Semester IV 2015/2016
CHAERUL FATHI
( 432 14 008 )
&
SAHRI NENSI
( 432 14 016 )
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Teknologi Pengawetan Daging Kornet ini dengan baik, meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan kami juga berterima kasih pada Bapak Muhammad
Yusuf, S.TP., M.Si selaku dosen mata kuliah Teknologi Pengawetan Pangan yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................
iv
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................
PEMBAHASAN
A. ........................................
B. ................................................................................................
C. ................................................................................................
D. ................................................................................................
10
Kesimpulan ................................................................
12
B. Saran ....................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman memotivasi ide-ide baru yang menciptakan terobosanterobosan mutakhir baik dalam bentuk inovasi maupun discovery. Perkembangan
ini tentu membawa manusia pada berbagai macam kemajuan. Diantaranya adalah
kemajuan di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, bioteknologi, bisnis, dsb.
Kemajuan-kemajuan ini memang ada kalanya baik bagi manusia dan ada kalanya
bersifat merusak. Baik disini berarti dapat memberikan manfaat untuk kehidupan
manusia dan lingkungannya. Dan apabila dikatakan merusak (destroy) karena
dapat berdampak negatif bagi kehidupan manusia beserta lingkungannya.
Salah satu kemajuan yang memiliki dua dampak positif dan negatif adalah
kemajuan di bidang bisnis makanan dan minuman instan (siap saji) baik dalam
bentuk kalengan maupun dalam bentuk botolan/juga sachetan. Dalam
makanan/minuman ini biasanya terdapat zat pengawet (preservatives). Bahan
pengawet (preservatives) ini dicampurkan dalam makanan/minuman instan agar
bisa
memperpanjang
daya
tahan
makanan/minuman.
Kebanyakan
Salah satu produk olahan daging yang telah banyak dijual di pasaran yakni
kornet. Kini kornet dapat dijumpai dalam bentuk kalengan di swalayan maupun
supermarket. Pembuatan kornet cukup mudah. Kornet dibuat dengan teknologi
presscooking, dimana daging yang digunakan adalaah daging yang dicuring
terlebih dahulu. Tujuan curing sendiri adalah untuk mempertahankan warna
merah cerah pada daging, serta menambah lama daya simpan daging kornet
(Leith. 1989).
Jadi, penyusunan tugas ini adalah untuk mengetahui mengenai proses
pengolahan daging menjadi kornet. Baik dalam pengawetanya maupun fungsifungsi dalam pengolahan tersebut.
B. Rumusan Masalah
c.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Kornet
Kata corned berasal dari bahasa Inggris yang berarti di awetkan dengan
garam. Dari kata tersebut lahirlah istilah corned beef yaitu daging sapi yang di-
awetkan dengan penambahan garam dan dikemas dengan kaleng. Dalam bahasa
Indonesia, kata corned beef diadopsi menjadi daging kornet (Nugroho, 2008).
Corned Beef atau Kornet, adalah salah satu jenis produk olahan daging sapi
yang banyak digunakan dalam resep masakan Indonesia. Kornet daging sapi
diolah dengan cara diawetkan dalam air garam (brine), yaitu air yang dicampur
dengan larutan garam jenuh. Kemudian dimasak dengan cara simmering, yaitu
direbus dengan api kecil untuk menghindari hancurnya tekstur daging
sapi.Biasanya digunakan potongan daging yang mengandung serat memanjang,
seperti brisket. Nama "corned beef" berasal dari garam kasar yang digunakan.
Corn artinya butiran, yaitu butiran garam (Leith, 1989).
II.2.
Sejarah Kornet
Nama kornet berasal dari bahasa Inggris corned, dari kata corn yang
artinya butiran, yaitu bentuk dari partikel garam kasar yang digunakan untuk
mengolah kornet. Cara pengolahan Daging sapi menjadi kornet, diperkirakan
muncul pertama kali pada abad XII di Irlandia. Data ini didasarkan pada baris
puisi Aislinge Meic Con Glinne atau The Vision of MacConglinne, yang
menyebut daging olahan lezat semacam kornet.
