Oleh :
DIANA MUSTIKA RATU
11141020000028
1
RAKERNAS IAI. 2010. Penetapan dan Pengesahan Standar Kompetensi Apoteker dalam Forum RAKERNAS IAI.
Makassar, Sulawesi Selatan
7. Mampu mengelola sediaan farmasi dan alat kesehatan sesuai
dengan standar yang berlaku
8. Mempunyai keterampilan organisasi dan mampu membangun
hubungan interprofesional dalam melakukan praktik
kefarmasian
9. Mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berhubungan dengan kefarmasian
2
Ikatan Apoteker Indonesia. 2014. SK Pengurus Pusat IAI Nomor : PO. 003/ PP.IAI/1418/VII/2014 tentang PERATURAN
ORGANISASI TENTANG PEDOMAN PENDIDIKAN BERKELANJUTAN APOTEKER INDONESIA. Jakarta.
Agreement(IBRD) No. 77370–ID 3. Namun, minimnya sosialisasi
UKAI dari pihak panitia penyelenggara menimbulkan polemic
dikalangan akademisi farmasi Indonesia yang menjadikan UKAI
seolah – olah dipaksakan pelaksanaannya terutama masalah
transparansi pembiayaanya yang masih dipertanyakan.
Dikutip dari laman Kompasiana.com [11/15], UKAI diadakan
untuk menunjang apoteker profesional dan berkompeten, sehingga
standar yang diberlakukan dalam uji setara dengan uji internasional.
Tapi bagaimana dengan universitas yang memang pada dasarnya
tidak menggunakan standar yang telah diberlakukan? Bagaimana
dengan nasib para apoteker tersebut? Nah itulah yang menjadi
kontroversi. Hal tersebut menyebabkan kesenjangan diantara para
apoteker. Sehingga menimbulkan pendapat bahwa UKAI diadakan
semata-mata hanya untuk ajang persaingan apoteker. Salah satu
bentuk protes media ini memang menunjukkan bahwa sosialisai UKAI
belum maksimal.
Bukan hanya protes dari media massa yang sedikitnya mewakili
keluhan dan pertanyaan seluruh akademisi farmasi di Indonesia,
kelompok mahasiswa apoteker yang menamai dirinya Aliansi
Mahasiswa Apoteker Universitas Hassanudin pun turut bersuara
dengan diluncurkannya petisi penolakan biaya UKAI yang termaktub
pada Surat Edaran Panitia Uji Kompetensi Apoteker Indonesia No.
SRT-001/PAN-UKAI/VII/2015 yang dinilai sewenang-wenang dan
tidak memiliki aturan hukum yang jelas yang harus diluncurkan oleh
Menteri yang berwenang sesuai dengan yang diamanahkan dalam UU
No. 36 tahun 2014 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pasal 21 ayat 7,
disebutkan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pelaksanaan uji kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri yang
3
Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia. 2015. Surat Jawaban atas Petisi Penolakan Biaya UKAI. Jakarta.
Diakses dari
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan”,
dalam hal ini yang berwenang adalah Kemeterian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia5.
Selain itu, dalam petisi tersebut aliansi mahasiswa apoteker
UNHAS juga menuntut IAI, KFN, dan APTFI agar menunda
pelaksanaan UKAI hingga diberikannya tanggapan positif mengenai
permasalahan kelengkapan hukum dan tidak menetapkan sesuatu
dengan sewenang-wenang diluar ketetapan peraturan perundang-
undangan.
Menanggapi hal itu, dikeluarkanlah surat Jawaban atas Petisi
Penolakan Biaya UKAI tertanggal 26 Agustus 2015 dari pihak IAI
sebagai tanggapan atas petisi penolakan biaya UKAI. Didalam poin L
dijabarkan bahwa, Mengenai aspek legal tentu kami setuju pada
saatnya harus ada upaya legislasi yang mengatur tentang
penyelenggaraan Uji Kompetensi Apoteker Indonesia, yang
merupakan penjabaran lebih lanjut dari UU No.36/2014 tentang
Tenaga Kesehatan, karena penyelenggaraan UKAI saat ini merupakan
kesepakatan yang mewakili masyarakat profesi apoteker yaitu APTFI,
IAI dan KFN. Dari penuturan ini memang pihak IAI membenarkan
bahwa belum ada aturan hukum yang melegalkan tentang aturan
rincian pembiayaan UKAI yang dinilai tidak logis dan terlalu
membebani mahasiswa apoteker secara finansial.
