HIV Pada Anak
HIV Pada Anak
adalah anak-anak dan remaja, dan transmisi perinatal (dari ibu kepada anak)
terjadi pada 71 kasus. (5), (8),(10)
Transmisi HIV secara vertikal dari ibu kepada anaknya merupakan jalur
tersering infeksi pada masa kanak-kanak, dan angka terjadinya infeksi perinatal
diperkirakan sebesar 83% antara tahu 1992 sampai 2001. Di Amerika Serikat,
infeksi HIV perinatal terjadi pada hampir 80% dari seluruh infeksi HIV pediatri.
Infeksi perinatal sendiri dapat terjadi in-utero, selama periode peripartum, ataupun
dari pemberian ASI, sedangkan transmisi virus melalui rute lain, seperti dari
transfusi darah atau komponen darah relatif lebih jarang ditemukan. Selain itu,
sexual abuse yang terjadi pada anak juga dapat menjadi penyebab terjadinya
infeksi HIV, di mana hal ini lebih sering ditemukan pada masa remaja.(1),(2)
Berbagai gejala dan tanda yang bervariasi dapat bermanifestasi dan
ditemukan pada anak-anak yang sebelumnya tidak diperkirakan mengidap infeksi
HIV harus menjadi suatu tanda peringatan bagi para petugas kesehatan, terutama
para dokter untuk memikirkan kemungkinan terjadinya infeksi HIV. Gejala dan
tanda-tanda yang mungkin terjadi meliputi infeksi bakteri yang berulang, demam
yang sukar sembuh, diare yang sukar sembuh, sariawan yang sukar sembuh,
parotitis kronis, pneumonia berulang, lymphadenopati generalisata, gangguan
perkembangan yang disertai failure to thrive, dan kelainan kulit kronis-berulang.
Etiologi HIV
Virus
penyebab
defisiensi
imun
yang
dengan
nama
Human
Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan
subfamili Lentiviridae. Sampai sekarang baru dikenal dua serotype HIV yaitu
HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy associated virus type-2
(LAV-2) yang hingga kini hanya dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di
Afrika,dan spektrum penyakit yang ditimbulkannya belum banyak diketahui. HIV1, sebagai penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) tersering, dahulu dikenal
2
juga
sebagai
human
cell-lymphotropic
virus
type
III
(HTLV-III),
aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap
radiasi dan sinar utraviolet. (9)
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati
diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia
jaringan otak. (9)
Patofisologi Infeksi HIV
Sistem imun manusia sangat kompleks, kerusakan pada salah satu
komponen sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan. HIV
menginfeksi sel T helper yang memiliki reseptor CD4 di permukaannya,
makrofag, sel dendritik, organ limfoid. Fungsi penting sel T helper antara lain
menghasilkan zat kimia yang berperan sebagai stimulasi pertumbuhan dan
pembentukan sel-sel lain dalam sistem imun dan pembentukan antibodi, sehingga
penurunan sel T CD4 menurunkan imunitas dan menyebabkan penderita mudah
terinfeksi.(8)
Ketika HIV masuk melalui mukosa, sel yang pertama kali terinfeksi ialah
sel dendritik. Kemudian sel-sel ini menarik sel-sel radang lainnya dan mengirim
antigen tersebut ke sel-sel limfoid. HIV mempunyai target sel utama yaitu sel
limfosit T4, yang mempunyai reseptor CD4. Setelah masuk ke dalam tubuh, HIV
akan menempel pada sel yang mempunyai molekul CD4 pada permukaannya.
Molekul CD4 ini mempunyai afinitas yang sangat besar terhadap HIV, sehingga
limfosit CD4 dihasilkan dan dikirim ke sel limfoid yang peka terhadap infeksi
HIV. Limfosit-limfosit CD4 yang diakumulasikan di jaringan limfoid akan tampak
sebagai limfadenopati dari sindrom retrovirus akut yang dapat terlihat pada remaja
dan orang dewasa. HIV akan menginfeksi sel CD4 yang sangat berespon
terhadapnya sehingga kehilangan respon dan kontrol pertumbuhan terhadap HIV.
Ketika replikasi virus melebihi batas (biasanya 3-6 minggu sejak infeksi) akan
terjadi viremia yang tampak secara klinis sebagai flulike syndrome (demam, rash,
limfadenopati, atrhralgia) terjadi 50-70% pada orang dewasa. Dengan
terbentuknya respon imun humoral dan seluler selama 2-4 bulan, muatan virus
dalam darah mengalami penurunan secara substansial, dan pasien memasuki masa
dengan gejala yang sedikit dan jumlah CD4 yang meningkat sedikit. (1)
Replikasi HIV-1 permulaan pada anak tidak menunjukkan adanya
manifestai klinis pada anak. Walaupun di tes dengan menggunakan PCR atau
isolasi virus untuk sequence asam nukleat dari virus, hanya <>(1)
Beberapa mekanisme yang diduga berhubungan dengan turunnya kadar
CD4 pada orang dewasa dan anak-anak ialah mekanisme-mekanisme dari HIVmediated single cell killing, formasi multinukleus dari sel giant pada CD4 baik
yang terinfeksi maunpun yang tidak (formasi syncytia), respon imun spesifik
untuk virus (sel natural killer, sitotoksisitas seluer tergantung antibodi), aktivasi
mediasi superantigen sel T (membuat sel T lebih peka terhadap HIV), autoimun
dan apoptosis.(1)
Tiga pola penyakit ditemukan pada anak-anak. Tepatnya 15-25% bayi baru
lahir yang terinfeksi HIV pada negara berkembang muncul dengan perjalanan
penyakit yang cepat, dengan gejala dan onset AIDS dalam beberapa bulan
pertama kehidupan, median waktu ketahanan hidup ialah 9 bulan jika tidak
diobati. Pada negara miskin, mayoritas bayi baru lahir akan mengalami perjalanan
penyakit seperti ini. Telah diketahui bahwa infeksi intrauterin bertepatan dengan
periode pertumbuhan cepat CD4 pada janin. Migrasi yang normal dari sel-sel ini
menuju ke sumsum tulang, limpa, dan timus yang menghasilkan penyebaran
sistemik HIV, tidak dapat dicegah oleh sistem imun yang imatur dari janin. Infeksi
dapat terjadi sebelum pembentukan ontogenik normal sel imun, yang
mengakibatkan gangguan dari imunitas. Anak-anak dengan keadaan seperti ini
menunjukkan hasil tes PCR yang positif (nilai median 11.000 kopi/ml) pada 48
jam pertama kehidupan. Bukti ini menunjukkan terjadinya infeksi inuterin.
Muatan virus akan terus meningkat dalam 2-3 bulan (750000kopi/ml) dan
menurun secara perlahan. Berbeda dengan orang dewasa bahwa muatan virus
pada anak-anak tetapi tinggi selama 1-2 tahun pertama. (1)
berpengaruh. Meskipun mekanisme pada sistem saraf pusat belum begitu jelas,
pertumbuhan otak pada bayi muda dipengaruhi 2 mekanisme, yaitu virus itu
sendiri yang dapat menginfeksi bermacam-macam sel otak secara langsung ,atau
secara tidak langsung dengan cara mengeluarkan sitokin (IL-1, IL-1, TNF- ,
IL-2) atau oksigen reaktif dari limfosit atau makrofag yang terinfeksi HIV. (1)
Perjalanan Penyakit
Perjalanan alamiah infeksi HIV dapat dibagi dalam tahapan sebagai berikut :
Infeksi virus
(2-3 minggu)
Sindrom retroviral akut
(2-3 minggu)
Gejala menghilang + serokonversi
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut Sindrom retroviral akut
atau Acute Retroviral Syndrome. Sindrom retroviral akut diikuti oleh penurunan
CD4 dan peningkatan kadar RNA HIV dalam plasma (viral load). Hitung CD4
perlahan-lahan akan menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4
yang lebih cepat pada 1,5-2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS.
Viral load akan meningkat dengan cepat pada awal infeksi dan kemudian turun
sampai titik tertentu. Dengan berlanjutnya infeksi, viral load secara perlahan akan
meningkat. Pada fase akhir penyakit akan ditemukan hitung sel CD4<200/mm3,
diikuti timbulnya infeksi opportunistik, munculnya kanker tertentu, berat badan
menurun, dan munculnya komplikasi neurologis. Tanpa obat ARV rata-rata
kemampuan bertahan setelah CD4 turun <>3 ialah 3,7 tahun. (7)
Window period adalah masa dimana pemeriksaan tes serologis untuk
antibodi HIV masih menunjukka hasil negatif sementara sebenarnya virus sudah
ada dalam jumlah banyak dalam darah penderita. Window period menjadi hal
yang penting untuk diperhatikan karena pada masa itu orang dengan HIV sudah
mampu menularkan kepada orang lain misalnya melalui darah yang didonorkan,
bertukar jarum suntik pada IDU atau melalui hubungan seksual. Sebenarnya pada
saat itu pemeriksaan laboratorium telah mampu mendeteksinya karena pada
window period terdapat peningkatan kadar antigen p24 secara bermakna. (7)
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis infeksi bervariasi antara bayi, anak-anak dan remaja.
Pada kebanyakan bayi pemeriksaan fisik biasanya normal. Gejala inisial dapat
sangat sedikit, seperti limfadenopati, hepatosplenomegali, atau yang tidak spesifik
seperti kegagalan untuk tumbuhm diare rekuren atau kronis, pneumonia
interstitial. Di Amerika dan Eropa sering terjadi gangguan paru-paru dan sistemik,
sedangkan di Afrika lebih sering terjadi diare dan malnutrisi. (1)
TERHADAP USIA
IMUNOLOGIS
<>
1. Nonsuppressed
2. Moderate suppression
3. Severe suppression
1-5 tahun
6-12 tahun
1500
25
1000
25
500
25
750-1499
15-24
500-999
15-24
200-499
15-24
<>
<15
<>
<15
<>
<15
Tabel 1 Klasifikasi HIV pada Anak Kurang dari 13 Tahun Berdasarkan Jumlah
CD4 dan Persentasi Total Limfosit Terhadap Usia(1),(2)
Klasifikasi Secara Klinis
N : Tanpa
A : Gejala
B : Gejala
Gejala
dan
dan
C : Gejala
dan
Tanda
Tanda
dan Tanda
Tanda
Ringan
Sedang
Berat
1. Nonsuppressed
N1
A1
B1
C1
2. Moderate suppression
A2
C2
B2
C2
3. Severe suppression
A3
C3
B3
C3
DEFINISI STATUS
IMUNOLOGIS
Tabel 2 Klasifikasi HIV menurut CDC pada Anak Kurang dari 13 Tahun Secara
Klinis(1)
Kriteria klinis untuk infeksi HIV pada anak-anak kurang dari 13 tahun. (1),(7)
Kategori A : pada pasien dapat ditemukan dua atau lebih kelainan, tetapi tidak
termasuk kategori B atau C :
o Lymphadenopathy ( 0.5 cm pada dua tempat atau lebih, dua KGB yang
bilateral dianggap sebagai satu kesatuan).
o Hepatomegali
o Splenomegali
o Dermatitis
o Parotitis
o URTI berulang atau persisten
10
11
o Limfoma imunoblastik
o Limfoma primer di otak
o Mycobacterium Avium Complex (MAC) atau M. Kansasii tersebar di luar
paru
o M. Tuberculosis dimana saja
o Ikobacterium jenis lain atau jenis yang tidak dikenal tersebar atau di luar
paru
o Pneumonia Pneumoncystitis carinii
o Pneumonia berulang
o Leukoensefalopati multifokal progresif
o Septikemia salmonella yang berulang
o Toksoplasmosis di otak
Sedangkan klasifikasi WHO pada anak ialah :(11)
Stadium Klinis 1
Herpes zoster
12
Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang atau kronis (ototis media,
otore, sinusitis, atau tonsilitis)
Malanutrisi sedang tanpa alasan jelas tidak membaik dengan terapi baku
Demam terus-menerus tanpa alasan (di atas 37,5C, sementara atau terusmenerus, lebih dari 1 bulan)
Tuberkulosis paru
Anemia (<8g/dl)
Ensefalopati HIV
dari 1 bulan)
Kriptosporidiosis kronis
Isosporiasis kronis
13
Catatan:
a. Tanpa alasan berarti keadaan tidak dapat diakibatkan oleh alasan lain.
b. Beberapa penyakit khusus yang juga dapat dimasukkan pada klasifikasi
wilayah (misalnya penisiliosis di Asia)
Diagnosis
Seperti penyakit lain, diagnosis HIV lain juga ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium.(4)
Anamnesis yang mendukung kemungkinan adanya infeksi HIV ialah :
1. Lahir dari ibu resiko tinggi atau terinfeksi HIV
Bayi-bayi yang terlahir dari ibu-ibu yang terinfeksi HIV akan tetap
mempertahankan status seropositif hingga usia 18 bulan oleh karena adanya
respon antibodi ibu yang ditransfer secara transplacental. Selama priode ini,
hanya anak-anak yang terinfeksi HIV saja yang akan mengalami respon
serokonversi positif pada pemeriksaan dengan enzyme immunoassays (EIA),
immunofluorescent assays (IFA) atau HIV-1 antibody western blots (WB).(1)
2. Lahir dari ibu pasangan resiko tinggi atau terinfeksi HIV
3. Penerima transfusi darah atau komponennya dan tanpa uji tapis HIV
4.