Pada tahun 1740 terjadi bencana berupa perubahan iklim yang ekstrim yang
melanda Irlandia, yang saat itu telah menjadi jajahan Inggris.Hampir seluruh
lahan pertanian mengalami kekeringan dan penduduk Irlandia terancam
kelaparan, termasuk ternak sapi milik mereka. Ternak sapi pedaging (sapi
potong) dan sapi perah yang dimiliki oleh warga Irlandia kemudian diselamatkan
ke Inggris.
Saat ini, walaupun berasal di Irlandia, kornet tidak lagi dianggap sebagai
hidangan nasional Irlandia. Dan kini, konsumsi kornet erat hubungannya budaya
Irlandia-Amerika seperti perayaan Saint Patricks Day, tanggal 17 Maret, yaitu
salah satu hari libur keagamaan (katolik) di Irlandia.
2. Bahan
Bahan dasar pembuatan kornet adalah daging sapi yang digiling.Bahan
tambahan yang diperlukan adalah garam dapur, nitrit, alkali fosfat, bahan
pengisi, air, lemak, gula, dan bumbu.
A.
Daging sapi
Daging adalah urat yang melekat pada kerangka kecuali urat dari bagian
bibir, hidung dan telinga dari hewan yang sehat sewaktu dipotong.Daging terdiri
dari otot, jaringan penghubung dan jaringan lemak. Daging merupakan salah
satu bahan pangan bergizi tinggi disamping telur, susu dan ikan. Daging
mengandung protein, lemak, mineral, air serta vitamin dalam susunan yang
berbeda tergantung jenis makanan dan jenis hewan (Nugroho. 2008).
macam hasil sampingan 9%, kulit 6% dan bahan lainnya 30%.Daging yang baik
ditentukan oleh warna, bau, penampakan dan kekenyalan.Semakin daging
tersebut lembab atau basah serta lembek (tidak kenyal) menunjukan kualitas
daging yang kurang baik (Leith. 1989). Sebaiknya daging hewan yang baru saja
disembelih tidak cepat-cepat dimasak, tetapi ditunggu beberapa lama atau
dilayukan terlebih dahulu.Untuk daging sapi atau daging kerbau dapat dimasak
sesudah pelayuan selama 12-24 jam; daging kambing, domba, babi sesudah 8-12
jam, sedangkan untuk daging pedet (anak sapi) sesudah 4-8 jam.Usaha
pengawetan daging diperlukan untuk memenuhi selera atau kebutuhan
konsumen serta mempermudah dalam pengangkutan(Leith. 1989).
cara
pengawetan
yaitu:
pendinginan,
pelayuan,
pengasapan,
melunakkan daging sebelum diolah, daging dibungkus dengan daun pepaya yang
mengandung enzim papain atau dilumuri dengan parutan buah nenas yang
mengandung enzim bromolin. Contoh hasil olahan dan pengawetan daging
adalah abon, dendeng sayat, dendeng giling, dendeng ragi, daging asap, kornet,
sosis dan sebagainya (Nugroho. 2008).
B.
dapur
(NaCI)
merupakan
bahan
penolong
dalam
proses
kelarutan
protein
serabut
daging.Garam
juga
bersifat
C.
Nitrit
Fungsi nitrit adalah menstabilkan warna merah daging, membentuk flavor
yang khas, menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan beracun, serta
memperlambat terjadinya ketengikan. Jumlah nitrit yang diizinkan tersisa pada
produk akhir adalah 50 ppm (mg/kg). Kemampuan nitrit dalam mempertahankan
warna merah daging adalah dengan cara bereaksi dengan pigmen mioglobin
(pemberi warna merah daging) membentuk nitrosomioglobin berwarna merah
cerah yang bersifat stabil (Nugroho. 2008).
Alkali Fosfat
Penambahan senyawa alkali fosfat pada daging akan meningkatkan daya
ikat air dan protein daging dan mengurangi pengerutan kornet yang dihasilkan.
