1.1.
Latar Belakang
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2001, sebab utama kematian penduduk
Indonesia adalah penyakit kardiovaskuler yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah
(26,3%). Ditemukan angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler sebesar 222 per 100.000
penduduk. Salah satu penyakit kardiovaskuler yang melibatkan katup jantung adalah stenosis
mitral (Djaja et al, 2003).
Katup yang mengalami gangguan fungsi akan menyebabkan terjadinya penyakit katup,
yaitu inkompetensi katup (insufisiensi katup dan regurgitasi) atau aliran yang mengalami
obstruksi (stenosis). Pada jantung normal, darah mengalir dalam satu arah karena adanya
katup jantung. Ada empat katup di jantung: mitral, trikuspid, pulmonal, dan aorta. Korda
tendinea dan otot papiler adalah struktur lampiran untuk kedua katup mitral dan trikuspid.
Mereka memastikan bahwa katup menutup erat. Katup pulmonal dan aorta tidak memiliki
struktur lampiran tersebut. Kerusakan katup atau struktur di sekitarnya dapat mengakibatkan
katup berfungsi normal. Katup dari sisi kiri jantung yang paling sering terkena dan dibahas
dalam bab ini. aliran darah ke depan dapat terhambat jika katup menyempit, atau stenosis,
dan tidak terbuka sepenuhnya. Jika katup tidak menutup sepenuhnya, darah punggung, yang
disebut sebagai regurgitasi atau insufisiensi. Aliran darah yang abnormal meningkatkan beban
kerja jantung dan meningkatkan tekanan di dalam ruang jantung yang terkena. Kerusakan
katup dapat terjadi dari cacat bawaan, demam rematik, atau infeksi. cacat bawaan terjadi
terutama pada anak-anak, dan penyakit jantung rematik terjadi terutama pada orang dewasa.
terapi antibiotik profilaksis membantu mencegah demam rematik dan penyakit jantung
rematik selanjutnya dan dianjurkan untuk mencegah penyakit katup (Williams, 2007).
Stenosis katup aorta adalah penyempitan lubang antara ventrikel kiri dan aorta (Smeltzer,
2010) Stenosis pulmonal adalah penyempitan pada lubang masuk arteri pulmonalis (Aspiani,
2014). Stenosis mitral adalah kerusakan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri yang
disebabkan oleh endokarditis rematik dimana terdapat penebalan daun katup mitral (Smeltzer,
2010) Kurang lebih 60% pasien dengan katup mitral rematik tidak memberikan riwayat
adanya demam rematik. Hampir 50% dari karditis rematik akut belum memberikan dampak
signifikan pada katup.3 Kira-kira 25% dari seluruh penyakit jantung rematik menyebabkan
stenosis mitral, 40% kombinasi antara stenosis mitral dan regurgitasi mitral. Kurang lebih
38% dari seluruh stenosis mitral adalah multivalvuler, 35% melibatkan katup aorta dan 6%
melibatkan katup trikuspidal. Katup pulmonal jarang terkena. Dua pertiga dari seluruh kasus
2
rematik adalah wanita. Interval waktu terjadinya kerusakan katup akibat demam rematik
bervariasi dari beberapa tahun sampai lebih dari 20 tahun.
1.2.
Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan klien dengan gangguan
kardiovaskular: Stenosis (Aorta, Pulmonal dan Mitral)
1.2.2. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu memahami konsep dasar medik asuhan keperawatan klien
dengan gangguan kardiovaskular: Stenosis (Aorta, Pulmonal dan Mitral)
2) Mahasiswa mampu memahami konsep dasar keperawatan asuhan keperawatan
klien dengan gangguan kardiovaskular: Stenosis (Aorta, Pulmonal dan Mitral)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Konsep Medis
2.1.1. Defenisi
Penyakit jantung bawaan adalah (PJB) sekumpulan malformasi struktur
jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir (Muttaqin, 2009).
3
Stenosis katup adalah penyempitan pada katup jantung. Stenosis katup aorta adalah
penyempitan lubang antara ventrikel kiri dan aorta (Smeltzer, 2010). Stenosis
pulmonal adalah penyempitan pada lubang masuk arteri pulmonalis (Aspiani, 2014).
