LABORATORIUM
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
KIMIA DASAR I
Disusun oleh:
Nama: Giovany Dea Christella Hendrawan
NIM: 15.I1.0170
Kelompok: E6
TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengena alat-alat yang digunakan di
laboratorium kimia, mengetahui fungsi dan cara penggunaan alat dengan benar,
mengetahui perbedaan ketelitian alat-alat ukur, mengetahui cara pembuatan larutan
NaCl, mengamati tingkat ketelitian titrasi buret pada metode lambat maupun metode
cepat, mengetahui cara mengencerkan suatu larutan, mengetahui cara melakukan titrasi,
serta mengetahui cara mengenal gas dengan menggunakan kertas lakmus.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Alat-alat yang digunakan pada saat praktikum dalam melakukan berbagai percobaan
antara lain sebagai berikut:
1. Kaki tiga:
Berfungsi sebagai tungku dimana diatasnya terdapat wadah bahan-bahan yang
akan dipanaskan dan diantara ketiga kakinya berguna untuk meletakkan api
(bunsen) yang berfungsi untuk pemanasan.( Day & Underwood, 1992 )
2. Segitiga:
Berfungsi untuk menopang wadah bahan-bahan yang akan dipanaskan diatas
kaki tiga. (Day & Underwood, 1992)
3. Kasa besi:
Berfungsi untuk meratakan panas, sehingga pemanasan zat-zat dalam wadah
akan menyeluruh dan merata. (Day & Underwood, 1992)
4. Gagap atau penjepit:
Berfungsi untuk mengambil peralatan-peralatan yang sulit atau yang tidak
memungkinkan untuk dipegang menggunakan tangan karena terlalu panas atau
berbahaya. (Day & Underwood, 1992)
5. Pemanas air (waterbath):
Berfungsi untuk memanaskan suatu zat dengan menggunakan panas yang
berasal dari uap air. (Day & Underwood, 1992)
6. Cawan porselen (crucible):
Berfungsi untuk mereaksikan suatu zat dalam temperature yang sangat tinggi,
mengabukan kertas saring, serta membantu menguraikan endapan dalam
gravimetric. (Ebbing,1987)
7. Pinggan porselen (evaporating dish):
Berfungsi untuk menguapkan larutan sehingga menjadi pekat dan kering,
mengkristalkan zat, dan menyublimasikan zat. (Day & Underwood, 1992)
8. Alat-alat gelas:
Sebelum menggunakan alat-alat gelas, kebersihan adalah hal yang perlu
diperhatikan untuk menghindari ketidaktepatan dalam proses reaksi. Cara untuk
membersihkannya adalah dibilas dua kali sampai bersih dengan aquadestilata.
Alat dapat dikatakan sudah bersih apabila sudah terlihat jernih dan jika
dibasahkan tetap terlihat bening. (Day & Underwood, 1992)
Alat-alat gelas dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Alat-alat untuk mereaksikan zat:
- Tabung reaksi (reaction tube): berfungsi untuk mereaksikan zat dalam
jumlah sedikit dan terkadang perlu dikocok ke arah samping (bukan atas
maupun bawah). (Chang, 1991)
- Gelas piala (beaker glass): berfungsi untuk mereaksikan zat dalam jumlah
banyak dan juga untuk memanaskan cairan dalam jumlah banyak. (Chang,
1991)
- Labu Erlenmeyer: berfungsi untuk menghomogenkan larutan dengan
memutarkannya atau menggunakan magnetic stirrer. Fungsi utamanya
adalah untuk proses titrasi. (Chang, 1991)
2. Alat-alat pengukur:
Alat-alat pengukur memiliki tanda tera yang berupa garis melingkar dimana
garis ini menunjukkan batas skala tinggi cairan pada volume. Yang dilihat
adalah bagian bawah permukaan meniscus. Apabila mata kita tidak setinggi
meniskus dapat terjadi kesalahan paralax yaitu kesalahan pembacaan yang
terjadi karena letak mata tidak segaris dengan skala tersebut. (Sudarmadji et
al., 1984).