Kemudian masalah minimnya sosialisasi yang membuat banyak
pihak terkaget-kaget atas munculnya kebijakan UKAI yang terkesan
mendadak, dalam surat Jawaban atas Petisi Penolakan Biaya UKAI
pun turut dijelaskan bahwa sosialisasi UKAI dan alokasi biayanya
dirasa sudah cukup dengan telah diselenggarakannya try out pertama,
kedua, dan ketiga pada tahun 2013, 2014, 2015 secara berturut-turut
yang diikuti oleh seluruh Program Studi Profesi Apoteker (PSPA).
Namun, mungkin pihak penyelenggara kurang mempertimbangkan
bahwa yang akan mengikuti dan berhak mengetahui mekanisme dan
tujuan dari UKAI bukan hanya program studi profesi apoteker saja,
tetapi juga akademisi kefarmasian lainnya yang berniat melanjutkan
pendidikan profesi apoteker. Bagaimanapun juga persiapan untuk
menjadi apoteker yang dapat memenuhi standar kompetensi apoteker
tidak bisa hanya mengandalkan kemampuan yang didapat ketika
menjalani studi profesi apoteker saja, tetapi juga dari pembentukkan
karakter pendidikan dari jenjang sebelumnya seperti jenjang S1.
4
Pengurus ISMAFARSI Pusat. 2015. Press release Audiensi ISMAFARSI ke IAI. Diakses dari ismafarsi.org pada 25
Januari 2016
apoteker dihargai sebagai profesi kesehatan yang manfaatnya
dirasakan secara signifikan oleh masyarakat 4.
3.4.Tidak Adanya Kanal Informasi Terpusat Tentang UKAI dan
Tidak Adanya Organisasi Khusus yang Menaungi Mahasiswa
Profesi Apoteker untuk Mengadvokasikan Segala Aspirasinya
Mengenai UKAI
Suatu tujuan yang baik tetap akan dinilai kurang baik jika cara
memberitahukannya kurang tepat bahkan akan dianggap menjadi hal
yang tak berguna dan menimbulkan masalah jika suatu informasi
tersebut menyangkut kepentingan banyak orang. Oleh karena itu,
sangatlah penting adanya kanal informasi terpusat yang dapat
dipercaya dan dapat diakses dengan mudah oleh setiap kalangan
terkait dengan penggencaran sosialisasi UKAI ini.
Selain itu, organisasi pemersatu juga merupakan hal yang
penting keberadaannya untuk mengadvokasikan segala bentuk
kesetujuan maupun ketidaksetujuan mahasiswa apoteker atas suatu
kebijakan. Menurut penuturan Sekretaris Jenderal ISMAFARSI,
Ridho Muhammad Sakti dalam artikel press release tentang UKAI
menyatakan bahwa ISMAFARSI merupakan organisasi yang
menaungi mahasiswa S1 farmasi bukan mahasiswa profesi apoteker5.
Namun, karena banyaknya pertanyaan tentang UKAI yang ditujukan
kepada sekretaris jenderal ISMAFARSI ini, maka ISMAFARSI
berusaha membantu mengadvokasikan segala keluh kesah mahasiswa
apoteker tentang UKAI kepada pihak yang berkompeten untuk
menjawabnya yaitu IAI.
Dari adanya polemik UKAI ini dapat terlihat bahwa penting
adanya suatu organisasi advokasi mahasiswa dan kanal informasi
terpusat yang resmi dan dapat dipercaya agar suatu kebijakan penting
5
Sakti, Ridho Muhammad. 2015. UKAI : Untuk Kemerdekaan Apoteker Indonesia. Press release ISMAFARSI. Diakses
dari ismafarsi.org pada 25 Januari 2016.
seperti UKAI ini dapat tersosialisaikan secara menyeluruh dan
tentunya meminimalisir kesalahpahaman.
IV. Simpulan
Manuver UKAI yang diharapkan menjadi penjawab tantangan
zaman untuk mewujudkan tenaga profesional farmasi (apoteker) yang
terstandarisasi, berkualitas, dan berdaya saing memang bukan hal yang
salah untuk diterapkan. Namun, langkah awal dalam pelaksanaannya perlu
diimbangi dengan sosialisasi, usaha penyesuaian, transparansi, dan
landasan hukum yang jelas agar meminimalisir terjadinya kesalah
pahaman dan kemunculan permasalahan yang baru.
DAFTAR PUSTAKA