Alkali fosfat akan meningkatkan pH dan menyebabkan terbukanya ikatan-ikatan
antargugus protein daging yang akan memudahkan pengikatan air. Bersamasama dengan asam askorbat, senyawa fosfat dapat menghambat proses
Air
Air yang ditambahkan ke dalam massa daging berfungsi untuk membantu
melarutkan garam-garam yang ada, sehingga dapat tersebar dan terserap dengan
baik dalam massa produk. Selain itu, air juga dapat memperbaiki sifat fluiditas
emulsi dan meningkatkan tekstur (kekenyalan) produk akhir (Nugroho. 2008).
Gambar 5. Air
F.
Bahan Pengisi
Penambahan bahan pengisi dan pengikat pada produk daging adalah untuk
meningkatkan stabilitas, daya ikat air, flavor dan karakteristik irisan produk, serta
untuk mengurangi pengerutan selama pemasakan dan mengurangi biaya
formulasi. Bahan pengisi yang dapat ditambahkan adalah tepung tapioka, terigu,
atau susu skim. Penambahan bahan pengisi pada produk daging harus tidak
melebihi 3,5 persen dari produk (Nugroho. 2008).
BAB III
PEMBAHASAN
III.1.
Pembuatan Kornet
Daging sapi digiling dengan chopper pada suhu rendah sehingga selama
D
C
M
F
E
a
S
h
S
i
C
i
L
x
g
C
e
o
t
x
o
l
a
h
i
o
a
p
e
i
o
l
b
a
n
r
m
p
r
n
l
i
e
u
g
n
i
i
g
i
n
l
s
e
n
l
n
g
l
t
S
d
g
i
g
i
i
a
s
n
n
p
B
a
g
g
i
e
s
e
i
f
III.3. Penjelasan Proses Pembuatan Kornet
1. Pembersihan Bahan Baku (Daging Sapi)
Pembersihan dilakukan dengan menggunakan air bersih yang mengalir, guna
menghilangkan
kotoran
yang
menempel
pada
bahan.
Selain
itu
2. Chopping
Daging sapi digiling dengan chopper pada suhu rendah sehingga selama
penggilingan, suhu dapat dipertahankan tetap di bawah 16C. Hal tersebut
dilakukan dengan menambahkan es batu atau air dingin. Hasil gilingan
berupa daging cincang yang masih kasar.
3. Curing
Setelah dicincang, daging dimasukkan ke dalam mixer untuk mencampur
daging, bumbu, dan bahan lainnya menjadi adonan yang homogen yang
disebut dengan curing. Agar emulsi tetap terjaga stabilitasnya, pencampuran
harus dilakukan pada suhu rendah (10-16C). Menurut Soeparno (2005)
curing adalah cara processing daging dengan menambahkan beberapa bahan
seperti garam NaCl, Na-nitrat dan atau Na-nitrit dan gula (dekstrosa atau
sukrosa), serta bumbu-bumbu. Maksud curing antara lain untuk mendapatkan
warna yang stabil, aroma, tekstur dan kelezatan yang baik, dan untuk
mengurangi pengerutan daging selama processing serta memperpanjang masa
simpan produk daging.
4. Filling
Emulsi daging yang telah terbentuk selanjutnya diisikan ke dalam kaleng
yang sebelumnya telah disterilkan dengan panas. kemudian ditimbang dengan
timbangan kasar. Pengisian dilakukan dengan metode hot filling. Hot filling
adalah kombinasi proses pengawetan dengan pemanasan (pasteurisasi)
dengan metode lainnya (pengawetan sekunder) untuk memberikan tingkat
keamanan produk yang diinginkan. Produk pangan diisikan ke dalam
kemasan dalam keadaan panas (hot fiiling), umumnya pada suhu 180F.
Pemanasan yang diberikan tidak membunuh spora dan pada proses
pendinginan terbentuk kondisi vakum (anaerobik).. Setelah dilakukan filling,
kaleng disusun dalam nampan dan diletakkan ke atas conveyor belt. Lalu
dalam perjalanannya menuju ke exhauster box, kaleng-kaleng tersebut
ditimbang kembali dengan timbangan digital yang lebih akurat. Beratnya
bervariasi tergantung jenis kaleng yang digunakan. Pengisian dilakukan
dengan menyisakan sedikit ruang kosong di dalam kaleng, disebut head
space. Ukuran head space bervariasi, umumnya kurang dari tinggi kaleng.
