Anda di halaman 1dari 13

AMIRUL HASAN

23 Maret 2009

207341409186

GENETIKA

BB

TUGAS RESUME INDIVIDUAL


PEWARISAN SIFAT EKTRANUKLEAR
(EXTRANUKLEAR INHERITANCE)
Pembahasan mengenai transmisi genetik dalam eukariot sejauh ini telah

mempelajari tentang kromosom inti (nuclear) dan gen. Jelasnya, inti DNA adalah
material genetis terpenting yang sifatnya hampir universal. Meski begitu, di sepanjang
sejarah genetika, hanya sedikit laporan yang mengindikasikan bahwa elemen
sitoplasmik atau ekstranuklear juga bisa bertindak sebagai agen transmisi herediter.
Kebanyakan contoh yang asalnya ditambahkan dalam pewarisan sifat secara
ekstranuklear (extranuclear inheritance) terkadang sudah dijelaskan lewat gen-gen
inti (nuklear). Beberapa kasus yang awalnya tampak bergantung pada gen-gen
sitoplasmik dan diklasifikasikan dalam kasus pewarisan sifat secara maternal
(maternal inherintance), setelah diselidiki memang berkaitan dengan gen dari ibu.
Nampak fenotip berada di dalam progeny-nya, sehingga kasus semacam ini
diklasifikasi ulang sebagai efek maternal.
Kriteria untuk memilah kelompok heterogen ini bisa didapatkan dari definisi
pewarisan ekstranuklear atau pewarisan sitoplasmik dan juga dari macam-macam
organisme dan mekanisme yang terlibat. Pewarisan ekstrakromosom didefinisikan
sebagai pewarisan non mendelian (non mendelian inheritance) umumnya
melibatkan DNA saat replikasi organela sitoplasmik, contohnya pada mitokondria dan
plastida. Ada juga bakteri dan virus (dalam skala kecil) yang juga bertindak sebagai
agen pewarisan ekstranuklear.
Kriteria Pewarisan Ekstranuklear (Extranuclear inheritance)
Ada 5 kriteria utama yang bisa dipakai untuk membedakan ciri keturunan
yang dikontrol oleh gen-gen nuklear dan ciri keturunan yang dikontrol oleh gen
ekstranuklear. Disimpulkan seperti di bawah ini :
(1) Perbedaan hasil pada persilangan resiprokal menunjukkan adanya penyimpangan
pola transmisi gen Mendel. Untuk melakukan persilangan resiprokal, betina strain

A dikawinkan dengan jantan strain B, dan jantan strain A dikawinkan dengan


betina dari strain B. Jika hubungan antar jenis kelamin dikesampingkan,
perbedaan hasil persilangan akan mengindikasikan bahwa salah satu induk
(biasanya maternal) memiliki pengaruh yang lebih besar ketimbang induk satunya
dalam sifat turunan tertentu.
(2) Sel reproduktif betina biasanya membawa sitoplasma dan organela sitoplasmik
lebih banyak ketimbang sel jantan, sehingga diharapkan dapat mempengaruhi sifat
turunan Mendel. Organella dan simbion di dalam sitoplasma terisolir akan
dianalisa untuk mencari bukti yang lebih spesifik tentang transmisi maternal yang
diwariskan.
(3) Gen-gen kromosom menempati lociloci tertentu dan berkelompok dalam lokasi
khusus. Kegagalan mencari keterkaitan untuk mengetahui jenis gen inti akan
mengesampingkan kemungkinan adanya pewarisan kromosom, sedangkan
pewarisan ekstranuklear dapat berlangsung jika cukup data.
(4) Kurangnya segregasi Mendel dan rasio karakteristiknya, yang bergantung pada
transmisi kromosom dalam proses meosisnya, akan mengarah pada transmisi
ekstrakromosom.
(5) Percobaan dengan mengganti nuklei mungkin bisa menjelaskan pengaruh dari
nukleus dan sitoplasma. Transmisi sifat turunan tanpa ada perpindahan gen-gen
inti akan mengarah pada pewarisan ekstranuklear. Gen dan virus profilnya banyak
yang serupa. Dibutuhkan garis pemisah yang jelas untuk memilah infeksi
persisten dan sitoplasmik DNA.
Organela Sitoplasmik dan Simbion
Perlu diingat bahwa organela sitoplasmik adalah fungsi yang sangat signifikan
dan mendasar yang diperlukan untuk kelangsungan eksistensi mahluk hidup. Enzim
untuk respirasi seluler dan produksi energi misalnya, berlokasi di dalam mitokondria,
dan bahan makanan akan dioksidasi untuk menghasilkan ATP (adenosin trifosfat),
yaitu bahan bakar untuk reaksi biokimia. Klorofil dan pigmen tanaman lainnya
disintesiskan di dalam plastida.
Kemungkinan menarik yang dikatakan oleh peneliti terdahulu, dan baru-baru
saja dijabarkan mendetil oleh Margulis adalah mitokondria dulunya adalah bakteri
yang hidup bebas. Selama periode waktu yang amat panjang, mereka membentuk

