Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Proposal merupakan suatu rencana kerja tertulis yang disusun secara sitematis, dan
diajukan.Proposal adalah garis besar outline yang menjelaskan tentang siapa (who),
dimana (where), kapan (when), dan untuk siapa (for whom), penelitian tersebut akan
dilaksanakan, proposal merupakan dasar penyusunan protocol.
Proposal adalah rencana yang dituangkan dalam bentuk rancangan kerja (KBBI,2002)
perencanaan secara sitematis, matang dan teliti yang dibuat oleh peneliti sebelum
melaksanakan penelitian, baik penelitian di lapangan (field research) maupun penelitian di
perpustakaan (library research).
Proposal atau rancangan penelitian merupakan pedoman yang berisi langkah-langkah
yang akan diikuti oleh peneliti dalam melakukan penelitian. Proposal penelitian harus
dibuat secara baik dan jelas sehingga mampu menjadi pegangan selama penelitian
berlangsung.
Secara umum ada aturan-aturan, baik yang bersifat metodologis maupun teknis dalam
menyusun proposal. Aturan-aturan itu pada umumnya bersifat universal, meskipun untuk
hal-hal tertentu yang bersifat teknis ada yang harus disesuaikan dengan kebutuhan
lembaga-lembaga tertentu.
1.2. PERMASALAHAN
1. Mengajukan judul riset yang bersesuaian dengan fakta permasalahan di atas.
2. Mengemukakan poin-poin penting yang melatar belakangi pengajuan judul riset
saudara.
3. Menguraikan rumusan masalah dalam riset saudara dalam kalimat yang tepat.
4. Apa yang menjadi tujuan riset saudara sesuai dengan judul riset yang saudara ajukan.
5. Menguraikan manfaat riset saudara.
6. Mendeskripsikan tinjauan kepustakaan yang menunjang dan memperkuat riset saudara.
7. Membuat secara sistematis dan logis tentang metodologi riset saudara.
8. Merancang dan/atau tentukan instrument yang akan dipergunakan dalam riset saudara.
9. Memilih dan menentukan teknis analisis data yang tepat untuk riset saudara.
10. Mengumpulkan hasil desain rencana riset (proposal penelitian) lengkap sebagai dasar
acuan yang akan saudara pedomani dalam melaksanakan riset tersebut.
1.3. Tujuan

1|

Mahasiswa mengetahui cara pembuatan dan manfaat pembuatan proposal penelitian,


khususnya bagi mahasiswa/mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Al-Azhar,
agar

memperluas

wawasan

berpikir

mahasiswa/mahasiswa

Fakultas

Kedokteran

Universitas Islam Al-Azhar, dan mempermudah dalam menyusun laporan penelitian


selanjutnya.

2|

BAB II
PEMABAHASAN
2.1. SKENARIO
Masih Tingginya Kematian Ibu dan Bayi di NTB
Angka kematian ibu dan bayi di NTB mengalami penurunan dari tahun 2013 ke tahun
2014. Namun angka tersebut masih tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan
angka-angka nasional.
Selama beberapa tahun ini, angka kematian ibu dan bervariasi turun naik, kadang
kematian ibu naik, kematian bayi yang turun, dan sebaliknya. Hal ini dapat dilihat pada
grafik di bawah ini:
Jumlah Kematian Ibu 2010-2-13 (Per Kabupaten/Kota + Proporsi)

2010

17

20

38

12

2011

10

12

15

38

22

10

2013

12

21

25

10

2014

14

10

20

35

15

11

Proporsi

16

10

14

17

15

10

10

Untuk mengatasi kondisi kesehatan yang belum memuaskan tersebut, Pemerintah


Provinsi NTB menegmbangkan program aksi seribu hari (ASHAR). Dalam program ini,

3|

ibu dipantau pelayanan kesehatannya sejak hamil sampai anak berusia 2 tahun. Hal ini
untuk memastikan kecukupan gizi dan pertumbuhan anak dalam masing-masing tahap
sehingga dapat menekan angka kematian ibu dan bayi.
Tingginya angka kematian ibu dan bayi di daerah ini, kemungkinan ada hubungan
dengan berbagai factor, antara lain: riwayat gizi ibu, tingginya angka pernikahan dini, dan
pertolongan persalinan oleh non nakes.
Data berupa permasalahan di atas menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk
kalangan perguruan tinggi dengan civitas akademiknya. Penyebab kematian ibu dan bayi
di NTB bersifat multifaktorial dengan dimensi dan determinan yang luas. Semua ini
tentunya tidak dapat dipecahkan hanya oleh petugas kesehatan, namun juga
membutuhkan dukungan dari keluarga, masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat
maupun lembaga-lembaga social dan swasta.

4|

2..2.

Proposal penelitian

HUBUNGAN STATUS GIZI BURUK PADA BALITA DENGAN TINGGINYA ANGKA


KEMATIAN BALITA DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR, NTB TAHUN 2010

Proposal Penelitian Untuk Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Oleh :
Kelompok SGD 1
Anggota : MochAzwar Andi Pawata

(012.06.0009)

Ade Surya Firmansyah

(013.06.0001)

AmaliaSabariniliati Burhan

(013.06.0006)

Hardinata

(013.06.0023)

I. DesakKayanLesti D.

(013.06.0029)

L. FatriaZulhadi

(013.06.0033)

Muzayyanatulhayat

(013.06.0038)

Nurrahmawati

(013.06.0046)

NurYuhanniz

(013.06.0047)

SulatunHidayati

(013.06.0058)

Uswatun Hasanah

(013.06.0060)

YessyAuliaRizkiantari

(013.06.0063)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR MATARAM
JANUARI 2016
5|

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar belakang
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk masih menjadi masalah yang belum terselesaikan
sampai saat ini. Gizi buruk banyak dialami oleh bayi dibawah lima tahun (balita).
Masalah gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan dunia sebab penderita
gizi buruk umumnya adalah balita dan anak-anak yang tidak lain adalah generasi generus
bangsa. Kasus gizi buruk merupakan aib bagi pemerintah dan masyarakat karena terjadi
di tengah pesatnya kemajuan zaman. Dengan alasan tersebut, masalah ini selalu menjadi
program penanganan khusus oleh pemerintah. Upaya pencegahan yang dilakukan di
antaranya dengan selalu meningkatkan sosialisasi, kunjungan langsung ke para penderita
gizi buruk, pelatihan petugas lapangan, pengarahan mengenai pentingnya ASI eksklusif
pada ibu yang memiliki bayi, serta koordinasi lintas sektor terkait pemenuhan pangan dan
gizi.
Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
derajat kesehatan di suatu negara. Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih
sangat tinggi, menurut hasil departemen kesehatan bahwa angka kematian bayi di
Indonesia mencapai 206 per 100 ribu kelahiran pada tahun 2009. AKB di Provinsi Jawa
Tengah 2009 sebesar 10,25/1.000 kelahiran hidup, meningkat bila dibandingkan dengan
tahun 2008 sebesar 9,17/1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi tertinggi adalah di
kota Semarang sebesar 18,59/1.000 kelahiran hidup, dibandingkan dengan target dalam
Millenium Development Goals (MDGs) ke 4 tahun 2015 yaitu 17/1.000 kelahiran
hidup. Pada tahun 2009, berdasarkan hasil Survei Kesehatan Daerah (SURKESDA)
jumlah kematian bayi yang terjadi di kota Semarang sebanyak 479 dari 25.937 kelahiran
hidup (laporan puskesmas), sehingga di dapatkan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar
18,6 per 1.000 KH. Berdasarkan pencapaian tersebut maka terdapat kenaikan dari tahun
sebelumnya.
Menurut data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2010 menunjukkan
jumlah bayi lahir hidup sebanyak 25.746 bayi. Untuk kasus bayi dengan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) pada tahun 2010 yaitu sebanyak 145 bayi, meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu 95 bayi. Berat badan merupakan salah satu indikator kesehatan bayi
6|

