai dari daya yang dikeluarkan oleh motor penggerak hingga
daya yang diberikan oleh alat gerak kapal ke fluida sekitarnya. Rasio dari dayadaya tersebut sering dinyatakan dengan istilah efisiensi, meskipun untuk
beberapa hal sesungguhnya bukanlah suatu nilai konversi daya secara
langsung.
Efisiensi Lambung, 0HULL,
adalah rasio antara daya efektif (PE) dan daya dorong (PT).
Efisiensi Lambung ini merupakan suatu bentuk ukuran kesesuaian rancangan
lambung (stern) terhadap propulsor arrangement-nya, sehingga efisiensi ini
bukanlah bentuk power conversion yang sebenarnya. Maka nilai Efisiensi
Lambung inipun dapat lebih dari satu, pada umumnya diambil angka sekitar
1,05.

Perhitungan-perhitungan yang
sering digunakan dalam
mendapatkan efisiensi
lambung adalah sebagai
berikut :

t dan w merupakan propulsion


parameters, dimana t adalah
Thrust Deduction Factor
yang dapat diperoleh dengan
persamaan sebagai berikut ;

Sedangkan, w adalah wake fraction yang dapat dicari dengan menggunakan


persamaan sebagai berikut,

Efisiensi Baling-baling (Propeller Efficiency), hPROP, adalah rasio antara


daya dorong (PT) dengan daya yang disalurkan (PD). Efisiensi ini merupakan
power conversion, dan perbedaan nilai yang terjadi adalah terletak pada dimana
pengukuran Torsi Balingbaling (Propeller Torque) tersebut dilakukan. Yakni,
apakah pada kondisi open water (QO) atau pada kondisi behind the ship (QD).
Persamaan berikut ini menunjukkan kedua kondisi dari Efisiensi Baling-baling,
sebagai berikut ;

Karena ada dua kondisi tersebut, maka muncul suatu rasio efisiensi yaitu yang
dikenal dengan sebutan Efisiensi Relative-Rotative, hRR ; yang merupakan
perbandingan antara Efisiensi Baling-baling pada kondisi di belakang kapal
dengan Efisiensi Balingbaling pada kondisi di air terbuka, sebagai berikut ;

sehingga hRR sesungguhnya bukanlah merupakan suatu sifat besaran efisiensi


yang sebenarnya (bukan merupakan power conversion). Efisiensi ini hanya
perbandingan dari besaran nilai efisiensi yang berbeda. Maka besarnya
efisiensi relative-rotative dapat pula lebih besar dari satu, namun pada
umumnya diambil nilainya adalah berkisar satu.

Efisiensi Transmisi Poros (Shaft Transmission Efficiency), hS ,


secara mekanis umumnya dapat didefinisikan dengan lebih dari satu macam tipe
efisiensi, yangmana sangat tergantung dari bentuk konfigurasi pada stern
arrangement-nya. Efisiensi ini merupakan product dari keseluruhan efisiensi
masing-masing individual komponen terpasang. Efisiensi ini dapat dinyatakan
seperti persamaan, sebagai berikut ;

Efisiensi Keseluruhan (Overall Efficiency, hP ),


yang dikenal juga dengan sebutan Propulsive Efficiency, atau ada juga yang
menyebutnya Propulsive Coefficient adalah merupakan hasil dari keseluruhan
efisiensi di masing-masing phrase daya yang terjadi pada sistem propulsi kapal
(sistem penggerak kapal). Efisiensi Keseluruhan dapat diperoleh dengan
persamaan, sebagai berikut ;

hHULL, hO, dan hRR adalah tergantung pada karakteristik hydrodynamics,


sedangkan hS adalah tergantung pada karakteristik mekanis dari sistem propulsi
kapal. Namun demikian, peranan yang terpenting adalah upaya-upaya guna
mengoptimalkan hP.

3. DAYA MOTOR YANG DI-INSTAL


Daya motor penggerak kapal (PB) yang dimaksud adalah Daya Rem (Brake Power) atau daya
yang diterima oleh poros transmisi sistem penggerak kapal (PS), yang selanjutnya
dioperasikan secara kontinyu untuk menggerakkan kapal pada kecepatan servisnya (VS). Jika
besarnya efisiensi mekanis pada susunan gearbox, yang berfungsi untuk me-reduce dan mereverse putaran motor penggerak, adalah 98 persen (seperti ditunjukkan pada Gambar 2).
Maka daya motor penggerak kapal dapat dihitung, seperti persamaan dibawah ini ;

Yangmana PB-CSR adalah daya output dari motor penggerak pada kondisi Continues Service
Rating (CSR), yaitu daya motor pada kondisi 80 - 85% dari Maximum Continues Rating
(MCR)-nya. Arti phisiknya, daya yang dibutuhkan oleh kapal agar mampu beroperasi dengan
kecepatan servis VS adalah cukup diatasi oleh 80 - 85% daya motor (engine rated power) dan
pada kisaran 100% putaran motor (engine rated speed).
Sehingga untuk menentukan besarnya daya motor yang harus di-instal di kapal, adalah
seperti yang ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut ;

Daya pada PB-MCR inilah yang selanjutnya dapat


digunakan sebagai acuan dalam
melaksanakan proses pemilihan motor penggerak (Engine
Selection Process).

II. KARAKTERISTIK LAMBUNG & BALING-BALING


(HULL & PROPELLER CHARACTERISTICS)
Salah satu tahapan yang sangat
berpengaruh didalam melaksanakan
proses Analisa Engine - Propeller
Matching adalah tahap pemodelan dari
karakteristik
badan
kapal
yang
dirancang/diamati. Hal ini disebabkan
karena Karakteristik Badan Kapal
mempunyai efek langsung terhadap
karakteristik baling-baling (propeller).
Pada Persamaan (9) dan (10), terlihat
bahwa karakteristik badan kapal secara
hidrodinamis
akan
mempengaruhi
terhadap kinerja propeller.

1. TAHANAN KAPAL & KECEPATAN SERVIS


Tahanan kapal ini merupakan gaya hambat dari media fluida yang dilalui oleh
kapal saat beroperasi dengan kecepatan tertentu. Besarnya gaya hambat total ini
merupakan jumlah dari semua komponen gaya hambat (tahanan) yang bekerja di
kapal, meliputi Tahanan Gesek, Tahanan Gelombang, Tahanan Appendages,
Tahanan Udara, dsb.
Secara sederhana Tahanan Total Kapal dapat diperoleh dengan persamaan,
sebagai berikut ;

dimana :
D adalah massa jenis fluida (Kg/m3);
CT adalah koefisien tahanan total kapal;
S merupakan luasan permukaan basah dari badan kapal (m2).

