1.
Konteks Sosial
Sebagian besar pemikiran muncul dan berkembang dilatari oleh kondisi
sosiokultural tempat sang pemikir atau filsuf itu hidup. Bisa dikatakan para pemikir
adalah hasil karya zamannya, hasil karya mereka yang berupa pemikiran,
gagasan dan ide-ide tersebut mampu menembus ruang dan waktu. Pemikir dan
pemikirannya adalah bagian dari kesatuan organik (gestalt) atau dalam sejarah
diartikan sebagai jiwa zaman, ketika akan memahami pemikiran pemikiran Michel
Foucault, berarti juga harus memahami jiwa zaman-nya, sebagai salah satu unsur
pembentuk corak dan kekhasan pemikiran-pemikiran Michel Foucault.
Michel Foucault adalah salah satu pemikir yang sangat luar biasa.
Pemikirannya tidak mengenal batas ilmu. Hasil pemikirannya meliputi ilmu
sejarah, filsafat, ilmu sosial dan politik, sampai ranah medis yang digeluti oleh
keluarganya. Foucault sering dijuluki sebagai post-modernis, post-strukturalis,
bahkan sebutan filosof, karena hasil-hasil pemikirannya menentang pemikiranpemikiran modernis yang sudah mapan pada saat itu, namun ia menolak semua
julukan yang diberikan kepadanya. Kelebihan lain dari pemikiran Foucault
terletak
pada
ketertarikannya
pada
isu-isu
kemanusiaan,
marginalitas,ketidaknormalan, dan pandangannya tentang kebenaran.
Meski demikian, konteks sosial dan politik yang krusial bagi karir Foucault
adalah Perancis. Sebagaimana anak-anak kecil Perancis lainnya di tahun 40-an
masa kecil Foucault adalah masa kecil yang penuh kenangan ketakutan akan
datangnya musuh yang akan menghancurkan kota mereka. Masa kecil Foucault
adalah masa saat Jerman melakukan pendudukan di Perancis. Di Pointier dari
waktu ke waktu pesawat terbang Jerman melayang rendah terbang keliling
kota mencari target sasaran stasiun-stasiun kereta api. Pointier sendiri adalah
sebuah kota yang selalu dalam pengawasan serta control resmi dari pasukan
Jerman. Secara periodik serdadu-serdadu Jerman berpatroli di Pointier untuk
menangkapi orang-orang Yahudi dan mengirimnya ke barak-barak konsentrasi
untuk disiksa. Dia adalah bagian dari gerakan sosial yang sedikit
banyak terlibat dalam Peristiwa 1968 yang terkenal itu. Secara umum periode
ini ditandai dengan semangat anti-kemapanan yang luas tidak hanya di
Perancis dan Eropa umumnya tetapi juga di belahan dunia lainnya.[1]
Hidup di era modern tidak serta merta membuat Foucault terbawa
arus/mainstream di jaman tersebut, justeru dia keluar sebagai pengkritik yang
tajam terhadap hal hal yang di anggap wajar pada saat itu bahkan saat ini.
Foucault melihat ada problematika dalam bentuk modern pengetahuan,
rasionalitas, institusi sosial, dan subyektivitas. Semua itu, menurutnya
terkesan given and natural, tetapi dalam faktanya semua itu adalah
serombongan konstruk sosiokultural tentang kekuasaan dan dominasi.
Selanjutnya, menurut argumentasinya bahwa hubungan antara bentuk
kekuasaan modern dan pengetahuan modern telah menciptakan bentuk
dominasi baru. Bagi Foucault, selain eksploitasi dan dominasi, ada satu bentuk
yang diakibatkan oleh suatu diskursus, yaknisubjection (bentuk penyerahan
seseorang pada orang lain sebagai individu, seperti pasien pada psikiater).[2]
2.
buku kecil Lordre du discours (1970) (Susunan Diskursus). Pada tahun 1975, ia
menerbitkan buku Surveiller et Punir. Naissance de la prison (Menjaga dan
Menghukum. Lahirnya Penjara). Ia mempelajari asal usul historis dari lembaga
pemasyarakatan dan sistem hukuman. Buku ini merupakan pengungkapan
teoretis dari suatu keprihatinan yang melibatkan Foucault juga secara praktis,
sebab beberapa tahun lamanya ia aktif dalam suatu kelompok yang
memperjuangkan sistem kepenjaraan di Prancis. Dalam kerjasama dengan
beberapa orang lain, Foucault juga menerbitkan sejumlah kumpulan dokumendokumen historis tentang salah satu kasus yang berkaitan dengan pokok
pembicaraan buku-bukunya.[10]
4.
5.
