Anda di halaman 1dari 1034

DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. RIFDA | DR.

AULIA
DR. REZA | DR. CEMARA | DR. RYNALDO | DR. PATRICIA

OFFICE ADDRESS:
Jakarta Medan
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 Sari, Kec. Medan Selayang 20132
WA. 081380385694/081314412212 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p re p . co . i d
ILMU
KESEHATAN
ANAK
1.
Anak perempuan bernama Momose, usia 10 tahun, datang
dengan keluhan BAK berwarna merah seperti air cucian
daging sejak 3 hari yang lalu. Riwayat nyeri tenggorokan 2
minggu yang lalu sembuh sendiri. Pemeriksaan fisik TD
140/95 mmHg, nadi 99×/mnt, RR 26×/mnt, suhu 36,8oC,
edema minimal pretibial. Urin dipstick di dapatkan bj 1.035
darah +4 protein +2. Urin makroskopik gross hematuria.
Apakah etiologi dasar yang menyebabkan penyakit tersebut?
A. Retensi Na akibat GFR menurun
B. Hipoalbuminemia akibat proteinuria masif
C. Ekspansi cairan ekstravaskuler akibat proteinuria
D. Deposit kompleks antigen-antibodi
E. Tekanan onkotik menurun karena proteinuria
Analisis Soal
• Pasien datang dengan gejala yang memenuhi sindrom
nefritik karena ditemukan gejala dan tanda berupa
hipertensi, gross hematuria, dan edema.
• Kecurigaan penyebabnya ialah glomerulonefritis akut pasca
infeksi streptokokus. Patofisiologi dasar dari penyakit ini
akibat adanya kerusakan glomerolus akibat deposit imun-
kompleks yang diperantarai oleh hipersensitivitas tipe 3.
• Pilihan A (retensi natrium akibat GFR turun) merupakan
penyebab terjadinya edema pada sindrom nefritik:
– kelanjutan dari kerusakan oleh imun kompleks yang
menyebabkan proliferai sel-sel kapiler yang menyebabkan
penyempitan lumen  GFR turun  aktivasi Renin Aldosteron
 retensi natrium  retensi air  hidrostatik meningkat 
edema
Mekanisme GNAPS
• Terdapat 4 mekanisme yang mungkin menimbulkan
GNAPS:
1. Adanya kompleks imun dengan antigen streptokokal
yang bersirkulasi dan kemudian terdeposisi.
2. Deposisi dari antigen streptokokus pada membrane
basal glomerulus yang berikatan dengan antibody
sehingga terbentuk kompleks imun.
3. Adanya antibody terhadap antigen streptokokal yang
bereaksi terhadap komponen glomerulus yang
menyerupai antigen streptokokus (molecular mimicry)
4. Adanya proses autoimun
• Dari keempat mekanisme tersebut, mekanisme kedua
adalah mekanisme pathogenic yang paling banyak
ditemukan.
Patogenesis dan Patofisiologi
Streptococcal infection

Aktivasi komplemen Komplemen serum turun

Immune injuries
Proliferasi selular
Destruksi membran basal glomerulus
Lumen kapiler menyempit
hematuria
Aliran darah glomerular menurun

GFR turun Reabsorbsi natrium distal

oliguria
Retensi air dan natrium

Volume darah meningkat

Edema dan hipertensi


2.
An. Makibao, seorang anak laki-laki usia 9 tahun datang
dengan keluhan bengkak pada kelopak mata disusul bengkak
pada kedua tungkai. Selama 4 hari ini BAK dikatakan merah
tanpa terasa nyeri. Dua sampai tiga minggu lalu sang anak
dikatakan oleh ibunya sepat mengelukan tenggorokan sakit
dan pembengkakan di leher yang terasa nyeri. Tanda vital
didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, sedangkan napas,
nadi dan suhu dbn. Bakteri apa yang kemungkinan
mencetuskan penyakit yang diderita oleh An. Makibao?
A. Staphylococcus Aureus
B. Streptococcus pyogenes
C. Pseudomonas Aureginosa
D. Mycobacterium TB
E. Streptococcus beta hemolitikus
Analisis Soal
• Pasien datang dengan gejala yang memenuhi sindrom nefritik
karena ditemukan gejala dan tanda berupa hipertensi, gross
hematuria, dan edema.
• Adanya infeksi tenggorokan dengan limfadenopati servikal yang
nyeri sebelumnya menandakan pasien mengalami tonsilofaringitis
bakterial yang biasanya disebabkan oleh Streptokokus beta
hemolitikus grup A atau yang dikenal sebagai Streptokokus
pyogenes.
• Antigen streptokokal yang beredar dan mengendap di glomerolu
mencetuskan glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus
pada pasien ini
• Pilihan E. Strep. Beta hemolitikus kurang lengkap karena kelompok
bakteri ini memiliki berbagai macam grup, bukan hanya grup A saja
GNAPS

* Streptokokus beta hemolitikus grup A = Streptococcus pyogenes.


GNAPS
3.
An. Mojojojo, berjenis kelamin lelaki dengan usia 8 tahun,
datang dengan keluhan seluruh tubuh bengkak yang dimulai
dari kelopak mata. Pasien mengalami nyeri tenggorok, lidah
kemerahan, dan ruam kulit sebelum keluhan bengkak ini
terjadi. Ternyata setelah digali lebih lanjut, ibu pasien juga
mengeluhkan BAK anaknya berwarna merah agak gelap.
Penyakit apa yang juga terkait dengan mikroorganisme penyebab
kondisi anak ini?
A. Epiglotitis
B. Demam skarlatina
C. Impetigo bulosa
D. Morbili
E. Rubella
Analisis Soal
• Pasien datang dengan gejala yang memenuhi sebagian
kriteria sindrom nefritik karena ditemukan gejala dan
tanda berupa gross hematuria, dan edema.
• Adanya infeksi tenggorokan dengan strawberry tongue
dan ruam kulit menandakan pasien infeksi
Streptokokus beta hemolitikus grup A.
• Bakteri ini bisa menyebabkan berbagai macam jenis
infeksi, mulai dari tonsilofaringitis akut (TFA), scarlet
fever, hingga infeksi pioderma (impetigo bulosa,
ektima, erisipelas)
• Gejala yang ditemukan di soal merupakan gejala TFA
dengan scarlet fever/demam skarlatina
Scarlet Fever
• Sindrom yang memiliki • Rash : Timbul 12-48 jam setelah
karakteristik: faringitis eksudatif, onset demam. Dimulai dari leher
demam, dan rash. kemudian menyebar ke badan
• Disebabkan oleh group Abeta- dan ekstremitas.
hemolyticstreptococci (GABHS) • Pemeriksaan : Throat culture
• Masa inkubasi 1-4 hari. positive for group A strep
• Manifestasi pada kulit diawali • Tatalaksana : Antibiotik
oleh infeksi streptokokus antistreptokokal minimal 10 hari
(umumnya pada tonsillopharynx) (Eritromisin atau Penicillin G)
: nyeri tenggorokan dan demam
tinggi, disertai nyeri kepala, mual,
muntah, nyeri perut, myalgia, dan
malaise.

Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview


4.
Seorang anak berusia 5 tahun dibawa ibunya
karena timbul benjolan submandibula serta
maksila. Pada pemeriksaan histopatologi
didapatkan gambaran starry sky, limfosit ukuran
sedang, mitosis cukup. Apa diagnosis dari pasien?
A. Ameloblastoma
B. Neuroblastoma
C. Burkitt limfoma
D. Hodgkin limfoma
E. Non-hodgkin limfoma
Analisis Soal
• Benjolan pada daerah mandibula  salah
satu kemungkinan penyebab adalah
keganasan KGB, yaitu limfoma.
• Adanya hasil histopatologi berupa starry sky
 limfoma non-hodgkin berupa burkitt’s
lymphoma
• Ameloblastoma: keganasan yang berasal dari
enamel (odontogenic), biasanya di daerah
mandibula
Burkitt lymphoma
• Burkitt lymphoma is a high-grade malignant lymphoma
composed of germinal center B cells
• Strong association with EBV.
• Three clinical settings:
1. Endemic. This occurs in the equatorial strip of Africa and is the most
common form of childhood malignancy in this area. The patients
characteristically present with jaw and orbital lesions. Involvement of
the gastrointestinal tract, ovaries, kidney, and breast are also common.
2. Sporadic. This is seen throughout the world. It affects mainly children
and adolescents, and has a greater tendency for involvement of the
abdominal cavity than the endemic form.
3. Immunodeficiency-associated. This is seen primarily in association with
HIV infection and often occurs as the initial manifestation of the disease.

16
Burkitt’s Lymphoma
• The tumor cells are monotonous small (10-25μm) round cells. The nuclei
are round or oval and have several prominent basophilic nucleoli. The
chromatin is coarse and the nuclear membrane is rather thick.
• The cytoplasm is easily identifiable; Mitoses are numerous, and a
prominent starry sky pattern is the rule, although by no means
pathognomonic.
• In well-fixed material, the cytoplasm of individual cells ‘squares off’,
forming acute angles in which the membranes of adjacent cells abut on
each other.
• Occasionally, the tumor is accompanied by a florid granulomatous
reaction.
• Numerous fat vacuoles in cytoplasm (Oil Red O positive)

17
Burkitt lymphoma with characterstic starry sky appearance.
18
Ameloblastoma
• Tumor jinak odontogenic yang
berasal dari lamina dental
pada daerah mandibula
• Gejala klinis khas: benjolan
keras tanpa nyeri di daerah
mandibula
• Predileksi terutama pada area
molar 3
• Pada beberapa kasus dapat
juga berada di maxilla
5.
Setsuka, wanita berusia 32 tahun P2A0 post
melahirkan dengan DM tipe II yang tidak
terkontrol. Bayi lahir dengan berat badan 5.550 gr.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu diperiksa
pada bayi adalah...
A.Darah rutin
B. GDS
C. Kolesterol
D.Ureum
E. Elektrolit
Analisis Soal
• Bayi yang lahir dari ibu DM tidak terkontrol
biasanya mengalami kondisi hiperinsulinemia
sebagai mekanisme kompensasi dalam usaha
mengendalikan hiperglikemia selama dalam
kandungan.
• Ketika dilahirkan, pasokan glukosa yang
berlebihan dari ibu terputus sedang bayi
hiperinsulinemia  bisa jatuh ke dalam kondisi
hipoglikemia neonatal  o.k itu perlu skrining
GDS pada saat lahir, 30 menit kemudian, lalu
setiap 2-4 jam hingga usia 48 jam.
Hipoglikemia pada Neonatus
• Hipoglikemia adalah kondisi bayi • Insulin dalam aliran darah fetus
dengan kadar glukosa darah <45 mg/dl tidak bergantung dari insulin
(2.6 mmol/L), baik bergejala atau tidak ibu, tetapi dihasilkan sendiri
• Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat oleh pankreas bayi
menyebabkan palsi serebral, retardasi • Pada Ibu DM terjadi
mental, dan lain-lain hiperglikemia dalam peredaran
• Etiologi darah uteroplasental bayi
– Peningkatan pemakaian glukosa mengatasinya melalui
(hiperinsulin): Neonatus dari ibu DM, Besar hiperplasia sel B langerhans
masa kehamilan, eritroblastosis fetalis yang menghasilkan insulin 
– Penurunan produksi/simpanan glukosa: insulin tinggi
Prematur, IUGR, asupan tidak adekuat
– Peningkatan pemakaian glukosa: stres • Begitu lahir, aliran glukosa yang
perinatal (sepsis, syok, asfiksia, hipotermia), menyebabkan hiperglikemia
defek metabolisme karbohidrat, defisiensi tidak ada, sedangkan insulin
endokrin, dsb bayi tetap tinggi  hipoglikemia

