Anda di halaman 1dari 19

Sari Pediatri, Vol. 2, No.

1, Juni 2000

49

Topik Khusus

Sari Pediatri,
Vol. 2, No.
502000
- 66
Sari Pediatri,
Vol.1,2,Juni
No.2000:
1, Juni

Konsensus Nasional Asma Anak


Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia

Asma telah menjadi epidemi di seluruh dunia dengan kecenderungan meningkatnya


prevalens dan derajat penyakit asma. Untuk menanggulangi asma telah disusun
berbagai panduan/konsensus, baik yang bertingkat nasional maupun internasional.
Di Indonesia pada tahun 1994 UKK Pulmonologi IDAI telah mengeluarkan Konsensus
Nasional Asma Anak (KNAA) yang direvisi ulang pada bulan Desember 1998. Secara
garis besar KNAA terdiri dari dua bagian, bagian A tata laksana jangka panjang, dan
bagian B penanganan serangan asma. Batasan asma yang digunakan adalah mengi
berulang dan/atau batuk persisten dalam keadaan asma adalah yang paling mungkin,
sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Secara klinis asma dibagi
menjadi 3 derajat penyakit, yaitu asma episodik jarang (ringan), asma episodik sering
(sedang), dan asma persisten (berat). Dari fungsinya obat asma ada dua kelompok,
yaitu obat pereda (reliever) yang digunakan untuk meredakan gejala/serangan asma
bila timbul, misalnya salbutamol dan teofilin. Obat pengendali (controller) atau obat
profilaksis adalah obat untuk mengendalikan/mencegah agar gejala/serangan asma
tidak mudah timbul, misalnya kromolin dan budesonid. Obat pengendali diberikan
pada asma episodik sering, dan terutama asma persisten. Perlu ditekankan bahwa
penanggulangan asma tidak bisa semata mengandalkan obat, tapi yang tidak kalah
penting adalah penghindaran faktor pencetus. Serangan asma mencerminkan gagalnya
tata laksana jangka panjang, atau adanya pajanan dengan faktor pencetus. Serangan
asma dibagi menjadi 3 derajat, yaitu serangan ringan, sedang, dan berat. Beratnya
derajat serangan asma tidak selalu sesuai dengan derajat penyakit asmanya. Misalnya
asma episodik jarang (ringan) dapat saja mengalami serangan berat.

aat ini di seluruh dunia tengah terjadi epidemi


asma, yaitu peningkatan prevalens dan derajat
asma terutama pada anak-anak, baik di negara
maju maupun negara berkembang. Di lain pihak,
walaupun banyak hal yang berkaitan dengan asma telah
terungkap namun ternyata hingga saat ini, secara
keseluruhan asma masih merupakan misteri. Pengetahuan tentang patologi, patofisiologi, dan imunologi
asma berkembang sangat pesat, khususnya untuk asma

Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Alamat Korespondensi:
Pengurus Pusat IDAI
Gedung IDAI, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM
Jl. Salemba 6, Jakarta 10430
Telpon: (021) 3148610, Fax.: (021) 3913982
e-mail: saripediatri@idai.com

50

pada orang dewasa dan anak besar. Pada anak kecil


dan bayi, mekanisme dasar perkembangan penyakit
ini masih belum diketahui pasti. Lagipula bayi dan
balita yang mengalami mengi saat terkena infeksi
saluran napas akut, banyak yang tidak berkembang
menjadi asma saat dewasanya.
Akibat ketidakjelasan tadi, definisi asma pada anak
sulit untuk dirumuskan, sehingga untuk menyusun
diagnosis dan tata laksana yang baku juga mengalami
kesulitan. Akibat berikutnya adalah adanya under /
overdiagnosis maupun under / overtreatment. Untuk
mengatasi hal itu perlu adanya alur diagnosis dan tata
laksana asma yang disepakati bersama. Secara
internasional untuk saat ini panduan penanganan asma
yang banyak diikuti adalah Global Initiative for Asthma
(GINA) yang disusun oleh National Lung, Heart, and
Blood Institute Amerika yang bekerjasama dengan

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

WHO, dan dipublikasikan pada bulan Januari 1995.


GINA juga menyebutkan bahwa asma pada anak sulit
didiagnosis. Prevalens asma anak di Indonesia untuk
kelompok usia sekolah lanjutan sudah ada, namun
sayangnya belum ada data mengenai under /
overdiagnosis maupun under/overtreatment.
Untuk anak-anak, GINA tidak dapat sepenuhnya
diterapkan, sehingga Pediatric Asthma Consensus Group
dalam pertemuan ketiganya pada bulan Maret 1995
mengeluarkan suatu pernyataan tentang Konsensus
Internasional III Penanggulangan Asma Anak (selanjutnya disebut Konsensus Internasional saja) yang
dipublikasikan pada tahun 1998. Konsensus adalah
kesepakatan bersama bukan suatu SOP (standard
operating procedure). Selain GINA dan Konsensus
Internasional, banyak negara yang mempunyai
konsensus nasional di negara masing-masing misalnya
Konsensus Australia.
Di Indonesia sudah ada Konsensus Nasional Asma
Anak (KNAA) yang disusun oleh Unit Kerja Koordinasi
(UKK) Pulmonologi IDAI pada bulan Desember 1994
di Jakarta dan ditetapkan dalam KONIKA (Kongres
Nasional Ilmu Kesehatan Anak) X di Bukitinggi pada
bulan Juni 1996. Berhubung perkembangan yang ada
sekarang ini, dan berdasarkan pengalaman penggunaannya sampai saat ini, maka rumusan Konsensus Nasional
tersebut agaknya perlu ditinjau ulang. Pada acara
Simposium Respirologi Anak Masa Kini 11-12
Desember 1998 di Bandung, materi Tinjauan Ulang
ini telah disajikan. Selanjutnya pada pertemuan UKK
Pulmonologi IDAI 12-13 Desember 1998, materi ini
mendapat masukan dari peserta pertemuan dan telah
disetujui bersama.

A. Tatalaksana Jangka Panjang


Definisi
GINA mengeluarkan batasan asma yang lengkap, yang
menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar
mekanisme terjadinya asma sebagai berikut. Asma ialah
gangguan inflamasi kronik saluran napas dengan banyak
sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan
limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini
menyebabkan episode mengi berulang, sesak napas, rasa
dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau
dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan napas yang luas namun bervariasi,

sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun


dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan
dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai
rangsangan.1
Batasan di atas memang sangat lengkap, namun
dalam penerapan klinis untuk anak tidak praktis.
Agaknya karena itu para perumus Konsensus
Internasional dalam pernyataan ketiganya tetap
menggunakan definisi lama yaitu: Mengi berulang dan/
atau batuk persisten dalam keadaan asma adalah yang
paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih
jarang telah disingkirkan. Konsensus Nasional juga
menggunakan batasan yang praktis ini dalam batasan
operasionalnya. Sehubungan dengan kesulitan
mendiagnosis asma pada anak kecil, dengan bertambahnya umur, khususnya di atas umur 3 tahun,
diagnosis asma menjadi lebih definitif. Bahkan untuk
anak di atas umur 6 tahun definisi GINA dapat
digunakan.2