Diagnosis definitif infeksi HIV pada bayi dan anak membutuhkan uji
diagnostik yang memastikan adanya virus HIV.
14
Uji antibodi HIV mendeteksi adanya antibodi HIV yang diproduksi sebagai
bagian respons imun terhadap infeksi HIV. Pada anak usia 18 bulan, uji
antibodi HIV dilakukan dengan cara yang sama seperti dewasa.
Antibodi HIV maternal yang ditransfer secara pasif selama kehamilan, dapat
terdeteksi sampai umur anak 18 bulan oleh karena itu interpretasi hasil
positif uji antibodi HIV menjadi lebih sulit pada usia < 18 bulan.
Bayi yang terpajan HIV dan mempunyai hasil positif uji antibodi HIV pada
usia 9-18 bulan dianggap berisiko tinggi mendapat infeksi HIV, namun
diagnosis definitif menggunakan uji antibodi HIV hanya dapat dilakukan
saat usia 18 bulan.
Untuk memastikan diagnosis HIV pada anak dengan usia < 18 bulan,
dibutuhkan
uji
virologi
HIV yang
dapat
memeriksa
virus
atau
komponennya.
Anak dengan hasil positif pada uji virologi HIV pada usia berapapun
dikatakan terkena infeksi HIV.
Anak yang mendapat ASI akan terus berisiko terinfeksi HIV, sehingga
infeksi HIV baru dapat disingkirkan bila pemeriksaan dilakukan setelah ASI
dihentikan > 6 minggu.
Gejala klinis yang sesuai dengan penjelasan sebelumnya, pada bagian
15
Terdapat beberapa tes HIV yang cepat dengan sensitivitas dan spesifisitas
yang baik. Kebanyakan dari tes-tes ini hanya membutuhkan satu step pengambilan
sampel dan hasilnya didapat lebih cepat (< style=""> pada 2 hari pertama
kehidupan, dan > 90% pada usia > 2 minggu kehidupan. Uji RNA HIV plasma,
yang mendeteksi replikasi virus lebih sensitif daripada PCR DNA untuk diagnosis
awal, namun data yang menyatakan seperti itu masih terbatas. Kultur HIV
mempunyai sensitivitas yang hampir sama dengan PCR HIV DNA, namun
tekniknya lebih sulit dan mahal, dan hasilnya sulit didapat pada beberapa minggu,
dibandingkan dengan PCR yang membutuhkan hanya 2-3 hari. Uji antigen p24
bersifat lebih spesifik dan mudah untuk dilakukan namun kurang sensitif
dibandingkan dengan uji virologis lainnya, dan tidak direkomendasikan untuk
usia.1
Seorang bayi yang terpapar oleh virus HIV dapat dinyatakan positif
terinfeksi HIV jika pada pemeriksaan serologis dari 2 (dua) sampel darah yang
berbeda pada bayi (tidak termasuk darah yang berasal dari pusat, karena adanya
risiko terkontaminasi oleh darah ibu); baik dua kali hasil positif pada pemeriksaan
kultur HIV darah perifer untuk sel-sel mononuklear (peripheral blood
mononuclear cell (PMBC)), dan/atau satu hasil positif untuk DNA atau RNA
polymerase chain reaction (PCR) assay dan satu hasil postif pada kultur PMBC
HIV. Pemeriksaan-pemeriksaan terebut harus dilakukan pada dua waktu yang
berlainan pada bayi-bayi yang belum pernah diberi ASI sebelumnya. (1)
Seorang bayi yang terlahir dari seorang ibu pengidap infeksi HIV dapat
dinyatakan tidak terinfeksi HIV jika tes-tes di atas tetap memberikan hasil negatif
sampai usia bayi lebih dari empat bulan dan bayi tidak mendapat ASI. (1)
16
Bagan 2. Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak < 18 bulan Dengan status HIV Ibu
tidak diketahui
17
Bagan 3. Diagnosis HIV Pada Bayi dan Anak < 18 Bulan dan Mendapatkan Asi
Bagan 4. Diagnosis Bayi dan Anak < 18 Bulan, Status Ibu HIV Positif Dengan
Hasil Uji Virus Awal Negatif dan Terdapat Tanda atau Gejala HIV Pada
Kunjungan Berikutnya
18
Tabel 3 Penegakkan Diagnosis Presumptif Hiv Pada Bayi dan Anak < 18 Bulan
dan Terdapat Tanda/Gejala Hiv Yang Berat
19
Penatalaksanaan
Terapi Anti Retroviral (ARV)
Terapi saat ini tidak dapat mengeradikasi virus namun hanya untuk mensupres
virus untuk memperpanjang waktu dan perubahan perjalanan penyakit ke arah
yang kronis. Pengobatan infeksi virus HIV pada anak dimulai setelah
menunjukkan adanya gejala klinis. Gejala klinis menurut klasifikasi CDC.