Contoh-contoh alat pengukur:
- Gelas ukur: berfungsi untuk mengukur volume zat cair dengan ketelitian
sangat rendah. (Day & Underwood, 1992)
- Pipet: berfungsi untuk mengambil sejumlah larutan dari satu wadah ke
wadah yang lain. (Day & Underwood, 1992)
- Buret: berfungsi untuk titrasi karena memiliki skala dan keran. (Day &
Underwood, 1992)
dilakukan dengan mencampurkan larutan awal dengan larutan yang volumenya lebih
besar dalam labu takar. Dalam pengenceran tidak terjadi reaksi kimia, sehingga zat yang
terlarut dalam larutan awal haruslah sama dengan mol atau milimol di larutan akhir
(Day & Underwood, 1992). Prinsip utama dalam pengenceran adalah semua zat terlarut
yang pada keadaan awal lebih pekat, kemudian dijadikan larutan yang encer. Semakin
banyak terjadi pengenceran, maka akan semakin kecil normalitas larutan tersebut
(Petrucci & Suminar, 1992). Normalitas larutan setelah pengenceran dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
V1 . N1 = V2 . N2
Keterangan :
V1 = Volume larutan asli yang digunakan
N1 = Normalitas larutan asli
V2 = Volume larutan standar yang akan dibuat
N2 = Normalitas larutan standar yang akan dibuat
(Petrucci, 1985).
Titrasi adalah analisa kuantitatif untuk menentukan konsentrasi suatu zat dengan
menambahkan secara hati hati larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Larutan
yang sudah diketahui konsentrasinya disebut larutan standar dan yang biasanya
dimasukkan ke dalam buret yang disebut titran. Larutan yang dicari normalitasnya
ditempatkan dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator yang sesuai. Indikator
berfungsi untuk menentukkan titik ekuivalen titrasi yang biasanya ditandai dengan
adanya perubahan warna. Fungsi indikator PP adalah sebagai penunjuk bahwa suatu
larutan sudah mencapai titik akhir titrasi dimana apabila dalam suasana asam tidak akan
berwarna tetapi dalam suasana basa akan berubah warna menjadi merah muda
(Brady,1997). Titrasi dilakukan dengan mengeluarkan titran secara perlahan sambil
menggoyang Erlenmeyer secara perlahan (Ebbing, 1987).
Dalam melakukan titrasi sebaiknya dilakukan secara perlahan-lahan, karena hal itu
dapat menyebabkan larutan titran yang digunakan dalam titrasi tidak menempel pada
dinding buret. Titrasi secara cepat boleh juga dilakukan, akan tetapi pembacaan volume
zat titran harus ditunggu beberapa saat setelah mencapai titik akhir titrasi selesai. Hal itu
dilakukan bertujuan agar larutan titran yang masih menempel di dinding buret dapat
perlahan-lahan menurun. Dalam melakukan titrasi, pembacaan volume zat titran
dilakukan dengan membaca meniskus kecekungan dari larutan tersebut (Day &
Underwood, 1992). Meniskus terbagi menjadi meniskus cekung dan meniskus
cembung. Meniskus cengkung juga bisa tampak naik setelah beberapa menit, setelah
sebelumnya dikeluarkan dengan cepat (Sumardji et al., 1984).
Untuk menghasilkan gas NH3 dapat dilakukan dengan cara mereaksikan amonium
klorida dengan NaOH kemudian dipanaskan dalam tabung reaksi. Gas yang dihasilkan
memiliki bau yang menyengat dan dapat dibau dengan cara yaitu mengipaskannya di
atas mulut tabung dan menjaga jarak dengan hidung kita (Petrucci, 1985). Kertas
lakmus ada dua macam yaitu lakmus merah dan lakmus biru. Kertas lakmus dapat
digunakan sebagai indikator karena dapat mengetahui suatu senyawa bersifat asam atau
basa dengan perubahan warna pada kertas lakmus tersebut. Jika lakmus merah menjadi
biru maka larutan tersebut bersifat basa dan bila lakmus biru menjadi merah maka
larutan tersebut bersifat asam (Raharjo, 1987).
3.