simbiosis herediter dengan sel induk eukariot yang pada akhirnya berubah bentuk
menjadi organela di dalam tubuh binatang dan sel tanaman. Mereka membawa sifat
hidup bebas dari DNA mereka sendiri ditambah dengan perangkat hidup lainnya
untuk melakukan mekanisme genetis. Mereka membangun pabrik, separuhnya
independen dari kontrol gen inti, jenis gen yang disukai oleh proses evolusi dan
terhitung bernilai untuk kelangsungan hidup sel eukariot.
Serupa dengan itu, kloroplas dalam sel-sel tanaman hijau ditetapkan berasal
dari alga yang bebas (free living algae) yang membentuk relasi simbiotik dengan selsel eukariot awal. Banyak yang disumbangkan kepada sel induk dari mereka ini.
Klorofil, pigmen esensial untuk fotosintesa dengan perangkat sintesisnya (termasuk di
dalamnya DNA spesifik, mRNA, tRNA, ribosom, dan perangkat untuk produksi
klorofil sudah tersusun dalam alga bebas ini).
Bakteri simbion ditemukan dalam sitoplasma dari protozoa Paramecium
aurelia, menghasilkan substansi beracun yang membunuh paramecia lain yang
ditaruh dalam kultur media yang sama. Simbion ini, sekarang diistilahkan dengan
nama Latin khusus Caedobacter taeniospiralis,berhasil membangun jalannya sendiri
ke dalam sistem genetik milik induknya tapi hanya bisa bereproduksi jika ada
kehadiran genotip (induk) tertentu.
DNA dalam Mitokondria
Mitokondria yang ada dalam organisme hidup berasal dari mitokondria yang
sudah ada sebelumnya. Umumnya berbentuk organela sitoplasmik yang berukuran
kecil (gambar 20.1), dengan lapisan internal seperti kerang (kristae) yang mencolok,
hasil dari invaginasi membran mitokondria bagian dalam. Ukurannya hampir sama
seperti bakteri, muncul dalam sel eukariot namun tidak dalam bakteri dan virus.
Mitondria menyediakan energi seluler penopang hidup untuk tanaman dan
binatang dalam kelas yang lebih tinggi, lewat proses oksidasi asam sitrik dan juga
siklus asam lemak, serta beberapa proses fosforilasi oksidatif dan juga transport
elektron. Mitokondria berisi DNA unik dalam jumlah kecil yang sifatnya tetap
otonom di luar genom inti (nuclear) sepanjang sejarah evolusi tanaman dan mahluk
hidup. Mitokondria mengandung perangkat pensintesis protein (protein synthesizing
apparatus) khusus dengan ribosom, tRNAs, aminoaktil-tRNA sintetase tertentu;
perangkat ini bersifat sensitif terhadap antibiotik seperti di dalam bakteri.