Dan jika variabel-variabel tersebut adalah constant ( a ), maka Persamaan 16


dapat dituliskan sebagai berikut ;

Gambar 3 Karakteristik Tahanan Kapal

2. GAYA DORONG KAPAL ( TSHIP )


Gaya Dorong (Thrust) kapal merupakan komponen yang sangat penting,
yangmana digunakan untuk mengatasi Tahanan (Resistance) atau Gaya Hambat
kapal. Pada kondisi yang sangat ideal, besar gaya dorong yang dibutuhkan =
gaya hambat yang terjadi. Namun kondisi tersebut sangat tidak realistis, karena
pada faktanya di badan kapal tersebut terjadi phenomena hidrodinamis yang
menimbulkan degradasi terhadap nilai besaran gaya dorong kapal.
Sehingga untuk gaya dorong kapal dapat ditulis sebagai berikut ;
dimana t adalah thrust deduction factor.
Kemudian dengan mensubstitusi R di Pers. (18) dengan yang tertulis di Pers. (17),
maka diperoleh hubungan persamaan sebagai berikut ;

Selanjutnya, jika unsur VS pada Pers. (19) ini juga disubstitusikan dengan Pers.
(8), diperoleh model persamaan gaya dorong kapal (TSHIP) adalah sebagai berikut
;

3. KARAKTERISTIK BALING-BALING KAPAL


Secara umum karakteristik dari baling-baling kapal pada kondisi open water test
adalah seperti yang direpresentasikan pada Diagram KT KQ J (lihat Gambar
4). Setiap tipe dari masing-masing baling-baling kapal, memiliki karakteristik
kurva kinerja yang berbeda-beda. Sehingga kajian terhadap karakteristik balingbaling kapal tidak dapat di-generalised untuk keseluruhan bentuk atau tipe dari
baling-baling.
Model persamaan untuk karakteristik kinerja propeller adalah sebagai berikut :

1.000

0.800

KT,KQ,Eff

0.600

0.400

0.200

0.000
0.000

0.100

0.200

0.300

0.400

0.500

0.600

-0.200

0.700

0.800

0.900

J
KT

10KQ

Eff

1.000

1.100

4. INTERAKSI LAMBUNG KAPAL & BALING-BALING


Interaksi lambung kapal dan baling-baling (Hull & Propeller Interaction) merupakan
upaya-upaya pendekatan diatas kertas untuk mendapatkan karakteristik kinerja
balingbaling saat beroperasi untuk kondisi behind the ship. Metodenya adalah
dengan mengolah Pers. (20) dan Pers. (21), sebagai berikut ;

Maka Pers. (25) menjadi :

Sehingga diperoleh hubungan


persamaan, sebagai berikut ;

Jika ditambahkan untuk kebutuhan Hull Service Margin; yaitu kebutuhan yang
dikarenakan dalam perhitungan perencanaan, yang mana analisanya dikondisikan
untuk ideal conditions, antara lain :
1. perfect surfaces pada lambung dan baling-baling kapal
2. calm wind & seas, maka perlu ditambahkan allowances sebesar 20% dari
nilai KT tersebut. Dan notasinya pun ditambahkan sub-script SM, yang artinya
adalah service-margins.
Langkah
berikutnya
adalah
dengan membuat tabulasi dari
Pers. (27) dan Pers. (28).
Harga J diambil dari Diagram
Openwater Test baling-baling
yang akan digunakan pada kapal,
yaitu
dari
angka
terendah
bergerak secara gradual ke angka
tertingginya. Kemudian, hasil
tabulasi tersebut di-plot-kan pada
Diagram
Openwater
Test
balingbaling tersebut seperti yang
di-ilustrasi-kan pada gambargambar berikut ini,

Pada Gambar 6 terlihat bentuk interaksi dari kinerja propeller pada kondisi di
belakang badan kapal, yangmana pada Kurva [1] merupakan trendline koefisien
propeller thrust untuk trial conditions. Dan dengan melihat keadaan kurva J [2],
diperoleh harga koefisien propeller torque, KQ pada kondisi trial. Sedangkan, Kurva
[3] adalah trendline dari propeller thrust coefficient pada kondisi hull service margin
dan dengan menarik kurva J [4] sedemikian hingga melewati titik KT-SM, maka
diperoleh koefisien torsi baling-baling, KQ-SM, pada kondisi hull service margin.
Selanjutnya, kedua angka KQ dan KQ-SM inilah yang digunakan untuk menentukan
karakteristik beban propeller (propeller load characteristics).

Kurva Open Water B series 5-105


0.7

0.6

KT,KQ,Eff

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1.1

J
KT Trial

KT Margin

KT

10KQ

Eff

5. KARAKTERISTIK BEBAN BALING-BALING


(PROPELLER LOAD CHARACTERISTICS)
Didalam mengembangkan trend karakteristik beban propeller, variabel yang terlibat
adalah propeller torque dan propeller speed. Untuk propeller torque merupakan hasil
pengolahan secara grafis dari hull & propeller interaction, yaitu KQ dan KQSM ; yang
kemudian dikembangkan seperti persamaan dibawah ini,

Jika KQ ; KQ-SM ; r ; D adalah konstan, maka


Pers. (29) dan Pers. (30) dapat ditulis sebagai
berikut :

Dari kedua Pers. (31) dan Pers. (32)


tersebut diatas, maka trend karakteristik
propeller power ( Propeller Load )
dapat diperoleh sebagai berikut ;
[Power] = [Torque] * [Speed]

Tahap berikutnya adalah


mentabulasikan Persamaan (33)
dan Persamaan (34) dengan
inputan propeller speed, yang
diperoleh dari engine speed
setelah diturunkan oleh
mechanical gears (perhatikan
gears ratio-nya). Gambar 7 dan 8
mengilustrasikan tentang tabulasi
dan trend dari propeller power
yang dikembangkan.

