Chapter II
Chapter II
LANDASAN TEORI
A. Social Identity
1. Definisi
Teori social identity (identitas sosial) dipelopori oleh Henri Tajfel pada
tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial
dan konflik antar kelompok. Menurut Tajfel (1982), social identity (identitas
sosial) adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan
mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan
signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut. Social identity
berkaitan dengan keterlibatan, rasa peduli dan juga rasa bangga dari keanggotaan
dalam suatu kelompok tertentu.
Hogg dan Abram (1990) menjelaskan social identity sebagai rasa
keterkaitan, peduli, bangga dapat berasal dari pengetahuan seseorang dalam
berbagai kategori keanggotaan sosial dengan anggota yang lain, bahkan tanpa
perlu memiliki hubungan personal yang dekat, mengetahui atau memiliki berbagai
minat. Menurut William James (dalam Walgito, 2002), social identity lebih
diartikan sebagai diri pribadi dalam interaksi sosial, dimana diri adalah segala
sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang
tubuh dan keadaan fisiknya sendiri saja, melainkan juga tentang anakistrinya,
rumahnya, pekerjaannya, nenek moyangnya, temantemannya, milikinya,
uangnya dan lainlain. Sementara Fiske dan Taylor (1991) menekankan nilai
positif atau negatif dari keanggotaan seseorang dalam kelompok tertentu.
dan identitas sosial (social identity) yang berasal dari kelompok yang kita
miliki. Jadi, kita dapat memperteguh harga diri kita dengan prestasi yang
kita miliki secara pribadi dan bagaimana kita membandingkan dengan
individu lain.
c. Keyakinan saling terkait
Social identity merupakan keseluruhan aspek konsep diri seseorang yang
berasal dari kelompok sosial mereka atau kategori keanggotaan bersama
secara emosional dan hasil evaluasi yang bermakna. Artinya, seseorang
memiliki kelekatan emosional terhadap kelompok sosialnya. Kelekatan itu
sendiri muncul setelah menyadari keberadaannya sebagai anggota suatu
kelompok tertentu. Orang memakai identitas sosialnya sebagai sumber dari
kebanggaan diri dan harga diri. Semakin positif kelompok dinilai maka
semakin kuat identitas kelompok yang dimiliki dan akan memperkuat
harga diri. Sebaliknya jika kelompok yang dimiliki dinilai memiliki
prestise yang rendah maka hal itu juga akan menimbulkan identifikasi
yang rendah terhadap kelompok. Dan apabila terjadi sesuatu yang
mengancam harga diri maka kelekatan terhadap kelompok akan meningkat
dan perasaan tidak suka terhadap kelompok lain juga meningkat.
d. Depersonalisasi
Ketika individu dalam kelompok merasa menjadi bagian dalam sebuah
kelompok, maka individu tersebut akan cenderung mengurangi nilai-nilai
yang ada dalam dirinya, sesuai dengan nilai yang ada dalam kelompoknya
tersebut. Namun, hal ini juga dapat disebabkan oleh perasaan takut tidak
ketidakpastian
self-conceptual
akan
termotivasi
untuk
c. Optimal Distinctiveness
Motif ketiga yang terlibat dalam proses social identity adalah optimal
distinctiveness.
Menurut
Brewer
(1991),
individu
berusaha
B. Perceive Entitativity
1. Definisi
Hogg (2004) menjelaskan bahwa group entitativity merupakan sifat atau
kekhasan yang terdapat dalam sebuah kelompok, tidak ada batasan antar anggota
pandangan
atau
perasaan
individu
terhadap
kesatuan,
persamaan,
dan
dalam lebih prototypic cara dari kelompok mayoritas (Mullen, 1991). Namun,
bukti lain menunjukkan bahwa, setidaknya di bawah beberapa kondisi, besar
kelompok dilihat sebagai lebih koheren daripada kelompok-kelompok kecil
(McGarty et al, 1995.). Hasil ini bertentangan menyiratkan bahwa hubungan
ukuran kelompok untuk entitativity mungkin belum dipahami dengan jelas.
Kemungkinan lain adalah bahwa entitativity mencerminkan derajat
kelompok yang dipandang memiliki inti esensial atau sifat dasar. Beberapa
peneliti (Rothbart & Taylor, 1992;. Yzerbyt et al, 1997) telah menyarankan bahwa
perceivers dapat melihat beberapa kelompok memiliki esensi dalam banyak cara
yang sama seperti mereka melihat biologi entitas memiliki esensi (Gelman, 1988;
Keil, 1989). Satu aspek penting dari kelompok memiliki esensi adalah memahami
kelompok sebagai yang tak dapat diubah (Rothbart & Taylor, 1992). Setidaknya
ada dua sifat dari suatu kelompok yang dapat menyebabkan seseorang untuk
melihatnya sebagai yang tak dapat diubah. Yang pertama adalah permeabilitas
batas-batas kelompok (Campbell, 1958). Beberapa kelompok telah permeabel
seperti yang bergabung dan meninggalkan kelompoknya, yang memiliki batasanbatasan yang relatif mudah (misalnya, sebuah partai politik), sedangkan kelompok
lain telah impermeabel batas dan sulit untuk masuk dan keluar (misalnya,
keluarga).
C. MAHASISWA
1. Definisi
Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah
peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya
menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi
terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar
18-30 tahun.
Mahasiswa
merupakan
suatu
kelompok
dalam
masyarakat
yang
b.
c.
d.
Diharapkan dapat memasuki dunia kerja sebagai tenaga yang berkaitan dan
professional
2. Pelaku Tawuran
Tawuran merupakan salah satu bentuk tindakan massal yang melanggar aturan, serta
dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri
maupun orang lain. Pada umumnya dilakukan oleh remaja di bawah umur 17
tahun, namun saat ini segala kalangan dan usia dapat melakukan aksi tawuran.
(Mariah, 2007).
Menurut Ridwan (2006), tawuran didefinisikan sebagai perkelahian massal
yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap kelompok lainnya, yang disebabkan
karena adanya perbedaan sudut pandang, dendam, ketidaksetujuan tentang suatu hal, dan
sebagainya. Tawuran terbagi dalam tiga bentuk: (1) tawuran antar kelompok yang telah memiliki
rasa permusuhan secara turun temurun, (2) tawuran satu kelompok melawan kelompok
lainnya yang didalamnya terdapat beberapa jenis kelompok (terdiri dari kelompokkelompok yang berbeda), dan (3) tawuran antar kelompok yang sifatnya incidental, yang dipicu
oleh situasi dan kondisi tertentu.
identity
theory,
Henry
Tajfel
dan
John
Tunner
(1982)
E. HIPOTESA PENELITIAN
Berdasarkan kajian pustaka, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai
berikut Ada hubungan antara social identity dengan perceived entitativity pada
mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara pelaku tawuran.