Dalam sel ragi (yeast), 10 20 % dari DNA seluler terlokalisir dalam sebuah
mitokondrion tunggal. Mitokondrial DNA memiliki properti yang berbeda dibanding
dengan mitokondrial yang ada dalam inti DNA dalam kepadatan (densitas) dan
proporsi pasangan basis (basepairs) GC dan AT. Sebuah studi tentang ragi
menunjukkan bahwa mitokondrial DNA memiliki kepadatan 1.683g/cm3 dan
kandungan GC sebanyak 21 %, sedangkan nuclear DNA memiliki kepadatan 1.699
g/cm3 dan kandungan GC sebanyak 40 %.
W.L Frech berhasil menampilkan bukti bahwa sterilitas pada nyamuk Culex
hibrid disebabkan oleh interaksi yang melibatkan mitokondrial DNA. Beberapa
penyelidikan lain juga menunjukkan bahwa mitokondrial DNA diwariskan lewat garis
maternal pada kodok. J.B Davis yang membandingkan mitokondrial DNA pada kultur
sel berbagai mamalia (tikus, tikus putih, dan manusia) juga menghibrid sel dari
berbagai mamalia tersebut dalam kultur. Pada tikus hibrid dan sel manusia hibrid
misalnya, terlihat tidak hanya mitokondrial DNA homogen milik tikus dan jaringan
manusia saja yang ada, DNA hibrid heterogen-nya juga terdeteksi. Dalam satu
rangkaian eksperimen didapatkan hasil 20 % dari setiap unit DNA sirkular berasal
dari tikus dan 80 %-nya adalah mitokondrial DNA milik manusia. DNA heterogen
nampaknya dihasilkan oleh rekombinasi mitokondrial DNA di dalam hibrid.
Susunan / Organisasi dari GenomGenom Mitokondrial
Meskipun mtDNA (genom mitokondria) porsinya kecil dalam total DNA
seluler keseluruhan (kurang dari 1 % dalam sel somatik yang terdapat dalam mahluk
hidup berkelas lebih tinggi), mtDNA ini umumnya eksis dalam bentuk molekul
bundar kecil yang bisa diisolasi dan dikarateristikkan dengan mudah. Jadi, banyak
informasi yang tersedia tentang struktur genom mitokondria ini. Kisaran ukuran
mtDNA ini adalah 16 kb pada mamalia sampai beberapa ratus kilobase per pasang
pada tanaman dengan kelas lebih tinggi (contohnya 570 kb dalam tanaman jagung).
Ketika struktur mtDNA telah diketahui banyak sekali tersimpan di dalam
mahluk hidup berkelas lebih tinggi, terdapat variasi berbeda yang sedang diteliti di
dalam tanaman khususnya dalam eukariot berkelas lebih rendah. Bentuk mtDNA dari
berberapa protozoa bersilia umumnya linear (lurus), tidak bundar.
Kandungan struktur dari genom mitokondria dari beberapa spesies terkait bisa
digambarkan lewat perbandingan dengan susunan mtDNA manusia, tikus dan sapi 3

mtDNA pertama tersebut bisa disusun in toto. Susunan mtDNA dari manusia, tikus
dan sapi adalah 16,569, 16,275, dan 16,338 pasang nukleutida. Yang terpenting
adalah, ketiga mtDNA menunjukkan susunan informasi genetik dasar yang sama
(gambar 20.2). Setiap mtDNA mengandung 2 gen rRNA, 22 tRNA, dan 13 struktur
gen protein yang sudah diduga.
Seluruh genom mitokondrial mamalia dijelaskan sebagai satu unit yang
berasal dari satu lokasi promoter tunggal, dan transkrip primer raksasanya kemudian
memecah endonukleositis untuk menghasilkan molekul individu tRNA, rRNA, dan
mRNA. Sehingga, seluruh mtDNA sebanding (ekuivalen) dengan satu operon dalam
bakteri.
Genom mitokondria bundar (circular) dari ragi Saccharomycetes cerevisiae
berukuran lima kali lebih besar (sekitar 84 kb) ketimbang mtDNA milik mamalia.
Tetapi, genom mitokondria ragi menunjukkan susunan yang serupa dengan mtDNA
milik mamalia. Dua gen mtDNA ragi, menyandikan sitokrom b dan sub unit 1 dari
sitokrom oksidase, berukuran sangat besar serupa dengan seluruh mtDNA pada
mamalia. Kedua gen ini mengandung beberapa urutan intron yang sangat panjang.
mtDNA pada ragi mengandung kelompok (cluster) gen tRNA 16 dalam satu segmen
pendek genom, plus 10 gen tRNA yang menyebar di seluruh bagian genom. Oleh
sebab itu dalam gen mitokondria tRNA ragi penyebarannya tidak seragam seperti
penyebaran mitokondrial tRNA pada mamalia yang merata.
DNA dalam Plastida
Carl Correns (1908) menelaah perbedaan hasil dari persilangan resiprokal dan
menjadi orang pertama yang menjelaskan deviasi (penyimpangan) hereditas
Mendelian. Turunan warna yang berbeda mulai dari putih (albino) sampai hijau gelap
pada daun tanaman mulai diselidiki. Correns menunjukkan hasil penelitian pada
Mirabilis jalapa yang mewarisi beberapa sifat turunan tertentu saja, yang sepenuhnya
datang dari benih tanaman induk. Warna yang berbeda dikaitkan dengan plastida
sitoplasmik, paling utama adalah kloroplas. Kloroplas berasal dari partikel
sitoplasmik yang dikenal dengan nama proplastida yang mengandung DNA, yang
bisa menduplikasi dirinya sendiri secara independen lewat bagian sel lainnya. Mereka
akan disebar secara merata maupun tidak merata selama proses pembagian sel (cell
division) berlangsung.