Diagnosis
Berdasarkan definisi di atas, maka oleh para perumus
Konsensus Internasional Penanggulangan Asma Anak
disusun suatu alur diagnosis asma pada anak (Bagan
1). Publikasi Konsensus Internasional pertama3,
kedua4, hingga pernyataan ketiga1 untuk diagnosis
asma anak tetap menggunakan alur yang sama. Mengi
berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan
titik awal untuk menuju diagnosis. Termasuk yang
perlu dipertimbangkan kemungkinan asma adalah
anak-anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai
satu-satunya tanda, dan pada saat diperiksa tanda-tanda
mengi, sesak, dan lain-lain sedang tidak timbul.
Kelompok anak yang patut diduga asma adalah
anak-anak yang menunjukkan batuk dan/atau mengi
yang timbul secara episodik, cenderung pada malam /
dini hari (nokturnal / morning dip), musiman, setelah
aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada
pasien atau keluarganya.
Untuk anak yang sudah besar (>6 tahun)
pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi
paru yang sederhana dengan peak flow meter, atau yang
lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi
bronkus dengan histamin, metakolin, gerak badan
(exercise), udara kering dan dingin, atau dengan salin
hipertonis, sangat menunjang diagnosis.6 Pemeriksaan
ini berguna untuk mendukung diagnosis asma anak
51

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

melalui 3 cara yaitu didapatkannya: 5

Variabilitas pada PFR atau FEV1 >15%.


Kenaikan >15% pada PFR atau FEV1 setelah
pemberian inhalasi bronkodilator.
Penurunan >15% pada PFR atau FEV1 setelah
provokasi bronkus.

Variabilitas adalah peningkatan dan penurunan hasil


PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik dapat
dilakukan jika pemeriksaannya berlangsung >2 minggu.
Penggunaan peak flow meter walaupun mahal merupakan
hal yang penting dan perlu dibudayakan, karena selain
untuk mendukung diagnosis juga untuk mengetahui
keberhasilan tata laksana asma. Berhubung alat tersebut
tidak selalu ada, maka Lembar Catatan Harian dapat
digunakan sebagai alternatif karena mempunyai korelasi
yang baik dengan faal paru. Lembar Catatan Harian
dapat digunakan dengan atau tanpa pemeriksaan PFR.5
Jika gejala dan tanda asmanya jelas, serta respons
terhadap pengobatan baik sekali maka tidak perlu
pemeriksaan diagnostik lebih lanjut. Bila respons
terhadap obat asma tidak baik maka perlu dinilai
dahulu apakah dosisnya sudah adekuat, cara dan waktu
pemberiannya sudah benar, serta ketaatan pasien baik,
sebelum melanjutkan pengobatan dengan obat yang
lebih poten. Bila semua aspek tersebut sudah baik dan
benar maka perlu dipikirkan kemungkinan bukan
asma.6
Pasien dengan batuk produktif, infeksi saluran
napas berulang, gejala respiratorik sejak masa
neonatus, muntah dan tersedak, gagal tumbuh, atau
kelainan fokal paru, perlu pe-meriksaan lebih lanjut.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah foto
Rontgen paru, uji fungsi paru, dan uji provokasi.
Selain itu mungkin juga perlu diperiksa foto Rontgen
sinus paranaslis, uji keringat, uji imunologis, uji
defisiensi imun, pemeriksaan refluks, uji mukosilier,
bahkan sampai bronkoskopi.6
Di Indonesia, tuberkulosis masih merupakan
penyakit yang banyak dijumpai dan salah satu gejalanya
adalah batuk kronik berulang. Oleh karena itu uji
tuberkulin perlu dilakukan baik pada kelompok yang
patut diduga asma maupun yang bukan. Dengan cara
itu maka penyakit tuberkulosis yang mungkin
bersamaan dengan asma akan terdiagnosis dan diterapi.
Jika pasien kemudian memerlukan steroid untuk
asmanya, tidak akan memperburuk tuberkulosis yang
diderita karena sudah dilindungi dengan obat.5,6
52

Berdasarkan alur di atas, setiap anak yang


menunjukkan gejala batuk dan/atau mengi maka
diagnosis akhirnya dapat berupa:

Asma
Asma dengan penyakit lain
Bukan asma

Klasifikasi Klinis
GINA membagi klasifikasi klinis asma menjadi 4, yaitu
Asma intermiten, Asma persisten ringan, Asma persisten
sedang, dan Asma persisten berat. Dasar pembagiannya
adalah gambaran klinis, faal paru, dan obat yang
dibutuhkan untuk mengendalikan penyakit. Dalam
klasifikasi GINA dipersyaratkan adanya nilai PEF atau
FEV1 untuk penilaiannya.1
Konsensus Internasional III juga membagi asma
anak berdasarkan keadaan klinis dan kebutuhan obat
menjadi 3 yaitu , asma episodik jarang (asma ringan)
yang meliputi 75% populasi anak asma, aasma
episodik sering (asma sedang) meliputi 20% populasi,
dan asma persisten (asma berat) meliputi 5%
populasi.2
Konsensus Nasional juga membagi asma anak
menjadi 3 derajat penyakit seperti halnya Konsensus
Internasional, tapi dengan kriteria yang lebih lengkap
seperti dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Lihat
Tabel 1.
Tujuan Tatalaksana
Tujuan tata laksana asma anak secara umum adalah
untuk menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang
anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang
ingin dicapai adalah:6

Pasien dapat menjalani aktivitas normal seorang


anak, termasuk bermain dan berolahraga.
Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.
Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
Uji fungsi paru normal, tidak ada variasi diurnal
yang mencolok pada PEF.
Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari
sekali dalam dua tiga hari, dan tidak ada serangan.
Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau
sesedikit mungkin timbul, terutama yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

Tabel 1. Pembagian derajat penyakit asma pada anak6

Parameter klinis,
kebutuhan obat,
dan faal paru

Asma episodik
jarang
(Asma ringan)

1. Frekuensi serangan
2. Lama serangan

<1x / bulan
<1 minggu

3. Intensitas serangan
4. Di antara serangan
5. Tidur dan aktivitas
6. Pemeriksaan fisis di
luar serangan
7. Obat pengendali (anti
inflamasi)
8. Faal paru di luar
serangan
9. Faal paru pada saat
ada gejala/serangan

Asma episodik
sering
(Asma sedang)

Asma persisten
(Asma berat)

biasanya ringan
tanpa gejala
tidak terganggu

>1x / bulan
>1 minggu
tidak ada remisi
biasanya sedang
sering ada gejala
sering terganggu

biasanya berat
gejala siang dan malam
sangat terganggu

normal

mungkin terganggu

tidak pernah normal

tidak perlu
PEF / FEV1 >80%

perlu, non steroid


PEF / FEV1 60-80%

variabilitas >15%

variabilitas >30%

perlu, steroid
PEF / FEV1 <60%
variabilitas 20-30%
variabilitas >50%

Apabila tujuan tersebut belum tercapai maka perlu


dilakukan reevaluasi terhadap tata laksananya.

