Genap/2014
Bab 1. Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester dengan reaksi langsung
antara suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol. Suatu reaksi pemadatan untuk
membentuk suatu ester disebut esterifikasi. Esterifikasi dapat dikatalis oleh kehadiran ion
H+. Asam belerang sering digunakan sebagai sebagai suatu katalisator untuk reaksi ini.
Pada skala industri, etil asetat di produksi dari reaksi esterifikasi antara asam asetat
(CH3COOH) dan etanol (C2H5OH) dengan bantuan katalis berupa asam sulfat (H 2SO4).
Alkil alkanoat/ester adalah sebuah asam karboksilat mengandung gugus -COOH, dan
pada sebuah ester hidrogen pada gugus ini digantikan dengan sebuahgugus hidrokarbon
dari berbagai jenis. Gugus ini bisa berupa gugus alkil sepertimetil atau etil, atau gugus
yang mengandung sebuah cincin benzen seperti fenil (Harold, 1983).
Proses esterifikasi adalah suatu reaksi reversible antara suatu asam karboksilat
dengan suatu alkohol. Produk esterifikasi disebut ester yang mempunyai sifat yang khas
yaitu baunya yang harum. Sehingga pada umumnya digunakan sebagai pengharum
(essence) sintetis. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi reversible yang sangat lambat.
Tetapi bila menggunakan katalis asam sulfat atau asam klorida, kesetimbangan reaksi
akan tercapai dalam beberapa jam. Esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah struktur molekul dari alkohol, suhu proses, dan konsentrasi katalis
maupun reaktan(Keenan, 1980).
Ester diturunkan dari asam karboksilat dengan mengganti gugus OH dengan gugus
OR (R adalah gugus alkil atau aril). Ester merupakan senyawa organik yang bersifat
netral, tidak bereaksi dengan logam Na dan PCl 3.Rumusnya: RCOOR dimana R dan R
adalah gugus organik.Ester yang terdiri dari asam-asam yang berat molekul rendah dan
alkohol merupakan senyawa-senyawa cair yang tidak berwarna, sedikit larut dalam air
dengan bau semerbak, dan mudah menguap. Ester dari beberapa asam karboksilat dengan
rantai panjang terdapat secara alamiah di dalam lemak,lilin, dan minyak(Keenan, 1980).
Etil asetat adalah pelarut polar menengah yang volatil (mudah menguap), tidak
beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 3% dan larut
dalam air hingga kelarutannya 8% pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu
yang lebih tinggi. Namun, senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung asam dan
basa (Nastiti, 2011).
Etil asetat, yang juga dikenal dengan nama acetic ether, adalah pelarut yang
banyak digunakan pada industri cat, thinner, tinta, plastic, farmasi, dan industri kimia
organik. Di Indonesia, konsumsi etil asetat sebagian besar digunakan dalam industri
percetakan, yaitu sebesar 51,4%; 31,7% untuk industri cat dan thiner; 4,4% untuk industri
film dan PVC dan sisanya untuk bahan perekat, farmasi dan pelarut. Kebutuhan akan etil
asetat ini semakin besar seiring dengan berkembangnya industri kimia dan teknologi yang
berkembang di Indonesia. Kerena kebutuhan etil asetat semakin meningkat, maka perlu
peningkatan pula dalam memproduksi etil asetat (Nastiti, 2011).
2.1
Asam Asetat
Sifat fisika
Sifat fisika dari asam asetat adalah berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, berbau
menyengat, berasa asam mempunyai titik beku 16,5 0C, titik didih 118,10C dan larut dalam
alkohol, air dan eter. Asam asetat tidak larut dalam karbon disulfida. Asam asetat dibuat
dengan fermentasi alkohol oleh bakteri Acetobacter pembuatan dengan cara ini biasa
digunakan dalam pembuatan dalam cuka makan. Asam asetat mempunyai rumus molekul
CH3COOH dan bobot molekul 60,05 (Jonas, 2011).
b.