Stenosis mitral adalah kerusakan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri yang
disebabkan oleh endokarditis rematik dimana terdapat penebalan daun katup mitral
(Smeltzer, 2010). Stenosis trikuspid adalah penyempitan pada katup trikuspid dan
merupakan kelainan yang jarang ditemui (Tanto, 2014).
2.1.2. Klasifikasi
1) Penyakit jantung bawaan asianotik
Jenis PJB asianotik yang sering ditemukan antara lain defek septum ventrikel
(DSV), defek septum atrial (DSA), stenosis pulmonal, duktus arteriosus paten
(DAP), stenosis aorta dan koarktasio aorta.manifestasi klinis awal yang paling
sering muncul pada PJB adalah gagal jantung kongestif. (Tanto, 2014)
2) Penyakit jantung bawaan sianotik
Pada umumnya penyakit jantung bawaan (PJB) sianotik menunjukkan manifestasi
klinis sianosis pada neonatus. Namun, tidak semua sianosis pada disebabkan oleh
PJB sianotik. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan yang tepat untuk
mengetahui etiologi sianosis. PJB sianotik yang sering ditemukan adalah tetralogy
of fallot, Transposisi Arteri Besar dan Atresia Trikuspid (Tanto, 2014).
2.1.3. Sirkulasi Darah Janin
Terdapat perbedaan besar antara sirkulasi janin, bayi, anak, dan orang dewasa.
Sewaktu berada di adalam rahim, janin tidak menerima oksigen melalui paru-paru.
Oksigen ibu disalurkan menembus plasenta dan masuk ke vena umbilikalis. Vena
umbilikalis menyalurkan darah yang kaya oksigen ke sisi kanan jantung janin melalui
vena kava. Karena sumber oksigen berasal dari ibu, paru janin dan sebagian besar
pembuluh darah yang menyuplainya berada dalam keadan kolaps sehingga timbul resisten
yang tinggi terhadap aliran darah di paru janin, terutama apabila dibandingkan dengan
aliran sirkulasi sistemik janin yang memiliki resistensi sangat rendah karena pembuluh
darah plasenta terbuka lebar.
Terdapat perbedaan structural karakteristik sirkulasi janin. Pada janin, ada dua
hubungan pirau (shunt) yang memanfaatkan sumber oksigen ibu dan tingginya resistensi
sirkulasi paru. Hubungan yang pertama adalah lubang antara atrium kanan dan atrium
4
kiri, yang disebut foramen ovale. Karena resistensi sirkulasi paru yang keluar dari
ventrikel kanan sangat tinggi, darah janin mengalir ke daerah dengan resistensi rendah:
dari atrium kanan ke kiri melalui foramen ovale. Karena darah yang masuk ke vena kava
di janin telah mengalami oksigenasi di plasenta, pirau kanan ke kiri ini merupakan cara
adaptasi yang efesien. Darah yang kaya oksigen disalurkan ke sirkulasi sistemik (sisi kiri)
tanpa perlu mengirim darah ke system paru yang tidak berfungsi dan kolaps.
System pirau kedua antara sisi kanan dan kiri sirkulasi janin adalah hubungan
vascular antara arteri pulmonalis dan aorta. Hubungan ini disebut duktus arteriosus.
Duktus ini memungkinkan darah beroksigen yang meninggalkan sisi kanan jantung
menghindari paru janin dan mengalir langsung ke sirkulasi sistemik yang resistensinya
rendah. Harus diperhatikan bahwa paru janin menerima sedikit darah yang mengalir ke
arteri pulmonalis sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan paru.
(Corwin, 2009)
2.1.4. Etiologi
Perempuan dengan faktor resiko berikut ini beresiko melahirkan bayi dengan PJB:
-
Diabetes Melitus
Demam Reumatik
(Tanto, 2014)
Kesulitan menyusu
Takipnea
Retraksi subkostal
Murmur inosen
5
Ortopnea
dispnea
kelelahan
edema paru
Kongesti paru
2.1.6. Patofisiologi
Penyempitan dari orifisium trikuspid menyebabkan obstruksi dan perubahan
gradien tekanan diastolik antar atrium dan ventrikel kanan. Gradien tekanan tersebut
dipengaruhi arus darah transvalvular yang meningkat pada inspirasi dan menurun pada
ekspirasi. Gradien tekanan diastolik sekitar 4 mmHg cukup untuk menyebabkan
tekanan atrium kanan menyebabkan kongesti vena sistemik. Kongesti tersebut
kemudian dapat menyebabkan hepatomegali, asites atau edema yang berat. Obstruksi
pada trikuspid menyebabkan suplai darah ke ventrikel kanan menurun sehingga curah
jantung hampir tidak meningkat pada saat aktivitas fisik (Tanto, 2014)
Obstruksi aliran darah keluar dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis yang
berakibat penambahan tekanan sistolik dan hipertrofi ventrikel kanan. Keparahan
kelainan ini tergantung pada ukuran pembukaan katup yang terbatas. Tekanan ventrikel
kanan mungkin lebih tinggi daripada tekanan sistolik sistematik, sehingga pada
obstruksi yang lebih ringan, tekanan ventrikel hanya sedikit naik atau naik sedang.
Karena stenosis yang terjadi pada katup pulmonal atau pada pangkal arteri pulmonal,
maka ventrikel kanan akan menghadapi tekanan yang berlebihan yang kronis. Adanya
hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan bahwa stenosis pulmonal cukup signifikan.
Tekanan akhir diastolik dalam ventrikel kanan meninggi. Elastisitas miokard berkurang
dan akhirnya timbul gejala gagal jantung kanan (Aspiani, 2014)
Hasil stenosis katup mitral dari penebalan lipatan katup mitral dan pemendekan
tendinea korda, menyebabkan penyempitan pembukaan katup. pasien yang lebih tua
dengan stenosis mitral biasanya memiliki kalsifikasi dan fibrosis dari lipatan katup
mitral. pembukaan menyempit menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel
kiri. atrium kiri membesar untuk menahan volume darah ekstra yang disebabkan oleh
penyumbatan. Sebagai hasil dari ini peningkatan volume darah, tekanan naik di atrium
6
kiri. Tekanan kemudian meningkat dalam sirkulasi paru dan ventrikel kanan sebagai
volume darah punggung atas dari atrium kiri. Ventrikel kanan melebarkan untuk
menangani peningkatan volume. Akhirnya ventrikel kanan gagal dari beban kerja yang
berlebihan ini, mengurangi volume darah dikirim ke ventrikel kiri dan kemudian
menurun curah jantung (Williams, 2007)
Aliran darah dari ventrikel kiri ke aorta terhambat melalui stenosis katup aorta.
Pembukaan katup aorta dapat menyempit karena penebalan, jaringan parut, kalsifikasi,
atau sekering lipatan katup ini. Untuk mengimbangi kesulitan dalam melontarkan darah
ke dalam aorta, ventrikel kiri berkontraksi lebih kuat. Pada stenosis kronis, ventrikel
kiri hipertropi untuk mempertahankan curah jantung normal. Dengan meningkatnya
penyempitan pembukaan katup, mekanisme kompensasi tidak dapat melanjutkan dan
ventrikel kiri gagal untuk memindahkan darah ke depan. Hal ini menyebabkan curah
jantung menurun dan gagal jantung (Williams, 2007)
berguna dalam mengevaluasi stenosis aorta. Gradien tekanan pada katup (yang
menunjukkan obstruksi) dan peningkatan tekanan diastolik akhir ventrikel kiri,
dapat mengukur perbedaan tekanan sistole melalui katup pulmonal, menentukan
lebar katup pulmonal, menentukan lebar katup pulmonal yang stenosis.
5) Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan volume, jalan udara dan kapasitas difusi paru.