Tatalaksana Medikamentosa
Untuk tata laksana asma Konsensus Internasional III,
masih menggunakan alur yang sama (Bagan 2). Secara
umum Konsensus Nasional juga masih menggunakan
alur seperti terlihat pada bagan 2. Secara umum
Konsensus Nasional juga masih menggunakan alur
tersebut dengan beberapa perubahan dan penambahan.
Dalam alur tersebut terlihat bahwa jika tata laksana
dalam suatu derajat penyakit asma sudah adekuat
namun responsnya tetap tidak baik dalam 6-8 minggu,
maka derajatnya berpindah ke yang lebih berat.
Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6-8 minggu,
maka derajatnya beralih ke yang lebih ringan.
Asma episodik jarang (asma ringan)
Asma episodik jarang cukup diobati dengan
bronkodilator beta-agonis hirupan kerja pendek bila
perlu saja, yaitu jika ada gejala/serangan.2 Anjuran ini
tidak mudah dilakukan berhubung obat tersebut mahal

sering
hampir sepanjang tahun,

dan tidak selalu tersedia di semua daerah. Di samping


itu pemakaian obat hirupan (metered dose inhaler)
memerlukan pelatihan yang benar (untuk anak besar),
dan membutuhkan alat bantu (untuk anak kecil/bayi)
yang juga tidak selalu ada dan mahal harganya.7
Bila obat hirupan tidak ada/tidak dapat digunakan
maka beta-agonis diberikan peroral. Sebenarnya
kecenderungan saat ini teofilin makin kurang perannya
dalam tata laksana asma karena batas keamanannya
sempit. Namun mengingat di Indonesia obat betaagonis oral tidak selalu ada maka dapat digunakan
teofilin dengan memperhatikan kemungkinan
timbulnya efek samping.7 Di samping itu penggunaan
beta-agonis oral tunggal dengan dosis besar seringkali
menimbulkan efek samping berupa palpitasi. Hal ini
dapat dikurangi dengan mengurangi dosisnya serta
dikombinasi dengan teofilin.
Konsensus Internasional III dan juga Konsensus
Nasional seperti terlihat dalam klasifikasi asmanya
tidak mengajurkan pem-berian anti-inflamasi untuk
asma ringan.2 Di lain pihak, untuk asma intermiten
(derajat 1 dari 4) GINA menganjurkan penggunaan
kromoglikat sebelum aktivitas fisis atau pajanan dengan
alergen. Bahkan untuk asma persisten ringan (derajat 2
dari 4) GINA sudah menganjurkan pemberian obat
pengendali (controller) berupa anti-inflamasi yaitu
53

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

steroid hirupan dosis rendah, atau kromoglikat


hirupan.1 Sebagai catatan, GINA menggunakan istilah
obat pengendali (controller) untuk istilah profilaksis
yang digunakan oleh Konsensus Internasional. Obat
pengendali diberikan tiap hari, ada atau tidak ada
serangan / gejala. Sedangkan obat yang diberikan saat
serangan disebut obat pereda (reliever).
Konig menemukan bukti bahwa dengan mengikuti
panduan tata laksana yang lazim, yaitu hanya
memberikan bronkodilator tanpa anti-inflamasi pada
asma ringan, ternyata dalam jangka panjang (+8 tahun)
pada kelompok tersebut paling sedikit yang mengalami
perbaikan derajat asma. Di lain pihak, asma sedang
yang mendapat kromoglikat, dan asma berat yang
mendapat steroid hirupan, menunjukkan perbaikan
derajat asma yang lebih besar. Perbaikan yang dimaksud
adalah menurunnya derajat asma, misalnya dari berat
ke sedang atau ringan, bahkan sampai asmanya
asimtomatik.8
Asma episodik sering (asma sedang)
Jika penggunaan beta-agonis hirupan sudah lebih dari
3x perminggu (tanpa menghitung penggunaan pra
aktivitas fisis), atau serangan sedang/berat terjadi lebih
dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan antiinflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi.2 Antiinflamasi lapis pertama yang digunakan adalah
kromoglikat, dengan dosis minimal 10 mg 3-4 kali
perhari. Obat ini diberikan selama 6-8 minggu,
kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah
terkendali, pemberian kromoglikat dapat dikurangi
menjadi 2-3 kali perhari. Sampai sekarang, obat ini
tetap paling aman untuk pengendalian asma anak, dan
efek sampingnya ringan, yaitu sesekali menyebabkan
batuk.2 Nedokromil merupakan obat satu golongan
dengan kromoglikat yang lebih poten dan tidak
menyebabkan batuk. Di luar negeri obat ini sudah
diijinkan pemakaiannya untuk anak >2 tahun. Namun
untuk di Indonesia saat ini ijin yang ada untuk anak
>12 tahun.
Untuk asma persisten ringan (derajat 2 dari 4)
GINA menganjurkan pemberian steroid hirupan
(utama) atau kromoglikat hirupan (alternatif ) sebagai
obat pengendali. Sedangkan untuk asma persisten
sedang (derajat 3 dari 4) GINA merekomendasikan
steroid hirupan tanpa memberi tempat untuk
kromoglikat.1 Menurut hemat kami, seyogyanya untuk
obat pengendali tetap dimulai dengan kromoglikat
54

dahulu. Jika tidak berhasil baru diganti dengan steroid


hirupan. Mengenai obat antihistamin baru non-sedatif
(misalnya ketotifen), penggunaannya dapat
dipertimbangkan pada anak balita dan/atau asma tipe
rinitis.
Asma persisten (asma berat)
Jika setelah 6-8 minggu kr omoglikat gagal
mengendalikan gejala, dan beta-agonis hirupan tetap
diperlukan >3x tiap minggu maka berarti asmanya
termasuk berat. Sebagai obat pengendali pilihan
berikutnya adalah obat steroid hirupan. Cara
pemberian steroid hirupan apakah dari dosis tinggi ke
rendah selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya
dari dosis rendah ke tinggi hingga gejala dapat
dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam
keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan
penyakit berat, dianjurkan untuk menggunakan dosis
tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5
hari). Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan
sampai optimal.2
Steroid hirupan biasanya efektif dengan dosis
rendah. Dalam penggunaan beklometason atau
budesonid dengan dosis 200 mg/hari, belum pernah
dilaporkan adanya efek samping jangka panjang. Dosis
yang masih dianggap aman adalah 400 mg/hari. Di
atas itu dilaporkan adanya pengaruh sistemik minimal,
sedangkan dengan dosis 800 mg/hari agaknya mulai
berpengaruh terhadap poros hipotalamus-hipofisisadrenal sehingga dapat berdampak terhadap pertumbuhan. Efek sistemik steroid hirupan dapat
dikurangi dengan penggunaan alat bantu berupa
perenggang (spacer) yang akan meningkatkan deposisi
obat di paru dan mengurangi deposisi di daerah
orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi sistemik. 2
Setelah dengan pemberian steroid hirupan dicapai
fungsi paru yang optimal atau klinis perbaikan yang
mantap selama 1-2 bulan, maka dosis steroid dapat
dikurangi bertahap sehingga dicapai dosis terkecil
yang masih bisa mengendalikan asmanya. Sementara
itu penggunaan beta-agonis sebagai obat pereda tetap
diteruskan.6
Asma sangat berat
Bila dengan terapi di atas selama 6-8 minggu asmanya
tetap belum terkendali maka pasien dianggap
menderita Asma sangat berat (bagian dari Asma

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

Tabel 2. Jenis alat inhalasi disesuaikan dengan umur6

Umur (tahun)

Alat inhalasi

<2

Nebuliser

2-4

Nebuliser
Alat hirupan (MDI=metered dose inhaler ) dengan alat perenggang (spacer)

5-8

Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)
Nebuliser

>8

MDI
Alat hirupan bubuk
Autohaler

persisten). Penggunaan beta-agonis (kerja pendek)


hirupan >3x sehari secara teratur dan terus menerus
diduga mempunyai peran dalam peningkatan
morbiditas dan mortalitas asma. Oleh karena itu obat
dan cara peng-gunaannya tersebut sebaiknya dihindari.
Tetapi jika dengan steroid hirupan dosis sedang (400600 mg/hari) asmanya belum terkendali, maka perlu
dipertimbangkan tambahan pemberian beta-agonis
kerja panjang, atau beta-agonis lepas terkendali, atau
teofilin lepas lambat.6 Dahulu beta-agonis dan teofilin
hanya dikenal sebagai bronkodilator saja. Namun
akhir-akhir ini diduga mereka juga mempunyai efek
anti-inflamasi.
Jika dengan penambahan obat tersebut asmanya
tetap belum terkendali, obat tersebut diteruskan dan
dosis steroid hirupan dinaikkan, bahkan mungkin
perlu diberikan steroid oral. Langkah ini diambil hanya
bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya
efek samping obat.6 Untuk steroid oral sebagai dosis
awal dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis
kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang
diberikan selang hari pada pagi hari.1,7

Cara pemberian obat


Cara pemberian obat asma harus di-sesuaikan dengan
umur anak karena perbedaan kemampuan menggunakan
alat inhalasi. Demikian juga kemauan anak perlu dipertimbangkan. Lebih dari 50% anak asma tidak dapat
memakai alat hirupan biasa (metered dose inhaler). Perlu
dilakukan pelatihan yang benar dan berulang kali.
Tabel berikut memperlihatkan anjuran pemakaian alat
inhalasi disesuaikan dengan usianya.6 lihat Tabel 2.

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi


deposisi obat dalam mulut (orofaring), jadi mengurangi
jumlah obat yang akan tertelan sehingga mengurangi efek
sistemik. Sebaliknya deposisi dalam paru lebih baik sehingga
didapat efek terapetik yang baik. Obat hirupan dalam
bentuk bubuk kering (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler) memerlukan inspirasi yang kuat. Umumnya
bentuk ini dianjurkan untuk anak usia sekolah.6
Sebagian alat bantu yaitu spacer (Volumatic,
Nebuhaler, Aerochamber, Babyhaler, Autohaler)
dapat dimodifikasi dengan menggunakan gelas atau
botol minuman bekas, atau menggunakan botol
dengan dot yang telah dipotong untuk anak kecil
dan bayi. 7

Prevensi dan intervensi dini


Pencegahan dan tindakan dini harus menjadi
tujuan utama semua dokter (anak) dalam menangani
anak asma. Dewasa ini belum ada data yang cukup
untuk dapat memperkirakan anak mana yang akan
berlanjut asmanya atau akan menghilang. Pengendalian
lingkungan, pemberian ASI, penghindaran makanan
berpotensi alergen, dengan atau tanpa pengurangan
pajanan dengan tungau debu rumah dan rontokan bulu
binatang, telah mengurangi alergi makanan dan
khususnya dermatitis atopik pada bayi. Manfaatnya
untuk prevalens asma jangka panjang masih dalam
penelitian.2
Tindakan dini pada asma anak berdasarkan
pendapat bahwa keterlambatan pemberian obat
pengendali akan berakibat penyempitan jalan napas
yang ireversibel. Namun dari bukti yang ada risiko
55

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

tersebut tidak terjadi pada asma episodik ringan. karena


itu pemberian steroid hirupan sejak awal untuk asma
episodik jarang tidak dianjurkan.2

Faktor alergi dan lingkungan


Saat ini telah banyak bukti bahwa alergi merupakan salah
satu faktor penting berkembangnya asma. Paling tidak
75-90% asma anak balita terbukti mengidap alergi, baik
di negara berkembang maupun negara maju. Atopi
merupakan faktor risiko yang nyata untuk menetapnya
hiperreaktivitas bronkus dan gejala asma. Derajat asma
yang lebih berat dapat diperkirakan dengan adanya
dermatitis atopik. Terdapat hubungan antara pajanan
alergen dengan sensitisasi. Pajanan yang tinggi berhubungan dengan peningkatan gejala asma pada anak.2
Pengendalian lingkungan harus dilakukan untuk
setiap anak dengan gejala mengi. Penghindaran
terhadap asap rokok merupakan rekomendasi penting.
Keluarga dengan anak asma dianjurkan tidak
memelihara binatang, khususnya kucing dan anjing.
Perbaikan ventilasi ruangan, dan penghindaran
kelembaban kamar perlu untuk anak yang sensitif
terhadap debu rumah dan tungaunya.2
Perlu ditekankan bahwa anak asma seringkali
menderita rinitis alergika dan/atau sinusitis yang
membuat asmanya sukar dikendalikan. Deteksi dan
diagnosis kedua kelainan itu yang diikuti dengan
terapi yang adekuat akan memperbaiki gejala
asmanya.2

Pendidikan dan kemitraan dalam penanggulangan asma


Kurangnya pengetahuan tentang asma dan tatalaksananya berhubungan dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas penyakit ini.2 Hal ini bukan
saja terjadi pada pasien dan keluarganya, tapi juga
pada tenaga kesehatan, bahkan pada dokternya.
Banyak dokter tidak mengikuti perkembangan dan
perubahan konsep tentang asma dan tatalaksananya.
Lebih jauh lagi mereka tidak mempunyai ketrampilan
praktis penggunaan alat-alat inhalasi, sehingga bahkan
ada yang sampai melarang pasien yang sudah
menggunakannya. Di banyak tempat di dunia asma
anak masih banyak yang underdiagnosed dan
undertreatment.2
56

Dengan demikian pendidikan asma sangat


perlu dilakukan pada tenaga kesehatan di satu
pihak, dan pasien dengan keluarganya serta guru
sekolah di lain pihak. Selain kemitraan keluarga dan
gurunya, keterlibatan unsur lain juga penting.
Media masa dapat berperan konstruktif dalam
menyebarkan informasi tentang asma kepada
masyarakat luas. 2

Penanganan serangan asma


Pembahasan selengkapnya tentang hal ini akan
diuraikan tersendiri.

Prognosis
Beberapa studi kohort menemukan bahwa banyak
bayi dengan mengi tidak berlanjut menjadi asma pada
masa anak dan remajanya. Proporsi kelompok
tersebut berkisar antara 45 hingga 85%, tergantung
besarnya sampel studi, tipe studi kohort, dan lamanya
pemantauan. Peningkatan IgE serum dan uji kulit
yang positif khususnya terhadap tungau debu rumah
pada bayi, dapat memperkirakan mengi persisten
pada masa anak. Adanya dermatitis atopik merupakan
prediktor terjadinya asma berat. 2

B. Penanganan Serangan Asma Pada


Anak
Serangan asma adalah episode perburukan yang
progresif dari gejala-gejala batuk, sesak napas,
mengi, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi
dari gejala tersebut. Serangan asma biasanya
mencerminkan gagalnya penanganan asma jangka
panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus.
Derajat serangan asma bisa mulai dari serangan ringan
hingga serangan berat yang dapat mengancam
nyawa.9
Serangan asma akut merupakan kegawatan medis
yang lazim dijumpai di ruang gawat darurat. Perlu
ditekankan bahwa serangan asma berat dapat dicegah,
setidaknya dapat dikurangi dengan pengenalan dini
dan terapi intensif. Sayangnya dalam penanganan
asma anak, kedua hal tersebut masih banyak
kekurangan yang terjadi.

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

Pemicu / Pemacu / Pencetus


Bronkokonstriksi, edem mukosa, sekresi berlebihan
Obstruksi jalan napas

Atelektasis
Penurunan
surfaktan

Ventilasi
tidak seragam

Hiperinflasi
paru

ventilasi-perfusi
tidak padu padan

Gangguan
compliance

Asidosis

Vasokonstriksi
pulmonal

Hipoventilasi
alveolar

Peningkatan
kerja napas

PaCO2
PaO2

Bagan 1. Patofisiologi asma2

Patofisiologi
Kejadian utama pada serangan asma akut adalah
obstruksi jalan napas secara luas yang merupakan
kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edem
mukosa karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan
mukus. Sumbatan yang terjadi tidak seragam/merata di
seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental
dapat terjadi. Sumbatan jalan napas menyebabkan
peningkatan tahanan jalan napas, terperangkapnya
udara, dan distensi paru berlebihan (hiperinflasi).
Perubahan tahanan jalan napas yang tidak merata di
seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu
padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusion
mismatch).2

Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan


compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja
napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang
diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran napas yang
menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran napas, sehingga
meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks.
Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi
arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang
bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.10
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi
alveolar, dan peningkatan kerja napas menyebabkan
perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk
meng-kompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi
sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai

57

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan


napas yang berat, akan terjadi kelelahan otot napas dan
hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya
hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika
dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau
nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai
sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas.
Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolik akibat
hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot napas.10
Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan
vasokonstriksi pulmonal, namun jarang terjadi
komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokonstriksi
dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan
berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan risiko
terjadinya atelektasis. Bagan berikut ini dapat
menjelaskan patofisiologi asma.10

Klasifikasi klinis
Konsensus International Penanggulangan Asma Anak
dalam pernyataan ketiganya tahun 1998 membagi
asma berdasarkan keadaan klinis dan keperluan obat
menjadi 3 golongan yaitu asma episodik jarang, asma
episodik sering, dan asma persisten.11

58

Asma episodik jarang (asma ringan)


- meliputi 75% populasi asma anak
- serangan asma sekali dalam 4-6 minggu
- mengi ringan setelah aktivitas berat
- di antara serangan, tanpa gejala dan uji fungsi
paru normal
- terapi profilaksis tidak diperlukan
Asma episodik sering (asma sedang)
- meliputi 20% populasi asma anak
- serangan lebih sering, seminggu sekali atau
kurang
- mengi pada aktivitas sedang, yang dapat
dicegah dengan obat
- uji fungsi paru mendekati normal
- terapi profilaksis biasanya diperlukan
Asma persisten (asma berat)
- meliputi 5% populasi asma anak
- serangan sering, lebih dari 3 kali / minggu
- uji fungsi paru abnormal
- terapi profilaksis harus diberikan

Penilaian Derajat Serangan Asma


Selain klasifikasi derajat penyakit asma berdasarkan
frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari,
asma juga dapat dinilai berdasarkan derajat serangan,
yang terbagi atas serangan ringan, sedang, dan berat.
Jadi perlu dibedakan di sini antara derajat penyakit asma
dengan derajat serangan asma. Seorang penderita asma
persisten (asma berat) dapat mengalami serangan ringan
saja. Sebaliknya bisa saja seorang pasien yang tergolong
asma episodik jarang (asma ringan) mengalami serangan
asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang
dapat menyebabkan kematian.
Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang
akan diterapkan. Global Initiative for Asthma (GINA)
melakukan pembagian derajat serangan asma berdasarkan
gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan
laboratorium. Tabel berikut memperlihatkan cara
penilaian beratnya serangan mulai dari derajat ringan
hingga berat, dan serangan yang mengancam nyawa.
Penilaian ini diambil dari GINA dengan beberapa
perubahan.9,12
Butir-butir penilaian dalam tabel ini tidak harus
lengkap ada pada setiap pasien. Penilaian tingkat
serangan yang lebih tinggi harus diberikan jika pasien
memberi respons yang kurang terhadap terapi awal,
atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien
berisiko tinggi.

Pasien Risiko Tinggi


Pasien tertentu mempunyai risiko tinggi untuk
mengalami serangan berat yang dapat mengancam
nyawa. Di antaranya adalah pasien dengan riwayat:13
serangan asma yang mengancam nyawa
intubasi karena serangan asma
pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum
jangka waktu gejala yang lama
penggunaan steroid sistemik (belum lama atau
baru lepas)
kunjungan ke IGD atau rawatan RS karena asma
dalam setahun terakhir
tidak teratur berobat sesuai rencana
berkurangnya persepsi tentang sesak napas
penyakit psikiatrik atau masalah psikososial

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

Tujuan tatalaksana serangan


Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah
untuk:9
meredakan penyempitan jalan napas secepat
mungkin
mengurangi hipoksemia
mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal
secepatnya
rencana tatalaksana untuk mencegah kekambuhan

Tata Laksana Serangan


GINA membagi penanganan serangan asma menjadi
dua, tatalaksana di rumah dan di rumah sakit.
Tatalaksana di rumah dilakukan oleh pasien (atau orang
tuanya) sendiri di rumah. Hal ini dapat dilakukan oleh
pasien yang sebelumnya telah menjalani terapi dengan
teratur, dan mempunyai pendidikan yang cukup. Pada
panduan pengobatan di rumah, disebutkan terapi awal
berupa inhalasi beta-agonis kerja pendek hingga 3x
dalam satu jam. Kemudian pasien atau keluarganya
diminta melakukan penilaian respons untuk penentuan
derajat serangan yang kemudian ditindak lanjuti sesuai
derajatnya.9 Namun untuk kondisi di negara kita,
pemberian terapi awal di rumah seperti di atas berisiko,
dan kemampuan melakukan penilaian juga masih
dipertanyakan. Dengan demikian agaknya tatalaksana
di rumah ini belum dapat diterapkan di Indonesia.

Penanganan Serangan Asma di Klinik


atau Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Seorang anak penderita asma jika mengalami serangan
akan dibawa mencari pertolongan ke rumah sakit yang
kemungkinan datang ke Klinik Rawat Jalan atau IGD.
Pasien asma yang datang dalam keadaan serangan,
langsung dinilai derajat serangannya menurut
klasifikasi di atas sesuai dengan fasilitas yang tersedia.
Dalam panduan GINA ditekankan bahwa pemeriksaan
uji fungsi paru (spirometer atau peak flow meter)
merupakan bagian integral penilaian penanganan
serangan asma, bukan hanya evaluasi klinis. Namun
di Indonesia penggunaan alat tersebut belum
memasyarakat.
Penanganan awal terhadap pasien adalah pemberian
beta-agonis secara nebulisasi. Garam fisiologis dan

mukolitik dapat ditambahkan dalam cairan nebulisasi.


Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali dengan selang
20 menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan
obat antikolinergik.9,12 Penanganan awal ini sekaligus
dapat berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan
derajat serangan, karena penilaian derajat secara klinis
tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas.
Jika menurut penilaian awal pasien datang jelas
dalam serangan berat, langsung berikan nebulisasi betaagonis dikombinasikan dengan antikolinergik.12 Pasien
dengan serangan berat yang disertai dehidrasi dan
asidosis metabolik, mungkin akan mengalami
takifilaksis atau refrakter, yaitu respons yang kurang
baik terhadap nebulisasi beta-agonis. Pasien seperti ini
cukup dinebulisasi sekali saja kemudian secepatnya
dirawat untuk mendapatkan obat intravena, selain
diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.

Serangan ringan
Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan
respons yang baik (complete response), berarti derajat
serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1-2 jam,
jika respons tersebut bertahan, pasien dapat dipulangkan.
Pasien dibekali obat beta-agonis (hirupan atau oral)
yang diberikan tiap 4-6 jam. Jika pencetus serangannya
adalah infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral
jangka pendek (3-5 hari). Pasien kemudian dianjurkan
kontrol ke Klinik Rawat Jalan dalam waktu 24-48 jam
untuk reevaluasi tatalaksananya. Selain itu jika sebelum
serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat
tersebut diteruskan hingga reevaluasi di Klinik Rawat
Jalan. Namun jika setelah observasi 2 jam gejala timbul
kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan sedang.

Serangan sedang
Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali,
pasien hanya menunjukkan respons parsial (incomplete
response), kemungkinan derajat serangannya sedang.
Untuk itu perlu dinilai ulang derajatnya sesuai pedoman
di depan. Jika serangannya memang termasuk serangan
sedang, pasien perlu diobservasi dan ditangani di Ruang
Rawat Sehari (RRS). Walaupun mungkin tidak
diperlukan, namun untuk persiapan keadaan darurat,
maka sejak di IGD pasien yang akan diobservasi di RRS
langsung dipasangi jalur parenteral.
59

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

Serangan berat
Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak
menunjukkan respons (poor response), yaitu gejala dan
tanda serangan masih ada (penilaian ulang sesuai
pedoman), maka pasien harus dirawat di Ruang Rawat
Inap. Oksigen 2-4L/menit diberikan sejak awal
termasuk saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral dan
lakukan foto toraks. Jika sejak penilaian awal pasien
mengalami serangan berat, nebulisasi cukup diberikan
sekali langsung dengan beta-agonis dan antikolinergik.
Sedangkan bila pasien menunjukkan gejala dan
tanda ancaman henti napas, pasien harus langsung
dirawat di Ruang Rawat Intensif. Untuk pasien dengan
serangan berat dan ancaman henti napas, langsung
dibuat foto rontgen toraks guna mendeteksi komplikasi
pneumotoraks dan/atau pneumomediastinum.

(inisial) sebesar 4-6 mg/kgBB dilarutkan


dalam dekstrose atau garam fisiologis sebanyak
20 ml, diberikan dalam 20-30 menit.
- jika pasien telah mendapat aminofilin (kurang
dari 4 jam), dosis diberikan 1/2nya.
- sebaiknya kadar aminofilin diukur dan
dipertahankan 10-20 mcg/ml.
- selanjutnya aminofilin dosis rumatan
diberikan sebesar 0,5-1 mg/kgBB/jam.
Bila telah terjadi perbaikan klinis, nebulisasi
diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan steroid
serta aminofilin diganti peroral.
Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat
dipulangkan dengan dibekali obat beta-agonis
(hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam
selama 24-48 jam. Selain itu steroid oral dilanjutkan
hingga pasien kontrol ke Klinik Rawat Jalan dalam
24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.

Penanganan di Ruang Rawat Sehari


Kriteria rawat di Ruang Rawat Intensif 9
Pemberian oksigen sejak dari IGD dilanjutkan. Kemudian
berikan steroid sistemik oral berupa prednisolon,
prednison, atau triamsinolon. Setelah di IGD menjalani
nebulisasi 3 kali dalam 1 jam dengan respons parsial, di
RRS diteruskan dengan nebulisasi beta-agonis +
antikolinergik tiap 2 jam. Jika dalam 8-12 jam klinis tetap
baik, maka pasien dipulangkan dan dibekali obat seperti
pasien serangan ringan yang dipulangkan dari Klinik /
IGD. Bila dalam 12 jam responsnya tetap tidak baik, maka
pasien dialih rawat ke Ruang Rawat Inap untuk mendapat
steroid dan aminofilin parenteral.

Penanganan di Ruang Rawat Inap

60

Pemberian oksigen diteruskan


Jika ada dehidrasi dan asidosis maka diatasi dengan
pemberian cairan intravena dan dikoreksi asidosisnya.
Steroid intravena diberikan secara bolus, tiap 6-8
jam.
Nebulisasi beta-agonis + antikolinergik dengan
oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam, jika dalam 4-6
kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis, jarak
pemberian dapat diperlebar menjadi tiap 4-6 jam.
Aminofilin diberikan secara intravena dengan
dosis:
- bila pasien belum mendapat aminofilin
sebelumnya, diberi aminofilin dosis awal

Pasien yang sejak awal masuk ke IGD sudah


memperlihatkan tanda-tanda ancaman henti napas
(sesuai tabel 1), langsung dirawat di Ruang Rawat
Intensif (ICU). Secara ringkas kriterianya adalah:
Tidak ada respons sama sekali terhadap tatalaksana
awal di IGD dan/atau perburukan asma yang cepat.
Adanya kebingungan, pusing, dan tanda lain
ancaman henti napas, atau hilangnya kesadaran.
Tidak ada perbaikan dengan tatalaksana baku di
Ruang Rawat Inap.
Ancaman henti napas: hipoksemia tetap terjadi
walaupun sudah diberi oksigen (kadar PaO2 <60
mmHg dan/atau PaCO2 >45 mmHg, walaupun
tentu saja gagal napas dapat terjadi dalam kadar
PaCO2 yang lebih tinggi atau lebih rendah).

Kontroversi tatalaksana
Dalam tatalaksana asma pada umumnya dan
penanganan serangan asma khususnya, masih ada
beberapa hal yang masih diperdebatkan. Dahulu
dikenal istilah status asmatikus yaitu serangan asma
yang tidak membaik dengan tatalaksana baku yang
biasa diberikan. Istilah ini sekarang tidak digunakan
lagi. Beberapa kontroversi dalam tatalaksana asma
di antaranya adalah sebagai berikut:

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

Tatalaksana asma jangka panjang

Apakah teofilin masih punya tempat dalam


tatalaksana pasien asma terutama Asma persisten /
Asma berat, mengingat batas dosis terapi dengan
dosis toksik sangat sempit.
Penggunaan beta-agonis dosis tinggi sering
menimbulkan keluhan efek samping rangsangan
simpatis.
Sebagai alternatif, penggunaan beta-agonis
dikombinasikan dengan teofilin dan dosis masingmasing dikurangi sehingga efek negatif keduanya
bisa ditiadakan.

Tatalaksana serangan asma

Nebulisasi diberikan hingga cairan obat dalam labu


habis atau dihentikan bila cairan obat telah terpakai
setengahnya ?
Pemberian antikolinergik dalam nebulisasi, langsung
sejak awal atau sebagai obat nebulisasi lapis kedua ?
Untuk pasien yang sudah menggunakan steroid
hirupan (MDI) sebagai obat pengendali namun
masih mendapat serangan, apakah dosisnya
digandakan, atau langsung diberi steroid sistemik ?
Pemberian beta-agonis secara parenteral (IV,
subkutan) untuk serangan asma belum lazim
dilakukan.
Penggunaan beta-agonis untuk nebulisasi berulang,
dosisnya sama, atau dosis terbagi ?
Pemberian mukolitik dalam cairan inhalasi dapat
memperburuk gejala batuk dan penyempitan
saluran napas.
Fisioterapi dada tidak bermanfaat pada pasien
dengan otot napas yang normal.
Hidrasi dengan volume cairan melebihi yang
diperlukan tidak bermanfaat kecuali pada anak
yang mengalami dehidrasi.

demikian masih banyak butir-butir yang belum


sepenuhnya disepakati, sebagaimana terlihat dalam
pembahasan tentang kontroversi tata laksana. Oleh karena
itu masih terbuka lebar kesempatan perbaikan untuk lebih
menyempurnakan panduan ini. Pembahasan tatalaksana
serangan asma di Ruang Rawat Intensif tidak dibahas di
sini, termasuk indikasi penggunaan ventilator.

Daftar Pustaka
1.
2.

3.
4.

5.

6.
7.

8.

9.
10.

11.

12.

Penutup
Panduan penanganan serangan asma ini disusun
berdasarkan bahan-bahan yang diambil dari berbagai
sumber dengan beberapa modifikasi, disesuaikan dengan
keadaan setempat dan fasilitas yang tersedia. Walaupun

13.

14.

Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma.


NHLBI/WHO Workshop Report 1995
Warner JO, Naspitz CK, Cropp GJA. Third International
Pediatric Consensus Statement on the Management of
Childhood Asthma. Pediatr Pulmonol 1998; 25:1-17.
Warner JO, Gotz M, Landau LI. Management of asthma:
a consensus statement. Arch Dis Child 1989; 64:1065-79.
Warner JO, Neijens HJ, Landau LI. Asthma: a follow
up statement from an international paediatric asthma
consensus group. Arch Dis Child 1992; 67:240-8
Godfrey S. Childhood Asthma. Dalam: Clark TJH,
Godfrey S, penyunting Asthma; edisi ke2. London:
Chapman and Hall, 1983; 415-31.
Rahajoe NR, Ed. Konsensus Nasional Penanganan Asma
Pada Anak, Jakarta 1994.
Rahajoe N, Supriyatno B, Palilingan P. Beberapa
pandangan mengenai Kon-sensus Internasional
Penanggulangan Asma Anak. Dalam: Rahajoe N,
Rahajoe NR, Boediman I, Said M, Wirjodiardjo M,
Supriyatno B, penyunting Perkembangan masalah
pulmonologi anak saat ini. Naskah lengkap Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI
XXXIII; 1994; Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1994;
h.237-54.
Konig P. Evidence for benefits of early intervention with
non-steroidal drugs in asthma. Pediatr Pulmonol 1997;
15:34-9.
Lenfant C, Khaltaev N. Global Initiative for Asthma.
NHLBI/WHO Workshop Report 1995
Michael Sly. Asthma. In: Behrman RE, Kliegman RM,
Arvin AM penyunting Nelson Textbook of Pediatric, 15th
ed, Philadelphia: Saunders, 1996; h. 628-40.
Warner JO, Naspitz CK. Third International Pediatric
Consensus Statement on the Management of Childhood
Asthma. Ped Pulmonol 1998; 25:1-17.
Schuh S, Johnson DW, Callahan S, CannyG, Levison
H. Efficacy of frequent nebulized ipratropium bromide
added to frequent high-dose albuterol therapy in severe
childhood asthma. J Pediatr 1995; 126:639-45.
Georgopoulos D, Burchardi H. Ventilatory strategies in
adult patient with status asthmaticus. Eur Respir Mon
1998; 8:45-83.
Rahajoe NR, ed. Konsensus Nasional Penanganan Asma
Pada Anak, Jakarta 1994.

61

Lampiran

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

Batuk dan/atau mengi


Riwayat penyakit
Pemeriksaan fisis
Uji Tuberkulin

Tidak jelas asma:


timbul masa neonatus
gagal tumbuh
infeksi kronik
muntah / tersedak
kelainan fokal paru
kelainan sistem kardiovaskuler

Patut diduga asma:


episodik
nokturnal / morning drip
musiman
pasca aktivitas fisik
riwayat atopi pasien/keluarga

Periksa peak flow meter atau


spirometer untuk menilai:
reversibilitas (15%)
variabilitas (15%)

Berikan bronkodilator
berhasil

tidak
berhasil

Pertimbangan pemeriksaan :
foto Ro toraks & sinus
uji faal paru
respons terhadap bronkodilator
uji provokasi bronkus
uji keringat
uji imunologis
pemeriksaan motilitas silia
pemeriksaan refluks gastro
esofagus

Sangat mungkin asma

Tentukan derajat & pencetusnya


Bila Asma sedang / berat: foto Ro.

Tidak mendukung
diagnosis lain

Mendukung
diagnosis lain

Diagnosis & pengobatan alternatif


Berikan obat anti asma:
tidak berhasil nilai ulang
diagnosis dan ketaatan berobat

Bagan 2. Alur diagnosis asma anak


62

Pertimbangan asma
sebagai penyakit
penyerta

Bukan
asma

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

Asma episodik jarang


(Asma ringan)

Obat pereda: -agonis atau teofilin


(hirupan atau oral) bila perlu

6-8 minggu, obat


dosis / minggu

Asma episodik sering


(Asma sedang)

>3x

Tambahkan obat pengendali:


kromoglikat / nedokromil hirupan *)

6-8 minggu, respons: (-)

Asma persisten
(Asma berat)

(+)

Obat pengendali: ganti dengan


steroid hirupan dosis rendah
Obat pereda: -agonis teruskan

6-8 minggu, respons: (-)

(Asma sangat berat)

3x

(+)

Pertimbangan penambahan salah satu obat:


-agonis kerja panjang
-agonis lepas terkendali
teofilin lepas lambat

6-8 minggu, respons:

(-)

(+)

Naikkan dosis steroid hirupan

6-8 minggu, respons: (-)

(+)

Tambahkan steroid oral


Bagan 3. Alur tata laksana jangka panjang asma anak

63

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

Tabel 3. Obat asma jangka panjang yang beredar di Indonesia

Fungsi

Obat
pereda
(reliever)