III. KARAKTERISTIK MOTOR PENGGERAK KAPAL


1. POWER & ENERGY LOSS
Seperti diketahui bahwa energy pada motor penggerak ini adalah berasal dari bahan
bakar (fuel), yangmana energy tersebut hilang ke atmosphere dalam bentuk panas
adalah 35% ; lalu 25% hilang melalui air pendingin dan getaran ; serta sekitar 2%
hilang pada poros propeller. Sehingga hanya sekitar 38% dari energy dari fuel yang
tertinggal untuk propulsion.
Dari sisa sekitar 38% tersebut, secara kasar dapat dibagi-bagi lagi, yaitu : 3%
digunakan untuk mengatasi air resistance, 27% terpakai untuk mengatasi wave
resistance, 17% digunakan untuk mengatasi resistance akibat wake & propeller
wash, 18% untuk mengatasi skin friction, dan sekitar 35% dipakai untuk memutar
propeller (baling-baling).

2. ENGINE PERFORMANCE CURVES


Kurva engine performance pada umumnya oleh engine manufacturers dinyatakan
dalam bentuk plotting hubungan antara Brake Horse Power (BHP), Engine Torque,
Fuel Consumption sebagai fungsi dari engine speed. Dan jarang ada dari engine
manufacturer yang juga menyediakan kurva Shaft Horse Power (SHP), yang mana
trend-nya dibawah dari kurva BHP (lost akibat gearbox).
Proses terhadap engine performance dikapal sendiri melibatkan beberapa tahapan
adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 9,

Tahap yang pertama adalah energy dari fuel (bahan bakar), seperti yang
ditunjukkan pada Pers. (35) sebagai berikut ;
PENG = mfuel Cf (35)
dimana :
PENG
= Engine Power (Daya Motor Penggerak)
Mfuel
= mass fuel rate (Laju Aliran Bahan Bakar)
Cf
= Calorific Value of Fuel (Nilai Kalor Bahan Bakar)
Pers. (35) merepresentasikan bahwa besarnya engine power adalah proporsional
dengan banyaknya jumlah bahan bakar yang disuplai ke engine. Sedangkan,
jumlah dari bahan bakar yang disuplai adalah tergantung pada pengaturan diengine fuel setting (fuel stroke position).
Di tahap yang kedua (Combustion Process), engine power dapat dinyatakan
sebagai berikut :
PENG = bmep x L x A x n
(36)
bmep
L
A
n

= Brake mean effective pressure


= Langkah Torak (Length of stroke)
= Area of piston-bore (Luasan torak)
= Rate of power strokes

Dari Pers. (36) terlihat bahwa besarnya engine power sangat tergantung dari
besarnya bmep yang terjadi pada engine, karena harga L, A, dan n pada suatu
engine adalah sudah tetap. Sehingga dengan kata lain, besarnya engine power
adalah proporsional dengan nilai dari bmep yang terjadi.
Tahap yang ketiga adalah engine power yang diukur dengan metode pengereman
di engine test bed, yang mana merupakan power output dari engine seperti yang
ditunjukkan pada Pers. (37) sebagai berikut ;
PENG = QENG x nENG
dimana :
QEng = Engine Torque
nEng = Engine Speed

(37)

Berdasarkan Pers. (37) tampak bahwa perubahan yang signifikan dari engine
power hanya dapat dilakukan dengan merubah nilai dari engine torque-nya.
Masing-masing variabel potensial pada Pers. (35), Pers. (36), dan Pers. (37)
memiliki keterikatan dan pengaruh secara proporsional, sehingga kondisi tersebut
dapat disederhanakan sebagai berikut ;

Artinya Nilai Engine Torque (QEng) akan secara signifikan berubah, apabila pada
proses pembakaran didalam silinder terjadi perubahan harga Brake Mean Effective
Pressure (bmep). Dan perubahan harga bmep tergantung pada jumlah Mass Fuel
Rate ( mfuel) yang disuplai ke engine.
Hubungan engine torque dan engine speed dapat diilustrasikan seperti gambar
berikut ini,

IV. KOMBINASI KARAKTERISTIK ENGINE & PROPELLER


1. MATCHING POINT
Matching point suatu titik operasi dari
putaran motor penggerak kapal
(RPM) yang sedemikian hingga tepat
(match) dengan karakter beban
propeller, yaitu titik operasi putaran
motor dimana absorbed-power oleh
propeller sama dengan producedpower oleh engine dan menghasilkan
speed kapal yang mendekati (sama
persis)
service-speed
yang
direncanakan.
Karakteristik Propeller ditunjukkan
pada Gambar 8, sedang karakteristik
engine pada Gambar 11. Untuk dapat
menyamakan kedua trendline ke
dalam satu sarana plotting yang
sama, maka terlebih dahulu harga
kedua trendline dijadikan dalam
persen (%) seperti yang digambarkan
pada kurva berikut ini;

Pada engine speed, n, adalah merupakan titik operasi putaran motor penggerak
yang sesuai dengan kondisi beban propeller, sebab, daya yang dihasilkan oleh
motor penggerak adalah sama dengan daya yang diabsorb oleh propeller, P.
Hal ini tentunya akan memberikan konsekuensi yang optimal terhadap pemakaian
konsumsi bahan bakar dari motor penggerak kapal terhadap kecepatan servis
kapal yang diinginkan.
Seperti diketahui bersama bahwa di kapal yang dapat dilihat adalah indikator
engine speed (rpm, atau rps) dan kecepatan kapal (knots, atau Nmile/hour).
Sehingga penetapan putaran operasi dari motor penggerak, merupakan kunci
kesuksesan dalam operasional sistem propulsi kapal secara keseluruhan.
(a) REDUCING FUEL SUPPLIED TO ENGINE
Penurunan bahan bakar (fuel) yang disuplai ke engine akan menyebabkan
turunnya bmep, dan tentunya akan menurunkan engine torque. Perubahan pada
engine torque inilah yang selanjutnya dipakai untuk menentukan besaran putaran
engine dengan cara men-set posisi engine throttles (fuel stroke position) untuk
kebutuhan operasional kapal, sebagai berikut ;
1 - S (Slow Ahead)
2 - H (Half Ahead)
3 - F (Full Ahead)

Gambar 13 memberikan ilustrasi beberapa kondisi matching points antara kurvakurva torsi motor penggerak terhadap kurva beban propeller. Terlihat titik
perpotongan antara kurva engine torque [1] dan kurva propeller load yang mana
menghasilkan titik operasi {P1 & N1}; Yaitu bilamana kapal diinginkan bergerak
dengan kecepatan yang relatif rendah (slow ahead), seperti misalnya kondisi
daerah perairan terbatas.