Ovula seperti juga sel somatik dari tanaman yang burik (belang-belang)
(contohnya tanaman four o clock/bunga pukul empat) bisa saja membawa kloroplas
abnormal (plastida yang hampir tak berwarna) dan juga kloroplas normal (plastida
berwarna hijau) di dalam sitoplasmanya. Efek belang disebarkan lewat garis maternal
dari generasi ke generasi. Karena serbuk sari bunga hanya memiliki sedikit (jika ada)
sitoplasma, pengaruhnya terhadap variasi hasil sifatnya amat lemah.
Pada tanaman seperti Primrose sinensis, chimera (sektor yang mengandung
tipe plastida yang berbeda) kadangkala terbentuk dengan hanya sebagian klorofil.
Area plastida abnormal yang kekurangan krolofil ini bisa bergantung pada bagian
berwarna hijau (dalam tanaman) untuk melakukan fotosintesis sehingga mampu untuk
terus hidup.
Saat ini kloroplas sudah bisa diisolir dan berhasil dibuktikan bahwa ia mampu
melakukan sintesis protein saat ada sinar ataupun ATP (adenosine triphosphate). Hasil
produknya sama dengan protein kloroplas yang asli, menunjukkan bahwa kloroplas
yang diisolir tersebut masih memiliki perangkat sintesis protein yang berfungsi penuh
di mana mRNA masih bisa diterjemahkan secara akurat.
DNA Kloroplas dan Resistensi Obat
Saat Ruth Sager menempatkan sel alga Chlamydomonas dalam kultur media
yang berisi antibiotik streptomysin, hampir semua sel mati, tetapi ada seperjuta sel
yang hidup dan menggandakan diri, tiap bagiannya membentuk koloni streptomycin
resisten. Mutan dengan resistansi terhadap streptomysin lalu dipilih dari jenis alga
yang mampu menerima streptomysin. Sekitar 90 % bagian mutan melibatkan gen-gen
inti (sr-1) dan tiap mutasi hanya bisa ditunjukkan lewat tantangan antibiotik. Sekitar
10 % dari mutasi (sr-2) bersifat uniparental dan non kromosomal. Mutan
nonkromosomal bisa ditemukan di hampir semua koloni yang ada.
Seluruh progeni dari tiap hasil perkawinan silang resiprokal cenderung
dikontrol oleh tipe perkawinan (+) jika dibandingkan dengan resistensi relatif
terhadap streptomisin, sehingga menunjukkan adanya pewarisan secara maternal. Saat
tipe kawin (+/betina) bersifat resisten, semua progeny-nya resisten; saat (+/betina)
bersifat non resisten, seluruh progeni-nya non resisten. Berbagai hasil persilangan
resiprokal ini menunjukkan bentuk turunan / pewarisan non Mendelian, melibatkan
sepasang sifat turunan kontras tunggal.