5. Exhausting
Kaleng yang telah diisi, kemudian divakum (exhausting) dengan cara
melewatkannya melalui ban berjalan ke dalam exhauster box bersuhu 9095C selama 15 menit.
6. Seaming
Setelah keluar dari exhauster box, kaleng dalam keadaan panas langsung
ditutup dengan mesin penutup kaleng. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula tingkat kevakumannya (semakin rendah
tekanannya). Proses penutupan kaleng juga merupakan hal yang sangat
penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung pada
kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan)
untuk mengisolasikan produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang
baik akan mencegah terjadinya kebocoran yang dapat mengakibatkan
kerusakan.
7. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang tercecer di
permukaan kaleng akibat proses filling. Apabila kotoran tidak dibersihkan,
dikhawatirkan mikroba akan dapat tumbuh dan mengkontaminasi produk
setelah dibuka, karena proses sterilisasi hanya difokuskan pada produk yang
berada dalam kaleng.
8. Sterilisasi
Setelah ditutup, kaleng beserta isinya disterilisasi dengan cara memasukkan
kaleng ke dalam retort dan dimasak pada suhu 120C dan tekanan 0,55
kg/cm2, selama 15 menit.
9. Cooling
Agar daging tidak mengalami pemanasan yang berlebihan, kaleng yang telah
disterilkan harus segera didinginkan di dalam bak pendingin yang berisi air
selama 20-25 menit. Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena
timbul perbedaan tekanan yang cukup besar yang dapat menyebabkan
rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Perlu dipastikan bahwa air
pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis. Untuk
industri besar, proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di
dalam retort, yaitu sesaat setelah katup uap dimadkan maka segera dibuka
katup air dingin. Untuk ukuran kaleng yang besar, maka tekanan udara dalam
retort perlu dikendalikan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kalengkaleng yang menggelembung dan rusak.
10. Pemberian label pada kemasan
Setelah permukaan kaleng dibersihkan dengan lap hingga kering, produk siap
untuk diberi label dan dikemas.
1. Flat Sour
Apabila produk di dalam kaleng memberikan cita rasa asam karena adanya
aktivitas mikroba tanpa memproduksi gas, kebusukan tersebut dikenal dengan
sebutan flat sour (kaleng tetap datar, tidak menggembung, tetapi produk menjadi
asam). Jenis kebusukan ini disebabkan oleh aktivitas spora bakteri tahan panas
yang tidak terhancurkan selama proses sterilisasi. Hal tersebut bisa terjadi akibat
sanitasi selama pengolahan yang buruk atau karena proses pengolahan tidak tepat.
3. StackBurn
Stack burn terjadi akibat pendinginan yang tidak sempurna, yaitu kaleng yang
belum benar-benar dingin sudah disimpan. Biasanya produk di dalam kaleng
menjadi lunak, berwarna gelap, dan menjadi tidak dapat dikonsumsi lagi.
BAB IV
KESIMPULAN
IV.1. Kesimpulan
1. Corned Beef atau Kornet, adalah salah satu jenis produk olahan daging
sapi.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Astawan , Made. Kornet. http://kulinerkita.multiply.com/reviews/item/116 [11
September 2012]
http://docs.google.com/viewer?
a=v&q=cache:f0omK9RFZJYJ:www.warintek.ristek.go.id/pangan
_kesehatan/pangan/piwp/dendeng_ragi.pdf+diagram+alir+pembuatan+kornet+pdf
Catur
Priyo.
2008.
Agribisnis
Ternak
Ruminansia.
Direktorat
Manajemen
Pendidikan
Departemen
Dasar
Pendidikan
dan
Nasional,
Jakarta., Bogor.
Palupi, W.D.E. Tinjauan Literatur Pengolahan Daging. Jakarta: Pusat Dokumentasi
dan Informasi Ilmiah-LIPI, 1986. 54 hal.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01-3775-2006 tentang Kornet.
Wagiyono.2003. Menguji Kesukaan secara Organoleptik. Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta.