Jerat Esti Kinasih
Jerat Esti Kinasih
Esti Kinasih
"Pokoknya aku sudah sampaikan ya, ke kamu. Hati-hati, lho. Lagipula, kenapa sih nggak mau?"
"Masa kamu nggak denger storinya? Waktu sekolah kita ngadain kemping bersama bulan
kemaren itu, aku kan pingsan. Abis jalannya jauh banget. Mana hujan lagi, becek lagi, terus
dingin lagi. Waktu sadar, aku sudah ada di pelukannya. Kamu tau kata pertama yang kudengar
begitu membuka mata? 'Debby ternyata kamu lumayan seksi juga'."
"Hah?!" Vita terbelalak.
"Iya. Apa itu nggak kurang ajar?"
"Kalian cuma berdua?"
"Enggaklah. Yang pingsan kan bukan cuma aku."
"Berarti...."
"Jangan mikir macam-macam!" potong Debby galak. Vita langsung menutup mulutnya.
Keesokan harinya, begitu menginjakkan kaki di sekolah, dengan emosi Debby langsung
berkeliling mencari Rizky.
"Hai!" Cowok itu menyambutnya surprais.
"Kamu ngomong apa ke Vita?" Debby berkacak pinggang dan menatapnya tajam.
"Apa? Oh, itu?" Rizky tertawa lebar. "Ternyata pemberitahuan malah ampuh, ya. Satu pun
salamku nggak ada yang kamu balas. Tapi ternyata pemberitahuanku malah bisa membawamu
ke depanku."
"Kamu ngancam?"
"Bukan. Aku kan sudah bilang itu pemberitahuan. Suatu saat kau akan jadi pacarku, Deb,"
Rizky menjawab tenang. Debby ternganga.
"Jangan sok yakin!" semburnya.
"Kita liat aja."
***
Entah karena sugesti atau juga karena salamnya yang terhenti, kalimat Rizky menghantui
pikiran Debby. Mata itu tajam menembusnya waktu mengucapkan ancaman itu.
"Menurutmu apa yang akan dilakukannya?" Debby berjalan hilir mudik di depan Vita. "Atau, apa
dia sungguh-sungguh?"
"Iya." Vita mengangguk, membuat Debby jadi tambah patah semangat.
"Deb!" Sebuah tepukan di bahu membuat Debby terlonjak dan seketika sadar dari lamunan.
"Kamu! Pelan-pelan, dong! Aku kaget, tau!" sungutnya sambil menepuk-nepuk dada.
"Sori, deh. Katanya suruh riset?" Dengan tenang Vita duduk di depannya. Tak merasa bersalah
sudah membuat Debby nyaris semaput. "Aku sampai ditanyain macem-macem gara-gara idemu
itu."
"Gimana? Gimana?" Debby bergegas menggeser kursinya.
"Menurut beberapa orang yang kena pelet, tanda-tandanya begini...." Vita diam sejenak,
menoleh kiri-kanan untuk memastikan keadaan cukup aman untuk pembicaraan mereka. "Di
kamarmu nanti akan tercium wangi parfumnya Rizky atau bahkan bau badannya selama
seminggu penuh."
"Idiiih!" Debby terngaga.
"Ke mana pun kamu pergi, kamu akan ngeliat wajahnya, walaupun setelah didekati ternyata
bukan. Dan ini yang paling, Deb. Raba hatimu. Biasanya ada perubahan drastis. Kamu jadi
mikirin dia. Jadi gelisah kalau nggak ngeliat dia sebentaaaarr aja. Malah keadaan jadi berbalik.
Kamu yang akan ngejar-ngejar dia!"
Debby tercengang.
"Jalannya gimana? Masa tiba-tiba begitu?"
"Cukup sedikit sentuhan. Misalnya dia negur kamu. Dicolek sedikit, meskipun cuma seujung jari,
itu bisa membuatmu tergila-gila sama dia. Banyak jalan, sih. Namanya juga ilmu begitu. Tapi
aku nggak mau tanya banyak-banyak. Soalnya semua yang kutanya, mengira aku lagi mau
melet seseorang."
"Selalu begitu tanda-tandanya?"
"Aku kan cuma tanya tiga orang. Aku rasa sih, tanda-tandanya pasti juga banyak macamnya
karena jalannya juga macam-macam."
Debby mengempaskan punggungnya ke sandaran kursi dan menarik napas panjang.
***
Debby terbangun tergeragap. Wangi bunga melati menyentak hidungnya. Jantungnya seketika
berderas keras. Pasti ini kiriman dari Rizky! Bergegas ditekannya saklar lampu. Sebuah
mangkuk mungil penuh berisi bunga melati segar terletak di mejanya. Diambilnya mangkuk itu
dan diperhatikannya isinya. Masih segar, seperti baru dipetik. Dibawanya mangkuk itu keluar.