MATERI METODE
Materi
Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah gelas ukur, pengaduk, termometer,
pompa pilleus, tabung reaksi, rak tabung reaksi, penjepit, kertas lakmus, Erlenmeyer,
gelas arloji, klem, bunsen, pipet tetes, labu takar, buret, statif, spiritus, pipet volume,
stopwatch, timbangan analitik.
3.1.1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquadestilata, NaCl, H 2SO4 0,1 N,
NaOH, indicator PP (phenolphthalein), dan NH4Cl.
3.2.
Metode
3.2.4. Pengenceran
10 ml H2SO4 0,1 N diambil menggunakan pipet volume. Permukaan cekung zat cair
diperhatikan harus tepat menyinggung garis tera pada pipet volume, kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera. Pengenceran
ini harus sekali jadi (jangan sampai menambahkan zat lebih dari yang diperlukan, lalu
membuangnya sampai batas), karena akan menimbulkan kesalahan yang cukup besar.
Oleh sebab itu, pengenceran ini harus dilakukan dengan hati-hati, sedikit demi sedikit.
Setelah larutan hampir mencapai tanda tera, pipet tetes digunakan untuk menambahkan
sedikit demi sedikit. Lalu, konsentrasi larutan H 2SO4 yang telah diencerkan dapat
dihitung dengan menggunakan rumus berikut:
V1.N1 = V2.N2
Keterangan:
V1
V2
N1
= normalitas asli
N2
3.2.5. Titrasi
Buret dicuci dengan cairan pencuci, kemudian dibilas dengan larutan standar yang akan
dipakai yaitu NaOH. Buret tersebut diisi dengan larutan standar, kemudian skalanya
dicatat. Pipet volume dipakai untuk mengambil 15 ml H 2SO4 yang sudah dibuat dari
pengenceran tadi. Larutan H2SO4 ke dalam Erlenmeyer lalu ditambahkan 3 sampai 4
tetes indikator PP. Keran buret dibuka lalu titran diteteskan perlahan ke dalam
Erlenmeyer sambil Erlenmeyer digoyang perlahan. Titran dapat dihentikan ketika
penambahan setetes NaOH memberikan warna merah sangat muda yang tidak mau
hilang saat penggoyangan. Volume larutan standar yang digunakan dicatat dengan
melihat ketinggian cairan dalam buret. Normalitas NaOH setelah titrasi dihitung dengan
menggunakan rumus berikut:
V1 . N1 = V2 . N2
Keterangan:
V1
V2
N1
= normalitas asli
N2
4.
HASIL PENGAMATAN
4.1.
Hasil pengamatan ketelitian alat-alat ukur dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Ketelitian Alat-alat Ukur
Kelompok
E1
Alat
Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer
Ketelitian (ml)
= 100
< 100
> 100
E2
Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer
= 100
= 100
> 100
E3
Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer
= 100
> 100
> 100
E4
Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer
= 100
= 100
= 100
E5
Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer
= 100
= 100
> 100
E6
Labu Takar
Gelas Ukur
Erlenmeyer
= 100
> 100
> 100
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan 3 alat ukur yang berbeda, yaitu labu takar,
gelas ukur, dan erlenmeyer. Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa hasil pengamatan 100 ml
aquadestilata menggunakan labu takar, gelas ukur dan erlenmeyer menunjukkan hasil
yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa tiap alat ukur memiliki ketelitian yang
berbeda.
4.2.
Hasil pengamatan pembuatan larutan NaCl dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut:
Pengamatan
Ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh
Tidak ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh
Tidak ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh
Ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh
Ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh
Tidak ada gelembung, tidak ada endapan, tidak keruh
Perubahan yang diamati pada percobaan ini adalah tingkat kekeruhan suatu larutan,
adanya gelembung dan endapan dengan pemberian NaCl yang berbeda massanya. Pada
tabel diatas dapat dilihat bahwa perbedaan massa NaCl tidak memberikan perubahan
yang signifikan. Ada ketidaksesuaian antara hasil pengamatan kelompok E2 dan E5
yang melarutkan 5 gram NaCl.
4.3.