Sifat kimia
Asam asetat mengandung tidak kurang dari 36,0 % b/b dan tidak lebih dari 37,0%
b/b C2H4O2. Asam asetat mudah menguap diudara terbuka, mudah terbakar, dan dapat
menyebabkan korosif pada logam. Asam asetat larut dalam air dengan suhu 20 0C, etanol
(9,5%) pekat, dan gliserol pekat. Asam asetat jika diencerkan tetap bereaksi asam.
Penetapan kadar asam asetat biasanya menggunakan basa natrium hidroksida, dimana 1
ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 60,05 mg CH3COOH (Jonas, 2011).
1.
Oksidasi alkohol dengan pengaruh bakteri. Asam asetat dengan oksidasi alkohol
dibuat dengan pengaruh bakteri yaitu bakteri acetobacter dan dibuat dengan
bantuan udara pada suhu 350C. Reaksinya:
C2H5OH
2.
O2
acetobacter (350C)
CH3COOH + H2O
Dengan destilasi kayu kering. Cara pembuatnya yaitu kayu dipanaskan secara
kering dalam ruangan tertutup maka akan terjadi gas dan cairan seperti air yang
mengandung aseton, metanol dan asetat. Lalu didalam cairan itu ditambahkan
kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan akan terjadi kalsium asetat. Kemudian cairan
tersebut didestilasi dan diperoleh destilat berupa metanol, aseton, dan air,
sedangkan yang tertinggal kalsium asetat. Kalsium asetat jika ditambah asam sulfat
3.
2.2
Etanol
46,07 gr/mol
78,320C
144,1OC
2.3
Asam Sulfat
Asam sulfat
H2SO4
98,078 gr/mol
1,84 gr/cm3
2900C
2.4
Esterifikasi
murah dibandingkan dengan asil halida lain. Asil halida biasanya dibuat dari asam dengan
tionil klorida atau fosfor pentaklorida.
c.
tidak disertai oksigen yang disertai katalis asam saat ini juga telah banyak dikembangkan.
Hal ini dikarenakan conjugated diene merupakan salah satu bahan yang mudah didapat
dan harga yang relative yang lebih murah. Conjugated diene yang sering digunakan yaitu
1,3-butadiene, 2-methyl-1,3-butadiene, 2-chloro-1,3-butadiene, 1,3-hexadiene, 2,4cyclohexadiene dan lainnya. Produk hasil esterifikasi antara asam karboksilat dengan
conjugated diene yang banyak dijumpai adalah n-butyl asetat, 2-methyl-2-butenyl
butanoate, cyclohexene-3-yl-benzoate dan lainnya.
Suhu
Kecepatan reaksi secara kuat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Pada umumnya reaksi
ini dapat dijalankan pada suhu mendekati titik didih metanol (60-70C) pada tekanan
atmosfer. Kecepatan reaksi akan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu. Semakin
tinggi suhu, berarti semakin banyak energi yang dapat digunakan oleh reaktan untuk
mencapai energi aktivasi. Ini akan menyebabkan tumbukan terjadi lebih sering diantara
molekul-molekul reaktan untuk kemudian melakukan reaksi.
b.
Waktu reaksi
Semakin lama waktu reaksi, maka semakin banyak produk yang dihasilkan, karena
ini akan memberikan kesempatan reaktan untuk bertumbukan satu sama lain. Namun jika
kesetimbangan telah tercapai, tambahan waktu reaksi tidak akan mempengaruhi reaksi.
Katalis
Katalis berfungsi untuk mempercepat laju reaksi dengan menurunkan energi
aktivasi
reaksi
namun
tidak
menggeser
letak
kesetimbangan.
Tanpa
katalis,
reaksitransesterifikasi baru dapat berjalan pada suhu sekitar 250C. Penambahan katalis
bertujuan untuk mempercepat reaksi dan menurunkan kondisi operasi. Katalis yang dapat
digunakan adalah katalis asam, basa, ataupun penukar ion. Dengan katalis basa reaksi
dapat berjalan pada suhu kamar, sedangkan katalis asam pada umumnya memerlukan
suhu reaksi diatas 100C.
