Anda di halaman 1dari 22

PENGENALANALAT-ALAT

LABORATORIUM
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
KIMIA DASAR I
Disusun oleh:
Nama: Giovany Dea Christella Hendrawan
NIM: 15.I1.0170
Kelompok: E6

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2015
1.

TUJUAN PRAKTIKUM

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengena alat-alat yang digunakan di
laboratorium kimia, mengetahui fungsi dan cara penggunaan alat dengan benar,
mengetahui perbedaan ketelitian alat-alat ukur, mengetahui cara pembuatan larutan
NaCl, mengamati tingkat ketelitian titrasi buret pada metode lambat maupun metode
cepat, mengetahui cara mengencerkan suatu larutan, mengetahui cara melakukan titrasi,
serta mengetahui cara mengenal gas dengan menggunakan kertas lakmus.
2.

TINJAUAN PUSTAKA

Alat-alat yang digunakan pada saat praktikum dalam melakukan berbagai percobaan
antara lain sebagai berikut:
1. Kaki tiga:
Berfungsi sebagai tungku dimana diatasnya terdapat wadah bahan-bahan yang
akan dipanaskan dan diantara ketiga kakinya berguna untuk meletakkan api
(bunsen) yang berfungsi untuk pemanasan.( Day & Underwood, 1992 )
2. Segitiga:
Berfungsi untuk menopang wadah bahan-bahan yang akan dipanaskan diatas
kaki tiga. (Day & Underwood, 1992)
3. Kasa besi:
Berfungsi untuk meratakan panas, sehingga pemanasan zat-zat dalam wadah
akan menyeluruh dan merata. (Day & Underwood, 1992)
4. Gagap atau penjepit:
Berfungsi untuk mengambil peralatan-peralatan yang sulit atau yang tidak
memungkinkan untuk dipegang menggunakan tangan karena terlalu panas atau
berbahaya. (Day & Underwood, 1992)
5. Pemanas air (waterbath):
Berfungsi untuk memanaskan suatu zat dengan menggunakan panas yang
berasal dari uap air. (Day & Underwood, 1992)
6. Cawan porselen (crucible):

Berfungsi untuk mereaksikan suatu zat dalam temperature yang sangat tinggi,
mengabukan kertas saring, serta membantu menguraikan endapan dalam
gravimetric. (Ebbing,1987)
7. Pinggan porselen (evaporating dish):
Berfungsi untuk menguapkan larutan sehingga menjadi pekat dan kering,
mengkristalkan zat, dan menyublimasikan zat. (Day & Underwood, 1992)
8. Alat-alat gelas:
Sebelum menggunakan alat-alat gelas, kebersihan adalah hal yang perlu
diperhatikan untuk menghindari ketidaktepatan dalam proses reaksi. Cara untuk
membersihkannya adalah dibilas dua kali sampai bersih dengan aquadestilata.
Alat dapat dikatakan sudah bersih apabila sudah terlihat jernih dan jika
dibasahkan tetap terlihat bening. (Day & Underwood, 1992)
Alat-alat gelas dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Alat-alat untuk mereaksikan zat:
- Tabung reaksi (reaction tube): berfungsi untuk mereaksikan zat dalam
jumlah sedikit dan terkadang perlu dikocok ke arah samping (bukan atas
maupun bawah). (Chang, 1991)
- Gelas piala (beaker glass): berfungsi untuk mereaksikan zat dalam jumlah
banyak dan juga untuk memanaskan cairan dalam jumlah banyak. (Chang,
1991)
- Labu Erlenmeyer: berfungsi untuk menghomogenkan larutan dengan
memutarkannya atau menggunakan magnetic stirrer. Fungsi utamanya
adalah untuk proses titrasi. (Chang, 1991)
2. Alat-alat pengukur:
Alat-alat pengukur memiliki tanda tera yang berupa garis melingkar dimana
garis ini menunjukkan batas skala tinggi cairan pada volume. Yang dilihat
adalah bagian bawah permukaan meniscus. Apabila mata kita tidak setinggi
meniskus dapat terjadi kesalahan paralax yaitu kesalahan pembacaan yang
terjadi karena letak mata tidak segaris dengan skala tersebut. (Sudarmadji et
al., 1984).
Contoh-contoh alat pengukur:
- Gelas ukur: berfungsi untuk mengukur volume zat cair dengan ketelitian
sangat rendah. (Day & Underwood, 1992)
- Pipet: berfungsi untuk mengambil sejumlah larutan dari satu wadah ke
wadah yang lain. (Day & Underwood, 1992)
- Buret: berfungsi untuk titrasi karena memiliki skala dan keran. (Day &
Underwood, 1992)