Susunan Genom Plastida


Genom plastida dari sekitar 200 spesies tanaman kelas tinggi dan berbagai
jenis alga hijau, biru kehijauan dan merah setidaknya telah dikarakteristikkan
sebagian. Dalam satu spesies, genom dari berbagai tipe plastida kloroplas,
amiloplastida (plastida pengumpul dedak (starch) dalam jaringan penyimpanan) serta
cromoplastida (plastida yang mengandung pigmen) semuanya identik / sama di dalam
semua organisme yang dipelajari.
Pada tanaman kelas tinggi, ukuran cpDNA berkisar mulai 120 sampai 160 kb.
Dalam alga, ukuran genom kloroplasnya jauh lebih besar dari 85 sampai 292 kb
untuk spesies yang sudah dikenal, mempunyai cpDNA berbentuk bundar. Pada dua
spesies alga hijau dari genus Acetabularia, cpDNAs, ukurannya besar sekitar 2000 kb,
dan masih belum dapat dipastikan apakah genom kloroplas ini berbentuk lurus atau
bundar. Satu jenis kloroplas tunggal yang berukuran besar Chlamydomonas
reinhardtii mengandung sekitar 100 copy cpDNA. Flagela bersel tunggal Euglena
gracilis mengandung sekitar 15 kloroplas, dimana tiap kloroplas berisi 40 copy
cpDNA, dengan total keseluruhan berjumlah 600 copy per organisme.
Seluruh genom kloroplas yang telah dianalisa secara garis besar mengandung
rangkaian geen yang sama dengan urutan gennya (pada cpDNA-nya) yang sangat
berbeda. Gen yang ada pada cpDNA bisa dikelompokkan ke dalam dua kelas utama :
(1) gen yang mensandikan komponen perangkat biosintesis protein kloroplas (sub unit
polimerase RNA, struktur komponen ribosom kloroplas, dan satu set tRNA) dan (2)
gen yang memastikan jenis komponen dari perangkat fotosintesis (fotosistem I dan II
serta rantai transport elektron).
Genom kloroplas adalah genom yang bertugas menyandikan berbagai
komponen kunci dari fotosistem I dan II serta rantai transport elektron, informasi /
pengetahuan tentang struktur dan fungsi cpDNA menjadi sangat penting dan mencuri
perhatian sangat besar. Urutan pasangan nukleutida komplit cpDNA dari tanaman
liveworth (Marchantia polymorpha) dan tembakau (Nicotiana tobacum) sudah
dipastikan. cpDNAs milik Marchantia polymorpha dan tembakau berjumlah
sepanjang 121,024 dan 155,844 pasang nukleutida.
Informasi tentang bentuk mekanisme pasti dimana fotosistem I dan II
berfungsi mungkin suatu hari bisa memudahkan ilmuwan dan insinyur untuk

membangun sebuah sistem sintesis yang benar-benar mampu menduplikasi seluruh


kapasitas tanaman hijau untuk menangkap energi matahari / sinar dan mengubahnya
ke dalam bentuk kimiawi yang berguna bagi organisme hidup.
Bakteri Simbion di dalam sitoplasma Paramecium
Paramecia menjadi organisme yang dipilih untuk penyelidikan genetis.
Mereka adalah protozoa berukuran besar, uniseluler yang bereproduksi lewat proses
aseksual maupun seksual. Reproduksi aseksual terjadi lewat pembelahan sel,
menghasilkan klon sel-sel yang identik secara genetis. Sedangkan dalam proses
seksualnya, paramecia akan melakukan konjugasi secara periodik dan memindahkan
materi genetis dari satu sel ke sel yang lain.
Di dalam laboratorium, membuat persilangan secara seksual bisa dilakukan,
lewat DNA nuclear yang ditransfer dari donor ke penerima, yang akan menghasilkan
progeni heterozygot yang disebut autogamy, bentuk homozigot komplit dari progeny
yang terkait, yaitu AA x aa Aa.
G.H Beale menemukan bahwa resistensi erytromisin pada Paramecium,
seperti yang ditemukan pada ragi, adalah hasil dari pewarisan sifat non Mendelian.
Ada beberapa sitoplasmik tambahan dan juga mutasi nuklear yang mempengaruhi
resistensi terhadap antibiotik yang sudah dipelajari oleh Beale dan J.Beisson. Mereka
bersama peneliti lain mentransfer sitoplasma dan mitokondria terisolir antar strain
paramecia dan menunjukkan bahwa mitokondria (diperkirakan mitokondria DNA)
menjadi pengontrol resistensi tersebut.
T.M Soneeborn dan ahli lainnya telah menyelidiki efek ekstranuklear yang
terus bertahan di dalam Paramecium. Beberapa strain dari P. aurelia menghasilkan
sebuah substansi yang berefek mematikan untuk anggota strain jenis yang lain di
dalam spesies yang sama. Paramecia dari strain yang mampu memproduksi substansi
beracun disebut dengan killer (pembunuh). Jika killer ditempatkan dalam
temperatur rendah, kapasitas membunuhnya perlahan-lahan menghilang. Efek
toksiknya juga menurun setelah terjadi divisi sel yang berulang-ulang. Elemen
terpisah dalam sitoplasma dibentuk untuk memproduksi substansi beracun.
Substansi beracun (paramecin) yang dihasilkan oleh bakteri pembunuh bisa
larut dalam media cair. Saat killer diperbolehkan tetap bertahan dalam media selama
beberapa waktu dan kemudian baru diganti dengan bakteri senstif, bakteri sensitif lalu

