Anda di halaman 1dari 128

A. BLITAR DALAM SEJARAH INDONESIA.

Letak Geografis yang subur Blitar, baik kota maupun kabupaten, terletak di kaki
Gunung Kelud, Jawa Timur. Daerah Blitar selalu terkena lahar Gunung Kelud yang
sudah meletus puluhan kali terhitung sejak tahun 1331. Keadaan tanah di daerah Blitar
yang kebanyakan berupa tanah vulkanik, dimanfaatkan untuk menanam padi, tebu,
tembakau, dan sayur mayur. Selain hijaunya persawahan yang kini mendominasi
pemandangan alam di daerah Kabupaten Blitar, ditanam pula tanaman tembakau di
daerah ini. Tembakau ini mulai ditanam sejak Belanda berhasil menguasai daerah ini
sekitar abad ke-17. Bahkan, kemajuan ekonomi Blitar pernah ditentukan dengan
keberhasilan atau kegagalan produksi tembakau.

Sungai Brantas yang mengalir dari timur ke barat membagi Kabupaten Blitar
menjadi dua, yaitu bagian utara dan selatan. Bagian selatan Kabupaten Blitar (sering
disebut Blitar Selatan) kebanyakan dimanfaatkan untuk menanam ketela pohon,
jagung, dan jati. Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang kedua di Jawa Timur
setelah Bengawan Solo (sebagian mengalir di wilayah Jawa Tengah). Sungai ini
memegang peranan penting dalam sejarah politik maupun sosial Jawa Timur.
Pada zaman dulu (namun masih bertahan hingga sekarang), daerah Blitar
merupakan daerah lintasan antara Dhoho (Kediri) dengan Tumapel (Malang) yang
paling cepat dan mudah. Di sinilah peranan penting yang dimiliki Blitar, yaitu daerah
yang menguasai jalur transportasi antara dua daerah yang saling bersaing (Panjalu
dan Jenggala serta Dhoho dan Singosari).
Meski di Blitar sendiri sebenarnya tidak pernah berdiri sebuah pemerintahan
kerajaan. Akan tetapi, keberadaan belasan prasasti dan candi menunjukkan Blitar
memiliki posisi geopolitik yang penting. Kendati kerajaan di sekitar Blitar lahir dan
runtuh silih berganti, Blitar selalu menjadi kawasan penting. Tidak mengherankan jika
di Blitar terdapat setidaknya 12 buah candi.
Keberadaan Gunung Kelud yang sejak zaman purba rutin memuntahkan abu
vulkanik dan aliran Sungai Brantas yang melintasi Blitar dari timur ke Barat seperti
menjadi berkah alam yang membuat Blitar sudah amat lama memiliki masyarakat
dengan kebudayaan dan peradaban yang cukup tinggi. Salah satu bukti menunjukkan
Blitar sudah muncul sejak abad 10. Bukti itu berbentuk prasasti yang terpahat di
belakang arca Ganesha. Prasasti itu menyebutkan bahwa Kepala Desa Kinwu telah
diberi anugerah oleh Raja Balitung, yang bergelar Sri Iswara Kesawasamarot tungga,
beserta mahamantrinya yang bernama Daksa, sebidang tanah sawah. Prasasti itu
kira-kira dibuat pada tahun 829 Saka atau 907 Masehi.
Menurut Kitab Negarakertagama, Blitar merupakan daerah perbatasan antara
Dhoho dengan Tumapel. Blitar, merupakan batas dilintasi oleh air kendi dari Mpu
Bharada pada saat membagi Jenggal dan Panjalu atas perintah Prabu Airlangga.
Pendapat ini diperkuat lagi dengan peta buatan abad ke-17 (digambar ulang oleh De
Jonge). Oleh karena letaknya yang strategis, Blitar penting artinya bagi kegiatan
keagamaan, terutama Hindu, di masa lalu. Lebih dari 12 candi tersebar di seantero
Blitar.

Adapun candi yang paling


terkenal di daerah ini adalah Candi
Penataran yang terletak di Desa
Penataran, Kecamatan Nglegok.
Menurut riwayatnya, Candi Penataran
dahulu merupakan candi negara atau
candi utama kerajaan. Pembangunan
Candi Penataran dimulai ketika Raja
Kertajaya mempersembahkan sima
untuk memuja sira paduka bhatara
palah yang berangka tahun Saka 1119
(1197 Masehi). Nama Penataran ini
kemungkinan besar bukan nama
candinya, melainkan nama statusnya
sebagai candi utama kerajaan.
Pada tahun 1316 dan 1317 Kerajaan Majapahit carut marut karena terjadi
pemberontakan yang dipimpin oleh Kuti dan Semi. Kondisi itu memaksa Raja
Jayanegara untuk menyelamatkan diri ke desa Bedander—diyakini disekitar Blitar,
dengan pengawalan pasukan Bhayangkara dibawah pimpinan Gajah Mada. Berkat
siasat Gajah Mada, Jayanegara berhasil kembali naik tahta dengan selamat. Adapun
Kuti dan Semi berhasil diringkus dan kemudian dihukum mati. Oleh karena sambutan
hangat dan perlindungan ketat yang diberikan penduduk Desa Bedander, maka
Jayanegara pun memberikan hadiah berupa prasasti kepada para penduduk desa
tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa pemberian prasasti ini merupakan peristiwa
penting karena menjadikan Blitar sebagai daerah swatantra di bawah naungan
Kerajaan Majapahit. Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada hari Minggu Pahing
bulan Srawana tahun Saka 1246 atau 5 Agustus 1324 Masehi, sesuai dengan tanggal
yang tercantum pada prasasti. Tanggal itulah yang akhirnya diperingati sebagai hari
jadi Kabupaten Blitar setiap tahunnya.
Betapa pentingnya daerah Blitar kala itu, dicerminkan dari Raja Hayam Wuruk
yang tidak segan untuk melakukan dua kali kunjungan istimewa dengan tujuan yang
berbeda ke daerah ini. Pada bulan Waisaka tahun Saka 1283 atau 1361 Masehi, Raja
Hayam Wuruk beserta para pengiringnya menyempatkan diri singgah di Blitar untuk
mengadakan upacara pemujaan di Candi Penataran. Rombongan itu tidak hanya
singgah di Candi Penataran, tetapi juga ke tempat-tempat lain yang dianggap suci,
yaitu Sawentar (Lwangwentar) di Kanigoro, Jimbe, Lodoyo, Simping (Sumberjati) di
Kademangan, dan Mleri (Weleri) di Srengat. Pada tahun 1357 Masehi (1279 Saka)
Hayam Wuruk berkunjung kembali ke Blitar untuk meninjau daerah pantai selatan dan
menginap selama beberapa hari di Lodoyo.
Pada masa kemunculan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, wilayah Blitar relatif
tidak banyak disentuh. Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa (dimulai dari Demak hingga
era Kasunanan Surakarta atau Kesultanan Yogyakarta) kebanyakan memang berada
di wilayah Jawa Tengah. Setelah pemerintah kolonial Hindia Belanda mulai
membangun kota-kota menyusul doktrin Pax Neerlandica yang dilansir van Heutzs,
Blitar juga ikut dikembangkan sebagai kota modern yang memungkinkan untuk dihuni

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 2


oleh orang-orang Eropa. Pada 1 April 1906, pemerintah melansir beleid yang
menetapkan Blitar sebagai gemeente (kotamadya). Pada 1928, status Blitar bahkan
ditingkatkan sebagai Kota Karesidenan Blitar berdasar StaatbladNomor 497. Semasa
pendudukan Jepang, status Blitar kembali berubah. Istilah "Gemeente Blitar" akhirnya
diganti menjadi "Blitar Shi". Sehingga pada Tanggal 1 April itulah yang akhirnya
diperingati sebagai hari jadi Kota Blitar setiap tahunnya.
Pada tanggal 14 Februari 1945, pasukan Peta di Blitar di bawah pimpinan
Supriadi melakukan pemberontakan yang dikenal dengan nama "Pemberontakan Peta
Blitar". Pemberontakan ini berhasil dipadamkan dengan memanfaatkan pasukan
pribumi yang tak terlibat pemberontakan, baik dari satuan Peta sendiri maupun Heiho.
Pimpinan pasukan pemberontak, Supriadi, hilang dalam peristiwa ini. Akan tetapi,
pimpinan lapangan dari pemberontakan ini, yang selama ini dilupakan sejarah, Muradi,
tetap bersama dengan pasukannya hingga saat terakhir. Mereka semua pada
akhirnya, setelah disiksa selama penahanan oleh KENPEITAI (PM), diadili dan
dihukum mati di pantai Ancol pada tanggal 16 Mei 1945.
Mungkin masyarakat kita masih ingat akan "Operasi Trisula", yakni sebuah
operasi penumpasan sisa-sisa G 30 S/PKI, di daerah Blitar Selatan. Operasi itu
memakai nama "Operasi Trisula" karena kesatuan inti yang digerakkan dalam operasi
tersebut, berasal dari Brigif Linud 18/Trisula, di bawah pimpinan Kol Inf Witarmin.

B. TOKOH-TOKOH DARI BLITAR.

Bung Karno, merupakan tokoh nasional yang lahir dan dimakamkan di Blitar
tentu masyarakat telah maklum. Demikian pula Boediono, dibesarkan di Kota Blitar,
publik pun telah mengetahui. Tetapi, ketika tokoh penerbangan seperti Anthony
Herman Gerard Fokker ataupun Wiweko Soepono, ternyata orang Blitar, tentu tidak
semua orang mengenal. Dan ternyata, cukup banyak tokoh-tokoh yang mewarnai
sejarah bangsa Indonesia dilahirkan di Blitar.
Pertama, Anthony Herman Gerard Fokker (lahir di Blitar, 6 April
1890 – meninggal di New York City, 23 Desember 1939 pada umur 49 tahun) adalah
seorang insinyur Belanda. Fokker memproduksi sekitar 40 jenis pesawat di Jerman
pada masa Perang Dunia I. Ialah yang mengorganisasi produksinya. Sebagian besar
dibuat oleh staf konstruksi. Yang paling mencolok adalah mekanisme terminasi yang
memungkinkan pilot menembakkan senapan dengan baling-baling pemutar. Fokker
mendapat bantuan dari seseorang yang mengalahkan Morane (buatan Perancis)
dengan peralatan primitif dari jenis yang sama (ditemukan oleh Raymond Saulnier).
Ketika digabungkan ke Fokker Eindecker yang terkenal, penggunaan mesin kendali
tangkai dorong itu menuju pada fase superioritas udara Jerman yang dikenal sebagai
Fokker Scourge.Setelah perang Fokker mendirikan N.V. Koninklijke Nederlandse
Vlietuigenfabriek Fokker di Amsterdam pada tahun 1919.
Kedua, Ir. Soekarno (lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di
Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang
menjabat pada periode 1945 - 1966. Bayi Sukarno lahir menjelang matahari merekah.
Karenanya, dia disebut pula sebagai Putra Sang Fajar. Ia memainkan peranan penting
untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda. Ia adalah penggali
Pancasila. Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan
Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Ketiga, Wiweko Soepono (lahir di Blitar, Jawa Timur, 18 Januari
1923 – meninggal di Jakarta, 8 September 2000 pada umur 77 tahun) dikenal sebagai
seorang direktur utama Garuda Indonesia pada periode 1968-1984. Pada Masa
perjuangan bangsa, Wiweko pernah ditugasi Presiden Soekarno untuk membeli
pesawat DC-3 Dakota untuk kepentingan perjuangan Republik Indonesiadari
sumbangan masyarakat Aceh. Dalam sejarah, bersama awak pesawat DC-3 Dakota
RI-001 "Seulawah" Indonesian Airways, Wiweko berhasil dua kali menembus blokade
udara Belanda, menyelundupkan senjata, peralatan komunikasi dan obat-obatan dari

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 3


Birma ke Pangkalan Udara Lhok Nga dan Pangkalan Udara Blang Bintang (Bandar
Udara Iskandar Muda), Aceh. Wiweko adalah bapak dari pesawat two-man cockpit
yang diterapkan pabrik Airbus Industrie. Wiweko dikenal sebagai perintis industri dunia
penerbangan Indonesia bersama-sama dengan R.J. Salatun dan Nurtanio
Pringgoadisuryo yang dikenal sebagai tiga serangkai.
Keempat, Sukarni (lahir di Blitar, Jawa Timur, 14 Juli 1916 – meninggal di
Jakarta, 7 Mei 1971 pada umur 54 tahun), yang nama lengkapnya adalah Sukarni
Kartodiwirjo, adalah tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia. Tahun 1943, bersama
Chairul Saleh, dia memimpin Asrama Pemuda di Menteng 31 dan melahirkan tokoh
Angkatan 45. Sukarni juga bersama kelompok pemuda dengan kelompok bawah
tanah dibawah pimpinan Sutan Syahrir, menculik Soekarno-Hatta dalam peristiwa pra-
proklamasi yang terkenal dengan Peristiwa Rengasdengklok.
Kelima, Johannes Baptista Sumarlin (lahir di Nglegok, Blitar, Jawa Timur, 7
Desember 1932; umur 77 tahun) adalah salah seorang ekonom Indonesia yang
pernah memegang berbagai jabatan pemerintahan penting di bidang ekonomi. Ia
adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1958. Jabatan
yang pernah dipegangnya antara lain Ketua BPK, Menteri Keuangan, Ketua Bappenas
dan Menag PAN. Pria berperawakan kecil dan selalu memberikan senyuman
menyejukkan, ini memainkan peran dan pengabdian sentral pada masa pemerintahan
Orde Baru (Orba), khususnya di bidang perekonomian. Sejak 1970 hingga 1998, dia
berperan dalam pusat kebijakan ekonomi dan keuangan. Dia salah seorang arsitek
ekonomi Indonesia yang ‘dibesarkan’ Widjojo dan ‘diandalkan’ Pak Harto.
Keenam, Boediono (lahir di
Blitar, Jawa Timur, 25 Februari 1943;
umur 67 tahun) adalah Wakil Presiden
Indonesia yang menjabat sejak 20
Oktober 2009. Ia terpilih dalam Pilpres
2009 bersama pasangannya, presiden
yang sedang menjabat, Susilo
Bambang Yudhoyono. Sebelumnya ia
pernah menjabat sebagai Gubernur
Bank Indonesia, Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian, Menteri
Keuangan, Menteri Negara
Perencanaan dan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas, dan
Direktur Bank Indonesia (sekarang
setara Deputi Gubernur). Saat ini ia
juga mengajar di Fakultas Ekonomi
Universitas Gadjah Mada sebagai Guru
Besar.[1] Oleh relasi dan orang-orang
yang seringkali berinteraksi dengannya ia dijuluki The man to get the job done. Tangan
dingin Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada dan Doktor Ekonomi
Bisnis lulusan Wharton School University of Pennsylvania, AS 1979, ini terbukti selama
menjabat Menteri Keuangan pada pemerintahan Megawati, Menko Perekonomian
Kabinet Indonesia Bersatu (resuffle Senin (5/12/2005), maupun sebagai Gubernur
Bank Indonesia.

Tentu masih banyak lagi tokoh-tokoh nasional yang lahir dan besar dari Blitar,
seperti Imam Munandar (lahir di Blitar, Jawa Timur, 15 Juni 1927 – meninggal di
Pekanbaru, Riau, 21 Juni 1988 pada umur 61 tahun) adalah Gubernur Riau periode
1980 - 1988; Dr. H. Soenarjo, M.Si (lahir Blitar, 19 Januari 1945; usia 64 tahun)
adalah Wakil Gubernur Jawa Timur pada periode 2003-2008; Masjchun Sofwan (lahir
di Blitar, Jawa Timur, 7 September 1927; umur 82 tahun) adalah Gubernur Jambi
periode 1979 - 1989; Laksamana Madya TNI Agus Suhartono (lahir di Blitar, Jawa

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 4


Timur, 25 Agustus 1955; umur 54 tahun) adalah Kepala Staf TNI Angkatan Laut; Putri
Raemawasti (lahir di Blitar, Jawa Timur, 5 Desember 1986; umur 23 tahun) adalah
Puteri Indonesia 2007; Hardi (lahir di Blitar, Jawa Timur, 26 Mei 1951; umur 58 tahun)
adalah seorang seniman pelukis dan budayawan Indonesia dan salah satu pelukis
aliran ekspresionis yang terkenal dan aktivis lintas seni dan kebudayaan di Indonesia
yang sekarang bermukim di Jakarta; dan, Anas Urbaningrum (kelahiran Blitar, 15 Juli
1969), tercatat sebagai Ketua Bidang Politik Partai Demokrat, mahasiswa teladan dan
lulusan terbaik Universitas Airlangga. alumni Madrasah Tsanawiyah Negeri Kunir,
Blitar, dan Ketua Umum PB HMI periode 1997 1999, dan Anggota KPU hingga 2005.

C. SITUS WISATA DI BLITAR.

Beberapa situs wisata yang sering menjadi kunjungan masyarakat Kota Blitar
dan sekitarnya antara lain :

• Makam Bung Karno, disinilah salah satu Proklamator yang juga Presiden RI
pertama dimakamkan. Terletak di Kelurahan Bendogerit, Kecamatan
Sananwetan, sekitar 2 km ke utara dari pusat kota, dapat dicapai dengan satu
kali naik angkutan perkotaan. Tak heran jika para petinggi negeri ini selalu
menyempatkan diri untuk berkunjung ke Kota Blitar dalam rangka berziarah ke
makam Bung Karno.
• Perpustakaan dan Museum Bung Karno. Perpustakaan ini selain berisi
segala bentuk memorabilia Bung Karno, juga dikembangkan sebagai pusat
studi terpadu. Beberapa koleksi yang ada saat ini adalah lukisan hidup Bung
Karno yang dapat berdetak tepat pada bagian jantungnya, uang Bung Karno
yang dapat menggulung sendiri, dan koleksi sumbangan dari Yayasan Idayu.
Tempat ini menjadi kunjungan murid murid sekolah yang ingin mengetahui
sejarah pendiri negeri dan mengenang jasa jasa Ir Sukarno dalam meletakan
pondasi Republik Indonesia.
• Istana Gebang. Istana Gebang atau lebih dikenal dengan sebutan Ndalem
Gebang, merupakan rumah tempat tinggal orang tua Bung Karno. Istana ini
bertempat di Jl. Sultan Agung 69, Blitar. Di rumah ini pada setiap bulan Juni
ramai didatangi pengunjung, baik dalam rangka Haul Bung Karno maupun
karena adanya kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Pemkot Blitar,
seperti Grebeg Pancasila.
• Petilasan Arya Blitar. Merupakan makam Adipati Arya Blitar yang terletak di
Kelurahan Blitar, Kecamatan Sukorejo. Makam ini ramai dikunjungi pada bulan
Sura (Muharram) dan juga setiap malam Jumat legi oleh masyarakat yang
mempercayai akan mendapat berkah dari sang Adipati.
• Monumen Supriyadi. Pada tahun 1945, Kota Blitar menjadi pusat perlawanan
tentara PETA yang dipimpin oleh Sodancho Supriyadi, melawan tentara
Jepang. Untuk mengenang jasa beliau, dibangunlah sebuah monumen yang
terletak di depan bekas markas PETA (depan TMP Raden Wijaya). Selain di
sana, juga dibangun sebuah patung setengah dada Supriyadi yang terletak di
depan Pendapa Kabupaten Blitar. Hal ini mengingatkan kepada rakyat
Indonesia bahwa dari kota kecil dipesisir selatan Jawa pernah lahir seorang
pahlawan yang dengan gagah berani melawan keganasan tentara Dai Nippon.
Dan sampai saat ini kisah kisah penuh mitos dan legenda masih melingkupi
riwayat kehidupan Sodancho Supriyadi.
• Kebon Rojo yaitu taman hiburan dan rekreasi keluarga yang berada di
belakang kompleks rumah dinas Walikota Blitar yang disediakan untuk
masyarakat umum secara cuma-cuma. Di taman tersebut terdapat beberapa
jenis hewan peliharaan, fasilitas bermain anak, tempat bersantai, panggung
apresiasi seniman, air mancur, dan juga berbagai jenis tanaman langka yang
berfungsi sebagai paru-paru kota.
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 5
• Taman Air Sumberudel yang diresmikan kembali oleh Walikota Blitar pada
tanggal 10 Oktober 2007 setelah direnovasi selama kurang lebih satu setengah
tahun adalah taman air paling megah se-eks Karesidenan Kediri. Taman air ini
mempunyai fasilitas yang lengkap bila dibandingkan dengan taman-taman air
lain di Jawa Timur. Pada hari libur dan masa liburan sekolah, Taman air
Sumberudel menjadi tujuan wisata masyarakat dan murid murid sekolah
melepas penat dan menikmati pemandangan yang masih asri dan menghijau.
• Pusat Informasi Pariwisata dan Perdagangan (PIPP) yaitu pusat layanan
informasi bagi para pelaku ekonomi, khususnya pelaku perdagangan, selain
sebagai pusat layanan informasi tentang pariwisata. Pembangunan pusat
informasi ini adalah bentuk realisasi kebijakan pembangunan sarana-prasarana
ekonomi pada umumnya, serta sarana-prasarana perdagangan dan pariwisata
pada khususnya. Ini adalah penjabaran dari pembangunan sistem
perdagangan barang dan jasa unggulan sebagaimana yang tersurat dalam
rumusan visi Kota Blitar.

Dengan beberapa situs wisata yang ada, semakin mengukuhkan Kota Blitar
sebagai kota pariwisata yang akan memberi dampak pada tingkat perekonomian
penduduk sekitar lokasi. Secara politik, Kota Blitar dapat diibaratkan sebagai ruh
negeri ini. Hal ini mengingat Presiden pertama RI, Ir Sukarno lahir dan dimakamkan
disini. Dan Presiden yang saat ini sedang memegang tampuk pemerintahan Republik
Indonesia beserta wakilnya, Susilo Bambang Yudoyono dan Budiono juga lahir dan
dibesarkan di kota kecil ini. Tak heran jika Kota Blitar meski bukan ibukota provinsi,
selalu menjadi kunjungan para petinggi negeri.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 6


A. PEMBENTUKAN KPPN BLITAR.
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Blitar yang melayani dua kabupaten
(Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung) serta satu kota (Kota Blitar)
merupakan pengembangan dari KPPN Kediri. Beberapa alasan dibentuknya KPPN
Blitar antara lain sebagai berikut :
1. KPPN Kediri dirasa terlalu besar dan luas daerah pelayanannya sehingga perlu
dipecah lagi agar satker yang jauh daya jangkaunya ke Kota Kediri dapat dilayani
di kantor yang lebih dekat
2. Kota Blitar sebagai kota yang sedang mengalami perkembangan pesat,
dimungkinkan untuk didirikan satu unit kantor pelayanan vertikal Ditjen
Perbendaharaan yang akan melaksanakan tugas pelayanan bagi satker di Kota
Blitar dan sekitarnya.
3. Pemerintah pusat sedang melaksanakan pembangunan waduk Wonorejo yang
berlokasi di wilayah barat Kabupaten Tulungagung yang nantinya akan menjadi
pemasok listrik bagi Kabupaten Tulungagung dan sekitarnya, maka untuk lebih
mendekatkan kepada kantor bayar sehingga memperlancar proses pencairan dana
tagihan pihak ketiga yang melaksanakan pekerjaan pembangunan Waduk
Wonorejo
4. Ditjen Perbendaharaan dengan KPPN sebagai kantor vertikalnya merupakan
salah satu ujung tombak Departemen Keuangan RI dalam melaksanakan tugas
tugas di bidang Keuangan, sehingga untuk meningkatkan kinerja Departemen
Keuangan pada umumnya dan Ditjen Perbendaharaan pada khususnya kebutuhan
akan adanya satu lagi unit kantor pelayanan yang lebih dekat ke masyarakat Blitar
dan sekitarnya perlu dan mendesak.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka berdasarkan Surat Keputusan


Direktur Jenderal Anggaran Nomor KEP-34/A/2001 tanggal 02 Agustus 2001
dibentuklah Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara Blitar Type B. Dengan adanya
reorganisasi Ditjen Anggaran, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 303/KMK.01/2004 tanggal 23 Juni 2004, KPKN Blitar berubah
menjadi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Blitar, yang merupakan
instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan di bawah Kantor Wilayah Ditjen
Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur.
Awal detasering KPPN Blitar masih menempati gedung pinjaman dari Kantor
Sospol Kota Blitar di Jalan Mastrip no.71 dan dipimpin oleh Bapak Hendar Putranto
(saat ini memimpin KPPN Madiun) yang membawahi 50 pegawai dengan mengambil
beberapa pegawai dari KPPN Kediri dan KPPN Malang.
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 7
Seiring berjalannya waktu tingkat pelayanan yang semakin tinggi, berkas arsip
membutuhkan tempat yang memadai juga agar proses pelayanan kepada semua
satker lebih efektif dan efisien, kebutuhan akan kepemilikan gedung sendiri semakin
urgen dan mendesak. Meski beberapa kali ditawari lokasi yang lebih masuk ke dalam
kota dan lebih dekat ke pusat pemerintahan Kota Blitar, namun demi kenyamanan,
ketentraman dan keamanan para pegawai dalam melaksanakan tugas pelayanan,
diajukan sebuah tempat di Jalan Raya Garum KM.4 dan pada 21 Oktober 2003
diresmikan Gedung Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Blitar oleh Direktur
Perbendaharaan dan Kas Negara Bapak Arsjad Soekendro.
Saat perpindahan dari gedung kantor lama yang berstatus pinjaman dari Kantor
Dinas Sospol Kota Blitar ke gedung milik sendiri, KPPN Blitar dipimpin oleh Bapak
Suyitno (telah memasuki masa purna tugas) dengan 50 pegawai yang melaksanakan
tugas pelayanan kepada 171 Satker. Pada 11 Januari 2007, saat dipimpin oleh Ibu Sri
Handajani Djapan, dengan ditandatanganinya batu prasasti oleh Bapak Tri Buwono
Tunggal, Kepala Kanwil XV Ditjen Perbendaharaan Surabaya, KPPN Blitar telah resmi
memiliki Gudang dan Aula untuk pertemuan sebagai kelanjutan pembangunan gedung
tahap II. Lantai I Gedung tahap II ini digunakan sebagai Gudang penyimpanan berkas
arsip, dengan pembagian arsip Subag Umum, Seksi Perbendaharaan, Seksi Bank dan
arsip Seksi Verifikasi dan Akuntansi yang telah ditata dengan rapi dan sesuai
pembagian perdepartemental, sehingga memudahkan para pegawai dalam mencari
berkas aktif yang membutuhkan kejelasan urutan pelaksanaan pembayarannya. Arsip
aktif dibagi atas arsip tahun berjalan, arsip tahun yang lalu. Pada arsip aktif tahun
berjalan, meliputi pertinggal SPM dan SP2D beserta lampirannya ditata sedemikian
rupa dapat memudahkan para pegawai dalam mengambil dan mencari jika sewaktu
waktu dibutuhkan.

B. WILAYAH KERJA.

Dalam Keputusan Menteri Keuangan No 303/KMK.01/2004 tanggal 23 Juni


2004 tentang Organisasi dan Tata Laksana Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
wilayah pembayaran KPPN Blitar meliputi Kota Blitar, Kab. Blitar dan Kab.
Tulungagung.

KOTA BLITAR
Kota Blitar yang merupakan pengembangan Kotamadya sejak jaman
pendudukan Belanda, terletak di pesisir selatan Provinsi Jawa Timur, dimana dapat
dikatakan sebagai kota perlintasan para komuter dari Kota Malang menuju ke wilayah
barat Provinsi Jawa Timur, baik ke Tulungagung, Trenggalek maupun Ponorogo dan
juga sebaliknya, Kota Blitar memiliki kedudukan yang sangat strategis.

Kota Blitar terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten Blitar dan


merupakan kota terkecil ketiga di Provinsi Jawa Timur, setelah Kota Batu dan Kota
Mojokerto. Luas wilayah Kota Blitar 32,58 yang terbagi atas 3 kecamatan dan 21
kelurahan, dengan jumlah penduduk 132.107 jiwa. Kondisi perekomian Kota Blitar,
dengan APBD sebesar Rp 299,029 Miliar dan PDRB sebesar Rp 645, 54 Miliar
dengan laju pertumbuhan sebesar 6,12 persen.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 8


Dengan status sebagai kota
wisata, yang mengutamakan
pendapatan dari sektor pariwisata, Kota
Blitar sesungguhnya dapat
dimaksimalkan dengan menyediakan
berbagai sarana dan prasarana yang
ada. Baik yang berhubungan langsung
dengan daerah wisata maupun yang
mendukung ke arah lokasi. Juga yang
menghubungkan dengan Kab Blitar,
karena Kota Blitar terletak di tengah
tengah Kab Blitar. Hal ini juga sangat
menguntungkan bila dilihat dari sisi
strategis letak lokasi dan wilayah yang
berarti diapit oleh dua kabupaten besar,
Kab Blitar dan Kab Tulungagung.

Potensi yang sangat menjanjikan dengan adanya lokasi wisata akan dapat
menarik, baik wisatawan lokal maupun luar daerah bahkan jika memungkinkan
wisatawan mancanegara, seharusnya semakin memacu pihak pemerintah kota dalam
memaksimalkan penyediaan sarana dan prasarana yang lebih baik. Sehingga harapan
meraih pendapatan lewat sektor pariwisata benar-benar dibarengi dengan peningkatan
kualitas pelayanan yang semakin baik. Jika menilik penerimaan pendapatan yang
menjadi laporan bank persepsi di wilayah kota Blitar menunjukan tingginya
penerimaan yang ada membuktikan bahwa potensi di kota Blitar dapat dikatakan
besar.
Selain sektor wisata Kota Blitar juga dapat dikatakan sebagai kota pendidikan, dengan
adanya beberapa perguruan tinggi swasta yang telah terakreditasi dengan baik, antara
lain Universitas Islam Balitar dan STKIP PGRI Blitar juga Universitas Negeri Malang
Kampus III dimana lulusannya dapat memberikan tenaga tenaga terdidik bagi Kota
Blitar dan sekitarnya. Juga sekolah tingkat menengah yang telah berstatus sebagai
sekolah bertaraf internasional yakni SMA Negeri 1 Blitar dan SMP Negeri 1 Blitar.

KABUPATEN BLITAR
Kabupaten Blitar terletak di 111°40'-112°10' BT dan 7°09' LS dimana secara
administrasi terdiri dari 22 kecamatan dengan 220 desa dan 28 kelurahan, 720
dusun/lingkungan dengan batas wilayah sebelah timur Kabupaten Malang, sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Kediri, sebelah
utara berbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Kabupaten Malang serta wilayah
selatan bertemu langsung dengan Samudera Indonesia yang terkenal ombaknya yang
ganas namun memberikan hasil ikan yang sangat besar.
Kabupaten Blitar memiliki luas
wilayah 1.588,79 km2 yang terdiri dari
22 kecamatan, 280 desa dan 28
kelurahan dengan jumlah penduduk
1.258.100 jiwa. Berdasarkan statistik
tahun 2008, volume APBD Kabupaten
Blitar sebesar Rp 817, 43 Miliar untuk
mendongkrak perekonomian dengan
PDRB sebesar Rp 5,03 Miliar dan
PDRB per kapita Rp 4,2 juta.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 9


Salah satu faktor penting yang mempengaruhi tingkat kesuburan tanah di
kawasan Blitar Utara adalah adanya Gunung Kelud yang masih aktif serta banyaknya
aliran sungai yang melewatinya. Gunung berapi dan sungai yang lebar berfungsi
sebagai sarana penyebaran zat-zat hara yang terkandung dalam material hasil letusan
gunung berapi.
Dengan luas wilayah 1.588,79 Km2 terdiri dari 31.656 Ha sawah, 12.467 Ha
perkebunan dan 35.058 Ha hutan serta sisanya tambak, tegal dan lain lain,
memberikan potensi yang sangat besar bagi tumbuhnya perekonomian rakyat. Dari
luasnya tanah pertanian dan hutan yang dimiliki Kab Blitar dapat dimaklumi jika
penyumbang terbesar produk domestik regional bruto adalah dari hasil pertanian dan
hasil hutan. Selain hasil pertanian dan hasil hutan, sektor perikanan juga memberikan
sumbangan yang sangat signifikan terhadap peningkatan PDRB Kab Blitar. Ikan hias
jenis Koi dari Kab Blitar telah diakui secara nasional sebagai salah satu ikan Koi
berkualitas yang mampu berbicara di pasar ikan hias di Indonesia. Sektor
perindustrian, meski baru sekadar industri rumah tangga juga memberikan
sumbangsih yang besar dalam memberikan pengaruh pada tingkat kenaikan
perekonomian Kab Blitar. Sentra industri rumah tangga yang masih terbatas di wilayah
kecamatan Wonodadi (Desa Wonodadi) dan Kecamatan Nglegok (Desa Jiwut) dengan
hasil kerajinan yang terbuat dari bahan kelapa (sabut, tempurung) pemasarannya telah
merambah hingga ke luar daerah bahkan hingga ke luar Jawa. Sektor Pertambangan,
meski baru skala kecil dan menengah juga mampu memberikan sumbangsih yang
menggembirakan terhadap nilai tambah penghasilan masyarakat Kab Blitar. Hasil
tambang yang utama adalah emas di kec Wates, perak di Kali saman Kec Binangun,
besi laterit di Kec Bakung, Kec Wates dan Kec Panggungrejo. Sumber daya alam Kab
Blitar yang jika dioptimalkan pengelolaannya dapat memberikan sumbangan
penghasilan yang besar adalah sektor pariwisata, karena di Kab Blitar masih banyak
kita jumpai lokasi dan situs pariwisata yang belum dikelola dengan baik. Terdapat dua
situs wisata sejarah yang ramai dikunjungi masyarakat baik sekitar Kab dan Kota Blitar
maupun dari wilayah luar, yakni :
 Wisata Candi Penataran di Desa Penataran Kec Nglegok
 Wisata Pencucian Pusaka Gong Mbah Pradah di Desa Sutojayan Kec
Sutojayan
Sedangkan wisata alam yang ramai dikunjungi masyarakat antara lain :
 Pantai Tambakrejo di Desa Tambakrejo Kec Wonotirto
 Pantai Serang di Desa Serang Kec Panggungrejo
 Pantai Jolosutro di Desa Ringinrejo Kec Wates
 Pantai Pasur di Desa Bululawang Kec Bakung
 Pantai Pangi di Desa Tumpakkepuh Kec Bakung
 Gua Embultuk di Desa Desa Tumpakkepuh Kec Bakung

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 10


 Air terjun Cuban Wilis di Desa Semen Kec Gandusari
 Gunung Kelud di Desa Tulungrejo Kec Gandusari
 Petilasan Rambut Monte di Desa Krisik Kec Gandusari

KABUPATEN TULUNGAGUNG
Terletak di posisi bintang 111,43°-112,07° BT dan 7,51°-8,08° LS merupakan
daerah pesisir selatan Pulau Jawa bagian timur, dengan batas wilayah sebelah
timur Kab Blitar, utara bertemu dengan Kab Kediri, di sebelah barat dengan Kab
Trenggalek dan selatan bersentuhan langsung dengan Samudera Indonesia. Luas
wilayah Kabupaten Tulungagung 1.150 km2 dengan memiliki 19 kecamatan, 257
desa dan 14 kelurahan serta jumlah penduduk 1.020.217 jiwa. Dari statistik
ekonomi tahun 2008, APBD Kabupaten Tulungagung sebesar Rp 764, 40 Miliar
sebagai stimulus terhadap PDRB sebesar Rp 11,18 Miliar dan pertumbuhan
ekonomi sebesar 5,75 persen.

Selain merupakan penghasil


batu marmer baik untuk bangunan
maupun untuk dibuat kerajinan sebagai
hiasan, Kab Tulungagung juga memiliki
sentra industri kerajinan batik di daerah
Kalangbret juga sentra industri
peralatan rumah tangga di Kec
Kedungwaru. Untuk pengrajin batu
marmer banyak terdapat di Desa
Besole Kec Campurdarat yang hasilnya
telah dipasarkan hingga ke luar daerah.
Bahkan Majid Istiqlal dan Tugu Monas
di Ibukota Jakarta, bahan batu
marmernya juga berasal dari marmer
Tulungagung.

Selain ketiga industri diatas, mata pencaharian penduduk juga tersebar di sektor
pertanian, perkebunan, perikanan dan jasa.
Sektor pertanian selain menghasilkan bahan pangan baik padi maupun
jagung, juga memberikan hasil sayuran dan buah. Di Kec Pagerwojo terdapat sentra
peternak sapi penghasil susu, dimana hasilnya dipasok untuk pabrik Nestle di
Pasuruan juga untuk konsumsi masyarakat sekitar. Di pesisir selatan dimana
berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia, masyarakatnya kebanyakan
berprofesi sebagai nelayan. Hasil ikan dari laut selatan, dimana mitos Nyi Roro Kidul
sebagai penguasa Laut selatan masih kental dan menjadi legenda di masyarakat,
telah mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir. Selain nelayan juga ada
yang membuat kerajinan dari hasil laut seperti kerang untuk konsumsi para wisatawan.
Desa Plosokandang Kec Boyolangu sentra industri kerajinan yang berasal dari sabut
kelapa yang dibuat menjadi keset, sapu dan lain lain memberikan kontribusi yang
menggembirakan bagi masyarakat, karena hasil kerajinan tersebut telah di pasarkan
hingga ke luar daerah. Di Kec Ngunut, dimana industri peralatan TNI baik sabuk,
pakaian maupun tas yang produknya dipakai oleh para prajurit TNI, mampu
menambah tinggi tingkat penghasilan penduduk. Industri rokok yang juga tersebar
hampir di seluruh penjuru Kab Tulungagung, baik yang dalam skala pabrikan besar
(saat ini dikuasai oleh PR Cempaka, sebelumnya ada PR Retjo Penthoeng yang telah
gulung tikar) maupun dalam skala industri rumah tangga, mampu memberikan
kontribusi sumbangan terhadap peningkatan penerimaan cukai di Kab Tulungagung.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 11


Selain industri-industri tersebut diatas, sektor lain yang memberikan dampak
bagi kenaikan PDRB Kab Tulungagung diantaranya adalah sektor pariwisata. Dimana
terdapat berbagai macam situs wisata baik wisata budaya maupun wisata alam.
Wisata budaya yang menjadi andalan Kab Tulungagung diantaranya :
• Jaranan sentherewe
• Reog Kendang
• Tiban
• Jedor
• Kentrung
• Manten kucing
• Langen Beksan
Wisata sejarah juga dimiliki Kab Tulungagung, karena pada jaman Majapahit sempat
dikunjungi oleh penguasa kerajaan Majapahit :
 Candi Gayatri di Kec Boyolangu, merupakan perwujudan putri Gayatri istri ke-4
Raden Wijaya (pendiri Kerajaan Majapahit)
 Candi Dadi di atas pegunungan selatan juga termasuk peninggalan kerajaan
Majapahit
 Gua Selomangleng di Kec Boyolangu menurut legenda yang ada merupakan
petilasan Sentot Prawiradirja seorang panglima pada perang Diponegoro

Sedangkan wisata alam yang ada di Kab Tulungagung antara lain :


 Pantai Popoh di Kec Campurdarat terkenal dengan luat lepasnya yang
langsung menuju Samudera Indonesia
 Pantai Sidem
 Pantai Brumbun, terletak di teluk yang memiliki pemandangan yang
menakjubkan
 Pantai Sine
 Pantai Molang
 Pantai Klatak
 Pantai Gerangan
 Pantai Dlodo
 Air terjun Lawean di Kec Sendang
 Coban Alam di Kec Campurdarat
 Goa Pasir di Kec Sumbergempol
 Pesanggrahan Argo Wilis di kaki Gunung Wilis
 Perkebunan Teh Penampean
 Bendungan Wonorejo
Dari beberapa wisata alam yang tersebar di berbagai kecamatan tersebut,
baru pantai Popoh dan Bendungan Wonorejo yang telah dikelola dengan baik oleh
pemerintah daerah Kab Tulungagung. Bahkan bendungan wonorejo telah masuk
dalam satu situs kunjungan wisata secara nasional, namun untuk lokasi wisata yang
lainnya masih membutuhkan penanganan yang lebih optimal, baik sarana maupun
prasarananya. Jika menilik dari beragamnya dan tersebarnya daerah wisata yang ada,
hal ini dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan penghasilan dan kesejahteraan
penduduk Kab Tulungagung.

C. PROFIL ORGANISASI.

Organisasi KPPN Blitar merupakan bagian dari organisasi instansi vertikal


Ditjen Perbendaharaan, Departemen Keuangan. Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara (KPPN) selaku Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah, mempunyai peran
yang penting karena selain memberikan pelayanan langsung kepada satker-satker di
lingkungan kementerian negara/ lembaga dalam pencairan dana, juga memposisikan
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 12
diri sebagai mitra/guru bagi satker pada kementerian negara/lembaga dalam rangka
pelaksanaan APBN.
Seiring dengan implementasi reformasi keuangan negara dalam fungsi
treasury, seluruh jajaran Ditjen Perbendaharaan dituntut untuk menyesuaikan diri
dengan tuntutan reformasi tersebut. Dalam fungsi treasury, Ditjen Perbendaharaan
bertindak sebagai Bendahara Umum Negara, yang secara pokok memiliki lingkup
tugas dalam budget execution, cash management dan government financial
accounting and reporting.