Hasil pengamatan tingkat ketelitian titrasi buret dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai
berikut:
Tabel 3. Hasil Pengamatan Tingkat Ketelitian Titrasi Buret
Kelompok
E1
Metode
Lambat
Cepat
Volume (ml)
10
10
Waktu (s)
602
52
Pengamatan
Meniskus cekung
Meniskus cekung
E2
Lambat
Cepat
10
10
82
4
Meniskus cekung
Meniskus cekung
E3
Lambat
Cepat
10
10
329
34
Meniskus cekung
Meniskus cekung
E4
Lambat
Cepat
10
10
952
173
Meniskus cekung
Meniskus cekung
E5
Lambat
Cepat
10
10
85
49
Meniskus cekung
Meniskus cekung
E6
Lambat
Cepat
10
10
359
39
Meniskus cekung
Meniskus cekung
10
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa titrasi dengan metode lambat dan dengan metode cepat
akan membutuhkan waktu yang berbeda tetapi posisi meniskus yang dihasilkan sama.
Pada percobaan metode cepat semua kelompok menunjukkan hasil meniskus cekung.
Untuk percobaan metode lambat pun semua kelompok menunjukkan hasil meniskus
cekung.
4.4.
Pengenceran
Konsentrasi awal
(N)
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
0,1
Konsentrasi
akhir (N)
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
0,01
Hasil pengamatan titrasi dengan buret dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Pengamatan Titrasi dengan Buret
Kelompok
E1
E2
E3
E4
E5
E6
Normalitas (N)
0,08
0,08
0,1825
0,125
0,09
0,083
Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa perbedaan volume NaOH yang dibutuhkan dalam
proses titrasi akan menghasilkan perhitungan normalitas H2SO4 yang berbeda pula.
11
Volume NaOH yang dibutuhkan rata-rata sekitar 1,5 ml. Sedangkan normalitas NaOH
rata-rata sekitar 0.107 N.
4.6.
Hasil pengamatan pengenalan gas dengan kertas lakmus dapat dilihat pada Tabel 6
sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil Pengamatan Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus
Kelompok
E1
Sifat
Basa
Bau
Menyengat
E2
NH3
Basa
Menyengat
E3
NH3
Basa
Menyengat
E4
NH3
Basa
Menyengat
E5
NH3
Basa
Menyengat
E6
NH3
Basa
Menyengat
Warna lakmus
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru
Lakmus Merah Biru
Lakmus Biru Biru
Reaksi antara NH4Cl dan NaOH akan menghasilkan gas NH 3 yang bersifat basa. Suatu
larutan yang bersifat basa akan mengubah lakmus merah menjadi biru, dan lakmus biru
tetap biru. Selain itu, gas NH3 memiliki bau yang menyengat.
12
5.
PEMBAHASAN
5.1.
Dalam percobaan ini, alat ukur yang digunakan adalah labu takar, gelas ukur, dan
Erlenmeyer. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa ketiga alat ukur tersebut
memiliki hasil yang berbeda-beda. Misalnya pada hasil pengamatan kelompok E1,
pengukuran aquades dengan labu takar meniscus tepat pada tanda tera 100 ml. Tetapi,
ketika dipindah ke gelas ukur meniscus berada dibawah tanda tera 100 ml, dan ketika
dipindah ke Erlenmeyer, meniscus berada diatas tanda tera.
Hal ini dikarenakan ketelitian setiap alat ukur berbeda. Labu takar berfungsi untuk
membuat larutan dengan volume setepat-tepatnya maka memiliki tingkat ketelitian yang
tinggi (Day & Underwood, 1992). Sedangkan gelas ukur memiliki tingkat ketelitian
yang rendah (Day & Underwood, 1992). Sedangkan Erlenmeyer digunakan untuk
titrasi, bukan untuk melakukan pengukuran meskipun pada Erlenmeyer terdapat skala
pengukurannya (Chang, 1991). Karena itu 100 ml dalam labu takar, gelas ukur, dan
Erlenmeyer berbeda. Dengan demikian, dari ketiga alat yang disebutkan, labu takar
merupakan alat dengan ketelitian yang paling tepat, sedangkan gelas ukur merupakan
alat dengan ketelitian yang paling rendah (Day & Underwood, 1992).
Selain itu, kesalahan parallax atau kesalahan dalam membaca skala dan ketidaktelitian
praktikan dalam menuangkan aquades (meniscus tidak tepat 100 ml) juga
mempengaruhi hasil pengamatan ini. Hal ini dapat dilihat pada hasil pengamatan
kelompok pada kloter E yang berbeda-beda.
5.2.
Percobaan dilakukan dengan menimbang Kristal NaCl sebanyak 3 gram, 5 gram, dan 10
gram. Kemudian dilarutkan dengan aquades ke dalam labu takar. Hasil yang didapat
adalah semua larutan tidak keruh (kecuali kelompok E5), tidak ada endapan, dan E1,
E4, E5 ada gelembung sedangkan E2, E3, E6 tidak ada gelembung.
13
Larutan NaCl tidak meninggalkan endapan karena NaCl larut sempurna dalam aquades.
NaCl akan diurai menjadi ion Na+ dan Cl- yang bercampur dengan aquades (Petrucci,
1985). Semakin banyak massa Kristal NaCl yang dilarutkan maka suatu larutan akan
semakin keruh (Day & Underwood, 1992). Namun hasil pengamatan kloter E adalah
warna tidak keruh. Hal ini dikarenakan adanya kesalahan dalam melihat tingkat
kekeruhan ini dikarenakan tiap kelompok hanya membuat satu atau dua larutan dengan
massa tertentu saja, sehingga tidak ada perbandingan yang jelas (Ebbing, 1987).
Perbedaan pengamatan kelompok E2 dan E5 yang sama-sama melarutkan 5 gram NaCl
namun E2 menulis tidak ada gelembung sedangkan E5 menuliskan ada gelembung.
Menurut Ebbing (1987), faktor yang mungkin menjadi penyebabnya antara lain :
pelarutan yang tidak sempurna, takaran yang tidak tepat, cara pelarutan yang salah, dsb.
Mungkin juga waktu reaksi yang kurang diperhatikan sehingga mungkin larutan belum
bereaksi tapi sudah dianggap bereaksi.
5.3.
Pada percobaan tingkat ketelitian titrasi buret, waktu yang dibutuhkan untuk
mengalirkan 10 ml aquades dengan metode cepat berbeda cukup jauh dengan metode
lambat. Namun waktu yang dibutuhkan untuk tiap kelompok berbeda. Hal tersebut
dikarenakan air yang berada diujung buret setelah beberapa menit akan turun sehingga
skala yang semula menunjukkan angka tertentu menjadi tidak tepat setelah beberapa
menit. Meniskus cengkung juga bisa tampak naik setelah beberapa menit, setelah
sebelumnya dikeluarkan dengan cepat (Sumardji et al., 1984). Hal ini disebabkan
karena pada titrasi atau pengeluaran cairan dari dalam buret secara cepat, akan
mengakibatkan air akan tersisa dipinggiran buret, sehingga air tersebut akan turun dan
volume bertambah. ( Day & Underwood (1992).
Perbedaan waktu antar kelompok untuk masing-masing metode baik metode cepat
maupun lambat bias saja dikarenakan buret yang digunakan juga berbeda. Ada buret
yang apabila keran buret dibuka seluruhnya yang keluar hanya setetes demi setetes,
tidak mengucur seperti yang seharusnya.
Dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan titrasi hendaknya dilakukan dengan metode
lambat yang hasilnya lebih teliti. Hal ini disebabkan karena pengeluaran cairan secara
lambat akan menyebabkan larutan tidak menempel pada dinding buret. (Day &
Underwood, 1992).
5.4.
Pengenceran
Percobaan ini dilakukan dengan mentitrasi 10 ml larutan H 2SO4 yang dibuat dari hasil
pengenceran (ditambah dengan indikator PP) dengan larutan NaOH. Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna dari bening menjadi merah muda.
Fungsi Indikator PP adalah sebagai penunjuk bahwa suatu larutan sudah mencapai titik
akhir titrasi dimana apabila dalam suasana asam tidak akan berwarna tetapi dalam
suasana basa akan berubah warna menjadi merah muda (Brady,1997).