akan mati. Paramecin, yang terbukti tak berefek pada killer, dihubungkan dengan
jenis kappa tertentu yang muncul sebanyak 20 % dari total populasi kappa.
Plasmida DNA dan Perubahan Bentuk Menjadi Tumor
Molekul

DNA ekstrakromosom

yang

bisa

bereplikasi

sendiri

dan

mempertahankan dirinya di dalam sitoplasma sel-sel tanaman disebut dengan


plasmida (Bab 8). Banyak ciri yang serupa dengan kromosom di dalam mitokondria
dan plastida tapi mereka tidak disusun dalam bentuk organela-organela yang vital bagi
sel induknya. Beberapa jenis plasmida merupakan fragmen dari sebuah kromosom
bakteri sedangkan lainnya merupakan rekombinasi dari fragmen DNA. Kebanyakan
plasmida tak esensial bagi sel induknya, tetapi ada beberapa yang mengontrol reaksi
terhadap antibiotik. Karena mereka mampu ber-replikasi secara independen, bisa
bergabung dengan DNA lain, dan mampu membawa DNA menuju sentral sel
pengatur aktivitas sintesis, mereka sangat berguna dalam rekayasa genetik.
Sebuah plasmida yang disebut Ti (tumor inducing = pemicu tumor) membawa
urutan DNA yang mengubah sel-sel tanaman dikotil (tembakau, bunga matahari,
wortel, tomat, dsb) menjadi sel-sel tumor. Transformasi ke bentuk tumor dikaitkan
dengan penyakit crown gall disease. Penyakit ini dipicu oleh bakteri Agrobacterium
tumofaciens. Jenis penyakit yang termasuk berat, khususnya untuk buah panen dan
juga stok yang disimpan disebabkan oleh bakteri aktif yang masuk ke dalam
permukaan badan tanaman yang terluka, biasanya di bagian mahkota (pertemuan
antara akar dan tanah). Namun bakteri yang memicu penyakit ini tak perlu
membiakkan tumor, karena mereka bisa dimatikan setelah beberapa hari sedangkan
tumor akan terus tumbuh. Satu fragmen plasmida Ti yang dibawa oleh bakteri akan
bergabung dengan segmen DNA dari sel tanaman yang terinfeksi. Gen yang dibawa
oleh plasmida, sekarang berkembang dan memasuki sel tanaman menjadi code enzim
yang mendukung perkembangan tumor yang terus tumbuh tak terkontrol yang
melampaui kerja bakteri pemicu penyakitnya..
Sterilisasi Sitoplasmik Jantan pada Tanaman
Contoh lain dari pewarisan sifat lewat sitoplasmik dikaitkan dengan
kegagalan (lumpuhnya) serbuk sari. Hal ini banyak terjadi pada tanaman berbunga
dengan hasil jantan yang steril. Pada jagung, gandum, gula bit, bawang, dan beberapa