6) Radioisotop dan radioangiografi
Melihat ada atau tidaknya pintasan dari kiri ke kanan
2.1.8. Prognosis
Setelah timbulnya gejala, pasien dengan stenosis aorta berat memiliki survival rate
serendah 50% pada 2 tahun dan 20% pada 5 tahun tanpa penggantian katup aorta. (New
heart valve, 2014) Orang dengan penyakit katup ringan jarang memburuk. Namun,
mereka dengan penyakit yang parah akan bertambah buruk. Hasilnya sering sangat baik
ketika operasi atau pelebaran katup berhasil. cacat jantung bawaan lainnya mungkin
menjadi faktor pencetus. Paling sering, katup baru dapat berlangsung selama beberapa
dekade. Namun, beberapa akan aus dan perlu diganti. (National Library of Medicine,
2014). Stenosis mitral karena penyakit jantung rematik mengikuti kursus progresif
lambat, dengan pasien yang tersisa tanpa gejala selama bertahun-tahun sebelum dyspnea
atau kerusakan tiba-tiba dari fibrilasi atrium. Tingkat kelangsungan hidup 10 tahun
keseluruhan pasien yang tidak diobati yang telah memperoleh MS adalah 50-60%,
namun angka kelangsungan hidup 10-tahun mencapai 80% jika pasien asimtomatik.
Setelah timbul gejala, prognosis memburuk secara signifikan. Jika pasien menyajikan
dengan dyspnea, tingkat kelangsungan hidup 1 tahun kurang dari 15%. Setelah
valvotomi balon perkutan atau komisurotomi bedah, tingkat kelangsungan hidup 5
sampai 7 tahun adalah 50-90%. Setelah komisurotomi bedah, tingkat operasi ulang
adalah 5-7% dan 5 tahun komplikasi bebas tingkat kelangsungan hidup 80-90%.
Penggantian katup mitral memerlukan risiko kematian 5% pada pasien muda yang sehat.
(Emedicine, 2014)
2.1.8. Komplikasi
-
2.1.9
Emboli
Perdarahan
tamponade jantung
(Williams, 2007)
Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan umum meliputi istirahat, mengobati penyakit dasar, terapi gagal
jantung dan angina, mengindari latihan berat dan diet
2) Terapi antibiotik untuk mencegah berulangnya infeksi
3) Obat-obat, seperti penyekat beta, digoksin, dan verapramil dapat memperlambat
denyut jantung dan membantu mengendalikan fibrilasi atrium
4) Jika terapi obat tidak dapat mengurangi gejala secara memuaskan, mungkin perlu
dilakukan perbaikan atau penggantian katup (valvulotomi)
5) Pemisahan daun katup yang menyatu juga dapat dilakukan melalui pembedahan.
Jika kerusakan katupnya terlalu parah, dapat diganti dengan katup mekanik atau
katup yang sebagian dibuat dari katup babi. (Aspiani, 2014)
Nafas
Denyut jantung
Warna kulit
0
Tidak ada
Tidak ada
Biru atau pucat
1
2
Tidak teratur
Teratur
<100
>100
Tubuh
merah Merah jambu
jambu
Gerakan/tonus otot
Reflex (menangis)
-
Tidak ada
Tidak ada
&
tangan biru.
Sedikit fleksi
Lemah/lambat
kaki,
Fleksi
Kuat
Riwayat Prenatal: data umum klien, riwayat kehamilan dan persalinan yang
lalu, data umum kesehatan saat ini (status obstetric, usia kehamilan, Keadaan
9
10
kaji kebersihan alat kelamin, bentuk alat kelamin, cacat frekeunsi berkemih,
teratur atau tidak, berapa jumlahnya, bagaimana bau dan warnanya, kaji
-
klien.
B8 (Endokrin)
Apakah ada pembesaran kelenjar parotis atau thiroid. Ada atau tidaknya luka
ganggren. Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan infark
miokardium akut karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
2.2.3. Intervensi
Dx Data
1) DS:
Perawat
Tujuan
NOC:
mengumpulkan Cardiac
Intervensi
NIC: Cardiac Care (4040)
Pump Pengkajian
1. Kaji adanya nyeri dada
11
Aritmia
Bradikardia
Perubahan EKG
Palpitasi
Takikardia
Distensi JVP
Edema
Distensi vena jugularis
Murmur
Kulit lembap
Dispnea
Perubahan warna kulit
Batuk
Crackle
Ortopnea
Dispnea
paroksismal
nokturnal
Ansietas
gelisah
Effectiveness (0400)
Circulation
Status
(intenistas,
radiasi,
lokasi,
durasi
dan
(0401)
Tissue
jantung
3.