baru lahir. Menurut (Kosim, 2008, p.12) berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir, berat badan lahir dapat dibagi menjadi tiga
kategori yaitu Berat Badan Lahir Rendah jika berat kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa gestasi, Berat Badan Lahir Normal bila berat antara 2500 4000 gram,
Bayi Besar bila berat badan lahir lebih dari 4000 gram. Berat badan lahir merupakan
cermin status kesehatan dan gizi selama hamil serta pelayanan antenatal yang diterima
oleh ibu. Wanita hamil dengan gizi buruk perlu mendapat gizi yang adekuat baik jumlah
ataupun susunan menu atau kualitasnya serta mendapat akses pendidikan kesehatan
tentang gizi. Akibat kurang nutrisi pada kehamilan yaitu berat otak dann bagian bagian
otak serta jumlah sel otak kurang dari normal, setelah lahir akan menjadi intelegensian
Quential (IQ) di bawah rata rata. Karena adanya malnutrisi pada ibu hamil, volume
darah menjadi berkurang, ukuran plasenta berkurang dan transfer nutrient melalui
plasenta berkurang sehingga janin timbul lambat atau terganggu intra uterine growth
retardation (IUGR). Ibu hamil yang kekurangan gizi cenderung melahirkan premature /
BBLR. (Kusmiati, 2008, p.83).
Diperkirakan masih terdapat sekitar 1,7 juta balita terancam gizi buruk yang
keberadaannya tersebar di pelosok-pelosok Indonesia. Jumlah balita di Indonesia menurut
data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tahun 2007 mencapai
17,2% dengan laju pertumbuhan penduduk 2,7% per tahun. United Nations Childrens
Fund (UNICEF) melaporkan Indonesia berada diperingkat kelima dunia untuk negara
dengan jumlah anak yang terhambat pertumbuhannya paling besar dengan perkiraan
sebanyak 7,7 juta balita (Depkes RI, 2007). Di beberapa provinsi seperti di Nusa
Tenggara Barat (NTB) selama Bulan Januari hingga Oktober 2009 tercatat lebih dari 600
kasus gizi buruk yang pada umumnya menimpa balita dan 31 kasus di antaranya
mengakibatkan kematian (Rio, 2009).
Pemerintah terus berupaya

meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat

khususnya menangani masalah gizi balita karena hal itu berpengaruh terhadap pencapaian
salah satu tujuan Millennium Development Goals (MDGs) pada Tahun 2015 yaitu
mengurangi dua per tiga tingkat kematian anak-anak usia di bawah lima tahun. Prevalensi
kekurangan gizi pada anak balita menurun dari 25,8 % pada Tahun 2004 menjadi 18,4 %
pada Tahun 2007, sedangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2010-2014 menargetkan penurunan prevalensi kekurangan gizi (gizi
7|

kurang dan gizi buruk) pada anak balita adalah <15,0% pada Tahun 2014 (Sarjunani,
2009).
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan tujuan
penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) Tahun 2006-2010 antara
lain meningkatkan pemahaman peran pembangunan pangan dan gizi sebagai investasi
untuk SDM berkualitas, meningkatkan kemampuan menganalisis perkembangan situasi
pangan dan gizi, dan meningkatkan koordinasi penanganan masalah secara terpadu
(Depkes RI, 2007). Upaya pemerintah tersebut harus didukung oleh berbagai komponen
masyarakat karena masalah gizi di Indonesia bukan hanya masalah kesehatan masyarakat
tetapi menyangkut pembangunan bangsa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang hubungan status gizi buruk pada balita dengan tingginya angka
kematian balita di Kabupaten Lombok Timur, NTB tahun 2010.
1.2.

Rumusan Masalah
Uraian dalam latar belakang di atas bagi peneliti untuk merumuskan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
Adakah Hubungan Status Gizi Buruk pada Balita dengan Tingginya Angka Kematian
Balita di Kabupaten Lombok Timur, NTB periode 2010?

1.3.

Hipotesis
Ada hubungan antara Status Gizi Buruk pada Balita dengan Tingginya Angka Kematian
Balita di Kabupaten Lombok Timur, NTB periode 2010.

1.4.

Tujuan penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya Hubungan Status Gizi Buruk Balita dengan Tingginya
Angka Kematian Balita di Kabupaten Lombok Timur, NTB periode 2010.
1.4.2. Tujuan Khusus
Untuk menganalisa Hubungan Status Gizi Buruk pada Balita di Kabupaten

Lombok Timur, NTB periode 2010.


Untuk mengidentifikasi Tingginya Angka Kematian Balita di Kabupaten
Lombok Timur, NTB periode 2010

1.5.

Manfaat penelitian
a. Menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan berpikir bagi semua
mahasiswa/mahasiswi.
8|

b. Menambah ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan berpikir bagi peneliti dan
agar dapat mempermudah peneliti dalam melakukan peneliti berikutnya.

9|

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status gizi
2.1.1. Definisi Status Gizi
Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari
variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar
kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 2005).
2.1.2. Penelitian Status Gizi
Untuk menilai status gizi digunakan dua metode penilaian status gizi, yaitu
secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung, dapat
dibagi menjadi empat penilaian, yaitu penilaian antropometri, klinis, biokimia, dan
biofisik. Sedangkan untuk penilaian status gizi secara tidak langsung, dapat dibagi
menjadi tiga yaitu survey konsumsi makanan, statistic vital, dan faktor ekologi
(Supariasa dkk,2001).
2.1.3. Metode Antropometri
Kata antropometri berasal dari bahasa latinantropos yang berarti manusia
(human being). Sehingga antropometri dapat diartikan sebagai pengukuran pada
tubuh manusia (Soekirman, 2000). Metode antropometri mencakup pengukuran
dari dimensi fisik dan komposisinyata dari tubuh (WHO cit Gibson, 2005).
Pengukuran antropometri, khususnya bermanfaat bila ada ketidakseimbangan
antara protein dan energi. Dalam beberapa kasus, pengukuran antropometri dapat
mendeteksi malnutrisi tingkat sedang maupun parah, namun metode initidak dapat
digunakan untuk mengidentifikasi status kekurangan (defisiensi) gizi tertentu
(Gibson, 2005).
Pengukuran antropometri memiliki beberapa keuntungan dan kelebihan, yaitu
mampu menyediakan informasi mengenai riwayat gizi masa lalu, yang tidak dapat
diperoleh dengan bukti yang sama melalui metode pengukuran lainnya. Pengukuran
ini dapat dilakukan dengan relatif cepat, mudah, dan reliable menggunakan
peralatan-peralatan

yang

portable,

tersedianya

metode-metode

yang

terstandardisasi, dan digunakannya peralatan yang terkaliberasi. Untuk membantu

10 |

dalam menginterpretasi data antropometrik, pengukuran umumnya dinyatakan


sebagai suatu indeks, seperti tinggi badan menurut umur (Gibson, 2005).
2.1.4. Jenis Parameter
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara
lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar
dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa dkk, 2001).
a. Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang
sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang mudah
seperti 1tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu
dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan
adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh, artinya sisa
b.

umur dalam hari tidak diperhitungkan (Depkes, 2004).


Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran
massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap
perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi
makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks
BB/U (Berat Badanmenurut Umur) atau melakukan penilaian dengan melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam
penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling
banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja
tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan
kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias

c.

Abunain, 1990).
Indeks BB/U
Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam
keadaan normal, keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi
dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan akan bertambah mengikuti
11 |

pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2


kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang lebih cepat
atau lebih lambat dari keadaan normal. Mengingat karakteristik berat badan
yang labil, maka penggunaan indeks BB/U lebih menggambarkan status
seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa dkk, 2001). Kelebihan
dalam penggunaan indeks BB/U sebagai parameter antropometri yaitu: 1)
Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum; 2) Sensitif
untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; 3) Dapat
mendeteksi kegemukan (Soekirman, 2000).
Tabel 1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB
Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS

Selain memiliki kelebihan, indeks BB/U juga mempunyai beberapa


kelemahan, yaitu: 1) Dapat terjadi interprestasi yang salah apabila terdapat
pembengkakan, oedem, atau asites; 2) Sulitnya diperoleh data umur yang
akurat, terutama di negara-negara berkembang; 3) Dapat terjadi kesalahan
pengukuran akibat pengaruh dari pakaian atau gerakan anak saat penimbangan;
4) Faktor sosial budaya setempat dapat mempengaruhi orangtua untuk tidak
menimbang anaknya (Soekirman, 2000).
12 |

d.

Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari
keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk melihat
keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan
lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam
bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB
(Berat Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi
badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan
indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang
tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun (Depkes RI,
2004).
Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter pentinguntuk
menentukan status kesehatan manusia, khususnya yangberhubungan dengan
status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/Udan BB/TB merupakan indikator
status gizi untuk melihat adanyagangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi
tubuh (M.Khumaidi,1994).
Penggunaan berat badan

dan

tinggi

badan

akan

lebih

jelas

dansensitive/peka dalam menunjukkan keadaan gizi kurang biladibandingkan


dengan penggunaan BB/U. Dinyatakan dalamBB/TB, menurut standar WHO
bila prevalensi kurus/wasting < -2SD diatas 10% menunjukan suatu daerah
tersebut mempunyaimasalah gizi yang sangat serius dan berhubungan langsung
denganangka kesakitan.