Matching points
{P2 & N2} dan {P3 & N3}
dibutuhkan untuk
mendukung dan
memenuhi tingkat
operasional kapal,
bilamana dikehendaki
peningkatan kecepatan
servis kapal.

(b). EFFECT OF INCORRECT PITCH


Pada keadaan dimana terjadi kesalahan dalam penentuan Pitch dari propeller pada
sistem propulsi kapal, maka hal ini juga akan memberikan dampak pada
operasional motor penggerak kapal. Salah satu indikasi yang sangat tampak,
adalah pada harga engine speed yang dicapai oleh motor penggerak kapal saat
dioperasikan. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14.

Jika matching point untuk pitch yang tepat adalah pada titik
operasi {P1 & N1}, maka kondisi pitch yang tidak tepat untuk kurva
beban propeller terjadi seperti kurva [2] dan kurva [3]. Kurva [2]
menunjukkan karakteristik beban propeller untuk kondisi pitch
yang terlalu rendah (light propeller load), sedangkan kurva [3]
menunjukkan karakteristik beban propeller untuk kondisi pitch
yang terlalu tinggi (heavy propeller).
Dari Gambar 14 terlihat bahwa ketika beban propeller bertambah
(heavy propeller) akibat pitch yang terlalu tinggi, maka trend
beban cenderung bergeser naik. Kemudian titik potong kurva
beban propeller tersebut dengan kurva maximum engine torque,
cenderung bergeser sedemikian hingga putaran engine turun
hingga titik N3. Kondisi seperti ini adalah sangat tidak
menguntungkan untuk operasi engine, seakan-akan engine
beroperasi dalam kondisi over load.
Demikian juga sebaliknya, ketika beban propeller lebih ringan
akibat pengambilanpitch yang terlalu rendah. Maka beban
propeller yang terjadi akan bergeser turun, sehingga putaran
engine akan naik hingga N2. Kondisi ini pun tentunya akan
merusak engine, karena engine seakan-akan beroperasi dalam
kondisi over speed.

(c) DESIGN FOR RESISTANCE CHANGE


Dalam operasional kapal hingga kurun waktu tertentu, maka tentunya lambung
kapal akan mengalami kekasaran permukaan akibat adanya binatang laut (tirem,
kerang, dll) yang menempel pada dinding-dinding lambung tersebut. Hal ini secara
umum akan menambah nilai dari tahanan kapal, seperti direpresentasikan pada
Gambar 15.

Ketika kapal masih dalam kondisi baru (clean hull, smooth, etc), kondisi
kurva beban propeller seperti yang digambarkan pada kurva [1]. Dan saat
itu jika engine di-running dengan engine torque seperti digambarkan oleh
kurva [1], maka design speed untuk kapal sudah dapat dicapai pada
kondisi engine speed, N1.
Namun, saat lambung kapal sudah banyak ditempeli oleh binatangbinatang laut maka tahanan kapal akan berubah seperti yang ditunjukkan
oleh kurva .
Bila engine dirunning tetap seperti yang ditunjukkan oleh kurva [2], maka
engine speed akan turun dari N1 ke N2. Dan tentu sebagai konsekuensi
adalah kecepatan servis kapal akan mengalami penurunan juga. Akan
tetapi, bila engine masih memiliki margin yang cukup sedemikian hingga
kurva engine torque dapat dinaikkan seperti yang digambarkan oleh kurva
[1], maka engine speed dapat dipertahankan pada N1. Sehingga kondisi
operasional kapal tidak terganggu (kecepatan servis kapal masih mampu
dipertahankan).
Sebagai catatan bahwa kondisi operasi kurva [2] adalah masih berada
pada 90% rated bmep (atau, pada 85-90% rated power at 100% rated
speed).

2. ENGINE RATING
Apabila engine di-rated pada 10.000 kW, artinya adalah, Daya sebesar 10.000 kW
disuplai oleh engine ke propeller. Walaupun demikian, perlu diketahui juga bahwa
pada kondisi yang bagaimana engine tersebut mampu memproduksi daya
sebesar 10.000 kW tersebut. Misalnya, bagaimana keadaan dari lingkungan
ruangan saat engine di-rated, dan bagaimana pula harga dari putaran poros.
Kemudian, bagaimana seorang marine engineer ini menentukan service rating
power.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan didalam penentuan engine
rating tersebut, antara lain :
Rated Power
Rated Torque
Rated Speed
Rated Brake Mean Effective Pressure
Dimana seperti telah ditulis pada persamaan sebelumnya, bahwa ;

bagaimana mendapatkan maximum rated engine speed ?


Hampir keseluruhan motor penggerak kapal sebenarnya memiliki sedikit
tambahan untuk maximum rated engine speed, yang mungkin hanya dapat
digunakan untuk periode yang relatif singkat.
Dengan mengambil asumsi bahwa kondisi overload power adalah 10% ,
maka P n3 dapat diuraikan sebagai berikut ;

Sehingga engine speed masih dapat dinaikkan hingga


3% untuk waktu yang relatif pendek (singkat).
Kecepatan motor hingga 103% ini hanya dapat
diharapkan jika kapal beroperasi dalam kondisi beban
yang relatif rendah.

Bagaimana dengan rated bmep- nya ????


Secara garis besar rated brake mean effective pressure (rated bmep) dibatasi
oleh fuel system dan Turbocharger. Engine manufacturer telah men-set kondisi
dari Continues bmep rating, yaitu kondisi dimana terjadi maximum rated torque
dan maximum rated speed.
Besarnya maximum rated torque adalah proporsional terhadap besarnya
maximum rated bmep.

Maka arti phisiknya, Maximum Continues


Power Rating adalah kondisi rating dari
engine power pada 100 % bmep dan 100
% rpm, yang telah ditetapkan oleh engine
builder. Ini merupakan nilai rating yang
disajikan oleh engine builder untuk
pemakaian operasi secara kontinyu pada
kondisi yang standar.

Apa yang dimaksud dengan kondisi standar ???


KOREKSI RATING
Haruslah dipahami bahwasannya rating yang ditetapkan oleh engine builder,
sesungguhnya masih belum mempertimbangkan kondisi lingkungan engine saat
terpasang di kapal (ship environment). Ambient conditions sangat berpengaruh
pada engine performance. Rating yang dikembangkan oleh engine builder
adalah specified under standard conditions.