- Labu takar: berfungsi untuk membuat atau mengencerkan larutan hingga


volume tertentu. Labu takar tidak digunakan untuk mengukur larutan yang
dipindah ke wadah lain sehingga jika larutan tersebut dipindah maka
volumenya akan berbeda dengan yang awal. (Day & Underwood, 1992)
- Neraca: berfungsi untuk menimbang massa suatu zat dengan kapasitas dan
tingkat ketelitian yang berbeda antara neraca kasar dan neraca halus.
(Reilley & Edwin, 1959)
9. Pengaduk: berfungsi untuk mengaduk, menghomogenkan larutan, dan sebagai
perantara untuk membersihkan endapan yang menempel di dinding bejana (Day
& Underwood, 1992)
10. Gelas arloji: berfungsi untuk menutup bejana saat pemanasan, menguapkan
cairan dan sebagai alat pada waktu menimbang menggunakan neraca analitik
(Day & Underwood, 1992)
11. Corong: berfungsi untuk membantu memasukkan cairan ke wadah yang
bermulut kecil agar tidak tumpah. Dapat juga digunakan bersamaan dengan
kertas saring. (Day & Underwood, 1992)
12. Botol semprot: berfungsi untuk membersihkan dinding bejana dari sisa endapan
yang menempel, tempat menyimpanan air, dan mengeluarkan air dalam jumlah
yang terbatas (Day & Underwood, 1992)
13. Eksikator/ desikator: berfungsi untuk menyimpan zat agar tetap kering (tidak
perlu diberi bahan pengering) dan mengeringkan zat (perlu diberi bahan
pengering). Contoh zat pengering adalah zat higroskopis seperti CaO, CaCl 2,
H2SO4 pekat. (Sudarmadji et al., 1984)
14. Sentrifusa: berfungsi untuk memisahkan endapan dan cairan induknya dimana
cairan dimasukkan dalam tabung lalu diputar dengan alat ini (Day &
Underwood, 1992).
Dalam pembuatan larutan NaCl, NaCl tidak meninggalkan endapan karena NaCl larut
sempurna dalam aquades. NaCl akan diurai menjadi ion Na+ dan Cl- yang bercampur
dengan aquades (Petrucci, 1985). Semakin banyak massa Kristal NaCl yang dilarutkan
maka suatu larutan akan semakin keruh (Day & Underwood, 1992). Kesalahan yang
sering terjadi adalah kesalahan dalam melihat tingkat kekeruhan karena tidak ada
perbandingan yang jelas. (Ebbing, 1987).
Pengenceran adalah salah satu cara untuk untuk mengurangi konsentrasi larutan dengan
cara menambahkan pelarut dalam jumlah tertentu (Godman, 1998). Pengenceran dapat

dilakukan dengan mencampurkan larutan awal dengan larutan yang volumenya lebih
besar dalam labu takar. Dalam pengenceran tidak terjadi reaksi kimia, sehingga zat yang
terlarut dalam larutan awal haruslah sama dengan mol atau milimol di larutan akhir
(Day & Underwood, 1992). Prinsip utama dalam pengenceran adalah semua zat terlarut
yang pada keadaan awal lebih pekat, kemudian dijadikan larutan yang encer. Semakin
banyak terjadi pengenceran, maka akan semakin kecil normalitas larutan tersebut
(Petrucci & Suminar, 1992). Normalitas larutan setelah pengenceran dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
V1 . N1 = V2 . N2
Keterangan :
V1 = Volume larutan asli yang digunakan
N1 = Normalitas larutan asli
V2 = Volume larutan standar yang akan dibuat
N2 = Normalitas larutan standar yang akan dibuat
(Petrucci, 1985).
Titrasi adalah analisa kuantitatif untuk menentukan konsentrasi suatu zat dengan
menambahkan secara hati hati larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Larutan
yang sudah diketahui konsentrasinya disebut larutan standar dan yang biasanya
dimasukkan ke dalam buret yang disebut titran. Larutan yang dicari normalitasnya
ditempatkan dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator yang sesuai. Indikator
berfungsi untuk menentukkan titik ekuivalen titrasi yang biasanya ditandai dengan
adanya perubahan warna. Fungsi indikator PP adalah sebagai penunjuk bahwa suatu
larutan sudah mencapai titik akhir titrasi dimana apabila dalam suasana asam tidak akan
berwarna tetapi dalam suasana basa akan berubah warna menjadi merah muda
(Brady,1997). Titrasi dilakukan dengan mengeluarkan titran secara perlahan sambil
menggoyang Erlenmeyer secara perlahan (Ebbing, 1987).
Dalam melakukan titrasi sebaiknya dilakukan secara perlahan-lahan, karena hal itu
dapat menyebabkan larutan titran yang digunakan dalam titrasi tidak menempel pada
dinding buret. Titrasi secara cepat boleh juga dilakukan, akan tetapi pembacaan volume
zat titran harus ditunggu beberapa saat setelah mencapai titik akhir titrasi selesai. Hal itu

dilakukan bertujuan agar larutan titran yang masih menempel di dinding buret dapat
perlahan-lahan menurun. Dalam melakukan titrasi, pembacaan volume zat titran
dilakukan dengan membaca meniskus kecekungan dari larutan tersebut (Day &
Underwood, 1992). Meniskus terbagi menjadi meniskus cekung dan meniskus
cembung. Meniskus cengkung juga bisa tampak naik setelah beberapa menit, setelah
sebelumnya dikeluarkan dengan cepat (Sumardji et al., 1984).
Untuk menghasilkan gas NH3 dapat dilakukan dengan cara mereaksikan amonium
klorida dengan NaOH kemudian dipanaskan dalam tabung reaksi. Gas yang dihasilkan
memiliki bau yang menyengat dan dapat dibau dengan cara yaitu mengipaskannya di
atas mulut tabung dan menjaga jarak dengan hidung kita (Petrucci, 1985). Kertas
lakmus ada dua macam yaitu lakmus merah dan lakmus biru. Kertas lakmus dapat
digunakan sebagai indikator karena dapat mengetahui suatu senyawa bersifat asam atau
basa dengan perubahan warna pada kertas lakmus tersebut. Jika lakmus merah menjadi
biru maka larutan tersebut bersifat basa dan bila lakmus biru menjadi merah maka
larutan tersebut bersifat asam (Raharjo, 1987).

3.

MATERI METODE

Materi

Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas ukur, pengaduk, termometer,
pompa pilleus, tabung reaksi, rak tabung reaksi, penjepit, kertas lakmus, Erlenmeyer,
gelas arloji, klem, bunsen, pipet tetes, labu takar, buret, statif, spiritus, pipet volume,
stopwatch, timbangan analitik.
3.1.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquadestilata, NaCl, H 2SO4 0,1 N,
NaOH, indicator PP (phenolphthalein), dan NH4Cl.
3.2.

Metode

3.2.1. Ketelitian Alat-alat Ukur


Labu takar diisi aquadestilata sebanyak 100 ml kemudian larutan tersebut dipindahkan
ke dalam gelas ukur lalu dicatat ketelitiannya. Selanjutnya larutan aquadestilata tersebut
dipindahkan ke dalam Erlenmeyer dan dicatat kembali ketelitiannya.
3.2.2. Pembuatan Larutan NaCl
NaCl ditimbang sebanyak 3 kali dengan berat 3 gram (kelompok 1 dan 4), 5 gram
(kelompok 2 dan 5), 10 gram (kelompok 3 dan 6) menggunakan gelas arloji dan neraca
analitik. Kemudian dilarutkan bersama dengan aquadestilata sebanyak 100 ml ke dalam
labu takar. Setelah beberapa saat, perubahan diamati dan dicatat.
3.2.3. Tingkat Ketelitian Titrasi Buret
Buret diisi dengan aquadestilata pada sembarang angka, kemudian 10 ml aquadestilata
dikeluarkan dengan lambat. Meniskusnya dicatat (cembung, cekung, atau datar),
ditunggu beberapa menit dan dilihat lagi meniskusnya. Buret diisi lagi lalu dikeluarkan
lagi dengan cepat, meniscus dicatat dan ditunggu beberapa menit.

3.2.4. Pengenceran
10 ml H2SO4 0,1 N diambil menggunakan pipet volume. Permukaan cekung zat cair
diperhatikan harus tepat menyinggung garis tera pada pipet volume, kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera. Pengenceran
ini harus sekali jadi (jangan sampai menambahkan zat lebih dari yang diperlukan, lalu
membuangnya sampai batas), karena akan menimbulkan kesalahan yang cukup besar.
Oleh sebab itu, pengenceran ini harus dilakukan dengan hati-hati, sedikit demi sedikit.
Setelah larutan hampir mencapai tanda tera, pipet tetes digunakan untuk menambahkan
sedikit demi sedikit. Lalu, konsentrasi larutan H 2SO4 yang telah diencerkan dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
V1.N1 = V2.N2
Keterangan:
V1

= volume larutan asli yang akan dipakai atau diperlukan

V2

= volume larutan standar yang akan dibuat

N1

= normalitas asli

N2

= normalitas larutan standar yang akan dibuat

3.2.5. Titrasi
Buret dicuci dengan cairan pencuci, kemudian dibilas dengan larutan standar yang akan
dipakai yaitu NaOH. Buret tersebut diisi dengan larutan standar, kemudian skalanya
dicatat. Pipet volume dipakai untuk mengambil 15 ml H 2SO4 yang sudah dibuat dari
pengenceran tadi. Larutan H2SO4 ke dalam Erlenmeyer lalu ditambahkan 3 sampai 4
tetes indikator PP. Keran buret dibuka lalu titran diteteskan perlahan ke dalam
Erlenmeyer sambil Erlenmeyer digoyang perlahan. Titran dapat dihentikan ketika
penambahan setetes NaOH memberikan warna merah sangat muda yang tidak mau
hilang saat penggoyangan. Volume larutan standar yang digunakan dicatat dengan
melihat ketinggian cairan dalam buret. Normalitas NaOH setelah titrasi dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
V1 . N1 = V2 . N2
Keterangan:
V1

= volume larutan asli yang akan dipakai atau diperlukan

V2

= volume larutan standar yang akan dibuat

N1

= normalitas asli

N2

= normalitas larutan standar yang akan dibuat

3.2.6. Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus


Larutan NH4Cl diambil 2 ml lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan
2 ml larutan NaOH. Tabung reaksi dipegang dengan penjepit lalu dipanaskan sambil
digoyang-goyangkan. Mulut tabung harus sedikit dicondongkan dan mengarah ke
jendela bukan ke orang. Pada saat mendidih, zat dalam tabung dijaga agar jangan
sampai keluar dari mulut tabung (lebih-lebih untuk zat yang mudah terbakar) dengan
cara mengangkat tabung dari atas api bila zat dalam tabung sudah mulai naik atau
hamper keluar. Cara membau adalah atas mulut tabung dikipas-kipas dan dibau pada
jarak relatif jauh. Kemudian bau gas yang terbentuk dicatat dan diamati zat-zat sebelum
dan sesudah reaksi. Kertas lakmus merah dan biru dipegang di dekat mulut tabung
reaksi. Perubahan warna dari kertas lakmus diamati dan diberi kesimpulan.

4.

HASIL PENGAMATAN

4.1.

Ketelitian Alat-alat Ukur

Hasil pengamatan ketelitian alat-alat ukur dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Ketelitian Alat-alat Ukur
Kelompok
E1

Alat
Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer

Ketelitian (ml)
= 100
< 100
> 100

E2

Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer

= 100
= 100
> 100

E3

Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer

= 100
> 100
> 100

E4

Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer

= 100
= 100
= 100

E5

Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer

= 100
= 100
> 100

E6

Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer

= 100
> 100
> 100

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan 3 alat ukur yang berbeda, yaitu labu takar,
gelas ukur, dan erlenmeyer. Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa hasil pengamatan 100 ml
aquadestilata menggunakan labu takar, gelas ukur dan erlenmeyer menunjukkan hasil
yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa tiap alat ukur memiliki ketelitian yang
berbeda.
4.2.

Pembuatan Larutan NaCl

Hasil pengamatan pembuatan larutan NaCl dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Larutan NaCl


Kelompok
E1
E2
E3
E4
E5
E6

Massa NaCl (g)


3
5
10
3
5
10

Pengamatan
Ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh
Tidak ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh
Tidak ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh
Ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh
Ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh
Tidak ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh

Perubahan yang diamati pada percobaan ini adalah tingkat kekeruhan suatu larutan,
adanya gelembung dan endapan dengan pemberian NaCl yang berbeda massanya. Pada
tabel diatas dapat dilihat bahwa perbedaan massa NaCl tidak memberikan perubahan
yang signifikan. Ada ketidaksesuaian antara hasil pengamatan kelompok E2 dan E5
yang melarutkan 5 gram NaCl.
4.3.