STRUKT
Fungsi pelaksanaan anggaran dilaksanakan oleh Seksi Perbendaharaan.
Dalam melaksanakan tugasnya Seksi Perbendaharaan melakukan pengujian SPM dan
penerbitan SP2D sesuai SOP KPPN Percontohan. Selain itu Seksi Perbendaharaan
melakukan pembinaan dan bimbingan teknis pelaksanaan anggaran terhadap satuan
kerja selaku Kuasa Pengguna Anggaran.
Sedangkan Seksi Bendahara Umum Negara melaksanakan fungsi
manajemen kas dan penatausahaan penerimaan. Pelaksanaan tugas Seksi
Bendahara Umum meliputi pembebanan rekening kas Negara atas penerbitan SP2D,
melakukan permintaan dan pengiriman uang, menatausahakan penerimaan, baik
perpajakan maupun PNBP, dan menyusun Laporan Kas Posisi.
Seksi Verifikasi dan Akuntansi, merupakan ujung tombak penyusunan
laporan keuangan pemerintah. Seksi Verifikasi dan Akuntansi mencatat dan
memverifikasi transaksi keuangan internal KPPN, dan merekonsiliasinya dengan
akuntansi di tingkat Kuasa Pengguna Anggaran. Produk akhir Seksi Verifikasi dan
Akuntansi adalah Laporan Keuangan Tingkat Kuasa BUN di Daerah, berupa Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas (LAK), dan Neraca, serta Catatan Atas
Laporan Keuangan (CALK).
Sub Bagian Umum, merupakan unit supporting KPPN Blitar. Sub Bagian
Umum melaksanakan tugas-tugas kerumahtanggan, keuangan, dan kepegawaian.
Selain itu, pada Sub Bagian Umum terdapat pengelolaan data base KPPN yang
dillakukan oleh seorang Supervisor.
Stuktur sumber daya manusia KPPN Blitar dapat dikatakan mencukupi
dimana formasi pegawai meliputi lulusan S2, S1, D3 maupun SMA sesuai dengan
kebutuhan organisasi. Pada awal 2010 terjadi mutasi eselon IV lingkup Ditjen
Perbendaharaan, KPPN Blitar mendapatkan kepala seksi yang baru dan seksi
Perbendaharaan telah diisi, sehingga komposisi pegawai per akhir bulan Januari 2010
adalah sebagai berikut :

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 13


GOL TANGGAL JENIS
NO. NIP NAMA JABATAN
RUANG LAHIR KELAMIN

1 2 3 4 5 6 7
06008082 Kepala 16-04-
1 2 Didyk Choiroel III/c Kantor 1971 Laki-laki
06009295 Kasubag 04-08-
2 8 Achmad Tausan P. III/c Umum 1968 Laki-laki
06007070 28-10-
3 4 Danar Widanarko III/c Kasi Perbend. 1962 Laki-laki
06005119 01-04-
4 1 Kemas Amry R.E III/c Kasi Bendum 1955 Laki-laki
06009041 07-03-
5 4 Bagong Iswanto III/b Kasi Verak 1974 Laki-laki
06007257 19-12- Perempua
6 1 Alfiah Anwar III/c Pelaksana 1963 n
06007331 10-12- Perempua
7 2 Lilis Kustanti III/c Pelaksana 1964 n
06004355 17-09-
8 1 Iskandar III/b Pelaksana 1954 Laki-laki
06005910 Endang 21-10- Perempua
9 0 Kusumaningsih III/b Pelaksana 1956 n
06007463 07-06-
10 6 Mardianto Sujud III/b Pelaksana 1963 Laki-laki
06007256 20-03-
11 9 Mulyo Sugiono III/b Pelaksana 1965 Laki-laki
06007387 05-04- Perempua
12 0 Rr. Aty Pudji Walujati III/b Pelaksana 1965 n
06007359 20-05-
13 0 Hari Mujiwahono III/b Pelaksana 1965 Laki-laki
06007594 19-09- Perempua
14 8 Sri Suwarti III/b Pelaksana 1965 n
06007303 11-01- Perempua
15 3 Dyah Utaminingsih III/a Pelaksana 1962 n
06007410 06-05-
16 6 Misjan III/a Pelaksana 1962 Laki-laki
06007331 03-04-
17 7 Suwanto III/a Pelaksana 1963 Laki-laki
06007507 20-10-
18 0 Suroso III/a Pelaksana 1963 Laki-laki
06007256 19-12-
19 6 Kholiq III/a Pelaksana 1963 Laki-laki
06007331 10-11-
20 9 Bambang Siswanto III/a Pelaksana 1965 Laki-laki
06007256 Wahyu Agung 18-09-
21 7 Purwanto III/a Pelaksana 1960 Laki-laki
06007240 19-11-
22 3 Kusdimianto III/a Pelaksana 1962 Laki-laki
06009707 10-04-
23 1 Heru Supriyanto II/c Pelaksana 1979 Laki-laki

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 14


06010103 08-01-
24 4 M. Nurhidayat II/c Pelaksana 1982 Laki-laki
06010265 29-04-
25 6 Gunanto II/b Pelaksana 1983 Laki-laki
06008078 04-07-
26 4 Yudi Santoso III/b Pelaksana 1971 Laki laki

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 15


“Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah” adalah salah satu upaya
yang dilakukan oleh Pemerintah untuk mewujudkan good governance dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara. Landasan hukum pelaksanaan reformasi
tersebut adalah Paket Undang-Undang Bidang Keuangan Negara yang terdiri dari UU
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pertanggung jawaban Keuangan Negara.
Terdapat 4 (empat) prinsip dasar pengelolaan keuangan negara yang telah
dirumuskan dalam Paket UU Bidang Keuangan Negara tersebut, yaitu:
• Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja;
• Keterbukaan dalam setiap transaksi pemerintah;
• Pemberdayaan manajer profesional;
• Adanya lembaga pemeriksa eksternal yang kuat, profesional dan mandiri
serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan pemeriksaaan.

A. PENGERTIAN MANAJEMEN KEUANGAN PEMERINTAH


Manajemen keuangan pemerintah adalah salah satu sub bidang dari
manajemen Keuangan Negara atau Keuangan Sektor Publik. Sebagaimana
dirumuskan dalam Pasal 1 Angka 1 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah:
“Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
perusahaan negara atau badan lain dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan negara, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa
barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak
dan kewajiban tersebut.”

Fungsi
Fungsi
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 16
Ruang lingkup Keuangan Negara sesuai dengan pengertian tersebut diuraikan
dalam Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara meliputi:
• hak negara untuk memungut pajak, mencetak dan mengedarkan uang
serta melakukan pinjaman negara;
• kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan dan membayar tagihan pihak ketiga;
• penerimaan dan pengeluaran badan/lembaga yang sebagian atau
seluruhnya menggunakan kekayaan negara;
• kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan
perusahaan negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara;
• kekayaan negara yang dikelola sendiri atau yang dikelola oleh pihak
lain;
• kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan atau kepentingan umum;
• kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas
yang diberikan oleh pemerintah;
• hak, kewajiban, kebijakan dan kegiatan lainnya dalam bidang fiskal,
moneter dan pengelolaan perusahaan negara.
Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian luas secara ringkas
dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan
moneter dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.
Sub bidang pengelolaan fiskal meliputi enam fungsi sebagai berikut:
• fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal;
• fungsi penganggaran;
• fungsi administrasi perpajakan;
• fungsi administrasi kepabeanan;
• fungsi perbendaharaan;
• fungsi pengawasan keuangan.
Fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal meliputi penyusunan
Nota Keuangan dan RAPBN, serta perkembangan dan perubahannya, analisis
kebijakan, evaluasi dan perkiraan perkembangan ekonomi makro, pendapatan
negara, belanja negara, pembiayaan, analisis kebijakan, evaluasi dan perkiraan
perkembangan fiskal dalam rangka kerjasama internasional dan regional,
penyusunan rencana pendapatan negara, hibah, belanja negara dan pembiayaan
jangka menengah, penyusunan statistik, penelitian dan rekomendasi kebijakan di
bidang fiskal, keuangan dan ekonomi. Sementara itu fungsi penganggaran meliputi
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, serta perumusan standar,
norma, pedoman, kriteria, prosedur dan pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
di bidang APBN.
Sedangkan fungsi perbendaharaan meliputi perumusan kebijakan, standar,
sistem dan prosedur di bidang pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara,
pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah serta akuntansi pemerintah pusat
dan daerah, pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara, pengelolaan kas
negara dan perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang dalam
negeri dan luar negeri, pengelolaan piutang, pengelolaan BM/KN, penyelenggaraan

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 17


akuntansi, pelaporan keuangan dan sistem informasi manajemen keuangan
pemerintah.

Sesuai dengan uraian tersebut di atas, manajemen keuangan pemerintah


meliputi penyelenggaraan keenam fungsi pengelolaan fiskal yang menjadi
wewenang dan tanggung jawab pemerintah, baik Pemerintah Pusat, maupun
Pemerintah Daerah. Sebagian dari fungsi-fungsi pengelolaan fiskal tersebut, yaitu
fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro, penganggaran,
perbendaharaan dan pengawasan keuangan, dalam literatur Keuangan Negara
lazim disebut public expenditure management (PEM) dan merupakan suatu bidang
kajian tersendiri.

Silus Mana
Dalam Sistem P
B. LATAR BELAKANG REFORMASI MANAJEMEN KEUANGAN PEMERINTAH
Sebagaimana pengelolaan keuangan di sektor privat, pengelolaan keuangan di
sektor publik memerlukan sentuhan profesionalisme yang bertumpu pada prinsip-
prinsip good governance. Upaya-upaya untuk mewujudkan good governance
dalam pengelolaan keuangan pemerintah telah dilakukan di berbagai negara mulai
awal paruh kedua Abad XX. Sebelum terjadinya Perang Dunia II tujuan negara
pada umumnya lebih diorientasikan pada pemberian perlindungan kepada rakyat
(etat gendarme/police state). Munculnya krisis ekonomi di berbagai negara setelah
Perang Dunia II, melahirkan gagasan untuk meningkatkan rasionalitas pembiayaan
kegiatan negara agar dapat tercapai efisiensi, efektifitas, dan keekonomisan
pengeluaran negara. Dipelopori oleh Amerika Serikat pada tahun 1946 melalui
Hoover Commission, lahir metode penganggaran berbasis kinerja yang di kemudian
hari terkenal dengan nama Planning Programming and Budgeting System (PPBS).
Sejak itu, berbagai pemikiran untuk menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan
keuangan perusahaan ke dalam pengelolaan keuangan negara mulai
dikembangkan.
Dalam rangka pengelolaan fiskal, mulai disadari pentingnya fungsi pengelolaan
kebijakan ekonomi makro dan fiskal dan fungsi penganggaran dalam menetapkan
prioritas dan memadukan rencana kegiatan dengan potensi sumber daya yang
tersedia dalam tahun fiskal yang bersangkutan. Setiap kegiatan pemerintah

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 18


dianalisis benefit and cost-nya, dan setiap instansi pengguna anggaran wajib
melaporkan kinerjanya. Demikian pula semakin dirasakan pentingya fungsi
perbendaharaan untuk membantu manajemen mengelola sumber daya yang
terbatas secara efisien: merencanakan aliran kas yang baik, menjaga agar jangan
sampai terjadi kebocoran dan penyimpangan, mencari sumber pembiayaan yang
paling murah dan memanfaatkan dana yang menganggur (idle cash) untuk
meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan. Bahkan standar dan sistem
akuntansi keuangan, demikian pula sistem auditing yang lazim digunakan di
perusahaan mulai diterapkan di sektor publik.
Upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip manajemen keuangan yang selama
ini lebih banyak dilaksanakan di sektor privat dalam pengelolaan keuangan
pemerintah, tidaklah dimaksudkan untuk menyamakan pengelolaan keuangan di
kedua sektor tersebut. Bentuk dan peran negara yang demikian unik sebagai suatu
entitas dibandingkan dengan perusahaan menjadikan pengelolaan keuangan
negara tidak tepat untuk disamakan dengan pengelolaan keuangan perusahaan.
Pada hakekatnya, negara adalah suatu lembaga politik. Dalam kedudukannya
yang demikian, negara tunduk pada tatanan hukum publik. Lembaga legislatif,
sebagai representasi rakyat, merupakan penentu arah dan kebijakan negara, di
bidang politik, ekonomi, sosial, di bidang lainnya. Melalui kegiatan berbagai
lembaga pemerintah, negara berusaha memberikan jaminan kesejahteraan kepada
rakyat (welfare state).
Selama ini pengelolaan keuangan sektor publik yang dilakukan dengan
menggunakan pendekatan superioritas negara telah membuat aparatur pemerintah
yang bergerak dalam kegiatan pengelolaan keuangan sektor publik tidak lagi
dianggap berada dalam kelompok profesi manajemen oleh para profesional.
Pengelolaan keuangan sektor publik dianggap sebagai suatu profesi yang memiliki
karakter berbeda dibandingkan dengan profesi manajemen pada umumnya. Oleh
karena itu sudah saatnya perlu dibangun kembali kesadaran bahwa pada
hakekatnya pengelolaan keuangan sektor publik bukanlah merupakan hal baru
dalam profesi manajemen. Untuk itu agenda reformasi dalam bidang pengelolaan
keuangan sektor publik perlu memperoleh dukungan semua pihak.

C. POKOK-POKOK REFORMASI MANAJEMEN KEUANGAN PEMERINTAH


Pokok-pokok reformasi manajemen keuangan pemerintah telah dituangkan
dalam suatu Buku Putih yang berjudul “Reform of Public Financial Management in
Indonesia: Principles and Strategy” yang disusun oleh Komite Penyempurnaan
Manajemen Keuangan yang dibentuk oleh Menteri Keuangan pada tahun 2001. Di
dalam Buku Putih tersebut dijelaskan latar belakang reformasi dan kerangka
institusional manajemen keuangan pemerintah, sistem manajemen keuangan
pemerintah saat ini, pokok-pokok reformasi di bidang-bidang perencanaan dan
penganggaran, perbendaharaan, dan auditing, peran Pemerintah Pusat dalam
reformasi manajemen keuangan daerah dan strategi pelaksanaan reformasi.

Reformasi pelaksanaan fungsi pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan


fiskal dan fungsi penganggaran
Pokok-pokok reformasi dalam pengelolaan kebijakan ekonomi makro dan fiskal
meliputi pelurusan tujuan dan fungsi penganggaran pemerintah, penegasan peran
lembaga legislatif dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan
anggaran, pengintegrasian sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem
penganggaran, penyempurnaan klasifikasi anggaran, penyatuan anggaran dan

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 19


penggunaan kerangka pengeluaran jangka menengah dalam penyusunan
anggaran.

INTE
P
Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen dan kebijakan ekonomi.
Sebagai instrumen kebijakan ekonomi anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan, stabilisasi dan pemerataan. Pengetahuan mengenai tujuan dan
fungsi anggaran pemerintah tersebut bukanlah suatu hal yang baru. Uraian
mengenai hal tersebut telah sejak lama ditulis oleh para ahli dalam literatur
Keuangan Negara. Upaya untuk mempraktekkan hal tersebut bahkan secara
sistematis telah dilakukan semasa Orde Baru, walaupun ternyata kurang berhasil,
karena tidak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Program reformasi dalam hal
ini adalah upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut
dengan melakukan secara sungguh-sungguh proses penganggaran dimaksud dan
meningkatkan kualitas pelaksanaan kegiatan pada setiap tahapan pengelolaan
anggaran. Dalam hubungan ini sangat penting dilakukan pengaturan secara jelas
peran lembaga legislatif dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan

Keb
anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-
Undang Dasar 1945.
Masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses
penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis kinerja.
Berdasarkan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 setiap instansi diwajibkan untuk

Dis
menyusun visi dan misi sesuai dengan tugas pokok masing-masing serta
melaporkan pencapaian visi dan misi tersebut. Sementara itu, dalam rangka
penyusunan Rancangan APBN, setiap instansi wajib menyusun Daftar Usulan
Kegiatan/Proyek yang pada umumnya belum memuat informasi yang mencukupi
untuk mengukur kinerja unit pengguna anggaran. Mengingat bahwa sistem
anggaran berbasis kinerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan
evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam penyusunan rencana kerja dan
anggaran instansi, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam
sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Instansi sebagaimana yang selama ini dikenal di dalam perencanaan
dan penganggaran perusahaan. Dengan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 20


Instansi tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis
kinerja dan pengukuran akuntabilitas instansi yang bersangkutan.

Kerangk
Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis
kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran untuk

PenetapanS
menyesuaikan dengan Government Finance Statistics (GFS). Manfaat utama
penerapan GFS dalam pengelompokan transaksi-transaksi pemerintah adalah
memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang
obyektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi
dengan standar akuntansi sektor publik serta memudahkan penyajian dan
meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah.
Pada saat anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja
rutin dan anggaran belanja pembangunan, penyusunan anggaran belanja
pembangunan mengacu kepada Undang-undang tentang Program Pembangunan
Nasional (Propenas). Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan anggaran
belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada
arti pentingnya pembangunan ini dalam pelaksanaannya telah menimbulkan
peluang terjadinya duplikasi, penumpukan, dan penyimpangan anggaran.
Sementara itu penuangan rencana pembangunan dalam suatu dokumen
perencanaan nasional yang bersifat substantif dan berlaku selama lima tahun,

PemutakhiranData
apalagi yang ditetapkan dengan undang-undang dirasakan tidak realistis dan
semakin tidak sesuai dengan dinamika kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dalam era globalisasi. Perkembangan dinamis dalam penyelenggaraan
pemerintahan membutuhkan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem
penyusunan anggaran tahunan yang dilaksanakan sesuai dengan Kerangka
Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework disingkat

Ekonomi&Fiskal
MTEF) sebagaimana dilaksanakan di kebanyakan negara-negara anggota OECD.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 21


PEMBAGIAN

Fiscal
Research
Walaupun anggaran dapat disusun dengan baik, namun jika proses
penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam
pelaksanaannya. Oleh karena itu, penetapan anggaran yang dilakukan dengan
undang-undang sebaiknya tidak terlalu rinci, karena semakin rinci undang-undang
penetapan anggaran, akan semakin teknis dan rumit proses penetapan anggaran
tersebut. Sehubungan dengan itu, perlu pengaturan secara jelas mekanisme
pembahasan anggaran tersebut di lembaga legislatif, termasuk pembagian tugas
antara Panitia Anggaran dan komisi-komisi pasangan kerja departemen/lembaga di
Dewan Perwakilan Rakyat.

C. REFORMASI PELAKSANAAN ANGGARAN.

Pemisahan Kewenangan dalam Pelaksanaan Anggaran.

Pengkajian
Reformasi aspek perbendaharaan berdasarkan implementasi Paket Undang-
Undang Bidang Keuangan dan pelaksanaan fungsi perbendaharaan yang mengacu
pada best practice internasional mengajurkan hendaknya fungsi menteri teknis selaku
Pengguna Anggaran dengan fungsi Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara.

kebijakan
Dalam kaitan ini, Paket RUU Bidang Keuangan Negara telah memperjelas
posisi departemen teknis sebagai instansi pengguna anggaran dan pelaksana
program. Sementara itu menteri Keuangan diposisikan sebagai Bendahara Umum
Negara yang memfungsikan KPPN-KPPN sebagai kuasanya. Dengan demikian, fungsi

ekonomi,
perbendaharaan akan dipusatkan di Departemen Keuangan.

keuangan dan 22

fiskal
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar
STRUKT
PENGELOLA
.

Dalam sistem perbendaharaan, proses pelaksanaan anggaran berawal dari


komitmen (seperti kontrak jual beli, surat perintah kerja, dll) yang dibuat oleh instansi
pengguna anggaran. Penyiapan tagihan didasarkan atas komitmen dimaksud dengan
dilengkapi dokumen-dokumen yang benar dan mencukupi, selanjutnya instansi
pengguna anggaran menyampaikan perintah pembayaran kepada Kuasa Bendahara
Umum Negara.

DALAMPEL
Pemisahan kewenangan ordonansi dengan komptabel, memungkinkan
mekanisme check and balance dapat terbangun melalui (a) taat terhadap ketentuan
hukum, (b) pengamanan dini melalui pemeriksaan dan persetujuan sesuai ketentuan
yang berlaku, (c) sesuai dengan spesifikasi teknis, dan (d) menghindari pelanggaran
terhadap ketentuan perundang-undangan dan memberikan keyakinan bahwa uang
negara dikelola dengan benar.
Prosedur ini secara formal telah di terapkan pada sistem di negara Perancis,
dimana pembayaran yang dilakukan oleh Bendahara Umum Negara sebelumnya
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 23
didahului dengan penyelesaian pengendalian pengeluaran dalam tiga tahap yang
dilakukan secara resmi oleh pemegang kekuasaan ordonansi di departemen teknis
yang bersangkutan. Ketiganya adalah (a) komitmen pembebanan, yang dibuat dalam
batas anggaran yang tersedia, dilanjutkan dengan (b) pemeriksaan dokumen-dokumen
yang membuktikan bahwa pekerjaan telah dilaksanakan dan kebenaran jumlah
tagihan, dan (c) penerbitan perintah untuk melakukan pembayaran kepada Bendahara
Umum Negara, dimana setelah dilakukan pemeriksaan, selanjutnya diterbitkan
pembayaran dalam bentuk kontan atau cek.

PENG
Sedangkan untuk menyelesaikan proses pembayaran yang bernilai kecil
dengan cepat, harus dibentuk kas kecil unit pengguna anggaran, pemegang kas kecil
harus bertanggung jawab mengelola dana yang jumlahnya lebih dibatasi dari apa yang
sekarang dikenal sebagai Bendahara

Menteri
Cash Management dan Financial Planning

Praktek cash management yang ada saat ini tidak memadai, dalam
pengertian, tidak adanya pengaturan atau penanganan yang baik dalam perencanaan
kas, penjadwalan penerimaan dan pengeluaran negara, pengelolaan kekurangan atau
kelebihan kas, serta upaya menghasilkah pendapatan tambahan dari dana yang belum

Selaku Pengg
digunakan/ menganggur.
Kurangnya perhatian terhadap hal ini di masa lalu, mengingat pengalaman
(fakta) yang menunjukkan tidak pernah terjadinya kekurangan dana secara signifikan,
membuat ikatan hubungan antara Pemerintah dengan bank sentral (Bank Indonesia)
begitu dekat (tanpa batasan-batasan etis tertentu). Akan tetapi (kini) kondisi
lingkungan keuangan mengalami perubahan besar, karenanya tuntutan terhadap

Tahapan A
penyelenggaraan manajemen kas yang lebih baik sungguh sangat penting dan
mendesak.
Oleh karena itu, sejalan dengan pemindahan kewenangan penerbitan SPM
kepada menteri teknis, jadwal penerimaan dan pengeluaran kas secara periodik harus
diselenggarakan sesuai dengan jadwal yang disampaikan unit penerima dan unit
pengguna kas. Untuk itu, Direktorat Jenderal Perbendaharaan harus melakukan
antisipasi secara lebih baik terhadap kemungkinan kekurangan kas dan melakukan
rencana untuk menghasilkan pendapatan tambahan dari pemanfaatan kesempatan
melakukan investasi dari kas yang belum digunakan dalam periode jangka pendek.
Dengan demikian, disarankan, agar Pemerintah mengembangkan dan menerapkan
sepenuhnya sistem manajemen kas pemerintah agar dapat terselenggara secara
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 24
memadai manajemen perbendaharaan dengan baik sesuai praktek yang diterima
umum.

Untuk memperbaiki sistem manajemen kas, pemerintah perlu


mempertimbangkan penerapannya secara sepenuhnya sistem Kas Tunggal
Perbendaharaan (Treasury Single Account) untuk membantu terlaksananya
mekanisme pengawasan secara lebih baik terhadap saldo rekening dan untuk
membantu mengoptimalkan penggunaan dana-dana yang tersedia.
Sistem Kas Tunggal Perbendaharaan harus dipersiapkan untuk menciptakan kaitan
langsung antara masing-masing rekening bank dengan rekening bank pusat yang

Spending
dikelola Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Dalam hubungan ini,
diperlukan sistem yang dapat secara otomatis menihilkan saldo rekening-rekening
pada Bank Operasional ke Rekening Kas Umum Negara. Usul penyempurnaan ini
diharapkan dapat memperlancar informasi mengenai posisi likuiditas pemerintah,

Unit
informasi mengenai tersedianya sumber-sumber dana murah yang semakin terbatas.

Investasi Pemerintah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
mengamanatkan pemerintah untuk melakukan investasi jangka panjang dengan tujuan
untuk memberikan manfaat ekonomi, manfaat sosial, dan manfaat lainnya. Investasi
jangka panjang tersebut merupakan wujud dari peran pemerintah dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum.
Ruang lingkup investasi jangka panjang terdiri dari investasi dengan cara
pembelian saham, surat utang, dan investasi langsung. Investasi langsung dapat
berupa investasi jangka panjang yang bersifat permanen dan investasi jangka panjang
yang bersifat non permanen. Kedua bentuk investasi pemerintah tersebut memiliki
jangka waktu lebih dari satu tahun. Inveatsi langsung jangka panjang yang bersifat non
permanen dilakukan dengan cara pola kerja sama pemerintah dengan badan usaha
Payme

dalam penyediaan infrastruktur dan non infrastruktur. Sedangkan investasi langsung


Reque

jangka panjang yang bersifat permanen dengan cara penyertaan modal kepada
BUMN/BUMD, dan perseroan terbatas.
Pada prinsipnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara
berwenang menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi.
Sebagai konsekuensi dari prinsip tersebut di atas, maka kewenangan pengelolaan

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 25


investasi pemerintah pusat dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara. Kewenangan pengelolaan investasi pemerintah meliputi kewenangan
regulasi, supervisi, dan operasional. Dalam pengelolaan investasi pemerintah, Menteri
Keuangan mempunyai kewenangan supervisi dan pelaksanaan kewenangan tersebut
dibantu oleh komite investasi pemerintah.

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja ini di lingkungan pemerintah.
Dengan Pasal 68 dan Pasal 69 dari undang-undang tersebut, instansi pemerintah
yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat
menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan
produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Instansi demikian, dengan sebutan umum
sebagai Badan Layanan Umum (BLU), diharapkan menjadi contoh konkrit yang
menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil kerja (kinerja).
Peluang ini secara khusus disediakan kesempatannya bagi satuan-satuan
kerja pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik (seperti
layanan kesehatan, pendidikan, pengelolaan kawasan, dan lisensi), untuk
membedakannya dari fungsi pemerintah sebagai regulator dan penentu kebijakan.
Praktik ini telah berkembang luas di manca negara berupa upaya pengagenan
(agencification) aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni,
tetapi diselenggarakan oleh instansi yang dikelola ala bisnis (business like) sehingga
pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.

Public Goods

BUREAU
Dilingkungan pemerintahan di Indonesia, terdapat banyak satuan kegiatan
yang berpotensi untuk dikelola lebih efektif melalui pola Badan Layanan Umum. Di
antara mereka ada yang memperoleh imbalan dari masyarakat dalam proporsi
signifikan sehubungan dengan layanan yang diberikan, dan ada pula yang bergantung
sebagian besar pada dana yang disediakan oleh APBN/APBD. Kepada mereka,
terutama yang selama ini mendapatkan hasil pendapatan dari layanan dalam porsi
signifikan, dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk
meningkatkan pelayanan yang diberikan.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 26


Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka
pelaksanaan anggaran termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan
kas, dan pengadaan barang/jasa. Kepada BLU juga diberikan kesempatan untuk
mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan
jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Tetapi sebagai pengimbang, BLU
dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan penganggarannya, serta dalam
pertanggungjawabannya.
Dengan sifat-sifat tersebut, BLU tetap menjadi instansi pemerintah yang tidak
dipisahkan. Dan karenanya, seluruh pendapatan yang diperolehnya dari non APBN
dilaporkan dan dikonsolidasikan dalam pertanggungjawaban APBN. Sehubungan
dengan privilese yang diberikan dan tuntutan khusus yang diharapkan dari BLU,
keberadaannya harus diseleksi dengan tata kelola khusus. Untuk itu, menteri/pimpinan
lembaga diberi kewajiban untuk membina aspek teknis BLU, sementara Menteri
Keuangan berfungsi sebagai pembina di bidang pengelolaan keuangan.
Pola BLU tersedia untuk diterapkan oleh setiap instansi pemerintah yang
secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang bersifat operasional. Instansi
dimaksud dapat berasal dari dan berkedudukan pada berbagai jenjang eselon atau
non eselon. Sehubungan dengan itu, organisasi dan struktur instansi pemerintah yang
berkehendak menerapkan PPK-BLU kemungkinan memerlukan penyesuaian dengan
memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Dengan demikian, BLU diharapkan tidak sekedar sebagai format baru dalam
pengelolaan APBN, tetapi BLU diharapkan untuk menyuburkan pewadahan baru bagi
pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan
pemerintah kepada masyarakat.

Akuntansi dan Pelaporan


Laporan-laporan pertanggungjawaban keuangan hendaknya menerapkan
sistem akuntansi yang komprehansif, yaitu sistem yang menghasilkan laporan-laporan
dengan menyajikan informasi secara memadai mengenai posisi keuangan, arus kas,
dan kinerja keuangan pemerintah.
Dalam upaya untuk menghasilkan informasi keuangan yang menyeluruh
untuk keperluan analisa ekonomi makro dan fiskal pemerintah secara luas, Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah harus menggunakan standar akuntansi pemerintahan.
Sehubungan dengan pendekatan anggaran berbasis kinerja (performance-
based budget), diperlukan Bagan perkiraan standar yang mencerminkan tingkatan
kinerja dari para pengguna anggaran dan berdasarkan klasifikasi perkiraan
sebagaimana ditentukan oleh Government Finance Statistics (GFS), sehingga dapat
digunakan sebagai pembanding dengan bagan perkiraan negara-negara lain
sebagaimana yang berlaku di tingkat internasional.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 27


SISTEM AKUNTANSI DAN PELAPORAN

Laporan
Realisasi
Angg. Laporan
Sistem RA
Menteri Akuntansi Neraca
Teknis Instansi

Catatan atas
Neraca
LRA & Diperiksa
Neraca
olehBPK
Laporan
Laporan ArusKas
Sistem ArusKas
Bendahara Catatan atas
Umum Akuntansi
Laporan
Negara KasUmum
Negara Catatanatas Keuangan
Laporan Arus
Kas

D. REFORMASI BIROKRASI.

Departemen Keuangan tengah berupaya untuk meningkatkan kinerja pegawai


dan institusi kelembagaannya. Sebagai langkah awal dari tekad tersebut, telah
dilakukan perubahan kelembagaan yang dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi,
efektifitas, dan produktifitas kinerja birokrasi dalam menyusun kebijakan dan
memberikan pelayanan kepada publik. Untuk itu, sejak tahun 2002 telah dilakukan
langkah penataan organisasi yang dimulai dari pemisahan tugas dan fungsi
penganggaran, formulasi kebijakan, perbendahaan, pengelolaan utang, serta tugas
dan fungsi pengelolaan aset negara. Sebagai tindak lanjut atas pemisahan dan
penajaman tugas dan fungsi tersebut, secara struktur Departemen Keuangan saat ini
terdiri dari: Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal
Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Perbendaharaan,
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan,
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, dan Badan Pendidikan dan
Pelatihan Keuangan.
Untuk memperkuat langkah tersebut, Menteri Keuangan melalui Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 30/KMK.01/2007 telah mencanangkan dilaksanakannya
Reformasi Birokrasi yang meliputi berbagai program prioritas di bidang: (i) penataan
organisasi, (ii) penyempurnaan business process, dan (iii) peningkatan kualitas
sumber daya manusia (SDM).
Di bidang penataan organisasi, langkah yang ditempuh berupa penajaman
tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Ditjen Anggaran, Ditjen
Perbendaharaan, Ditjen Perimbangan Keuangan, dan Badan Kebijakan Fiskal, serta
pembentukan beberapa kantor pelayanan modern di Ditjen Pajak (3 Kantor Pelayanan
Pajak Wajib Pajak Besar, 28 Kantor Pelayanan Pajak Madya, dan 171 Kantor
Pelayanan Pajak Pratama), Ditjen Bea dan Cukai (2 Kantor Pelayanan Utama, yaitu
KPU Tipe A Tanjung Priok dan KPU Tipe B Batam), dan Ditjen Perbendaharaan
(terget 30 dan yang sudah siap 17 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
percontohan untuk layanan prima). Disamping itu telah pula dilakukan pemisahan dan
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 28
penajaman fungsi organisasi yang diharapkan menghasilkan struktur organisasi yang
mampu menghasilkan kebijakan yang lebih berkualitas, sekaligus mampu memberikan
pelayanan terbaik kepada publik.
Di bidang penyempurnaan business process, langkah yang ditempuh berupa
penyusunan analisis dan evaluasi jabatan yang telah menghasilkan uraian jabatan
sebanyak 5.225 jabatan, penyusunan standard operating procedures (SOP) sebanyak
6.475 SOP, dan penyusunan analisa beban kerja.
Sementara itu, di bidang peningkatan manajemen sumber daya manusia
(SDM) beberapa langkah telah dan sedang disiapkan berupa pembentukan
assessment center, penyusunan pola mutasi, penyusunan pedoman rekrutmen,
pembangunan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian, dan peningkatan disiplin
Pegawai Negeri Sipil.

Layanan Unggulan dalam Reformasi Birokrasi

Reformasi birokrasi yang dilaksanakan di Departemen Keuangan pada


dasarnya diarahkan untuk memberikan peningkatan pelayanan kepada publik. Upaya
peningkatan pelayanan tersebut dilakukan melalui berbagai langkah prioritas,
sehingga diharapkan perbaikan pelayanan tersebut dapat diwujudkan dalam jangka
menengah dan jangka panjang, namun dengan tetap memperhatikan layanan yang
lebih baik dalam jangka pendek. Dengan mempertimbangkan hal tersebut, berbagai
upaya perbaikan proses bisnis yang dilakukan dalam reformasi birokrasi dalam jangka
pendek difokuskan pada tujuan peningkatan pelayanan prima yang secara langsung
menyentuh kepentingan masyarakat umum.
Sasaran utama yang diharapkan dapat diperoleh dari Layanan Unggulan ini
antara lain sebagai berikut:
Pertama, Layanan Unggulan diharapkan mampu meningkatkan transparansi
sekaligus memotong jalur birokrasi yang tidak perlu atas proses bisnis di lingkungan
Departemen Keuangan. Di dalam Layanan Unggulan masyarakat akan dilayani
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 29
dengan SOP yang baku, jelas, dan tertulis guna menjamin kepastian dalam
memperoleh layanan. Di dalam Layanan Unggulan juga secara jelas dicantumkan janji
layanan waktu, dan biaya yang harus dikeluarkan. Upaya meningkatkan transparansi
juga dilakukan melalui pencantuman persyaratan administratif untuk setiap jenis
layanan. Dengan demikian masyarakat tidak direpotkan oleh lambatnya layanan yang
disebabkan karena persyaratan yang tak lengkap.
Kedua, Layanan Unggulan dirancang untuk menyederhanakan proses bisnis di
lingkungan Departemen Keuangan. Di dalam Layanan Unggulan, proses layanan yang
dituangkan dalam SOP telah disederhanakan dengan menghilangkan proses yang
tidak perlu. Dengan demikian bukan saja tahapan proses yang lebih pendek dan
efisien, namun penyelesaian waktu juga menjadi lebih cepat. Namun perlu pula
disadari bahwa dalam beberapa jenis layanan, prosesnya telah diatur dengan tegas
sesuai dengan aturan yang berlaku. Untuk jenis layanan yang demikian, tahapan
proses layanan (red tape) memang tetap harus sebagaimana aturan, namun janji
layanan waktu yang dipersingkat.
Ketiga, Layanan Unggulan dirancang untuk menghindari sejauh mungkin
penyalahgunaan wewenang (a buse of power) dari aparat. Dengan dibuatnya SOP
yang mencantumkan prosedur dan alur layanan, jangka waktu layanan, persyaratan
administrasi yang diperlukan, serta besarnya biaya yang harus dikeluarkan
masyarakat, maka pencari layanan akan mengerti dengan jelas hak dan kewajibannya.
Kondisi ini akan kian memberikan perlindungan yang lebih baik kepada masyarakat
pengguna layanan.
Keempat, Layanan Unggulan memberikan layanan yang didukung oleh aparat
yang semakin profesional dan kompeten. Disamping petugas yang semakin
profesional, maka pada kantor-kantor modern telah dilengkapi dengan teknologi yang
mendukung proses bisnis lebih efisien. Dengan demikian masyarakat akan
mendapatkan layanan yang lebih baik dengan dukungan aparatur yang profesional
dan infrastruktur modern.
Kelima, Layanan Unggulan dirancang untuk menghindari praktek korupsi,
kolusi, dan nepotisme (KKN). Jelasnya janji layanan, waktu penyelesaian, persyaratan
administratif yang diperlukan, serta biaya yang dikeluarkan akan makin melindungi
kepentingan masyarakat. Sementara itu, reformasi birokrasi Departemen Keuangan
telah meletakkan landasan yang kuat untuk penegakan disiplin dan penindakan
pelanggaran yang dilakukan aparatnya, memberikan sanksi yang berat kepada yang
melanggar dan memberikan penghargaan kepada yang berprestasi dan memiliki
kinerja yang baik. Disamping itu, pada setiap unit Eselon I juga telah memiliki Kode
Etik Pegawai (code of conduct) yang baru, serta dilengkapi dengan Majelis Kode Etik
yang akan melakukan penegakan pelaksanaan dan penyelesaian pelanggaran kode
etik yang dilakukan pegawai. Selain itu, masyarakat dapat melaporkan setiap
pelanggaran termasuk perbuatan yang tidak terpuji yang dilakukan oleh pegawai
kepada atasan pegawai atau Kepala Kantor setempat, serta selanjutnya ditindaklanjuti
dan diproses sesuai dengan tingkat pelanggarannya. Sementara itu, apabila terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan hukum perdata atau hukum pidana, akan diproses
lebih lanjut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 30


A. Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Revisi Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DIPA)
DIPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) merupakan dokumen yang
menjadi acuan bagi Satker dalam melaksanakan kegiatan yang sumber
dananya berasal dari APBN. Secara garis besar ada tiga tahap yang harus
dilalui untuk menjadikan suatu DIPA secara hukum sah sebagai dasar
pembayaran/pencairan dana atas beban APBN. Tiga tahap itu yaitu
penyusunan konsep DIPA oleh Pengguna Anggaran (PA) / Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), penelaahan konsep DIPA di Direktorat Jenderal
Perbendaharaan dan pengesahan DIPA oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara.
a. Penyusunan Konsep DIPA
Penyusunan konsep DIPA sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan dilakukan oleh PA/KPA dengan mengacu pada: (I) Undang-
undang APBN, (II) Peraturan Presiden (Perpres) tentang Rincian Anggaran
Belanja Pemerintah Pusat (RABPP) / Surat Rincian Alokasi Anggaran
(SRAA) untuk konsep DIPA yang ditelaah didaerah, (III) RKA-KL yang telah
disetujui DPR dan ditelaah oleh DJA serta (IV) Bagan Akun Standar.

Pokok
b. Penelaahan Konsep DIPA
Penelaahan atas konsep DIPA sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.02/2008 dilakukan bersama-sama
antara petugas dari kementrian/lembaga yang bersangkutan dengan
petugas dari Ditjen Perbendaharaan cq. Direktorat Pelaksanaan
Anggaran /Kanwil Ditjen Perbendaharaan. Penelaahan konsep DIPA yang
dilakukan Direktorat Pelaksanaan Anggaran meliputi DIPA Satker Pusat
dan DIPA Tugas Pembantuan. Sedangkan penelaahan konsep DIPA yang
dilakukan di Kanwil Ditjen Perbendaharaan meliputi DIPA Satker vertikal
Kementrian/Lembaga di daerah dan DIPA Dana Dekonsentrasi.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 31


PENELA
Penelaahan atas konsep DIPA dilakukan dengan aktivitas sebagai berikut :
1) Penilaian kesesuaian pencantuman dan penuangan anggaran (Konsep
DIPA halaman I A. Umum) dengan rincian pada Perpres mengenai

- Organisasi dan s
RABPP/SRAA, meliputi :
a) Kesesuaian pencantuman uraian organisasi dan satuan kerja.
b) Kesesuaian pencantuman uraian dan pagu anggaran pada fungsi,
subfungsi, program, kegiatan, sub kegiatan, dan kelompok
pengeluaran.

- pagu anggaran
c) Kesesuaian pencantuman sasaran dan indikator keluaran.
2) Penilaian kesesuaian pencantuman rincian penggunaan anggaran
(Konsep DIPA halaman I B. Umum) dengan prinsip pembayaran dalam
mekanisme APBN, meliputi :
a) Kesesuaian pencantuman kode bayar.
b) Kesesuaian pencantuman sumber dana.

- sasaran dan kel


c) Kesesuaian pencantuman nomor registrasi pinjaman/hibah luar
negeri.
d) Kesesuaian pencantuman tata cara penarikan dana.
3) Penilaian kesesuaian pencantuman rincian penggunaan anggaran
(Konsep DIPA halaman II. Rincian Pengeluaran) dengan kaidah
akuntansi pemerintah, meliputi :
a) Kesesuaian penempatan jenis belanja.
b) Kesesuaian pencantuman akun pengeluaran.
4) Penilaian terhadap rencana penarikan dana tiap bulan (Konsep DIPA
halaman III. Rencana Penarikan dana dan Perkiraan Penerimaan),
meliputi pencantuman rencana penarikan dana tiap bulan sesuai pagu
per kegiatan dan per jenis belanja.
5) Penilaian terhadap perkiraan penerimaan tiap bulan (Konsep DIPA
halaman III. Rencana Penarikan dana dan Perkiraan Penerimaan),
meliputi pencantuman perkiraan penerimaan perpajakan dan PNBP tiap
bulan.