Reaksi yang terjadi adalah:
H2SO4(aq) + 2 NaOH(l)
Na2SO4(aq) + 2 H2O(l)
Dapat dilihat pada hasil pengamatan bahwa volume NaOH yang dibutuhkan untuk
titrasi masing-masing kelompok berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa factor
antara lain adanya kebocoran disekitar keran buret, praktikan kurang sabar menunggu
air mengalir di sepanjang dinding dalam buret sebelum membaca skala buret, adanya
gelembung udara dalam buret yang menyebabkan terjadinya galat (kesalahan dalam
percobaan), kelalaian praktikan dalam menentukan titik akhir titrasi, kesalahan parallax
saat membaca skala pada buret, perbedaan persepsi mengenai perubahan warna saat titik
akhir titrasi (Day & Underwood, 1992).
Berdasarkan rumus:
V1 . N1 = V2 . N2
dapat diketahui bahwa konsentrasi rata-rata larutan NaOH adalah 0.108 N.
Saat melakukan titrasi praktikan mengalami kesukaran pada saat titrasi hampir
mencapai titik akhir titrasi (end point). Pada saat itu dibutuhkan ketelitian serta kehatihatian ekstra agar warna larutan yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki yaitu
merah sangat muda. Konsentrasi larutan setiap kelompok berbeda-beda karena adanya
perbedaan volume NaOH yang digunakan saat titrasi serta pengamatan yang tidak sama
antar praktikan. Ada yang menghentikan titrasi saat warna merah muda sudah mulai
tampak jelas dan ada juga yang menghentikan saat mencapai warna merah sangat muda.
Maka dari itu untuk mengurangi kesalahan dalam penentuan titik akhir titrasi, sebaiknya
titrasi dilakukan dengan menggunakan metode lambat. Hasil yang diperoleh dengan
Pada percobaan ini 2 ml NH4Cl dicampur dengan 2 ml NaOH. Pada saat dipanaskan
terjadi reaksi antara dua larutan tersebut sebagai berikut:
NH4Cl(aq) + NaOH(aq)
Gas NH3 mempunyai bau yang menyengat. Indentifikasi bau ini dapat dilakukan
dengan mengipas-ngipaskan tangan di atas mulut tabung reaksi agar bau dapat tercium
hidung kita yang jaraknya relatif jauh (Petrucci, 1985). Gas ini bersifat basa dan dapat
dikenali dari kertas lakmus. Kertas lakmus yang semula biru akan tetap biru dan kertas
lakmus merah berubah menjadi biru. Sifat basa dari gas ini berasal dari sifat basa yang
dimiliki NH4OH yang terhipotetis (Rahardjo, 1987).
6.
KESIMPULAN
Setiap alat ukur memiliki ketelitian yang berbeda sesuai dengan fungsi masing-
masing.
Makin banyak massa kristal NaCl yang dilarutkan, maka maka warna larutan
makin keruh.
Titrasi metode lambat lebih akurat daripada titrasi cepat.
Dalam pengenceran, normalitas akan berkurang seiring bertambahnya zat
pengencer.
Reaksi antara NH4Cl dengan NaOH akan menghasilkan gas NH 3 yang bersifat
Asisten Praktikum:
- Fellycia Devi P.
- Melisa Vicilia
18
7.
DAFTAR PUSTAKA
19
8.
LAMPIRAN
8.1.
Perhitungan
c. Kelompok E3
V1 x N1 = V2 x N2
20
21
15 x 0.01 = 0.8 x N2
N2 = 0.19 N
d. Kelompok E4
V1 x N1 = V2 x N2
15 x 0.01= 1.2 x N2
N2 = 0.13 N
e. Kelompok E5
V1 x N1 = V2 x N2
15 x 0.01 = 1.6 x N2
N1 = 0.09 N
f. Kelompok E6
V1 x N1 = V2 x N2
15 x 0.01 = 1.6 x N2
N2 = 0.08 N
8.2.
Laporan Sementara