Tingkat Ketelitian Titrasi Buret

Hasil pengamatan tingkat ketelitian titrasi buret dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai
berikut:
Tabel 3. Hasil Pengamatan Tingkat Ketelitian Titrasi Buret
Kelompok
E1

Metode
Lambat
Cepat

Volume (ml)
10
10

Waktu (s)
602
52

Pengamatan
Meniskus cekung
Meniskus cekung

E2

Lambat
Cepat

10
10

82
4

Meniskus cekung
Meniskus cekung

E3

Lambat
Cepat

10
10

329
34

Meniskus cekung
Meniskus cekung

E4

Lambat
Cepat

10
10

952
173

Meniskus cekung
Meniskus cekung

E5

Lambat
Cepat

10
10

85
49

Meniskus cekung
Meniskus cekung

E6

Lambat
Cepat

10
10

359
39

Meniskus cekung
Meniskus cekung

10

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa titrasi dengan metode lambat dan dengan metode cepat
akan membutuhkan waktu yang berbeda tetapi posisi meniskus yang dihasilkan sama.
Pada percobaan metode cepat semua kelompok menunjukkan hasil meniskus cekung.
Untuk percobaan metode lambat pun semua kelompok menunjukkan hasil meniskus
cekung.
4.4.

Pengenceran

Hasil pengamatan pengenceran dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berikut:


Tabel 4. Hasil Pengamatan Pengenceran
Kelompok
E1
E2
E3
E4
E5
E6

Vol H2SO4 awal


(ml)
10
10
10
10
10
10

Konsentrasi awal
(N)
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1

Vol H2SO4 akhir


(ml)
100
100
100
100
100
100

Konsentrasi
akhir (N)
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01

Percobaan ini dilakukan dengan mengencerkan 10 ml larutan H2SO4. Pada percobaan


pengenceran dari 10 ml menjadi 100 ml menyebabkan perubahan normalitas yang
semakin rendah. Normalitas larutan H2SO4 menjadi 0,01N.
4.5.

Titrasi dengan Buret

Hasil pengamatan titrasi dengan buret dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Pengamatan Titrasi dengan Buret
Kelompok
E1
E2
E3
E4
E5
E6

Volume NaOH (ml)


1,9
1,9
0,8
1,2
1,6
1,8

Normalitas (N)
0,08
0,08
0,1825
0,125
0,09
0,083

Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa perbedaan volume NaOH yang dibutuhkan dalam
proses titrasi akan menghasilkan perhitungan normalitas H2SO4 yang berbeda pula.

11

Volume NaOH yang dibutuhkan rata-rata sekitar 1,5 ml. Sedangkan normalitas NaOH
rata-rata sekitar 0.107 N.
4.6.

Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus

Hasil pengamatan pengenalan gas dengan kertas lakmus dapat dilihat pada Tabel 6
sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil Pengamatan Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus
Kelompok
E1

Gas yang terbentuk


NH3

Sifat
Basa

Bau
Menyengat

E2

NH3

Basa

Menyengat

E3

NH3

Basa

Menyengat

E4

NH3

Basa

Menyengat

E5

NH3

Basa

Menyengat

E6

NH3

Basa

Menyengat

Warna lakmus
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru

Reaksi antara NH4Cl dan NaOH akan menghasilkan gas NH 3 yang bersifat basa. Suatu
larutan yang bersifat basa akan mengubah lakmus merah menjadi biru, dan lakmus biru
tetap biru. Selain itu, gas NH3 memiliki bau yang menyengat.

12

5.

PEMBAHASAN

5.1.

Ketelitian Alat-alat ukur

Dalam percobaan ini, alat ukur yang digunakan adalah labu takar, gelas ukur, dan
Erlenmeyer. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa ketiga alat ukur tersebut
memiliki hasil yang berbeda-beda. Misalnya pada hasil pengamatan kelompok E1,
pengukuran aquades dengan labu takar meniscus tepat pada tanda tera 100 ml. Tetapi,
ketika dipindah ke gelas ukur meniscus berada dibawah tanda tera 100 ml, dan ketika
dipindah ke Erlenmeyer, meniscus berada diatas tanda tera.
Hal ini dikarenakan ketelitian setiap alat ukur berbeda. Labu takar berfungsi untuk
membuat larutan dengan volume setepat-tepatnya maka memiliki tingkat ketelitian yang
tinggi (Day & Underwood, 1992). Sedangkan gelas ukur memiliki tingkat ketelitian
yang rendah (Day & Underwood, 1992). Sedangkan Erlenmeyer digunakan untuk
titrasi, bukan untuk melakukan pengukuran meskipun pada Erlenmeyer terdapat skala
pengukurannya (Chang, 1991). Karena itu 100 ml dalam labu takar, gelas ukur, dan
Erlenmeyer berbeda. Dengan demikian, dari ketiga alat yang disebutkan, labu takar
merupakan alat dengan ketelitian yang paling tepat, sedangkan gelas ukur merupakan
alat dengan ketelitian yang paling rendah (Day & Underwood, 1992).
Selain itu, kesalahan parallax atau kesalahan dalam membaca skala dan ketidaktelitian
praktikan dalam menuangkan aquades (meniscus tidak tepat 100 ml) juga
mempengaruhi hasil pengamatan ini. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan
kelompok pada kloter E yang berbeda-beda.
5.2.

Pembuatan Larutan NaCl

Percobaan dilakukan dengan menimbang Kristal NaCl sebanyak 3 gram, 5 gram, dan 10
gram. Kemudian dilarutkan dengan aquades ke dalam labu takar. Hasil yang didapat
adalah semua larutan tidak keruh (kecuali kelompok E5), tidak ada endapan, dan E1,
E4, E5 ada gelembung sedangkan E2, E3, E6 tidak ada gelembung.

13

Larutan NaCl tidak meninggalkan endapan karena NaCl larut sempurna dalam aquades.
NaCl akan diurai menjadi ion Na+ dan Cl- yang bercampur dengan aquades (Petrucci,
1985). Semakin banyak massa Kristal NaCl yang dilarutkan maka suatu larutan akan
semakin keruh (Day & Underwood, 1992). Namun hasil pengamatan kloter E adalah
warna tidak keruh. Hal ini dikarenakan adanya kesalahan dalam melihat tingkat
kekeruhan ini dikarenakan tiap kelompok hanya membuat satu atau dua larutan dengan
massa tertentu saja, sehingga tidak ada perbandingan yang jelas (Ebbing, 1987).
Perbedaan pengamatan kelompok E2 dan E5 yang sama-sama melarutkan 5 gram NaCl
namun E2 menulis tidak ada gelembung sedangkan E5 menuliskan ada gelembung.
Menurut Ebbing (1987), faktor yang mungkin menjadi penyebabnya antara lain :
pelarutan yang tidak sempurna, takaran yang tidak tepat, cara pelarutan yang salah, dsb.
Mungkin juga waktu reaksi yang kurang diperhatikan sehingga mungkin larutan belum
bereaksi tapi sudah dianggap bereaksi.
5.3.

Tingkat Ketelitian Titrasi Buret

Pada percobaan tingkat ketelitian titrasi buret, waktu yang dibutuhkan untuk
mengalirkan 10 ml aquades dengan metode cepat berbeda cukup jauh dengan metode
lambat. Namun waktu yang dibutuhkan untuk tiap kelompok berbeda. Hal tersebut
dikarenakan air yang berada diujung buret setelah beberapa menit akan turun sehingga
skala yang semula menunjukkan angka tertentu menjadi tidak tepat setelah beberapa
menit. Meniskus cengkung juga bisa tampak naik setelah beberapa menit, setelah
sebelumnya dikeluarkan dengan cepat (Sumardji et al., 1984). Hal ini disebabkan
karena pada titrasi atau pengeluaran cairan dari dalam buret secara cepat, akan
mengakibatkan air akan tersisa dipinggiran buret, sehingga air tersebut akan turun dan
volume bertambah. ( Day & Underwood (1992).
Perbedaan waktu antar kelompok untuk masing-masing metode baik metode cepat
maupun lambat bias saja dikarenakan buret yang digunakan juga berbeda. Ada buret
yang apabila keran buret dibuka seluruhnya yang keluar hanya setetes demi setetes,
tidak mengucur seperti yang seharusnya.

Dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan titrasi hendaknya dilakukan dengan metode
lambat yang hasilnya lebih teliti. Hal ini disebabkan karena pengeluaran cairan secara
lambat akan menyebabkan larutan tidak menempel pada dinding buret. (Day &
Underwood, 1992).
5.4.

Pengenceran

H2SO4 sebanyak 10 ml dengan normalitas awal 0,1 N dilarutkan menggunakan aquades


hingga volumenya mencapai 100 ml. Normalitas H2SO4 setelah pengenceran dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
V1 . N1 = V2 . N2
Keterangan :
V1 = Volume larutan asli yang digunakan
N1 = Normalitas larutan asli
V2 = Volume larutan standar yang akan dibuat
N2 = Normalitas larutan standar yang akan dibuat
(Petrucci, 1985).
Dengan rumus pengenceran tersebut, diperoleh normalitas akhir larutan H2SO4 sebesar
0.01 N. Menurut Day & Underwood (1992) dalam pengenceran tidak terjadi reaksi
kimia, sehingga zat yang terlarut dalam larutan awal haruslah sama dengan mol atau
milimol di larutan akhir. Prinsip utama dalam pengenceran adalah semua zat terlarut
yang pada keadaan awal lebih pekat, kemudian dijadikan larutan yang encer. Semakin
banyak terjadi pengenceran, maka akan semakin kecil normalitas larutan tersebut
(Petrucci & Suminar, 1992).
5.5.

Titrasi dengan Buret

Percobaan ini dilakukan dengan mentitrasi 10 ml larutan H 2SO4 yang dibuat dari hasil
pengenceran (ditambah dengan indikator PP) dengan larutan NaOH. Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna dari bening menjadi merah muda.

Fungsi Indikator PP adalah sebagai penunjuk bahwa suatu larutan sudah mencapai titik
akhir titrasi dimana apabila dalam suasana asam tidak akan berwarna tetapi dalam
suasana basa akan berubah warna menjadi merah muda (Brady,1997).
Reaksi yang terjadi adalah:
H2SO4(aq) + 2 NaOH(l)

Na2SO4(aq) + 2 H2O(l)

Dapat dilihat pada hasil pengamatan bahwa volume NaOH yang dibutuhkan untuk
titrasi masing-masing kelompok berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa factor
antara lain adanya kebocoran disekitar keran buret, praktikan kurang sabar menunggu
air mengalir di sepanjang dinding dalam buret sebelum membaca skala buret, adanya
gelembung udara dalam buret yang menyebabkan terjadinya galat (kesalahan dalam
percobaan), kelalaian praktikan dalam menentukan titik akhir titrasi, kesalahan parallax
saat membaca skala pada buret, perbedaan persepsi mengenai perubahan warna saat titik
akhir titrasi (Day & Underwood, 1992).
Berdasarkan rumus:
V1 . N1 = V2 . N2
dapat diketahui bahwa konsentrasi rata-rata larutan NaOH adalah 0.108 N.
Saat melakukan titrasi praktikan mengalami kesukaran pada saat titrasi hampir
mencapai titik akhir titrasi (end point). Pada saat itu dibutuhkan ketelitian serta kehatihatian ekstra agar warna larutan yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki yaitu
merah sangat muda. Konsentrasi larutan setiap kelompok berbeda-beda karena adanya
perbedaan volume NaOH yang digunakan saat titrasi serta pengamatan yang tidak sama
antar praktikan. Ada yang menghentikan titrasi saat warna merah muda sudah mulai
tampak jelas dan ada juga yang menghentikan saat mencapai warna merah sangat muda.
Maka dari itu untuk mengurangi kesalahan dalam penentuan titik akhir titrasi, sebaiknya
titrasi dilakukan dengan menggunakan metode lambat. Hasil yang diperoleh dengan

menggunakan metode lambat lebih akurat dibandingkan denga menggunakan metode


cepat (Ebbing, 1987).
5.6.

Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus

Pada percobaan ini 2 ml NH4Cl dicampur dengan 2 ml NaOH. Pada saat dipanaskan
terjadi reaksi antara dua larutan tersebut sebagai berikut:
NH4Cl(aq) + NaOH(aq)

NaCl(aq) + NH3 (g) + H2O(l)

Gas NH3 mempunyai bau yang menyengat. Indentifikasi bau ini dapat dilakukan
dengan mengipas-ngipaskan tangan di atas mulut tabung reaksi agar bau dapat tercium
hidung kita yang jaraknya relatif jauh (Petrucci, 1985). Gas ini bersifat basa dan dapat
dikenali dari kertas lakmus. Kertas lakmus yang semula biru akan tetap biru dan kertas
lakmus merah berubah menjadi biru. Sifat basa dari gas ini berasal dari sifat basa yang
dimiliki NH4OH yang terhipotetis (Rahardjo, 1987).

6.

KESIMPULAN

Setiap alat ukur memiliki ketelitian yang berbeda sesuai dengan fungsi masing-

masing.
Makin banyak massa kristal NaCl yang dilarutkan, maka maka warna larutan

makin keruh.
Titrasi metode lambat lebih akurat daripada titrasi cepat.
Dalam pengenceran, normalitas akan berkurang seiring bertambahnya zat

pengencer.
Reaksi antara NH4Cl dengan NaOH akan menghasilkan gas NH 3 yang bersifat

basa (membirukan kertas lakmus) dan memiliki bau yang menyengat.


Senyawa yang bersifat basa akan mengubah kertas lakmus menjadi berwarna
biru, sedangkan senyawa yang bersifat asam akan mengubah kertas lakmus
menjadi merah.

Semarang, 11 November 2015


Praktikan,

Asisten Praktikum:
- Fellycia Devi P.
- Melisa Vicilia

Giovany Dea Christella Hendrawan


15.I1.0170

18

7.

DAFTAR PUSTAKA

Brady, James. E. (1997). Kimia Universitas. Bina Rupa Aksara. Jakarta.


Chang, R. (1991). Chemistry Fourth Edition. York Graphic Services. USA .
Day, R.A. & A.L. Underwood. (1992). Analisa Kimia Kuantitatif edisi kelima.
Erlangga. Jakarta.
Ebbing, D.B. (1987). General Chemistry. Houghton Mifflin Company. Boston.
Godman, A. (1998). Kamus Sains Bergambar. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Petrucci, R.H. (1985). Kimia Dasar Prinsip & Terapan Modern, jilid dua, edisi keempat.
Erlangga. Jakarta.
Petrucci, R.H. & Suminar (1992). Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta.
Rahardjo, S.B. (1987). Buku Petunjuk Kuliah Praktikum Kimia Dasar. Universitas
Sebelas Maret. Yogyakarta.
Reilley, C.N. & Edwin,C.M. (1959). A Laboratory manual for General Chemistry. The
Riberside Press. Cambridge.
Sudarmadji, S., Bambang H. & Suhardi. (1984). Prosedur Analisa untuk Bahan
Makanan & Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

19

8.

LAMPIRAN

8.1.

Perhitungan

8.1.1. Perhitungan Pengenceran H2SO4


Diketahui :
V1 = Volume H2SO4 awal = 10ml
V2 = Volume H2SO4 akhir = 100ml
N1 = Normalitas awal = 0,1 N
Jawab :
a. Kelompok E1- E6
V1 . N1 = V2 . N2
10 ml . 0,1 N = 100 ml. N2
N2
= 0,01 N
8.1.2. Perhitungan Titrasi
Diketahui :
V1 = Volume NaOH
V2 = Volume H2SO4 = 15 ml
N1 = Normalitas NaOH
N2 = Normalitas H2SO4
Jawab :
a. Kelompok E1
V1 x N1 = V2 x N2
15 x 0.01 = 1.9 x N2
N2 = 0,08 N
b. Kelompok E2
V1 x N1 = V2 x N2
15 x 0.01 = 1.9 x N2
N2 = 0.08 N

c. Kelompok E3
V1 x N1 = V2 x N2

20

21

15 x 0.01 = 0.8 x N2
N2 = 0.19 N
d. Kelompok E4
V1 x N1 = V2 x N2
15 x 0.01= 1.2 x N2
N2 = 0.13 N

e. Kelompok E5
V1 x N1 = V2 x N2
15 x 0.01 = 1.6 x N2
N1 = 0.09 N

f. Kelompok E6
V1 x N1 = V2 x N2
15 x 0.01 = 1.6 x N2
N2 = 0.08 N
8.2.

Laporan Sementara

Anda mungkin juga menyukai