Atas konsep DIPA yang telah dilakukan penelaahan dan telah


memenuhi ketentuan dibuatkan Catatan Penelaahan (halaman IV) yang
32

- kantor bayar
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar
berfungsi sebagai surat pengantar untuk menyusun Surat Pengesahan
DIPA. Catatan Penelaahan memuat identitas DIPA (Bagian Anggaran, unit
organisasi dan satuan kerja), pagu anggaran per jenis belanja, catatan atas
penelaahan DIPA, pihak-pihak yang melakukan penelaahan, dan
persetujuan penelaahan.
c. Pengesahan DIPA
Pengesahan DIPA sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 105/PMK.02/2008 merupakan penetapan oleh
Bendahara Umum Negara atas konsep DIPA yang telah dilakukan
penelaahan dan memuat pernyataan bahwa DIPA berkenaan tersedia
dananya dalam APBN dan dapat menjadi dasar pembayaran/pencairan
dana atas beban APBN. Pengesahan DIPA dilakukan dengan menerbitkan
Surat Pengesahan DIPA yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal
Perbendaharaan untuk DIPA Satker Pusat dan DIPA Tugas Pembantuan,
dan oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk DIPA Satker vertikal
dan DIPA Dana Dekonsentrasi.
Surat Pengesahan DIPA memuat identitas DIPA (Bagian Anggaran, unit
organisasi dan satuan kerja), pagu anggaran DIPA, rincian sumber dana
DIPA, Kantor Bayar dan pernyataan dari BUN bahwa perhitungan biaya
dalam DIPA merupakan tanggung jawab PA/KPA.
Dalam hal kementerian/lembaga tidak menyampaikan konsep DIPA
sampai dengan tanggal yang telah ditetapkan, maka diterbitkan DIPA
sementara oleh Direktorat Pelaksana Anggaran / Kanwil Ditjen
Perbendaharaan dengan berdasar kepada Perpres mengenai RABPP /
SRAA. Dana yang dapat dicairkan dibatasi untuk pembayaran gaji pegawai,
pengeluaran keperluan sehari-hari perkantoran, daya dan jasa, dan lauk
pauk/bahan makanan. Sedangkan dana untuk jenis pengeluaran lainnya
harus diblokir.

O
d. Revisi DIPA
Revisi DIPA diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Revisi DIPA
adalah perubahan dan/atau pergeseran rincian anggaran dalam DIPA.
Revisi DIPA dibuat oleh PA/KPA dan diajukan kepada Direktorat Jenderal
Kem

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 33


Perbendaharaan/Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk mendapat
pengesahan.
Revisi DIPA dilaksanakan berdasarkan perubahan SAPSK atau tanpa
perubahan SAPSK. Sepanjang tidak mengakibatkan pengurangan terhadap
(I) alokasi kegiatan 0001 kecuali untuk memenuhi alokasi gaji dan
tunjangan pada Satker lain, (II) alokasi kegiatan 0002 kecuali untuk
memenuhi alokasi kegiatan 0002 pada Satker lain untuk akun yang sama,
(III) alokasi kegiatan 0002 kecuali untuk memenuhi alokasi gaji dan
tunjangan pada Satker yang bersangkutan, (IV) alokasi dana untuk
pembayaran berbagai tunggakan, (V) rupiah murni pendamping PHLN, (VI)
alokasi dana kegiatan yang bersifat multi years, dan (VII) alokasi dana pada
rincian kelompok pengeluaran/subkegiatan/kegiatan yang telah
dikontrakkan dan/atau direalisasikan dananya sehingga menjadi minus.
Pengesahan revisi DIPA untuk DIPA Satker Pusat yang berlokasi di DKI
Jakarta, disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan. Sedangkan
revisi DIPA untuk DIPA Satker Pusat yang berlokasi di daerah (diluar DKI
Jakarta), DIPA Satker vertikal, DIPA Dekonsentrasi dan DIPA Tugas
Pembantuan baik untuk DIPA yang awalnya disahkan di pusat maupun
daerah, disahkan oleh Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

DPR-D

Perencan
B. PEMBUATAN KOMITMEN.
Komitmen merupakan kewajiban yang akan menimbulkan pembayaran di
masa yang akan datang berdasarkan pemenuhan kondisi atau kriteria tertentu.
Secara umum terdapat dua jenis komitmen. Komitmen khusus (specific

A
commitment) adalah komitmen yang menimbulkan kewajiban pembayaran atau
serangkaian pembayaran dalam jangka waktu tertentu. Termasuk dalam komitmen
khusus adalah penerbitan persetujuan kontrak pengadaan barang dan jasa.
Sedangkan komitmen yang berkelanjutan (continuing commitment) merupakan
komitmen yang pembayarannya bersifat berkelanjutan, tidak dibatasi oleh jangka
waktu tertentu dan tidak didasarkan pada adanya kontrak tersendiri. Pembayaran
untuk gaji, tunjangan dan sejenisnya termasuk dalam continuing commitment.
Dalam peraturan perundangan yang ada telah terdapat beberapa pasal yang
secara implisit mengatur tentang manajemen komitmen. Dalam pasal 3 ayat 3 UU
No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara disebutkan bahwa tindakan
yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN/APBD hanya dapat dilakukan

Bagian
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 34
jika tersedia cukup anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut. Selanjutnya
dalam pasal 17 ayat 2 ditegaskan bahwa ikatan/perjanjian dalam rangka
pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh pengguna anggaran atau kuasanya
dengan pihak lain hanya dapat dilakukan dalam batas anggaran yang telah
ditetapkan.
Patut diperhatikan bahwa seiring dengan semangat let the managers
manage dan peran menteri/pimpinan lembaga sebagai Chief Operational Officer,
kewenangan administratif dalam pengelolaan keuangan negara ada pada
kementerian negara/lembaga. Kewenangan administratif tersebut diantaranya
meliputi kewenangan untuk melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya
yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara dan
melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada
kementrian/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tersebut (Penjelasan
UU Perbendaharaan).

Dalam hal manajemen komitmen, existing koneksitas proses bisnis di Satker


dengan proses bisnis perbendaharaan di Ditjen Perbendaharaan justru terjadi
pada saat pencairan dana, di mana informasi yang terkait dengan kontrak
pengadaan dan jasa disampaikan ke KPPN dalam bentuk resume kontrak sebagai
salah satu lampiran SPM (Perdirjen 66/PB/2005).
Kelengkapan SPP adalah sebagai berikut:
1) Kelengkapan SPP-UP (Uang Persediaan) :
 Surat Pernyataan dari KPA atau Pejabat yang
ditunjuk, menyatakan tidak untuk membiayai pengeluaran yang harus
dengan LS.
 Daftar Nominatif pemilik tanah yg ditandatangani

A
KPA untuk Pengadaan tanah yang luas nya kurang dari 1 hektar.
 Daftar Nominatif pemilik tanah dan besaran harga
tanah yang ditanda tangani KPA dan diketahui Oleh Panitia Pengadaan
Tanah (PPT) untuk Pengadaan Tanah yg luasnya lebih dari 1 hektar
dilakukan dengan bantuan PPT setempat.
Pengadaan Tanah yang pembayarannya Melalui

(da

UP/TUP harus terlebih dahulu mendapat ijin dari Kantor Pusat Ditjen
PBN / Kanwil Ditjen PBN sedangkan besaran uangnya harus mendapat
dispensasi UP/TUP sesuai ketentuan yang berlaku.
 UP/TUP untuk PNBP diajukan terpisah dari
UP/TUP Lainnya.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 35


2) Kelengkapan SPP-TUP (Tambahan Uang Persediaan) :
 Rincian pengunaan dana dari Kuasa Pengguna
Anggaran atau Pejabat yang ditunjuk, bahwa dana untuk kebutuhan
yang mendesak.
 Surat Dispensasi :
 Dari Kepala KPPN untuk TUP s/d Rp. 200 Juta
 Dari Kepala Kanwil Ditjen PBN untuk TUP diatas Rp. 200 Juta
 Surat Pernyataan dari Kuasa Pengguna
Anggaran atau Pejabat yang ditunjuk;
 Dana akan habis digunakan dalam 1 bulan sejak terbit SP2D
 Tidak untuk pengeluaran dengan LS
 Sisa setelah 1 bulan akan disetor ke rekening Kas Negara
 Rekening Koran yang menunjukan saldo terakhir.
 Kelengkapan SPP-GU (Penggantian Uang
Persediaan)
 SPTB (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja)
 Kuitansi
 SSP yang telah dilegalisir oleh KPA atau pejabat yang ditunjuk.
3) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk pembayaran Gaji
Induk/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji/ Gaji terusan/Uang Duka
Wafat/Tewas:
 Daftar gaji
 Surat Keputusan (SK)
 Surat Pernyataan
 Daftar Keluarga (Kp4)
 Copy surat nikah
 Copy akte lahir
 SKPP (Surat Keterangan Penghentian Pembayaran)
 Daftar Potongan sewa rumah dinas
 Keterangan Sekolah/kuliah
 Surat kematian
 SSP Pph 21 sesuai peruntukan.
4) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk lembur:
 Daftar lembur
 surat perintah kerja lembur
 SSP Pph 21
5) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk Honor/Vakasi:
 Daftar honor/vakasi
 Surat Keputusan (SK)
 SSP Pph 21
6) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk pembayaran Gaji
Induk/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji/ Gaji terusan/Uang Duka
Wafat/Tewas:
 Daftar gaji
 Surat Keputusan (SK)
 Surat Pernyataan
 Daftar Keluarga (Kp4)
 Copy surat nikah
 Copy akte lahir
 SKPP (Surat Keterangan Penghentian Pembayaran)
 Daftar Potongan sewa rumah dinas
 Keterangan Sekolah/kuliah
Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 36
 Surat kematian
 SSP Pph 21 sesuai peruntukan.
7) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran Langsung) untuk Pengadaan barang
dan jasa:
 Kontrak/SPK yang mencantumkan nomor rekening rekanan;
 Surat Pernyataan Kuasa PA mengenai penetapan rekanan;
 BA Penyelesaian Pekerjaan, Serah Terima Pekerjaan, dan
Pembayaran;
 Kuitansi yang disetujui oleh Kuasa PA atau pejabat yg ditunjuk;
 Faktur pajak beserta SSP yang telah ditandatangani Wajib
Pajak;
 Jaminan Bank atau yang dipersamakan yang dikeluarkan oleh
bank atau lembaga keuangan non bank;
 Dokumen lain yang dipersyaratkan untuk kontrak-kontrak yang
dananya sebagian atau seluruhnya bersumber dari pinjaman/ hibah
luar negeri
 Ringkasan Kontrak
 Berita Acara sekurang-kurangnya dalam rangkap 5 disampaikan
kepada : Asli dan satu tembusan untuk penerbit SPM; Masing-
masing satu tembusan untuk para pihak yang membuat kontrak;
Satu tembusan untuk pejabat pelaksana pemeriksaan pekerjaan.
8) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk Pengadaan Tanah:
 Persetujuan Panitia Pengadaan Tanah untuk tanah yang
luasnya lebih dari 1 hektar;
 Foto copy kepemilikan Tanah;
 Kuitansi;
 SPPT PBB tahun transaksi;
 Surat Persetujuan Harga;
 Pernyataan dari penjual bahwa tanah tersebut tidak dalam
sengketa dan tidak sedang dalam agunan;
 Pelepasan /Penyerahan hak atas tanah/ akta jual beli di
hadapan PPAT;
 SSP PPh Final atas Pelepasan Hak;
 Surat Pelepasan Hak adat ( Bila diperlukan).
9) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk langganan daya dan
jasa:
 Bukti tagihan
 Nomor rekening pihak ke tiga (PLN, Telkom, PDAM)
10) Kelengkapan SPP-LS (Pembayaran langsung) untuk Perjalanan dinas:
 Surat Tugas
 SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas)
 Kuitansi
 Daftar nominatif
11) Kelengkapan SPP untuk PNBP
 UP dapat diberikan kepada satker pengguna sebesar 20 % dari
pagu dana PNBP pada DIPA maksimal sebesar Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah), dengan melampirkan Daftar Realisasi
Pendapatan dan Penggunaan Dana DIPA (PNBP) tahun anggaran
sebelumnya. Apabila UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP
sebesar kebutuhan riil satu bulan dengan memperhatikan
maksimum pencairan (MP).
 SSBP (Surat Setoran Bukan Pajak).

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 37


Dalam pengajuan SPM-TUP/ GUP/ LS PNBP ke KPPN, satker
pengguna harus melampirkan Daftar Perhitungan Jumlah MP.

B. PEMBAYARAN.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-66/PB/2005 dan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 134/PMK.06/2005, jenis pembayaran terdiri dari:
1. Pembayaran Dengan Uang Persediaan.
Uang persediaan adalah Uang Muka Kerja yang diberikan kepada
bendahara pengeluaran, bersifat daur ulang (revolving) untuk membiayai
kegiatan operasional sehari-hari perkantoran yang tidak dapat dilakukan
dengan pembayaran langsung. Adapun jumlah uang persediaan yang
dapat dimintakan adalah sebagai berikut:
• 1/12 dari pagu maksimal Rp. 50 Juta untuk pagu sampai dengan Rp.900
Juta
• 1/18 dari pagu maksimal Rp. 100 Juta untuk pagu diatas Rp. 900 Juta
sampai dengan Rp. 2,4 Miliar

• 1/24 dari pagu maksimal Rp. 200 Juta untuk pagu diatas Rp. 2,4 Miliar

• 20 % dari pagu dana PNBP pada DIPA maksimal sebesar Rp. 500 Juta
Penggantian UP dapat dilakukan setelah UP digunakan sekurang-
kurangnya 75% dari UP yang diterima. Sisa UP pada akhir tahun anggaran
harus disetor ke rekening Kas Negara paling lambat tanggal 31 Desember.
Dalam hal Penggunaan UP belum mencapai 75% sedangkan satker
memerlukan pendanaan melebihi sisa dana yang tersedia dapat dimintakan
Tambahan Uang Persediaan (TUP).
Pembayaran dengan uang persediaan memiliki kriteria sebagai berikut:
 Untuk membiayai keperluan sehari-hari perkantoran.
 Pembayaran tidak boleh melebihi Rp 10 juta kepada satu rekanan.
 Tetap memperhatikan ketentuan perpajakan.
2. Pembayaran Langsung.
Pembayaran langsung merupakan jenis pembayaran yang utama.
Dimana pembayaran dilakukan langsung ke rekening yang
berhak/rekanan/pihak ketiga atau untuk keperluan tertentu melalui
Bendahara Pengeluaran.
Proses penerbitan SPM diawali dari dibuatnya SPP oleh pejabat yg
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan (PPK) selaku pemberi kerja
untuk diteruskan ke pejabat penandatangan SPM. Pejabat penandatangan
SPM melakukan pengujian terhadap kelengkapan dan ketepatan pembebanan
dalam SPP.
Pejabat penandatangan SPM melakukan pengujian atas SPP sebagai
berikut:
1) Memeriksa secara rinci dokumen pendukung SPP sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
2) Memeriksa ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA untuk
memperoleh keyakinan bahwa tagihan tidak melampaui batas pagu
anggaran.
3) Memeriksa kesesuaian rencana kerja dan/atau kelayakan hasil kerja
yang dicapai dengan indikator keluaran.
4) Memeriksa kebenaran atas hak tagih
5) Memeriksa pencapaian tujuan dan/atau sasaran kegiatan sesuai
dengan indikator keluaran yang tercantum dalam DIPA berkenaan dan/atau
spesifikasi teknis yang sudah ditetapkan dalam kontrak.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 38


6) Setelah dilakukan pengujian terhadap SPP-UP/SPP-
TUP/SPPGUP/SPP-LS, Pejabat penandatangan SPM menerbitkan SPM-
UP/SPM-TUP/SPM-GUP/SPM-LS dalam rangkap 3 (tiga) untuk
disampaikan kepada KPPN (lembar pertama dan kedua) dan sebagai
pertinggal pada satker yang bersangkutan (lembar ketiga).

C. PENCAIRAN DANA.
KPPN hanya dapat melakukan pencairan dana setelah menerima dokumen-
dokumen sebagai berikut:
a. Dokumen Penyediaan Dana (DIPA/Dokumen Lain yang disamakan), yang
memuat alokasi dana yang dibebankan pada SPM yang disampaikan.
b. Tembusan SK Pengangkatan Pengelola Anggaran dari Menteri/Pimpinan
Lembaga / Pejabat yang ditunjuk dan spesimen tandatangan yaitu :
 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
 Pejabat Pembuat Komitmen/Penanggung jawab kegiatan (PPK).
 Pejabat Penanda tangan SPM/penguji SPP.
 Bendahara Pengeluaran.
c. Surat Perintah Membayar (SPM), beserta lampirannya sesuai ketentuan dan
jenis pembayaran.
Prosedur penerbitan SP2D dilakukan ketika SPM disampaikan kepada KPPN,
dengan langkah-langkah sebagai berikut (Perdirjen 66 tahun 2005 dan Kep-
297/PB/2007) :
a. Pengguna Anggaran/Kuasa PA atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan
SPM beserta dokumen pendukung dilengkapi dengan Arsip Data Komputer
(ADK) berupa soft copy (disket) melalui loket Penerimaan SPM pada KPPN
atau melalui Kantor Pos, kecuali bagi satker yang masih menerbitkan SPM
secara manual tidak perlu ADK.
b. SPM Gaji Induk harus sudah diterima KPPN paling lambat tanggal 15 sebelum
bulan pembayaran.
c. Petugas KPPN pada loket penerimaan SPM (front office) memeriksa
kelengkapan SPM, mengisi check list kelengkapan berkas SPM, mencatat
dalam Daftar Pengawasan Penyelesaian SPM, meneliti kelengkapan SPM dan
lampirannya.
Kelengkapan SPM dimaksud meliputi:
 Untuk keperluan UP :
Surat Pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk,
menyatakan bahwa Uang Persediaan tersebut tidak untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran yang menurut ketentuan harus dengan LS.
 Untuk keperluan pembayaran TUP :
 Rincian rencana penggunaan dana;
 Surat dispensasi Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan untuk
TUP diatas RP 200.000.000 (dua ratus juta rupiah);
 Surat Pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang
ditunjuk yang menyatakan bahwa dana Tambahan UP tersebut akan
digunakan untuk keperluan mendesak dan akan habis digunakan dalam
waktu satu bulan terhitung sejak tanggal diterbitkan SP2D, apabila terdapat
sisa dana TUP harus disetorkan ke Rekening Kas Negara, dan tidak untuk
membiayai pengeluaran yang seharusnya dibayarkan secara langsung.
 untuk keperluan pembayaran GUP :
 SPTB;
 Faktur Pajak dan SSP (surat setoran pajak);
 untuk keperluan pembayaran langsung (LS) belanja pegawai :

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 39


 Daftar Gaji/Gaji Susulan/Kekurangan Gaji/Lembur/Honor dan Vakasi
yang ditanda tangani oleh KPA atau pejabat yang ditunjuk dan Bendahara
Pengeluaran;
 Surat-surat Keputusan Kepegawaian dalam hal terjadi perubahan pada
daftar gaji;
 Surat Keputusan Pemberian honor/vakasi dan SPK lembur;
 Surat Setoran Pajak (SSP).
 untuk keperluan pembayaran langsung (LS) non belanja pegawai :
 Resume Kontrak/SPK atau Daftar Nominatif Perjalanan Dinas;
 SPTB;
 Faktur Pajak dan SSP (surat setoran pajak);
Bukti asli lampiran SPP merupakan arsip yang disimpan oleh PA/KPA.

Pengujian SPM dilaksanakan oleh KPPN mencakup pengujian yang bersifat


substansif dan formal.
 Pengujian substantif dilakukan untuk:
 menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM;
 menguji ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam DIPA
yang ditunjuk dalam SPM tersebut;
 menguji dokumen sebagai dasar penagihan (Ringkasan Kontrak/SPK,
Surat Keputusan, Daftar Nominatif Perjalanan Dinas);
 menguji surat pernyataan tanggung jawab (SPTB) dari kepala kantor/satker
atau pejabat lain yang ditunjuk mengenai tanggung jawab terhadap
kebenaran pelaksanaan pembayaran;
 menguji faktur pajak beserta SSPnya;
 Pengujian formal dilakukan untuk:
 mencocokkan tanda tangan pejabat penandatangan SPM dengan
spesimen tandatangan;
 memeriksa cara penulisan/pengisian jumlah uang dalam angka dan huruf;
 memeriksa kebenaran dalam penulisan, termasuk tidak boleh terdapat
cacat dalam penulisan.
Keputusan hasil pengujian ditindak lanjuti dengan :
 Penerbitan SP2D bilamana SPM yang diajukan memenuhi syarat yang
ditentukan;
 Pengembalian SPM kepada penerbit SPM, apabila tidak memenuhi syarat
untuk diterbitkan SP2D.
 Pengembalian SPM sebagaimana diatur sebagai berikut:
 SPM Belanja Pegawai Non Gaji Induk dikembalikan paling lambat tiga hari
kerja setelah SPM diterima;
 SPM UP/TUP/GUP dan LS dikembalikan paling lambat satu hari kerja
setelah SPM diterima.
 Pengesahan Surat Perintah Membayar Penggantian UP (SPM-GUP) Nihil atas
TUP dilaksanakan KPPN dengan membubuhkan Cap pada SPM GU Nihil dan
ditandatangani oleh Kepala Seksi Perbendaharaan.
 Penerbitan SP2D wajib diselesaikan oleh KPPN dalam batas waktu sebagai
berikut:
 SP2D Gaji Induk diterbitkan paling lambat tanggal 25 sebelum bulan
pembayaran.
 SP2D Gaji lainnya paling lambat 5 hari kerja setelah diterima SPM secara
lengkap.
 SP2D Non Gaji Induk diterbitkan paling lambat satu hari kerja setelah
diterima SPM secara lengkap.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 40


 SP2D UP/TUP/GUP dan LS paling lambat satu jam setelah diterima SPM
secara lengkap.
Penerbitan SP2D oleh KPPN dilakukan dengan cara:
 SP2D diterbitkan dalam rangkap 3 (tiga). Ditandatangani oleh Kepala Seksi
Perbendaharaan untuk kemudian disalurkan ke Satker yang bersangkutan
SP2D lembar ke-2 dan SPM lembar ke-2, disalurkan ke Seksi Verifikasi dan
Akuntansi SP2D lembar ke-3 dan SPM lembar ke-1. Sedangkan untuk SP2D
lembar-1 disalurkan ke Seksi Bank/Giro Pos.
 SP2D lembar-1 ditandatangani oleh Kepala Seksi Bank/Giro Pos atau Seksi
Bendum dan dibubuhi stempel timbul yang nantinya disampaikan kepada Bank
Operasional.
 Daftar Penguji dibuat dalam rangkap 3 (tiga) sebagai pengantar SP2D dengan
ketentuan:
 Ditandatangani oleh Kepala Seksi Bank/Giro Pos atau Seksi Bendum dan
diketahui oleh Kepala KPPN serta dibubuhi stempel timbul kepala KPPN.
 Lembar kesatu dan lembar kedua dilampiri asli SP2D dikirimkan melalui
petugas kurir KPPN ke BI/Bank Operasional /Sentral Giro.
 Daftar penguji lembar kedua setelah ditandatangani oleh BI/ Bank
Operasional/ Sentral Giro dikembalikan kepada KPPN melalui petugas kurir
yang sama.
 Daftar penguji lembar ketiga sebagai pertinggal di KPPN.

BAGAN A
PEMBUAT
KOMITMEN
P
D. MANAJEMEN KAS.
Manajemen kas di sektor pemerintahan merupakan suatu strategi dan proses
yang terkait dengan pengelolaan secara cost-effective saldo dan aliran kas jangka
pendek pemerintah (Williams, 2004). Perencanaan kas juga sebagai kegiatan
memperkirakan penerimaan dan pengeluaran kas dalam jangka waktu tertentu
sehingga negara memiliki saldo kas cukup untuk membiayai kewajiban negara
dalam waktu tertentu dalam rangka pelaksanaan APBN. Manajemen kas dengan
demikian melibatkan baik unit di dalam pemerintah itu sendiri (antara central

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 41


treasury dengan spending agencies, misalnya) dan antara pemerintah dengan
sektor lain (misalnya adalah sektor keuangan).
Pelaksanaan manajemen kas secara efektif pada sektor pemerintahan
memiliki beberapa tujuan (Williams, 2004), yaitu :
1) Minimalisasi jumlah idle cash balance pemerintah terutama yang
terdapat pada perbankan, berikut biaya yang terkait dengan idle cash tersebut;
2) Mengurangi risiko, yaitu risiko operasional terkait pembayaran tagihan
pemerintah dan penerimaan negara secara tepat waktu;
3) Melalui berbagai instrumen pemerintah (seperti Treasury Bills dan
pinjaman pemerintah jangka pendek) memberikan beberapa opsi kepada
Pemerintah terkait pengelolaan kebutuhan pembiayaan pemerintah sehingga
dapat menghindari risiko pembiayaan berbiaya tinggi.
Dalam peraturan perundangan terdapat beberapa pasal terkait manajemen
kas yang dapat dijadikan sebagai landasan untuk pengembangan manajemen kas
di sektor pemerintahan. Penjelasan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa fungsi perbendaharaan meliputi,
terutama, perencanaan kas yang baik, pencegahan agar jangan sampai terjadi
kebocoran dan penyimpangan, pencarian sumber pembiayaan yang paling murah
dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle cash) untuk meningkatkan nilai
tambah sumber daya keuangan. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007
tentang Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah, Pasal 32 ayat (1) menyebutkan
bahwa Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara atau Kuasa
Bendahara Umum Negara pusat bertanggung jawab untuk membuat perencanaan
kas dan menetapkan saldo kas minimal. Kemudian ayat (2) menyebutkan bahwa,
berdasarkan perencanaan arus kas dan saldo kas minimal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum Negara
pusat menentukan strategi manajemen kas untuk mengatasi kekurangan kas
maupun untuk menggunakan kelebihan kas. Selanjutnya pada ayat (4) disebutkan
bahwa dalam rangka penyusunan perencanaan kas, Kementerian
Negara/Lembaga dan pihak-pihak lain yang terkait dengan penerimaan dan
pengeluaran APBN wajib menyampaikan proyeksi penerimaan dan pengeluaran
secara periodik kepada Bendahara Umum Negara atau Kuasa Bendahara Umum
Negara.

E. PELAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN.


Dalam rangka penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN,
disusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang terdiri dari Neraca,
Arus kas, Laporan Realisasi APBN (LRA) dan Catatan Atas Laporan Keuangan
(CALK). LKPP tersebut dihasilkan dari Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat
(SAPP), yang terdiri dari Sistem Akuntansi-Bendahara Umum Negara (SA-BUN)
dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI).
Salah satu sub sistem dari SA-BUN adalah Sistem Akuntansi Pusat (SiAP),
yang terdiri dari Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SA-KUN) dan Sistem
Akuntansi Umum (SAU). Sedangkan, SAI terdiri dari beberapa sub-sistem
akuntansi yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK), Sistem Informasi Manajemen
dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN), dan Sistem Akuntansi-Bagian
Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (SA-BAPP).
Dalam rangka pelaksanaan sistem akuntansi tersebut, Kementerian/Lembaga
selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Ditjen Perbendaharaan selaku BUN
membentuk unit-unit akuntansi. Untuk kajian proses bisnis pengelolaan keuangan
negara di Satker dan koneksitasnya dengan proses bisnis kuasa BUN, maka
pembahasan akan difokuskan pada proses bisnis dan koneksitas yang berkaitan
dengan SAK di tingkat Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA) dan
SiAP di tingkat Unit Akuntansi Kuasa Bendahara Umum Negara (UAKBUN)
Daerah-KPPN.

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 42


Setiap UAKPA wajib memroses dokumen sumber unuk menghasilkan
laporan berupa LRA, Neraca dan Catatan ataS Laporan Keuangan Satuan Kerja.
Dokumen sumber dalam pelaksanaan SAI untuk menyusun laporan keuangan di
tingkat Satker berupa:
a. Dokumen penerimaan yang terdiri dari :
 Estimasi Pendapatan yang dialokasikan: (Pajak, PNBP dan
Hibah pada DIPA dan dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA);
 Realisasi Pendapatan: Bukti Penerimaan Negara (BPN) disertai
dokumen pendukung SSBP, SSPB, SSP, SSBC, dan dokumen lain
yang dipersamakan.
b. Dokumen pengeluaran yang terdiri dari :
 Alokasi Anggaran DIPA, SKO, dan dokumen lain yang dipersamakan;
 Realisasi Pengeluaran : SPM beserta SP2D, dan dokumen lain yang
dipersamakan.
Prosedur dan tahapan sejak perekaman dokumen sumber sampai dengan
pelaporan dalam rangka penyusunan laporan keuangan Kementrian
Negara/Lembaga di tingkat UAKPA adalah sebagai berikut:
 Menerima dan memverifikasi dokumen sumber transaksi keuangan
 Merekam dokumen sumber.
 Mencetak dan memverifikasi RTH dengan dokumen sumber.
 Mencetak dan memverifikasi buku besar.
 Mencetak dan mengirim laporan keuangan beserta ADK ke KPPN
setiap bulan.
 Melakukan rekonsiliasi data dengan KPPN dan menandatangani Berita
Acara Rekonsiliasi dan melakukan perbaikan data jika terdapat
kesalahan pada data UAKPA.
 Mencetak Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, dan menyampaikannya
UAPPA-W/UAPPA-E1 beserta ADK setiap bulan.
 Menyusun Catatan atas Laporan Keuangan dan menyampaikan ke
UAPPA-W/UAPPA-E1 setiap semester.
 Melakukan back up data

Resonansi Reformasi Perbendaharaan Negara dari KPPN Blitar 43


A. VISI, MISI DAN RENCANA STRATEGIK.
Secara ringkas, tugas pokok KPPN dapat dikelompokkan ke dalam tiga
hal, yaitu : pencairan dana melalui penerbitan SP2D, penatausahaan
penerimaan dan pengeluaran negara melalui penyusunan laporan kas posisi,
dan pencatatan dan pelaporan keuangan melalui penyusunan Laporan
Keuangan tingkat Kuasa BUN.
Pelaksanaan tugas tersebut, apabila dikaitkan dengan fungsi treasury
maka dapat diperdalam sebagai berikut : penerbitan SP2D terkait dengan fungsi
budget execution; penyusunan kas posisi terkait dengan fungsi cash
management; dan, penyusunan LKPP terkait dengan fungsi government
financial accounting and reporting.

Sebagai implementasi fungsi budget execution, tugas penerbitan SP2D


tidak lagi hanya diinterpretasikan sebagai pengujian formal dan substansial
semata. Namun, pencairan dana dapat diurai lebih komprehensif dalam peran
pelaksanaan anggaran pada siklus manajemen keuangan pemerintah.
Pencairan dana menjadi bagian dari fungsi kebijakan fiskal APBN yang
mempengaruhi perekonomian dan pencapaian rencana kerja Pemerintah. Oleh
karena itu, dalam pelaksanaan tugas pencairan dana, untuk kelancaran
penggunaan anggaran satuan kerja, KPPN dituntut cepat, transparan, dan
akuntabel. Untuk optimalisasi pencapaian tujuan kebijakan fiskal, KPPN dituntut
dapat melakukan analisa, monitoring dan evaluasi atas realisasi anggaran pada
wilayah kerjanya. Serta, untuk kepentingan Bendahara Umum Negara, KPPN
dituntut mampu memprediksi kebutuhan kas negara untuk membiayai
pengeluaran negara.
Dalam kaitannya dengan implementasi fungsi cash management, tugas
dalam penatausahaan penerimaan dan pengeluaran negara, tidak hanya
dilakukan untuk penyusunan Kas Posisi semata, namun dapat diperdalam
sebagai analisis atas cashflow Pemerintah. Dari pendalaman tersebut, sistem
penyetoran penerimaan dapat terus dievaluasi dan sistem prediksi atas
pengeluaran negara (cash disbursement forecasting) dapat disempurnakan,
untuk menjamin ketersediaan uang negara dan optimalisasi manajemen kas
pemerintah.
Rumusan strategi organisasi sebenarnya merupakan artikulasi dari
strategi organisasi Ditjen Perbendaharaan dan interpretasi terhadap visi dan misi
fungsi perbendaharaan tersebut di atas.

Pelayanan
Dalam rumusan strategi, sasaran yang akan dicapai oleh KPPN Blitar adalah :

Prima
pelayanan prima sesuai bisnis proses KPPN Percontohan; berjalannya fungsi
treasury; dan, kelancaran operasional perkantoran.
Dalam mencapai sasaran pelayanan prima, output yang dihasilkan adalah
pelayanan pencairan dana yang bersih, transparan, akuntabel dan profesional.

Sesuai
Untuk menghasilkan output tersebut, kegiatan yang dilakukan adalah penataan
uraian tugas dengan input ketersediaan sarana dan prasarana.
Untuk mencapai sasaran berjalannya fungsi treasury, output yang dihasilkan yan
adalah kelancaran pencairan dana, monitoring arus kas, dan penyusunan LKPP

SOP KPPN
yang tertib dan akurat. Aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan output tersebut
dilakukan melalui sosialisasi, monitoring dan evaluasi realisasi penerimaan dan
pengeluaran, serta koordinasi dan rekonsiliasi dengan mitra kerja. Input yang

Percontohan
digunakan dalam aktivitas tersebut adalah data DIPA dan realisasi, data LKP dan
Tim-Tim kegiatan fungsional.

Berjalannya
P
Fungsi
No Ren
Sedangkan dalam rangka pencapaian sasaran kelancaran operasional

I. Sub Bagian Umu


perkantoran, output yang dihasilkan adalah tersedianya SDM yang disiplin,
berintegritas dan professional dan tersedianya sarana prasarana. Output tersebut
dihasilkan melalui kegiatan pembinaan SDM, evaluasi peringkat jabatan dan

1. Penetapan SK
pengadaan barang dan jasa. Input dari aktivitas tersebut adalah pegawai KPPN,
sistem penggajian dan remunerasi, serta anggaran pada DIPA tahun 2009.
Rencana dan strategi yang disusun berdasarkan pemahaman yang

Pengadaan da
diupayakan lebih komprehensif selanjutnya menjadi dasar penyusunan rencana
kerja yang menjadi guideline dalam aktivitas organisasi dan penggunaan anggaran
pada DIPA.

2. Lelang , kontra
B. PELAKSANAAN STANDAR OPERATING PROCEDURE (SOP) KPPN
PERCONTOHAN.

office dan salu


Sejak 30 Juli 2007 Ditjen Perbendaharaan telah meluncurkan KPPN
Percontohan, dan pada tahun anggaran 2009 dari 178 unit KPPN di seluruh
Indonesia 37 diantaranya adalah KPPN Percontohan. Perubahan sistem pelayanan
3. Pengadaan pe
pada KPPN percontohan terutama dengan menerapkan one stop service dan
adanya front office sebagai satu-satunya pihak yang melayani customer, serta
menyediakan customer services pada front office. Dengan model pelayanan
tersebut, pihak customer cukup bertemu dengan petugas front office untuk
berurusan dengan KPPN hingga SP2D—sebagai produk layanan--, diselesaikan.
Selain itu, KPPN juga menyediakan layanan rekonsiliasi data pelaksanaan anggaran
dalam rangka penyusunan laporan keuangan.
KPPN Blitar pada tahun anggaran 2009 telah melaksanakan prinsip prinsip
KPPN Percontohan, dimana pengajuan SPM dari satker untuk di proses menjadi

II. Seksi Perbendaha


SP2D hanya melewati satu pintu layanan yakni pada petugas front office, sehingga
pihak satker dapat dengan mudah terlayani. Saat datang di KPPN Blitar cukup
dengan mengambil nomor antrian dan menunggu pada satu meja petugas front

1. Penataan arsi
office, maka semua keperluan satker dapat terselesaikan di situ.

2. Sosialisasi/koord
3. Evaluasi pelak
Prima
FRONT OFFICE

Hal ini sangat memudahkan dan meringankan beban satker yang dimungkinkan
jarak yang sangat jauh dan satker membutuhkan pelayanan yang cepat dan akurat.
KPPN Blitar masih terus berbenah dalam melaksanakan dan mengimplementasikan
SOP KPPN Percontohan, tak jarang terdapat kendala kendala namun dapat diatasi 1
SATKER
dengan jalan pendekatan dan proses pemahaman yang baik dari semua pihak terkait,
baik pihak KPPN Blitar sendiri maupun pihak satker dalam proses pengajuan SPM
menjadi SP2D.
SOP KPPN Percontohan yang lebih simpel dan lebih hemat dari segi waktu
membuat proses pencairan dana dari SPM hingga menjadi SP2D dan disampaikan ke
Bank (BOI) semakin cepat dan tepat dengan dukungan teknologi informasi yang selalu
terupdate secara real time.
FFICE

BO
Satker
Dalam prosedur penerbitan SP2D, saat petugas Front Office menerima SPM dari
satker sebanyak rangkap dua, yang perlu diperhatikan antara lain :
• ADK
• Scanning KIPS yang merupakan keotentikan data pembawa SPM
• Kelengkapan dokumen, yang meliputi SPM dan SPTB untuk SPM GUP juga
resume kontrak untuk SPM LS
• Scanning virus atas ADK sekaligus penayangan ADK untuk pencocokan dengan
hard copy SPM
• Penayangan data pagu, kontrak, spesimen tanda tangan pejabat pengelola
keuangan juga data UP dan TUP
• Pengujian secara substantif dan formal terhadap kebenaran dan kelengkapan
SPM beserta lampirannya (apabila SPM GUP minimal sejumlah 75% dari nilai UP)
Apabila sampai pada tahap ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan
dokumen yang diperlukan, SPM dikembalikan ke satker yang bersangkutan dan
menyarankan untuk menghubungi petugas customer service untuk mendapatkan
penjelasan lebih detil, namun jika telah benar dan memenuhi persyaratan maka petugas
FO dapat melanjutkan proses selanjutnya, yakni :

• Mentransfer ADK ke dalam sistem


aplikasi SP2D
• mencetak dan menyampaikan tanda
terima (berisi data pengantar SPM
dan data petugas front office)
kepada Satker
• Meneruskan SPM dan dokumen
pendukungnya beserta lembar ke-2
tanda terima kepada Pelaksana
Seksi Pencairan Dana.(Middlle
Office)

Selanjutnya petugas Middle Office setelah menerima SPM dan kelengkapannya


dari petugas FO melakukan langkah langkah sebagai berikut :
• Meneliti kembali SPM beserta lampirannya, bila terdapat kesalahan segera
dikembalikan kepada satker yang bersangkutan
• Meneliti data setoran UP/TUP (terutama untuk SPM GUP Nihil)
• Mencetak kartu pengawasan satker
• Mencetak dan meneliti kembali konsep serta net SP2D
• Menyampaikan kepada Kepala Seksi Pencairan Dana
Kepala Seksi Pencairan Dana setelah meneriman SPM dan lampirannya, konsep
dan Net SP2D segera melakukan penelitian dan pengecekan terutama masalah pagu
dana. Jika semua telah memenuhi persyaratan dan kelengkapan dapat memaraf
Konsep SP2D dan Kartu Pengawasan sekaligus menandatangani Net SP2D dan
menyampaikan kembali kepada petugas di middle office untuk pemilahan dan
meneruskan ke Seksi Bendum. Di Seksi Bendum sebagai petugas Back Office
melakukan langkah sebagai berikut :
• Menerima SP2D lembar ke-1 berikut bukti potongan/SSP;
• Mencetak Daftar Penguji/Pengantar;
• Meneliti dan mencocokkan lembar ke-1 SP2D dengan Daftar Penguji/Pengantar,
dan meneruskan kepada Kepala Seksi Bank/Giro Pos
Kepala Seksi Bank/Giro mengecek ketersediaan dana dan sekali lagi melakukan
penelitian atas SP2D lembar 1 dan menandatangani Advist List menyampaikan kepada
Kepala Kantor untuk ditandatangani. Kepala Kantor begitu menerima berkas SP2D
meneliti dan menandatangani advist list serta mengembalikan kepada pelaksana di
Seksi Bank.
Selanjutnya di pelaksana back office membubuhkan stempel timbul pada advist
list dan meneruskan ke Subag Umum. Pelaksana pada Subag umum mengirimkan
lembar 1 SP2D lembar 1, 2 Advist List ke Bank Indonesia/BO/ Giro Pos melalui petugas
yang telah ditunjuk serta menerima kembali lembar 2 advist list sebagai tanda terima
dari bank dan menyampaikan kepada Seksi Bank untuk pertinggal. Untuk lembar 2 dan
3 SP2D yang diterima dari seksi Pencairan Dana, Subag umum akan mendistribusikan
lembar 2 SP2D kepada satker yang bersangkutan sedangkan lembar 3 diteruskan ke
seksi Vera. Apabila satkernya menunggu, lembar 2 SP2D dari subag umum
disampaikan kembali ke petugas di front office yang akan melakukan serah terima
lembar 2 dan lampirannya kepada satker, dengan mengecek kembali KIPS dan tanda
terima SP2D. Apabila semuanya telah menunjukkan kecocokan petugas front office
menyerahkan SP2D lembar 2 dan satu eksemplar SPM kepada satker yang
bersangkutan.

C. PELAKSANAAN FUNGSI SEBAGAI GURU DAN PELAYAN

Sesuai arahan dari Direktur Jenderal Perbendaharaan, Bapak Herry Purnomo,


jajaran pegawai lingkup Ditjen Perbendaharaan adalah pelayan sekaligus guru, baik
bagi diri sendiri maupun bagi pihak luar, mitra kerja, dan stakeholder yang
membutuhkan pelayanan dari KPPN sebagai ujung tombak Ditjen Perbendaharaan.
Sebagai pelayan KPPN Blitar telah mengaplikasikannya dalam tugas dan kegiatan
sehari-hari, dimana untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada semua satker,
semua pegawai KPPN Blitar siap dan sedia kapanpun dan dimanapun. Maka tidak
mengherankan jika hubungan pegawai KPPN Blitar dengan para satker telah terjalin
dengan baik, bukan lagi antara engkau dan aku, namun telah menjadi satu keluarga
yang sama sama menginginkan kebaikan dalam mengawal proses reformasi birokrasi
dan perwujudan good governance di semua lini pemerintahan.
Sebagai guru, tentunya KPPN Blitar berharap dan berusaha agar dapat
mempedomani tiga prinsip yang telah di deklarasikan Ki Hajar Dewantara di awal
pendirian Taman Siswa, yakni :
1. Ing ngarso sung tulodo, dengan berdiri di depan dan memberi contoh serta
tauladan baik bagi satker maupun diri sendiri, KPPN Blitar senantiasa berbenah dan
mengupdate diri agar tidak ketinggal informasi dan segala kemajuan yang
berhubungan dengan keuangan dan Ditjen Perbendaharaan. Sebelum melakukan
harapan dan permohonan agar satker juga mereformasi birokrasinya masing
masing, KPPN Blitar telah terlebih dulu mereformasi diri sendiri sehingga ketika
terlihat hasilnya, tanpa diminta dan tanpa dikomando pihak satker telah ikut dengan
sendirinya. Memberi contoh dengan tindakan dan perbuatan, sedikit bicara banyak
kerja, talk less do more.
2. Ing madyo mangun karso, berdiri di tengah tengah semua satker, memberikan
semangat dan dorongan untuk membangun kehendak, berkarya dan berbuat yang
terbaik dan lebih baik lagi bagi negeri ini. KPPN Blitar sebagai guru saat melihat
murid (satker) mulai mandiri, menjalankan segala sesuatunya dengan benar, mereka
harus diberi dorongan, dipompa semangatnya. Hal ini merupakan wujud kepedulian
KPPN Blitar kepada semua satker agar dengan senang hati melaksanakan semua
tugas dan kewajibannya.
3. Tut wuri handayani, mengikuti dari belakang semua proses pelaksanaan
pengelolaan anggaran satker, sehingga jika di tengah jalan ada sesuatu yang
mengganjal dan terdapat kendala dengan cepat dan tepat dapat diatasi, tentunya
setelah melalui pemikiran dan pertemuan antara satker dan KPPN Blitar. Pada
saatnya nanti satker sebagai murid akan memiliki kepercayaan diri sehingga mampu
berjalan tanpa bimbingan dari gurunya (KPPN), maka kewajiban KPPN Blitar untuk
selalu mengikuti dari belakang perkembangan semua murid (satker) yang tentunya
juga akan mengalami mutasi, rolling dan sebagainya sehingga proses belajar
mengajar ini akan berlangsung terus tiada hentinya.

Beberapa kali KPPN Blitar telah melaksanakan kegiatan yang bersifat


mendukung proses belajar mengajar, antara menjadi pelayan dan guru bagi satker
dilakukan melalui berbagai kegiatan sosialisasi, rapat koordinasi, bimbingan teknis, dan
workshop.
Sosialisasi merupakan forum penyempaian informasi dan kebijakan organisasi
Ditjen Perbendaharaan kepada para stakeholders. Selama tahun 2009, KPPN Blitar
telah menyelenggarakan sebanyak empat kali sosialisasi, yaitu : sosialisasi pelaksanaan
anggaran di Blitar, sosialisasi dan evaluasi pelaksanaan anggaran di Tulungagung,
sosialisasi Treasury Single Account satu kali, sosialisasi langkah-langkah dalam
menghadapi akhir tahun anggaran sekali.
Sedangkan rapat koordinasi dengan pihak eksternal dilakukan oleh KPPN Blitar
secara berkala. Koordinasi dilakukan sesuai dengan isu permasalahan yang
mengemuka saat itu. Rapat koordinasi yang telah dilaksanakan yaitu : rapat koordinasi
pelaksanaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan; rapat koordinasi penggunaan
anggaran KPU dan PNPM Mandiri; rapat koordinasi pelaksanaan tugas Bank Persepsi
dan Bank Operasional; rapat koordinasi penatausahaan dan pembagian hasil
penerimaan PBB/BPHTB; rapat koordinasi pelaksanaan anggaran situmulus fiscal tahun
2009; dan rapat koordinasi evaluasi penyerapan anggaran triwulanan dan semesteran.
Bimbingan teknis merupakan implementasi nyata fungsi guru pada KPPN. Dalam
rangka meningkatkan pemahaman satuan kerja terhadap pengelolaan keuangan, KPPN
Blitar melakukan bimbingan teknis. Bimbingan teknis dilakukan atas permintaan satuan
kerja dan berdasarkan penugasan dari KPPN. Bimbingan teknis dilakukan beberapa kali
dengan para satuan kerja Departemen Agama. Selain itu, KPPN Blitar bekerja sama
dengan UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno telah menyelenggarakan
bimbingan teknis komprehensif tentang pengelolaan keuangan di Malang.
Workshop dilakukan oleh KPPN Blitar dalam rangka mengahsilkan out put yang
terukur. Workshop yang telah dilakukan adalah workshop penyusunan LPJ Bendahara
dan Workshop Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis Akrual pada pada tanggal 18
Januari 2010. Workshop tersebut berhasil menghasilkan LPJ Bendahara Bulan
desember 2009, dan penyajian informasi berbasis akrual pada LKPP Tahun 2009.
Selanjutnya workshop yang
paling spektakuler adalah workshop
Manajemen Pelaksanaan Anggaran
bertajuk “Together for Better” yang
dilaksanakan pada tanggal 5-7 Februari
2010 bertempat di Hotel Royal Orchid
Garden -Batu Malang. Dengan diikuti
oleh 182 peserta yang merupakan
perwakilan dari 89 satker dari Kota
Blitar, Kabupaten Blitar dan Kabupaten
Tulungagung, ditambah seluruh
pegawai KPPN Blitar sebanyak 26
orang, acara berlangsung dengan serius
namun santai, padat dan berlangsung

sampai larut malam tidak menyurutkan antusias peserta untuk terus mengikuti sampai
akhir, hingga memberikan kesan mendalam kepada semua satker yang hadir. Dengan
konsep retreat dan mengambil tema meningkatkan kinerja pelayanan juga fungsi
sebagai guru, acara dibuka oleh Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa
Timur Bapak S Bambang Suroso berpesan kesempatan seperti ini sangat baik untuk
para satker meningkatkan pemahaman dalam pengelolaan keuangan, dan penting bagi
KPPN Blitar untuk pencitraannya. Pembagian acara menjadi tiga bagian membuat
pelaksanaannya hingga larut malam. Pada sesi pertama dengan dipandu Kepala KPPN
Blitar dan mengambil tema DIPA & POK serta Prinsip SOP Percontohan disampaikan
oleh A Nizar dari Dit Pelaksanaan Anggaran. Sesi kedua dengan pendampingan oleh
seluruh pegawai KPPN Blitar acara bimbingan teknis aplikasi mulai dari install update
hingga uji coba aplikasi KPPN 2010. Hari kedua merupakan waktu pelaksanaan sesi
ketiga yang bersifat outdoor event dengan tema motivation challenge, terlihat
kebersamaan dan suasana kekeluargaan yang menghapus sekat sekat birokrasi
menjadi satu keluarga untuk berbuat lebih baik dalam mengelola uang negara. Selain
menghadiahkan KPPN Award yang diberikan untuk kategori satker dengan rencana
pencairan paling akurat, satker dengan rekon paling tepat waktu dan satker dengan
penyerapan dana paling optimal, acara ditutup juga dengan memberikan hadiah untuk
peserta yang memperoleh nilai tinggi dalam pretest dan post test.

Selanjutnya untuk lebih


mendekatkan hubungan antar pegawai
baik secara vertikal maupun horizontal,
serta meningkatkan motivasi kerja,
KPPN Blitar beberapa kali mengadakan
kegiatan yang bersifat outdoor event,
antara lain : Outbond ke Bendungan
Wonorejo, Tulungagung, dengan
dipandu oleh tenaga outbond
professional, mengetengahkan
permainan permainan yang
membutuhkan kerja sama dan tim yang
solid agar dapat melalui semua
rintangan yang ada. Selain semakin
mendekatkan hubungan antar pegawai,
kegiatan ini juga membuktikan bahwa
KPPN Blitar memiliki tim yang solid baik diluar maupun di dalam kantor; lawatan
pertandingan Volley Ball dengan KPPN Kediri, KPPN Malang dan KPPN Madiun,
dilaksanakan di Kediri, merupakan pertandingan persahabatan, mengedepankan fair
play bukan lagi persoalan menang dan kalah. Kesan yang didapat oleh semua peserta
yang ikut semakin mengukuhkan bahwa kita adalah satu keluarga besar Ditjen
Perbendaharaan; Peringatan 17 Agustus 2009, dalam rangka memeriahkan Hari
Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, diadakan kegiatan lomba agustusan yang
telah menjadi lomba kerkayatan, seperti lomba balap karung, naik klompen bersama,
lomba makan kerupuk, lomba membawa kelereng diatas sendok bertempat di lapangan
futsal KPPN Blitar yang berlokasi di belakang perumahan dinas KPPN Blitar; dan, Halal
bihalal Hari Raya Idul Fitri pada tanggal 28 September 2009, setelah dalam keseharian
berkutat dalam tugas yang menumpuk, untuk lebih mendekatkan diri pada Tuhan Yang
Maha Kuasa juga dalam rangka mengeratkan tali silaturrahim seluruh pegawai, KPPN
Blitar mengadakan halal bihalal, saling bermaafan dan juga memaafkan mengingat
selama satu tahun bekerja bersama tak akan dapat melepaskan diri dari salah dan khilaf
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Acara yang dibuka oleh Kepala
KPPN Blitar ini juga dihadiri oleh beberapa kepala satker di kota Blitar diisi dengan
hiburan iringan gamelan dan penyanyi sehingga terasa lebih membumi dan
mendamaikan hati dan jiwa.

Selain itu, pada penghujung


tahun 2009, KPPN Blitar melakukan
study trip ke Jawa Tengah dan
Jogjakarta. Kegiatan yang diikuti oleh
segenap karyawan dan karyawati KPPN
Blitar ini merupakan sebuah perjalanan
yang sangat bermanfaat untuk
meningkatkan kebersamaan dan
menjalin kesatuan korps.

C. MEMBANGUN CITRA BERSIH, PROFESIONAL DAN AKUNTABEL.

Beberapa tahun belakangan ini, sejak dicanangkan reformasi birokrasi citra dan
image KPPN secara umum yang dahulunya negatif telah mulai baik dan memberikan
dampak yang positif, baik bagi para mitra kerja maupun bagi para pegawai KPPN.
KPPN Blitar sebagai bagian dari instansi vertikal Ditjen Perbendaharaan di daerah
merasakan secara langsung dampak tersebut.
Upaya menghadirkan pelayanan prima yang telah dicanangkan oleh Kantor
Pusat Ditjen Perbendaharaan juga mendorong KPPN Blitar bertekad untuk membangun
image dan citra KPPN ke arah yang positif. Dalam rangka reformasi birokrasi, KPPN
Blitar memiliki tekad kuat untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada semua
satker di lingkup pembayaran KPPN Blitar.
Dengan tujuan menghilangkan dan menghindari semua prototip jelek yang
hinggap di KPPN, maka KPPN Blitar dengan segenap potensi dan kemampuan yang
ada bertekad untuk ikut dalam barisan terdepan sehingga kesan dan citra bersih
profesional dan akuntabel dapat tersemat di dada KPPN, baik sebagai institusi maupun
personil personilnya.

Membangun Image Organisasi Yang Kuat.


Langkah pertama membangun image KPPN yang kuat ini dilakukan dengan
merumuskan kredo KPPN Blitar yang Bersih, Profesional dan Akuntabel. Uraian kredo
atau motto KPPN Blitar tersebut adalah:
1) Bersih
• pelayanan kami tidak dipungut biaya sepeserpun dan dalam bentuk
apapun, dengan menghilangkan segala pungutan dan kutipan liar, KPPN Blitar
berharap akan terwujud institusi Ditjen Perbendaharaan yang bersih dari bawah
hingga keatas
• petugas KPPN tidak menerima imbalan dalam bentuk apapun, baik uang,
barang maupun benda lainnya, tidak diperkenankan lagi satker memberikan
sesuatu sebagai tanda terima kasih kepada KPPN Blitar sehingga hubungan
yang terjalin antara KPPN Blitar dan mitra kerja benar benar merupakan
hubungan yang sehat berdasarkan hubungan kerja yang baik saling
menghormati dan menghargai hingga pada akhirnya akan menjadi semacam
sahabat yang nantinya dapat bertukar nasihat dan pendapat dengan baik.
2) Profesional
• pelayanan kami berdasarkan ketentuan perundangan dan prosedur
standar operasi (SOP) yang telah di putuskan oleh kantor pusat Ditjen
Perbendaharaan sehingga pelaksanaan SOP tersebut dapat berjalan dengan
baik dengan tidak meninggalkan keluwesan dan menghindari kekakuan dalam
melayani satker, karena segala sesuatu yang berhubungan dengan organisasi
akan selalu berkembang dan dapat menerima segala masukan dan pendapat
demi kemajuan dan perkembangan ke arah yang lebih baik
• petugas KPPN melaksanakan tugas sesuai dengan kapasitas,
kompetensi dan kewenangannya bukan masanya lagi untuk bertindak tanpa
perhitungan dan perencanaan yang matang. Setiap permasalahan yang dihadapi
oleh pegawai KPPN Blitar akan diputuskan penyelesaiannya oleh pejabat yang
berwenang dalam mencari dan memutuskan sebuah solusi atas sebuah problem
dan persoalan yang ada. Tanpa adanya jenjang kewenangan yang jelas, setiap
orang akan dapat mengambil keputusan masing masing, meskipun pada
dasarnya keputusan tersebut boleh dan mampu dilaksanakan namun demi
menjaga hirarki tugas dan wewenang serta menyatukan kata diantara semua
pegawai yang ada, maka tetap harus di tentukan oleh pejabat yang memegang
kendali atas berlakunya keputusan tersebut. Sehingga kapasitas kompetensi dan
kewenangan dapat terjaga dengan baik di setiap lini dan tingkat.
3) Akuntabel
• Pelayanan kami dapat dipertanggungjawabkan terhadap organisasi dan
pimpinan, masing masing pegawai KPPN Blitar diharuskan untuk bertindak dan
bekerja sesuai dengan alur yang ada sehingga saat ada sesuatu yang sedikit
melemah dan melenceng, pimpinan dapat segera mengambil tindakan dan
kebijakan yang akan meluruskan segala sesuatunya, dengan harapan semua
keputusan yang diambil dalam hal pelaksanaan pekerjaan telah sesuai dengan
aturan yang berlaku. Pegawai dan pimpinan dapat bekerja sama dengan baik
dan saling mendukung untuk kesuksesan tugas dan keberlangsungan institusi
yang membawa nama Ditjen Perbendaharaan. Tidak ada lagi saling melempar
tanggungjawab dan kesalahan tanpa satupun yang berkehendak untuk
menyelesaikan masalah yang ada.
• petugas KPPN melaksanakan tugasnya sesuai dengan beban tanggung
jawabnya, dengan melaksanakan tugas sesuai prosedur dan aturan yang ada
pegawai KPPN Blitar diharapkan untuk dapat mengerti dan mempunyai rasa
memiliki terhadap keberadaan kantor, sehingga tugas dan tanggungjawab bukan
lagi dirasakan sebagai beban namun telah menjadi kebutuhan demi organisasi
Ditjen Perbendaharaan dan Kementerian Keuangan. Pada saatnya nanti segala
dampak dan akibat atas keberhasilan dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab akan kembali ke masing masing individu pegawai KPPN Blitar.

Menanamkan Image ke Internal dan Eksternal.


Dalam rangka lebih mengenalkan konsep KPPN yang baru, KPPN Blitar telah
melaksanakan berbagai kegiatan pengenalan kepada semua satker yang berada di
lingkup wilayah kerja KPPN Blitar, sehingga citra bersih profesional dan akuntabel tidak
hanya menjadi pemanis di bibir saja, namun benar benar tercermin dari sikap dan
perilaku sehari hari personil pegawai KPPN Blitar.
Dengan sosialisasi yang sekaligus sebagai sarana promosi atas konsep KPPN
Blitar baru yang telah menginduksi prinsip prinsip SOP KPPN percontohan, diharapkan
banyak satker dan instansi lain yang akan meniru langkah KPPN Blitar dalam
menerapkan konsep clean government. Pelayanan yang mengutamakan kecepatan dan
ketepatan yang berujung pada tingkat kepuasan masyarakat yang dilayani.
Beberapa perkembangan yang telah dilakukan KPPN Blitar dalam mendukung
reformasi birokrasi di lingkungan Ditjen Perbendaharaan yakni mendeklarasikan prinsip
prinsip reformasi birokrasi yang meliputi profesional, transparan dan akuntabel. Dalam
hal ini pegawai KPPN Blitar telah melaksanakan SOP KPPN Percontohan, dimana jika
sebelumnya belum ada pembagian antara front office middle dan back office, maka
dengan adanya pembagian tugas tersebut selain semakin memudahkan pegawai KPPN
Blitar sendiri juga meringankan beban satker yang mesti mengantri dalam mengajukan
SPM. Sehingga setiap person diharapkan dapat mengetahui bahwa KPPN Blitar telah
berubah dan mengembangkan diri ke arah yang lebih baik. Mengingat citra KPPN pada
umumnya dengan pola lama masih belum dapat terhapus dari bayangan para satker.
Stigma bahwa KPPN adalah kantor yang penuh dengan kolusi dan korupsi
sedikit demi sedikit mulai terhapus dengan diberlakukannya SOP KPPN Percontohan
pada KPPN Blitar. Tak ada lagi satker yang merasa dianakemaskan ataupun
dianaktirikan berkat imbalan tertentu, karena semua telah berdiri sama tinggi duduk
sama rendah. Tidak ada yang istimewa, semua satker diberlakukan dengan perlakuan
yang sama. Apabila ada SPM dan berkas yang masih kurang maka pihak satker
diwajibkan untuk memperbaiki dan melengkapinya. Demikian juga dengan proses SPM
menjadi SP2D yang telah memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku, maka tak ada
lagi alasan dan kendala yang dicari cari dan dibuat buat oleh pihak KPPN untuk
menahan penyelesaiannya. Setiap SPM yang telah memenuhi persyaratan sesuai
peraturan perundang undangan yang berlaku harus diselesaikan pada waktu yang telah
ditetapkan.

Menyebarluaskan Informasi dalam rangka Transparansi Organisasi.


Dalam mendukung konsep transparansi ini, KPPN Blitar telah membangun
sebuah halaman web www.kppnblitar.net yang berisi informasi tentang :
• Jumlah pagu masing masing satker dan seluruh satker yang berada dalam
wilayah pembayaran KPPN Blitar yang meliputi Kota Blitar, Kabupaten Blitar dan
Kabupaten Tulungagung. Sehingga setiap anggota masyarakat yang membutuhkan
data ini dapat langsung mengakses dan melihat secara langsung. Sebagai misal,
ada satu kontraktor yang ingin mengetahui satker satker mana sajakah yang pada
tahun ini akan melaksanakan pembangunan dan pengembangan kantor, dapat
dengan mudah mengetahuinya hanya dengan membuka www.kppnblitar.net
• Jumlah realisasi per-Departemen, per-Satker, per BKPK, dan per Jenis belanja
yang tentunya memudahkan bagi satker untuk memantau sisa dana DIPA yang
menjadi tanggung jawabnya masing masing
• Jumlah sisa dana untuk masing masing satker dan seluruh satker, memberikan
data kepada satker untuk menyusun rencana dan menyesuaikan dengan sisa dana
yang ada, masih adakah kegiatan kegiatan yang belum terlaksana dan terealisasi
• Informasi tentang peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan
Kementrian Keuangan dan proses pengajuan SPM, sehingga memudahkan satker
yang masih dalam tahap belajar untuk mencari tahu dasar dasar dan pedoman
mana saja yang mesti dipegangnya dalam melaksanakan pengelolaan anggaran
(DIPA) masing masing
• Informasi tentang perkembangan aplikasi penyusunan anggaran, pencairan
anggaran dan pelaporan anggaran. Sehingga satker yang jaraknya jauh dapat
dengan mudah mengakses dan mendownload semua aplikasi tersebut dan langsung
menerapkannya untuk kelancaran pengelolaan keuangan kantor masing masing
• Sebagai media komunikasi antara satker dan KPPN Blitar yang merupakan satu
bentuk pelayanan KPPN Blitar dalam menerapkan visi dan misinya, pelayanan tiada
henti
• Sebagai media rekonsiliasi, memberikan kemudahan kepada satker dalam
menyusun laporan keuangan tiap bulannya tanpa harus datang langsung ke lokasi
kantor KPPN Blitar, tentunya memberikan kesan tersendiri bagi satker yang terpisah
oleh jarak yang jauh untuk datang ke KPPN Blitar.
• Dengan memiliki user id dan password, yang telah diberikan oleh petugas KPPN
Blitar, satker dapat mengakses datanya secara detil bahkan sampai rincian
pembayaran dan uraian yang sama seperti tertera dalam SPM

Menyempurnakan Sarana dan Prasarana yang Merefleksikan Citra Prima KPPN.


Dalam rangka mendemontrasikan standar pelayanan yang prima, KPPN Blitar
menyempurnakan lay out kantor. Dimana dengan pengembangan dan penataan lay out
yang telah dimulai pada tahun anggaran 2009 semua seksi di tempatkan pada satu
gedung utama dengan pembagian ruangan yang mencerminkan aliran data dan proses
bisnis penyelesaian SPM dan SP2D serta alur kerja fungsi treasury.
Hal ini membuat aktifitas sehari hari pegawai KPPN Blitar dapat lebih terbuka
dan transparan serta ruangan yang semula sempit terasa lebih lapang dan luas. Pihak
satkerpun saat datang ke KPPN Blitar merasakan perubahan tersebut menjadi lebih
nyaman dan lebih mendekatkan hubungan dengan seluruh pegawai KPPN Blitar.
Dengan konsep lay out yang terbuka, semua orang mudah mengakses setiap
ruangan dan personil dari ruangan yang satu ke ruangan yang lainnya. Namun demikian
hal ini masih dirasa kurang oleh pimpinan KPPN Blitar. Gedung belakang dua lantai,
yang pada saat ini dipergunakan sebagai gudang (lantai I) dan ruang pertemuan (lantai
II) masih belum berfungsi secara maksimal. Diharapkan ke depannya penataan lay out
kantor dapat lebih mendukung dan memfasilitasi semua kegiatan dan proses kerja yang
dilakukan oleh KPPN Blitar. Mulai dari proses penerimaan SPM hingga menjadi SP2D,
juga proses pelaksanaan kegiatan intern KPPN Blitar sehari harinya yang tentunya akan
berpengaruh dan berdampak terhadap proses reformasi birokrasi di KPPN Blitar yang
merupakan bagian dari reformasi birokrasi Ditjen Perbendaharaan.

Memasuki era transparansi dan keterbukaan dalam pelayanan, KPPN Blitar juga
bertekad untuk turut berpartisipasi di dalamnya, yakni dengan meluncurkan web site
resmi KPPN Blitar dengan alamat www.kppnblitar.net yang dapat diakses oleh siapa
saja kapan saja dan dimana saja. Satker dapat melihat dan mengecek jumlah realisasi
dana dalam DIPA masing masing, sehingga tanpa datang ke lokasi KPPN Blitar, semua
satker segera mengetahui apakah pengajuan SPMnya telah cair ataukah masih terdapat
kekurangan yang perlu diperbaiki. Dan ketika masih ada data yang perlu diperbaiki,
pihak satker dapat menggunakan fasilitas email dalam mengirim data perbaikan berkas
yang diperlukan baik dalam pengajuan SPM maupun dalam proses rekonsiliasi.
Sehingga selain menghemat waktu, satker yang lokasi kantor terhalang oleh jarak yang
jauh, dapat menghemat pengeluaran dan dana dalam DIPAnya. Ini membantu satker
dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan anggaran dalam DIPA.
Pada saat ini penggunaan teknologi informasi (komputer) telah meluas dan
merata di semua lini kehidupan. KPPN Blitar sebagai salah satu ujung tombak Ditjen
Perbendaharaan penggunaan aplikasi komputer dalam melayani satker dengan adalah
sebuah keniscayaan. Semua pegawai KPPN Blitar diharapkan dan diharuskan untuk
menguasai setiap aplikasi komputer yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya,
sehingga tidak ada lagi seorang pegawai yang buta akan komputer. Komputer sebagai
sarana yang memudahkan dan meringankan pelaksanaan tugas sehari hari pegawai di
KPPN Blitar, tentunya membutuhkan tangan tangan trampil yang juga berpengaruh
pada kemauan dan keinginan para pegawai untuk mengetahui dan menempa diri
sehingga dapat membantu dan mempercepat proses pelaksanaan tugas pelayanan
kepada semua satker. KPPN Blitar sedapat mungkin menghindari penggunaan sarana
manual dan lebih cenderung kepada pemakaian sarana komputer, sehingga diharapkan
proses pelayanan yang cepat tepat dan akuntabel dapat terbantu dan tercapai.

Pegawai KPPN Blitar yang berhadapan dan langsung melayani satker bertindak
sesua kapasitas, kompetensi dan kewenangannya. Sehingga pegawai pada lini bawah
tidak dapat memutuskan begitu saja permasalahan yang seharusnya menjadi kebijakan
atasannya. Dengan demikian semua pegawai mengetahui bahwa permasalahan yang
bersifat urgen, sensitif dan mendesak hanya boleh ditetapkan oleh Kepala Seksi, Kepala
Kantor ataupun dimajukan ke tingkat Kanwil, masing masing telah memiliki
kewenangannya sendiri. Dan bagi pegawai pribadi diharapkan untuk tidak membawa
permasalahan dan persoalan yang berasal dari luar kantor sehingga tidak mengganggu
dan menghalangi kewajiban dan pelaksanaan pekerjaan.
Sistem, prosedur, sarana dan prasaran telah terpenuhi dengan baik, maka
diharapkan semua pegawai dapat mengerjakan semua tugasnya secara cepat, tepat
dan transparan. Tidak ada lagi dan diharamkan bagi pegawai KPPN Blitar untuk
menerima pemberian dari pihak lain baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk
barang lainnya. Birokrasi dan pelayanan yang bersih dan tanpa imbalan apapun telah
menjadi komitmen seluruh pegawai di KPPN Blitar. Setiap pihak ketiga, baik satker dan
siapapun yang ingin mendapatkan pelayanan dari KPPN Blitar tidak diperkenankan dan
dilarang keras memberikan sesuatu sebagai tanda terima kasih kepada pegawai KPPN
Blitar. Karena hal ini telah menjadi tekad kita bersama sebagai bagian dari Ditjen
Perbendaharaan yang telah memulai reformasi birokrasi sebagai salah satu ujung
tombak Departemen Keuangan yang bersih dan bebas dari biaya apapun.

Namun demikian pihak satker juga diberikan akses untuk melaporkan,


mengajukan, menyampaikan segala keluhan baik tentang perlakuan pegawai maupun
tingkat pelayanan di KPPN Blitar. Lewat email maupun langsung per telephon kepada
atasan juga kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Surabaya. Dan akses untuk
penyampaian tersebut telah tersosialisasi dengan baik, dengan dipasangnya banner dan
pengumuman di pintu masuk KPPN Blitar. Setiap person dari luar KPPN Blitar dapat
mengetahui dimana dan kemana mesti mengadu, sehingga pengawasan intern dan
pengawasan ekstern berjalan dengan sangat baik di KPPN Blitar.
Pelaksanaan pengawasan ini mencerminkan, KPPN Blitar bersungguh sungguh
dalam mengawal dan melaksanakan proses reformasi birokrasi di lingkungan Ditjen
Perbendaharaan. Hal ini menjadikan KPPN Blitar untuk terus berkomitmen dalam
mengusung pelayanan yang bersih.

Mempresentasikan Inovasi dan Citra KPPN kepada Pimpinan Ditjen


Perbendaharaan.
Upaya membangun organisasi, sarana dan prasarana serta citra prima KPPN
Blitar menemukan momentum terbaiknya pada saat Pimpinan Ditjen Perbendaharaan
menyaksikan langsung hasil kerja keras para pegawa KPPN Blitar.
Pada bulan Oktober 2009, Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Jawa Timur, S.
Bambang Suroso, berkenan mengunjungi KPPN Blitar. Kunjungan Kepala Kanwil
menjadi momen yang tepat untuk menyampaikan segala upaya yang dilakukan oleh
KPPN Blitar dalam mendukung pencapaian visi dan misi Ditjen Perbendaharaan.
Kedatangan Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Jawa Timur juga memberikan
dorongan motivasi kepada para pegawai KPPN Blitar untuk bekerja lebih baik.

Namun demikian, tiada momentum


yang lebih indah sepanjang berdirinya
KPPN Blitar, selain kunjungan Direktur
Jenderal Perbendaharaan, Herry
Purnomo, pada Nopember 2009.
Kunjungan Pak Herry, merupakan yang
pertama kalinya bagi KPPN Blitar ditengok
oleh Pimpinan Tertinggi Ditjen
Perbendaharaan. Dan kunjungan Pak
Dirjen tersebut ternyata memberikan
kesan yang sangat mendalam dan tidak
terlupakan bagi para pegawai KPPN Blitar.
Arahan, pesan dan
penghargaan dari Pak Dirjen terhadap peningkatan pelayanan dan pelaksanaan tugas
KPPN Blitar, sampai saat ini menjadi motivasi yang tiada henti untuk berkarya.
Dari kesan terhadap kedua kesempatan
kunjungan Pimpinan Ditjen
Perbendaharaan tersebut, ternyata
upaya KPPN Blitar untuk bekerja keras
mencitrakan dirinya dan berinovasi tidak
menjadi sia-sia. Oleh karena itu,
segenap pimpinan dan pegawai KPPN
Blitar telah berkomitmen untuk terus dan
terus membuat terobosan-terobasan
dan inovasi dalam rangka peningkatan
pelayanan kepada masyarakat.

Menjadi Tuan Rumah Workshop Future State Vision Ditjen Perbendaharaan.


Dalam rangka pencitraan, KPPN Blitar patut berbangga diri bertindak selaku tuan
rumah Workshop Future State Vision pada tanggal 7 s.d. 10 Oktober 2009. KPPN Blitar
mendapat kehormatan menjadi tuan rumah pembahasan Future State Vision yang
merupakan komponen penyempurnaan proses bisnis pada Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara (SPAN).
Dengan mengambil lokasi pelaksanaan kegiatan di Gedung Perpustakaan Bung
Karno dan Aula Hotel Tugu Blitar, workshop yang pesertanya terdiri dari 54 pejabat
eselon III (Kasubdit/Kabid/Kepala KPPN) di lingkungan Ditjen Perbendaharaan dihadiri
oleh Direktur Transformasi Perbendaharaan Bapak Paruli Lubis dan Kepala Kanwil
Ditjen Perbendaharaan Provinsi Jawa Timur Bapak S Bambang Suroso.
Direktur Transformasi
Perbendaharaan sangat appreciate atas
penyelenggaraan acara berskala
nasional namun mampu dilaksanakan di
kota kecil Blitar. Pada hari pertama
bertempat di Gedung Perpustakaan
Bung Karno, terdiri dua sesi workshop
yang mengambil tema Manajemen
Komitmen dan Manajemen Pembayaran
disampaikan oleh Adi Setiawan dari Dit
Transformasi Perbendaharaan. Sesi
kedua disampaikan oleh Saiful Islam
dari Dit Transformasi Perbendaharaan

dan Didyk Choiroel dari KPPN Blitar mengambil tema Proses Bisnis Manajemen
Pembayaran.
Hari kedua bertempat di Aula Hotel
Tugu Kota Blitar, mengambil tema Korelasi
antara SPAN dan Laporan Kinerja,
Kuantitas Laporan yang dihasilkan KPPN,
Relasi antar laporan, Pembangunan
Database Tunggal sebelum implementasi
SPAN dipaparkan oleh Slamet Mulyono dari
Dit Transformasi Perbendaharaan dan
Catur A Widodo dari Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Provinsi Riau.

Sedangkan sesi kedua


mengambil tema Proses Bisnis General
Ledger dan Bagan Akun Standar di
sampaikan oleh Ingelia Puspita dan
Kabul Wijayanto dari KPPN Saumlaki.
Acara workshop juga dimanfaatkan para
peserta untuk berziarah ke makam
Bung Karno dan mengunjungi Museum
Bung Karno yang menyimpan benda
benda dan barang peninggalan
proklamator RI.
Penyerahan DIPA Tahun Anggaran 2010

Pada tanggal 6 Januari 2010 bertempat di Aphiteater Perpustakaan Bung Karno,


KPPN Blitar melaksanakan kegiatan penyerahan DIPA Tahun Anggaran 2010 kepada
satker yang menjadi mitra kerjanya.

Acara penyerahan DIPA tersebut


juga menjadi acara yang spektakuler
bagi KPPN Blitar. Untuk pertama
kalinya, KPPN Blitar dapat
mengumpulkan 89 Pimpinan Satuan
Kerja/KPA dari Blitar dan Tulungagung
dalam satu acara. Dan untuk pertama
kalinya pula, Tiga Sekretaris Daerah
(Kabupaten Blitar, Kabupaten
Tulungagung dan Kota Blitar) hadir
bersama untuk mengikuti acara
penyerahan DIPA. DIPA Tahun
Anggaran 2010 diserahkan kepada
para Kepala Satuan Kerja oleh Kepala
KPPN Blitar melalui para Sekretaris
Daerah. Penyerahan DIPA tersebut
menandai dimulainya pelaksanaan
anggaran tahun 2010.

Acara penyerahan DIPA juga


menjadi ajang KPPN Blitar untuk
mendeklarasikan penerapan SOP KPPN
Percontohan, dan penandatangan Pakta
Integritas antara Kepala KPPN Blitar
dengan para Kuasa Pengguna Anggaran.
Pakta Integritas yang memuat pernyataan
untuk berinteraksi secara bersih, dan
profesional itu dikuatkan dengan saksi
Ketua Pengadilan Negeri dan Kepala
Kejaksaan Negeri.
A. ALOKASI ANGGARAN.

Alokasi Anggaran Menurut Jenis Belanja dan Kewenangan.

Pada Tahun Anggaran 2009 KPPN Blitar melaksanakan tugas pelayanan


kepada satker di wilayah Kota Blitar, Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung
dengan perbandingan pagu DIPA sebagai berikut :

PAGU DIPA PER JENIS BELANJA TAHUN 2009

NO JENIS BELANJA JUMLAH %

1 BELANJA PEGAWAI 220,447,207,000 40.01

2 BELANJA BARANG 138,481,432,000 25.13

3 BELANJA MODAL 30,157,756,000 5.47

4 BELANJA BANTUAN SOSIAL 84,322,845,000 15.30

5 BELANJA LAIN-LAIN 77,595,105,000 14.08


JUMLAH 551,004,345,000 100.00

Dari seluruh pagu DIPA Tahun Anggaran 2009 sebesar Rp 551.004.345.000,-


terlihat sebagian besar (40,01%) terserap untuk belanja pegawai, dan belanja barang
yang meliputi pengadaan barang dan jasa untuk menunjang kegiatan sehari hari
perkantoran (25,13%), dibanding belanja modal yang dapat memiliki efek langsung
terhadap pembentukan modal (5,47%). Meski demikian dengan adanya Belanja Sosial
yang langsung disalurkan kepada masyarakat sebesar Rp 84.322.845.000 (15,30%)
menunjukkan alokasi program Pusat untuk masyarakat di daerah.

Pada Tahun Anggaran 2010 dapat dilihat terjadi peningkatan jumlah pagu yang
signifikan menjadi sebesar Rp 556.012.796.000 meski peningkatan tersebut masih
terserap sebagian besar untuk belanja pegawai. Hilangnya Belanja Lain-Lain yang di
Tahun Anggaran 2009 sebesar Rp 77.595.105.000 memberikan kenaikan pada pagu
Belanja Modal dan Belanja Bantuan Sosial. Pagu Belanja Bantuan Sosial yang pada
Tahun Anggaran 2009 hanya mengambil porsi sebesar 15,30% pada Tahun Anggaran
2010 mengalami kenaikan hampir 100% sehingga pagu DIPA per jenis belanja pada
Tahun Anggaran 2010 Belanja Bantuan Sosial mengambil porsi terbesar kedua setelah
Belanja Pegawai sebesar Rp 132.566.250.000 (23,84%)
PAGU DIPA PER JENIS BELANJA TAHUN 2010

NO JENIS BELANJA JUMLAH %

1 BELANJA PEGAWAI 282,131,556,000 50.74


2 BELANJA BARANG 106,836,674,000 19.21
3 BELANJA MODAL 34,478,316,000 6.20
4 BELANJA BANTUAN SOSIAL 132,566,250,000 23.84
5 BELANJA LAIN-LAIN 0 0.00
JUMLAH 556,012,796,000 100.00

Dari data diatas dapat diambil kesimpulan tentang keseriusan pemerintah pada
Tahun Anggaran 2010 ini dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada
umumnya, mengingat Bantuan Sosial merupakan pengeluaran yang diberikan kepada
masyarakat secara langsung, sehingga dampaknyapun dapat dirasakan bagi kehidupan
rakyat banyak, dan yang tidak boleh dilupakan ini adalah komitmen kita bersama
dengan jalan memberikan pelayanan yang semakin baik, meningkat dari hari ke hari.

PAGU DIPA PER JENIS KEWENANGAN TAHUN 2009

NO JENIS KEWENANGAN JUMLAH %

1 KANTOR PUSAT 105,795,105,000 19.20


2 KANTOR DAERAH 388,594,652,000 70.52
3 TUGAS PEMBANTUAN 56,614,588,000 10.27
JUMLAH 551,004,345,000 100.00

Dengan proporsi jumlah pagu DIPA yang terbesar dengan kewenangan Kantor
Daerah (70,54%) menunjukan sebagian besar dana DIPA digunakan untuk keperluan
operasional kantor vertikal kementerian negara/lembaga di daerah.

PAGU DIPA MENURUT WILAYAH KPPN TAHUN 2009

NO WILAYAH JUMLAH %
1 KAB. TULUNGAGUNG 244,713,931,500 44.41
2 KAB. BLITAR 207,225,327,500 37.61
3 KOTA BLITAR 99,065,086,000 17.98
JUMLAH 551,004,345,000 100.00
Dari data diatas Kabupaten Tulungagung memperoleh alokasi pagu yang
terbesar dibanding Kota Blitar dan Kabupaten Blitar, hal ini bukan berarti Kabupaten
Tulungagung memperoleh konsesi yang lebih dibanding kedua daerah lainnya. Namun
karena Blitar terbagi menjadi Kota dan Kabupaten sehingga porsi pagu DIPA yang ada
terlihat lebih kecil. Data tersebut pada dasarnya menunjukkan alokasi dana yang
dikelola satuan kerja yang memiliki wilayah kerja secara geografis di Blitar dan
Tulungagung.
Kota Blitar dengan pagu DIPA keseluruhan sebesar Rp 99.065.086.000
(17.98%), Kab Blitar memperoleh alokasi sebesar Rp 207.225.327.500 (37.61%) dan
Kab Tulungagung mendapatkan dana Rp 244.713.931.500 (44.41%), menunjukkan
konsumsi fiskal pemerintah yang bersumber dari Belanja Pemerintah Pusat.