Tidak ada aturan dan hukun yang muncul sebagai akibat perjanjian setiap
subyek. Dengan membandingkan kedua gagasan ini, kita dapat melihat bahwa
arti kekuasaan dan jiwa yang menggerakan hidup bersama memiliki titik tolak
yang berbeda. Bagi penulis, Foucault menjunjung tinggi pada proses kreatif
dan kritis setiap orang dalam membangun ideologi bersama.
dalam pandangan Foucault bersifat produktif dan tidak kelihatan karena ia ada
di mana-mana, menyebar dan menyusup dalam setiap aspek kehidupan, serta
terserap dalam ilmu pengetahuan dan praktik sosial yang untuk selanjutnya
menciptakan rezim kebenaran. Dengan sifat yang demikian itu,
keberlangsungan kekuasaan itu seolah-olah menjadi tidak disadari lagi
oleh seseorang. seseorang rela melaksanakan apa yang dikehendaki oleh
kekuasaan tanpa orang itu sendiri menyadari bahkan orang itu sedang
dikuasai.[18]
Jenis kekuasaan seperti ini disebut sebagai kekuasaan kedisiplinan atau
disciplinary power. Ia membawa efek kepatuhan kepada guru untuk patuh
berada dalam wacananya disiplin. Dengan kata lain, suatu cara menegakkan
kekuasaan yang bekerja melalui normalisasi. Ia merupakan suatu teknologi
untuk menormalisasi kehidupan masyarakat. Jadi, ide tentang kenormalan tidak
lain merupakan konstruksi sosial yang dibangun melalui wacana dominan.
Wacana ini kemudian melahirkan praktik-praktik seperti mendifinisikan,
mengkategorikan, dan mengukur kenormalan itu sendiri. Semua itu kemudian
menjadi rutin dan diterima begitu saja sebagai sebagai suatu keharusan yang
hendak dilakukan.[19]
7.
8.
Kekuasaan bukan pula seperti apa yang dikatakan kaum Marxis sebagai artefak
material yang bisa dikuasai dan digunakan oleh kelas tertentu untuk
mendominasi dan menindas kelas lain. Kekuasaan bukan institusi, struktur atau
kekuatan menundukkan. Kekuasaan adalah label nominal bagi relasi strategi
yang kompleks dalam masyarakat. Dalam relasi, tentu saja ada yang di atas
ada yang di bawah, ada yang di pusat ada yang pinggir, ada yang di dalam ada
yang di luar. Tapi bukan berarti kekuasaan semata-mata terletak di atas, di
pusat, atau di pinggir, sebaliknya, kekuasaan menyebar, terpencar, dan hadir
dimana-mana ibarat jaring yang menjerat kita semua. Kekuasaan berada di
semua lapisan, kecil dan besar, laki dan perempuan, yang shaleh dan laknat.
9.
[1] Syafieh. Pengetahuan Dan Kekuasaan Dalam Perspektif Foucault. 2013. (online) sumber:
http://syafieh.blogspot.com/2013/03/pengetahuan-dan-kekuasaan-dalam.html
[2] Slamet Santoso. Pemikiran Michel Foucault (1926 1984). (online) sumber:
http://ssantoso.blogspot.com /2007/08/ pemikiran-michel-foucault-1926-1984.html
[3] Sunardi. Nietzsche. 2006, halaman 17. LKiS
[4] Ibid. hal 18.
[5] Ibid. hal 22.
[6] Sudiarja. Re: Nietzsche dari Kacamata Foucault.
http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp? Id=2004042901343827. (diunduh 15 april 2013)
[7] Ibid.
[8] Sejarah UNJ. Kritik Foucault Terhadap Positivisme: Pembacaan Arkeologis dan Geneanologis
atas Rezim Kuasa. Mei 3, 2010. (online) sumber: http://sejarahunj.wordpress.com/page/4/
[9] Agustin, Sari Monik. Foucault & Komunikasi (Telaah Konstruksi Wacana Dan Kuasa Foucault
Dalam Lingkup Ilmu Komunikasi). - : Universitas Al Azhar Indonesia
[10] ibid .
[11] Haryatmoko. Foucault dan Kekuasaan dalam majalah.Basis. No.01-02, Thn ke-51, JanuariFebruari 2002. Hal 12. Yogyakarta.
[12] Rizki Wulandari. Foucault. 2012. (online) sumber:
http://afidburhanuddin.files.wordpress.com /2012/11/foucault2_ed.pdf. halaman 3-4
[13] Dr. Konrad Kebung, SVD, Rasionalisasi dan Penemuan Ide-Ide, (Jakarta: Prestasi Pustaka,
2008), hal. 212.
[14] -.Kekuasaan (Kuasa) Menurut Michel Foucault. 2011. (online) sumber:
http://sangkebijaksanaan. blogspot.com/2011/09/kekuasaan-kuasa-menurut-michelfoucault.html
[15] F. Budi Hardiman, Filsafat Modern, (Jakarta: Gramedia, 2007), hal. 71.
[16] Beilharz, Peter. Teori-Teori Sosial : observasi kritis terhadap para filosof terkemuka. 2005.
Hal 128-129. Yogyakarta.
[17] Beilharz. Teori-Teori Sosial.Op.Cit, Hal 130.
[18] Siskandar. Kesiapan Daerah Dalam Melaksanakan Ujian Nasional. Jurnal Ekonomi &
Pendidikan, Volume 5 Nomor 1, April 2008. Halaman 100-101
[19] Ibid. Halaman 100-101
[20] Dra. Nuryanah, M.Ag. Dekonstruksi Dan Rekonstruksi. 2011. (online) sumber:
http://nuryanahsmkn7.blogdetik.com/2011/07/19/.
[21] Ibid. Hal 132.
[22] Haryatmoko. Ibid. Hal 13.
[23] Ritzer & Smart. Handbook Teori Sosial. 2012. Hal 649. bandung