Pengobatan ARV diberikan dengan pertimbangan : (1),(7)
1. Adanya bukti supresi imun yang ditandai dengan menurunnya jumlah CD4
atau persentasenya. (7)
2. Usia
3. Bagi anak berusia > 1 tahun asimtomatis dengan status imunologi normal,
terdapat 2 pilihan :
a. Awali pengobatan tidak bergantung kepada gejala klinis.
b. Tunda pengobatan pada keadaan resiko progresifitas perjalanan penyakit
rendah atau adanya faktor lain misalnya pertimbangan lamanya respon
pengobatan, keamanan dan kepatuhan.
Pada kasus seperti ini faktor lain yang harus dipertimbangkan ialah : (7)
1. Peningkatan viral load
2. Penurunan dengan cepat CD4 baik jumlah atau presentasi supresi imun
(Kategori Imun 2 pada tabel 2.1)
3. Timbulnya gejala klinis(7)
Keputusan untuk memberikan terapi antiretrovirus harus memenuhi kriteria
sebagai berikut : (7)
1. Tes HIV secara sukarela disertai konseling yang mudah dijangkau untuk
mendiagnosis HIV secara dini.
2. Tersedia dana yang cukup untuk membiayai Anti Retrovirus Terapi (ART)
selama sedikitnya 1 tahun
3. Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan pengertian tentang
ART, pentingnya kepatuhan pada terapi, efek samping yang mungkin terjadi,
dll.
20
21
Kolom B
Nevirapine (NVP)
AZT + ddl
Nelfinavir (NVF)
ddl+3TC
d4T + ddl
AZT + 3TC
d4T + 3TC
Tabel 2.3 Regimen ART yang diusulkan di Indonesia(7)
Untuk neonatus, regimen obat yang diberikan berupa 2 nucleoside reverse
transcriptase inhibitors (NRTIs) atau nevirapine dengan 2NRTIs atau protease
inhibitor dengan 2NRTIs. Selain itu, juga direkomendasikan pemberian
zidovudine dengan didanosine atau zidovudine dengan lamivudine dikombinasi
dengan nelfinavir atau ritonavir. Untuk bayi-bayi yang lebih tua dan anak-anak,
22
23
24
25
klinis berat kategori C atau kematian dalam 1 tahun kehidupan. Dengan terapi
yang optimal angka mortalitas dan morbiditas menjadi rendah.(2)
Pencegahan
Edukasi dan konseling pasien yang terdeteksi terinfeksi HIV. Infeksi HIV
yang muncul pada wanita biasanya karena pengguna obat-obatan dan pasangan
seksual laki-laki yang resiko tinggi. Sehingga dibutuhkan pendidikan seks yang
baik dan sehat. Konseling juga jangan hanya membahas tentang modifikasi stress
namun juga memodifikasi perubahan gaya hidup melalui pesan-pesan budaya dan
religi.(3)
Perlu dilakukan uji tapis serologis bagi darah pendonor dan pengawasan
serta perlakuan yang lebih ketat bagi bahan-bahan yang berasal dari darah,
terutama yang akan diberikan pada anak yang perlu mendapat transfusi atau
pemberian bahan yang berasal dari darah berulang-ulang atau daerah dengan
prevalensi HIV yang tinggi.(4)
Program pendidikan kesehatan reproduksi untuk remaja, perlu dipikirkan
strategi penerapannya di sekolah dan akademi dan untuk remaja yang berada di
luar sekolah.(5)
Transmisi vertical dapat dicegah dengan memberikan terapi antiretrovirus
pada ibu selama kehamilan dan memberikan profilaksis pada bayinya yang baru
lahir. Wanita hamil yang terinfeksi HIV sebaiknya diberikan terapi kombinasi 3
(tiga) obat. Terapi kombinasi dapat membuat supresi virus(2)
26