Anda di halaman 1dari 4

AUDIENSI ISMAFARSI BERSAMA IKATAN APOTEKER INDONESIA

Rabu, 17 Juni 2015 diadakan audiensi bersama ketua IAI (Ikatan Apoteker Indonesia)
2015, yaitu Bapak Drs. Nurul Falah Eddy Pariang, Apt.. Audiensi yang diselenggarakan di kantor
pusat IAI tersebut dihadiri oleh Sekretaris Jenderal ISMAFARSI Muhammad Ridho Sakti, Staf
Ahli Eksternal Khansa Chavarina, dan Staf Ahli PSE Hindun Wilda Risni. ISMAFARSI
menyampaikan perihal program kerja IPW (International Pharmaceutical Week) yang akan
dilaksanakan di Bali bulan Januari 2016 serta kegiatan PIMFI (Pekan Ilmiah Mahasiswa Farmasi
Indonesia) pada bulan Agustus 2015 di Universitas Padjajaran. IPW merupakan kegiatan tingkat
internasional bertema Marine and Herbal Pharmacy; kegiatan yang akan berisi simposium dan
perlombaan farmasi ini akan melibatkan peserta mulai dari mahasiswa S1, S2, S3 farmasi,
mahasiswa apoteker, serta professional muda. Sementara itu, PIMFI merupakan kegiatan ilmiah
tingkat nasional yang diadakan rutin 2 tahun sekali bagi mahasiswa S1 farmasi seluruh
Indonesia. Kegiatan ini bagus, apalagi kita menghadapi masa masyarakat ekonomi ASEAN,
mahasiswa farmasi harus dapat bersaing ungkap Pak Nurul memberikan dukungannya terhadap
rencana kegiatan tersebut. Beliau pun memberikan saran dan kritik terkait IPW dan PIMFI baik
konsep maupun teknis acara. Kegiatan ini harus banyak melibatkan mahasiswa farmasi untuk
berbicara di depan umum, karena ketika di dunia kerja nanti, skill itulah yang dibutuhkan. tegas
Pak Nurul menambahkan.
Audiensi dilanjutkan dengan diskusi mengenai pendidikan farmasi Indonesia serta
tantangan apoteker di era global. Pak Nurul bercerita mengenai era AEC/MEA yang secara
bersamaan akan memberikan peluang serta tantangan bagi profesi apoteker. Menurutnya, dalam
bidang komoditi, Indonesia tidak perlu khawatir terkait persaingan global di pasar bebas
ASEAN. Namun dalam bidang klinis, Indonesia perlu mempersiapkan sebaik mungkin untuk
bersaing dengan Negara ASEAN khususnya Negara Malaysia yang secara kompetensi dan
bahasa dapat bersaing dengan kompetensi apoteker Indonesia. Persiapan menghadapi era global
ini jelas bukan hanya menjadi tanggung jawab IAI, namun juga terdapat peran ISMAFARSI
khususnya dalam mengajak mahasiswa farmasi untuk bersama-sama meningkatkan kompetensi
sejak dini. IPW dan PIMFI tentunya menjadi salah satu wadah mahasiswa farmasi dalam
meningkatkan kompetensinya untuk menghadapi era global.
Menghadapi era di mana segala sesuatu dapat ditukar bebas, sejatinya hal tersebut
menjadi motivasi apoteker dan berbagai pihak professional kesehatan untuk merancang blue
print dalam usaha peningkatan kompetensi apoteker. Bukan soal MEA saja, hal yang lebih
penting adalah derajat kesehatan bangsa untuk Indonesia sehat. Hal ini didukung dengan derajat
pendidikan mahasiswa kesehatan yang harapannya semakin hari akan semakin berkualitas dan
memadai. Dalam audiensinya, Pak Nurul menjelaskan perihal pendidikan farmasi, khususya
kekurangan kurikulum farmasi, yaitu miskin akan praktek klinis. Padahal praktek klinis menjadi
kontributor peningkatan derajat kesehatan. Pak Nurul berpendapat bahwa pendidikan farmasi
Indonesia itu harus lebih aplikatif dan banyak praktek dengan pasien langsung agar terbiasa
dalam memberikan pelayanan optimal terhadap masyarakat. Hal tersebut diamini oleh sekjen
ISMAFARSI yang mengatakan bahwa mahasiswa farmasi sejauh ini masih fokus terhadap benda

mati zat kimia, buret, dan alat praktikum lainnya- daripada turun langsung ke masyarakat.
Padahal sudah jelas definisi praktek kefarmasian menurut undang-undang meliputi
pharmaceutical care ujar Pak Nurul ketika mencoba mendefinisikan apoteker. Beliau pun
menyinggung proyek HPEQ (Health Professional Education Quality) yang menghasilkan dua
lembaga, yaitu LAM PT KES (Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan) dan
LPUK (Lembaga Pengembangan Uji Kompetensi); tujuan proyek HPEQ tentunya sejalan dengan
pemenuhan solusi akan masalah pendidikan farmasi Indonesia. LAM PT KES dibuat karena
instrument akreditasi untuk perguruan tingi kesehatan tentunya berbeda dengan perguruan tinggi
lain, tidak bisa kita menggunakan instrument yang generik. Pak Nurul menjelaskan. Beliau pun
mengamini tujuan LPUK dalam mengembangkan uji kompetensi, khususnya pada UKAI, yaitu
Uji Kompetensi Apoteker Indonesia sebagai usaha pemerataan kompetensi apoteker seluruh
Indonesia sehingga kelak setiap lulusan apoteker telah terstandarisasi dan siap untuk diturunkan
ke dalam prakteknya. Walaupun keberjalanannya masih kontroversial, ISMAFARSI tetap
berharap melalui tools hasil HPEQ, pendidikan farmasi akan lebih berkualitas. Diharapkan pula,
tools ini akan menghasilkan lulusan yang kompeten serta tidak ada lagi kasus-kasus
kecurangan akreditasi yang melibatkan mahasiswa untuk terlibat dalam settingan perguruan
tinggi yang hanya akan menodai esensi pendidikan.
Masalah pendidikan farmasi sepertinya cukup kompleks. Dalam audiensi bersama IAI
dibahas pula terkait perguruan tinggi yang menerima mahasiswa farmasi secara berlebihan
padahal tenaga pengajar dan sarana prasarana tidak memadai sejumlah mahasiswa tersebut. Jika
ini terjadi, bagaimana proses belajar mengajar dapat menghasilkan output yang diinginkan? IAI
berharap, dengan adanya LAM PT KES, ke depannya akan muncul korelasi antara akreditasi
dengan penerimaan mahasiswa seperti yang dilakukan pada fakultas kedokteran sehingga
manajemen penerimaan mahasiswa akan lebih teratur.
Dari diskusi tersebut, ketua IAI memaparkan peran aktifnya dalam pengembangan
pendidikan farmasi dan praktek kefarmasian, peran tersebut dituangkan dalam 5 pilar IAI yang
mencakup optimalisasi praktek kefarmasian. Lima pilar tersebut lah yang digadang-gadang akan
menjadi solusi permasalahan kefarmasian di Indonesia. Namun, usaha perbaikan tidaklah melulu
diserahkan pada IAI, peran APTFI sangat besar, khususnya dalam perbaikan pendidikan farmasi
karena APTFI lah yang merupakan orang-orang intrakampus yang dapat secara langsung
memengaruhi kebijakan perguruan tinggi. Pendidikan farmasi yang baik kelak akan melahirkan
praktek kefarmasian yang baik. Selain itu, seperti yang diungkapkan oleh Pak Nurul bahwa
terlepas dari titel pengajar tanpa tanda jasa, mahasiswa dan pengajar bagaimanapun seperti
pelanggan dan konsumen, mahasiswa berhak menuntut kepada pengajar jika ia tidak
mendapat apa yang seharusnya didapatkan. Maka dari itu, mahasiswa seharusnya turut berperan
aktif dalam mengadvokasikan pelbagai perbaikan kurikulum di perguruan tinggi masing-masing.
Alangkah baiknya ketika IAI, APTFI, dan ISMAFARSI selaku mahasiswa farmasi saling bahumembahu menyelesaikan permasalahan kefarmasian Indonesia, khususnya dalam ranah
pendidikan farmasi.

Sekretaris Jenderal ISMAFARSI 2014-2016 Saudara Ridho Muhammad Sakti bersama Ketua
Ikatan Apoteker indonesia Bapak Drs. Nuru Falah Eddy Pariang, Apt

Sekjen ISMAFARSI Ridho Muhammad Sakti,


Sekjen ISMAFARSI Ridho Muhammad Sakti,
Ketua IAI Drs. Nurul Falah Eddy Pariang, Apt,
Ketua IAI Drs. Nurul Falah Eddy Pariang,
Apt,
SA Eksternal Khansa Chavarina

SA Pharmaceutical Science Education


Hindun Wilda Risni

Anda mungkin juga menyukai