Katalis yang digunakan dapat berupa katalis homogen maupun heterogen. Katalis
homogen adalah katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan produk,
sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasenya berbeda dengan reaktan dan
produk. Katalis homogen yang banyak digunakan adalah alkoksida logam seperti KOH
dan NaOH dalam alkohol. Selain itu, dapat pula digunakan katalis asam cair, misalnya
asam sulfat, asam klorida, dan asam sulfonat (Lutony, 1994).
Penggunaan katalis homogen mempunyai kelemahan, yaitu: bersifat korosif, sulit
dipisahkan dari produk, dan katalis tidak dapat digunakan kembali. Saat ini banyak
industri menggunakan katalis heterogen yang mempunyai banyak keuntungan dan
sifatnya yang ramah lingkungan, yaitu tidak bersifat korosif, mudah dipisahkan dari
produk dengan cara filtrasi, serta dapat digunakan berulangkali dalam jangka waktu yang
lama. Selain itu katalis heterogen meningkatkan kemurnian hasil karena reaksi samping
dapat dieliminasi. Contoh-contoh dari katalis heterogen adalah zeolit, oksida logam, dan
resin ion exchange. Katalis basa seperti KOH dan NaOH lebih efisien dibanding dengan
katalis asam pada reaksi transesterifikasi. Transmetilasi terjadi kira-kira 4000 kali lebih
cepat dengan adanya katalis basa dibanding katalis asam dengan jumlah yang sama.
Untuk alasan ini dan dikarenakan katalis basa kurang korosif terhadap peralatan industri
dibanding katalis asam, maka sebagian besar transesterifikasi untuk tujuan komersial
dijalankan dengan katalis basa. Konsentrasi katalis basa divariasikan antara 0,5-1% dari
massa minyak untuk menghasilkan 94-99% konversi minyak nabati menjadi ester. Lebih
lanjut, peningkatan konsentrasi katalis tidak meningkatkan konversi dan sebaliknya
menambah biaya karena perlunya pemisahan katalis dari produk menggunakan katalis
KOH 1% dari massa minyak.
d.
Pengadukan
Pada reaksi transesterifikasi, reaktan-reaktan awalnya membentuk sistem cairan
dua fasa. Reaksi dikendalikan oleh difusi diantara fase-fase yang berlangsung lambat.
Seiring dengan terbentuknya metil ester, ia bertindak sebagai pelarut tunggalyang dipakai
bersama oleh reaktan-reaktan dan sistem dengan fase tunggal pun terbentuk. Dampak
pengadukan ini sangat signifikan selama reaksi sebagaimana sistem tunggal terbentuk,
maka pengadukan menjadi tidak lagi mempunyai pengaruh yang signifikan. Pengadukan
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan campuran reaksi yang bagus. Pengadukan
yang tepat akan mengurangi hambatan antar massa. Untuk reaksi heterogen, ini akan
menyebabkan lebih banyak reaktan mencapai tahap reaksi.
e.
Perbandingan Reaktan
Variabel penting lain yang mempengaruhi hasil ester adalah rasio molar antara
memanaskan 30 bagian asam asetat 80%, 30 bagian etanol 95% dan 1 bagian asam sulfat
dalam sebuah tangki silinder. Pemanasan dengan menggunakan steam yang dialirkan ke
kolom fraksinasi. Suhu atas kolom fraksinasi dijaga 70 oC agar dapat diperoleh komposisi
ternary azeotrop, yaitu 83% etil asetat, 9% etanol dan 8% air. Uap hasil puncak
dikondensasi, sebagian lagi direfluk, sebagian diambil sebagai produk.
2.
10
Proses produksi etil asetat secara kontiyu untuk memperoleh hasil yang maksimal.
Asam asetat, etanol, dan katalis asam sulfat direaksikan pada reaktor yang dilengkapi
dengan pengaduk. Selanjutnya produk reaktor dipisahkan pada menara distilasi untuk
memperoleh produk dengan kemurnian tinggi.