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010


Pemantauan dan Skrining
Hipoglikemia pada Neonatus
PPM IDAI jilid 1
6.
Seorang anak perempuan 10 tahun diantar ke IGD
dengan penurunan kesadaran. Pasien memiliki riwayat
suntik insulin. Pasien sedang pergi berlibur dan telat
mengkonsumsi insulin, pada pemeriksaan didapatkan
GDS 470 mg/dL. Etiologi dari kondisi akut pasien di atas
ialah....
A. Defisit insulin absolut
B. Mutasi gen
C. Autoimun
D. Genetik
E. Infeksi
Analisis Soal
• Anak dengan riwayat penggunaan insulin  DM
tipe I
• Datang dengan penurunan kesadaran + tidak
suntik insulin + GDS tinggi  komplikasi akut
berupa ketoasidosis diabetikum
• Penyebab KAD  kurangnya insulin dan naiknya
hormon-hormon kontrainsulin seperti kortisol,
epinefrin, glukagon, GH yang memicu terjadinya
lipolisis  memicu penumpukan badan keton
dan ketosis  akhirnya disertai dengan asidosis
 KAD
KAD
Ketoasidosis Diabetikum
• Diagnosis ketoasidosis diabetik • Manifestasi klinis
ditegakkan jika terdapat: • Gejala klasik DM berupa
– Hiperglikemia yaitu kadar glukosa darah poliuria, polidipsi, serta
>200 mg/dL (>11 mmol/L) penurunan berat badan.
– Asidosis yaitu pH <7,3 dan/atau HCO3- <15
• Dehidrasi, dengan derajat
mEq/L, dan
yang bervariasi.
– Ketonemia dan ketonuria.
• Mual, muntah, nyeri perut,
• Klasifkasi ketoasidosis diabetik
takikardi, hipotensi, turgor
– KAD ringan: pH < 7,3 atau HCO3 < 15 mEq/L
kulit menurun, dan syok.
– KAD sedang: pH < 7,2 atau HCO3 < 10 mEq/L
– KAD berat: pH < 7,1 atau HCO3 < 5 mEq/L
• Perubahan kesadaran
dengan derajat yang
bervariasi, mulai dari
bingung sampai koma.
• Pola napas Kussmaul.
PPK IDAI. 2017. Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serebri
pada Diabetes Melitus Tipe-1
7.
Pasien usia 2 tahun datang dengan keluhan nyeri pada
tungkai. Pasien hanya diberikan ASI sampai usia 1 tahun
sisanya diganti air teh dan makan nasi serta sayur.
Pasien tinggal di daerah perumahan padat yang kumuh,
hanya menghabiskan waktu di dalam rumah saja. Pada
pemeriksaan didapatkan gambaran greenstick pada tibia.
Apa penyebab kelainan tersebut ?
A. Kekurangan vitamin A
B. Kekurangan vitamin B
C. Kekurangan vitamin C
D. Kekurangan vitamin D
E. Kekurangan vitamin K
Analisis Soal
• Anak dengan riwayat nutrisi ASI (ASI
kandungan kalsium rendah) dan pemberian
makanan yang rendah kalsium (hanya teh,
nasi, sayur) dan paparan sinar mentari yang
kurang (tidak terjadinya konversi proVitD3
menjadi vitamin D3)  menyebabkan anak
defisiensi vitamin D  lebih mudah
mengalami fraktur (ps. Tersebut mengalami
fraktur greenstick)
Overview Vitamin D
• Sumber Vit D dr makanan alami sedikit kec. di fatty
fish shg sintesis Vit D di kulit adl sumber utama
• Milk, infant formula, breakfast cereals, and some
other foods are fortified with synthetic vitamin D2
(ergocalciferol)
• Vit D yang disintesis o/ tubuh merupakan Vit D3,
sedangkan sumber dr makanan bisa berupa Vit D2
ataupun D3
• Vit D dari kulit dan makanan akan diaktivasi di hepar
dan ginjal untuk menjadi kalsitriol  Target organ GI
tract, ginjal dan tulang (LIHAT DIAGRAM!)
Pathways of vitamin D synthesis
• The result is an increase
in the serum calcium and
phosphate
concentrations.
• 25-hydroxyvitamin D2 has
a lower affinity than 25-
hydroxyvitamin D3 for
vitamin D-binding
protein.
• Thus, 25-(OH)D2 has a
shorter half-life than 25-
(OH)D3, and treatment
with vitamin D2 may not
increase serum total
25(OH)D levels as
efficiently as vitamin D3.
Vit D Deficiency in Children
• Risk factor in infants : dark skinned and exclusively
breastfed beyond three to six months of age, particularly
if there are additional risk factors such as maternal
vitamin D deficiency during pregnancy or prematurity.
• Risk factor in children who are dark skinned and on
vegetarian and unusual diets, use anticonvulsant or
antiretroviral medications, or those with malabsorptive
conditions.
• Additional risk factors include residence at higher latitudes,
winter season, and other causes of low sun exposure.
Rickets Clinical Features
• GENERAL:
– Failure to thrive, Unenergetic, Protuding abdomen
, Muscle weakness (especially proximal), Fractures
• HEAD :
– Craniotabes (Softening of cranial bones. Detected
by applying pressure at the occiput or parietal
bones, like pinpong ball)
– Frontal bossing, Delayed fontanelle closure,
Delayed dentition; caries, Craniosynostosis
Rickets Clinical Features
• CHEST
– Rachitic rosary: Widening of costochondral junctions. Feels like beads
of a rosary as the examiner's fingers move along the costochondral
junctions from rib to rib.
– Harrison groove: Horizontal depression along lower anterior chest.
• Due to pulling of softened ribs by diaphragm during inspiration.
• Softening of ribsimpairs air movement & predisposes to atelectasis.
– Respiratory infections and atelectasis
• BACK
– Scoliosis, Kyphosis, Lordosis
• EXTREMITIES
– Enlargement of wrists and ankles, Valgus or varus deformities,
Anterior bowing of the tibia and femur, Coxa vara, Leg pain
Windswept deformity
Toddlers: Bowed Older children: Knock- (combination of valgus
legs (genu varum) knees deformity of 1 leg with varus
(genu valgum) deformity of the other leg)
Harrison groove

Anterior bowing of
the tibia
Frontal bossing

Widening of wrist, knee and ankle due to physeal over growth


8.
Seorang anak, 2 tahun, datang dengan gigi
belum tumbuh, tidak mau minum susu, jarang
keluar rumah. Terapi yang akan diberikan ialah...
A. Vitamin D2 50.000 1x/bulan
B. Vitamin D2 50.000 2x/bulan
C. Vitamin D2 50.000 3x/bulan
D. Vitamin D2 50.000 4x/bulan
E. Vitamin D2 50.000 5x/bulan
Analisis Soal
• Untuk kasus defisiensi vitamin D, bisa memakai
dosis oral harian Vitamin D2/D3 sebanyak 2000
IU/hari selama 6-12 minggu
• Alternatif oral lainnya adalah pemberian per
minggu sebanyak 50.000 IU/minggu selama 6
minggu  sediaan sebanyak ini peroral jarang
ditemukan (biasanya yang ditemukan adalah
sediaan 1000 IU), sehingga pada pakteknya lebih
sering digunakan dosis harian.
• Alternatif lainnya bisa dengan Stoss therapy (lihat
slide selanjutnya)
Vitamin D Deficiency Treatment
• Either vitamin D2 (ergocalciferol) or vitamin D3
(cholecalciferol) may be used.
– <1 month old – 1000 IU/day 3 months, followed by
maintenance 400 IU/day.
– 1 to 12 months old – 1000 to 2000 IU/day 3 months,
followed by maintenance 400 IU/day.
– 1 to 12 years – 2000 to 6000 IU/day 3 months,
followed by maintenance 600 IU/day.
• Alternative: 50.000 IU/week for 6 weeks
– ≥12 years old – 6000 IU/day 3 months, followed by
maintenance 600 IU/day.
Vitamin D Deficiency Treatment
• Stoss therapy (using Vitamin D3, not Vitamin D2)– Short-term
administration of high dose vitamin D, known as "stoss
therapy", is an effective alternative, and can be a good solution
for patients who do not adhere to oral therapy.
• Stoss therapy should not be used for young infants, and careful
dosing is important to avoid risks of hypercalcemia.
– Infants <3 months of age – stoss therapy not recommended
– Infants 3 to 12 months of age – a single dose of 50,000 international
units
– Children 1 to 12 years – a single dose of 150,000 international units
– Children ≥ 12 years – a single dose of 300,000 international units
Vitamin D Deficiency Treatment
Calcium supplementation during treatment of Vitamin D deficiency
• For patients with elevated levels of parathyroid hormone (PTH) or clinical
evidence of rickets, calcium should be supplemented along with vitamin
D.
• This is because vitamin D replacement and a normalization of PTH levels
can precipitate hypocalcemia by suppressing bone resorption and from
increased bone mineralization, also referred to as the "hungry bone"
syndrome.
• Hence, calcium replacement is necessary along with vitamin D
replacement and should be given at doses of 30 to 75 mg/kg/day of
elemental calcium given in two to three divided doses for two to four
weeks, until vitamin D doses have been reduced to maintenance levels of
600 to 1000 IU daily
9.
Bayi Ny. Sakana, usia 2 minggu datang dengan keluhan
ada benjolan pada daerah pusat. Bayi juga tampak
lemas, jarang menetek. Tampak pada pemeriksaan fisik
kulit kering, bayi hipotonus, perut buncit, dan
makroglosi. Untuk menilai kemungkinan diagnosis pada
bayi ini, kita bisa menggunakan....
A. Billewicz score
B. Wayne score
C. Quebec score
D. Burch-Wartofsky score
E. New Castle score
Analisis Soal
• Neonatus usia 2 minggu dengan hernia umbilikal
(benjolan pada daerah pusat), lemas, jarang menetek,
kulit kering, bayi hipotonus, perut buncit, dan
makroglosi  gejala ini sesuai dengan hipotiroid
kongenital
• Kriteria yang dipakai dalam membantu diagnosis
hipotiroid kongenital adalah kriteria QUEBEC
o Billewicz score: kriteria hipotiroid dewasa
o Wayne score: kriteria hipertiroid
o Burch-Wartofsky score: kriteria krisis tiroid
o New Castle score: kriteria hipertiroid
Hipotiroid kongenital pada Anak
• Most affected infants have few or no symptoms,
because their thyroid hormone level is only
slightly low. However, infants with severe
hypothyroidism often have a unique
appearance, including:
– Dull look
– Puffy face
– Thick tongue that sticks out
• This appearance usually develops as the disease
gets worse. The child may also have:
– Choking episodes
– Constipation
– Dry, brittle hair
– Jaundice
– Lack of muscle tone (floppy infant)
– Low hairline
– Poor feeding
– Short height (failure to thrive)
– Sleepiness
– Sluggishness Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/
Quebec Clinical Scoring
for Congenital Hypothyroid
10.
Bayi usia 5 hari, dengan keluhan lemas tidak kuat
menetek, sadar. PF tanda vital normal. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium didapatkan TSH naik, FT4
rendah. Kapan usia yang tepat untuk mulai pengobatan
untuk mencegah kerusakan otak permanen?
A. 1 bulan
B. 2 bulan
C. 3 bulan
D. 4 bulan
E. 5 bulan
Analisis Soal
• Bayi lemas dan tidak kuat menetek dengan
TSH tinggi dan FT4 yang rendah menandakan
adanya hipotiroid kongenital.
• Pada prinsipnya, setelah diagnosis hipotiroid
kongenital terkonfirmasi (sebaiknya sudah
terdiagnosis dalam 2 minggu), tatalaksana
dengan levotiroksin harus dilakukan
secepatnya, sehingga dipilih jawaban 1 bulan
dibanding pilihan jawaban lainnya.
Skrining + Diagnosis Hipotiroid
Kongenital
• Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika umur bayi 48
sampai 72 jam.
• Namun, pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa ditolerir
antara 24–48 jam (contoh: ibu pulang paksa).
• Akan tetapi, sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah
lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan
memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu (false positive).
• Sampel darah diteteskan di kertas saring dan diperiksa di laboratorium
• Jika kadar TSH antara ≥ 20 μU/mL , perlu pengambilan spesimen ulang
(resample) atau dilakukan pemeriksaan DUPLO (diperiksa dua kali
dengan spesimen yang sama, kemudian diambil nilai rata-rata). Bila
pada hasil pengambilan ulang didapatkan:
 Kadar TSH < 20 μU/mL, maka hasil tersebut dianggap normal.
 Kadar TSH ≥ 20 μU/mL, maka harus dilakukan pemeriksaan TSH dan
FT4 serum

Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014


Skrining + Diagnosis Hipotiroid
Kongenital
• Jika kadar serum neonatus
TSH tinggi disertai kadar T4
atau FT4 rendah, maka
dapat ditegakkan diagnosis
hipotiroid (kongenital)
primer.
• Pengobatan dengan L-T4
diberikan segera setelah
hasil tes konfirmasi di atas.
• Pemberian tiroksin
dikonsultasikan dengan
dokter spesialis anak
konsultan endokrin.
www.optimaprep.co.id
OPTIMA MEDAN
OPTIMA MEDAN
11.
Seorang anak dibawa oleh ibunya dengan keluhan
sesak nafas sudah sejak 3 hari yang lalu yang
dirasakan semakin memberat. Pada foto radiologi
terlihat gambaran "Valeculla sign." Apakah
diagnosis pada anak tersebut?
A.Bronkopneumoni
B. Bronkiektasis
C. Epiglotitis
D. Asma
E. Faringitis
Analisis Soal
• Anak sesak nafas + radiologi vallecula sign 
mengarah pada epiglotitis
• Epiglotitis  infeksi bakteri pada saluran
napas di daerah epiglotis disebabkan oleh H.
influenza tipe B (Hib)  epiglotis bengkak dan
edema (thrumprint sign) dan vallecula
menjadi datar (valeculla sign) serta pica
aryepiglotic menebal
Epiglotitis
• Life-threatening, medical emergency due to infection with edema
of epiglottis and aryepiglottic folds
• Organism: Haemophilus influenzae type B: most common (bacil
gram (-), needs factor X and V for growth)
• Location
– Purely supraglottic lesion
• Associated subglottic edema in 25%
– Associated swelling of aryepiglottic folds causes stridor
• Classical triad is: drooling, dysphagia and distress (respiratory)
• Abrupt onset of respiratory distress with inspiratory stridor, Sore
throat, Severe dysphagia, muffled voice/hot potato voice
• Older child may have neck extended and appear to be sniffing due
to air hunger
Tripod sign
• Pt appears anxious
• Leans forward with
support of both
forearms
• Extends neck in an
attempt to maintain an
open airway
X-ray soft tissue neck
• Lateral view taken in erect
position only (Supine
position may close off
airway)
– Enlargement of epiglottis
(thumb sign)
– Absence of well defined
vallecula (Vallecula sign)
– Thickening of aryepiglottic
folds (cause for stridor)
– Circumferential narrowing of
subglottic portion of trachea
during inspiration (25%
cases)
– Ballooning of hypopharynx Red arrow = enlarged epiglottis
Yellow arrow = thickened ary-epiglottic folds
X-ray diagnosis?
2-year-old boy with
fever, stridor, tripoding
and NO cough.