Alokasi Anggaran Menurut Fungsi dan Program.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2004-2009 telah


ditetapkan tiga agenda yang ingin dicapai oleh pemerintah, yaitu :
 Agenda aman dan damai telah mencapai banyak kemajuan, Aceh yang telah
dilanda konflik selama bertahun tahun dapat tercapai kesepakatan damai antara
pemerintah dan GAM
 Agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat belum menunjukan hasil yang
optimal, masih banyak rakyat miskin dan terbelakang yang belum tersentuh oleh
kue pembangunan
 Agenda adil dan demokratis Indonesia menjadi salah satu negara demokratis di
dunia yang dibuktikan dengan pelaksanaan pemilihan legislatif dan calon presiden
tahun 2004 serta pada tahun 2009 kembali Indonesia dapat melaksanakan pemilu
yang aman damai adil dan demokratis

ALOKASI DANA DAN REALISASI


MENURUT FUNGSI
TAHUN 2009

NO FUNGSI ALOKASI REALISASI %

1 PELAYANAN UMUM (01) 246.406.928.000 241.793.519.473 98,13%


2 KETERTIBAN & KEAMANAN (03) 28.946.896.000 25.284.257.971 87,35%
3 EKONOMI (04) 80.279.859.000 79.227.284.820 98,69%
4 LINGKUNGAN HIDUP (05) 7.096.731.000 3.409.276.033 48,04%
5 PERUMAHAN & FASILITAS UMUM (06) 64.587.465.000 64.539.765.000 99,93%
6 PARIWISATA & BUDAYA (08) 1.300.000.000 844.030.665 64,93%

7 AGAMA (09) 2.686.211.000 2.360.245.000 87,87%


8 PENDIDIKAN (10) 119.700.255.000 123.522.654.011 103,19%

JUMLAH 551.004.345.000 540.981.032.973 98,18%

Terkait dengan agenda meningkatkan kesejahteraan rakyat yang belum tercapai


secara optimal pemerintah menetapkan teman pembangunan pada tahun 2009 yakni
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan Kemiskinan, dan untuk itu
ditetapkan prioritas program sebagai berikut :
 Peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan
 Percepatan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan
ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi
Peningkatan upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, serta pemantapan
demokrasi, pertahanan dan keamanan dalam negeri.
Berdasarkan data pelaksanaan anggaran berdasarkan fungsi tersebut di atas,
ternyata Fungsi Pelayanan Umum dan Fungsi Pendidikan menjadi alokasi dana APBN
terbesar di wilayah KPPN Blitar. Kondisi ini menunjukkan bahwa Pemerintah Pusat
memberikan kontribusi yang signifikan pada belanja organisasinya di daerah untuk
mendukung pelayanan dasar kepada masayarakat.
ALOKASI DANA DAN REALISASI
MENURUT PROGRAM
TAHUN 2009
NO PROGRAM ALOKASI REALISASI %

1 PROG. PENYEMPURNAAN & PENGUATAN KELEMBAGAAN 310.971.000 41.245.500 13,26%


DEMOKRASI (01.01.01)
2 PROG. PERBAIKAN PROSES POLITIK (01.01.03) 91.194.000 1.125.00 1,23%
0
3 PROG. PENERAPAN KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (01.01.09) 163.847.444.000 168.437.707.34 102,80%
7
4 PROG. PENINGKATAN PENGAWASAN & AKUNTABILITAS 76.077.000 21.757.00 28,60%
APARATUR NEGARA (01.01.10) 0
5 PROG. PENGELOLAAN SDM APARATUR (01.01.13) 57.864.000 27.749.00 47,96%
0
6 PROG. PENINGKATAN SARANA & PRASARANA APARATUR 265.000.000 223.902.73 84,49%
NEGARA (01.01.17) 0
7 PROG. PENINGKATAN PENERIMAAN & PENGAWASAN 1.141.896.000 1.072.042.15 93,88%
KEUANGAN NEGARA (01.01.20) 0
8 PROG. PENINGKATAN EFEKTIVITAS PENGELUARAN NEGARA 635.496.000 632.540.00 99,53%
(01.01.21) 0
9 PROG. PENYEMPURNAAN & PENGEMBANGAN STATISTIK 2.385.881.000 2.349.991.10 98,50%
(01.01.27) 0
10 PROG. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (01.03.03) 461.659.000 424.209.00 91,89%
0
12 PROG. PEMBIAYAAN LAIN-LAIN (01.90.02) 77.133.446.000 68.561.250.64 88,89%
6
13 PROG. PENGEMBANGAN SARANA & PRASARANA KEPOLISIAN 24.624.000 22.624.00 91,88%
(03.01.02) 0
14 PROG. PENGEMBANGAN STRATEGI KEAMANAN & KETERTIBAN 103.500.000 103.500.00 100,00%
(03.01.03) 0
15 PROG. PEMBERDAYAAN POTENSI KEAMANAN (03.01.04) 954.000.000 951.109.50 99,70%
0
16 PROG. PEMELIHARAAN KAMTIBMAS (03.01.05) 13.706.051.000 12.328.770.40 89,95%
0
17 PROG. PENYELIDIKAN & PENYIDIKAN TINDAK PIDANA (03.01.10) 3.520.393.000 3.487.285.55 99,06%
0
18 PROG. PENINGKATAN KESADARAN HUKUM & HAM (03.03.03) 32.000.000 28.500.00 89,06%
0
19 PROG. PENINGKATAN PELAYANAN & BANTUAN HUKUM 961.711.000 544.776.06 56,65%
(03.03.04) 3
20 PROG. PENINGKATAN KINERJA LEMBAGA PERADILAN & 4.022.360.000 3.951.254.60 98,23%
LEMBAGA PENEGAK HUKUM LAINNYA (03.03.05) 0
21 PROG. PENEGAK HUKUM & HAM (03.03.06) 5.622.257.000 3.866.437.85 68,77%
8
22 PROG. PENINGKATAN KUALITAS & PRODUKTIVITAS TENAGA 500.000.000 494.144.00 98,83%
KERJA (04.02.01) 0
23 PROG. PERLUASAN & PENGEMBANGAN KESEMPATAN KERJA 629.932.000 612.895.26 97,30%
(04.02.04) 0
24 PROG. PENGEMBANGAN AGRIBISNIS (04.03.03) 230.000.000 182.500.00 79,35%
0
25 PROG. PENINGKATAN KETAHAN PANGAN (04.03.04) 8.909.913.000 8.716.894.58 97,83%
8
26 PROG. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PERIKANAN (04.03.06) 428.380.000 422.097.00 98,53%
0
27 PROG. PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI (04.03.08) 5.726.262.000 5.449.298.81 95,16%
2
28 PROG. PENGEMBANGAN & PENGELOLAAN JARINGAN IRIGASI, 3.822.636.000 3.414.316.98 89,32%
RAWA & JARINGAN PENGAIRAN LAINNYA (04.04.03) 0
ALOKASI DANA DAN REALISASI
MENURUT PROGRAM
TAHUN 2009
29 PROG. REHABILITASI/PEMELIHARAAN JALAN & JEMBATAN 60.000.000.000 59.933.125.18 99,89%
(04.08.01) 0

30 PROG. PENGAWASAN SERTA PENGEMBANGAN APLIKASI & 32.736.000 2.013.00 6,15%


TEKNOLOGI INFORMASI & KOMUNIKASI (04.09.03) 0

31 PROG. PENGELOLAAN PERTANAHAN (05.05.03) 7.096.731.000 3.409.276.03 48,04%


3
32 PROG. PEMBERDAYAAN KOMUNITAS PERUMAHAN (06.02.02) 14.720.000.000 14.695.000.00 99,83%
0
33 PROG. PENINGKATAN PRASARANA & SARANA PEDESAAN 13.500.000.000 13.500.000.00 100,00%
(06.90.07) 0
34 PROG. PENINGKATAN KEBERDAYAAN MASY. PEDESAAN 36.367.465.000 36.344.765.00 99,94%
(06.90.09) 0
35 PROG. PENGEMBANGAN NILAI BUDAYA (08.01.01) 1.300.000.000 844.030.66 64,93%
5
36 PROG. PENINGKATAN PELAYANAN KEHIDUPAN BERAGAMA 2.142.611.000 1.817.690.00 84,84%
(09.01.01) 0
37 PROG. PENINGKATAN PEMAHAMAN, PENGHAYATAN, 543.600.000 542.555.00 99,81%
PENGAMALAN & PENGEMBANGAN NILAI-NILAI BERAGAMA 0
(09.01.02)
38 PROG. WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN 17.394.798.000 16.936.583.84 97,37%
(10.02.01) 3
39 PROG. PENDIDIKAN MENENGAH (10.03.01) 6.142.152.000 5.995.901.61 97,62%
7
40 PROG. PENDIDIKAN TINGGI (10.06.01) 15.853.125.000 14.436.727.99 91,07%
3
41 PROG. PENINGKATAN MUTU PENDIDIK & TENAGA 195.000.000 184.875.00 94,81%
KEPENDIDIKAN (10.07.01) 0
42 PROG. PENGEMBANGAN BUDAYA BACA & PEMBERDAYAAN 1.551.875.000 1.155.032.78 74,43%
PERPUSTAKAAN (10.07.02) 3
43 PROG. MANAJEMEN PELAYANAN PENDIDIKAN (10.07.03) 77.663.305.000 84.050.420.70 108,22%
0
44 PROG. PENINGKATAN PENDIDIKAN AGAMA & PENDIDIKAN 900.000.000 763.112.07 84,79%
KEAGAMAAN (10.08.01) 5

JUMLAH 551.004.345.000 540.981.032.973 98,18%

Peningkatan Pelayanan Dasar dan Pembangunan Perdesaan.


Dari ke-44 program diatas, hampir 70 persennya termasuk program peningkatan
pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan. Dimana peningkatan pelayanan dasar
meliputi pendidikan, kesehatan, keamanan mendapatkan porsi alokasi dana yang besar.
Dengan demikian terlihat jelas bahwa pemerintah memiliki tekad dan kemauan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dasar serta memeratakan pembangunan di seluruh
perdesaan.
Sasaran yang ingin dicapai pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan adalah :
 Meningkatnya kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat miskin,
sehingga diharapkan angka kemiskinan dapat turun
 Terlaksananya program penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan
masyarakat, PNPM Mandiri yang mencakup seluruh kecamatan baik di perdesaan
maupun di perkotaan dan meningkatnya harmonisasi program PNPM Penguatan ke
dalam PNPM mandiri
 Meningkatnya perlindungan sosial bagi masyarakat miskin
 Tersedianya subsidi beras bagi masyarakat miskin (raskin)
 Tersedianya bantuan langsung tunai (BLT)
Sedangkan prioritas pembangunan pendidikan digunakan untuk melaksanakan 3
fokus kegiatan :
 Pemantapan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang
berkualitas khususnya bagi daerah yang kinerja pendidikannya masih tertinggal
 Peningkatan mutu dan relevansi pendidikan menengah, tinggi dan nonformal
 Peningkatan kualitas dan kesejahteraan pendidik
Banyak hal yang dapat dijadikan rujukan atas keseriusan pelaksanaan program
tersebut antara lain :
 Beragam kualitas dan bertambah kuantitas alokasi dana atas sektor pendidikan,
dapat diambil satu contoh Program manajemen pelayanan pendidikan
mendapatkan alokasi dana sebesar Rp 77.663.305.000 jika kita bagi secara merata
atas dua kabupaten dan satu kota minimal masing masing mendapatkan alokasi
sekitar 25 milyar. Dengan dana sebesar ini setiap daerah dapat melaksanakan
kegiatan yang akan memperbaiki kualitas manajemen pelayanan pendidikan,
sehingga tingkat kualitas pelayanan pendidikan di sekolah sekolah semakin
meningkat ke arah yang lebih baik. Realisasi sebesar Rp 84.050.420.700 (108.22%)
ada peningkatan dari nilai pagu yang sebesar 77,6 Milyar yang berarti ada pagu
yang direvisi dari program lainnya, hal ini semakin menunjukkan program
manajemen pelayanan pendidikan memberi pengaruh yang besar bagi peningkatan
kualitas pendidikan di tiga wilayah tersebut.
 Tidak hanya lewat jalur formal dalam meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap pengetahuan, jalur informal pun ditempuh oleh pemerintah lewat program
Pengembangan Budaya Baca & Pemberdayaan Perpustakaan dengan nilai alokasi
dana sebesar Rp 1.551.875.000 dan pada akhir tahun terealisasi sebesar Rp
1.155.032.783 (74.43%) Untuk wilayah dengan lingkup kota dan kabupaten yang
tidak luas, dengan dana sebesar itu akan dapat dibangun secara merata taman
bacaan taman bacaan yang tentunya diisi dengan buku buku memadai sehingga
kesadaran masyarakat akan pentingnya budaya membaca mulai dari anak anak
sampai orang tua tersebar merata dan dapat memberikan dampak bagi kesadaran,
keterbukaan serta kefahaman terhadap pengatahuan dan kebudayaan.
 Sebaran tempat yang semakin merata hingga menyentuh daerah daerah pelosok
desa. Jika melihat lokasi dan wilayah yang menjadi sasaran program hingga sampai
ke perdesaan memberikan bukti keseriusan pemerintah dalam memeratakan hasil
hasil pembangunan dan partisipasi masyarakat agar ikut serta dalam mengawal dan
mengawasi proses pembangunan. Dana sebesar Rp 36.367.465.000 yang
terangkum dalam program peningkatan keberdayaan masyarakat perdesaan
dengan realisasi mencapai Rp 36.344.765.000 (99.94%) merupakan indikasi bahwa
pembangunan harus merata dan menyeluruh hingga ke sudut sudut kota dan desa.

Percepatan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan


ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi.

Dalam rangka meningkatkan kekuatan sektor pertanian agar kembali tercapai


swasembada pangan, pemerintah telah meluncurkan program pembangunan yang
bertumpu pada pembangunan pertanian. Hal ini terlihat pada beberapa program antara
lain, program pengembangan agribisnis memperoleh alokasi dana sebesar Rp
230.000.000 dan telah diluncurkan sebesar Rp 182.500.000 (79.35%) meski tergolong
kecil namun program pengembangan agribisnis ini akan mendorong petani untuk lebih
mengembangkan jenis hasil pertaniannya. Program Peningkatan Ketahanan Pangan
dengan alokasi dana sebesar Rp 8.909.913.000 terealisasi sebesar Rp
8.716.894.588.000 (97.83%) juga Program Peningkatan Kesejahteraan Petani sebesar
Rp 5.726.262.000 dan terealisasikan sebesar Rp 5.449.298.812 (95.16%) ketiga
program tersebut langsung bersentuhan dengan kehidupan para petani di perdesaan.
Meski tiga program tersebut yang memperoleh alokasi dana tergolong besar, masih
terdapat program lain seperti Program Pengembangan Sumber Daya Perikanan dengan
alokasi dana sebesar Rp 428.380.000 dan realisasinya sebesar Rp 422.097.000
(98.53%) Daerah Kab Blitar dan Kab Tulungagung merupakan wilayah yang berpantai
sehingga masih banyak terdapat penduduk sekitar pantai yang bermata pencaharian
sebagai nelayan, dimana selain perikanan laut juga banyak terdapat sentra
pengembangan perikanan air tawar. Sehingga meski nilai besaran program ini relatif
kecil namun sangat membantu petani ikan dalam meningkatkan hasil produksinya.
Infrastruktur yang merupakan sarana penunjang dalam meningkatkan kualitas
kehidupan para petani dan masyarakat pada umumnya, juga mendapatkan porsi yang
sangat besar. Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi Rawa dan
Jaringan Pengairan Lainnya memperoleh alokasi dana sebesar Rp 3.822.636.000
sedangkan realisasi yang telah dicairkan lewat instansi terkait sebesar Rp
3.414.316.980 (89.32%). Program lain yang terkait langsung dengan penyediaan sarana
dan prasarana adalah Program Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan/Jembatan sebesar Rp
60.000.000.000 jumlah yang sungguh besar untuk penyediaan sarana jalan dan
jembatan dan realisasinya mencapai Rp 59.933.125.180 (99.89%) sungguh
menggembirakan melihat hasil yang telah dicapai oleh instansi pengelola program
tersebut. Satu program lagi yang secara langsung dengan tegas menyatakan untuk
kepentingan penduduk perdesaan yakni Program Peningkatan Sarana dan Prasarana
Perdesaan sebesar Rp 13.500.000.000 dan realisasi tepat mencapai 100% sebesar Rp
13.500.000.000. Jalan yang lancar, membuat transportasi juga lancar sehingga
mobilitas para petani dari desa ke kota dalam memasarkan hasil panennya menjadi
lebih cepat dan mudah. Sehingga tidak ditemui lagi petani yang membuang hasil
panennya karena terlambat memasarkan akibat sarana jalan yang kurang mendukung.

Peningkatan upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, serta pemantapan


demokrasi, pertahanan dan keamanan dalam negeri
Dalam peningkatan upaya anti korupsi, pemerintah mengalokasikan anggaran
yang ada digunakan untuk melaksanakan kegiatan :
 Penindakan dan pencegahan tindak pidana korupsi
yakni program penyelidikan dan penyidikan tindak pidana dengan alokasi dana
sebesar Rp 3.520.393.000 dan realisasi sebesar Rp 3.407.285.550 (99.06%)
 Peningkatan partispasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi
yaitu program peningkatan kesadaran hukum dan ham sebesar Rp 32.000.000
dengan realisasi sebesar Rp 28.500.000 (89.05%)
 Penyempurnaan undang undang mendorong upaya pemeberantasan korupsi
merupakan program yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat sehingga daerah
tetap fokus pada upaya pemberantasan korupsi
Upaya pemerintah untuk program reformasi birokrasi dengan melaksanakan kegiatan :
 Peningkatan kualitas pelayanan publik melalui program peningkatan sarana dan
prasarana aparatur negara sebesar Rp 265.000.000 dengan realisasi sebesar Rp
223.902.730 (84.49%) mengindikasikan kemauan pemerintah agar benar benar
dalam melayani masyarakat dilandasi oleh kemauan tulus tanpa didasari maksud
maksud yang lain
 Program pengelolaan SDM aparatur sebesar Rp 57.864.000 dengan realisasi Rp
27.749.000 (47.96%) dengan harapan dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi
pelayanan kepada masyarakat banyak.
 Peningkatan kinerja dan kesejahteraan PNS, program penerapan
kepemerintahan yang baik dengan alokasi dana sebesar Rp 163.847.444.000 dan
realisasi yang dicapai sebesar Rp 168.437.707.347 (102.80%) ada peningkatan
jumlah pagu di tengah pelaksanaan kegiatan tersebut, sehingga realisasi yang
dicapai lebih dari seratus prosen dari alokasi dana yang ada. Hal ini semakin
menguatkan kemauan pemerintah dengan peningkatan kesejahteraan pegawai
negeri sipil maka diharapkan tingkat kualitas dan kuantitas kinerja aparatur
pemerintah dapat seiring sejalan sehingga masyarakat yang membutuhkan
pelayanan dari pemerintah dapat terpuaskan.
 Penataan kelembagaan ,ketatalaksanaan dan pengawasan aparatur negara
dalam Program penerapan kepemerintahan yang baik dimana alokasi dana yang
ada sebesar Rp 163.847.444.000 maka di dalamnya telah terdapat alokasi dana
untuk penataan kelembagaan sehingga dapat tercapai waktu dan dana yang efektif
dan efisien. Program peningkatan pengawasan akuntabilitas aparatur dengan dana
sebesar Rp 76.077.000 dan realisasi sebesar Rp 21.757.000 (28.60%) persentase
yang tidak mencapai 50% hal ini bukan berarti program tersebut tidak jalan namun
dapat berarti masing masing instansi telah menjalankan sistem pengawasan intern
sehingga aparatur pengawas cukup memberikan metode metode yang akan
membuat masing masing instansi merasa terawasi.
 Program peningkatan penerimaan dan pengawasan keuangan negara sebesar
Rp 1.141.896.000 dan realisasi yang ada mencapai Rp 1.072.042.150 (93.88%)
hasil yang hampir mencapai 100% tersebut memberikan kita satu gambaran bahwa
pemerintah sangat serius dalam hal pengawasan atas penerimaan keuangan
negara sehingga harapan untuk memperkecil dan semakin mengurangi tingkat
kebocoran yang ada dapat dilaksanakan semaksimal mungkin.

Alokasi anggaran untuk pemantapan demokrasi, pertahanan dan keamanan dalam


negeri akan digunakan untuk melaksanakan 3 kegiatan yakni :
• Penguatan lembaga penyelenggaraan pemilu dan peningkatan partisipasi aktif
masyarakat dalam pemilu 2009 kegiatan ini tercermin dalam Program
penyempurnaan dan penguatan kelembagaan demokrasi dengan alokasi dana
sebesar Rp 310.971.000 dan telah terealisasi sebesar Rp 41.245.500 (13.26%)
seharusnya dana ini dapat dimaksimalkan penggunaannya sehingga pada laporan
semester pertama tahun anggaran 2009, saat penyelenggaraan pemilu telah
berlangsung dengan aman tertib dan damai, dapat tercapai realisasi yang
mendekati 100%. Kecilnya penyerapan dana program penyempurnaan dan
penguatan kelembagaan demokrasi dimungkinkan adanya partisipasi aktif dari
unsur unsur masyarakat lewat LSM yang tersebar di banyak tempat sehingga pihak
pemerintah tinggal mengikuti dan mengawasi pelaksanaan kegiatan LSM tersebut
• Peningkatan efektifitas pelaksanaan pemilu 2009, kegiatan ini telah terangkum
dalam program diatas karena instansi penyelenggara yang telah dibawah satu atap
• Pemantapan pertahanan dan keamanan dalam negeri, program pengembangan
sarana dan prasarana kepolisian memperoleh alokasi dana sebesar Rp 24.624.000
dengan realisasi mencapai Rp 22.624.000 (91.88%).
• Program pengembangan strategi keamanan dan ketertiban dengan alokasi dana
sebesar Rp 103.500.000 dan terealisasi 100%. Program pemberdayaan potensi
keamanan memperoleh alokasi dana hampir satu milyar yakni sebesar Rp
954.000.000 dan realisasi yang dicapai sebesar Rp 951.109.500 (99.70%) jika hal
ini benar benar terlaksana dengan baik maka jaminan atas keamanan dan
ketertiban di tiga wilayah pembayaran KPPN Blitar dapat dikatakan aman dan
terkendali.
• Program pemeliharaan Kamtibmas mendapatkan alokasi dana yang besar yakni
sejumlah Rp 13.706.051.000 dan dapat terealisasi sebesar Rp 12.328.770.400
(89.95%) dari hasil ini dapat dikatakan bahwa keamanan dan ketertiban Kota Blitar,
Kab Blitar dan Kab Tulungagung benar benar dapat dipertanggungjawabkan baik
kualias keamanan maupun partisipasi aktif unsur unsur masyarakat dalam menjaga
dan meningkatkan kemanan dan ketertiban, sehingga sebagai daerah wisata dan
penghasil pertanian akan dapat menarik para pendatang yang ingin membelanjakan
sebagian penghasilannya ataupun menanamkan modal untuk berinvestasi di tiga
wilayah ini.
Dari alokasi dana untuk pemantapan demokrasi, pertahanan dan keamanan dalam
negeri pemerintah ingin mencapai sasaran :
• Menurunnya tindak pidana korupsi yang terbukti dengan :
- tumbuhnya iklim takut korupsi;
- meningkatnya indeks persepsi korupsi, menjadi indikator meningkatnya
kualitas pelayanan publik;
- meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi;
- meningkatnya kinerja lembaga peradilan dan lembaga penegakan
hukum serta lembaga pemberantasan korupsi
• Makin meningkatnya kinerja birokrasi untuk mendukung keberhasilan
pembangunan nasional di berbagai bidang, ditandai dengan :
- meningkatnya kualitas pelayanan publik yang tidak diskriminatif, cepat,
murah dan manusiawi, diterapkannya standar pelayanan minimal, adanya
dukungan kompetensi SDM aparatur di bidang pelayanan dan penegakan
hukum, penerapan teknologi informasi dan komunikasi
- dilakukannya upaya peningkatan kinerja instansi pemerintah, kinerja unit
kerja dan kinerja individu/pegawai;
- dilakukannya perbaikan kesejahteraan aparatur negara yang adil, layak
dan berbasis kinerja;
- dilakukan perbaikan dan penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan
yang menunjang fungsi kepemerintahan, ditingkatkannya efektifitas pelaksanaan
pengawasan dan pemeriksaan untuk mendukung kinerja instansi pemerintah dan
pembangunan.
• Terlaksananya pemilu 2009 secara demokratis, jujur, adil dan aman yang telah
terbukti dengan baik.

2. REALISASI ANGGARAN.

Seluruh kebijakan dan regulasi yang mengatur mengenai pelaksanaan anggaran,


baik sejak penyusunan dan pengesahan DIPA hingga tata cara pembayaran dan
pencairan dana, ditujukan agar penggunaan anggaran berjalan lancar.
Kelancaran pelaksanaan anggaran dicerminkan dari pelaksanaan kegiatan satuan
kerja yang tepat waktu sesuai rencana kerja. Berjalannya kegiatan satuan kerja
dibuktikan dengan realisasi atas anggaran pada DIPA. Dalam manajemen keuangan
pemerintah modern, realisasi anggaran dari berjalannya kegiatan satuan kerja
berpengaruh positif terhadap pelayanan publik dan pergerakan perekonomian. Oleh
karena itu, setelah DIPA disahkan, realisasi atas penyerapan anggaran harus
senantiasa dievaluasi dan dimonitor.
TREN
Menilik data realisasi per bulan pada Tahun Anggaran 2009, di awal tahun
realisasi sebesar 2,76% menunjukan satker belum ada kegiatan yang berarti, hanya
sekadar membayar gaji dan honor para pegawai. Belum memperlihatkan pengeluaran

90
yang bersifat mendukung secara langsung proses pelaksanaan kegiatan satker.
Setelah melewati satu semester, terlihat kenaikan pengeluaran satker secara
signifikan, sehingga pada bulan Juli 2009 prosentase pengeluaran secara keseluruhan
lebih dari 50% dan pada puncaknya, bulan Desember 2009, pengajuan SPM ke KPPN
Blitar membuat dana DIPA Tahun Anggaran 2009 terealisasi sebesar Rp
540.981.032.973 (98,18%). Dan jika melihat data penerbitan SP2D Tahun 2009 juga
mengalami kenaikan yang tinggi pada bulan Desember 2009. Ada indikasi satker ingin
menghabiskan dana anggaran yang dikelolanya sehingga pada akhir tahun anggaran

80
mereka beramai ramai mengajukan aplikasi pembayaran. Namun perlu diingat juga
bahwa pada umumnya pengadaan barang dan jasa yang dikontrakan waktu
penyelesaiannya berakhir di bulan desember tahun anggaran yang bersangkutan,
sehingga tidak mengherankan jika pada akhir bulan di bulan desember jumlah pencairan
dana atas kontrak kontrak tersebut meningkat tajam.
Jika dilihat tingkat pengeluaran per jenis belanja akan nampak bahwa dari bulan ke
bulan yang mengalami kenaikan yang tajam yakni belanja barang, dimana pada awal
tahun, bulan Januari 2009 masih belum terlihat adanya realisasi yang berarti. Namun

70
pada bulan berikutnya, bulan Februari 2009, satker telah memulai kegiatannya sehingga
belanja barang mengalami kenaikan, meski tidak besar tetapi menunjukan adanya
gerakan yang menandai bahwa satker telah mengawali pelaksanaan tugasnya. Belanja
barang, yang tentunya merupakan komponen pendukung dalam pelaksanaan tugas
sehari hari perkantoran, pada bulan bulan berakhirnya tahun anggaran 2009
n B
ilo
s

menunjukan tingkat kenaikan yang tajam.

60
TR
Miliar Rp

40
Dimulai pada bulan September 2009, peningkatan realisasi sebesar dua kali lipat
dari bulan sebelumnya mengindikasikan bahwa ada kegiatan yang memerlukan dana
yang besar. Meski pada umumnya dibulan bulan akhir tahun anggaran pihak satker
seperti diingatkan bahwa mereka memilki anggaran yang mesti dihabiskan, namun hal
ini perlu dimaklumi karena tingkat penyelesaian pekerjaan pada bulan bulan tersebut
telah mendekati 100%, sehingga realisasi penggunaan dana juga mengalami
peningktan yang tinggi. Bahkan di bulan desember 2009 jumlah realisasi belanja barang
mencapai Rp 34.465.570.121 dua kali lipat dari bulan November 2009 sebesar Rp
17.208.590.449.
35
Untuk belanja pegawai tidak mengalami fluktuasi kenaikan dan penurunan yang
berarti, hal ini dimungkinkan adanya beberapa pegawai yang mendapatkan kenaikan
pangkat, kenaikan gaji berkala, mutasi ataupun memasuki masa pension. Sehingga
kenaikan dan penurunan realisasi belanja pegawai tidak menunjukan perbedaan yang
berarti.
Belanja modal, dari bulan ke bulan juga tidak menunjukan tingkat fluktuasi yang
berarti, hanya mengindikasikan bahwa di satker terdapat kegiatan yang menambah aset
tetap mereka yang nantinya mesti dilaporkan dalam laporan SABMN. Mengingat
30
bahwa SABMN merupakan aset tetap yang merupakan bagian dari perhitungan di
dalam neraca masing masing satker, maka jumlah realisasi belanja modal menjadi
sangat penting, terutama bermanfaat bagi Ditjen Kekayaan Negara dalam menghitung
nilai aset yang dikuasai oleh satker di daerah sehingga secara akumulasi dapat dihitung
jumlah aset tetap nasional. Pada akhirnya di bulan Desember 2009 jumlah kekayaan
Negara bertambah sebesar Rp 28.404.900.159.
Yang sangat urgen adalah belanja bantuan sosial, karena dampaknya yang
dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang menerimanya. Pada bulan
Januari 2009 belanja bantuan sosial hanya sebesar Rp 240.000.000 dan terus

25
mengalami kenaikan pada bulan bulan berikutnya. Puncak kenaikan belanja bantuan
sosial terjadi pada bulan November 2009 sebesar Rp 24.420.951.800 dan menurun lagi
pada akhir tahun 2009. Jumlah dana yang telah tersalurkan ke masyarakat pada tahun
anggaran 2009 sebesar Rp 84.094.470.450 dengan implikasi dampak yang langsung
dapat dirasakan oleh masyarakat banyak, membuat alokasi untuk belanja bantuan
sosial selalu menjadi sorotan.

20
Yang terasa sedikit mengalami anomali adalah belanja lain lain, dimana pada
bulan Januari masih belum terdapat realisasi, namun pada bulan Februari 2009 secara
mengejutkan belanja lain lain memberikan realisasi sebesar Rp 312.400.000 dan pada
bulan berikutnya, Maret 2009 meningkat hampir 30 kali lipat dibanding bulan
sebelumnya yakni sebesar Rp 10.679.290.909.

STATISTIK REALISASI PENCAIRAN DANA


PER JENIS BELANJA PER SATUAN KERJA
TAHUN 2009
REALISASI BELANJA
BELANJA MODAL BANTUAN SOSIAL
BELANJA BARANG
BARANG JUMLAH % JUMLAH % JUMLAH %
1
TRIWULAN I 02 54 16

< 25% 93 91,18% 51 94,44% 16 100,00%

25% s.d. 50% 9 8,82% 1 1,85% - 0,00%

> 50% s.d. 75% - 0,00% 1 1,85% - 0,00%

> 75% - 0,00% 1 1,85% - 0,00%


1
TRIWULAN II 02 54 16

< 25% 35 34,31% 42 77,78% 11 68,75%

25% s.d. 50% 56 54,90% 8 14,81% 1 6,25%

> 50% s.d. 75% 11 10,78% 1 1,85% 1 6,25%

> 75% - 0,00% 3 5,56% 3 18,75%


1
TRIWULAN III 02 54 16

< 25% 12 11,76% 16 29,63% 6 37,50%

25% s.d. 50% 25 24,51% 11 20,37% 3 18,75%

> 50% s.d. 75% 56 54,90% 9 16,67% 2 12,50%

> 75% 9 8,82% 18 33,33% 5 31,25%


1
TRIWULAN IV 02 54 16

< 25% - 0,00% 5 9,26% - 0,00%

25% s.d. 50% 4 3,92% 3 5,56% - 0,00%

> 50% s.d. 75% 8 7,84% 3 5,56% - 0,00%

> 75% 90 88,24% 43 79,63% 16 100,00%


Pada bulan April 2009, merupakan bulan puncak dimana jumlah realisasi Belanja
Lain-Lain mencapai titik tertinggi sebesar Rp 14.028.155.613 dan menurun terus hingga
pada bulan Desember 2009 realisasi belanja lain lain hanya sebesar Rp
2.010.461.670,-.
Secara keseluruhan tingkat realisasi seluruh pagu DIPA yang menjadi
pengelolaan KPPN Blitar mencapai Rp 540.981.032.973 dari pagu sebesar
Rp 551.004.345.000 sehingga secara prosentase realisasi DIPA menunjukan tingkat
yang tinggi yakni sebesar 98,18% meski belum 100% namun ini merupakan angka yang
sangat menggembirakan.

3. PELAKSANAAN ANGGARAN PROGRAM STRATEGIS

PROGRAM PNPM MANDIRI

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri yang disebut PNPM


Mandiri merupakan program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar
dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis
pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan
sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan
pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya
penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan di kelurahan

25

20
n B
ilo
s

15

10

-
PNPM KAB. PNPM KAB.
TULUNGAGUNG BLITAR

Kab Tulungagung mendapatkan alokasi dana PNPM Mandiri tahun 2009 sebesar
Rp 12.770.585.000. pada bulan Januari 2009 masih belum terdapat realisasi, namun
pada bulan Februari 2009 realisasi mencapai Rp 1.675.000.000 sekitar 10% dari nilai
pagu yang ada. Kembali pada bulan maret tidak terdapat kegiatan yang berarti sehingga
realisasi yang adapun nihil. Pada bulan April 2009 setelah kosong selama satu bulan
Setda Kab Tulungagung sebagai satker pengelola dana PNPM Mandiri merealisasikan
dana sebesar Rp 173.160.000. Selanjutnya pada bulan bulan berikutnya PNPM Mandiri
Setda Kab Tulungagung secara periodik mengajukan pencairan dananya dengan
fluktuasi naik turun yang tidak terlalu tajam. Kenaikan yang sangat signifikan terjadi
pada bulan September 2009, dimana pada bulan sebelumnya (Agustus 2009) realisasi
dana PNPM Mandiri Kab Tulungagung sebesar Rp 88.760.450 dan naik hampir 20 kali
lipatnya pada bulan September 2009 sebesar Rp 2.616.342.000. realisasi pada bulan
berikutnya Oktober 2009 naik sebesar Rp 3.978.177.300 suatu jumlah yang sangat
menggembirakan bila dilihat dari nilai nilai sebelumnya. Setelah melewati kenaikan pada
bulan Oktober, di bulan berikutnya yakni November 2009 realisasi kembali menurun
sebesar Rp 2.755.813.300 yang pada akhirnya di bulan Desember 2009 Setda Kab
Tulungagung berhasil menyelesaikan program PNPM Mandiri dengan realisasi sebesar
Rp 1.238.131.300 sehingga secara keseluruhan jumlah realisasi dana yang telah
dicairkan oleh Setda Kab Tulungagung sebesar Rp 12.754.647.500 (99.88% dari pagu
awal) hampir mencapai 100 prosen, dengan demikian dapat dikatakan berhasil.
Kabupaten Blitar dipercaya untuk mengelola dana PNPM Mandiri dengan pagu
sebesar Rp 23.596.880.000 (hampir dua kali lipat dari Kab Tulungagung) namun pada
triwulan pertama hanya terdapat pencairan dana sebesar Rp 1.650.000.000 di bulan
Maret 2009. Pada triwulan kedua tidak terdapat realisasi yang berarti. Pada triwulan
ketiga pencairan dana PNPM Mandiri mulai menampakkan hasil yang stabil, dimulai
pada bulan Juli terdapat realisasi sebesar Rp 596.570.000 selanjutnya pada bulan
Agustus sebesar Rp 21.465.000 (mengalami penurunan yang tajam) namun pada bulan
September 2009 kembali naik sebesar Rp 199.165.000. Pada triwulan keempat Setda
Kab Blitar mulai mengejar ketertinggalannya dengan mengajukan pencairan dana
secara besar besaran. Dimulai pada bulan Oktober 2009 dana sebesar Rp
7.734.576.500 berhasil cair dan pada bulan November 2009 sebesar Rp 10.148.198.500
kenaikan yang sangat tinggi mengingat pada tiga triwulan sebelumnya pencairan dana
hanya dalam hitungan puluhan dan ratusan juta. Dan di akhir bulan Desember 2009
dana sebesar Rp 3.240.142.500 menutup pencairan dana PNPM Mandiri yang dikelola
Setda Kab Blitar tahun anggaran 2009. Secara keseluruhan jumlah dana yang telah
dicairkan sebesar Rp 23.590.117.500 kurang 0,03 % mencapai 100%

TRENDREALISASI PENCAIRAN
DANAPNPM MANDIRI PERDESAAN
12.000
10.000
n M
ilo

8.000
s

6.000
4.000
2.000
-

SETDA KAB. TULUNGAGUNG SETDA KAB. BLITAR

Dari grafik diatas dapat kita lihat data realisasi program PNPM Mandiri yang
dikelola oleh Sekretariat Daerah (Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung)
mengalami kenaikan yang sangat tajam pada triwulan keempat atau pada bulan bulan
September, Oktober, November dan Desember 2009. Jika kita lihat bulan per bulannya
terdapat bulan bulan kosong dimana pihak satker tidak mengajukan realisasi
pembayaran ke KPPN Blitar, sehingga seolah olah ada kesan bahwa satker tidak
melaksanakan tugasnya dengan baik. Namun perlu diingat bahwa program PNPM
Mandiri tersebut kemungkinan besar terdapat kendala di lapangan yang membuat satker
belum dapat mengajukan realisasi pembayaran, sehingga dalam data realisasi per
bulannya masih terdapat data kosong (nol)

PROGRAM STIMULUS FISKAL

Pada tahun anggaran 2009 pemerintah meluncurkan program stimulus fiskal


dengan harapan dapat merangsang tumbuhnya tingkat perekonomian masyarakat di
daerah daerah, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran dan juga
meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat.
Ada lima satker yang mendapatkan alokasi dana stimulus fiskal dari pemerintah
pusat yang dapat dikatakan merupakan satker strategis karena berhubungan langsung
dengan sarana dan prasarana yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab Tulungagung mendapatkan alokasi dana sebesar
Rp 159.435.000 dimana dana sebesar ini hanya dilakukan satu kali penagihan ke KPPN
Blitar pada bulan Desember 2009 sebesar Rp 159.285.000 sehingga realisasi dana
stimulus fiskal yang dikelola oleh Disnakertrans Kab Tulungagung mencapai 99.9%.

DINAS
NAKERTRANS DINAS NAKER
KAB. KOTA BLITAR;
TULUNGAGUNG; 159.435.000
159.435.000 DINAS PU BINA
MARGA & CIPTA
KARYA KOTA
BLITAR;
20.000.000.000
DINAS PU
DAERAH KOTA
BLITAR;
20.000.000.000

DINAS PU BINA
MARGA &
PENGAIRAN KAB.
BLITAR;
20.000.000.000

Satker kedua yang mendapatkan alokasi dana stimulus fiskal adalah Dinas
Tenaga Kerja Kota Blitar dengan alokasi yang sama besarnya dengan Disnakertrans
Kab Tulungagung, namun pada kenyataannya realisasi yang diajukan oleh Disnaker
Kota Blitar hanya sebesar Rp 152.023.360 (95.3%) dan itupun dalam sekali penagihan
pada bulan Desember 2009.
Dinas PU Bina Marga & Cipta Karya Kota Blitar, Dinas PU Bina Marga &
Pengairan Kab. Blitar, Dinas PU Daerah Kota Blitar masing masing memperoleh alokasi
dana sebesar Rp 20.000.000.000. Pada bulan Januari s.d. Juli 2009 belum ada realisasi
untuk ketiga satker tersebut. Baru pada bulan Agustus 2009 mulai terlihat pengajuan
pencairan dana stimulus fiskal oleh Dinas PU Bina marga & Cipta Karya Kota Blitar
sebesar Rp 113.875.000 juga Dinas PU Bina Marga & Pengairan Kab. Blitar sebesar Rp
2.672.840.000. Sedangkan Dinas PU daerah Kota Blitar sebesar Rp 1.868.932.600 baru
terealisasi pada bulan Oktober 2009.
Kedua satker tersebut secara stabil merealisasikan penggunaan dana stimulus
fiskal dari bulan ke bulan hingga pada bulan Desember 2009 jumlah realisasi secara
keseluruhan untuk satker Dinas PU Bina Marga & Cipta Karya Kota Blitar sebesar Rp
19.999.973.000 (99.99%) dan Dinas PU Bina Marga & Pengairan Kab. Blitar sebesar Rp
19.980.098.000 (99.90%).
Sedangkan Dinas PU Daerah Kota Blitar yang baru mulai pada bulan Oktober
2009 hingga waktu yang tersisa 2 bulan dimanfaatkan sebaik baiknya. Pada bulan
November 2009 dana stimulus fiscal yang telah dicairkan sebesar Rp 2.654.190.280
dan pada bulan Desember 2009 sebesar Rp 15.429.931.300 dapat tersalurkan, hingga
secara keseluruhan Dinas PU Daerah Kota Blitar mampu merealisasikan dana sebesar
Rp 19.953.054.180 (99.77%). Meski terdapat kesan terburu buru dan hendak
menghabiskan alokasi dana yang ada, namun semua dapat dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat.

PENYERAPANDANASTIMULUSFISKAL

16
14
n B
ilo
s

12
10
8
6
4
2
-
AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOPEMBER DESEMBER

DINAS NAKERTRANS KAB. TULUNGAGUNG DINAS NAKERKOTA BLITAR

DINAS PU BINA MARGA & CIPTA KARYA KOTA BLITAR DINAS PU BINA MARGA & PENGAIRAN KAB. BLITAR

DINAS PU DAERAH KOTA BLITAR

Realisasi yang tidak mencapai 100% bukan merupakan indikasi


ketidakberhasilan program stimulus fiskal, namun secara kasar dapat dikatakan hal ini
menunjukan tingkat kesungguhan dari semua satker yang mendapat kepercayaan
mengelola alokasi dana stimulus fiskal yang pada galibnya akan berpengaruh terhadap
kesejahteraan dan terciptanya lapangan kerja yang luas dan merata di masyarakat.

4. PENCAIRAN DANA.

Proses pencairan dana yang dapat diajukan ke KPPN melalui mekanisme


pengajuan SPM oleh satker untuk diproses menjadi SP2D. Dilihat dari jenis belanjanya,
SPM dibagi menjadi dua :
• SPM belanja pegawai
diajukan ke KPPN untuk membayar gaji pegawai satker yang bersangkutan, masuk
dalam kelompok belanja 51. Gaji pegawai terdiri dari gaji induk bulanan, gaji
susulan, gaji terusan
• SPM non belanja pegawai
untuk membiayai kegiatan yang menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi
sakter tersebut. Juga terbagi menjadi SPM UP/TUP, SPM GUP dan SPM LS
Pada awal tahun anggaran satker menerima DIPA dimana di dalam DIPA
tersebut tercantum batasan batasan dana yang dapat diajukan oleh satker ke KPPN
untuk membiayai kegiatannya. Sebelumnya satker telah merencanakan dalam satu
tahun ke depan akan melaksanakan kegiatan apa saja dan jumlah dana yang
dibutuhkan untuk membiayai kegiatan tersebut. Dalam menentukan pencairan dana atas
kegiatan tersebut, satker telah memperkirakan kegiatan mana saja yang dapat dibiayai
lewat dana UP juga kegiatan yang mesti didanai lewat pengajuan SPM LS, sehingga
satker dapat merencanakan waktu dalam pengajuan SPM SPM tersebut ke KPPN.
SPM UP akan terkait dengan SPM GUP sebagai wujud pertanggungjawaban
satker atas dana UP yang telah diterimanya sebagai pegangan dalam membiayai
kegiatan sehari hari yang tentunya tidak boleh melebihi dari batas yang telah ditentukan
peraturan (PER-66/PB/2005) yakni maksimal sebesar Rp 10 jt.
Untuk SPM LS non belanja pegawai yang pada umumnya untuk membiayai
kegiatan belanja modal, satker juga harus memprhitungkan jangka waktu pelaksanaan
pekerjaan, dimana hal ini terkait juga dengan keterlambatan pelaksanaan pekerjaan,
denda dan lain sebagainya. Sehingga dengan perencanaan yang matang perihal jadwal
pengajuan SPM ke KPPN diharapkan satker tidak mengalami kendala dan kesulitan
pada waktu tahun anggaran akan berakhir.

Pada awal bulan


Januari 2009 SPM yang
masuk dan terproses
menjadi SP2D sebanyak
209 buah, hal ini
mengindikasikan porsi
terbanyak diambil oleh SPM
gaji pegawai, sehingga
sisanya untuk SPM UP.
Meski DIPA Tahun
Anggaran 2009 telah
diserahkan pada awal
bulan, seharusnya pada
bulan ini juga satker telah
mengajukan SPM UP
masing masing.
Namun pada kenyataannya baru sebagian satker saja yang telah siap dengan SPM
UPnya sehingga hanya sebagian yang mengajukan SPMUP pada bulan Januari 2009.
Pada bulan April 2009 jumlah SPM yang dapat diproses menjadi SP2D
menduduki peringkat tertinggi dalam empat bulan terakhir yakni sebanyak 919 buah,
yang berarti satker telah mulai dapat mengatur dan mengukur kesiapannya untuk bulan
berikutnya. Dan antara bulan November dan Desember 2009 kenaikan penerimaan
SPM dari satker mengalami tingkat yang menggembirakan dan memberikan kontribusi
yang besar kepada KPPN Blitar untuk memanfaatkan waktu kerja lembur. Sebanyak
2.291 buah SPM yang terproses menjadi SP2D menutup tahun Anggaran 2009.
Jika menilik lebih awal lagi, sebenarnya pengajuan SPM ke KPPN tergantung
masing masing satker dalam mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan
dengan proses pengajuan SPM ke KPPN, seperti SK pejabat pengelola keuangan,
program dan perencanaan dalam satu tahun ke depan, juga kesiapan personilnya dalam
menyajikan bahan bahannya.
JUMLAH TRANSAKSI PENGELUARAN (SP2D)
TA. 2009 Secara keseluruhan
pengajuan SPM di awal
JUMLAH SP2D tahun anggaran dapat
NO BULAN
SATUAN NOMINAL dijadikan indikasi akan
1 JANUARI 209 16.695.914.062 kesiapan satker dalam
2 PEBRUARI 590 23.704.829.068 melaksanakan pengelolaan
3 MARET 779 36.037.602.610 anggaran masing masing.
4 APRIL 919 45.434.790.612 Satker yang telah
5 MEI 860 34.731.097.739 mempersiapkan diri jauh
6 JUNI 969 51.998.959.755 hari sebelumnya tentunya
7 JULI 860 39.648.315.202 akan lebih tahu dan sigap
8 AGUSTUS 919 40.233.943.764 dalam menghadapi segala
9 SEPTEMBER 1.140 53.007.246.512 permasalahan yang akan
10 OKTOBER 1.293 65.294.537.155 dihadapi di tahun anggaran
11 NOPEMBER 1.371 66.109.111.171 yang baru, sehingga satker
12 DESEMBER 2.291 82.928.847.833 dengan kondisi demikian
memberikan nilai lebih
JUMLAH 12.200 555.825.195.483
tersendiri baik kedalam
maupun keluar kantornya.
Selama Tahun Anggaran 2009, KPPN Blitar telah memproses SP2D sebanyak
12.200 buah dengan nilai pencairan sebesar Rp 555.825.195.213. Di bulan Januari
2009 terdapat pengajuan sebanyak 209 buah SPM yang telah diproses menjadi SP2D
dengan nilai sebesar Rp 16.695.914.062 yang terdiri dari 49 SPM UP, 11 SPM GUP dan
149 SPM LS. Dapat dikatakan hal ini belum mencerminkan tingkat kesiapan satker
dalam pengelolaan anggarannya masing masing. 11 SPM GUP di awal bulan Januari
dapat dipastikan bahwa ini adalah SPM GUP Nihil yang merupakan
pertanggungjawaban satker atas pelaksanaan pencairan dana di tahun anggaran 2008.
Sedangkan jumlah 149 SPM LS hanya merupakan SPM gaji yang tentunya telah
di ajukan di bulan Desember 2008. Sehingga satker yang benar benar telah siap dalam
pengelolaan anggarannya hanya sebanyak 49 unit dengan telah mengajukan SPM UP
sebagai cerminan bahwa satker berkeinginan menyegerakan pelaksanaan tugas pokok
dan fungsinya, sehingga pelayanan terhadap masyarakat dapat secepat mungkin
terealisasi.
Pada bulan Februari 2009 dari 590 SPM yang diajukan ke KPPN Blitar terdapat
3 buah SPM TUP, 42 SPM UP, 243 SPM GUP dan 302 SPM LS. Keadaan ini
mengindikasikan satker telah memulai persiapan pelaksanaan kegiatannya, bahkan
terdapat 3 unit satker yang mengajukan SPM TUP dimana kemungkinan besar satker
tersebut memiliki kegiatan yang mendesak namun dana UP yang ada tidak mencukupi
untuk membiayai pelaksanaannya.
HANDLING JUMLAH PENCAIRAN DANA PER JENIS SPM-SP2D
PER BULAN TAHUN 2009

SPM- SPM- SPM-


BULAN SPM-UP JUMLAH
GUP TUP LS

JANUARI 49 11 - 149 209

PEBRUARI 42 243 3 302 590

MARET 20 374 4 381 779

APRIL 5 402 4 508 919

MEI 7 431 7 415 860

JUNI 4 461 4 500 969

JULI 2 375 6 477 860

AGUSTUS 4 418 9 488 919


1
SEPTEMBER 3 389 8 740 .140
1
OKTOBER 5 446 12 830 .293
1
NOPEMBER 4 540 12 815 .371
2
DESEMBER 7 911 31 1.342 .291
12
JUMLAH
152 5.001 100 6.947 .200

Pada dasarnya setiap kegiatan mendesak yang membutuhkan dana dalam


jumlah yang besar dapat mengajukan SPM TUP, dari 3 buah SPM TUP yang diajukan
satker pada bulan Februari 2009 menggambarkan satker tersebut telah memiliki
perencanaan yang baik terhadap pelaksanaan kegiatannya. Sehingga dari nilai dana UP
yang tidak mencukupi satker tersebut mengajukan SPM TUP untuk
dipertanggungjawabkan pada periode satu bulan berikutnya. Untuk SPM GUP sebanyak
243 buah, merupakan pertanggungjawaban atas 49 SPM UP yang telah diajukan pada
bulan Januari 2009. Sehingga dapat dirata ratakan satu buah SPM UP pada
pelaksanaannya menjadi 4 hingga 5 buah SPM GUP yang dialokasikan untuk lima
macam BKPK, 5211, 5212, 5221, 5231 dan 5241.
Dari bulan Februari 2009 ke bulan selanjutnya terjadi kenaikan penarikan dana
yang sangat signifikan terutama untuk SPM GUP dan SPM LS, sedangkan SPM UP dan
TUP sebatas hitungan jumlah jari tangan. Pada periode satu semester jumlah kenaikan
SPM GUP mengalami kenaikan dan penurunan yang tidak terlalu tajam hanya sebatas
hitungan satuan, berbeda dengan SPM GUP, SPM LS mengalami kenaikan yang tajam
bahkan pada dari bulan Maret ke bulan April selisih kenaikan SPM LS mencapai 127
buah dimana pada bulan Maret jumlah SPM LS yang diproses menjadi SP2D LS
sebanyak 381 buah dan pada bulan April meningkat sebanyak 508 buah.
KLASIFIKASI PENCAIRAN DANA PER JENIS SPM-SP2D
PER BULAN TAHUN 2009

BULAN SPM-UP SPM-GUP SPM-TUP SPM-LS JUMLAH

1.470.443.00
243.344.344 14.982.126.718 16.695.914.062
JANUARI 0 -
1.409.188.65 864.736.00
2.292.609.714 19.138.294.704 23.704.829.068
PEBRUARI 0 0
591.320.00 433.160.00
3.874.310.939 31.138.811.671 36.037.602.610
MARET 0 0
30.900.00 773.034.00
3.604.923.168 41.025.933.474 45.434.790.642
APRIL 0 0
93.470.50 311.828.50
4.287.783.826 30.038.014.613 34.731.097.439
MEI 0 0
190.744.50 261.166.07
4.346.573.131 47.200.476.045 51.998.959.755
JUNI 0 9
118.714.00 472.202.00
3.823.677.138 35.233.722.064 39.648.315.202
JULI 0 0
142.500.00 648.245.32
4.777.397.400 34.665.801.039 40.233.943.764
AGUSTUS 0 5
15.657.50 456.227.10
4.115.797.106 48.416.368.806 53.004.050.512
SEPTEMBER 0 0
83.912.20 828.787.70
4.871.498.945 59.523.557.093 65.307.755.938
OKTOBER 0 0
80.755.00 1.556.326.00
5.637.256.929 58.834.773.242 66.109.111.171
NOPEMBER 0 0
254.925.50 2.676.903.32
9.319.040.307 70.667.955.917 82.918.825.050
DESEMBER 0 6

JUMLAH 4.482.530.850 51.194.212.947 9.282.616.030 490.865.835.386 555.825.195.213

Yang sedikit mengalami anomali pada penerimaan SPM di KPPN Blitar terjadi
pada triwulan keempat tahun anggaran 2009, dimana pada bulan Oktober, November
dan Desember masih terdapat satker yang mengajukan SPM UP. Pada bulan Oktober
terdapat 5 buah SPM UP yang diproses menjadi SP2D dengan nilai sebesar Rp
83.912.200 sehingga rata rata per SPM UP sebesar Rp 15jt-an. Bulan November 2009
juga terdapat pengajuan SPM UP sebanyak 4 buah dengan nilai sebesar Rp 80.755.000
sehingga rata ratanya meningkat dari periode bulan sebelumnya menjadi sekitar Rp 20
jt-an. Bahkan di bulan Desember 2009 yang merupakan bulan akhir dalam tahun
anggaran 2009 masih terdapat 7 satker yang mengajukan SPM UP, meningkat hampir
dua kali lipat dari bulan sebelumnya. Nilai yang ditagihkanpun mengalami kenaikan yang
tajam, sebesar Rp 254.925.500 meningkat hampir tiga kali lipat dari tagihan SPM UP
bulan November 2009, sehingga rata rata satu unit satker mengajukan dana sekitar Rp
30 jt-an. Ini merupakan fenomena yang menarik dan sedikit menyimpang dari kebiasaan
dan alam fikiran sewajarnya, karena beberapa alasan sebagai berikut :
• Bulan Desember adalah bulan terakhir pada periode tahun anggaran yang
berlaku di Indonesia, sehingga SPM UP yang seharusnya diajukan pada awal tahun
anggaran berjalan untuk membiayai kegiatan operasional sehari hari perkantoran
namun diajukan pada bulan terakhir periode tahun anggaran. Selama 11 bulan
sebelumnya satker tersebut mendapatkan dana dari mana, padahal pelaksanaan
kegiatan tetap harus berjalan sebagaimana mestinya.
• Besaran jumlah dana yang dimintakan juga memberikan alasan tersendiri,
dengan rata rata sebesar Rp 30 jt-an menimbulkan satu pertanyaan mendasar, jika
selama 11 bulan tidak mengajukan pencaian dana UP, bagaimana dalam waktu
yang sangat pendek satker dapat mempertanggungjawabkan penggunaan dananya
• Pertanyaan selanjutnya atas fenomena ini, selama 11 bulan kebelakang satker
tersebut melaksanakan kegiatan apa saja sehingga dana yang telah dialokasikan
untuk membiayai kegiatan tersebut baru diajukan pencairannya pada bulan
menjelang akhir tahun anggaran berjalan.

PROPO
Dari beberapa ganjalan tersebut diatas terdapat beberapa kemungkinan yang
menjadi latar belakang terjadinya anomali tersebut :
• Satker baru menerima DIPA pada bulan menjelang tahun anggaran berakhir,
sehingga pengajuan SPM GU juga mengalami kelambatan. Namun hal ini sangat
kecil kemungkinannya mengingat pada awal tahun anggaran DIPA telah dibagikan
dan disampaikan ke semua satker
• Nilai dalam DIPA satker yang bersangkutan mendapatkan tambahan dana untuk

600
kegiatan operasional perkantoran, sehingga besaran UP yang telah diajukan juga
mengalami kenaikan dan baru dimintakan pada bulan Desember 2009
• Terbentuknya satker baru akibat adanya reorganisasi di pemerintah daerah
lingkup wilayah pembayaran KPPN Blitar, mengingat institusi baru juga
membutuhkan dana operasional sendiri
• Terdapat satker yang memiliki dana yang berasal dari Pinjaman/Hibah Luar
Negeri, sehingga pengajuan SPM UP-nya juga dipisahkan antara beban Rupiah
Murni dan beban Rekening Khusus, yang salah satunya baru dimintakan pencairan
dana UP-nya pada bulan Desember 2009
rR
p M
ila
Namun demikian yang perlu menjadi perhatian kita (KPPN Blitar) dimana fungsi
sebagai pelayan dan guru adalah selalu memberikan dan menyampaikan pengertian
dan pemahaman kepada semua satker agar dalam prose pengajuan aplikasi pencairan
dananya tidak terkesan terburu buru dan seakan hanya ingin menghabiskan dana yang
ada. Perencanaan tetap memegang peranan yang penting dalam pelaksanaan
pengelolaan anggaran. Sehingga pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tugas pokok
satker dapat berlangsung dengan baik dan lancar.
Dalam Tahun Anggaran 2009, KPPN Blitar melayani pembayaran 124 unit satker
yang tersebar di Kota Blitar, Kab Blitar dan Kab Tulungagung, sedangkan jumlah SPM
UP yang terproses menjadi SP2D sampai dengan bulan Desember 2009 sebanyak 152
buah. Dapat disimpulkan ada sekitar 28 satker yang mengajukan SPM UP sebanyak
dua buah, hal ini berarti satker satker tersebut memiliki dua sumber alokasi dana dalam
DIPA yakni dari Rupiah Murni dan Pinjaman/Hibah Luar Negeri.

PROPORSI SPM
TAHUN2009
SPM-UP
1,25%
SPM-GUP
40,99%

SPM-LS SPM-TUP
56,94% 0,82%

Fenomena lain yang menarik untuk di simak adalah pengajuan SPM TUP di
triwulan IV tahun anggaran 2009. Pada bulan Oktober 2009 terdapat 12 satker yang
mengajukan SPM TUP dengan nilai pencairan dana sebesar Rp 828.787.700 sehingga
nilai rata rata per SPM TUP adalah Rp 26.735.087 suatu jumlah yang relatif memadai
untuk membiayai kegiatan selama satu bulan pada satker yang terdapat di lokasi
wilayah pembayaran KPPN Blitar. Di bulan November 2009 satker yang mengajukan
SPM TUP masih sebanyak 12 unit, namun dengan nilai lebih besar dua kali dari
permintaan bulan Oktober 2009 yakni Rp 1.556.326.000 sehingga rata rata per satker
mencairkan dana TUP sebesar Rp 50.204.065.
Untuk skala kota Blitar maupun Kab Blitar dan Kab Tulungagung dana sebesar
ini sangat memadai jika akan digunakan membiayai kegiatan sehari hari perkantoran
selama satu bulan. Secara hitungan kasar satker dapat mengadakan satu kegiatan yang
pada akhirnya memberi nilai lebih tingkat manfaat dan kegunaannya. Dan pada bulan
Desember 2009 di puncak akhir tahun anggaran 2009, masih ada 31 satker yang
mengajukan SPM TUP dengan total nilai mencapai Rp 2.676.903.326 hampir dua kali
nilai SPM TUP pada bulan sebelumnya. Rata rata per satker pun meningkat sebesar Rp
86.351.720 sebuah jumlah yang sangat besar jika dilihat dari rata rata dana UP yang
diajukan satker selama tahun anggaran 2009. (Dari jumlah dana UP yang telah cair
sebesar Rp 4.482.530.850 dengan permintaan sebanyak 152 SPM UP, maka rata rata
nilai UP satu kali pencairan sebesar Rp 29.490.335).
Besarnya permintaan dana TUP di akhir tahun anggaran membuat satker yang
bersangkutan harus memberikan tenaga ekstra saat batas waktu pertanggungjawaban
telah tiba, karena jika satker tidak dapat mempertanggungjawabkan semua pengeluaran
dan pembayaran yang dilakukan atas dana TUP tersebut, sisa dana yang ada harus
disetorkan kembali ke kas negara. Saat satker tidak mampu menyelesaikan dana TUP
yang tersisa, maka sejumlah itu pula akan terus muncul dalam laporan keuangan satker
yang bersangkutan hingga dapat mengurangi jatah penerimaan UP tahun anggaran
berikutnya, namun pertanggungjawaban tetap menjadi kewajiban satker yang harus
dituntaskan hingga tidak bersisa satu rupiahpun.

DATA REALISASI PENCAIRAN DANA GAJI PEGAWAI


PER BULAN TAHUN 2009

JUMLAH JUMLAH
BULAN NILAI UANG
PEGAWAI SATKER

JANUARI 5.104 78 14.044.523.680


PEBRUARI 5.182 78 13.953.162.602
MARET 5.184 78 14.241.789.779
APRIL 5.228 78 15.753.970.682
MEI 5.168 78 15.717.930.244
JUNI 5.157 78 15.616.022.222
JULI 5.155 78 15.668.582.266
AGUSTUS 5.138 78 15.619.232.098
SEPTEMBER 5.117 78 15.474.050.081
OKTOBER 5.172 78 15.673.102.707
NOPEMBER 4.391 78 12.482.579.796
DESEMBER 5.510 78 16.291.021.206
JUMLAH 61.506 936 180.535.967.363

Untuk SPM GUP dan LS tidak ada keadaan yang membutuhkan perhatian lebih
hanya kejadian biasa seperti yang sering terjadi pada KPPN KPPN lainnya. Namun
demikian ada sesuatu hal yang dapat kita cermati bersama yakni :
• Pengajuan SPM GUP terjadi kenaikan yang tajam pada periode bulan Januari
ke bulan Februari dimana nilai realisasi pencairan dana lewat SPM GUP sebesar
Rp 243.344.344 meningkat menjadi sebesar Rp 2.292.609.714, sepuluh kali dari
bulan Januari 2009. Juga di periode bulan November ke bulan Desember 2009
terjadi peningkatan hampir dua kali, dimana pada bulan November nilai SPM GUP
yang diajukan ke KPPN Blitar sebesar Rp 5.637.256.929 dengan handling
sebanyak 540 buah SPM, dan di bulan Desember 2009 jumlah handling sebanyak
911 buah SPM dengan nilai sebesar Rp 9.319.040.307. pada bulan Januari 2009
kemungkinan besar satker mengajukannya sebagai pertanggungjawaban atas UP
tahun anggaran 2008. Sehingga baru pada bulan Februari 2009 SPM GUP yang
diajukan ke KPPN Blitar benar benar pertanggungjawaban atas SPM UP yang
diajukan pada bulan Januari 2009.
• SPM LS yang diajukan ke KPPN Blitar mengalami kenaikan yang signifikan pada
bulan Februari ke bulan Maret 2009 juga pada bulan November ke bulan Desember
2009, termasuk didalamnya SPM LS gaji dan non gaji. Pada bulan Februari 2009
dengan jumlah handling sebanyak 302 nilai dana yang dicairkan sebanyak Rp
19.138.294.704 dan pada bulan Maret jumlah handling naik menjadi 381 dengan
nilai sebesar Rp 31.138.811.671. jumlah handling mengalami kenaikan sebanyak
79 buah namun nilainya mengalami kenaikan hampir dua kali lipat. Dari sini
tercermin adanya kenaikan penarikan dana non gaji sebesar Rp 11 M. Kenaikan
penarikan dana juga terjadi pada bulan November ke bulan Desember 2009. Pada
bulan November 2009 jumlah handling SPM LS yang diproses menjadi SP2D
sebanyak 815 dengan nilai sebesar Rp 58.834.773.242 dan di bulan Desember
jumlah handling SPM LS yang diajukan satker sebanyak 1.342 dengan nilai sebesar
Rp 70.667.955.917. Kenaikan jumlah handling SPM LS sebanyak 527 (80% dari
bulan sebelumnya) memberikan kontribusi yang besar bagi jumlah realisasi
pencairan dana yang juga mengalami kenaikan sebesar Rp 11.833.182.675
DATA PENERBITAN SKPP
PER BULAN TAHUN 2009

JUMLAH
BULAN JUMLAH SKPP
PEGAWAI

JANUARI 40 40
PEBRUARI 22 22
MARET 27 27
APRIL 55 55
MEI 34 34
JUNI 41 41
JULI 50 50
AGUSTUS 55 55
SEPTEMBER 35 35
OKTOBER 51 51
NOPEMBER 48 48
DESEMBER 26 26
JUMLAH 484 484

Dari 124 satker yang menjadi mitra kerja KPPN Blitar sebanyak 78 satker
mengajukan pencairan dana gaji pegawai. Pada bulan Januari 2009 jumlah pegawai
yang tercakup dalam 78 satker sebanyak 5.104 jiwa dengan total penarikan dana
sebesar Rp 14.044.523.680. Meski pada bulan Januari 2009 KPPN Blitar telah
menerbitkan SKPP sebanyak 40 buah, baik karena mutasi pindah maupun karena
memasuki masa pensiun, namun jumlah pegawai yang ada bukannya menurun tetapi
semakin bertambah menjadi 5.182 jiwa dengan pengajuan pencairan dana gaji pegawai
sejumlah Rp 13.953.162.602. Kenaikan dan penurunan jumlah selama tahun anggaran
2009 tidak mengalami fluktuasi yang berarti, hanya pada bulan Oktober, Nobember dan
Desember 2009 jumlah pegawai mengalami naik turun yang sedikit tajam. Pada bulan
Oktober 2009 jumlah pegawai adalah 5.172 jiwa dengan pengajuan pencairan dana gaji
sebesar Rp 15.673.102.707 Pada bulan November 2009 terjadi perubahan komposisi
jumlah pegawai dimana banyak terjadi mutasi sehingga jumlah pegawai menjadi 4.391
jiwa dan jumlah pencairan dana sebesar Rp 12.482.579.796 Hingga pada bulan
Desember 2009 jumlah pegawai kembali naik menjadi 5.510 jiwa dengan nilai pencairan
Rp 16.291.021.206.
Dengan memperbandingkan antara jumlah pegawai seluruh satker, jumlah
SPM yang terproses menjadi SP2D dan juga nilai pencairan dana yang ada dengan
jumlah pelaksana sebanyak 7 orang pada Seksi Perbendaharaan KPPN Blitar yang
bertugas di Front Office dan Middle Office dapat kita lihat sebagai berikut :
• Jumlah satker yang menjadi tugas pelayanan KPPN Blitar adalah 124 satker,
sehingga rata rata satu orang pelaksana melayani 17-18 unit satker
• Jumlah pegawai seluruh satker yang pencairan belanja pegawainya lewat KPPN
Blitar sebanyak 61.526 jiwa pada 78 satker, perbulannya sebanyak 5.126 sehingga
rata rata satu pelaksana pada Seksi Perbendaharaan KPPN Blitar melayani 732
jiwa pegawai satker.
• Selama satu tahun anggaran 2009 nilai pencairan dana belanja gaji pegawai
sebesar Rp 180.535.967.363 memberikan porsi bagi masing masing pegawai
sebanyak Rp 25.790.852.480
• Seringnya terjadi mutasi pindah maupun pensiun di wilayah kerja KPPN Blitar
hingga pada akhir bulan Desember 2009 telah menerbitkan SKPP sebanyak 484
buah dan rata rata satu pegawai menerbitkan 69 SKPP
• SPM yang diajukan ke KPPN Blitar secara keseluruhan selama satu tahun
berjumlah 12.200 buah memberikan kontribusi bagi masing masing pegawai
sebanyak 1.743 buah SPM jika dirata rata perbulan sebanyak 145 SPM dan jika
dibagi jumlah pegawai seksi Perbendaharaan mendapat 7 buah SPM per pegawai
per hari, dari angka tersebut kita dapat per harinya KPPN Blitar menerima SPM
sekitar 50 buah SPM (baik belanja pegawai maupun non belanja pegawai)
Dengan menerapkan prinsip prinsip KPPN Percontohan, KPPN Blitar telah
mampu menyelesaikan satu SPM terproses menjadi SP2D dalam waktu rata rata 30
menit per SPM. Meski secara rentang waktu dari bulan Januari hingga bulan Desember
2009 terdapat fluktuasi waktu proses penyelesaian SPM menjadi SP2D. Pada bulan
Januari 2009 dimana jumlah SPM yang masuk masih belum terlalu banyak waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan satu buah SPM menjadi SP2D selama 51 menit.
Seiring bergantinya bulan dan bertambahnya volume SPM yang diajukan satker ke
KPPN Blitar, waktu yang diperlukan untuk memproses penyelesaian SPM menjadi
SP2D juga semakin singkat. Bahkan pada bulan Mei 2009, dimana jumlah SPM yang
diterima petugas di front office sebanyak 860 buah waktu rata rata yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan satu buah SPM adalah 17 menit, meski pada kenyataannya tidak
semua membutuhkan waktu sedemikian singkat, dengan kemungkinan ada SPM yang
waktu prosesnya lebih lama dan ada juga SPM yang proses penyelesaiannya
menempuh waktu yang lebih singkat dari 17 menit. Namun secara teknis tetap sesuai
prosedur yang telah digariskan yakni selama satu jam.
WAKTU PENYELESAIAN SPM-SP2D
PER BULAN TAHUN 2009

RATA-RATA
JUMLAH
BULAN WAKTU
SPM-SP2D
PENYELESAIAN
JANUARI 209 51 menit
PEBRUARI 590 37 menit
MARET 779 28 menit
APRIL 919 27 menit
MEI 860 17 menit
JUNI 969 20 menit
JULI 860 32 menit
AGUSTUS 919 23 menit
SEPTEMBER 1.140 42 menit
OKTOBER 1.293 25 menit
NOPEMBER 1.371 28 menit
DESEMBER 2.291 36 menit
JUMLAH 12.200 30 menit

Satker selama mengajukan SPM tidak selalu memenuhi persyaratan


kebenaran dan kelengkapan dokumennya. Dari 12.200 SPM yang telah terproses
menjadi SP2D pada dasarnya ada SPM SPM yang belum memenuhi syarat sehingga
mesti dikembalikan kepada satker yang bersangkutan dan tidak dapat diproses lebih
lanjut menjadi SP2D. Jumlah SPM yang diajukan satker ke KPPN Blitar namun
dikembalikan karena kesalahan dan kekurangan lampiran dan persyaratan sebanyak
148 buah, dengan beragam alasan pengembalian. Jika dirata rata dari 148 SPM
sebanyak 12 SPM per bulan yang tidak memenuhi persyaratan. Pengembalian SPM
sebanyak 12 buah per bulan bukan merupakan jumlah yang berarti mengingat dalam
satu bulan KPPN Blitar secara rata rata mampu menyelesaikan SPM sebanyak 145
buah (0,08%).
Dalam rangka mengurangi dan memperkecil tingkat pengembalian SPM pada
KPPN Blitar, telah diambil langkah langkah sebagai berikut :
• Pelaksanaan sosisalisasi dan update aplikasi di awal tahun anggaran berjalan,
dengan harapan semua satker yang telah mengikuti kegiatan ini dapat
menerapkannya di kantor masing masing sehingga dapat memperkecil dan
meminimalisir kesalahan pada saat pengajuan SPM ke KPPN karena telah
mendapatkan pemahaman di awal tahun anggaran
• Update data pada laman web,
satker yang masih belum faham secara menyeluruh perihal proses dan tata cara
pengajuan dan pembuatan SPM dapat mengakses semua kebutuhannya di website
KPPN Blitar, sehingga lokasi yang jauh dari KPPN Blitar tidak menjadi kendala bagi
semua satker untuk mendapatkan data dan peraturan perundangan undangan
terkait proses pengajuan SPM ke KPPN
• Penyampaian aturan dan edaran yang berkaitan dengan proses pembayaran,
KPPN Blitar akan menyampaikan kepada satker setiap ada peraturan dan edaran
baru yang terkait dengan satu proses pencairan dana, dengan ini diharapkan satker
yang bersangkutan dapat mengetahui perkembangan pengajuan SPM ke KPPN
dan tercapai kesepahaman yang sama antara satker dan KPPN Blitar.
DATA PENGEMBALIAN SPM
PER BULAN TAHUN 2009

BULAN JUMLAH SPM DIKEMBALIKAN %

JANUARI 213 4 1,88%


PEBRUARI 599 9 1,50%
MARET 791 12 1,52%
APRIL 934 15 1,61%
MEI 874 14 1,60%
JUNI 971 2 0,21%
JULI 863 3 0,35%
AGUSTUS 922 3 0,33%
SEPTEMBER 1.147 7 0,61%
OKTOBER 1.312 19 1,45%
NOPEMBER 1.398 27 1,93%
DESEMBER 2.324 33 1,42%
JUMLAH 12.348 148 1,20%

Ada kalanya pengajuan SPM dari satker meski telah terproses menjadi SP2D,
dana yang hendak ditransfer oleh pihak bank ke rekening yang bersangkutan namun
terkendala karena adanya kesalahan rekening ataupun nama penerima. Sehingga dana
yang seharusnya pada hari itu juga telah diterima yang bersangkutan, tidak dapat
segera dicairkan karena kesalahan tersebut. Pada akhirnya dana tersebut harus segera
disetorkan ke kas negara. Namun masih ada waktu selama 7 hari untuk memperbaiki ke
rekening yang benar. Dari 12.200 SP2D yang telah diproses oleh KPPN Blitar terdapat
55 buah SP2D yang mengalami retur dari pihak bank penerima. Pada bulan Januari
2009 dimana jumlah SPM yang masuk masih terhitung sedikit (209 SP2D) terdapat 6
buah SP2D yang diretur oleh pihak bank penerima. Pada bulan Juli terjadi peningkatan
yang tajam atas SP2D yang diretur oleh pihak bank sebanyak 17 dari 860 buah SP2D.
Pada bulan bulan berikutnya saat volume penyelesaian SP2D meningkat jumlah SP2D
yang mengalami kesalahan rekening semakin menurun dan puncaknya pada bulan
Desember 2009, KPPN Blitar telah memproses 2.291 buah SP2D namun 8 diantaranya
diretur oleh pihak bank karena kesalahan nama penerima dan no rekening.

Kesalahan pencantuman nama penerima dan nomor rekening yang


bersangkutan pada (ADK) SPM dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
• Proses perekaman nama penerima dan no rekening pada aplikasi SPM
dilakukan secara manual. Pada aplikasi SPM terdapat menu referensi yang terdiri
dari menu perekaman nama satker, KPPN pembayar, nomor SPM, user, bank pos,
bendaharawan, pejabat (baik penandatangan SPM maupun petugas perekaman
SPM), bank (bank penerima rekening), jenis dokumen (DIPA, SKPA) dan lain lain.
Sebelum melakukan perekaman SPM, semestinya petugas perekam melakukan
pengisian referensi secara lengkap dan benar. Untuk perekaman nama penerima
dana dan no rekening dilakukan pada menu referensi bendaharawan, sehingga
pada saat melakukan perekaman SPM, nama penerima, alamat dan no rekening
juga bank penerima tidak perlu dilakukan pengetikan ulang secara manual, cukup
dengan memanggil kode bendaharawan yang telah direkam pada proses awal tadi,
maka nama penerima serta no rekening secara otomatis akan muncul. Namun perlu
dipastikan agar saat melakukan proses perekaman pada menu referensi, nama
penerima dan no rekening telah sesuai dengan data yang ada di buku
tabungan/giro yang bersangkutan.
• Petugas perekaman SPM telah melakukan proses yang benar pada awal
pengisian referensi, namun pada saat membuat SPM lain dengan nama penerima
dan no rekening yang sama, petugas perekaman SPM melakukan pengisian ulang
pada menu referensi, sehingga saat penulisan data penerima dengan memanggil
kode bendahara mengalami proses tumpang tindih karena terdapat lebih dari satu
nama yang sama.

DATA RETUR SP2D DARI BANK PENERIMA


PER BULAN TAHUN 2009

JUMLAH
BULAN JUMLAH SP2D %
RETUR

209 2,87%
JANUARI 6
590 0,00%
PEBRUARI -
779 0,39%
MARET 3
919 0,33%
APRIL 3
860 0,47%
MEI 4
969 0,00%
JUNI -
860 1,98%
JULI 17
919 0,33%
AGUSTUS 3
1.140 0,61%
SEPTEMBER 7
1.293 0,31%
OKTOBER 4
1.371 0,00%
NOPEMBER -
2.291 0,35%
DESEMBER 8
JUMLAH 12.200 0,45%
55

Dari 12.200 SP2D yang telah diproses oleh KPPN Blitar, rata rata per bulan
terdapat 4-5 SP2D yang diretur oleh pihak bank. Untuk meminimalisir terulangnya
kejadian SP2D diretur oleh pihak bank, KPPN Blitar telah menempuh langkah langkah
sebagai berikut :
• Membuat daftar yang berisi keterangan nama dan no rekening penerima masing
masing bendahara satker lingkup pembayaran KPPN Blitar dan menampilkannya di
layar komputer petugas front office, sehingga saat satker mengajukan SPP petugas
FO dapat langsung mengecek kebenarannya
• Menyosialisasikan kepada semua satker agar dalam merekam data SPM terlebih
dahulu mengisi data referensi dengan benar dan tidak mengisinya dengan lebih dari
satu data yang sama
• Untuk SPM LS non belanja pegawai, petugas KPPN Blitar harus ekstra hati hati
sehingga disarankan kepada satker yang mengajukan pencairan dana atas SPM LS
non belanja pegawai agar melampirkan copy rekening fihak ketiga yang akan
menerima dana atas SP2D LS tersebut.
A. PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA.
Pemerintah pada saat ini masih mengandalkan penerimaan dari sektor
perpajakan, mengingat dalam sebuah negara maju pendapatan negara diutamakan dari
pajak yang berarti tingkat kemampuan rakyat untuk membayar pajak tinggi dan tingkat
pertumbuhan ekonomi juga seiring sejalan. Maka penerimaan pajak yang meningkat
mengindikasikan bahwa ekonomi suatu negara sedang tumbuh dan berkembang.
Kebijakan perpajakan yang ditempuh oleh pemerintah dalam meningkatkan
pendapatan dari sektor perpajakan selama tahun anggaran 2009 antara lain :
1. Program intensifikasi dilakukan melalui beberapa kegiatan :
- mapping, mendapatkan gambaran umum potensi perpajakan dan
keunggulan fiskal di wilayah masing masing kantor/unit kerja yang berguna
sebagai petunjuk dan sarana analisis untuk menggali potensi penerimaan,
pelayanan dan pengawasan;
- profiling wajib pajak, menyajikan informasi fiskal Wp secara individu,
mengukur tingkat risiko dan kepatuhan WP, mengenal WP, memonitor
perkembangan usaha WP, melakukan pengawasan, penggalian potensi dan
pelayanan yang lebih baik;
- benchmarking, proses pembuatan ukuran atau besaran suatu kegiatan
yang wajar dan terbaik yang digunakan sebagai ukuran wajar;
- aktivasi wajib pajak nonfiler;
- pemantauan kepatuhan WP orang pribadi potensial;
- pemanfaatan data fihak ketiga;
- optimalisasi pemanfaatan data perpajakan, uji silang laporan satu wajib
pajak dengan seluruh wajib pajak lainnya yang mencakup seluruh jenis pajak
yang meliputi data SPT, faktur pajak, bukti potong PPh, daftar pemegang saham,
jumlah harta, dan data pembayaran pajak.
2. Program ekstensifikasi dilakukan melalui tiga pendekatan :
- pendekatan berbasis pemberi kerja dan bendahara pemerintah dengan
sasaran meliputi karyawan, pegawai negeri sipil dan pejabat negara;
- pendekatan berbasis properti dengan sasaran orang pribadi yang melakukan
usaha di pusat perdagangan;
- pendekatan berbasis profesi dengan sasaran dokter, artis, pengacara dan
notaris;
- Modernisasi kantor pelayanan pajak dan kepabeanan, meliputi : reformasi
struktur organisasi berdasarkan fungsi; business process yang berorientasi pada
pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi; pembentukan data processing
center; pengembangan sumber daya manusia; pelaksanaan good governance;
perbaikan kelembagaan yang mengarah pada konsep one stop service.
Penerimaan negara yang menjadi pengelolaan KPPN Blitar berasal dari dua
sumber, yakni :
• Potongan SPM, berasal dari pajak, denda, sewa atas pekerjaan yang
dilaksanakan oleh fihak ketiga yang langsung dipotong oleh bendahara lewat
potongan SPM yang diajukan ke KPPN Blitar
• Setoran langsung masyarakat lewat bank/pos persepsi, merupakan wujud
partisipasi, kesadaran dan kehendak masyarakat untuk ikut dalam membiayai
pembangunan dan kegiatan kepemerintahan dengan cara menyetorkan langsung
ke bank/pos persepsi yang akan menyampaikan laporan harian penerimaan ke
KPPN Blitar
PENERIMAAN NEGARA PER BULAN
TAHUN 2009

JUMLAH
BULAN
PENERIMAAN
JANUARI 42.616.737.397
PEBRUARI 47.318.218.563
MARET 67.677.240.517
APRIL 58.206.259.088
MEI 64.076.146.367
JUNI 76.734.254.834
JULI 78.572.756.104
AGUSTUS 86.072.380.646
SEPTEMBER 69.627.003.834
OKTOBER 99.589.576.320
NOPEMBER 63.609.102.445
DESEMBER 111.300.315.694
JUMLAH 865.399.991.809

Dari data penerimaan per triwulan Tahun Anggaran 2009 dapat kita lihat
penerimaan dari cukai menempati peringkat pertama diikuti oleh Pajak Pertambahan
Nilai. Hal ini mengindikasikan, bahwa Kota Blitar, Kabupaten Blitar dan Kabupaten
Tulungagung terdapat sentra sentra industri yang memberikan sumbangan besar
terhadap penerimaan yang dikelola oleh kantor Bea dan Cukai, juga besarnya
pengadaan barang dan jasa ada di tiga wilayah tersebut, melihat PPN juga
menyumbang alokasi penerimaan yang besar.

DAFTAR PENERIMAAN NEGARA PER JENIS PENERIMAAN


PADA KPPN BLITAR
TA. 2009

BULAN TRIWULAN I TRIWULAN II TRIWULAN III TRIWULAN IV JUMLAH

25.115.375.1 30.295.834.3 29.039.729.3 35.630.984. 120.081.923.


PPH 29 03 30 303 065
37.793.350.6 41.786.268.5 54.216.690.1 76.650.938. 210.447.247.
PPN 41 12 06 007 266
1.859.791.1 20.076.531.9 42.444.536.4 25.176.399. 89.557.259.
PBB 93 89 56 367 005
3.616.561.1 3.530.732.6 3.398.373.3 4.902.199. 15.447.866.
BPHTB 66 00 17 368 451
80.268.764.2 93.894.165.3 95.429.425.9 118.816.875. 388.409.230.
CUKAI 25 35 70 200 730
30.600.0 605.3 19.250.0 30.000. 80.455.
PAJAK LAINNYA 00 00 00 000 300
8.927.754.1 9.432.522.2 9.724.135.4 13.291.598. 41.376.009.
PNBP 23 50 05 214 992
157.612.196.4 199.016.660.2 234.272.140.5 274.498.994. 865.399.991.
JUMLAH 77 89 84 459 809
Penerimaan dari cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia dibagihasilkan
kepada daerah penghasil tembakau sebesar 2 % (UU Nomor 39 Tahun 2007) yang
akan digunakan untuk mendanai :
• Peningkatan kualitas bahan baku
• Pembinaan industri
• Pembinaan lingkungan sosial
• Sosialisasi ketentuan di bidang cukai
• Pemberantasan barang kena cukai ilegal
Karena penggunaannya yang telah ditetapkan, maka dana bagi hasil cukai atas
tembakau lebih bersifat specific grant. Penerimaan cukai yang merupakan penyumbang
terbesar secara pasti mengalami kenaikan yang tajam dari periode ke periode
berikutnya, hingga pada triwulan keempat penerimaan dari cukai memberikan angka
pasti sebesar Rp 118.816.875.200 dan akumulasi seluruhnya sebesar Rp
388.409.230.730 dimana untuk daerah yang dapat dibilang kota kecil seperti Kota Blitar,
Kabupaten Blitar dan Kabupaten Tulungagung merupakan jumlah yang sangat besar.

TRE

Miliar Rp
Sungguhpun demikian sentra sentra industri semacam ini harus dipelihara
keberadaan dan keberlangsungan usahanya, sehingga dapat dihindari adanya industri
berskala rumah tangga yang telah berjalan dengan baik namun karena tidak adanya
bantuan dan perhatian dari pemerintah baik berupa bantuan modal maupun manajemen
terjadi kemandegan pada industri industri tersebut. Tentunya akan berdampak sangat
tidak baik bagi keberlangsungan perekonomian masyarakat yang pada akhirnya akan
50
membuat masyarakat bertambah apatis dan putus harapan terhadap segala program
dan himbauan pemerintah. Peningkatan dari triwulan satu ke triwulan keempat Tahun
Anggaran 2009, juga dalam bulan per bulannya memberikan gambaran bahwa semua
komponen masyarakat di tiga wilayah memberikan kontribusi sangat besar dalam
proses pembangunan yang terus berjalan. 45
Kecuali Pajak Bumi dan Bangunan yang mengalami tingkat kenaikan tertinggi
pada triwulan ketiga, penerimaan yang lainnya berpuncak pada triwulan keempat. PBB
memberikan sumbangan terbesarnya pada triwulan ketiga yakni Rp 42.444.536.456 dan
menurun kembali pada triwulan keempat menjadi sebesar Rp 25.176.399.367
Untuk PPh yang menempati peringkat ketiga dalam data per jenis penerimaan, di
dalamnya terdapat PPh pasal 21 dan PPh pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi dalam
40
negeri. Kedua jenis pajak penghasilan tersebut sesuai pasal 13 UU Nomor 33 Tahun
2004 dan pasal 8 PP Nomor 55 Tahun 2006 merupakan komponen dana bagi hasil

35
dimana porsi pembagiannya adalah 60 % untuk kabupaten/kota dan 40 % untuk
provinsi. Penetapan alokasi dana bagi hasil PPh pasal 21 dan PPh pasal 25/29 wajib
pajak orang pribadi dalam negeri untuk tiap daerah terdiri atas :
1. Alokasi sementara
didasarkan atas rencana penerimaan dana bagi hasil yang ditetapkan paling lambat
dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan
2. Alokasi definitif
didasarkan pada prognosis realisasi penerimaan dana bagi hasil PPh dan ditetapkan
paling lambat pada bulan pertama triwulan keempat tahun anggaran berjalan
Penyalurannya dilaksanakan berdasarkan prognosis realisasi penerimaan PPh
Pasal 21 dan Pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri tahun anggaran
berjalan secara triwulanan, dengan rincian sebagai berikut :
• Penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga masing
masing sebesar 20% dari alokasi sementara
• Penyaluran triwulan keempat didasarkan pada selisih antara pembagian
definitif dan jumlah dana yang telah dicairkan selama triwulan pertama sampai
dengan triwulan ketiga
Apabila penyaluran triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga yang
didasarkan atas pembagian sementara lebih besar dari pada pembagian definitif,
kelebihan dimaksud diperhitungkan dalam penyaluran tahun anggaran berikutnya. Dari
penerimaan PPh sebesar Rp 120.055.723.065 terdiri dari :

No Jenis PPh Jumlah (Rp)


1 Pendapatan PPh Pasal 21 57.001.906.218
2 Pendapatan PPh Pasal 22 8.167.017.694
3 Pendapatan PPh Pasal 22 Impor -
4 Pendapatan PPh Pasal 23 4.706.468.068
5 Pendapatan PPh Pasal 25/29 orang pribadi 4.617.799.081
6 Pendapatan PPh Pasal 25/29 badan 6.908.370.225
7 Pendapatan PPh Pasal 26 771.899
8 Pendapatan PPh Final 38.653.389.880
9 Pendapatan PPh Non Migas Lainnya -

Dari nilai sebesar Rp 57.001.906.218 untuk PPh Pasal 21 dan sebesar Rp


4.617.779.081 untuk PPh Pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri, maka
60% dari jumlah tersebut menjadi hak kabupaten/kota dalam hal ini terbagi menjadi Kota
Blitar, Kab.Blitar dan Kab.Tulungagung dan 40% sisanya menjadi bagian provinsi.
Sehingga dana bagi hasil untuk daerah kabupaten/kota sebesar Rp 36.971.823.179
Dengan pembagian yang bersifat block grant akan sangat menguntungkan daerah yang
menerima porsi besar karena daerah bebas menggunakannya untuk kepentingan
masing masing tanpa campur tangan pusat dalam menentukan peruntukan alokasi dana
bagi hasil PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Hal ini akan memberikan dorongan dan semangat bagi tiap tiap daerah untuk lebih
meningkatkan dan mengintensifkan peningkatan penerimaan pajak yang berasal dari
PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun anggaran 2009 meski hanya
sebesar Rp 41.376.009.992 namun memiliki peranan yang sungguh besar di dalam
struktur penerimaan Negara, sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 1997 PNBP adalah
seluruh penerimaan pemerintah yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan yang
meliputi :
• Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah
• Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam (SDA)
• Penerimaan dari hasil hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan
• Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah
• Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan
denda administrasi
• Penerimaan hibah yang merupakan hak pemerintah
• Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang undang tersendiri
Pada tahun 2009 kebijakan PNBP secara umum adalah :
• Mengupayakan peningkatan penerimaan dari sektor migas melalui peningkatan
produksi/lifting minyak bumi dan gas bumi dan penyempurnaan ketentuan cost
recovery
• Peningkatan produksi pertambangan umum (batubara, timah, nikel, dan
tembaga)serta perbaikan peraturan di sektor pertambangan umum
• Menggali potensi potensi yang ada di sektor kehutanan dengan tetap
memperhatikan aspek rehabilitasi dan konservasi hutan
• Peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan PNBP pada
kementerian/lembaga
• Peningkatan kinerja pada kementerian/lembaga yang menjalankan fungsi
pelayanan kepada masyarakat
• Penerapan pay ou ratio antara 5-60% terhadap BUMN
PNBP lainnya meliputi :
• Pendapatan penjualan hasil produksi/sitaan
• Pendapatan jasa
• Pendapatan bunga
• Pendapatan sewa
• Pendapatan bukan pajak dari luar negeri
• Pendapatan pendidikan
• Pendapatan pelunasan piutang
• Pendapatan lainnya dari kegiatan hulu migas
• Pendapatan lain lain
Dari pembagian PNBP lainnya tersebut yang menjadi pengelolaan KPPN Blitar
terutama berasal dari :
• Pendapatan penjualan dan sewa
yang terdiri dari pendapatan penjualan hasil produksi/sitaan dan pendapatan sewa
• Pendapatan Jasa
terdiri dari pendapatan jasa I, pendapatan jasa II, pendapatan layanan perbankan,
pendapatan jasa kepolisian dan pendapatan jasa lainnya
• Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan dan Hasil Tindak Pidana Korupsi
merupakan hasil pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana
korupsi
• Pendapatan pendidikan
pendapatan yang berasal dari uang pendidikan, uang ujian masuk dll
• Pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi
pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi yang telah ditetapkan oleh
pengadilan
• Pendapatan iuran dan denda
pendapatan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan, pelaksanaan rekening
pengeluaran bersaldo nihil (TSA) dan pendapatan denda atas kekurangan
keterlambatan penyetoran penerimaan Negara oleh bank/pos persepsi
• Pendapatan lain lain
pendapatan dari penerimaan kembali tahun anggaran yang lalu, pendapatan
pelunasan piutang (pelunasan piutang non bendahara, pendapatan pelunasan ganti
rugi atas kerugian yang diderita oleh Negara (TGR bendahara), dan pendapatan lain
lain (penerimaan kembali persekot gaji, pendapatan anggaran lain lain)
Dari tujuh komponen PNBP lainnya yang menjadi wewenang pengelolaan pada
KPPN Blitar, terdapat pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi sebesar Rp
224.875.473 hal ini menunjukan kesungguhan instansi kejaksaan dan kehakiman dalam
memberantas tindak pidana korupsi di daerah daerah. Hal ini patut dapat mendapatkan
apresiasi dari semua pihak yang sangat menginginkan terwujudnya clean government
secara menyeluruh dan meliputi semua sektor kehidupan. Juga tak ketinggalan bahwa
kesungguhan pihak kejaksaan dan kehakiman akan memberikan tekanan kepada pihak
lain yang ingin berbuat dan menyelewengkan wewenangnya.

DAFTAR TRANSAKSI PENERIMAAN


(STS/NTPN)
TAHUN 2009

JUMLAH TRANSAKSI
BULAN
SATUAN NOMINAL

JANUARI 10.186 49.669.377.816

PEBRUARI 10.464 54.298.510.794

MARET 13.042 74.332.037.645

APRIL 10.631 68.752.620.063

MEI 11.635 75.339.583.180

JUNI 12.465 84.431.199.352

JULI 13.147 87.641.008.348

AGUSTUS 10.920 94.311.504.648

SEPTEMBER 11.193 75.824.780.550

OKTOBER 13.252 106.887.363.149

NOPEMBER 15.025 70.957.552.724

DESEMBER 28.003 117.728.703.805

JUMLAH 159.963 960.174.242.074

Dalam hal jumlah transaksi penerimaan juga menggambarkan grafik yang terus
naik tajam pada akhir tahun anggaran 2009 terutama pada bulan Oktober November
dan Desember 2009, yang puncaknya pada bulan Desember 2009 dengan 28.003 STS,
sebesar Rp 117,728,703,805 dari total penerimaan sebesar Rp 960.174.242.074.
TREND

30.000
Kesadaran akan pelunasan dan pembayaran pajak semakin merata di
masyarakat, sehingga ketika pihak Kantor Pelayanan Pajak mengumumkan batas waktu
penyetoran pajak, para wajib pajak berbondong bondong melunasi hutang pajaknya.
Sehingga pada akhir tahun anggaran 2009 tingkat pembayaran dan pelunasan pajak
naik dengan tajam dan memberikan alokasi penerimaan yang menggembirakan.

DAFTAR PENERIMAAN NEGARA PER BANK PERSEPSI


PADA KPPN BLITAR
TA. 2009

BULAN TRIWULAN I TRIWULAN II TRIWULAN III TRIWULAN IV JUMLAH

25.000
MANDIRI CAB. 42.639.986.72 53.872.979.8 35.408.508.24 47.445.099.25 179.366.574.
TULUNGAGUNG 7 44 9 4 074
BNI CAB. 13.256.839.12 20.639.071.8 26.923.147.25 32.799.781.93 93.618.840.
TULUNGAGUNG 4 25 0 7 136
BRI CAB. 25.584.615.08 13.423.472.7 36.598.199.53 28.070.270.56 103.676.557.
TULUNGAGUNG 9 58 1 1 939
MANDIRI CAB. 32.708.809.95 36.041.807.0 46.116.738.42 52.926.087.88 167.793.443.
BLITAR 2 79 6 8 345
13.510.007.13 14.798.706.8 12.635.902.33 18.280.101.27 59.224.717.
BNI CAB. BLITAR
4 89 9 5 637
7.034.765.79 15.395.922.2 20.826.435.29 22.234.679.99 65.491.803.
BRI CAB. BLITAR
7 46 2 8 333
BANK MEGA CAB. 2.963.015.49 2.967.799.6 1.953.477.56 1.319.920.47 9.204.213.
TULUNGAGUNG 7 89 2 0 218
BANK JATIM CAB. 20.871.922.47 32.022.724.8 35.928.346.10 41.651.812.84 130.474.806.
TULUNGAGUNG 1 52 4 8 275

20.000
BANK JATIM CAB. 17.305.764.75 36.358.549.9 36.900.176.89 41.998.811.40 132.563.303.
BLITAR 2 92 1 4 039
BANK MEGA CAB. 2.424.199.71 3.002.367.4 4.373.761.90 8.184.340.15 17.984.669.
BLITAR 2 21 2 6 191
112.600.00 162.807.61 275.407.
BCA CAB. BLITAR
- - 0 6 616
BCA CAB. 499.906.27 499.906.
TULUNGAGUNG - - - 1 271
178.299.926.25 228.523.402.5 257.777.293.54 295.573.619.67 960.174.242.
JUMLAH 5 95 6 8 074
Penerimaan negara di wilayah KPPN Blitar penyetorannya dilakukan di Bank
Persepsi. Bank Persepsi untuk KPPN Blitar terdiri dari :
1. Bank Mandiri Cabang Blitar;
2. Bank Mandiri Cabang Tulungagung;
3. Bank BRI Cabang Blitar;
4. Bank BRI Cabang Tulungagung;
5. Bank BNI Cabang Blitar;
6. Bank BNI Cabang Tulungagung;
7. Bank Jatim Cabang Blitar;
8. Bank Jatim Cabang Tulungagung;
9. Bank Mega Cabang Blitar;
10. Bank Mega Cabang Tulungagung;
11. Bank BCA Cabang Blitar;
12. Bank BCA Cabang Tulungagung.
Dari 12 bank persepsi yang menjadi mitra kerja KPPN Blitar, Bank Mandiri baik
Bank Mandiri Cabang Blitar maupun Bank Mandiri Cabang Tulungagung memberikan
kontribusi yang paling besar, hal ini mengingat Bank Mandiri sebagai bank yang paling
banyak menerima setoran penerimaan cukai dari pabrik rokok.

B. PENERIMAAN DAN PENATAUSAHAAN DANA


PERHITUNGAN FIHAK KETIGA

Tugas KPPN dalam penatausahaan kas diantaranya juga melakukan


penatausahaan dan penyetoran dana Perhitungan Fihak Ketiga, dalam hal ini untuk PT
Taspen (Persero) dan PT Askes (Persero). Setoran PFK untuk PNS Pusat dilakukan
melalui potongan terhadap SP2D Belanja Pegawai satker yang bersangkutan.
Sedangkan untuk setoran PNS Daerah dilakukan melalui penatausahaan SSBP bulanan

Miliar Rp
dari Bank Persepsi.

180
Data penerimaan PFK, baik PT Taspen maupun PT Askes, dilakukan rekonsiliasi
tiap triwulan. Hasil rekonsiliasi merupakan dasar bagi PT Taspen dan PT Askes untuk
mengajukan klaim kepada Pemerintah c.q Departemen Keuangan.

DAFTAR PENERIMAAN PFK TAHUN 2009

PENERIMAAN PFK
NO BULAN PT. TASPEN PT. ASKES
(4,75%) (2%)
1 JANUARI 3.229.394.809 1.359.860.685
2 PEBRUARI 3.323.798.049 1.399.661.214
3 MARET 3.306.084.366 1.392.229.535
4 APRIL 4.496.248.091 1.893.242.830
5 MEI 4.685.375.649 1.972.990.383
6 JUNI 3.880.287.294 1.633.993.137
7 JULI 3.841.484.485 1.617.523.689
8 AGUSTUS 3.866.215.557 1.628.668.958
9 SEPTEMBER 3.820.886.030 1.609.638.471
10 OKTOBER 3.814.060.018 1.606.872.946
11 NOPEMBER 3.842.306.690 1.618.778.586
12 DESEMBER 3.834.161.091 1.615.403.139
JUMLAH 45.940.302.129 19.348.863.574

Data diatas menunjukan penerimaan dari potongan fihak ketiga (sebesar 10%
dari gaji setiap PNS, baik pusat maupun daerah) memberikan kontribusi yang sangat
besar di dalam akun penerimaan. Pada bulan Januari 2009 potongan 10% dari gaji PNS
telah mencapai diatas ½ milyar yakni sebesar Rp 549.261.585 sedangkan dari PNS
daerah hampir sepuluh kali lipatnya yakni sebesar Rp 6.249.454.329. dari bulan ke
bulan semakin terlihat penerimaan PFK mengalami kenaikan yang signifikan. Bila dilihat
dari pengelolanya antara PT Askes dan PT Taspen, keduanya masih memiliki semangat
yang sama. PT Taspen yang mengelola dana potongan sebesar 4,75% telah menerima
jumlah dana yang besar, demikian juga dengan PT Askes. Hal ini memberikan tugas
yang berat bagi PT Askes dan PT Taspen dalam mengelola kedua dana tersebut.
Mengingat dana potongan fihak ketiga pada akhirnya harus dikembalikan lagi kepada
pegawai negeri sipil yang bersangkutan pada saat memasuki masa pensiun, juga ketika
ada anggota maupun pribadi pegawai terkena sakit dan membutuhkan perawatan serius
di rumah sakit. Pengelolaan yang baik akan memberikan bukti bahwa PT Askes dan PT
Taspen telah melaksanakan tugasnya dengan profesional.
Peningkatan penerimaan PFK yang menjadi bagian pengelolaan oleh PT Taspen
dan juga PT Askes mengalami peningkatan yang menggembirakan pada bulan April dan
Mei, sedangkan pada bulan bulan sebelum dan selanjutnya secara grafik terlihat datar
datar saja, namun selalu ada kenaikan dan penurunan meski tidak terlalu signifikan,
tidak sampai 1-2% kenaikan dan penurunannya.
PENERIMAANPFKTAHUN 2009
5,00

4,50

n B
ilo
s 4,00

3,50

3,00

2,50

2,00

1,50

1,00

0,50

0,00

PT. TASPEN (4,75%) PT. ASKES (2%)

Meski pada saat ketika PT Taspen harus membayar uang pensiun pegawai
masih memerlukan subsidi dari pemerintah pusat, namun penerimaan dari PFK tersebut
juga sangat membantu dalam peningkatan jumlah penerimaan potongan yang dikelola
oleh PT Taspen. Demikian juga dengan PT Askes, pada rumah sakit umum daerah
untuk kelas kelas tertentu pasien yang menggunakan kartu Askes memang dibebaskan
dari segala biaya, namun jika pasien menginginkan nilai lebih dari pelayanan rumah
sakit tersebut, mereka diwajibkan untuk membayar kekurangan atas selisih biaya yang
ditanggung oleh PT Askes dan nilai lebih yang diinginkan pasien.
Pada dasarnya untuk program pensiun PNS berasal dari sharing pembayaran
pensiun antara APBN dan PT Taspen, yang jumlahnya semakin meningkat setiap
tahunnya. Penetapan sharing sebesar 91 : 9 antara APBN dan PT Taspen tentu saja
sangat membebani APBN, untuk itu pemerintah mulai memperbaiki sharing APBN
dalam pembayaran pensiun pada tahun anggaran 2009, sesuai dengan rencana
pengembalian pola pendanaan pensiun secara bertahap menjadi 100 % beban APBN.
Dengan UU Nomor 11 tahun 1969 tentang pensiun pegawai dan pensiun janda/duda
pegawai, pemerintah perlu membentuk suatu Dana Pensiun dan menerapkan sistem
fully funded dalam program pensiun PNS. Pemerintah sebagai pemberi kerja bersama
sama PNS memupuk dana untuk dikelola oleh suatu Dana Pensiun, sehingga
pembayaran pensiun di kemudian hari tidak akan membebani APBN dengan akibat
pemerintah mesti menyediakan dana awal yang besar untuk menunjang pelaksanaan
sistem fully funded.

C. PENATAUSAHAAN DAN PEMBAGIAN PBB/BPHTB

Dalam rangka pelaksanaan program desentralisasi pemerintah pusat


mengalokasikan dana yang bersumber dari pendapatan APBN kepada daerah
berdasarkan persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah masing masing
yang disebut dana bagi hasil.
Untuk daerah Kota Blitar, Kab. Blitar dan Kab. Tulungagung, PBB sebagai salah
satu komponen dana bagi hasil memberikan porsi penerimaan daerah yang tidak sedikit
pada tahun anggaran 2009. Bagian daerah atas PBB ditetapkan sebesar 90% dari
penerimaan PBB (termasuk biaya pemungutan 9%) sedangkan sisanya sebesar 10%
merupakan bagian pemerintah pusat (pasal 12 ayat (1) (2) dan (3) UU Nomor 33 Tahun
2004 dan pasal 5 dan 6 PP nomor 55 Tahun 2006). Penyaluran dana bagi hasil PBB
dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan lewat tiga
mekanisme yaitu :
• Bagian daerah
penyalurannya dilaksanakan secara mingguan
• Bagian pemerintah pusat yang dibagikan merata kepada Kabupaten/Kota
dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu bulan April, Agustus dan bulan November tahun
anggaran berjalan
• Bagian pemerintah pusat sebagai insentif kepada kabupaten/kota
dilaksanakan dalam bulan November tahun anggaran berjalan

P ERB
DENG A
Di Kota Blitar, Kab. Blitar dan Kab. Tulungagung puncak penerimaan PBB tidak
terjadi pada bulan bulan di akhir tahun anggaran berjalan, namun justru pada
pertengahan tahun, penerimaan Negara dari pajak bumi dan bangunan menunjukan
jumlah yang besar. Ini terjadi kemungkinan karena pada awal tahun pihak kantor pajak
sebagai instansi pengelola penerimaan Negara dari sector pajak, sedang gencar
gencarnya bersosialisasi agar masyarakat dalam membayar PBB tempat tinggalnya
tidak mengalami keterlambatan, dan pada tengah tahun masyarakat beramai ramai
mulai melunasinya. Sehingga kenaikan penerimaan Negara yang berasal dari PBB
terjadi pada pertengahan tahun.
BPHTB yang juga merupakan komponen penerimaan Negara dari dana bagi
hasil, ditetapkan sebesar 80% untuk daerah, sedangkan sisanya 20% merupakan
bagian pemerintah pusat yang akan dikembalikan kepada pemerintah daerah (pasal 12

M i l i a r R p3 8 , 6 5
ayat (4) dan (5) UU Nomor 33 Tahun 2004 serta pasal 7 PP Nomo r 55 Tahun 2006).
Penyaluran dana bagi hasil BPHTB dilaksanakan berdasarkan realisasi penerimaan
BPHTB tahun anggaran berjalan yang dilakukan melalui dua mekanisme yakni :
• Bagian daerah
penyalurannya dilaksanakan secara mingguan
• Bagian pemerintah pusat yang dibagikan merata kepada kabupaten/kota
dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu bulan April, Agustus dan bulan November tahun
anggaran berjalan

PEMBAGIAN PBB TAHUN 2009


8.000.000.000

7.000.000.000

6.000.000.000

5.000.000.000
PEMERINTAH PUSAT

4.000.000.000 PROVINSI J AWA TIMUR

KAB. TULUNGAGUNG

3.000.000.000 KAB. BLITAR

KOTA BLITAR

2.000.000.000 BIAY A PUNGUT

1.000.000.000

-
I

NI
EI

LI
ET
I

IL

R
R

R
AR

AR

TU
JU

BE
BE

BE
JU

BE
R

M
AR
U

AP
U

EM
US

EM
N

BR

KT
JA

PE
AG

PT

S
PE

NO

DE
SE

Sedangkan penerimaan BPHTB meningkat tajam saat bulan Desember 2009.


Dibandingkan perolehan yang diterima oleh dua daerah lainnya yakni Kota Blitar dan
Kabupaten Blitar, Kabupaten Tulungagung mendapat pembagian yang lebih besar.
Sedangkan Kota Blitar baik penerimaan PBB maupun BPHTB memperoleh pembagian
yang paling sedikit. Hal ini dapat dimaklumi, mengingat pada saat pemungutan PBB dan
BPHTB ditentukan oleh tingkat luas tanah dan bangunan yang ada. Sehingga dengan
luas tanah dan bangunan yang lebih besar daripada kedua daerah tersebut, Kabupaten
Tulungagung memperoleh pembagian yang juga lebih besar.

D. PERBANDINGAN PENGELUARAN DAN PENERIMAAN


NEGARA.

Selanjutnya dari informasi transaksi penerimaan dan pengeluaran kas negara


pada KPPN Blitar, secara sederhana dapat diketahui cashflow periodik pemerintah
dalam lingkup wilayah kerja KPPN Blitar. Variabel cashflow meliputi arus kas masuk
(cash inflow) dan arus kas keluar (cash outflow). Cash inflow terdiri dari penerimaan
perpajakan, penerimaan PNBP, dan penerimaan dari pengembalian belanja. Sedangkan
cash outflow meliputi pengembalian perpajakan, belanja pemerintah, dan transfer dana
perimbangan. Penerimaan dan pengeluaran non anggaran dalam hal ini tidak termasuk
dari cash inflow maupun cash outflow.
PERB
Perbandingan arus kas masuk dengan arus kas keluar menunjukkan bahwa tiap
bulan nilai penerimaan dari STS Bank Persepsi lebih besar dari pengeluaran agregat
SP2D yang diterbitkan KPPN, kecuali untuk bulan Nopember 2009. Pada saat
pengeluaran dan penerimaan terendah pada bulan Januari 2009, arus kas masih
menunjukkan surplus Rp 27,432 Miliar. Demikian pula ternyata bulan Desember 2009
tidak hanya menjadi nilai pengeluaran tertinggi (Rp 31,338 Miliar), namun juga
merupakan rekor penerimaan terbesar (Rp 79,961 Miliar).

BULAN CASH INFLOW CASH OUTFLOW CASH MISMATCH

JANUARI 42.616.737.397 15.184.267.256 27.432.470.141


PEBRUARI
MARET
APRIL
47.318.218.563
67.677.240.517
58.206.259.088
MiliarRp
20.960.127.581
35.003.472.730
44.468.688.037
26.358.090.982
32.673.767.787
13.737.571.051
MEI 64.076.146.367 34.311.052.478 29.765.093.889
JUNI 76.734.254.834 51.544.041.358 25.190.213.476
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
78.572.756.104
86.072.380.646
69.627.003.834
39.036.877.270
39.409.040.426
52.534.874.712
120 39.535.878.834
46.663.340.220
17.092.129.122
OKTOBER 99.589.576.320 64.098.851.550 35.490.724.770
NOPEMBER 63.609.102.445 64.468.392.046 (859.289.601)
DESEMBER 111.300.315.694 79.961.347.529 31.338.968.165
JUMLAH 865.399.991.809 540.981.032.973 324.418.958.836

Pada periode bulan Januari sampai dengan Desember 2009, dapat diketahui
bahwa KPPN Blitar memiliki selisih surplus penerimaan sebesar Rp 324,418 Miliar. Hal
ini berarti, secara lokal regional, wilayah kerja KPPN Blitar memberikan kontribusi

100
penerimaan negara yang lebih besar dibandingkan pengeluaran belanja pada daerah
Blitar dan Tulungagung.
Pendalaman atas data transaksi pada Seksi Bendahara Umum, yang berasal
dari Laporan Kas Posisi, ternyata memberikan informasi yang bermanfaat untuk
memahami pengelolaan kas pemerintah dalam fungsi treasury, maupun manajemen
fiskal secara umum. Dalam manajemen fiskal, informasi dari data penerimaan dapat
menjelaskan karakteristik kontribusi penerimaan negara pada suatu daerah dan
pengaruhnya apabila sumber penerimaan tersebut terganggu. Contohnya adalah, jika
sumber penerimaan negara pada wilayah kerja KPPN Blitar adalah penerimaan cukai,
maka dapat dibayangkan pengaruhnya terhadap APBN, apabila terdapat kondisi yang
menyebabkan pabrik rokok di wilayah Tulungagung tutup atau bangkrut.

E. PENERAPAN TREASURY SINGLE ACCOUNT


Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No PER-59/PB/2007
tanggal 12 September 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Rekening Pengeluaran
KPPN Bersaldo Nihil dalam rangka Treasury Single Account (TSA) tidak diperkenankan
lagi ada sisa dana yang mengendap di rekening KPPN pada Bank Opersional. Untuk itu
kebutuhan dana yang dimintakan oleh KPPN harus dengan cermat diajukan ke Kantor
Pusat Ditjen PBN (Dit PKN). Dalam rangka menjamin ketersediaan dana KPPN dapat
mengajukan kebutuhan dana dalam tiga tahap :
• Permintaan kebutuhan dana awal, permintaan kebutuhan dana yang
disampaikan KPPN ke Dit PKN sehari sebelumnya dan diterima sampai dengan
pukul 16.30 WIB
• Permintaan tambahan kebutuhan dana tahap I, disampaikan oleh KPPN ke Dit
PKN sampai dengan pukul 10.30 WIB hari berkenaan
• Permintaan tambahan kebutuhan dana tahap II, permintaan disampaikan sampai
pukul 13.45 WIB hari berkenaan.
Untuk mengantisipasi permintaan dana pencairan SP2D pada keesokan harinya
sesuai perdirjen diatas, KPPN Blitar menempuh langkah sebagai berikut :
• SMS Center, semua satker yang akan mengajukan SPM pencairan dana pada
esok hari, lewat sms diharapkan telah menyampaikan perkiraan permintaan
dananya ke KPPN Blitar dan ditunggu hingga pukul 16.30 WIB sebagai dasar
permintaan kebutuhan dana awal ke Dit PKN
• Untuk satker yang tidak mengirimkan permintaan rencana penarikan lewat SMS
center, dapat langsung mengajukan SPM ke KPPN Blitar
• Menyampaikan rencana pencairan dana lewat faksimile
Selama Tahun Anggaran 2009, KPPN Blitar telah menerima kiriman uang dari
Dit PKN berdasarkan permintaan droping dana harian sebesar Rp 514.549.994.748.
Pada bulan Januari 2009 saat pengajuan SPM masih terhitung sedikit yakni 209 buah
SPM, jumlah droping dana dari Dit PKN sebesar Rp 15.254.981.451, 3% dari seluruh
nilai droping selama tahun anggaran 2009. Selanjutnya pada bulan Februari 2009,
dimana peningkatan jumlah penerimaan SPM hampir dua kali lipat dari bulan Januari
2009. Nilai droping dana dari Dit PKN sebesar 22.230.223.432 untuk pengajuan SPM
sejumlah 590. Bulan Maret 2009, SPM yang diajukan ke KPPN Blitar meningkat hampir
50% dari jumlah SPM bulan sebelumnya yakni 779 buah, dan KPPN Blitar mengajukan
droping dana ke Dit PKN sebesar Rp 34.955.528.651 Pada periode triwulan I masih
belum terjadi kenaikan yang signifikan antar jumlah SPM yang diproses dan jumlah
droping dana yang diajukan ke Dit PKN.
LAPORAN REKAPITULASI BULANAN
TRANSAKSI KIRIMAN UANG DARI DIREKTORAT PKN
KPPN BLITAR
BULAN JANUARI S.D. DESEMBER 2009

ASAL
NO BULAN KIRIMAN JUMLAH
UANG
1 JANUARI DIT PKN 15.254.981.451
2 PEBRUARI DIT PKN 22.230.223.432
3 MARET DIT PKN 34.955.528.651
4 APRIL DIT PKN 42.078.186.682
5 MEI DIT PKN 32.198.079.842
6 JUNI DIT PKN 49.773.514.110
7 JULI DIT PKN 37.216.695.820
8 AGUSTUS DIT PKN 37.174.643.134
9 SEPTEMBER DIT PKN 49.358.589.690
10 OKTOBER DIT PKN 61.257.286.271
11 NOPEMBER DIT PKN 62.106.074.712
12 DESEMBER DIT PKN 70.946.190.953
JUMLAH 514.549.994.748

Periode triwulan II, dimulai bulan April 2009 SPM yang diterima oleh KPPN Blitar
meningkat 20% dari bulan Maret 2009, yakni 919 buah SPM dengan permintaan
Droping dana ke Dit PKN sebesar Rp 42.078.186.682. Bulan kedua triwulan II, Mei 2009
SPM yang diajukan ke KPPN Blitar turun hingga 860 buah SPM, memberikan
penurunan terhadap permintaan droping ke Dit PKN sebesar Rp 32.198.079.842. Bulan
Juni 2009 saat periode berakhirnya semester I jumlah SPM naik sebesar 969 buah
SPM, dan droping ke Dit PKN naik hampir 50% dari bulan Mei 2009 sebesar Rp
49.773.514.110

Selama periode triwulan III tidak


terjadi kenaikan dan penurunan yang
terlalu tajam meski pada bulan
September 2009 jumlah SPM yang
diterima KPPN Blitar telah tembus
melampaui angka ribuan (1.140 buah
SPM) Sedangkan nilai permintaan
droping juga masih di angka 50-an
milyar (Rp 49.358.589.690) Kenaikan
yang tajam terjadi pada periode triwulan
IV saat tahun anggaran 2009 mendekati
akhir.
Bulan Oktober 2009 dengan 1.293 buah SPM diproses KPPN Blitar, jumlah
droping yang dimintakan ke Dit PKN sebesar Rp 61.257.286.271 meningkat hampir 25
% dari bulan September 2009. Di Bulan November 2009 jumlah SPM yang diterima dan
diproses menjadi SP2D adalah 1.371 buah dan permintaan droping dana Rp
62.106.074.712, peningkatan 100 buah SPM memberikan dampak peningkatan droping
hampir sebesar 1 milyar. Puncaknya terjadi pada akhir Desember 2009, merupakan
rangkaian puncak semester II 2009. Jumlah SPM yang diajukan oleh satker 2.291 buah
SPM dan permintaan droping dana sebesar Rp 70.946.190.953
A. VERIFIKASI DAN REKONSILIASI TRANSAKSI KEUANGAN

Pelaksanaan Akuntansi dan Pelaporan Keuangan yang dilakukan oleh KPPN


Blitar pada tahun 2009 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Hal ini ditandai dengan semakin baiknya penilaian LKPP tahun 2009 oleh
Kanwil DJPBN Propinsi Jawa Timur.
Dalam mewujudkan laporan keuangan yang baik, transparan, dan akuntabel
tersebut, tahapan yang telah dilakukan antara lain: mekanisme posting dan validasi
data, ketaatan pada prinsip-prinsip rekonsiliasi, proses rekonsiliasi, dan pengukuran
kinerja laporan keuangan satker.

Posting Data.
Posting merupakan proses pembentukan buku besar dari data transaksi yang
berupa belanja, pendapatan, kiriman uang, transito, dan lain-lain pada waktu tertentu
dari sistem aplikasi Verifikasi dan Akuntasi (VERA) yang dijalankan dengan user
administrator.
Pada Aplikasi VERA digunakan tiga user dengan tingkatan yang berbeda yang
dibuat oleh supervisor dan tentunya hanya oleh petugas yang bersangkutan dengan
fungsi sebagai berikut :
• User I (tingkat administrator) untuk fasilitas: Utility dan Pembentukan Buku
Besar (Posting)
• User II (tingkat operator) untuk fasilitas: Tabel Master, Transaksi, Validasi (I,II,III),
Buku Besar (mengevaluasi jurnal yang terbentuk), Proses Rekonsiliasi, Monitoring
Rekonsiliasi, dan Laporan (untuk mencetak laporan).
• User III (tingkat supervisor) untuk fasilitas: Monitoring Pengiriman, Pencocokan
Buku Besar, dan Pengiriman Data.
Mekanisme Posting merupakan kegiatan awal dalam pengoperasian aplikasi
VERA. Posting yang dilakukan antara lain:
• Posting tanggal tertentu untuk mengambil data Harian
• Posting satu bulan tertentu untuk mengambil data bulanan

Validasi Data.
Setelah proses posting lalu dilakukan proses validasi data. Validasi data
dilakukan untuk mengecek kesalahan menggunaan kode akun, unit oraganisasi,
kesesuaian transaksi pusat dan daerah, kesesuaian tabel referensi dan transaksi dan
lain-lain. Terdapat 3(tiga) bagian validasi data yaitu Validasi I, Validasi II, dan Validasi III.
Penjelasan masing-masing validasi tersebut sebagai berikut:
Hasil dari setiap validasi harus dianalisa, apakah data tersebut sesuai
penggunaan kodefikasi akun, unit organisasi, dan nilai rupiahnya. Setiap ada perbaikan
data, seksi VERA membuat nota dinas kepada seksi Perbendaharaan dan Bendum. Jika
terdapat perbaikan data hasil validasi tersebut maka proses posting diulang untuk
perbaikan jurnal buku besar.

Rekonsiliasi.
Bahwa sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor :
PER-36/PB/2009 tanggal 28 Juli 2009 serta mempedomani Peraturan Menteri
Keuangan Nomor : 171/PMK.05/2007 Pasal 6,7,8,9,10, dan 21 tentang Sistem
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, perlu mengatur lebih lanjut
mengenai tata cara rekonsiliasi dan pedoman penyusunan Laporan Keuangan Kuasa
Bendahara Umum Negara (BUN).

Adapun prinsip-prinsip Rekonsiliasi adalah sebagai berikut :


1. Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-unit
Ditjen Perbendaharaan dimulai dari tingkat KPPN, Kanwil Ditjen Perbendaharaan
dan Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan yang terdiri dari SAKUN dan SAU yang
menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca SAU
2. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan secara berjenjang oleh Kementrian
Negara/Lembaga dengan membentuk unit akuntansi keuangan dari tingkat UAKPA,
UAPPA-W, UAPPA-E1, UAPA dan unit Akuntansi barang (UAPB, UAPPB-E1,
UAPPB-W dan UAKPB) menghasilkan LRA, Neraca, dan Catatan Atas Laporan
Keuangan.
3. Rekonsiliasi tingkat UAKPA dengan KPPN dilaksanakan selambat-lambatnya
7(tujuh) hari kerja bulan berikutnya. Sedangkan rekonsiliasi tingkat UAPPA-W
dengan Kanwil DJPBN dilakukan tiap triwulan.
4. Rekonsiliasi UAKPA dengan KPPN setiap bulannya tetap dilakukan mulai dari
data bulan Januari sampai dengan data bulan yang berkenaan, untuk menjaga
validasi data terhadap perbaikan atau penyesuaian data-data bulan sebelumnya.
5. Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA) melakukan rekonsiliasi atas
Laporan Keuangan dengan Ditjen Perbendaharaan Cq. Dit APK setiap semester.
6. Pelaksanaan SiAP dan SAI yang terpisah akan menghasilkan data yang skurat
dan andal, jika kedua subsistem tersebut melakukan internal chek dan rekonsiliasi
secara berkala.
7. Untuk menghasilkan LKPP yang lebih andal, perlu memperkecil/ menghilangkan
suspen* realisasi belanja saat melakukan rekonsiliasi dengan seluruh kementrian
negara/lembaga (*suspen : selisih realisasi belanja yang tidak dapat dijelaskan
antara data realisasi belanja yang ada pada SAU dan SAI).

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-


51/PB/2008 satker wajib melakukan rekonsiliasi dengan KPPN. Proses Rekonsiliasi
antara Satker (Aplikasi SAKPA) dengan KPPN (Aplikasi Vera) dilaksanakan selambat-
lambatnya 7(tujuh) hari kerja bulan berikutnya. Pelaksanaan rekonsiliasi tujuannya untuk
meminimalisir data suspen dari temuan audit BPK terkait kualitas data dan SOP dalam
penyusunan LKPP dalam rangka mencapai target opini WTP (Wajar Tanpa
Pengecualian). Jika dalam jangka waktu 7(tujuh) hari kerja tersebut satker yang memiliki
transaksi tidak melakukan rekonsiliasi maka KPPN menerbitkan SP2LK (Surat
Peringatan Penyampaian Laporan Keuangan) yang ditujukan kepada Satker yang
terlambat untuk Rekonsiliasi. Jika dalam waktu 5(lima) hari kerja setelah diterbitkannya
SP2LK satker tersebut tetap melaksanakan rekonsiliasi, KPPN dapat menjatuhkan
sanksi berupa penundaan penebitan SP2D terhadap pengajuan SPM-GU dan SPM-LS
(selain gaji dan rekanan pihak ketiga). Untuk itu diperlukan peran serta yang aktif dari
Satker dalam wilayah kerja masing-masing KPPN.

Bahan-bahan yang harus dibawa oleh Satker saat Rekonsiliasi :


1. Neraca SAKPA
2. Neraca SIMAK BMN
3. Neraca Percobaan
4. LRA Belanja
5. LRA Pengembalian Belanja
6. LRA Pendapatan
7. LRA Pengembalian Pendapatan
8. LRA Format DKKA
9. ADK Bulan Sebelumnya
10. ADK Bulan Sekarang
11. Rekening Koran
12. LPJ Bendahara

Sebelum melakukan Rekonsiliasi Satker diharuskan menganalisa dahulu data


yang akan direkonsiliasi antara lain : mencocokkan Neraca SAKPA vs Neraca SIMAK
BMN, Saldo UP/TUP vs Kas di Bendahara Pengeluaran, dll.
Data-data yang direkonsiliasi melalui Seksi Verifikasi dan Akuntansi, adalah :
1. Rekonsiliasi Pagu Belanja
2. Rekonsiliasi Realisasi Belanja
3. Rekonsiliasi Pengembalian Belanja
4. Rekonsiliasi Estimasi Pendapatan
5. Rekonsiliasi Realisasi Pendapatan Non Pajak
6. Rekonsiliasi Realisasi Pendapatan Pajak
7. Rekonsiliasi Pengembalian Pendapatan Non Pajak
8. Rekonsiliasi Pengembalian Pendapatan Pajak
9. Rekonsiliasi Mutasi Uang Persediaan

Setelah data-data dari ADK ini direkon dan ditayangkan pada Monitoring
Rekonsiliasi sudah cocok, terus dicetak dalam rangkap dua, lembar 1 diberikan ke
Satker, lembar 2 sebagai pertinggal KPPN. Hasil rekonsiliasi dituangkan dalam BAR
(Berita Acara Rekonsiliasi) yang ditandatangani Kepala Kantor sebagai KPA dan Kepala
KPPN sebagai Kuasa BUN. BAR dibuat dua rangkap, satu lembar sebagai arsip KPPN
dan satu lembar lainnya dikembalikan ke Satker.
Selain rekonsiliasi dengan satker, KPPN juga melakukan rekonsiliasi intern
antara Seksi Perbendaharaan, Seksi Bendahara Umum, dan Seksi Vera dengan
melakukan proses pencocokan data dan jumlah saldo rupiah antara LKP dan LAK
Harian. Hasil Rekonsiliasi Intern tersebut juga dituangkan dalam BAR yang
ditandatangani kepala seksi Vera, kepala seksi Perbendaharaan, Kepala seksi Bendum,
dan diketahui Kepala KPPN. Kecocokkan data dalam jumlah rupiah dalam Berita Acara
Rekonsiliasi ini menjadi dasar dilakukannya pengiriman ADK LKP dan ADK Buku Besar
Vera, selanjutnya ketidakcocokkan data dan jumlah rupiah dalam Berita Acara
Rekonsiliasi ini menjadi dasar dilakukannya perbaikan sesuai dengan ketentuan.

Adanya batasan waktu yang sangat pendek dalam hal satker mengajukan
aplikasi rekon ke seksi Vera, terkadang membuat satker terlambat untuk menyampaikan
adk rekonnya. Sehingga saat laporan dibuat banyak satker yang belum mengajukan
rekon. Hal ini bukan berarti satker tidak melakukan rekon, hanya mengalami
keterlambatan dalam menyampaikan data. Namun ketika telah melewati batas waktu
yang ditentukan satker akan dengan segera mengajukan bahan untuk rekonsiliasi,
terutama saat satker akan mengajukan SPM GUP, dimana syarat untuk dibayar SPM
GUP-nya adalah satker telah melakukan rekon dengan seksi vera yakni melampirkan
berita acara rekonsiliasi sebagai bukti untuk seksi perbendaharaan agar SPM GUP
dapat segera diproses.
Tingkat partisipasi rekonsiliasi antara satker dengan KPPN selama tahun 2009
adalah sebagai berikut:
PARTISIPASI REKONSILIASI TINGKAT UAKPA
PADA KPPN BLITAR
PER 31 JANUARI S.D. 31 DESEMBER 2009
JUMLAH
NO. URAIAN
JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEPT OKT NOV DES
JUMLAH
1. SATKER : 112 112 118 118 118 118 121 121 121 121 124 124
SELURUHNYA
JUMLAH
SATKER YANG
2. : 83 89 102 113 112 110 117 116 117 119 117 122
MELAKUKAN
REKONSILIASI
JUMLAH
SATKER YANG
3. : 26 20 13 5 6 8 4 5 4 2 7 1
BELUM
REKONSILIASI
JUMLAH
SATKER YANG
4. TIDAK : 3 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 1
MELAKUKAN
REKONSILIASI

Pada bulan bulan di awal tahun anggaran 2009 ada 3 satker yang belum
melakukan rekon, ini dapat berarti di bulan bulan tersebut satker yang bersangkutan
belum melakukan realisasi yang berarti hanya mengajukan SPM belanja pegawai. Pada
bulan April dan bulan bulan selanjutnya semua satker (100%) telah melaksanakan
kewajiban untuk rekon dengan seksi Vera, namun pada bulan Desember 2009 terdapat
satu satker yang belum melaksanakan rekon. Kemungkinan besar hal ini disebabkan
satker tersebut telah menihilkan SPM UP-nya pada bulan November 2009, sehingga
pada bulan Desember 2009 satker yang bersangkutan tidak melaksanakan rekon
dengan KPPN Blitar

B. PELAPORAN KEUANGAN

Pelaporan Keuangan terdiri dari tiga komponen yakni LAK (Laporan Arus Kas)
LRA (Laporan Realisasi Anggaran) dan Neraca. Laporan Arus Kas adalah laporan yang
menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas
selama periode Tahunan Tahun Anggaran 2009. Neraca yang disajikan adalah hasil dari
proses Sistem Akuntansi Kas Umum Negara, sebagaimana yang diwajibkan dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171 tahun 2007, tentang Sistem Akuntansi dan
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Sedangkan Laporan Realisasi Anggaran sampai
dengan bulan Desember Tahun Anggaran 2009 yang berakhir 31 Desember 2009,
menggambarkan realisasi Anggaran pendapatan dan Belanja selama tahun anggaran
2009.

LAPORAN ARUS KAS.

Saldo Awal Kas per 1 Januari 2009 sebesar Rp 12.966.162.200,- merupakan


Kas Pemerintah Pusat yang tersedia di Rekening Bendahara Umum Negara KPPN
Blitar. Perubahan / mutasi kas sepanjang Periode Bulan Desember Tahun Anggaran
2009 menginformasikan tentang kenaikan kas dari berbagai aktivitas pemerintah
dengan rincian :
Kenaikan Kas Operasi Rp 267.488.605.943,-
Kenaikan/Penurunan Kas Investasi Non Keuangan Rp (28.362.120.359,-)
Kenaikan/Penurunan Non Keuangan Rp -
Kenaikan/Kas Pembiayaan Rp -
Kenaikan/Penurunan Kas Aktivitas Non Anggaran Rp (237.185.124.484,-)
Kenaikan ( Penurunan ) Kas Pemerintah Rp 1.941.361.100,0

Saldo Akhir Kas per 31 Desember 2009 sebesar Rp 14.907.523.300,- terdiri dari
jumlah saldo awal per 1 Januari 2009 Rp 12.966.162.200 ditambah dengan
mutasi/perubahan kenaikan kas pemeritah per per 31 Desember 2009 Rp.
1.941.361.100,-. Aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas untuk kegiatan operasional
pemerintah selama satu bulan periode akuntansi tahun berjalan (interim statement),
yang menunjukkan saldo sebesar Rp 267.488.605.943,- dengan rincian sebagai berikut:

Arus Kas masuk (dari Aktivitas Operasional) Rp 864.281.109.592,0


Dikurangi Arus Kas Keluar (dari Aktivitas Operasi) Rp 596.792.503.649,0
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi Rp 267.488.605.943,0
Keadaan tersebut menunjukkan bahwa transaksi penerimaan pada KPPN
BLITAR sampai dengan 31 Desember 2009 lebih besar dibandingkan realisasi belanja
(Surplus Rp 267.488.605.943,-)

NERACA ( SAKUN )

Posisi keuangan KPPN Blitar sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara Bulan
Desember 2009 adalah sebagai berikut :
- Aset sebesar Rp 375.639.540.352,-;
- Kewajiban sebesar Rp 123.381.556.924,-; dan
- Ekuitas Dana sebesar Rp 252.257.983.428,-

Grafik Posisi Keuangan KPPN Blitar


POSISI KEUANGANKPPNBLITAR
PER31 DESEMBER2009
Juta Rp 375.639,54
400.000
350.000
252.257,98
300.000
250.000
200.000
123.381,56
150.000
100.000
50.000
0
Aset Kewajiban Ekuitas Dana

Aset Lancar sebesar Rp 375.639.540.352,- terdiri dari :


- Rekening Kas di KPPN Rp 14.907.523.300,- ;
- Kas dalam Transito Rp 360.720.619.909,-; dan
- Kas di Bendahara pengeluaran Rp 11.397.143,-

Rekening Kas di KPPN per 31 Desember 2009 sebesar Rp 14.907.523.300,-


merupakan saldo yang ada pada rekening bank operasional KPPN Blitar.
Rekening Kas dalam Transito per 31 Desember 2009 sebesar
Rp 360.720.619.909,- Merupakan saldo selisih Pengeluaran Kiriman Uang dikurangi
penerimaan kiriman uang.
Rekening Kas di Bendahara Pengeluaran per 31 Desember 2009 Rp 11.397.143,-
merupakan total saldo Uang Persediaan yang dibayarkan kepada seluruh satker di
wilayah pelayanan KPPN Blitar dikurangi Jumlah Uang persediaan yang telah
dipertanggungjawabkan atau disetorkan oleh satker kepada KPPN Blitar.
Jumlah kewajiban Jangka Pendek sebesar Rp 123.381.556.924,- merupakan
Utang Perhitungan Fihak Ketiga (Penerimaan non Anggaran PFK pada LAK), yang
berasal dari potongan SPM/SPPD dan penerimaan tunai yang disetor oleh pihak ketiga
melalui rekening BUN.
Jumlah Ekuitas Dana Lancar sebesar Rp 252.257.983.428,- terdiri dari : (i) Saldo
Anggaran Lebih (SAL) dan (ii) Sisa Lebih Penerimaan Anggaran (SILPA). Sedangkan
jumlah SAL sebesar Rp 13.116.278.782,- merupakan kontra akun dari Rekening Kas di
KPPN per 1 Januari 2009 ditambah sisa UP Tahun Anggaran Yang Lalu yang belum
disetor/dipertanggungjawabkan oleh Bendahara Pengeluaran satker sampai dengan
tutup tahun anggaran 2008. Jumlah SILPA sebesar Rp.239.141.704.646,- merupakan
saldo lebih/kurang dari arus kas bersih dari aktivitas operasi dikurangi arus kas bersih
dari aktivitas investasi Non Keuangan.

LAPORAN REALISASI APBN

Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Kuasa Bendahara Umum Negara


(KPPN-Blitar) Per 31 Desember TA 2009 sebesar Rp 864.320.982.392,- yang berasal
dari Penerimaan dalam negeri dan hibah.
Realisasi Penerimaan Dalam Negeri Per 31 Desember TA 2009 Rp
864.320.982.392 ,- terdiri dari Penerimaan Perpajakan Rp 822.970.622.400,- dan
Penerimaan Negara Bukan Pajak Rp 41.350.359.992,-.
Realisasi Belanja Pemerintah Pusat per 31 Desember TA 2009 di lingkungan
wilayah kerja KPPN Blitar sebesar Rp 540.311.709.137,- Jumlah realisasi belanja
tersebut terdiri dari Belanja Pegawai Rp. 235.415.219.474,- Belanja Barang Rp
123.922.528.515,- Belanja Modal Rp 28.401.993.159,- Belanja Bantuan Sosial Rp
84.041.070.450,- Belanja Lain-lain Rp. 68.530.897.539,-.
Sedangkan Realisasi Belanja Daerah per 31 Desember TA 2009 di lingkungan
wilayah kerja KPPN Blitar sebesar Rp 84.882.787.671,- yang terdiri dari Belanja
Transfer Dana Bagi Hasil PBB Rp 72.524.494.600,-.dan Belanja Transfer Dana bagi
Hasil BPHTB Rp 12.358.293.071,-
REALISASI BELANJA PEMERINTAH PUSAT
KPPN BLITAR TAHUN 2009

68.530.897.539 235.415.219.474

84.041.070.450

28.401.993.159

123.922.528.515
Belanja Pegaw ai Belanja Barang Belanja Modal
Belanja Bansos Belanja Lain-Lain

C. INOVASI

Rekonsiliasi secara Online


Rekon secara Online dilakukan dengan cara satker mengirim ADK SAKPA
melalui E-mail. ADK Rekon tersebut selanjutnya didownload oleh KPPN dan dilakukan
rekonsiliasi. Hasil dari rekonsiliasi tersebut direply oleh staf VERA kepada satker
tersebut. Apabila hasil rekon sudah benar, satker dimohon segara ke KPPN dengan
membawa cetakan – cetakan laporan sebagai lampiran BAR. Apabila hasil rekon ada
perbedaan, maka perbedaan hasil rekon tersebut dicetak ke sebuah file dalam bentuk
pdf dan direply kepada satker yang bersangkutan untuk segera diperbaiki dan segera
mengirim ulang ADK SAKPA yang telah diperbaiki lewat E-mail. Sehingga bisa
dilakukan rekonsiliasi ulang hingga diperoleh hasil rekon yang valid.
Rekon secara online ini merupakan inovasi pelayanan KPPN Blitar dalam rangka
menjalankan SOP KPPN Percontohan yang ditujukan antara lain:
1. Memberikan kemudahan kepada satker dalam melakukan rekonsiliasi ke KPPN
Blitar.
2. Memberikan kenyamanan kepada satuan kerja dalam melaksanakan rekonsiliasi
dengan KPPN sehingga tidak harus antri lama-lama di KPPN.
3. Memberikan fasilitas yang lebih cepat terutama kepada satuan kerja yang
berlokasi sangat jauh dengan KPPN Blitar seperti dari Kab. Tulungagung atau
Kecamatan Selorejo Kab. Blitar

Bimbingan Teknis
Pada awal tahun, KPPN Blitar melaksanakan kegiatan sosialisasi yang bersifat
bimbingan teknis kepada semua satker, sekaligus untuk menyosialisasikan aplikasi
KPPN yang lain, sehingga pada bulan berikutnya satker telah siap melaksanakan
rekonsiliasi dengan Seksi Vera KPPN Blitar dengan membawa data yang valid dan
benar.
Bimbingan teknis secara teknis dapat dilaksanakan bersamaan penyebaran dan
pembagian aplikasi (SPM, Bendahara dan Gaji) kepada semua satker yang biasanya
diadakan setelah KPPN sendiri menerima alplikasi tersebut dari kantor pusat Ditjen
Perbendaharaan ataupun donlod langsung dari website resmi perbendaharaan.
Sehingga diharapkan dapat terjadi keseragaman dan kesamaan kata antara satker dan
KPPN.
A. Alokasi Anggaran DIPA 2010.

Pada tahun anggaran 2010, KPPN Blitar mengelola dana dalam DIPA sebesar
Rp 556.012.796.000 suatu jumlah yang besar dan terbagi menjadi empat wilayah
alokasi. Dari tabel alokasi dana menurut jenis kewenangan, dapat terlihat dengan
besarnya kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam mengurus dan
menjalankan pemerintahannya sendiri. Dengan kewenangan kantor daerah memperoleh
alokasi dana Rp 481.888.130.000 (86.67%) dari seluruh pagu DIPA tahun anggaran
2010.
PAGU DIPA PER JENIS KEWENANGAN TAHUN 2010

NO KEWENANGAN JUMLAH %
1 KANTOR DAERAH 481,888,130,000 86.67
2 TUGAS PEMBANTUAN 13,714,951,000 2.47
3 URUSAN BERSAMA 49,039,715,000 8.82
4 DESENTRALISASI 11,370,000,000 2.04
JUMLAH 556,012,796,000 100.00

Tugas Pembantuan mendapat alokasi dana 13.714.951.000 (2.47%) dan


Urusan Bersama dengan alokasi dana sebesar Rp 49.039.715.000 (8.82%) kedua
kewenangan ini merupakan bagian dari satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang
berarti instansi yang mendapat bagian alokasi ini melaksanakan tugas-tugas Pusat di
Daerah.
Sedangkan desentralisasi sebagai wujud komitmen pemerintah pusat untuk
melimpahkan kewenangan kepada pemerintah daerah mendapat dana sebesar Rp
11.370.000.000 (2.04%) Apapun itu yang jelas, saat ini pemerintah pusat telah
mereformasi diri untuk terus berkomitmen dengan semakin memberikan kewenangan
yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam menjalankan roda pemerintahan
yang tentunya akan berpengaruh terhadap pelayanan kepada masyarakat.

PAGU DIPA PER JENIS BELANJA TAHUN 2010

NO JENIS BELANJA JUMLAH %


1 BELANJA PEGAWAI 282,131,556,000 50.74
2 BELANJA BARANG 106,836,674,000 19.21
3 BELANJA MODAL 34,478,316,000 6.20
BELANJA BANTUAN
4 SOSIAL 132,566,250,000 23.84
5 BELANJA LAIN-LAIN 0 0.00
JUMLAH 556,012,796,000 100.00
Jika dilihat dalam pembagian per jenis belanja, belanja bantuan sosial
menduduki peringkat kedua dalam hal jumlah alokasi dana setelah belanja pegawai,
dimana belanja bantuan sosial sebesar Rp 132.566.250.000 (23.84%) dan belanja
pegawai sebesar Rp 282.131.556.000 (50.74%). Meski hanya setengah dari belanja
pegawai, namun belanja bantuan sosial memberikan dampak yang secara langsung
dapat dirasakan oleh masyarakat tingkat bawah, yang tentunya sesuai namanya belanja
bantuan sosial akan digunakan untuk membiayai dan mendanai kegiatan yang bersifat
kemasyarakatan.

B. Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran.

Seluruh kebijakan dan regulasi yang mengatur mengenai pelaksanaan


anggaran, baik sejak penyusunan dan pengesahan DIPA hingga tata cara pembayaran
dan pencairan dana, ditujukan agar penggunaan anggaran berjalan lancar.
Kelancaran pelaksanaan anggaran dicerminkan dari pelaksanaan kegiatan
satuan kerja yang tepat waktu sesuai rencana kerja. Berjalannya kegiatan satuan kerja
dibuktikan dengan realisasi atas anggaran pada DIPA. Dalam manajemen keuangan
pemerintah modern, realisasi anggaran dari berjalannya kegiatan satuan kerja
berpengaruh positif terhadap pelayanan publik dan pergerakan perekonomian. Oleh
karena itu, setelah DIPA disahkan, realisasi atas penyerapan anggaran harus
senantiasa dievaluasi dan dimonitor.
Realisasi anggaran tahun 2009 dapat menjadi pijakan awal dalam evaluasi
penyerapan anggaran. Pada tahun 2009, penyerapan anggaran tidak terjadi secara
proporsional. Pada triwulan pertama, realisasi rata-rata hanya 5,79%. Semester pertama
hanya 17,25%. Dan pada penghujung triwulan ketiga, penyerapan juga hanya mencapai
33,53%. Kondisi ini menyebabkan penarikan dana bertumpuk pada akhir tahun
anggaran. Bahkan untuk belanja modal, realisasi pencairan pada bulan Desember 2008
mencapai Rp 25,68 Miliar atau 56,06 % dari pagu belanja modal.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pelaksanaan Anggaran.


Pelaksanaan anggaran yang efektif adalah anggaran yang segera digunakan
setelah DIPA disahkan berdasarkan rencana kerja yang telah disusun sejak penyusunan
RKA-KL. Efektivitas pelaksanaan anggaran mempengaruhi terlaksananya operasional
pemerintahan dan pelayanan publik serta berjalannya fungsi stimulus fiskal APBN dalam
perekonomian.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Pelaksanaan
Anggaran dan Direktorat Sistem Perbendaharaan pada tahun 2006, faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan anggaran, dalam hal ini adalah pencairan dan penyerapan
anggaran pada DIPA, diidentifikasikan ke dalam 4 hal, yaitu : kesiapan satker
mencairkan anggaran pada DIPA; proses pengadaan barang/jasa, pembayaran dan
pencairan dana; dan, persepsi pejabat pengelola keuangan terhadap situasi dan kondisi
dalam pengelolaan anggaran, baik aspek ketentuan maupun lingkungan eksternal.

Faktor-Fakto
Penyerapan
Berangkat dari faktor-faktor tersebut, setelah dilakukan klasifikasi dan analisa
keterkaitan dengan tugas fungsi KPPN, maka untuk mengevaluasi efektivitas
pelaksanaan anggaran pada satker dirumuskan variabel yang disusun berdasarkan
siklus penggunaan anggaran (budget execution cycle). Variabel tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Kesiapan penggunaan anggaran, yaitu prasyarat awal anggaran pada DIPA dapat
digunakan. Kesiapan ini diukur dari waktu DIPA diterima, penetapan surat-surat
keputusan sebagai dasar penggunaan anggaran, dan, rencana kerja dan rencana
keuangan.
2. Revisi DIPA, yaitu kondisi dimana DIPA tidak dapat digunakan karena memerlukan
penyesuaian yang berimplikasi pada penundaan pencairan dana. Kondisi revisi
DIPA diukur dari tingkat keperluan revisi DIPA, substansi revisi dan pemahaman
terhadap prosedur revisi.
3. Pembuatan komitmen dan pembayaran, yaitu proses penggunaan anggaran di
satuan kerja, yang dimulai sejak pembuatan perikatan sampai dengan penerbitan
SPM. Hal-hal yang diukur disini adalah penetapan pejabat pengadaan, proses
pengadaan barang/jasa, waktu penyelesaian SPP dan SPM, dan sirkulasi
penggunaan uang persediaan.
4. Pencairan dana, merupakan variabel yang mengukur kelancaran proses pencairan
dana dari sudut pandang satker sebagai kuasa pengguna anggaran. Kelancaran
proses pencairan dana ini diukur dari tingkat pengembalian SPM, efektivitas
pengujian, transparansi dan bebas pungli.
5. Perencanaan penarikan dana, merupakan alat untuk mengevaluasi tentang
kemampuan satker untuk memperkirakan penggunaan anggarannya, yang
berguna bagi satker dalam manajemen keuangan internal dan bagi KPPN untuk
perkiraan penarikan kas pemerintah (cash disbursement forecasting). Hal-hal yang
diukur meliputi seberapa valid perencanaan penarikan dana yang disusun, dan
perkiraan seberapa jauh satker dapat menyusun perkiraan penarikan dana.
6. Sosialisasi dan koordinasi, merupakan variabel untuk mengukur tingkat persepsi
satker terhadap mekanisme pengelolaan keuangan dan kebutuhan untuk
berkoordinasi. Alat ukur pada variabel ini meliputi persepsi terhadap ketentuan
pengelolaan keuangan, dan tingkat koordinasi dalam lingkup satker.

Kesiapan Penggunaan Anggaran.


Dalam hal kesiapan penggunaan anggaran, dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh KPPN Blitar, diperoleh informasi bahwa :
Pertama, DIPA yang diterima oleh satker pada bulan Januari sebesar 92,18
persen, sedangkan sebanyak 25 satker menerima DIPA pada bulan Pebruari dan Maret
2009. Sedangkan SK Pejabat Perbendaharaan telah ditetapkan pada bulan januari pada
73 satker (62,39 persen), dan sisanya ditetapkan pada bulan Pebruari dan Maret 2009.

STATISTIK PENYAMPAIAN
SK PEJABAT PERBENDAHARAAN

JUMLAH
BULAN PROSENTASE
SATKER
JANUARI 74 77,08%
PEBRUARI 10 10,42%
MARET 5 5,21%
BELUM MENYAMPAIKAN 7 7,29%
JUMLAH 96

Dalam rangka penggunaan anggaran dan pencairan dana, sebagian besar satker
(94,87 persen) telah menetapkan SK-SK internal pelaksanaan kegiatan, dan sebagian
besar satker juga telah mencairkan UP (84,62 persen). Namun demikian, sebagian
besar satker baru dapat membuat kontrak pengadaan barang/jasa pada bulan Maret
2009 (74,36 persen). Sebagai akibat dari kondisi tersebut, sebagian besar satker
memperkirakan realisasi DIPA pada triwulan pertama kurang dari 20 persen (87 satker).

Revisi DIPA.
Dalam variabel revisi DIPA, dari hasil survey diperoleh informasi bahwa sebagian
satker ternyata masih memerlukan revisi DIPA dalam rangka pelaksanaan kegiatan dan
pencairan dananya (37,61 persen). Oleh karena itu, sebagian satker menganggap revisi
DIPA menjadi penyebab tertundanya pencairan dana (33,39 persen).
Sedangkan revisi disebabkan oleh kesalahan perencanaan oleh instansi pusat
(30,77 persen) dan disebabkan oleh penyesuaian perencanaan dengan pelaksanaan
(55,56 persen). Substansi DIPA yang direvisi sebagian menyangkut pergeseran jenis
belanja (35,90 persen) namun tidak memerlukan perubahan pagu DIPA (64,10 persen).
Dalam penyelesaian revisi DIPA, sebagian besar satker memerlukan persetujuan
instansi vertikal di atasnya (61,54 persen), dan masih memerlukan informasi/sosialisasi
prosedur penyelesaian revisi DIPA (82,09 persen).
Pembuatan Komitmen dan Pembayaran.
Dalam pembuatan komitmen dan pembayaran di tingkat internal satuan kerja
diperoleh informasi bahwa dalam pengelolaan keuangan di satker, ternyata sebagian
satker melakukan perangkapan jabatan antara Kuasa Pengguna Anggaran dengan
Pejabat Pembuat Komitmen.
Dalam rangka pembuatan komitmen, khususnya untuk penggunaan anggaran
kegiatan yang kontraktual, hanya separuh satker yang telah menetapkan SK Panitia
Pengadaan Barang/Jasa, dan terdapat 15 persen satker yang proses pengadaan
barang/jasa diperkirakan selesai di atas bulan Juni 2009.

Dalam prosedur penggunaan anggaran di internal satuan kerja, khususnya dalam


proses SPP dan SPM diketemukan bahwa dalam proses pengujian tagihan dari pihak
ketiga/pengelola kegiatan hingga menjadi SPP pada PPK ternyata 28 persen satker
menyatakan memerlukan waktu satu hari, 38,46 persen satker menyatakan lebih dari
satu hari, dan sisanya menyatakan bahwa tidak terdapat standar waktu yang jelas.
Dalam proses pengujian SPP hingga menjadi SPM di Pejabat Pendatangan SPM,
ternyata 65 (55,56 persen) satker dapat menyelesaikan pengujian dan penerbitan SPM
dalam satu hari, sedangkan sisanya lebih dari satu hari atau tidak memiliki standar
waktu yang jelas.
Dalam proses penyampaian SPM ke KPPN untuk dicairkan dananya, ternyata
hampir separuh satker (40,88 persen) memerlukan waktu lebih dari satu hari atau tidak
memiliki standar waktu yang jelas. Demikian pula, sebagian besar satker (64,96 persen)
ternyata tidak memiliki prosedur tertulis (SOP) internal mengenai pengelolaan keuangan
di tingkat KPA.
Selanjutnya, dalam penggunaan UP, ternyata hampir seluruh satker mengajukan
penggantian UP lebih satu kali tiap atau lebih bulan (111 satker atau 94,87 persen).
Sedangkan TUP, hanya sedikit satker yang mengajukan TUP tiap bulan (15 satker atau
12,82 persen).

Pencairan Dana.
Dalam proses pencairan dana di KPPN, dari hasil survey kepada satker diperoleh
informasi bahwa dalam ketertiban kebenaran SPM, masih terdapat 48 satker (41,02
persen) yang dikembalikan SPM-nya oleh KPPN sebanyak 6 kali dalam kurun waktu tiga
bulan ini.
Dalam proses interaksi pengujian SPM antara petugas penyampai SPM dari satker
dan petugas KPPN, terkait dengan pelaksanaan SOP KPPN Percontohan di KPPN
Blitar, ditemukan bahwa sebagian besar satker (95,73 persen) menyatakan bahwa
petugas yang menyampaikan SPM ke KPPN adalah Bendahara atau staf keuangan.
Demikian pula dalam pengujian SPM, sebagian besar satker menyatakan bahwa
pengjuian dilakukan saat itu juga (94,87 persen) dan dilakukan oleh petugas front office
KPPN (94,02 persen).

Dalam hal sikap pelayanan petugas KPPN pada saat pengujian SPM, ditemukan
bahwa 61 satker (52,14) menyatakan memuaskan, 53 satker menyatakan cukup puas
(45,30 persen). Dan seluruh satker manyatakan tidak memberikan imbalan kepada
petugas KPPN (99,15 persen.
Dalam hal penilaian terhadap pemahaman petugas KPPN terhadap peraturan
pencairan dana pada saat pengujian SPM, ditemukan bahwa 82 satker (70,09 persen)
menyatakan baik, dan 33 satker (28,21 persen) menyatakan cukup.
Dalam percepatan waktu penyelesaian SP2D, dijumpai bahwa : pada
penyelesaian SPM Non Belanja Gaji, sebagian besar satker (91,79 persen) menyatakan
bahwa SP2D selesai dalam hari itu juga. Sedangkan dalam pencairan dana, sebagian
besar satker (81,20 persen) menyatakan bahwa uang pada SP2D masuk ke rekening
yang dituju dalam waktu satu sampai dengan tiga hari.

Sosialisasi dan Koordinasi.


Selanjutnya dari variabel yang mengukur tingkat pemahaman satker dan perlunya
sosialisasi/koordinasi untuk kelancaran penggunaan anggaran, dari hasil penelitian
kepada satker diperoleh informasi bahwa dalam hal menilai peraturan pembayaran dan
pencairan dana saat ini, sebagian satker (55,56 persen)yang menyatakan memadai.
Berkenaan dengan pemahaman dan koordinasi internal satker dalam pengelolaan
keuangan, diketahui bahwa seluruh satker menganggap kepala satker/KPA harus
memahami prosedur pembayaran/pencairan dana. Kepala satker bersedia memimpin
rapat evaluasi pelaksanaan anggaran secara berkala. Dalam penggantian pejabat
pengelolaan keuangan, sebagian besar kepala satker/KPA mempertimbangkan
kompetensi/penguasaan ketentuan pengelolaan keuangan (87,18 persen).

Dalam hal peran KPPN dalam sosialisasi ketentuan pengelolaan keuangan dan
koordinasi antara satker dengan KPPN, ditemukan bahwa sebagian besar satker selalu
memperoleh informasi mengenai ketentuan pembayaran/pencairan dana terkini dari
KPPN (82,05 persen). Hampir seluruh satker menyatakan memerlukan sosialisasi dan
koordinasi berkala dengan KPPN (97,44 persen), dan sangat mengaharapkan peran
KPPN sebagai pihak yang dapat memfasilitasi koordinasi antar satker dalam rangka
penyamaan persepsi (91,45 persen). Untuk itu hampir seluruh satker merasa perlu
adanya forum koordinasi antar pejabat pengelola keuangan antar sarker.
Untuk mendukung peran KPPN dalam sosialisasi dan koordinasi tersebut, satker
yang menganggap tingkat pemahaman pegawai KPPN yang memadai sebesar 55,56
persen, dan sisanya menganggap cukup memadai.

C. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENINGKATAN EFEKTIVITAS


PELAKSANAAN ANGGARAN.

Berdasarkan evaluasi penyerapan anggaran triwulan pertama tahun 2009 dan


analisis evaluasi pelaksanaan anggaran pada satuan kerja di wilayah pembayaran
KPPN Blitar, kesimpulan yang dapat diambil bahwa Dari kondisi penyerapan tersebut,
belanja modal sulit untuk diharapkan terserap optimal pada awal tahun anggaran karena
sebagian besar pejabat pengadaan barang dan jasa ditetapkan bulan Pebruari dan
Maret, dan proses lelang sebagian besar baru diselesaikan pada triwulan kedua.
Meskipun DIPA telah disahkan sebelum 1 Januari 2009, untuk non belanja
pegawai, sebagian besar satker tidak dapat langsung mencairkan dana karena masih
harus menyusun rencana kerja, menetapkan pejabat perbendaharaan, menetapkan SK
pelaksanaan kegiatan dan tim pengadaan barang/jasa, serta melakukan revisi DIPA.
Dalam proses pembayaran dan pencairan dana, percepatan dan efisiensi
pelayanan dalam penerbitan SP2D di KPPN perlu diimbangi dengan hal yang sama di
tingkat internal satuan kerja. Pada satuan kerja seharusnya terdapat standar yang
mengatur kepastian waktu pengujian tagihan, pengujian SPP dan penerbitan SPM.
Dalam rangka mengefektifkan rencana penarikan dana, sebagian besar satker
memahami pentingnya rencana penarikan bagi manajemen internalnya dan memiliki
data yang diperlukan untuk menyusun rencana penarikan tersebut. Namun demikian,
satker membutuhkan formulasi dan metode serta bimbingan teknis untuk menyusun
rencana penarikan yang mudah dan valid.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman satker akan ketentuan pelaksanaan
anggaran dan pengelolaan keuangan, sosialisasi dan koordinasi internal satker, antar
satker dan satker dengan KPPN perlu ditingkatkan. Namun demikian, pertama kali yang
penting adalah meningkatkan kompetensi pegawai KPPN untuk memahami ketentuan
pengelolaan keuangan secara komprehensif.
Berkenaan dengan kesimpulan tersebut di atas, saran dan rekomendasi yang
dapat diajukan bahwa dalam rangka meningkatkan kesiapan penggunaan anggaran
pada awal tahun anggaran, penetapan pejabat perbendaharaan dilakukan bersamaan
dengan penelaahan DIPA dan menjadi syarat pengesahan DIPA. Pejabat yang telah
ditetapkan pada DIPA dapat langsung melakukan penggunaan anggaran dan hanya
wajib mengirimkan specimen tanda tangan ke KPPN.
Dalam rangka efektivitas pelaksanaan APBN, percepatan dan efisiensi pencairan
dana di KPPN harus diikuti dengan percepatan dan efisiensi pembayaran pada satuan
kerja. Oleh karena itu, Bendahara Umum Negara c.q Ditjen Perbendaharaan perlu
menyusun standarisasi prosedur penyelesaian tagihan dan pembayaran dana APBN
yang dapat melengkapi Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 66/PB/2005.
Dalam rangka mendorong akselerasi dan efektivitas penyerapan anggaran pada
satuan kerja, yang dapat dilakukan oleh KPPN adalah : melakukan klasifikasi (mapping)
pagu belanja dan mengidentifikasi satker dengan belanja yang berpengaruh besar
terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan; melakukan pemantauan
dan evaluasi secara berkala terhadap pencairan dana satker berdasarkan klasifikasi dan
identifikasi tersebut; mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penyebab
permasalahan keterlambatan pembayaran atau pencairan dana, baik dari internal satker
maupun eksternal; merumuskan langkah penyelesaian melalui koordinasi, bimbingan
teknis dan usul penyempurnaan regulasi; dan, menyusun laporan dan analisa
penyerapan dana, dan menjadi bahan untuk analisa belanja di tingkat Kanwil dan Pusat
sebagai bahan pengambilan kebijakan.
Dalam rangka meningkatkan peran KPPN dalam kelancaran pembayaran dan
penyempurnaan pengelolaan keuangan pada satker, maka sumber daya manusia pada
KPPN tidak hanya dituntut memahami tata cara pencairan dana saja, namun juga harus
memahami tata cara penyelesaian tagihan dalam SPP dan pengujian pembayaran pada
SPM. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan peran Bendahara Umum Negara c.q Ditjen
Perbendaharaan sebagai regulator untuk seluruh sistem pelaksanaan anggaran, bukan
hanya sebagai eksekutor dalam pencairan dana saja .
Peningkatan peran sebagai regulator pelaksanaan anggaran, dapat dilakukan
melalui : mengoperasionalisasikan prinsip-prinsip belanja negara dari UU No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara ke dalam mekanisme penggunaan anggaran;
melakukan evaluasi mekanisme penggunaan anggaran dan menyempurnakannya
berdasarkan permasalahan yang terjadi, perkembangan teknologi dan tuntutan
modernisasi administrasi keuangan di masa depan, dengan tetap berlandaskan pada
prinsip-prinsip belanja negara dari UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara; merumuskan mekanisme penggunaan anggaran ke dalam regulasi dan
standarisasi pengelolaan keuangan yang komprehensif, dengan tetap mendudukkan
peran KPPN sebagai Bendahara Umum Negara yang bertugas melakukan pencairan
dana yang cepat, efisien, dan bersih.
A. KELENGKAPAN SARANA DAN PRASARANA

Sebuah kantor pelayanan dengan kondisi ideal, selain pegawainya mampu


melaksanakan tugas pekerjaan dengan baik, benar dan tepat waktu juga perlu adanya
dukungan sarana dan prasarana yang memadai. KPPN Blitar telah merencanakan dan
menginginkan kondisi dan suasana ideal tersebut tercipta dengan melengkapi sarana
dan prasarana .
Langkah pertama adalah satu pegawai satu komputer, ini adalah program pada
tahun anggaran 2010, dimana terhitung pada awal bulan Maret 2010 setiap pegawai
KPPN Blitar akan memegang satu unit komputer yang semuanya terhubung langsung
dengan jaringan internet, sehingga pelaksanaan tugas pekerjaan tidak saling menunggu
karena komputer yang satu masih dipergunakan oleh pegawai yang lain, dan jaringan
internet tentunya akan memudahkan para pegawai KPPN Blitar mengakses langsung
data data yang diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Kondisi kantor yang nyaman, pada tahun 2010 KPPN Blitar melanjutkan
menyempurnakan pembagian ruangan dan lay out kantor, sehingga setiap orang dan
setiap pegawai yang datang ke KPPN Blitar akan merasa seperti di rumah sendiri.
Mengingat suasana dan ruangan kantor yang nyaman sangat mendukung keberhasilan
tugas sehari hari pegawai, pada 2010 ini KPPN Blitar masih melaksanakan
pembenahan dan penataan ruangan kantor, diharapkan pada akhirnya semua pegawai
merasa hommy saat berada di kantor.
Penyediaan ruang perpustakaan dengan isi buku buku yang memadai untuk
menambah wawasan dan pengetahuan pegawai KPPN Blitar. Selain menyimpan buku
buku tentang peraturan yang merupakan kiriman dari Kantor Pusat Ditjen
Perbendaharaan, di dalamnya juga tersimpan buku buku yang membahas tema tema
umum lainnya, seperti buku tentang motivasi, buku agama, novel pembangun jiwa, buku
sejarah peradaban, tak ketinggalan buku tentang ekonomi yang tentunya kesemuanya
tidak akan disimpan begitu saja, namun juga menjadi bacaan di sela sela senggang
waktu kerja di kantor.
Penyediaan sarana gudang yang memadai tempat penyimpanan berkas dan
arsip, sehingga memudahkan bagi pegawai KPPN Blitar sewaktu waktu membutuhkan
kembali, baik untuk mengecek riwayat suatu pekerjaan maupun ketika ada pemeriksaan
dan pembinaan dari Kanwil serta Itjen. Kondisi gudang yang nyaman akan mendorong
pegawai untuk rajin mengarsipkan berkas berkas pekerjaan, karena selama ini dalam
bayangan semua pegawai yang namanya gudang kita akan selalu dihadapkan pada
ruangan yang kotor, penuh debu, sarang laba laba, acak acakan, tidak beraturan dan
sumpek serta pengap. KPPN Blitar dengan penataan yang baik telah memiliki gudang
yang mana setiap orang yang masuk tidak lagi merasakan sedang berada di dalam
gudang.
Pembangunan sarana olah raga, sebagai perwujudan memasyarakatkan olah
raga dan mengolahragakan masyarakat, KPPN Blitar menyediakan lapangan Volley Ball
dan lapangan futsal. Lapangan Volley Ball disediakan di halaman kantor yang pada
kondisi sehari hari dipergunakan sebagai areal tempat parkir yang representative bagi
kendaraan tamu. Dan pelaksanaan olah raga bersama ini menjadi rutinitas setiap hari
Jumat pagi sebelum jam pelayanan dimulai, hal ini dapat meningkatkan keakraban dan
keeratan hubungan antar pegawai, juga menjaga kesehatan jiwa dan raga semua
pegawai. Untuk yang memiliki kemampuan dalam berlari dan mengolah bola, KPPN
Blitar telah menyediakan lapangan futsal dengan rumput alami di halaman belakang
perumahan dinas, dimana untuk event event tertentu disinilah suasana kekeluargaan
terjalin.
Pemanfaatan mushola sebagai sarana ibadah bagi para pegawai dalam
mendekatkan diri kepada Tuhan Semesta Alam, mengingat sebagian besar pegawai
memeluk agama Islam, sehingga jika dalam satu hari kerja terdapat dua atau tiga kali
kewajiban menghadap Tuhan, mushola yang tersedia dengan sangat baik dapat
menunjang kegiatan tersebut, dan ini tentunya akan memberi dampak bagi kondisi
kantor secara menyeluruh, dimana berkah dan karunia Tuhan akan selalu melingkupi
kehidupan kantor dan para pegawainya.

B. MENINGKATKAN KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA

Sifat dasar manusia adalah rasa ingin tahu yang besar terhadap segala sesuatu
yang ditemuinya sehari hari. KPPN Blitar merasakan hal ini sebagai satu potensi yang
mesti dipelihara dan dikembangkan. Mengingat kemampuan dan kecakapan yang tidak
sama antara satu pegawai dengan pegawai lainnya, KPPN Blitar berupaya
meningkatkan kompetensi sumber daya manusianya.
Peningkatan kompetensi dilakukan melalui intensifikasi pelaksanaan GKM (Gugus
Kendali Mutu) minimal dalam seminggu sekali pimpinan akan mengumpulkan semua
pegawai tanpa kecuali untuk mereview tugas-tugas selama seminggu terakhir dan
merespon semua usulan, keluhan bahkan sekadar guyonan. Juga sebagai pijakan untuk
melangkah seminggu ke depan, sehingga harapannya pada pelaksanaan tugas minggu
yang akan datang semua pegawai selalu satu kata bersama melangkah, menyamakan
persepsi. Sehingga pada saat melayani satker tak ada lagi yang komplain karena setiap
pegawai berbeda dalam memandang dan menyikapi suatu persoalan dan masalah.
Meski tidak cukup disebut sebagai GKM, secara intern setiap seksi juga selalu
mengadakan perbincangan informal dengan semua pegawai dalam satu ruangan untuk
kembali mengingatkan apa apa yang sudah disepakati dan dipelajari demi kemajuan
dan kebaikan bersama.
Pengusulan pegawai untuk mengikuti Diklat yang dilaksanakan oleh Kantor Pusat
Ditjen Perbendaharaan, dengan harapan pegawai yang ikut diklat dapat menularkan dan
memberikan ilmu yang diperolehnya kepada pegawai pegawai lainnya. Sehingga
pengetahuan yang didapat tersalurkan secara merata ke seluruh pegawai, dan jika pada
saatnya nanti terjadi rolling dan pergantian personil setiap pegawai telah siap
mengaplikasikan semua pengetahuan dan ilmu yang dimilikinya di tempat tugas dan
bidang yang baru.
Pimpinan KPPN Blitar memberikan kesempatan dan dorongan kepada semua
pegawai untuk memperoleh ilmu dan pengetahuan di jalur resmi dengan memberikan
kesempatan seluas luasnya jika ada pegawai yang akan meneruskan sekolah untuk
memperoleh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini telah menjadi komitmen KPPN
Blitar untuk tidak mempersulit dan menghalangi kemauan pegawai dalam meningkatkan
kapasitas keilmuannya. Hal ini semakin meningkatkan soliditas, kebersamaan dan
kemampuan dalam melayani pengajuan aplikasi pembayaran satker yang menjadi
wilayah pembayaran KPPN Blitar.

C. MENINGKATKAN KINERJA PELAYANAN

Sebagai pelayan di lingkungan Ditjen Perbendaharaan, KPPN Blitar berusaha


untuk memberikan yang terbaik bagi semua satker. Langkah langkah yang terus
diupayakan KPPN Blitar dalam meningkatkan kinerja pelayanan agar satker merasa
terpuaskan adalah dengan memberikan kemudahan bagi semua satker dalam
berhubungan dengan KPPN Blitar, baik saat mengajukan SPM, proses rekonsiliasi
maupun pengajuan aplikasi pembayaran lainnya. KPPN Blitar telah bertekad agar satker
yang datang tidak merasa dipersulit dan bahkan merasa dipermudah dengan pelayanan
yang diberikan oleh pegawai KPPN Blitar, sehingga tingkat kepuasan atas pelayanan
yang diberikan KPPN Blitar jika dukur akan semakin meningkat.

Menginformasikan semua peraturan dan perundang undangan yang berhubungan


dengan keuangan bagi satker yang masih belum memahami tata cara dan proses alur
pengajuan dokumen ke KPPN Blitar, sekaligus untuk menyamakan pemahaman
terhadap peraturan yang ada sehingga jika pihak satker telah memiliki pemahaman
yang sama dengan pihak KPPN Blitar ke depannya proses pengajuan SPM menjadi
lebih lancar dan lebih baik.
Membuka akses yang luas kepada satker untuk mengetahui alur setiap rupiah
dana yang menjadi tanggung jawabnya secara terbuka dan transparan. Satker dapat
mengetahui apakah pengajuan dananya telah diproses dan selesai ataukah belum. Jika
pun belum apa yang menjadi penyebabnya dan bagaimana jalan keluarnya. Dan semua
ini dapat diperoleh satker secara terbuka, transparan dan tanpa biaya apapun. Harapan
ke depan satker akan merasa terkesan dan terpikat oleh pelayanan yang diberikan
KPPN Blitar sehingga model pelayanan seperti yang diterapkan KPPN Blitar dapat
menjadi referensi oleh semua kantor kantor dan satker yang menjadi mitra kerja KPPN
Blitar bahkan jika memungkinkan dapat menjadi model sebagai kantor pelayanan di
semua kantor pemerintah daerah.

Anda mungkin juga menyukai