Monitor status respirasi
Setelah dilakukan tindakan
keperwatan 3 x 24 jam
untuk
gagal jantung
jantung
adekuat
melihat
tanda
kriteria hasil:
4. Lakukan
penilaian
komperehensif terhadap
rentang normal
b. toleransi
terhadap
aktivitas
c. ukuran jantung normal
edema,
Cek
nadi
perfifer,
pengisian
kapiler
dan
suhu
ekstremitas)
5. Lakukan terapi relaksasi
Pendidikan Kesehatan:
6. Instruksikan klien dan
keluarga tentang terapi
modalitas,
dan
pembatasan aktivitas
7. Instruksikan pasien dan
keluarga
tentang
pemberian
NOC:
kebutuhan
NIC: Pain Management
(1400)
Pengkajian:
1. Kaji
nyeri
secara
12
komperehensif, meliputi
DO:
keperawatan
lokasi,
3x24
jam,
karakteristik,
diamati
Melaporkan nyeri secara
verbal
Gangguan tidur
nyeri
4. Ajarkan
penggunaan
teknik nonfarmakologi
(mis.relaksasi,
imajinasi, terapi musik,
distraksi)
Pendidikan Kesehatan:
5. Berikan
tentang
informasi
nyeri
seperti
dan
pencegahan
6. Berikan
terhadap
tindakan
dukungan
pasien
dan
keluarga
Kolaborasi
7. Kolaborasi
3) DS:
Perawat
NOC:
pemberian
analgetik
NIC: Airway Management
Pengkajian:
Exchange (0402)
proses pengambilan riwayat Mechanical Ventilation 1. Auskultasi bunyi napas,
Response: Adult (0411)
sakit atau wawancara.
area penurunan ventilasi
Tissue
Perfusion:
DO:
atau
tidak
adanya
13
atau
suction
sesuai
dengan kebutuhan
Pendidikan kesehatan:
5. Anjurkan klien untuk
bernafas pelan, dalam
6.
dan batuk
Ajarkan
klien
bagaimana
menggunakan inhaler
Kolaborasi:
7. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator
8. Kolaborasi pemberian
oksigen
4) DS:
Perawat
NOC:
mengumpulkan Activity
NIC:Energy
Management
Tolerance (0180)
Pengkajian
(0005)
proses pengambilan riwayat Endurance (0001)
1. Monitor respon jantung
Psychomotor Energy
sakit atau wawancara.
paru terhadap aktivitas
(0006)
2. Monitor asupan nutrisi
DO:
sebagai sumber energi
- Respons tekanan darah
Setelah dilakukan tindakan
yang adekuat
abnormal
terhadap
keperawatan 3x24 jam, Tindakan Mandiri
aktivitas
klien
menunjukkan
14
Respons
jantung
keterbatasan
terhadap aktivitas
a. Tekanan sistolik ketika
Perubahan EKG yang
tidur atau duduk atau
beraktivitas
mencerminkan aritmia
b. Tekanan
diastolik
berjalan
Ketidaknyamanan
5. Hindari aktivitas selama
ketika beraktivitas
setelah beraktivitas
c. Gambaran EKG
periode istirahat
Dispnea
setelah d. Kemampuan
Pendidikan Kesehatan
beraktivitas
melakukan ADL
6. Ajarkan
klien
dan
Menyatakan rasa letih
Menyatakan
merasa
keluarga teknik untuk
lemah
memenuhi
kebutuhan
untuk
tanda
dan
tentang
cara
meningkatkan makanan
tinggi energi
15
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, Reny Yuli. 2014. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular. Jakarta:
EGC
Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America: Elsevier
Djaja, et al. 2003. Perjalanan transisi Epidemiologi di Indonesia dan Implikasi
Penanganannya, study Mortalitas Survey kesehatan rumah tangga. Jakarta: Buletin
Penelitian Kesehatan
Herdman, T. Heather. 2012. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2012-2014.
Jakarta: EGC
Moorhead, Sue. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of America:
Elsevier
Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular
dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2010. Brunner & Suddarths Textbook of Medical-Surgical Nursing.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Williams, Linda S. 2007. Understanding Medical-surgical Nursing. United States of
America: F.A.Davis Company
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001096.htm
http://newheartvalve.com/hcp/about-aortic-stenosis#S5m3lPDilYYwyDEx.99
http://emedicine.medscape.com/article/902351-overview#a5
16
17