Detti, kakaknya, sedang menonton TV sambil memegang sebuah mangkuk juga, penuh berisi
bunga melati segar.
"Nah, gitu dong. Jangan nyuruh orang kerja gratisan melulu." Vita mengulurkan dua buah buku,
lalu berjalan keluar. Dasar phobia Rizky, gerutunya. Lima belas menit kemudian dia kembali.
"Apa katanya?" sambut Debby was-was.
"Dia bilang dia nggak akan ganggu kamu. Apalagi pakai pelet. Dosa, katanya. Dia juga bilang,
nanti kamu sendiri yang akan datang ke dia."
"Hah?!"
***
"Hei!"
"Eh, gimana?" Rizky bertanya tanpa menoleh pada seseorang yang barusan menepuk bahunya,
lalu berdiri di sampingnya.
"Beres. Tapi sepi banget di sana."
"Jelas aja. Musim ulangan."
"Yakin bakalan dia yang nemuin?"
"Yakin!"
Rizky tersenyum tipis tanpa mengalihkan matanya dari sosok Debby di kejauhan. Kail sudah
dilemparkan!
***
Pada awalnya, Debby sempat stres dan ketakutan. Tapi perlahan... perasaan itu menghilang
karena ternyata Rizky tidak melakukan apa pun seperti yang sempat dia bayangkan.
Cowok itu malah menjaga jarak. Tidak memberikan senyum, apalagi menyapa pada saat
mereka terpaksa berpapasan atau berada bersamaan di suatu tempat.
Debby mulai tenang dan hari-harinya kembali normal. Dia bahkan mulai berani lalu-lalang
dengan tenang di depan Rizky. Tak menyadari sepasang mata cowok itu menatapnya dengan
kilatan yang mengandung suatu rencana tersembunyi.
"Kamu, sih. Rizky itu baik. Kamunya aja yang pikirannya terlalu."
"Jaga-jaga boleh, dong?"
"Iya, tapi aku yang jadi malu. Dia...."
"Alaaaah, udah, deh. Sori. Namanya aja orang lagi panik." Debby meringis. "Eh, aku nemu
undangan, di Sekretariat OSIS."
cukup berumur. Entah karena telah kawin, atau mungkin ini bukan lagi perkawinan mereka
yang pertama.
"Rizky?" Debby tertegun ketika mengenali cowok yang berdiri tak jauh dari mempelai wanita,
yang rupanya juga kaget melihatnya. "Ky, dia bilang aku nggak diundang." Dipelototinya cowok
berbaju Jawa itu tajam-tajam sambil berjalan menghampiri Rizky dan memeluk lengannya.
"Oh, pacarmu, Ky? Bilang-bilang, dong! Aku pikir penyelundup." Cowok itu mengangkat kedua
tangannya dan tersenyum meminta maaf. "Pacarnya Rizky!" teriaknya sambil turun.
Debby tersadar dan seketika menoleh.
"Terlambat!" bisik Rizky demi melihat keterkejutan itu.
Debby berbalik dan memucat ketika mendapati dirinya sendirian. Vita menghilang entah ke
mana, begitu juga dengan cowok-cowok berbusana Jawa tadi.
Disibaknya uraian rambutnya dengan panik. Tidak mungkin berlari turun dari panggung, akan
mengundang pertanyaan. Sekian puluh mata, bahkan mungkin lebih dari seratus, kini tengah
memandangnya.
Dibaliknya badan. Rizky tengah menunggu dan memandangnya dengan sorot mata yang tak
bisa menyembunyikan kekagumannya.
"Ayo, salami mereka." Diraihnya tangan Debby dan menggenggam lembut jari-jarinya.
"Tanteku."
"Eh, se... selamat," gugup Debby mengulurkan tangannya.
Tiba-tiba berkumandanglah sebuah pengumuman yang mahadahsyat.
"Para hadirin yang terhormat," ucap MC ayu berkebaya merah jambu itu lengkap dengan
senyum manisnya. "Pada saat ini, berdiri di sisi kiri mempelai adalah salah seorang keponakan
dari mempelai wanita. Kiranya para hadirin yang terhormat sudi memberikan selamat, karena
keduanya akan segera menyusul ke pelaminan dalam waktu dekat."
Debby terhenyak. Suara tepuk tangan bergemuruh dan berebutlah 'para hadirin yang
terhormat' itu naik panggung dan menyalami mereka.
"Terima kasih... terima kasih...." Rizky menyahut ramah sambil mati-matian menahan tawa.
Lengan kirinya menyangga tubuh Debby yang sudah setengah sadar.
Sekian