Epiglottitis P
E V
• Epiglottis (E) –
wide (thumb-
like)
C
• Vallecula -
shallow Epiglottis (E)
• Trachea - Vallecula (V)
normal Vocal cords (C)
• Prevertebral Trachea (T)
T
soft tissue - Prevertebral soft
normal tissue (P)
12.
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun dibawa oleh
ibunya dengan keluhan sesak nafas sudah sejak 5 hari
yang lalu yang dirasakan semakin memberat. Pasien juga
mengeluarkan air liur karena sulit menelan. Pada foto
radiologi terlihat gambaran "Thumprint sign." Apakah
hal yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit
tersebut?
A. Menghindari makanan pedas dan dingin
B. Mendapatkan vaksinasi DTPa minimal 3 kali
C. Memberikan vaksin Hib secara lengkap hingga
booster
D. Menghindari alergen seperti serbuk bunga dan
debu
E. Tidur dengan posisi berbaring miring
Analisis Soal
• Anak sesak nafas + disfagia + drooling  trias gejala
epiglotitis
• Diagnosis epiglotitis diperjelas dengan radiologi Thumbrint
sign
• Epiglotitis  infeksi bakteri pada saluran napas di daerah
epiglotis disebabkan oleh H. influenza tipe B (Hib) 
pencegahan dengan imunisasi HiB
o Mendapatkan vaksinasi DTPa minimal 3 kali 
pencegahan tetanus, difteri, dan pertusis
o Menghindari alergen seperti serbuk bunga dan debu 
pencegahan penyakit alergi seperti rhinitis alergi dan
konjungtivitis alergi
o Tidur dengan posisi berbaring miring  edukasi pada
pasien OSA
Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 Tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2017
Usia
Imunisasi Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18
Hepatitis B 1 2 3 4
Polio 0 1 2 3 4
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td/Tdap) 7 (Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus 1 2 3a
Influenza Ulangan 1 kali setiap tahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan setiap 3 tahun
Hepatitis A 2 kali, interval 6 – 12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 2 atau 3 kalib
Japanese encephalitis 1 2
Dengue 3 kali, interval 6 bulan

Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatiti s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL.
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova- 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit
i s B 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib
o d i setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
13.
Anak usia 5 tahun datang dgn keluhan kaki
bengkak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan edema
tungkai, ascites. Lab darah perifer normal, tetapi
terdapat hipoalbumin, hiperkolestrolemia,
proteinuria (+4). Diagnosis yang tepat ialah...
A. Sindrom nefritik
B. Sindrom nefrotik primer
C. Sindrom nefrotik sekunder
D. Sindrom nefrotik kongenital
E. Sindrom metabolik
Analisis Soal
• Anak dengan edema (dan asites) +
hipoalbumin + hiperkolesterolemia  gejala
sindrom nefrotik
• Penyebab Sindrom nefrotik pada anak bisa
akibat idiopatik (Primer), kongenital, dan
sekunder (misal karena SLE)
• Penyebab terbanyak pada kasus pediatrik
adalah sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Sindrom Nefrotik

• Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik


dengan gejala:
– Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau
dipstik ≥ 2+)
– Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL
– Edema
– Dapat disertai hiperkolesterolemia
• Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik,
dan sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain
lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch
Schonlein)

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Sindrom Nefrotik

• Spektrum gejala yang ditandai • Di bawah mikroskop: Minimal change


dengan protein loss yang masif dari nephrotic syndrome (MCNS)/Nil
ginjal Lesions/Nil Disease (lipoid nephrosis)
• Pada anak sindrom nefrotik mayoritas merupakan penyebab tersering dari
bersifat idiopatik, yang belum sindrom nefrotik pada anak,
diketahui patofisiologinya secara mencakup 90% kasus di bawah 10
jelas, namun diperkirakan terdapat tahun dan >50% pd anak yg lbh tua.
keterlibatan sistem imunitas tubuh, • Faktor risiko kekambuhan: riwayat
terutama sel limfosit-T atopi, usia saat serangan pertama,
• Gejala klasik: proteinuria, edema, jenis kelamin dan infeksi saluran
hiperlipidemia, hipoalbuminemia pernapasan akut akut (ISPA) bagian
• Gejala lain : hipertensi, hematuria, atas yang menyertai atau mendahului
dan penurunan fungsi ginjal terjadinya kekambuhan, ISK

Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview


14.
Bayi berusia 1 bulan didapatkan microcephaly dan
chorioretinitis. Dari hasil CT scan kepala terdapat
kalsifikasi intrakranial periventrikular. Penyebab
anak mengalami hal tersebut adalah...
A. Infeksi toxoplasma
B. Infeksi CMV
C. Infeksi herpes simplex
D. Infeksi sifilis kongenital
E. Infeksi rubella
Analisis Soal
• Bayi dengan korioretinitis, mikrosefali, dan
kalsifikasi intrakranial dicurigai mengalami
Infeksi kongenital TORCH, terutama
toksoplasma atau CMV
• Adanya pola kalsifikasi intrakranial di area
periventrikular lebih mengarahkan pada
infeksi CMV congenital simtomatik
(Cytomegalic Inclusion Disease)
• Pola kalsifikasi intrakranial pada toksoplasma
lebih bersifat difus
Clinical manifestations that are suggestive of specific
congenital infections in the neonate
Uptodate. 2017

Congenital toxoplasmosis Congenital rubella


• Intracranial calcifications (diffuse) • Cataracts, congenital glaucoma,
pigmentary retinopathy
• Hydrocephalus
• Chorioretinitis • Congenital heart disease (most
commonly patent ductus arteriosus or
• Otherwise unexplained mononuclear CSF peripheral pulmonary artery stenosis)
pleocytosis or elevated CSF protein
• Radiolucent bone disease
Congenital syphilis • Sensorineural hearing loss
• Skeletal abnormalities (osteochondritis & Congenital cytomegalovirus
periostitis)
• Thrombocytopenia
• Pseudoparalysis • Periventricular intracranial calcifications
• Persistent rhinitis • Microcephaly
• Maculopapular rash (particularly on palms • Hepatosplenomegaly
and soles or in diaper area) • Sensorineural hearing loss
Cytomegalic inclusion disease (CID)
• Approximately 10% of
infants with congenital
infection have clinical
evidence of disease at birth.
• The most severe form of
congenital CMV infection is
referred to as CID.
• CID almost always occurs in
women who have primary
CMV infection during
pregnancy, although rare
cases are described in
women with preexisting
immunity who presumably
have reactivation of infection
during pregnancy.
Cytomegalic Inclusion Disease (CID)
• Intrauterine growth restriction,
• Hepatosplenomegaly,
• Hematological abnormalities (particularly thrombocytopenia),
• Various cutaneous manifestations, including petechiae and purpura (ie,
blueberry muffin baby).
• However, the most significant manifestations of CID involve the CNS.
– Microcephaly,
– ventriculomegaly,
– cerebral atrophy,
– chorioretinitis,
– and sensorineural hearing loss
• Intracerebral calcifications typically demonstrate a periventricular distribution
and are commonly encountered using CT scanning (see the image below).
– The finding of intracranial calcifications is predictive of cognitive and audiologic
deficits in later life and predicts a poor neurodevelopmental prognosis.
Tissue invasive disease - infected cells are identified on H & E stain
by characteristic features including a large cell nucleus with peri-
nuclear clearing, and basophilic staining cytoplasmic inclusion
bodies which are often referred to as the “owl’s eye” appearance.
15.
Seorang bayi laki-laki baru dilahirkan di Rumah Sakit
tampak kuning dan pucat. Dari pemeriksaan didapatkan
skor APGAR 4 pada menit pertama dan 9 pada menit ke
lima. Pada pemeriksaan laboratorium Hb 6 g/dL,
retikulosit 12%, bilirubin total 16 mg/dL. Hal ini
disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu
dan janin, sehingga menyebabkan produksi antibodi yang
mengancurkan eritrosit janin. Apakah jenis antibodi yang
dapat menyebabkan hal tersebut?
A. IgA
B. IgM
C. IgG
D. IgE
E. IgD
Analisis Soal
• Adana anemia dan ikterik pada bayi tidak lama
setelah dilahirkan memiliki salah satu penyebab
berupa inkompatibilitas golongan darah ibu dan
janin (biasanya karena inkompatibilitas Rh atau
ABO)
• Hal ini terjadi karena adanya antibodi ibu yang
melewati sawar plasenta dan menyerang antigen
pada permukaan eritrosit janin/bayi 
menyebabkan lisis eritrosit janin
• Perlu diingat, dari semua jenis imunoglobulin,
yang bisa melewati sawar darah plasenta hanya
IgG
Anemia Hemolisis Neonatus ec. Inkompatibilitas

P E N YA K I T KETERANGAN

Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak terhadap


Inkompatibilitas aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah O, memproduksi
ABO antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah anak (golongan darah A
atau B). Biasanya terjadi pada anak pertama

Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti tidak


memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya antibodi ibu
dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak terhadap antigen Rh anak
Inkompatibilitas (berati anak Rh+). Jarang pada anak pertama krn antibodi ibu
Rh terhadap antigen D anak yg berhasil melewati plasenta belum
banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh + antibodi
yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan anemia hemolisis
I N K O M PAT I B I L I TA S A B O I N K O M PAT I B I L I TA S R H
Tidak memerlukan proses sensitisasi Butuh proses sensitisasi oleh kehamilan RH +
oleh kehamilan pertama karena sdh pertama karena ibu blm punya antibodi.
terbentuk IgG. Dapat terjadi pada Terjadi pada anak ke dua atau lebih
anak 1
Inkompatibilitas ABO jarang sekali
Gejala biasanya lebih parah jika
menimbulkan hidrops fetalis dan
dibandingkan dengan inkompatibilotas ABO,
biasanya tidak separah
bahkan hingga hidrops fetalis
inkompatibilitas Rh
Risiko dan derajat keparahan meningkat
seiring dengan kehamilan janin Rh (+)
Risiko dan derajat keparahan tidak berikutnya, kehamilan kedua menghasilkan
meningkat di anak selanjutnya bayi dengan anemia ringan, sedangkan
kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa
meninggal in utero