2.1.5. Z Skore
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan mengurangi
Nilai Induvidual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku Rujukan (NMBR) pada
umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan Nilai Simpang Baku Rujukan
(NSBR). Atau dengan menggunakan rumus:

Status gizi berdasarkan rujukan WHO-NCHS dan kesepakatan Cipanas 2000


oleh para pakar Gizi dikategorikan seperti diperlihatkan pada tabel diatas serta di
13 |

interpretasikan berdasarkan gabungan tiga indeks antropometri seperti yang terlihat


pada table 2.
Tabel

2.
Interpretasi
Status
Gizi
Berdasarkan
Tiga
Indeks
Antropometri(BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri
WHO-NCHS)

2.1.6. Kategori Status Gizi


Berdasarkan SK Menkes RI No; 920/Menkes/SK/VIII/2002, status gizi
dikategorikan menjadi:
a. Gizi lebih : Apabila nilai Z score yang diperoleh > 2 SD
b. Gizi baik : Apabila nilai Z score yang diperoleh -2 SD s.d+2 SD
c. Gizi kurang : Apabila nilai Z score yang diperoleh < -2 SD s.d
d. Gizi buruk : Apabila nilai Z score yang diperoleh <-3 SD
2.2. Balita
2.2.1.

Pengertian Balita
Balita (Bawah Lima Tahun) atau under five years yaitu anak yang berusia 0
59 bulan (Ronald, 2010). Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak
yang sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya.
14 |

2.2.2.

Klasifikasi Perkembangan Balita


Tahap perkembangan untuk anak balita meliputi usia bayi (0 1 tahun), usia
bermain atau toddler (1 3 tahun), dan usia pra sekolah (3 5 tahun).
1. Usia Bayi (0-1 Tahun)
Bayi memiliki sistem kekebalan tubuh yang primitive dengan kekebalan
pasif yang didapat dari ibunya selama dalam kandungan. Pada saat bayi
kontak dengan antigen yang berbeda ia akan memperoleh antibodinya sendiri.
Imunisasi diberikan untuk kekebalan terhadap penyakit yang dapat
membahayakan bayi bila berhubungan secara ilmiah. Bila dikaitkan dengan
status gizi bayi memerlukan jenis makanan ASI, susu formula, dan makanan
padat. Kebutuhan kalori bayiantara 100 200 kkal/kg BB. Pada empat bulan
pertama, bayi yang lebih baik hanya mendapatkan ASI saja tanpa diberikan
susu formula. Usia lebih dari 6 bulan baru dapat diberikan makanan
2.

pendamping ASI.
Usia Toddler (1-3 Tahun)
Secara fungsional biologis masa umur 6 bulan hingga 2 3 tahun adalah
rawan. Masa itu tantangan karena konsumsi zat makanan yang kurang,
disertai minum buatan yang encer dan terkontaminasi kuman menyebabkan
diare dan marasmus. Selain itu dapat juga terjadi sindrom kwashiorkor karena
penghentian ASI mendadak dan pemberian makanan padat yang kurang
memadai.
Imunisasi pasif yang diperoleh melalui ASI akan menurun dan kontak
dengan lingkungan akan semakin bertambah secara cepat dan menetap tinggi
selama tahun kedua dan ketiga kehidupan. Infeksi dan diet tidak adekuat akan
tidak banyak berpengaruh pada status gizi yang cukup baik.
Bagi anak dengan gizi kurang, setiap tahapan infeksi akan berlangsung
lama dan mempunyai pengaruh yang cukup besar pada kesehatan,
pertumbuhan dan perkembangan. Anak 1 3 tahun mmebutuhkan kalori
kurang lebih 100 kkal/kg BB dan bahan makanan lain yang mengandung

3.

berbagai zat gizi.