jenis tanaman panenan lainnya, fertilitas dikontrol (setidaknya sebagian kecil) oleh
faktor-faktor sitoplasma. Pada tanaman lainnya jantan yang steril dikontrol
sepenuhnya oleh gen-gen inti. Dibutuhkan observasi dan tes yang mendetail terhadap
setiap kasus untuk memastikan mekanisme penurunan sifatnya. Sterilitas pada
pejantan perlu dipertimbangkan ketika hendak dilakukan persilangan dalam skala
besar untuk menghasilkan benih hibrida. Tanaman hibrida diproduksi secara komersil,
contohnya pada tanaman jagung, ketimun, bawang, sorghum (tanaman yang
menyerupai gandum) dan dan jenis lainnya (lihat bab 21).
Jantan Steril Pada Tanaman Persilangan Lewat Serbuk Sari
Contoh klasik dalam mekanisme penurunan sifat secara maternal, dengan cara
memindahkan jantan steril pada tanaman jagung ditemukan dan dianalisa secara teliti
oleh M.M Rhoades. Serbuk sari difertilkan (dilumpuhkan) pada beberapa tanaman
jagung tertentu, sehingga membuat jantan menjadi steril, tetapi struktur betina dan
fertilitasnya tetap normal. Gen-gen inti tidak mengontrol tipe steril ini, karena hal ini
diturunkan dari generasi ke generasi lewat sitoplasma sel telur.
Ada macam steril jantan tertentu yang menghasilkan progeni jantan steril saja
saat difertilisasi dengan serbuk sari dari tanaman jagung yang normal. Bibit dari induk
yang jantannya steril kemudian disilang ulang berulang-ulang dengan serbuk sari dari
garis keturunan subur sampai semua kromosom dari garis keturunan jantan yang steril
berubah dalam kromosom garis keturunan jantan yang subur.
Kandungan genetis yang tersimpan pada garis keturunan yang steril, jantan
tetap steril, menunjukkan bahwa penurunan sifat mengikuti garis maternal dan tidak
dikontrol oleh gen-gen kromosom. Persilangan ini menghasilkan progeni dari bibit
tanaman dari garis jantan steril dengan jantan yang subur. Sehingga disimpulkan
penurunan sifat jantan steril mengikuti garis maternal, tanpa melihat arah
persilangannya. Sterilitas pada jantan seperti dalam contoh ini ditambahkan pada gengen sitoplasmik (plasmagen) yang nantinya akan ditransmisikan ke gamet betina.
Namun begitu, efek sitoplasmik bukanlah satu-satunya faktor dalam sterilitas
pada jantan. Ada gen inti (nuclear) tertentu yang sekarang sudah diketahui mampu
menekan sterilitas yang diturunkan secara maternal pada tanaman jagung. Gen
kromosom dominan tunggal, contohnya, bisa menyimpan fertilitas serbuk sari dalam
sitoplasma yang biasanya dipakai untuk memastikan kondisi steril.

10

Pemakaian jenis jagung pejantan steril untuk produksi bibit dalam skala besar
membawa bencana pada panen tahun 1970 di Amerika Serikat. Karena ada
keunggulan dalam bentuk keseragaman hasil panen

dan juga dalam hal jantan

sterilnya dalam produksi bibit jagungnya, satu sumber sitoplasma tunggal yang
dikenal dengan Texas (T) dengan bentuk sitoplasma dengan jantan steril dipakai untuk
memproduksi hampir seluruh bibit hibrida yang ditanam pada tahun itu.
Keseragaman yang Membahayakan
Apa yang menyebabkan bencana dalam panen jagung tahun itu? Sebuah
jamur mutan Helminthosporium maydis (Nisikado dan Miyake) menjadi patogen
berbahaya pada jagung hibrida jenis tertentu. Bersifat sangat destruktif pada jenis
jagung (T) yang memiliki sitoplasma jantan steril. Ahli patologi dan petani jagung
mengalami epidemik dan harus mencari jenis jagung yang resisten terhadap jamur itu.
Karena jenis bibit sebelumnya dengan daun yang tak terlampau kuning, produksi bibit
jagung tahun itu diganti dengan produksi bibit tanpa sitoplasma T. Jenis ini
membutuhkan perawatan manual tetapi akhirnya dipakai secara meluas pada saat
tanam di musim dingin tahun 1971. Jagung ini juga menghasilkan beberapa bibit yang
resisten jika langsung ditanam di ladang.
Efek-Efek Maternal
Sel telur dan embrio diperkirakan mempengaruhi lingkungan maternal tempat
mereka berkembang.
1. Efek Maternal Pada Gelung Cangkang pada Siput
Salah satu contoh awal yang amat dikenal tentang efek maternal adalah arah
gelung (galur-galur) pada cangkang siput Limnea peregra. Beberapa varian dari
spesies ini memiliki cangkang dekstral yang bergalur ke arah kanan; sedangkan varian
lain memiliki cangkang sinistral, dengan galur ke kiri. Karakteristik ini ditentukan
oleh genotip ibu, bukan dari gen perkembangan milik siput. Alel s+ untuk gelung ke
arah kanan bersifat lebih dominan ketimbang alel s yang bergelung ke arah kiri.
Investigasi lebih lanjut tentang galur pada siput menunjukkan bahwa
kumparan terbentuk pada tahap metafase pada divisi pembelahan pertamalah yang
mempengaruh arah galur. Kumparan untuk siput dekstral agak melenceng ke kiri.
Perbedaan pengaturan ini dikontrol oleh gen ibu. Merekalah yang menentukan