apusan darah tepi memberikan pada inkompatibilitas Rh banyak ditemukan


gambaran banyak spherocyte dan eritoblas dan sedikit spherocyte
sedikit erythroblasts
16.
Seorang bayi lahir menangis spontan dbn semua tapi
status HbsAg ibu belum diketahui. Bagaimana
pemberian imunisasi Hep B?
A. Tunda, cek HbsAg ibu tunda sampai 1 bulan
B. Tunda, cek HbsAg bayi jika positif suntik HBIG
C. Tunda, cek HbsAg bayi jika negatif suntik HBIG dan
hep B aktif
D. Tunda, cek HbsAg ibu, suntik HBIG /hep B aktif
dalam 12 hari
E. Suntik hep B aktif, kemudian cek HbsAg ibu jika
positif suntik HBIG dalam 7 hari
Analisis Soal
• Semua bayi cukup bulan, baik yang lahir dari ibu HbsAg
(-), (+), ataupun yang status HbsAg belum diketahui
harus diberikan vaksin HepB setelah penyuntikan
vitamin K supaya bayi membentuk kekebalan thd virus
Hep B secara aktif (bayi membentuk sendiri antibodi
thd HepB ) Otomatis pilihan jawaban A-D SALAH
• Jika yang awalnya status HbsAg ibu belum diketahui
ternyata positif, bayi perlu diberikan HBIG sebagai
bentuk kekebalan segera (pasif) untuk melindungi bayi
dari infeksi virus Hep B yang mungkin telah masuk ke
dalam tubuh janin (kekebalan yang terbentuk secara
aktif dari vaksin memakan waktu, ditakutkan tidak
sempat menetralisir virus yang telah masuk)
Imunisasi pada Anak dengan Ibu
Penderita Hepatitis B
• Tujuan utama imunisasi hepatitis B (HB) ialah untuk
mencegah terjadinya hepatitis kronik serta karier dan
bukan untuk menyembuhkan hepatitis akut atau infeksi
oleh virus HB (VHB)
• Indonesia adalah negara dengan angka prevalensi HB
berkisar antara 5 – 20 %  endemisitas sedang sampai
tinggi
• Transmisi vertikal HB 48 %  imunisasi harus diberikan
segera setelah lahir
• Dosis dan jadwal imunisasi HB diberikan berdasarkan
status HBsAg ibu
Bayi lahir dari ibu dengan
status HBsAg yang tidak Bayi lahir dari ibu dengan
diketahui : HBsAg positif:
• Diberikan vaksin rekombinan • Dalam waktu 12 jam setelah
(10 mg) secara intramuskular,
dalam waktu 12 jam sejak lahir, secara bersamaan
lahir. diberikan 0,5 ml HBIG dan
• Dosis ke dua diberikan pada vaksin rekombinan secara
umur 1-2 bulan dan dosis ke intramuskular di sisi tubuh
tiga pada umur 6 bulan (jika yang berlainan.
monovalen).
• Dosis ke dua diberikan 1-2
• Apabila pada pemeriksaan
selanjutnya diketahui HbsAg bulan sesudahnya, dan
ibu positif, segera berikan 0,5 dosis ke tiga diberikan pada
ml imunoglobulin anti usia 6 bulan (jika
hepatitis (HBIG) (sebelum monovalen)
usia 1 minggu).
• Bayi prematur, termasuk bayi berat lahir rendah, tetap dianjurkan
untuk diberikan imunisasi, sesuai dengan umur kronologisnya
dengan dosis dan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan
17.
Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun diantar ibunya ke Puskesmas
dengan keluhan diare lebih dari 2 minggu. Keluhan kadang diselingi
kesulitan buang air besar. Penderita juga mengeluh kembung dan nyeri
ulu hati. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada regio
epigastrium dan bising usus meningkat. Tinja berwarna pucat,
disertai lendir dan lemak. Hasil pemeriksanaan feses mikroskopis
menunjukkan adanya mikroorganisme berbentuk seperti jambu mete
pipih dorso-ventral dengan 2 inti, 4 pasang flagela dan 2 benda
parabasal. Apakah diagnosis yang paling tepat pada pasien ini?
A. Balantidiasis
B. Giardiasis
C. Amebiasis
D. Metagoimiasis
E. Heteropiasis
Analisis Soal
• Anak dengan gejala diare lendir dan lemak + parasit berbentuk jambu
mete dengan 2 nukleus dan badan parabasal serta 4 pasang flagel
mengarahlan diagnosis pada infeksi giardiasis oleh giardia lamblia
o Balantidiasis: asimtomatik hingga diare berdarah, mikroskopik:
tropozoit/ kista dengan makronukleus dan mikronukleus serta
vakuol kontraktil. Alat gerak tropozoitnya disebut cilia
o Amebiasis : penyebab disentri amuba o.k E. Histolytica,
mikroskopik: tropozoit bentuk tidak teratur dengan central
chromosome dan kromatin tersusun di perifer, berisi eritrosit,
alat gerak disebut pseudopodia
o Metagonimiasis: infeksi cacing trematoda (fluke) terkecil yang
menyerang manusia ( spesiesnya disebut Metagonimus
Yokagawai). Gejala: diare dan nyeri abdomen
o Heteropiasis: infeksi cacing trematoda (fluke) (spesiesnya disebut
Heterophyes heterophyes). Gejala: diare dan nyeri abdomen
Giardiasis
Anerior membulat

Trofozoit
Kista

Trofozoit:
- Pear shaped
Flagel Inti - Sepasang
nukleusseperti mata
- Pada bagian ventral
Posterior tajam terdapat alat
isapuntuk menempel
di mukosa usus
Giardiasis
• Etiologi: Giardia interstinalisdikenal sebagai Giardia
lamblia (protozoa)
Akut: berbau, mual, distensi
• Gejala klinis: abdomen, demam, tidak ada darah
dalam tinja
 Dapat asimptomatik
 Diare bisa menjadi akut/kronik
Ekskresi lemak meningkatsteatorrhea Kronik: nyeri dan distensi
• Terapi: abdomen, tinja berlendir, dan BB
turun
DOC: metronidazole 3x250 mg selama 5-7hari
(anak: 3x15 mg/kgBB selama 5 hari)
Alternatif: Tinidazole 2 gr PO SD (anak: 50 mg/kgBB
PO SD)
18.
Pasien anak laki-laki, 7 tahun dibawa oleh ibunya datang
dengan keluhan terlihat lebih kecil dari anak seusianya,
belum mimpi basah. Ayah pasien dulunya memiliki keluhan
yang sama, ibu pasien mens pada usia 15 tahun. Pada
pemeriksaan tanda vital dbn, pemfis tidak di temukan
pertumbuhan kumis, tidak di temukan pertumbuhan
payudara, tidak ditemukan pertumbuhan bulu ketiak, tidak
ada bulu pubis, skrotum dan penis lebih kecil dari anak
seusianya. Pemeriksaan penunjang awal pada pasien ini
adalah...
A. Growth Hormon
B. Bone age
C. USG abdomen
D. USG genital
E. Urin lengkap
Analisis Soal
• Pada soal, anak 7 tahun dibawa dengan keluhan lebih kecil dari
anak seusianya, sehingga diperkirakan anak memiliki perawakan
pendek.
• Ternyata dari pemeriksaan tidak ditemukan adanya tanda-tanda
pubertas dini, tetapi ukuran penis dan testis leih kecil dari normal
• Pada kasus anak dengan perawakan pendek, ada variasi fisiologis
berupa Familial short stature dan Constitutional delay of growth
and puberty
• Pada soal disebutkan ayah pasien dulunya memiliki keluhan yang
sama, ibu pasien mens pada usia 15 tahun (pubertas terlambat
karena lebih dari usia 13 tahun)  mengarahkan pada
Constitutional delay of growth and puberty
• Salah satu pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan ialah
Bone age pada Constitutional delay of growth and puberty akan
ditemukan Bone age terlambat (tetapi masih sesuai dengan height
age)
Perawakan Pendek
Anamnesis Perawakan Pendek
Variasi Normal Perawakan Pendek
Yang Fisiologis
• Familial short stature
– Pertumbuhan selalu dl bawah persentil 3
– Kecepatan pertumbuhan normal
– Umur tulang (bone age) normal
– Tinggi badan kedua orangtua pendek
– Tinggi akhir di bawah persentil 3

• Constitutional delay of growth and puberty


– Perlambatan pertumbuhan linier pada tiga tahun pertama kehidupan
– Pertumbuhan linier normal atau hamplr normal pada saat prapubertas
dan selalu berada di bawah persentil 3
– Bone age terlambat (tetapi masih sesuai dengan height age)
– Maturasi seksual terlambat
– Tinggi akhir pada umumnya normal
– Pada umumnya terdapat riwayat pubertas terlambat dalam keluarga
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang
Tatalaksana Perawakan Pendek
19.
Seorang anak laki-laki usia 4 tahun datang dengan
keluhan demam 3 hari disertai batuk. Anak tidak
mau makan. BB 12 kg, lingkar lengan 10 cm.
Tatalaksana yang tepat dari pilihan di bawah ialah...
A. Periksa Hb
B. Rujuk
C. Rawat jalan dan edukasi
D. Modisko
E. Foto rontgen thoraks
Analisis Soal
• Anak usia 4 tahun pada soal memiliki lingkar
lengan atas 10 cm  sudah termasuk ke
dalam kriteria gizi buruk (LILA < 11,5 cm untuk
usia 6-59 bulan)
• Anak ini ditambah dengan keluhan tidak mau
makan  anoreksia  merupakan tanda
komplikasi medis
• Gizi buruk + tanda komplikasi medis  rawat
inap di RS/ puskes dengan fasilitas rawat inap
Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk
• Z-score → menggunakan • BB/IBW (Ideal Body Weight)
kurva WHO weight-for- → menggunakan kurva CDC
height • ≥80-90%  mild
• <-2 – moderate wasted malnutrition
• <-3 – severe wasted  gizi • ≥70-80%  moderate
buruk malnutrition
• ≤70%  severe
• Lingkar Lengan Atas < 11,5 malnutrition  Gizi Buruk
cm
20.
Anak usia 5 tahun datang ke puskesmas diantar
oleh ibunya dengan keluhan pertumbuhan tidak
sesuai dengan usianya, rewel dan tidak mau
makan. Pada PF ditemukan rambut tipis berwarna
merah mudah dicabut, kulit kering, hipotrofi otot.
Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah...
A. Marasmus
B. Kwashiorkor
C. Defisiensi Fe
D. Defisiensi Vitamin A
E. Defisiensi vitamin B12
Analisis Soal
• Anak dengan rambut tipis berwarna merah
mudah dicabut, kulit kering, hipotrofi otot 
merupakan ciri klinis kwashiorkor
• Marasmus: baggy pants, wajah spt orang tua,
iga gambang, kulit kendur, atrofi otot
Marasmus

 wajah seperti orang tua


 kulit terlihat longgar
 tulang rusuk tampak
terlihat jelas
 kulit paha berkeriput
 terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )
Kwashiorkor

 edema
 rambut kemerahan, mudah
dicabut
 kurang aktif, rewel/cengeng
 pengurusan otot
 Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Marasmik-kwashiorkor
• Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan
kwashiorkor secara bersamaan
OPTIMA MEDAN
OPTIMA MEDAN
OPTIMA MEDAN
21.
Anak laki-laki, 12 tahun, sesak sejak 2 hari. Tidak ada
kebiruan. BB tidak mau naik dan anak tidak nafsu
makan. PF: TD 110/70 N: dbn, RR: 55x/menit, suhu: dbn.
Terdapat murmur ejeksi sistolik grade II/6 di SIC 2-3 linea
parasternal sinistra, hepatosplenomegali (+), edem
tungkai +/+ Ro thorax kardiomegali. Diagnosis pada
pasien ini adalah...
A. Gagal jantung kongestif
B. Gagal jantung kanan
C. Gagal jantung kiri
D. Syok kardiogenik
E. VSD dengan sindrom Eisenmenger
Analisis Soal
• Anak laki-laki, 12 tahun, sesak, tidak ada kebiruan, BB tidak mau naik
dan anak tidak nafsu makan  gejala umum PJB asianotik
• murmur ejeksi sistolik grade II/6 di SIC 2-3 linea parasternal sinistra 
ASD (murmor terjadi akibat aliran darah di ventrikel kanan yang
berlebihan mengalami turbulensi ketika melewati katup pulmonal)
• RR: 55x/menit  takipnea + keluhan dispnea  gejala kongesti jantung
kiri
• Hepatosplenomegali (+), edem tungkai +/+  gejala kongesti jantung
kanan
• Kesimpulan pasien mengalami gagal jantung kongestif (baik kiri maupun
kanan) karena PJB ASD yang tidak dikoreksi
Atrial Septal Defect
Gagal Jantung
22.
Anak laki-laki berusia 12 tahun dibawa ke rumah sakit dengan
penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu. Sebelumnya
pasien mengalami demam dan keluarnya cairan warna
kuning kental dari telinga selama 4 hari. Tanda vital
didapatkan suhu 39oC, lainnya normal. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan pasien somnolen-sopor, refleks pupil (+),
Brudzinski (+), kernig (+). Apakah diagnosis kerja pasien ini?
A. Meningoencephalitis
B. Encephalitis
C. Tumor otak
D. Stroke hemoragik
E. Stroke iskemik
Analisis Soal
• Anak dengan penurunan kesadaran sejak 1
hari yang lalu + demam dgn tanda infeksi otitis
media  infeksi SSP
• Brudzinski (+), kernig (+)  tanda rangsang
meningeal +  meningitis
• Penurunan kesadaran  infeksi sudah
mencapai parenkim otak  ensefalitis
• Kesimpulan: pasien mengalami
meningoensefalitis sebagai komplikasi dari
otitis media
Meningitis & ensefalitis
• Meningitis
– Meningitis bakterial: E. coli, Streptococcus grup B (bulan pertama
kehidupan); Streptococcus pneumoniae, H. influenzae, N. meningitidis
(anak lebih besar)
– Meningitis viral: paling sering pada anak usia < 1 tahun. Penyebab
tersering: enterovirus
– Meningitis fungal: pada imunokompromais
– Gejala klasik: demam, sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal
(+).
• Ensefalitis: inflamasi pada parenkim otak
– Penyebab tersering: ensefalitis viral
– Gejala: demam, sakit kepala, defisit neurologis (penurunan kesadaran,
gejala fokal, kejang)
• Meningoensefalitis: inflamasi pada meningens dan parenkim otak