Obat
pengendali
(profilaksis)

64

Nama generik

Nama dagang

Golongan -agonis (kerja pendek)


terbutalin
Bricasma, Brasmatic,
Bintasma, Fartolin,
Lasmalin, dll.
salbutamol
Ventolin, Respolin,
Salbuven, Suprasma
Salbron, Dilatamol,
Asmacel, Librentin, dll.
orsiprenalin
Alupent
heksoprenalin
Ipradol
fenoterol
Berotec
trimetokuinol
Inolin
Golongan santin
teofilin
Bronsolvan, Kalbron,
Amilex, Bronchophylin
Golongan anti-inflamasi non-steroid
kromoglikat
Intal-5
nedokromil
Tilade
Golongan anti-infalamasi steroid
budesonid
Pulmicort
Inflammide
flutikason
Flixotide
beklometason
Becotide
Golongan -agonis kerja panjang
prokaterol
Meptin
bambuterol
Bambec
salmeterol
Serevent
klenbuterol
Spiropent
Golongan obat lepas lambat / lepas terkendali
terbutalin
Asthmoprotect Retard
salbutamol
Volmax
teofilin
Quibron SR,
Euphyllin Retard,
Phyllocontin continus
Golongan antihistamin
ketotifen
Zaditen, Profilas,
Astifen, Intifen, dll.

Sediaan

Keterangan

sirup, tablet, MDI


Turbuhaler

0,05 mg/kgBB/x
tablet 2,5 mg

sirup, tablet, MDI,


rotahaler,
diskhaler

tablet 2 mg

sirup, tablet, MDI,


tablet
MDI
ped.drop, tablet
sirup, tablet

MDI
MDI

ijin di indonesia
untuk >12 tahun

MDI, Turbuhaler
MDI, Diskhaler
MDI, Rotahaler,
diskhaler
sirup, tablet, MDI
tablet
MDI, Disk haler
sirup, tablet
kapsul
tablet
tablet salut

sirup, tablet

<3 th: 2 x 0,5 mg


3 th: 2 x 1,0 mg

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000


Tabel 4. Cara penilaian derajat serangan asma9,12

Parameter
klinis, fungsi paru,
laboratorium

Ringan

Sedang

Berat

Aktivitas

Berjalan
Bayi: menangis
keras

Istirahat
Bayi: berhenti
makan

Bicara
Posisi

Kalimat
Bisa berbaring

Berbicara
Bayi:
- tangis pendek
- dan lemah
- kesulitan makan
Penggal kalimat
Lebih suka duduk

Kesadaran

Mungkin teragitasi Biasanya


teragitasi
Tidak ada
Tidak ada
Sedang, sering
Nyaring,
hanya pada akhir
sepanjang ekspir.
ekspirasi
inspirasi
Minimal
Sedang
Biasanya tidak
Biasanya ya

Sianosis
Mengi

Sesak napas
Otot bantu napas
Retraksi

Dangkal,
retraksi interkostal

Laju napas *

Kata-kata
Duduk bertopang
lengan
Biasanya
teragitasi
Ada
Sangat nyaring,
terdengar tanpa
stetoskop
Berat
Ya

Ancaman
henti
nafas

Kebingungan

Sulit / tidak
terdengar

Gerakan paradok
torako-abdominal
Dangkal / hilang

Meningkat

Sedang,
ditambah retraksi
suprasternal
Meningkat

Dalam,
ditambah napas
cuping hidung
Meningkat

Menurun

Laju nadi **

Normal

Takikardi

Takikardi

Bradikardi

Pulsus paradoksus (pemeriksaannya

Tidak ada
< 10 mmHg

Ada
10-20 mmHg

Ada
> 20 mmHg

Tidak ada, tanda


Kelelahan otot
napas

PEFR atau FEV1


- pra bronkho. dilator
- pasca bronkho. dilator

(% nilai dugaan /
> 60%
> 80%

% nilai terbaik)
40-60%
60-80%

SaO2 %
PaO2

> 95%
Normal
(biasanya tidak
perlu diperiksa)
< 45 mmHg

91-95%
> 60 mmHg

< 40%
< 60%,
respons < 2 jam
< 90%
< 45 mmHg

< 45 mmHg

> 45 mmHg

tidak praktis)

PaCO2

* Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar:


Usia
Laju napas normal
< 2 bulan
< 60 / menit
2-12 bln.
< 50 / menit
1-5 thn.
< 40 / menit
6-8 tahun
< 30 / menit

** Pedoman nilai baku laju nadi pada anak:


Usia
Laju nadi normal
2-12 bulan
< 160 / mnt
1-2 tahun
< 120 / mnt
3-8 tahun
< 110 / mnt

65

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

Bagan 4. Alur tata laksana serangan asma anak

66

Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000

Tabel 5. Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi14

Cairan, obat, waktu

Nebulisasi jet

Garam faali (NaCl 0,9%)


Bisolvon solution
-agonis / antikolinergik /
Steroid
Waktu

Nebulisasi ultrasonik

5 ml
0,5-1 ml / 5-10 tetes

10 ml
0,5-1 ml / 5-10 tetes
lihat tabel 3

10-15 menit

3-5 menit

Tabel 4. Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis

Nama generik

Nama dagang

Sediaan

Dosis nebulisasi

Golongan -agonis
Fenoterol
Salbutamol
Terbutalin
Golongan antikolinergik
Ipratropium bromide

Berotec
Ventolin
Bricasma

solution 0,1%
nebule 2,5 mg
respule 2,5 mg

5-10 tetes
1 nebule
1 respule

Atrovent

solution 0,025%

> 6 tahun: 8-20 tetes


< 6 tahun: 4-10 tetes

Golongan steroid
Budesonide

Pulmicort

Respule

Tabel 5. Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma


Steroid oral:

Nama generik

Nama dagang

Sediaan

Prednisolon

Medrol, Medixon,
Lameson,Urbason.
Hostacortin, Pehacort,
Dellacorta
Kenacort

tablet 4 mg

1-2 mg/kgBB/hari tiap 6 jam

tablet 5 mg

1-2 mg/kgBB/ hari tiap 6 jam

tablet 4 mg

1-2 mg/kgBB/ hari tiap 6 jam

Prednison
Triamsinolon

Dosis

Steroid injeksi:

Nama generik

Nama dagang

Sediaan

Metil prednisolon
suksinat
Hidrokortisonsuksinat
Deksametason

Solu-Medrol
Medixon
Solu-Cortef
Silacort
Oradexon,
Kalmetason,
Fortecortin
Corsona
Celestone

vial 125 mg,


vial 500 mg
vial 100 mg
vial 100 mg
ampul 5 mg
ampul 4 mg
ampul 4 mg
ampul 5 mg
ampul 4 mg

Betametason

Jalur
Pemberian
IV / IM
IV / IM

Dosis
30 mg/kgBB dalam 30 menit
(dosis tinggi) tiap 6 jam
4 mg/kgBB/kali tiap 6 jam

IV / IM

0,5-1 mg/kgBB bolus,


dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari
diberikan tiap 6-8 jam

IV / IM

0,05-0,1 mg/kg BB tiap 6


jam

67

Anda mungkin juga menyukai