11

orientasi kumparan yang nantinya mempengaruhi divisi sel pada tahap selanjutnya
dan menghasilkan pola galur dewasa. Karakteristik fenotip yang asli dipengaruhi
langsung oleh gen ibu, tanpa relasi langsung terhadap gen di dalam sel telur, sperma
atau progeny.
2. Efek Maternal pada Drosophila
Di Universitas Texas, pertumbuhan abnormal pada bagian kepala Drosophila
melanogaster muncul secara sporadis dalam sampel yang diambil dari populasi liar
yang dikumpulkan dari Acahuizotla, Meksiko. Sedangkan di Universitas Utah, lalat
ini dibiakkan dan dipilih yang mempunyai kepala abnormal setelah melewati periode
beberapa tahun. Proporsi lalat yang menunjukkan turunan sifat abnormal ini dinamai
kepala bertumor (tumorous head : tu-h) semakin meningkat (sampai 76 %) pada
suhu 220C saat lalat dibiakkan dengan pemberian makan sereal jagung dan media air
gula (molase). Saat dilakukan persilangan resiprokal terindikasi adanya efek maternal.
Dua macam gen utama yang ditemukan mengontrol ciri turunan kepala
bertumor adalah (1) gen yang terkait jenis kelamin pada unit peta 64.5

pada

kromosom x yang mengontrol efek maternal dan (2) gen struktural pada unit peta 58
pada kromosom ketiga yang mengontrol fenotip kepala bertumor.
Kesimpulan
Ciri keturunan yang bisa diwariskan kebanyakan dikontrol oleh gen
kromosom inti (nuclear), tetapi ada beberapa yang bergantung pada DNA yang
terkandung dalam organella sitoplasmik. Mitokondria dan kloroplas membawa hanya
sedikit DNA unik yang bisa bertindak secara independen tanpa dipengaruhi oleh gen
inti (nuclear gene). Organela sitoplasmik ini diperkirakan berkembang dari bakteri
dan alga yang hidup bebas (free living bacteria and alga), yang melakukan relasi
simbiosis dengan sel-sel eukariotik. Resistensi terhadap streptomisin pada beberapa
jenis alga yang ada masa sekarang ini tergantung pada plastida yang membawa DNA.
Pada Paramecium, simbion dengan DNA mereka sendiri berkembang baik di dalam
sitoplasma, tapi mereka dapat bereproduksi ketika ada kemunculan genotip inti
tertentu (K).
Organella sitoplasmik yang membawa DNA dan dikembangkan dari simbion
prokariota bisa terus hidup lewat proses evolusi dan memperoleh operasi genetis

12

terbatas sehingga menjadi lebih bergantung atau lebih independen terhadap kehadiran
gen inti. Plasmida adalah molekul DNA di dalam sitoplasma yang bisa merubah sel
normal menjadi sel tumor. Sterilitas pejantan pada tanaman jagung dan jenis panenan
lain dan juga tanaman jenis bunga dikontrol oleh faktor-faktor sitoplasmik.
Efek-efek maternal dikontrol oleh gen inti milik induk betina sehingga tidak
bisa dijadikan contoh pewarisan sifat turunan secara ekstranuklear. Kandungan
ekstranuklear dari sel telur mencerminkan kekuatan pengaruh genotip induk betina,
dan pola penurunan sifatnya serupa dengan pola pewarisan sifat secara ekstranuklear.

13

Anda mungkin juga menyukai