Hom J. Pediatric meningitis and encephalitis.


http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview
Pemeriksaan Penunjang
• Darah perifer lengkap dan kultur darah
• Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi
• Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan etiologi
– Pada kasus berat sebaiknya ditunda
– Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan
tekanan intrakranial
– Diindikasikan pada suspek meningitis, SAH, dan penyakit
SSP yang lain (eg. GBS)
• CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus berat,
atau dicurigai adanya abses otal, hidrosefalus, atau
empiema subdural
• EEG jika ditemukan perlambatan umum
23.
Seorang anak perempuan usia 16 tahun belum
menstruasi, memiliki kakak perempuan yang sudah
menarche di usia 12 tahun, TB: 127 cm, BB: 50 kg pasien
mengatakan aktivitas biasa saja. Untuk mengetahui
penyebab kondisi pasien pemeriksaan yang diperlukan….
A. Estrogen
B. Progesteron
C. Prolactin
D. FSH
E. Tirosin
Amenorea Primer
• Pada soal di atas, diagnosis
pasien mengarahkan pada
amenorhea primer, di mana
pasien tidak mengalami haid
hingga usia 16 tahun.
• Amenorhea sekunder 
terhentinya haid setelah
menarkhe.
• Pemaparan pada soal berupa
perawakan pendek tanpa
gangguan aktivitas harian
mengarahkan pada dugaan
Sindrom Turner yang
mempunyai ciri khas disgenesis
ovarium dengan amenorrhea
Hunter TM. Heiman DL. Amenorrhea. Am Fam Physician. primer serta infertilitas.
Disfungsi Aksis H-P-G

• Berdasarkan algoritma pemeriksaan amenorhea primer, yang dilakukan


pemeriksaan lanjutan berupa kadar FSH dan LH untuk membedakan
etiologi antara:
– hipogonadotropik hipogonadisme  Tumor SSP, penyakit kronis (CKD,
Chronic Liver Disease, Diabetes, Imunodefisiensi, Penyakit Tiroid),
Kallmann Syndrome
– hipergonadotropik hipogonadisme  Turner Syndrome, Premature
Ovarian Failure
Hunter TM. Heiman DL. Amenorrhea. Am Fam Physician.
Hunter TM. Heiman DL. Amenorrhea. Am Fam Physician.
Hunter TM. Heiman DL. Amenorrhea. Am Fam Physician.
24.
Seorang bayi usia 3 hari dibawa ibunya dengan
keluhan badan kaku, malas menetek, rewel.
Pemeriksaan fisik ditemukan postur anak
melengkung seperti busur panah, dan kemerahan
di sekitar umbilicus, berbau. Ada diagnosisnya?
A. Tetanus neonatorum
B. Tetanus fokal
C. Meningitis
D. Menioencephalitis
E. Tetanus sefalik
Analisis Soal
• Bayi usia 3 hari dibawa ibunya dengan
keluhan badan kaku dengan postur anak
melengkung seperti busur panah 
opistotonus + sumber infeksi di sekitar
umbilicus (kemerahan dan berbau) 
kecurigaan ke arah tetanus neonatorum
4 Macam Manifestasi klinis Tetanus
• Tetanus lokal
– kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka.
– Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.
• Tetanus sefalik
– Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh
luka pada daerah kepala atau otitis media kronis.
– Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial.
– Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya
jelek.
• Tetanus umum/generalisata
– Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada
dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat
terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap
baik.
• Tetanus neonatorum
– Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, Gejala yang sering
timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable.
– kekakuan dan spasme dan posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung
menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal.
– Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada,
pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi
pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki.
Tatalaksana tetanus neonatorum
• Ruang isolasi karena suara dan cahaya dapat menimbulkan serangan kejang.
• Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6 jam (0,1-
0,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari
• Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum 5000 U
IM
• TT 0.5 ml IM di tempat yang berbeda dengan situs injeksi HTIG/ATS
• Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari atau
penisilin prokain 100.000 U/kg dosis tunggal selama 7-10 hari
• Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
• Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU
• Langkah promotif/preventif :
– Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat secara steril
– Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat
– Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan antibiotik
lokal dan sistemik jika diperlukan
Perawatan penunjang

• Tirah baring,
• Oksigen, bersihkan jalan nafas secara teratur,
• Cairan infus dan diet per sonde
• Monitoring kesadaran, TTV, trismus, asupan /
keluaran, elektrolit
• Konsultasikan ke bagian lain bila perlu.
25.
Seorang anak, 15 tahun, dibawa ke UGD RS karena
penurunan kesadaran. 3 jam yang lalu pasien kejang, 3
kali dalam 30 menit. Setelah kejang pasien tidak sadar.
Pasien memiliki riwayat meminum obat kejang, namun 3
hari yang lalu berhenti meminum obat tersebut. Saat ini
pasien kesadaran koma, TD 100/80, HR 80x/menit, RR
18x/menit, suhu 39.3°C. Diagnosis pasien ini adalah…
A. Demam tifoid
B. Kejang demam kompleks
C. Epilepsi
D. Status epileptikus
E. Meningoencephalitis
Analisis Soal
• Pasien 15 tahun memiliki riwayat meminum
obat kejang, namun 3 hari yang lalu berhenti
meminum obat tersebut  kemungkinan
pasien menderita epilepsi
• Sudah kejang 3 kali dalam 30 menit tanpa
pengembalian kesadaran  pasien
mengalami status epileptikus (stadium
menetap/ established)
Status Epileptikus
• Definisi Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang
berlangsung lebuh dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan
atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat
pemulihan kesadaran.
• Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai
bila bangkitan konvulsif sudah berlangsung lebih dari 5-10
menit.
• SE merupakan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan
penanganan dan terapi segera guna menghentikakn bangkitan
(dalam waktu 30 menit).
• Dikenal dua tipe SE; SE konvusif (terdapat bangkitan motorik)
dan SE non-konfusif (tidak terdapat bangkitan motorik).
Status Epileptikus
• Definisi Operasional Status Epileptikus Konvulsif
• Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit,
atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara
bangkitan.

• Definisi Status Epileptikus Nonkonvulsif


• Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan
elektrografik memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis nonmotorik
termasuk perubahan perilaku atau “ awareness”.

• Berdasarkan durasi:
– SE Dini (5-30 menit)
– SE menetap/ Established (>30 menit)
– SE Refrakter (bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis antikonvulsan
awal dengan dosis adekuat )
26.
Anak perempuan berusia 4 tahun dibawa ibunya ke RS
dengan keluhan kejang 30 menit lalu. Kejang berlangsung 10
menit. Tiga hari sebelumnya, pasien demam dan kejang
selama 3 menit yang kemudian berhenti spontan. Pada
pemeriksaan fisik, didapatkan nadi 115 kali/menit, napas 24
kali/menit, suhu 39,5oC, berat badan 16 kg. Pasien sudah
dipasang akses intravena. Jika pasien kejang lagi di RS, obat
yang sebaiknya diberikan adalah…
A. Diazepam rektal 5 mg
B. Diazepam intravena 5 mg
C. Diazepam intravena 10 mg
D. Fenitoin intravena 25 mg
E. Fenitoin oral 25 mg
Analisis Soal
• Berdasarkan alur tatalaksana Kejang Akut dan Status
Epileptikus pada Anak (IDAI, 2016), di rumah sakit,
pengobatan awal untuk menghentikan kejang anak adalah
Diazepam IV atau midazolam Buccal/IM
• Pada soal sdh terpasang akses intravena  memekai
diazepam IV
• Dosis diazepam IV anak ialah 0,2-0,5 mg/kgBB maksimal 10
mg
• Perkiraan berat badan anak berdasarkan rumus Pediatric
Anvanced Life Support ataupun Nelson (2n+8) ialah
(2x4)+8= 16 kg
• Kebutuhan diazepam IV anak tsb: 16 x 0,2 s.d 16 x 0,5 mg =
3,2 – 8 mg
• Jawaban yang tepat ialah Diazepam IV 5 mg
Algoritma tata laksana kejang akut dan status epileptikus berdasarkan Konsensus UKK Neurologi IDAI 2016
Keterangan
• Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit.
Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.
• Fenobarbital: pemberian boleh diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1 dengan kecepatan
yang sama
• Midazolam buccal: dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM, ambil sesuai dosis
yang diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya, dan
teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam buccal berdasarkan
kelompok usia;
– 2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
– 5 mg (usia 1 – 5 tahun)
– 7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
– 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
• Tapering midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah pemberian
midazolam, maka pemberian midazolam dapat diturunkan secara bertahap dengan
kecepatan 0,1 mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang.
• Midazolam: Pemberian midazolam infus kontinyu seharusnya di ICU, namun disesuaikan
dengan kondisi rumah sakit
• Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam keadaan tidak
kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV dilanjutkan dengan
pemberian rumatan bila diperlukan.
Pediatric Weight Estimation Formula

NELSON FORMULA
27.
Seorang anak usia 10 tahun datang dgn keluhan
kelemahan di keempat ekstremitas secara tiba-tiba.
Sebelumnya didahului demam. Pasien mengeluhkan
kelemahan anggota gerak disertai gangguan bernafas.
Diagnosis yg tepat pada kasus ini
A. Acute poliomyelitis tipe spinal
B. Acute poliomyelitis tipe bulbar
C. Acute poliomyelitis tipe bulbospinal
D. Acute poliomyelitis tipe periodic
E. Acute poliomyelitis tipe intermittent
Analisis Soal
• Anak dengan acute placcid paralysis  salah
satu penyebabnya ialah poliomielitis
• PF: berupa kelemahan anggota gerak 
mengenai spinal + disertai gangguan bernafas
 mengenai bulbar  poliomielitis
bulbospinal
Polio
• Poliomyelitis adalah penyakit menular yang
diakibatkan oleh infeksi virus
• Predileksi virus ada kornu anterior massa
kelabu medulla spinalis dan batang otak
• Tipe polio
– Polio paralitik
• Polio spinal
• Polio bulbar
• Polio bulbospinal
Tipe polio paralitik
• Polio spinal
– Tipe poliomielitis paralisis yang paling sering akibat invasi virus pada motor
neuron di kornu anterior medula spinalis yang bertanggung jawab pada
pergerakan otot-otot, termasuk otototot interkostal, trunkus, dan tungkai.
– Kelumpuhan maksimal terjadi cukup cepat (2-4 hari), dan biasanya timbul
demam serta nyeri otot.
– Virus dapat merusak otototot pada kedua sisi tubuh, tetapi
kelumpuhannya paling sering asimetris.
– Kelumpuhan seringkali lebih berat di daerah proksimal dari pada distal
• Polio bulbar
– Polio bulbar Terjadi kira-kira 2% dari kasus polio paralitik.
– Poliovirus menginvasi dan merusak sarafsaraf di daerah bulbar batang
otak.
– Destruksi saraf-saraf ini melemahkan otototot yang dipersarafi nervus
kranialis, menimbulkan gejala ensefalitis, dan menyebabkan susah
bernafas, berbicara, dan menelan
– Akibat gangguan menelan, sekresi mukus pada saluran napas meningkat,
yang dapat menyebabkan kematian
Tipe polio paralitik
• Polio bulbospinal
– Kira-kira 19% dari semua kasus polio paralitik yang
memberikan gejala bulbar dan spinal
– Subtipe ini dikenal dengan polio respiratori atau
polio bulbospinal.
– Poliovirus menyerang nervus frenikus, yang
mengontrol diafragma untuk mengembangkan
paru-paru dan mengontrol otot-otot yang
dibutuhkan untuk menelan.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/viewFile/9327/8901
28.
Anak perempuan usia 4 tahun dibawa dengan keluhan berat
badan tidak naik-naik. Pada anamnesis dan pemeriksaan
didapatkan temuan batuk 4 minggu, demam 3 minggu naik
turun, kontak TB (-), mantoux 10 mm, KGB (-), BB kurang,
radiologi normal, widal (-). Tatalaksana yang diberikan ialah...
A. Terapi profilaksis INH
B. Terapi broadspectrum AB, lanjut evaluasi
C. Terapi OAT RHZ selama 2 bulan, lanjut evaluasi, jika
ada perbaikan, hentikan OAT
D. Terapi OAT RHZ selama 2 bulan, lanjutkan dengan RH
selama 4 bulan
E. Lakukan observasi per bulan tanpa memberikan obat
Analisis Soal
• Anak perempuan usia 4 tahun dibawa dengan keluhan berat badan
tidak naik-naik  salah satu gejala TB paru (t.u setelah dicoba
tatalaksana keluhan tsb tetap tidak ada perbaikan)
• Di soal terdapat data untuk melakukan skoring TB (pastikan dulu
ada atau tidak px BTA/TCM anak)
– batuk 4 minggu  1
– demam 3 minggu naik turun  1
– kontak TB (-)  0
– mantoux 10 mm  3
– KGB (-)  0
– BB kurang  1
– radiologi normal  0
• TOTAL SKOR 6  TB ANAK KLINIS  pengobatan dengan regimen
2 bulan HRZ dilanjutkan 4 bulan RH
ALUR
DIAGNOSIS
TB ANAK
Sistem Skoring
Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2016. Depkes.
29.
Pasien anak usia 2 tahun mengeluhkan sesak nafas dan
batuk seperti menggonggong. Pasien tampak gelisah.
Pada PF di dapatkan nadi 136x/menit, RR 30x/menit,
terdapat stridor inspirasi, retraksi epigastric. Struktur
apa yang paling sering terkena pada penyakit tersebut?
A. Faring dan tonsil
B. Laring dan bronkus
C. Faring dan laring
D. Laring dan trakea
E. Trakea dan bronkus
Analisis Soal
• Pasien anak usia 2 tahun mengeluhkan sesak
nafas gelisah, stridor inspirasi, retraksi
epigastrik + batuk seperti menggonggong 
CROUP
• Croup bisa mengenai struktur laring, trakea,
bronkus, terkadang bisa sampai parenkim
paru
• Struktur yang paling sering terkena ialah laring
dan trakea (laringotrakeitis)
Croup
• “Croup” is a generic term encompassing a
heterogeneous group of illnesses affecting the larynx,
trachea, and bronchi
• croup generally affects the larynx and trachea,
although this illness may also extend to the bronchi.
• Laryngotracheitis, laryngotracheobronchitis,
laryngotracheobronchopneumonitis, and spasmodic
croup are included in the croup syndrome.
• In children with croup, upper airway obstruction causes
a barking cough(a seal-like barking cough), a hoarse
voice, inspiratory stridor, and varying degrees of
respiratory distress.
Klasifikasi dan Penatalaksanaan
Ringan Berat
• Gejala: • Gejala:
– Demam – Stridor saat istirahat
– Takipnea
– Suara serak
– Retraksi dinding dada bagian
– Batuk menggonggong bawah
– Stridor bila anak gelisah • Terapi:
• Terapi: – Steroid (dexamethasone) dosis
tunggal (0,6 mg/kg IM/PO)
– Rawat jalan dapat diulang dalam 6-24 jam
– Pemberian cairan oral, – Epinefrin 1:1000 2 mL dalam 2-
ASI/makanan yang sesuai 3 mL NS, nebulisasi selama 20
– Simtomatik menit

WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO; 2008.
30.
Pasien anak usia 2 tahun mengeluhkan demam, sesak
nafas dan batuk seperti menggonggong. Pasien tampak
gelisah. Pada PF di dapatkan nadi 136x/menit, RR
44x/menit, terdapat stridor inspirasi. Pemeriksaan
radiologis apakah yang sebaiknya dilakukan?
A. CT scan leher
B. MRI leher
C. Foto Ro neck soft tissue AP
D. Foto Ro neck soft tissue Lateral
E. USG leher
Analisis Soal
• Pasien anak usia 2 tahun mengeluhkan sesak
nafas, gelisah, takipnea, stridor inspirasi,
retraksi epigastrik + batuk seperti
menggonggong  CROUP
• Pemeriksaan radiologis croup biasanya
ditujukan untuk mencari steeple/pencilpoint/
wine bottle sign; yang terlihat dari foto
jaringan lunak leher AP
• Foto Ro neck soft tissue Lateral  untuk kasus
epiglotitis
Pemeriksaan Penunjang Croup
• Croup is primarily a clinical diagnosis
• Laboratory test results rarely contribute to confirming this
diagnosis. The complete blood cell (CBC) count may suggest a viral
cause with lymphocytosis
• Radiography : verify a presumptive diagnosis or exclude other
disorders causing stridor.
– The anteroposterior (AP) radiograph of the soft tissues of the neck
classically reveals a steeple sign (also known as a pencil-point sign or
wine bottle sign), which signifies subglottic narrowing
– Lateral neck view may reveal a distended hypopharynx (ballooning)
during inspiration
• Laryngoscopy is indicated only in unusual circumstances (eg, the
course of illness is not typical, the child has symptoms that suggest
an underlying anatomic or congenital disorder)
Steeple sign
OPTIMA MEDAN
OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
31.
Pasien anak usia 1 tahun mengeluhkan sesak nafas dan
batuk "seal-like barking". Pasien tampak sakit sedang.
Pada PF di dapatkan nadi 120x/menit, RR 55x/menit,
terdapat stridor inspirasi, retrakasi epigastric. Penyebab
tersering dari penyakit anak tersebut ialah....
A. Adenovirus
B. Rhinovirus
C. Parainfluenza virus tipe 1 dan 3
D. Parainfluenza virus tipe 1 dan 2
E. Enterovirus
Analisis Soal
• Anak sesak napas, takipnea, stridor inspirasi
(sumbatan jalan napas atas)  jika
disebabkan infeksi akut salah satu
penyebabnya adalah croup dan epiglotitis
• Batuk "seal-like barking”  mengonggong 
Croup
• Penyebabnya ialah virus Parainfluenza tipe 1,
2, dan 3
– Paling sering tipe 1 dan 2 (terutama tipe 1)
Croup
• Croup (laringotrakeobronkitis viral) adalah infeksi
virus di saluran nafas atas yang menyebabkan
penyumbatan
• Merupakan penyebab stridor tersering pada anak
• Penyebabnya ialah virus Parainfluenza tipe 1, 2, dan
3
– Paling sering tipe 1 dan 2 (terutama tipe 1)
• Gejala: batuk menggonggong (barking cough),
stridor, demam, suara serak, nafas cepat disertai
tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Penyebab Viral Croup (berdasarkan frekuensi)
32.
Seorang anak laki-laki usia 7 tahun diantar orang tuanya ke
IGD RS dengan keluhan patah tulang pada paha. Orang tua
mengeluh anak sering mengalami patah walau hanya dengan
benturan ringan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tulang
femur pipih. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan fr. Os
femur 1/3 tengah dan bentuk tulang "saber shin deformity".
Apakah diagnosis kasus tersebut?
A. Osteogenesis imperfecta
B. Osteomalacia
C. Rakitis
D. Ricketsia
E. Achondroplasia
Analisis Soal
• Seorang anak laki-laki usia 7 tahun patah tulang pada femur + sering
mengalami patah walau hanya dengan benturan ringan  fraktur
patologis; penyebabnya pada pediatrik bisa bermacam-macam,
diantaranya osteogenesis imperfecta, kanker tulang, dan rickets (rakhitis)
• Radiologi "saber shin deformity”: bisa ditemukan di beberapa kasus
seperti sifilis kongenital, paget disease of bone, rickets/osteomalasia, dan
osteogenesis imperfecta
• Pada soal, ditekankan riwayat fraktur berulang tanpa trauma berat  hal
ini sering disebutkan terjadi pada osteogenesis imperfecta dibandingkan
pada rickets (sesuai nama lainnya, yaitu brittle bone disease  rapuh)
• Namun, tentunya kemungkinan diagnosis osteogenesis imperfecta ini
sebaiknya ditunjang dengan tampilan klinis lainnya (seperti joint laxity,
dentinogenesis imperfecta, triangular face, wormian bones) jika memang
ada di keterangan tambahan lainnya.
Osteogenesis imperfecta
• Osteogenesis imperfecta (OI) is an inherited
connective tissue disorder with many phenotypic
presentations.
• It is often called "brittle bone disease."
• Severely affected patients suffer multiple
fractures with minimal or no trauma, and infants
with the worst form of OI die in the perinatal
period.
• Mild forms of OI may manifest with only
premature osteoporosis or severe
postmenopausal bone mineral loss.
Clinical Manifestation
• Blue sclerae • Fractures(most
• Triangular facies commonly transverse
• Macrocephaly humerus, olecranon,
diaphyseal humerus
• Hearing loss fracture)
• Defective dentition • Wormian bones (small
(dentinogenesis irregular bones along
imperfecta) the cranial suture)
• Barrel chest • Joint laxity
• Scoliosis • Growth retardation
• Limb deformities • Constipation and
• Saber Shin Deformities sweating
Acute fractures are
observed in the
radius and ulna.
Multiple fractures
can be seen in the
ribs. Old healing
humeral fracture
with callus formation
is observed.

Lateral radiograph of the


leg in a child with OI shows
anterior bowing of the tibia
(Saber Shin)
Blue sclera in a child with
osteogenesis imperfecta.

Dentinogenesis
imperfecta

Lateral radiograph of the skull in


a child with OI reveals multiple
wormian bones embedded in the
lambdoid sutures.
Saber Shin
• A saber (also spelt as ‘sabre’) is a
type of backsword with a single-
edged, curved blade in use since the
early medieval periods.
• The saber saw extensive military use
in the early 19th century when horse
cavalry was the norm.
• ‘Saber shin’ refers to anterior
bowing of tibia with a sharp edge
seen in congenital/tertiary syphilis,
osteogenesis imperfecta, Paget's
disease and vitamin D deficiency
33.
Seorang anak dengan benjolan di leher di daerah
angulus mandibula, di sisi kiri dan kanan sejak 3
hari yang lalu. Didapatkan gejala demam
sebelumnya. Benjolan terasa nyeri, tanpa fluktuasi.
Vaksin untuk mencegah penyakit ini ialah...
A. MMR
B. Hep B
C. DTPw
D. Campak
E. PCV
Analisis Soal
• Anak dengan keluhan demam (pertanda
infeksi) dan benjolan angulus mandibula
bilateral  mengarah pada parotitis ec
mumps  waksin untuk mencegah penyakit
ini adalah MMR
Mumps (Parotitis Epidemica)
• Acute, self-limited, systemic • Komplikasi : Meningitis/encephalitis,
viral illness characterized by the Sensorineural hearing loss/deafness,
swelling of one or more of the Guillain-Barré syndrome, Thyroiditis,
salivary glands, typically the Myocarditis, orchitis (terjadi pada
parotid glands. laki-laki usia postpubertal)
• Highly infectious to nonimmune • Approximately one third of
postpubertal male patients develop
individuals and is the only cause
unilateral orchitis.
of epidemic parotitis.
• Prevention : Vaccinating children
• Taksonomi: with MMR Jadwal IDAI 2017: jika
– Species: Mumps rubulavirus sudah imunisasi campak 9 bulan,
– Genus: Rubulavirus MMR diberikan usia 15 bulan
– Family: Paramyxoviridae (interval minimal 6 bulan); jika
– Order: Mononegavirales belum mendapat campak 9 bulan,
MMR bisa diberikan usia 12 bulan
Mumps
• Salah satu penyebab parotitis • Penularan terjadi sejak 6 hari
• Satu-satunya penyebab parotitis sebelum timbulnya
yang mengakibatkan “occasional pembengkakan parotis sampai 9
outbreak” hari kemudian.
• Disebabkan oleh paramyxovirus, • Bisa tanpa gejala
dengan predileksi pada kelenjar • Masa inkubasi 12-25 hari, gejala
dan jaringan syaraf. prodromal tidak spesifik ditandai
• The transmission mode is person dengan mialgia, anoreksia,
to person via respiratory droplets malaise, sakit kepala dan demam
and saliva, direct contact, or ringan  Setelah itu timbul
fomites. pembengkakan
• Insidens puncak pada usia 5-9 unilateral/bilateral kelejar parotis.
tahun. • Gejala ini akan berkurang setelah
• Imunisasi dengan live attenuated 1 minggu dan biasanya
vaccine sangat berhasil (98%) menghilang setelah 10 hari.
Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 Tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2017
Usia
Imunisasi Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18
Hepatitis B 1 2 3 4
Polio 0 1 2 3 4
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td/Tdap) 7 (Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus 1 2 3a
Influenza Ulangan 1 kali setiap tahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan setiap 3 tahun
Hepatitis A 2 kali, interval 6 – 12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 2 atau 3 kalib
Japanese encephalitis 1 2
Dengue 3 kali, interval 6 bulan

Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatiti s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL.
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova- 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit
i s B 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib
o d i setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
34.
Seorang anak perempuan usia 5 tahun dibawa ibunya ke
IGD RS dengan keluhan demam 5 hari disertai nyeri
perut dan nyeri otot. Pemeriksaan fisik
didapatkan Pethecie (+), hepatomegali, Suhu 39,4 C dan
pemeriksaan NS 1 (+). Pemeriksaan apa yang perlu
dilakukan evaluasi?
A. Hemoglobin dan Hematrokrit
B. Hemoglobin dan trombosit
C. Hematokrit dan Leukosit
D. Hemoglobin dan Leukosit
E. Trombosit dan Hematoktrit
Analisis Soal
• Keluhan demam (<1 minggu) dengan mialgia, nyeri
perut, dan manifestasi perdarahan (petechie),
hepatomegali; ditunjang dengan NS1 (+)  infeksi
dengue
• Hepatomegali lebih sering ditemukan pada kasus DBD
dibandingkan DD
• Pemeriksaan yang diperlukan ialah darah perifer
berupa Hb, Ht, trombosit, leukosit dan hitung jenis
• Pada pilihan jawaban, harus memilih duu dari hasil
darah perifer, dan dipilih Ht serta trombosit, alasannya
adalah yang perlu dimonitor secara ketat pada kasus
DBD/ 6 jam berdasarkan algoritma adalah Ht dan
trombosit
Pemeriksaan PenunjangInfeksi Dengue
Pemantauan Rawat
Alur Perawatan
35.
Pasien anak laki-laki usia 7 tahun datang ke IGD RS
diantar orangtuanya. Anak demam 8 hari. Riwayat
mimisan 1 jam yang lalu. TD 100/70. HR 90x/menit. T
38,0, RR 24x/menit. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan Hb 15 gr/dl, Hct 58%. Diagnosis pasien ini
ialah...
A. DHF grade II
B. DHF grade I
C. Dengue shock syndrome
D. DHF grade III
E. DHF grade IV
Analisis Soal
• Langkah I: tentukan apakah ini DD atau DBD
(ingat! DBD berarti ada tanda plasma leakage)
– Anak 7 tahun demam 8 hari Ht 58% (Ht normal anak
usia 7 tahun sekitar 31-37%, jika dihitung persentase
kenaikan hemokonsentrasinya >20%  adanya
plasma leakage)  infeksi dengue berupa DBD
• Langkah 2: tentukan derajat DBD
– Ada mimisan  perdarahan spontan  DBD derajat II
– Belum ada tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi
(belum derajat III/IV/DSS)
Pediatric Vital
Signs
Heart Rate
Age
(beats/min)

Premature 120-170 *
0-3 mo 100-150 *
3-6 mo 90-120 http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf

6-12 mo 80-120
1-3 yr 70-110
3-6 yr 65-110
6-12 yr 60-95
12 > yr 55-85

Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. 1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/36284
† From American Heart Association ECC Guidelines, 2000. 6/London%20App.%20B.pdf
36.
Anak laki-laki, 10 tahun, keluhan gelisah dan demam.
Demam tinggi sejak 5 hari yang lalu disertai mual, pegal-
pegal. Demam sempat turun 2 hari yang lalu, demam
muncul lagi 1 hari. PF : kesadaran delirium, TD 80
palpasi, HR 120, RR 30. Lab : Hb 17,2, Ht 52%, Leu 3.500,
trombosit 20.000, LED 45, ALT 400, AST 350, albumin 2.
Pemeriksan penunjang yang tepat ialah...
A. Rapid ICT IgM/IgG anti dengue
B. Rapid ICT NS-1 antigen dengue
C. Rapid ICT anti malaria
D. Igm anti salmonella typhi
E. Widal
Analisis Soal
• Anak laki-laki, 10 tahun, delirium dgn demam dengan
pola bifasik sejak 5 hari + mual, pegal-pegal + plasma
leakage (ditandai dengan albumin 2, hemokonsentrasi
> 20% (Hb 17,2, Ht 52%), trombositopenia <100.000,
gangguan fungsi hepar (ALT 400, AST 350)  DBD +
tanda syok (TD 80 palpasi, HR 120)  DSS
• Pemeriksaan Laboratorium yang disaranka: Rapid ICT
IgM/IgG anti dengue dibandingkan NS1 karena sudah
demam hari ke% (kemungkinan NS1 negatif besar,
sehingga bukti infeksi dengue false negatif)
Serologi Dengue
• NS1:
– antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak hari
pertama demam.
– Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak terdeteksi hari
ke 5-6.

• Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder digunakan


pemeriksaan IgM & IgG antidengue.
– Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG muncul
mulai hari ke-12.
– Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM
– IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga diagnosis
infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer awal sangat tinggi
1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder.

WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.


Primary infection: Secondary infection:
• IgM: detectable by days 3–5 after the onset of • IgG: detectable at high levels in the initial
illness,  by about 2 weeks & undetectable phase, persist from several months to a
after 2–3 months. lifelong period.
• IgG: detectable at low level by the end of the • IgM: significantly lower in secondary infection
first week & remain for a longer period (for cases.
many years).
37.
Seorang anak perempuan berusia 5 tahun datang dibawa
ibunya dengan keluhan ruam-ruam kemerahan yang muncul
di seluruh tubuhnya sejak 1 hari yang lalu. Ruam muncul
ketika pasien mengalami demam yang cukup tinggi, mulai
dari leher meluas ke badan hingga ekstremitas. Sebelumnya
pasien juga mengalami batuk, pilek dan mata merah. Apa
yang mungkin menjadi komplikasi tersering dari penyakit ini?
A. Perikarditis dan ensefalitis
B. Subacute slerosing panencephalitis
C. Bronkopneumonia dan ensefalitis
D. Otitis media dan bronkopneumonia
E. Otitis media dan perikarditis
Analisis Soal
• Anak dengan gejala demam + 3C (cough, coryzae,
conjunctivitis) + exanthema dari leher meluas ke
badan hingga ekstremitas  Morbili
• Komplikasi terseringnya ialah diare dan otitis
media (1 dari 10 kasus) serta bronkopneumonia
(1 dari 20 kasus)
• Perikarditis, ensefalitis, subacute sclerosing
panencephalitis merupakan komplikasi morbili
yang jauh lebih jarang terjadi
Morbili/Rubeola/Campak
• Pre-eruptive Stage
– Demam
– Catarrhal Symptoms – coryza, conjunctivitis
– Respiratory Symptoms – cough
• Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes
– Exanthem sign
• Maculopapular Rashes – Muncul 2-7
hari setelah onset
• Demam tinggi yang menetap
• Anoreksia dan iritabilitas
• Diare, pruritis, letargi dan
limfadenopati oksipital
• Stage of Convalescence
– Rash – menghilang sama dengan urutan
munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah)
→ membekas kecoklatan
– Demam akan perlahan menghilang saat
erupsi di tangan dan kaki memudar

• Patognomonik: Koplik’s spots muncul 2 hari


sebelum ruam dan bertahan selama 2 hari.
• Tindakan Pencegahan :
– Imunisasi Campak pada usia 9 bulan
– Mencegah terjadinya komplikasi berat
Morbili
KOMPLIKASI DIAGNOSIS & TERAPI
• Otitis Media (1 dari 10 penderita • Diagnosis:
campak pada anak) – manifestasi klinis, tanda
• Diare (1 dari 10 penderita campak) patognomonik bercak Koplik
– isolasi virus dari darah, urin, atau
• Bronchopneumonia (komplikasi sekret nasofaring
berat; 1 dari 20 anak penderita – pemeriksaan serologis: titer antibodi
campak) 2 minggu setelah timbulnya penyakit
• Encephalitis (komplikasi berat; 1 • Terapi:
dari 1000 anak penderita campak) – Suportif,
• Pericarditis – Vitamin A
• Subacute sclerosing • Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000
IU/hari PO diberi 2 dosis.
panencephalitis – late sequellae • Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO
due to persistent infection of the 2 dosis.
CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1: • Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari
100,000 orang) PO 2 dosis.
38.
Sifilis yang diderita oleh ibu hamil dapat menular melalui
transmisi secara vertikal dari ibu ke anak. Berikut ini
merupakan manifestasi sifilis kongenital laten pada anak
adalah...
A. Korioretinitis, clutton joint, nasal snuffles
B. Hutchinson teeth, clutton joint, saddle nose
C. Saddle nose, kondiloma lata, bula pada kulit
D. Mulberry mollar, katarak, petechial rash
E. Keratitis interstitial, nasal snuffles, bula pada kulit
Analisis Soal
• Manifestasi sifilis kongenital laten yang tepat
pada pilihan adalah Hutchinson teeth, clutton
joint, saddle nose, Mulberry mollar, Keratitis
interstitial
• Korioretinitis, katarak, petechial rash, Nasal
snuffles, kondiloma lata, Bula pada kulit 
manifestasi sifilis kongenital dini
Congenital Syphilis

Within first
Early
Congenital year
syphilis Later than
Late
1 yr
Sifilis Kongenital Dini

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2819963/
Sifilis Kongenital Dini
Eyes
• Choroidoretinits, glaucoma, uveitis .
• Choroidoretinitis in later life is seen as salt &
pepper fundus showing black pigment & white
atrophic patches.
Congenital Syphilis

Hydrops
fetalis
Nasal discharge

Petechial rash
Necrotizing
funisitis
within the matrix of
the umbilical cord

Hepatomegaly
Rash
Ostitis,
Metaphysitis,
Periostitis
Wimberger sign
Multiple, discrete, tense
blisters seen over a
normal looking skin

Contain serous/
seropurulent discharge
(spirochetes)
Decreased
mineralization of the
metaphyses of long
bones of the upper
extremities

bilateral lytic lesions of


the talus, calcareous,
and proximal tibia
(Wimberger sign) A more specific finding is localized bony
destruction of the medial portion of the
medially
proximal tibial metaphysic (Wimberger’s
sign). Other findings include metaphyseal
Radiographic Abnormalities serration (“sawtooth metaphyses”), and
diaphyseal involvement with periosteal
reaction.
Sifilis Kongenital Laten