Gambar 2.3
Flowchart Proses
Esterifikasi (Ismiyati,
2011)
2.5
Destilasi
Destilasi
penyulingan
suatu
atau
adalah
metode
11
Model ini disebut juga penyulingan uap atau penyulingan tak langsung. Pada
prinsipnya, model ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja, air penghasil uap
tidak diisikan bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan berupa uap
jenuh atau uap kelewat panas dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer.
2.5.3 Destilasi Uap-Air
Pada model penyulingan ini, bahan tanaman yang akan disuling diletakkan di atas
rak-rak atau saringan berlubang. Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air sampai
permukaannya tidak jauh dari bagian bawah saringan. Ciri khas model ini yaitu uap selalu
dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan tanaman yang akan disuling
hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas.
2.6
kelarutan dalam air kira-kira 30% berat larutan, dalam industri kimia di kenal dengan
soda ash. Di negara eropa dan beberapa kota distrik di USA istilah soda mengacu pada
decahidrat (Na2CO310H2O) dan monohidrat (Na2CO3H2O) yang digunakan untuk
kebutuhan rumah tangga, tapi komoditi decahidrat (Na 2CO310H2O) dan monohidrat
(Na2CO3H2O) jumlahnya relatif kecil di bandingkan dengan bentuk anhidrat.
Sodium karbonat dalam industri kegunaanya sangat luas. Sodium karbonat dalam
industri di gunakan sebagai bahan baku industri kimia, industri-industri yang
menggunakan sodium karbonat untuk bahan baku antara lain industri sabun, industrigula,
industri gelas, industri obat, industri kertas, industri tekstil, industri metalurgi, industri
keramik, dan lain-lain.
106 g/gmol
Kristal dan bersifat higroskopis
Putih
7,1 g/100 g H2O
2,533 g/ml
26,41 cal/ gmol oC
Ester
12
dilambangkan dengan R'). Ester diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam
karboksilat mengandung gugus COOH, dan pada sebuah ester hidrogen digugus ini
digantikan oleh sebuah gugus hidrokarbon dari beberapa jenis. Misalnya, gugus alkil dan
gugus aril/cincin benzen (Hadyana, 1993).
Tabel 2.5 Rumus Molekul, Rumus Umum dan Nama dari Ester
Rumus Molekul
Rumus Struktur
CH3COCH3
C3H6O2
Nama
Metil etanoat
O
CH3CH2COCH2CH3
C5H10O2
Etil propanoat
O
CH3CH2CCH3
C4H8O2
Metil propanoat
O
(Sumber: Fessenden, 1989)
Sifat fisika
Titik didih
Ester-ester yang kecil memiliki titik didih yang mirip dengan titik didih aldehid dan
keton yang sama jumlah atom karbonnya.Seperti halnya aldehid dan keton, ester adalah
molekul polar sehingga memiliki interaksi dipol-dipol serta gaya dispersi van der Waals.
Akan tetapi, ester tidak membentuk ikatan hidrogen, sehingga titik didihnya tidak
menyerupai titik didih asam yang memiliki atom karbon sama (Hart, 1983).Sebagai
contoh:
Tipe
Asam karboksilat
CH3COOCH2CH3
Ester
(Sumber: Fessenden, 1989)
2)
Kelarutan dalam air
Reaksi Esterifikasi Pembuatan Etil Asetat
Titik didih
164
77,1
13
Ester-ester yang kecil cukup larut dalam air tapi kelarutannya menurun
seiring dengan bertambah panjangnya rantai. Sebagai contoh:
Tabel 2.7 Kelarutan Ester Dalam Air
Ester
Etil metanoat
Etil etanoat
Etil propanoat
(Sumber: Fessenden, 1989)
Rumus molekul
HCOOCH2CH3
CH3COOCH2CH3
CH3CH2COOCH2CH3
Penurunan kelarutan ini disebabkan oleh fakta bahwa walaupun ester tidak
bisa berikatan hidrogen satu sama lain, tetapi bisa berikatan hidrogen dengan
molekul air. Salah satu atom hidrogen yang sedikit bermuatan positif dalam
sebuah molekul air bisa cukup tertarik ke salah satu dari pasagan elektron bebas
pada sebuah atom oksigen dalam sebuah ester sehingga sebuah ikatan hidrogen
bisa terbentuk. Tentu akan ada juga gaya dispersi dan gaya-tarik dipol-dipol antara
ester dan molekul air.
Pembentukan gaya tarik ini melepaskan energi. Ini membantu menyuplai
energi yang diperlukan untuk memisahkan molekul air dari molekul air lainnya
dan molekul ester dari molekul ester lainya sebelum bisa bercampur. Apabila
panjang rantai bertambah, bagian-bagian hidrogen dari molekul ester mulai
terhindari dari energi tersebut. Dengan menekan diri diantara molekul-molekul air,
bagian-bagian hidrogen ini memutus ikatan hidrogen yang relatif lemah antara
molekul-molekul air tanpa menggantinya dengan ikatan yang serupa. Ini
menjadikan proses ini kurang menguntungkan dari segi energi, sehingga kelarutan
berkurang.
3)
Titik leleh
Titik leleh menentukan apakah sebuah zat adalah lemak (sebuah padatan
pada suhu kamar) atau minyak (sebuah cairan pada suhu kamar). Lemak biasanya
mengandung rantai-rantai jenuh. Ini memungkinkan terbentuknya gaya dispersi
van der Waals yang lebih efektif antara molekul-molekulnya. Ini berarti bahwa
diperlukan lebih banyak energi untuk memisahkannya, sehingga meningkatkan
titik leleh.Semakin besar tingkat ketidakjenuhan molekul, semakin rendah
kecenderungan titik leleh karena gaya dispersi van der Waals kurang efektif.
b.
1)
Sifat kimia
Mengalami reasksi hidrolisis
14
H+
RCOR + HOH
Ester Air
RCOH
+ ROH
Ester
Basa
Ni
R-CH2-OH + R-OH
Alkohol Alkohol
15
Etil Asetat
Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus empiris C2H5OC(O)CH3.
Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat.Senyawa ini berwujud
cairan tak berwarna, memiliki aroma khas.Senyawa ini di produksi dalam skala
besar sebagai pelarutyang banyak digunakan pada industri cat, thinner, tinta,
plastik, farmasi dan industri kimia organik.Etil asetat adalah pelarut polar
menengah yang volatil(mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis.
Saat ini etil asetat di Indonesia diproduksi oleh dua perusahaan, yaitu PT. Indo
Acidatama Tbk dan PT. Showa Esterindo Indonesia, dengan jumlah total produksi
sebesar 62.500 ton per tahun (Wiro, 2009).
Seperti kebanyakan reaksi aldehida dan keton, esterifikasi suatu asam
karboksilat berlangsung melalui serangkaian tahap protonasi dan detonasi.
Oksigen karbonil diprotonasi, alkohol nukleofilik menyerang karbon positif dan
eliminasi air akan menghasilkan ester (Wiro,2009).
Tabel 2.8 Identitas Etil Asetat
Keadaan fisik
Bau
Rasa
Berat molekul
Titik didih
Melting point
Suhu kritis
(Sumber: Wiro, 2009)
16
3.1
Alat-Alat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
3.2
Bahan-Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
3.3
Prosedur Kerja
1.
Ke dalam labu didih dasar bulat, dimasukkan beberapa butir batu didih,
2.
3.
4.
5.
6.
7.
17
..................(3)
3.4
Rangkaian Alat
18
19
Hasil
1.
2.
3.
4.
Proses Refluks
Dilakukan selama 60 menit
Tabel 4.1 Laju Alir Proses Refluks
Waktu
1
10
20
30
40
50
60
: 70 ml
: 20,599 ml
: 0,9423 gr/ml
: 31,27%
Tetesan
45
69
75
74
73
75
73
Proses Destilasi
Tabel 4.2 Laju Alir Proses Destilasi
Waktu
1
20
30
40
50
60
70
80
Tetesan
10
24
18
9
7
5
4
3
20
Hasil
5.
6.
7.
8.
Proses Refluks
Dilakukan selama 60 menit
Tabel 4.1 Laju Alir Proses Refluks
Waktu
1
10
20
30
40
50
60
: 70 ml
: 20,599 ml
: 0,9423 gr/ml
: 31,27%
Tetesan
45
69
75
74
73
75
73
Proses Destilasi
Tabel 4.2 Laju Alir Proses Destilasi
Waktu
1
20
30
40
50
60
70
80
Tetesan
10
24
18
9
7
5
4
3
21
Pembahasan
Senyawa etil asetat yang dibuat dalam percobaan ini adalah ester dari etanol dan
asam asetat, dengan wujud berupa cairan tak berwarna dan memiliki aroma khas (balon).
Senyawa ester merupakan salah satu turunan senyawa asam karboksilat. Pada struktur
senyawa ester, atom H pada gugus karboksilat diganti dengan gugus alkil. Oleh karena
itu, ester disebut juga alkil alkanoat. Rumusnya: RCOOR dimana R dan R adalah gugus
organik. Pada percobaan ini reaksi esterifikasinya sebagai berikut:
Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi yang bersifat reversible (dapat balik)
karena ketika asam karboksilat (asam asetat) dan alkohol (etanol) dipanaskan untuk
bereaksi maka akan terjadi reaksi kesetimbangan antara ester dan air, artinya bahwa ester
dan air yang terbentuk dapat kembali menghasilkan reaktan-reaktannya yaitu asam asetat
dan etanol. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil reaksi yang banyak maka
diusahakan agar reaksi cenderung bergeser kearah produk yaitu dengan cara reaktan
dibuat berlebih, dalam percobaan ini etanol dibuat berlebih ketika direaksikan dengan
asam asetat.
Pada pembuatan etil asetat hal pertama yang dilakukan adalah memasukkan 60 ml
etanol dan 40 asam asetat ke dalam labu didih dasar bulat, yang ditambahkan dengan
beberapa batu didih. Batu didih berbentuk tidak rata dan berpori, biasanya dimasukkan ke
dalam cairan yang akan dipanaskan. Biasanya batu didih terbuat dari bahan sillika,
kalsium karbonat, porselen, maupun karbon. Batu didih sederhana dapat dibuat dari
pecahan-pecahan keramik, kaca, maupun batu kapur. Fungsi penambahan batu didih yaitu
selain untuk meratakan panas pada seluruh bagian larutan, juga untuk menghindari titik
lewat didih suatu larutan. Pori-pori dalam batu didih akan membantu penangkapan udara
pada larutan dan melepaskannya ke permukaan larutan (menyebabkan timbulnya
gelembung-gelembung kecil pada batu didih). Tanpa batu didih, larutan akan menjadi
superheated pada bagian tertentu, lalu tiba-tiba akan mengeluarkan uap panas yang bisa
menimbulkan letupan/ledakan (bumping) (Talisa, 2009).
22
23
didihnya adalah 77,1oC. Pada saat melakukan proses destilasi dilakukan perhitungan debit
air pada kondensor dan jumlah tetesan pada saat refluks. Berikut ini adalah grafik
hubungan antara debit air kondensor dan jumlah tetesan saat refluks:
Gambar 4.2 Hubungan antara Debit Air Kondensor dan Jumlah Tetesan saat
Refluks
Pada grafik dijelaskan bahwa semakin laju debit air yang masuk ke dalam
kondensor, maka semakin banyak jumlah tetesan refluks. Jadi debit air berbanding lurus
dengan jumlah tetesan refluks.
Setelah larutan dingin kemudian hasil refluks (etil etanoat dan air) didestilasi pada
suhu 74-76oc. Proses destilasi ini bertujuan untuk mendapatkan etil etanoat murni dengan
cara pemisahan antara etil etanoat dengan air berdasarkan perbedaan titik didih (air: 100 oc
dan etil etanoat: 77,1oC). Etil etanoat yang memiliki titik didih yang lebih rendah
daripada air akan menguap terlebih dahulu, hasil destilatnya akan ditampung oleh
Erlenmeyer. Proses destilasi akan dihentikan ketika tidak ada lagi destilat yang menetes.
Dari percobaan didapat volume etil asetat murni sebanyak 20,599 ml dengan sisa reaksi
sebanyak 70 ml. Debit air yang masuk ke dalam kondensor akan mempengaruhi
perubahan fase destilat. Hubungan antara jumlah tetesan destilat dan laju alir terhadap
waktu digambarkan pada grafik di bawah ini:
24
Gambar 4.3 Hubungan antara Jumlah Tetesan Destilat dan Laju Alir terhadap
Waktu
Pada grafik dapat diketahui bahwa semakin lama waktu destilasi, maka jumlah
destilat yang menetes semakin sedikit. Jadi dapat disimpulkan, penambahan waktu
destilasi tidak akan memperbanyak produk, karena apabila reaktannya sudah habis, tidak
akan ada etil asetat yang terbentuk walaupun waktu destilasi ditambah.
Dari percobaan didapatlah volume etil asetat murni sebesar 20,599 ml. Etil asetat
murni ini kemudian dicuci dengan larutan Na 2CO3 20%, dengan cara dimasukkan pada
corong pisah. Na2CO3 berfungsi untuk menetralkan hasil destilat, dengan cara mengikat
ion-ion yang sebelumnya diperoleh dari katalis, Na 2CO3 juga merupakan pelarut ion
karena merupakan elektrolit yang kuat. Hasilnya akan terbentuk dua lapisan berdasarkan
beda densitas. Lapisan bawah akan mengandung Na 2CO3, zat pengotor, sisa pereaksi dan
pembawa asam. Sedangkan lapisan atas akan mengandung etil asetat dan air. Zat
pengotor tadi dikeluarkan dari corong pisah melalui kran yang terdapat pada corong
pisah.
25
Langkah selanjutnya adalah menghilangkan kandungan air yang terdapat pada etil
asetat. Kandungan air harus dihilangkan karena berpotensi bereaksi dengan etil asetat
untuk membentuk alkohol dan asam karboksilat. Air dihilangkan dengan mencampurkan
etil asetat dan CaCl2 anhidrat sebanyak 5 gram yang sebelumnya telah dipanaskan dalam
water batch untuk menghilangkan air kristal yang ada pada CaCl 2, sehingga diperoleh
garam anhidrat yang ditandai dengan wadah tempat pemanasannya akan kering dari
molekul airnya (Noni, 2012). Hal ini dimaksudkan agar kadar air yang masih terdapat
pada etil asetat tadi dapat diikat oleh CaCl 2 anhidrat, dan terjadi proses pengeringan oleh
CaCl2.
26
Kesimpulan
1.
2.
3.
5.2
Volume Etil Asetat murni yang diperoleh dari percobaan adalah 20,599 ml.
Rendemen yang diperoleh dari hasil percobaan adalah 31,27%.
Konversi dari hasil percobaan adalah 40,67%.
Saran
1.
Dalam pemasangan alat harus dilakukan dengan benar karena pada saat
destilasi apabila pemasangan kondensor tidak rapat, maka etil asetat akan
2.
27
Daftar Pustaka
A.T,
2010,
Menjawab
Kerancuan
Seputar
Alkohol,
http://rumaysho.com/umum/salah-kaprah-dengan-alkohol-dan-khomr-812,
Diakses Senin 28 April 2014.
Najib, 2006, Metode Destilasi Uap, Agromedia Pustaka, Jakarta.
Noni, A.B, 2012, Hidrasi Air, http://www.slideshare/laporan-lengkap-hidrasiair-klpk-1-gol1, Diaskses Senin 13 Mei 2014
Nurfiati, E, 2010, Sifat Asam Sulfat, http://etnarufiati.guru-indonesia.net/
artikeldetail-12252.html, Diakses Senin 28 April 2014.
Oecd, S, 2002, SIDS Initial Assessment Report for SIAM 15, UNEP
Publications.
Talisa,
2009,
Batu
Didih,
http://kafekimia.blogspot.com/2009/03/batu-
28