Usia Pra Sekolah (3-5 Tahun)
Pertumbuhan anak usia ini semakin lambat. Kebutuhan kalorinya adalah
85 kkal/kg BB. Karakteristik pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia pra

15 |

sekolah yaitu nafsu makan berkurang, anak lebih tertarik pada aktivitas
bermain dengan teman atau lingkungannya daripada makan dan anak mulai
sering mencoba jenis makanan yang baru.
2.2.3.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Balita


Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu
(Supriasa, 2002).
1) Faktor Internal (Genetik)
Faktor genetik merupakan

modal

dasar

mencapai

hasil

proses

pertumbuhan. Melalui genetik yang berada didalam sel telur yangtelah


dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Fakor iternal
(genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan yang normal dan
patologis, jenis kelamin, obstetrik dan ras atau suku bangsa (Jellife, 1989
dalam Supriasa, 2002).
2)

Faktor Eksternal (Lingkungan)


Faktor lingkungan sangat menentukan tercapainya potensi genetic yang
optimal. Apabila kondisi lingkungan yang kurang mendukung, maka potensi
genetik yang optimal tidak akan tercapai. Lingkungan ini meliputi lingkungan
bio-fisiko-psikososial yang akan mempengaruhi setiap individu mulai dari
masa konsepsi sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan pasca natal adalah
factor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan anak setelah lahir,
meliputi:
a) Lingkungan biologis yang berpengaruh terhadap pertumbuhan adalah ras,
jenis kelamin, umur, gizi, perawatan kesehatan, kepekaan terhadap
penyakit, penyakit kronis, fungsi metabolisme yang saling terkait satu
dengan yang lain.
b) Lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan adalah cuaca,
keadaan geografis, sanitasi lingkungan, keadaan rumah dan radiasi.
c) Faktor psikososial yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak adalah
stimulasi (rangsangan), motivasi, ganjaran atau hukuman, kelompok
sebaya, stres, cinta dan kasih sayang serta kualitas interaksi antara anak
dan orang tua.

16 |

d) Faktor keluarga dan adat istiadat yang berpengaruh pada tumbuh


kembang anak antara lain : pekerjaan atau pendapatan keluarga, stabilitas
tangga, adat istiadat, norma dan urbanisasi.
2.2.4.

Tahap Perkembangan Balita


Berdasarkan psikonalisa Sigmund Freud dalam buku Siswanto,2010),
membagi tahapan perkembangan balita, yaitu;
1) Masa Oral (0-1 Tahun)
Di dalam masa ini fokus kepuasan baik fisik maupun emosional berada
pada sekitar mulut(oral). Kebutuhan untuk makan, minum sifatnya harus
dipenuhi.
2) Masa Anal (1-3 Tahun)
Pada fase ini kesenangan atau kepuasan berpusat di sekitar anus dan
segala aktivitas yang berhubungan dengan anus. Anak pada fase ini
diperkenalkan dengan toilet training, yaitu anak mulai diperkenalkan tentang
rasa ingin buang air besar dan buang air kecil.
3) Fase Phalic (3-6 Tahun)
Pada fase ini alat kelamin merupakan bagian paling penting, anak sangat
senang dan hatinya merasa puas memainkan alat kelaminnya. Pada fase ini
anak laki-laki menunjukkan sangat dekatdan merasa mencintai ibunya
(Oedipus complex), sebaiknya anak perempuan sangat mencintai ayahnya
(electra complex).

2.2.5.

Kebutuhan Dasar Balita


Kebutuhan dasar untuk pertumbuhan dan perkembangan balita secara umum
dibagi menjadi tiga kebutuhan dasar, yaitu sebagai berikut (Ronald,2010):
1) Kebutuhan fisik-biomedis (Asuh), meliputi: pangan atau gizi, perawatan
kesehatan dasar, imunisasi, pemberian ASI, penimbangan yang teratur dan
pengobatan, pemukiman yang layak, kebersihan perseorangan dan sanitasi
lingkungan, pakaian, rekreasi dan kesegaran jasmani.
2) Kebutuhan emosi atau kasih sayang (Asih)
Kasih sayang dari orang tua akan menciptakan ikatan yang eratdan
kepercayaan dasar untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras, baik fisik,
mental dan psikososial.
3) Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah)

17 |

Stimulasi

mental

mengembangkan

perkembangan

kecerdasan,

kemandirian, kretivitas, agama, kepribadian, moral etika, produktivitas dan


sebagainya.
2.3. Kematian Balita
2.3.1. Definisi mortalitas
Kematian atau mortalitas adalah salah satu dari tiga komponen proses
demograsi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk. Tinggi rendahnya tingkat
mortalitas penduduk di suatu daerah tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan
penduduk, tetapi juga merupakan barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan
masyarakat di daerah tersebut. Dengan memperhatikan trend dari tingkat mortalitas
dan fertilitas di masa lampau dan estimasi perkembangan di masa mendatang
dapatlah dibuat sebuah proyeksi penduduk wilayah bersangkutan (Mantra,
2009:91). Definisi lain tentang tingkat kematian (death rates) yaitu jumlah orang
yang meninggal setiap 1.000 penduduk per tahun. Di negara-negara Dunia Ketiga
tingkat kematiannya relative tinggi jika dibandingkan dengan di negara-negara
maju. (Todaro, 2006:77)
Yang dimaksud dengan mati adalah peristiwa hilangnya semua tanda-tanda
kehidupan secara permanen, yang bias terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup
(Budi Utomi, 1985). Keadaan mati hanya bias terjadi kalau sudah terjadi
kelahiran hidup. Dengan demikian keadaan mati selalu didahului oleh keadaan
hidup. Dengan kata lain, mati tidak pernah ada kalau tidak ada kehidupan.
Sedangkan hidup selalu dimulai dengan lahir hidup (live birth).
2.3.2. Angka Kematian Balita (UNDER FIVE MORTALITY RATE)
Angka kematian balita merupakan gabungan antara angka kematian bayi
dan angka kematian anak 1-4 tahun. Angka kematian balita sangat penting untuk
mengukur taraf kesehatan masyarakat karena angka ini merupakan indicator yang
sensitif untuk mengukur status kesehatan bayi dan anak.
Untuk negara berkembang, sebagian besar kematian balita disebabkan
infeksi dan gizi kurang. Angka kelahiran yang tinggi dengan jarak antar-kelahiran
yang pendek, keadaan social ekonomi, dan tingkat pendidikan yang rendah yang
mengakibatkan kurangnya pengertian ibu dan masyarakat memperberat kondisi
tersebut.

18 |

Angka kematian balita ialah jumlah kematian balita yang dicatat selama
satu tahun per 1.000 penduduk balita pada tahun yang sama. Rumusnya sebagai
berikut.
Angka Kematian Balita =
angka kematian balita dapat digunakan sebagai indicator kesehatan untuk
mengukur status kesehatan masyarakat. Tinggi rendahnya angka kematian balita
dipengaruhi oleh program pelayanan kesehatan, program imunisasi, program
perbaikan gizi, dan lain-lain. (Budiarto, 2013)
2.4. Kerangka Konsep

Status Gizi Buruk Balita

Angka Kematian Balita

19 |

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan bersifat observasional dengan desain cross sectional analitik,
yaitu dengan mengambil sampel kelompok Balita dengan Gizi Buruk dan kelompok
dengan Balita Tidak Gizi Buruk.
3.2. Tempat dan Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan di Lombok Timur sejak 14 Januari 2016.
3.3. Variabel dan Definisi Operasional
3.3.1
Identifikasi Variabel
- Variabel Independen : Gizi Buruk pada Balita
- Variabel Dependen : Angka Kematian Balita
3.3.2
Definisi Operasional
Definisi Status Gizi Buruk adalah sebagai berikut :
- Status gizi adalah uatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
aupan zat gizi dengan kebutuhan. Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari
variable-variabel pertumbuhan, yaitu Berat Badan, Tinggi Badan/Panjang
-

Badan, Lingkar Kepala, Lingkar Lengan, dan Panjang Tungkai.


Gizi Buruk (Depkes, 2008) adalahsuatu keadaan kurang gizi tingkat berat pada
anak berdasarkan ineks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) < -3 SD

WHO NCHS dan atau ditemukan tanda klinis Marasmus Kwashiorkor.


Tidak Gizi Buruk (Depkes RI, 2002) adalah dikatakan gizi baik apabilA Berta
Badan menurut umur atau BB/U memiliki ambang batas lebih dariatau ama
dengan -2 SD - +2 SD.
Sedangkan Tinggi Badan menurut umur dikatakan normal apabila ambang
batas mencapai > 2 SD atau sama dengan 2 SD.
Berat Badan meurut tinggi badan (BB/TB) dikatakan normal apabila ambang
batas mencapai lebih dari atau sama dari -2SD- +2 SD.

3.4. Sumber Data


Data yang digunakan adalah data sekunder internal dari hasil pegukuran frekuensi kejadian
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Timur, NTB.
3.5. Populasi dan Sampel
3.5.1
Populasi Target
20 |

Populasi target dalam penelitian ini adalah balita yang Gizi Buruk dengan Balita
3.5.2

Tidak Gizi Buruk.


Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah Balita yang Gizi Buruk dengan
Balita Tidak Gizi Buruk di Lombok Timur tahun 2010.

3.6. Instrumen dan Bahan Penelitian


Menggunakan metode non probability sapling
Metode non probability sampling adalah tehnik sampling yang tidak memberikan
kesempatan pada setiap anggota populasi untuk di jadika anggota sampel.
a. Metode aksidental ialah tehnik pengambilan sampel berdasarkan factor spontanitas,
artinya siapa saja yang tidak secara sengaja bertemu dengan peneliti.
Menggunakan instrument quisoner.
3.7. Analisis Data
a. Analisis univariate
Terdapat Gizi Buruk pada Balita karena hasil dari nilai Z score yang diperoleh <-3
SD
b. Analisis bivariate
Ada hubungan antara status gizi pada balita dengan meningkatnya angka kematian
bayi di NTB kabupaten Lombok Timur tahun 2010.

BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Proposal merupakan suatu rencana kerja tertulis yang disusun secara sitematis, dan
diajukan.Proposal adalahgarisbesar outline yang menjelaskantentangsiapa (who), dimana
(where), kapan (when), danuntuksiapa (for whom), penelitiantersebutakandilaksanakan,
proposal merupakandasar penyusunan protocol.
Salah satu manfaat proposal yaitu untuk menggambarkan bagaimana kejadian suatu
peristiwa secara sistematis, sehingga dapat dan mudah untuk dipahami. Terdapat urutan dala
pembuatan proposal, yaitu :
Halaman judul
Halaman persetujuan
Kata pengantar
Daftar isi
21 |

Daftar table
Daftar gambar
Daftar lampiran
Intisari dan Abstrak
I.
Pendahuluan
II.
Tinjauan Pustaka
III.
Metode penelitian
IV.
Hasil penelitian dan Pembahasan
V.
Kesimpulan
V.1. Simpulan
V.2. Saran
Dalam proposal penelitian yang telah dipaparkan di atas, di bahas mengenai
Hubungan Status Gizi Balita dengan Tingginya Angka Kematian Balita di Kabupaten
Lombok Timur pada periode 2010. Hipotesis sementara dari proposal tersebut adalah ada
Hubungan antara Status Gizi Balita dengan Tingginya Angka Kematian Balita di Kabupaten
Lombok Timur periode 2010.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abunain, Djumadias. 1990. Aplikasi Antropometri sebagai Alat Ukur Status Gizi. Puslitbang
Gizi Bogor
2. Azwar, Asrul, Prof. Dr. MPH. Pengantar Epidemiologi. 1999.Binarupa Aksara : Jakarta
3. Budi, Utomo. 1985. Mortalitas: Pengertian dan Contoh Kasus di Indonesia. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Jakarta
4. Budiarto, Eko dan Dewi Anggraeni. (2002). Pengantar Epidemiologi, Edisi 2. EGC :
Jakarta.
5. Chandra, Budiman. (2009). Biostatistik Untuk Kedokteran. EGC : Jakarta
6. Depkes RI. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang.
Departemen Kesehatan : Jakarta
7. Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Kementrian Kesehatan : Jakarta
8. Gibson, R.S. 2005. Principle of Nutritional and Assessment. Oxford University Press :
Newyork
9. John W Santrock. (2007). Perkembangan Anak. Airlangga : Jakarta
10. Khumaidi, M. 1994. Gizi Masyarakat. Penerbit BPK Gunung Mulia : Jakarta
11. Kusmiyati, Yuni. 2008. Perawatan Ibu Hamil. Fitramaya : Yogyakarta
12. Rio. 2009. Kasus Gizi Buruk di Nusa Tenggara Barat (NTB) Masih Tinggi,
http://www.beritabaru.com
22 |

13. Sarjunani, Nina. 2009. Rancangan RPJMN 2010-2014 Kesehatan. Proses Penyusunan &
Materi Kebiajakan, http://www.litbang.depkes.go.id
14. Siswanto, H. 2010. Pendidikan Kesehatan Anak Usia Dini. Pustaka Rihama : Yogyakarta
15. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta
16. Supriasa, I. D. N dll. 2002. Penilaian Status Gizi. EGC : Jakarta
17. Todaro M.P. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Penerbit Erlangga : Jakarta

23 |

Anda mungkin juga menyukai