Jika engine dioperasikan pada ambient conditions yang tidak standar, maka
engine rating harus dimodifikasi (misalnya dioperasikan pada daerah tropis).
Ada beberapa standar yang diikuti (lihat Tabel 1), dan langkah-langkah yang
diambil guna pemodifikasian dari engine rating dengan mempertimbangkan
ambient operating conditions saat service adalah dikenal dengan istilah DERATING.

3. RUMUSAN EMPIRIS YANG SERING DIGUNAKAN UNTUK PERTIMBANGAN


TEKNIS TERHADAP PERBEDAAN ANTARA KONDISI OPERASI YANG
SEBENARNYA DENGAN KONDISI YANG STANDAR
a. De-rate motor penggerak kapal, sebesar 10% ; untuk setiap penurunan tekanan
barometrik sebesar 4 inch-Hg.
b. De-rate motor penggerak kapal, sebesar 2,5% ; untuk setiap kenaikan
temperatur kondisi udara sekitar (ambient air condition) sebesar 100F.
c. De-rate motor penggerak kapal, sebesar 1% ; untuk setiap kenaikan
kelembaban relatif (relative humidity) dari kondisi udara sekitar (ambient air
condition) sebesar 10%.
d. Untuk motor penggerak kapal dengan sistem pendingin intercooled dan
menggunakan air laut; maka De-rate motor penggerak kapal, sebesar 2%;
untuk setiap kenaikan temperatur air laut (ambient air condition) sebesar 100F.
e. De-rate motor penggerak kapal, sebesar 1% ; untuk setiap kenaikan exhaust
back pressure (ambient air condition) sebesar 4 inch-Hg.

OPERATING MARGINS

(1) ENGINE OPERATING MARGINS


Nilai BMEP diturunkan hingga dibawah dari maximum
rated bmep yang telah di-set oleh engine-builder. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi maintenance, sebab
engine di-running pada kondisi beban mekanis dan
beban thermal yang lebih rendah.
Berikutnya adalah seberapa jauh nilai bmep tersebut
diturunkan? dan ternyata tidak mudah untuk
menjawabnya. Pada umumnya diambil allowance
sebesar 10 %.
(2) HULL SERVICE MARGIN
Analisis tentang Resistance dan Powering adalah dibuat
untuk kondisi-kondisi yang ideal, misalnya : perfect
surfaces on hull & propeller, calm wind & seas, etc. Yang
mana pada kenyataannya bahwa kondisi servis adalah
sangat berbeda. Kemudian, bagaimana besarnya
allowances yang harus diambil untuk kondisi tersebut ?,
dan inipun juga tidak mudah dijawab. Secara umum,
allowance yang diambil adalah berkisar 20 %.

Nilai margin sebesar 30% tersebut mungkin agak


berlebihan, dalam prakteknya nilai dari margins tersebut
biasanya merupakan nilai gabungan yang diambil
secara empiris.
Di dalam proses mengestimasi service speed dan
engine power yang dibutuhkan di kapal, biasanya calon
pemilik kapal akan melakukan pendekatan kepada pihak
galangan serta meminta quatation untuk kapal
bangunan baru. Margins mungkin juga dapat
didefinisikan sebagai Ketentuan Kontrak (atau juga
Kecepatan Servis untuk operasional kapal ).
Selain itu, Calon pemilik kapal biasanya juga
mensyaratkan khusus terhadap ukuran tonase bobot
mati kapal yang dibutuhkan, jenis muatan, kecepatan
servis kapal, yangmana keinginannya untuk sea margin
dan route-route perdagangan yang diproyeksikan
tersebut terkait dengan Beaufort Number. Kebutuhan
daya tersebut kemudian akan diestimasi, serta titik
operasi baling-baling yang direncanakan akan
ditetapkan oleh calon pemilik kapal, galangan dan
engine builder.

(3) HULL & PROPULSION SERVICE MARGIN PRACTICES


Prakteknya, guna merancang baling-baling yang mampu menyerap 85 ~ 90% dari
rated power pada rated speed yang benar. Perolehan 10 ~ 15% tersebut dapat
digunakan mempertahankan kecepatan servis seiring dengan penambahan beban
kapal akibat foulings.
Kapal sebaiknya dijadwalkan secara tertentu dry docking, sebagaimana MCP
rating ketika sudah mendekati 100% (indikator beban di Engine sudah memberikan
warning). Setiap engine-maker memiliki diagram operasi engine (Gambar 17),
yang me-representasi-kan area operasi engine yang diperbolehkan. Selain itu,
Engine-maker juga menyediakan speed power maps (Gambar 18), dan biasanya
makers membatasi beban pengoperasian engine diluar continues operation
envelopes hingga 8,3% dari waktu antara periode overhoul pemeliharaan major.
Jika tidak ada kasus, nilai 100% Torque (bmep) sebaiknya dilebihkan. Putaran
engine dinaikkan hingga lebih 103% dari rated yang diijinkan dalam servis.

Berdasarkan Gambar 18, diperoleh bahwa untuk masing-masing kurva beban


propeller memiliki batasan tersendiri terhadap available power (sbg output power)
yang dikeluarkan oleh engine. Jika margin bertambah maka kurva beban propeller
(initial) akan bergerak turun dan bergeser ke kanan. Artinya, Jumlah kebutuhan
daya untuk mendapatkan kecepatan design menjadi lebih kecil prosentasenya
terhadap rated power-nya. Namun sebaliknya bila usia kapal bertambah dan
lambung kapal mulai kasar (foulings), maka kurva beban propeller akan bergeser
ke kiri pada Gambar Speed-Power Map tersebut.

Selanjutnya, Engine speed


menjadi batasan yang perlu
mendapat perhatian. Karena
pengambilan prosentase
margin yang proporsional
akan berpengaruh pada
kelangsungan operasional
kapal.
Untuk penyempurnaan
terhadap situasi yang
demikian, maka biasanya
diambil langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Memilih CPP
(Controllable Pitch
Propeller) untuk propulsor
kapal,
2. Mengganti propeller
dengan yang baru saat
dilaksanakan mid-life dry
docking.

Pada perancangan baling-baling kapal, besarnya daya yang di-absorb oleh


balingbaling adalah umumnya berkisar 85 90% dari nominal power pada nominal
speed (rated power, rated speed). Sehingga, besarnya selisih (10 15%) yang
dipilih tersebut, didasari pada permintaan Owner serta pertimbangan teknis dari
kekhususan bentuk lambung kapal itu sendiri. Maka daya yang tersedia masih
mencukupi kebutuhan untuk mempertahankan kondisi servis kapal, seiring dengan
kenyataan adanya binatang-binatang laut yang tumbuh menempel di lambung
kapal. Kapal sebaiknya dijadwalkan untuk melaksanakan dry docking, ketika kapal
dalam operasi servisnya harus merunning engine pada kondisi 100% nominal dari
maximum continuous power rating.

Ratio ini harus dihitung dengan seluruh pertimbangan teknis, meliputi kondisi
lingkungan, tipe bahan bakar, dan koreksi-koreksi yang digunakan. Dan jika terjadi
kondisi engine & Propeller match yang seperti ditunjukkan pada region (1) dalam
Gambar 18, maka salah satu langkah yang harus diambil adalah sebagai berikut :
Propeller replaced (diganti),
Re-pitched,
Tips cropped (potong bagian tip dari daun propeller).

Engine & Propeller Matching adalah sangat esensial, tidak hanya pertimbangan
terhadap alasan ekonomisnya saja. Akan tetapi juga untuk menghindari kerusakan
dari Engine. Beban thermal dari engine tergantung pada bmep dan posisi titik
operasi pada kurva [6] dari Gambar 18 tentang Speed Power Map, yang mana
menyajikan kemungkinan kecepatan terendah untuk suatu nilai bmep yang
diberikan. Untuk memperoleh kondisi kerja yang optimum, maka titik-titik operasi
engine untuk continuous service sebaiknya berada dalam Range [1] (Gambar 18).
Engine boleh dioperasikan dalam Range [2], namun hanya untuk periode yang
terbatas. Jika Engine di-set pada kondisi CSR adalah 85% power pada nominal
speed. Dan ketika kelebihan daya tersebut kemudian dibutuhkan, maka putaran
engine dapat dinaikkan hingga;
103% dari nominal speed-nya, selama continuous operation.
108% dari nominal speed-nya, untuk periode sekitar 1 jam selama trials run.
Dan ini hanya dapat dilakukan jika shafting bukan menjadi sumber getaran torsional
yang tidak dapat diijinkan.

engine propeller matching


L1

100.4803

Power %

L2

L3

L4

40

80

90

100

110

RPM %
Series1

Series2

Series3

Series4

%Margin

%Trial

Diagram berikut menunjukkan hasil EPM yang betul. Dimana


setidaknya ujung kurva propeller harus mencapai kurva engine pada
100% rpm dan power.

KALAU TETAP NGGAK BISA DI-MATCHING ???

(4) ENGINE DE-RATING METHODS


Untuk memperoleh nilai specific fuel oil
consumption yang lebih rendah dari
engine yang diberikan dalam kondisi
servis, dimana mungkin engine yang
relatif lebih besar, yang dipilih untuk
diinstal di kapal. Sehingga perlu
adjustments yang optimal terhadap
propeller dan engine agar specific fuel oil
consumption yang paling rendah dapat
diperoleh.
Engine di-adjust untuk mendapatkan
bmep yang maksimum pada derated
RPM dan Power. Metode yang diterapkan
adalah untuk meng-encourage operasi
engine speed yang terendah, sehingga
secara teoritis efisiensi propeller yang
lebih tinggi dapat ditemukan.

DERATING
Merupakan metode tradisional untuk menurunkan SFOC, dengan cara memilih titik
MCR tertentu yang lebih rendah dari titik nominal MCR sepanjang garis vertical
konstan dari layout diagram dibawah ini.
Kerugian metode ini adalah engine akan menghasilkan tenaga propulsi yang lebih
rendah.

Derating dapat dilakukan pada ME/ME-C ataupun MC/MC-C.


Jika power 10K98ME7 dikehendaki, maka engine versi DERATED 11K98ME7 yang
dapat dipilih, sehingga SFOC akan berkurang sebagaimana grafik dibawah.
Semakin banyak jumlah cylinder akan semakin mahal harga engine, namun dengan
harga BBM saat ini (data Juni 2008) maka biaya awal akan kembali dalam 3~4 tahun.
Jika 12K98ME7 dipilih maka SFOC akan berkurang dua kali lipat dengan payback
period tetap sama 3~4 tahun.
Jika harga BBM turun
Maka engine masih
Dapat di UPRATING
Ke original L1.
Pemilihan Turbocharger
Dan Air Cooler juga perlu
Diperhatikan.

POWER / SPEED PERFORMANCE ENVELOPE


Diagram ini untuk menunjukkan kinerja engine melalui prosentase, ataupun nilai
absolut, dari ratio power dan speed yang terjadi saat operasi engine. Pada
umumnya, cakupan range operasi engine dibatasi oleh beberapa hal seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 3.

ENGINE-PROPELLER MATCHING
Oleh :
Ir. Surjo W. Adji, M.Sc CEng. FIMarEST

PROPULSION SYSTEM For


ADVANCED MARINE
VEHICLES

MULTIHULLS

CHANGING FROM MONOHULL TO CATAMARAN


DESIGN COULD LEAD TO SAFER AND MORE
COMFORTABLE FERRIES (Jan-Erik Wahl - Oslo)
Profile comparison of double-ended monohull and catamaran
ferry designs of almost equal capacities.

CONVENTIONAL CATAMARAN

SURFACE PIERCING CATAMARAN

STILLETO
(M-SHIP)

BALI CRUISE
docking
di PT. PAL 2003

Untuk melakukan perhitungan awal RESISTANCE dari kapal cep


- Ukuran Utama dan Ratio yang relevan
- Kecepatan yg direncanakan

Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menghitung RESISTANCE


-Wave Making Resistance (Rwm)
- Residual Resistance (Rr)
- Friction Resistance (Rf)

Gaya-gaya yang digunakan untuk men-support Gaya Berat dari H


- Through Bouyancy
- Through Hydrodynamic Lift
- Through Aerostatic Lift
- Through Combination of those Forces

Tidak ada Metode perhitungan resistance untuk kapal cepat


CATAMARAN namun pendekatan dalam menggunakan
SAVITSKY meskipun tidak sempurna. Sehingga TOWING
TEST di Lab. Hidrodinamika sangat penting untuk
dilakukan.
Contoh rumus perhitungan tahanan kapal tipe Catamaran :

Dimana :

W = displacement kapal
CV = coefficient speed
Cfo = friction coefficient
V = viscositas kinematis (m2/dt)
l = mean wetted length beam ratio
b = lebar kapal
b = deadrise angle
t = trim angle

Untuk menghitung daya :


EHP = RT x Vs
Untuk menghitung penggerak propeller :
DHP = EHP/PC
Dimana :

PC

= propulsive coefficient

UKURAN UTAMA KAPAL :


LOA
: 76.60 m
LPP
: 68.00 m
Bm
: 21.75 m
Midship
: 7.20 m
Vs
: 36 knots
Max T
: 3.60 m
Air draught : 23.50 m
Klasifikasi : DNV + 1A1 R1 HSLC Cat Ferry A, E0
Capacities :
Car
: 152
Trucklane length
: 160 m
Max axle load for trucklane
: 13 Ton
Max axle load for Car-lane
: 1 Ton
Akomodasi : 620 PAX
FOT
: 105 m3
LOT
: 2 m3
Sewage hold
: 4 m3
Potable FWT
: 4 m3
Bilge water collection : 15 m3
Sludge/dirty : 2 m3
Propulsion : CAT3616DI-TA
@ 5700 KW
4 KAMEWA 112S11 Waterjets
2 Bows T-foils & 2 Stern Flaps
4 Diesel-Genset @ 160 KW

Untuk menghitung daya dapat digunakan grafik HULL FORM VA

Grafik tsb dapat digunakan untuk MONOHULL, CATAMARAN,

KEUNTUNGAN CATAMARAN FAST FERRY :


1. Terhitung ekonomis untuk dipakai menjelajah
2. Kemampuan manouver 60/detik dalam radius kurang dari 21
3. Kecepatan berlayar tinggi meskipun kondisi laut jelek
4. Dapat dioperasikan lebih dari 4000 jam/tahun

SEAJET 245 Designed by DANY

The design of a
52ft. Aerorig cruising catamaran

The final hull had the following parameters:

Length to beam ratio =11.2


Length to draft ratio = 22.86
Prismatic coefficient = 0.6
Waterline length = 15.22 metres
Wetted surface area = 24.36 sq. metres per hull.

SWATH

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Introduction to SWATH
SWATH Development
Performance Comparison with other craft
SWATH Design Trends
SWATH Modelling
Application of SWATH
a. Semi Submerged Catamaran (SSC)
b. Military Application
c. Passenger Vessels
d. Research Vessel/Oceanographic Vessel

The SWATH form was invented by


Canadian Frederick George Creed (1871
1957) a Canadian inventor, who presented
his idea in 1938 and was later awarded a
British patent for it in 1946. It was first
used in the 1960s and 1970s as an
evolution of catamaran design for use as
oceanographic research vessels or
submarine rescue ships

1. Introduction to SWATH
Small waterplane area twin hull
(SWATH) is a twin-hull ship design
that minimizes hull volume in the
surface area of the sea. By
minimizing hull volume in the sea's
surface, where wave energy is
located, the vessel becomes very
stable, even in high seas and at high
speeds. The bulk of the displacement
necessary to keep the ship afloat is
located beneath the waves, where it
is
affected design
by wave
action, large,
as
Thelesstwin-hull
provides
broad decks and a stable
wave excitation
drops
exponentially
platform.
The main
disadvantages
to the SWATH hull form are that
with are
depth.
Placing
the majority
of
they
more
expensive
than conventional
catamarans, require a
the ship'scontrol
displacement
undera the
complex
system, have
deeper draft than catamarans and
waves is similar
concept
to
mono-hulled
ships, in and
a higher
maintenance requirement.

The SWATH design gives exceptional stability in high seas. This is


accomplished by placing most of the ship's displacement below the
level of the waves (like a submarine) where all the kinetic energy
of the sea surface is located. Conversely, ships with traditional hull
designs have most of their displacement in the wave level of the
sea, causing them to roll and pitch in the waves.
Abeking & Rasmussen shipyards can refer to their elementary
experience in the building of SWATH ships. The specific
characteristics of this type of ship offer such space and comfort in
the field of mega-yacht that they can satisfy the most extravagant
owner's desires and open totally new dimensions.

Besides the generous areas on each deck, one is impressed by the


operation ability which is independent of the seastate and enables

Buoyancy
The buoyancy of a SWATH ship is provided by two submarine hulls
connected to the upper platform by twin narrow struts from each of
the submarine hulls. This mature technology used by the military and
for deep-sea research ships. Until now, it has not been available in a
private yacht. Very simply the hull form reduces the upward forces
on the vessel as the wave passes through. The biggest advantage
comes in a beam sea because the technology significantly reduces the

The Small Waterplane Area Twin


Hull is a twin-hull ship design that
minimizes hull volume in the
surface area of the sea. By
minimizing hull volume in the sea's
surface, where wave energy is
located, the vessel becomes very
stable, even in high seas and at high
speeds.
The
bulk
of
the
displacement necessary to keep the
ship afloat is located beneath the
waves, where it is less affected by
wave action, as wave excitation
drops exponentially with depth.
Advantages are: (1) ability to

However, the purpose for a balanced Small


Waterplane Twin Hull ship design is NOT
to minimize ship motions at the expense of
speed-power or payload capabilities.
During the design process, if the total
amount of strut waterplane area is
decreased, the transverse spacing between
the hulls must be increased to regain
adequate transverse stability to resist
heeling over moments as a result of wind
or movement of all passengers to one side
of the ship.
Adequate clearance to the underside of the
connecting structure is also essential to
allow the Small Waterplane Twin Hull ship

2. SWATH Development

3. Performance Comparison with other craft

4. SWATH Design Trends

5. SWATH Modelling

914 T - OPV

6. Application of SWATH

New Construction Project SWATH


Dutch Loodswezen has decided to make use of a new type of ship
with regards to the piloting of sea-going vessels. As a result of
employing SWATH, the trustworthiness of the pilots' services will be
further enhanced. This will mean that, in the future, pilotage will be
suspended for a mere few days a year in adverse weather conditions.

The vessel, which is 26 meters


in length, is extremely stable as
a result of two floating bodies
that form part of the hull. This
construction makes it highly
seaworthy. The small surface
area on the water-line, means
that waves have a minimal
impact
on
the
vessel.
Moreover, stability fins in both
the floating bodies, which are
computer controlled, enhance
the overall behaviour of the
vessel when underway by
controlling and minimizing its

Cloud X is a SWATH Vessel. The beam of the Cloud X at 59.3 ft. is


almost half its length (123.1 ft), so deck utilization is much better
than the conventional long narrow decks. Its beaminess requires less
pier space than a conventional vessel of equivalent tonnage. These
advantages make it a good choice for the Commercial day ferry.
During its six month service from West Palm Beach, FL to Freeport
on Grand Bahama Island.

Specifications
Hull Form: : Aluminum
Length (feet): 123
Beam (feet): 60
Max speed: 27 knots

Megayacht: With the good seakeeping, over 4714 square feet of main
deck and over 3370 square feet of upper deck, the Cloud X could be

Suncruz VI represents the many firsts in the Ocean-going small


passenger vessel industry. She is the first SWATH delivered for the
Gaming business. She is also the largest passenger-carrying SWATH
ever constructed in the U.S. She is the largest passenger (or any
other) SWATH, admeasuring under 100 Gross Tons. She is the first
passenger SWATH to feature "variable draft".

This vessel provides the latest technology in passenger comfort by


reducing ship motions. The SWATH design, which is noted for its
extremely comfortable ride in rough seas, is extremely beneficial on
the East Coast where cruise cancellations due to bad weather, rough
rides and severe seasickness have severely plagued the industry.
Seasickness has been responsible for Offshore Gaming business
failures. Monohulls in the 160' length range won't go out in seas
higher than 5 feet. If they do, 40% or more of the patrons will get
seasick. In comparison, SUNCRUZ VI recently went out in 7 foot
seas with 400 passengers, and only one (1) person became seasick.
Considering the above, the approximately 30-40% increase in
construction costs seems cheap. This type of vessel design will also
be well-suited to other locations along the Eastern Seaboard,
particularly in the Northeast as gaming cruises outside the
International Boundary are starting.
The vessel is designed for USCG certification under Subchapter
"K", Passenger Vessels less than 100 Gross Tons. Her capacity will

"The SWATH is the vessel of the future for


the Offshore Gaming Industry", according
to Andy Lebet, Vice President of DeJong
and Lebet, Inc. "The passenger comfort in
rough seas will be a primary selling point
for the operation, as well as the increased
reliability as far as keeping to the cruise
schedule, in spite of bad weather".
However, keeping SWATH design simple
will be the key to keeping construction
costs at acceptable levels, according to
Norman DeJong. We have proven in
SUNCRUZ VI that this can certainly be
done.

The Planet - The Type 751 Planet of the German Navy is the most
modern naval research ship within NATO. It was built as SWATH
design in order to reduce the hull volume and to increase the ship's
stability - particularly in high seas and at high speed. It is used for
geophysics and naval technology trials and research. While
technically not armed, it is equipped with torpedo launch capability.
Also other weapons systems can be installed for weapon trials.
Displacement: 3,500 tonnes (3,445 long tons)
Length: 73 m (239 ft 6 in)

Sea Fighter (FSF-1) is an experimental littoral combat ship under


development by the United States Navy. Its hull is SWATH design,
constructed out of aluminum. The ship can operate in both blue and
littoral waters. It can be easily reconfigured through the use of
interchangeable mission modules. Helicopters can land and launch

With twin gas turbine engines, twin water jets, and a streamlined
hull, Sea Fighter is capable of speeds of 50 knots (90 km/h) and
greater. It is designed to be a sea frame that can carry
interchangeable mission modules resembling shipping containers.
These modules allow it to be easily reconfigured to meet a variety
of mission requirements. The mission modules are easily loaded
and stored on Sea Fighter's inner deck.
The basic design has a displacement of 1,100 tons while measuring
73 m long and 22 m broad. Power is provided by a CODOG
arrangement comprising two MTU 595 diesel engines and two
LM2500 gas turbines. Diesel power is used for cruising while the
turbines provide high power output for high speed operation. The
two gas turbines power the vessels twin water jets, drawing water
from the bottom stern of each hull and powering it through large

The forward superstructure consists of a bridge on the lower deck,


and a flight operations station on top. The bridge is relatively small,
and generally manned by a crew of three. The bridge control
stations incorporate glass displays using the latest in navigational
aids to assist Sea Fighter in patrolling coastal areas while operating
at high speed. Maneuvering Sea Fighter is more reminiscent of the
operation of a Landing Craft, Air Cushioned (LCAC) than a
conventional warship. Above the bridge is a small flight operations
station with room for only one operator. This glass enclosed station
provides an excellent view of the entire flight deck, and allows the
operator to coordinate the approach and landing of helicopters, and
loading of the vessel's mission containers, as well as providing
visual
aid
for
navigation.
The ship has a modern computer system to control its systems and
for navigation. Steering and throttle control are done by wire rather
than mechanical linkage.
The Navy and Coast Guard are jointly exploring the possibility of

Displacement: 950 tons


Length: 262 ft (79.9 m)
Beam: 72 ft (22 m)
Draft: 11.5 ft (3.5 m)
Propulsion: Combined diesel or gas
turbine
Speed: 50 knots (90 km/h)
Range: 4,400 nautical miles (8,100

USNS Impeccable (TAGOS-23)


is
an
Impeccable-class
ocean
surveillance ship acquired
by the U.S. Navy in 2001
and assigned to the Navy's
Special Missions Program.
The
is a catamaran-type
designated T- small waterplane area twin hull
The ship
ship's
AGOS
vessel
builtprevents
to tow athe vessel from rolling in heavy seas and
(SWATH)
design
Surveillance
Towed
gives additional
deck Array
space for storing the acoustic equipment. The
Sensor
missionSystem.
of Impeccable is to directly support the Navy by using
SURTASS passive and active low frequency sonar arrays to detect
and track undersea threats.
Length: 281.5 feet
Beam: 95.8 feet

Sea Shadow (IX-529) was an experimental stealth ship built by


Lockheed for the United States Navy in 1985 and used in secret. to
examine the application of stealth technology on naval vessels.

Sea Shadow has a SWATH hull design. Below the water are
submerged twin hulls, each with a propeller, aft stabilizer, and inboard
canard. The portion of the ship above water is connected to the hulls
via the two angled struts. The SWATH design helps the ship remain
stable even in very rough water of up to sea state 6 (wave height of 18
feet (5.5 m) or "very rough" sea).
Sea Shadow was revealed to the public in 1993, and was housed at the
San Diego Naval Station until September 2006, when it was relocated
with the HMB-1 to the Suisun Bay Reserve Fleet in Benicia, CA. The
vessels are available for donation to a maritime museum. The Sea

FUTURE MILITARY CONCEPT

FINISH

Anda mungkin juga menyukai