Among these manifestations, Hutchinson triad (Hutchinson teeth, interstitial keratitis, and
sensorineural hearing loss), mulberry molars, and Clutton joints are relatively specific for
congenital syphilis http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2819963/
39.
Seorang anak perempuan usia 10 tahun datang dengan keluhan
demam sejak 2 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan nyeri sendi.
Awalnya nyeri sendi dan bengkak dirasakan pada lutut kanan.
Berikutnya lutut kanan membaik, pasien mulai merasakan nyeri dan
bengkak di siku kanan. Riwayat nyeri tenggorokan 3 minggu
sebelumnya, lalu minum amoxicillin hanya 2 hari saja. Pemfis CM,
sakit sedang, TD 100/60 mmHg, nadi 120 x/menit, RR 28 x/menit, suhu
38,2oC, jantung ditemukan murmur. Berat badan anak 22 kg.
Diagnosis yang paling mungkin adalah…
A. Stenosis katup mitral
B. Insufficiency katup mitral
C. Stenosis katup trikuspid
D. Insufficiency katup trikuspid
E. Stenosis katup aorta
Analisis Soal
• Anak dengan 2 kriteria mayor JONES poliartritis migrans + karditis
(adanya murmur pada jantung) + 2 kriteia minor JONES (demam
dan atralgia) + adanya kemungkinan infeksi Strep. Pyogenes (infeksi
tenggorokan)  kecurigaan mengarah pada demam rematik
• Karditis pada demam rematik biasanya menyerang katup mitral
(paling sering) dan katup aorta; menyebabkan adanya
insufisiensi/regurgitasi akibat peradangan dan inflamasi katup
• Kasus stenosis mitral/aorta terkait demam rematik bisanya
merupakan kelanjutan/komplikasi yang telah menjadi penyakit
jantung rematik (rheumatic heart disease)  katup sudah
mengalami kerusakan menetap menjadi “keras”
Demam rematik
• Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat GABHS
(Streptococcus pyogenes)
• Usia rerata penderita: 10 tahun
• Komplikasi: penyakit jantung reumatik
• Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis GABHS
setelah 1-5 minggu
• Valvulitis merupakan tanda utama karditis reumatik :
• katup mitral (76%),
• katup aorta (13%),
• dan katup mitral+ aorta (97%)
• Penyakit jantung rematik: sekuelae demam reumatik akut yang tidak
di-tx adekuat. Manifestasi 10-30 th pasca DRA
– MS: fusi komisura  fish mouth
– AI + MS Chin TK. Pediatric rheumatic fever.
http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview Behrman RE. Nelson’s
Ket: ASO=ASTO
Tatalaksana
• Terapi antiinflamasi harus segera dimulai setelah diagnosis demam
reumatik ditegakkan.
• Hanya artritis
– aspirin 100 mg/kg/ hari sampai 2 minggu
– dosis diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari seiama 2-3 minggu
berikutnya.
• Karditis ringan sampai sedang
– aspirin 100 mg/kg/hari dibagi 4-6 dosis seiama 4-8 minggu, tergantung
pada respons klinis
– Bila ada perbaikan maka dosis diturunkan bertahap seiama 4-6 minggu
berikutnya.
• Karditis berat dengan gagal jantung, AV blok total, kardiomegali
– Prednison 2 mg/kg/hari diberikan seiama 2 minggu dilanjutkan
dengan aspirin 75 mg/kg/hari.
• Untuk kasus korea: Antikonvulsan/neuroleptik:
fenobarbital/haloperidol/klorpromazin
40.
Seorang anak laki-laki berusia 10 bulan datang dengan
keluhan sesak nafas sejak 1 hari. Empat hari sebelumnya
didahului demam dan batuk pilek. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan RR 54x/mnt, pernafasan cuping hidung (+),
retraksi suprasternal dan interkostal, pada auskultasi
ditemukan crackles di seluruh lapang paru. Apakah gambaran
radiologis yang paling mungkin pada kasus ini?
A. Perselubungan homogen pada lobus kanan atas
B. Bercak infiltrate ‘patchy’ pada seluruh lapang paru
C. Gambaran hiperlusen avascular pada rongga dada
kanan
D. Pendataran diafragma dan hiperaerasi seluruh lapang
paru
E. Streaky infiltrate seluruh lapang paru disertai
hiperinflasi dada
Analisis Soal
• Anak 10 bln dengan sesak nafas akut + takipnea RR 54x/mnt, pernafasan cuping
hidung (+), retraksi suprasternal dan interkostal dengan gejala infeksi (demam
dan batuk pilek)  bisa saja merupakan bronkiolitis, bronkopneumonia,
ataupun pneumonia lobaris, (atau penyebab lainnya misal epiglotitis, croup, tapi
kemungkinan bukan, karena biasanya disertai dengan stridor)
• Auskultasi ditemukan crackles di seluruh lapang paru  lebih cocok ke arah
bronkopneumonia/pneumonia lobularis
– Bukan bronkiolitis karena pada auskultasi biasanya ditemukan ekspirasi memanjang,
wheezing, atau “FINE” crackles
– Bukan pneumonia lobaris karena lebih sering pada dewasa dan pd PF biasanya
rhonki pada daerah lobus paru tertentu yang megalami infeksi, bukan di seluruh
lapang
• Radiologi bronkopneumonia: Bercak infiltrate ‘patchy’ pada seluruh lapang
paru
• Pilihan lainnya:
– Perselubungan homogen pada lobus kanan atas : KONSOLIDASI (misal pneumopnia
lobaris)
– Gambaran hiperlusen avascular pada rongga dada kanan: PNEUMOTHORAKS
– Pendataran diafragma dan hiperaerasi seluruh lapang paru: KASUS OBSTRUKSI
(PPOK, ASMA, BRONKIOLITIS)
– Streaky infiltrate seluruh lapang paru disertai hiperinflasi dada: bisa terjadi pada
MECONIUM ASPIRATION SYNDROME
Gambaran Radiologis
DISEASE RADIOGRAPHY

Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern. The


Pneumonia opacification can be sharply defined at the fissures, although more commonly
lobaris there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus within a
consolidated lobe will result in the appearance of air bronchograms.

Pneumonia associated with suppurative peribronchiolar inflammation and subsequent


lobularis/ patchy consolidation of one or more secondary lobules of a lung in response
bronko to a bacterial pneumoniAssociated a: multiple small nodular or
pneumonia reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or confluent.

pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most


characteristic)  Associated with thicker Bronchial wall, inflammation
Flattening of diaphragm (with chronic inflammation or Associated with
Asthma
accessory muscle use)
Hyperinflation (variably present)
Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis
Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent,
bronkiolitis Peribronchial thickening
Variable infiltrates or Viral Pneumonia
Bronchopneumonia
Bronchiolitis
Pneumonia Lobaris

Etiology:
Pneumococcus
Mycoplasma
Gram negative organisms
Legionella
OPTIMA MEDAN
OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
41.
Seorang anak perempuan berusia 2 tahun dibawa orangtuanya ke
UGD RS dengan keluhan mencret dan muntah sejak 2 hari
sebelumnya. Saat ini pasien sudah tidak mau minum lagi. Pada
pemeriksaan fx dijumpai frekuansi nadi 172x/mnt, halus, tekanan
darah 92/70 mmHg, tangan dan kaki teraba dingin. Waktu pengisisn
kapiler lebih dari 3 detik dan pasien hampir tidak bereaksi saat
dilakukan pemasangan infuse. Apakah faktor yang paling berperan
dalam menimbulkan gangguan hantaran oksigen pada pasien
tersebut?
A. Penurunan preload
B. Penurunan Hb
C. Penurunan saturasi oksigen
D. Penurunan kontraktilitas jantung
E. Peningkatan kontraktilitas jantung
Analisis Soal
• Anak dengan diare, dengan gejala gangguan
sirkulasi/ syok (takikardia, nadi halus/lemah,
akral dingin, CRT>2”), penurunan kesadaran
(tidak bereaksi saat dilakukan pemasangan
infus)
• Jenis syok yang dialami adalah syok
hipovolemik akibat berkurangnya volume
cairan ec diare  rendahnya preload jantung
 gangguan hantaran oksigen pada pasien
42.
Anak usia 5 tahun dengan keluhan tidak mau makan
selama 5 hari, dari usia 2 bln sudah tidak diberikan ASI,
minum sup kacang ijo 2 mangkuk kecil. anak terdapat
hepatomegali, diare dan tidak ada edema. VS : nadi
115x/ menit, TD 90/50, RR 30x/menit dengan BB 6 kg.
penatalaksanaan awal pada kasus diatas adalah…
A. Tahap stabilisasi
B. Tahap transisi
C. Tahap rehabilitasi
D. Tahap akut
E. Tahap tindakan lanjut
Analisis Soal
• Anak usia 5 tahun dengan keluhan tidak mau
makan selama 5 hari, dari usia 2 bln sudah
tidak diberikan ASI, minum sup kacang ijo 2
mangkuk kecil. anak terdapat hepatomegali,
diare dan tidak ada edema, BB 6 kg  BB/U <
60%  gizi buruk
• Urutan fase tatalaksana gizi buruk:
Stabilisasi – transisi – rehabilitasi – tindakan
lanjut
10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk
No Tindakan Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Tindaklanjut
H 1-2 H 3-7 H 8-14 mg 3-6 mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia

3. Atasi/cegah dehidrasi

4. Perbaiki gangguan elektrolit

5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. nutrien mikro tanpa Fe + Fe

7. Makanan stab & trans

8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi

10. Siapkan tindak lanjut


43.
seorang bayi perempuan umur 10 hari dibawa oleh
ibunya ke rumah sakit akibat kuning pada kulit bagian
dada sampai perut. Ibunya mengatakan bahwa kuning
sejak hari ke-2. Dari pemeriksaan didapatkan sklera
ikterik, kadar bilirubin indirek 22 mg/dL dan kadar
bilirubin direct 3 mg/dL. Apakah komplikasi yang
ditakutkan yang dapat terjadi pada pasien ini?
A. Kernikterus
B. Hepatitis
C. Obstruksi bilier
D. Breast milk jaundice
E. Chronic liver disease
Analisis Soal
• Neonatus dengan kadar bilirubin indirek 22
mg/dL dan kadar bilirubin direct 3 mg/dL
bil indirek tinggi  bil indirek sifatnya larut
lemak, sehingga bisa melewati sawar darah
otak  kernikterik
Kernikterus

• “Kernicterus” refers to the neurologic consequences of the


deposition of unconjugated bilirubin in brain tissue
• Serum unconjugated bilirubin level exceeds the binding
capacity of albumin → unbound lipid-soluble bilirubin
crosses the blood-brain barrier
• Albumin-bound bilirubin may also cross the blood-brain
barrier if damage has occurred because of asphyxia,
acidosis, hypoxia, hypoperfusion, hyperosmolality, or sepsis
in the newborn
• The exact bilirubin concentration associated with
kernicterus in the healthy term infant is unpredictable. In
the term newborn with hemolysis, a bilirubin level above
20 mg per dL (342 μ mol per L) is a concern

Am Fam Physician. 2002 Feb 15;65(4):599-607. Hyperbilirubinemia in the Term Newborn.


Kernikterus
• Prinsip tatalaksana
• Bilirubin indirek bersifat lipofilik adalah mencegah
• Peningkatan bilirubin indirek  menembus neurotoksisitas
sawar darah otak  ensefalopati bilirubin • Pilihan utamanya
(kernikterus) adalah transfusi tukar
• Apabila transfusi tukar
Tahap 1: Letargi, hipotonia, refleks isap buruk belum bisa dikerjakan,
Tahap 2: hipertonia, opistotonus, retrocollis maka dilakukan
Tahap 3: Hypotonia is a typical sign. fototerapi dahulu
Sekuele/kronik: Kehilangan pendengaran hingga transfusi tukar
sensorineural, Serebral palsi koreoatetoid, dapat dikerjakan
Abnormalitas daya pandang
44.
Anak perempuan, 6 tahun, dibawa ibunya berobat ke puskesmas
dengan keluhan nyeri di daerah kemaluannya, keputihan dan sulit
buang air kecil. Sejak seminggu belakangan anak sering terbangun
saat tidur malam karena daerah anusnya gatal sehingga digaruk.
Pada suatu malam ibunya pernah menemukan benda putih kecil
seukuran kelapa parut di daerah perianal. Dari pemeriksan kulit
perianal diperoleh kemerahan dan luka karena di garuk. Pada
pemeriksaan apusan perianal dokter menemukan telur cacing
berbentuk asimetris berisi larva. Mengapa dapat terjadi keputihan
pada pasien ini?
A. Kedua kondisi koinsiden dan tidak berkaitan
B. Rasa gatal menyebar dari perianal hingga vagina
C. Migrasi cacing betina ke vagina menimbulkan vaginitis
D. Garukan yang kuat menyebabkan lecet dan infeksi di daerah vagina
E. Penyebaran secara sistemik sehingga seluruh tubuh bisa terasa
gatal
Analisis Soal
• Anak sering terbangun tidur malam karena anus gatal +
benda putih kecil spt kelapa parut di perianal + telur
cacing berbentuk asimetris berisi larva  infeksi cacing
Enterobius (Oxyuris) vermikularis/ cacing kremi
• Keputihan pada anak perempuan ini terjadi karena
cacing betina gravid bisa mengembara dan dapat
bersarang di vagina dan tuba fallopii sehingga
menyebabkan radang di saluran telur dan
vulvovaginitis pada anak perempuan prapubertas.
Oksiuriasis (Cacing Kremi)
• Nama lain: Enterobius
vermicularis

• Gejala
– Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
– Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
– Telur lonjong dan datar pada
satu sisi, bening

DOC: Mebendazole 500 mg SD


Alternatif: Albendazole 400 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB
2 minggu setelahnya diberikan lagi dosis sama
Manifestasi Klinis
• Cacing betina yang gravid umumnya • Perasaan gatal sering terjadi pada
pada malam hari akan turun ke malam hari sehingga pasien
bagian bawah kolon dan keluar terganggu tidurnya, anak menjadi
melalui anus. lemah, dan iritabel, (tidur tidak pulas)
• Telur akan diletakkan di perianal dan atau mimpi yang menakutkan
di kulit perineum, kadang- kadang (nightmare), sehingga kelopak mata
cacing betina dapat bermigrasi ke bawah tampak bayangan kulit gelap.
vagina. • Cacing betina gravid mengembara
• Gejala klinis yang mencolok dan dapat bersarang di vagina dan
disebabkan iritasi di sekitar anus, tuba fallopii sehingga menyebabkan
perineum, dan vagina oleh cacing radang di saluran telur dan
betina gravid yang bermigrasi ke vulvovaginitis pada anak perempuan
daerah anus dan vagina  pruritus prapubertas.
lokal, anak menggaruk kulit di sekitar • Juga diketahui merupakan penyebab
anus, berakibat terjadinya iritasi + potensial enuresis sekunder dan
bisa infeksi bakteria sekunder. infeksi saluran kemih.
Seorang anak berusia 6 tahun
45. datang dengan keluhan
pandangan mata kabur. Pasien
tampak kurus kering, rambut
kering, dan kulit pasien juga
tampak kusam. Pada
pemeriksaan didapatkan seperti
gambar berikut. Apakah terapi
yang dapat diberikan kepada
pasien?

A. Vitamin A 3 x 50.000 IU pada hari 1, 2, 14


B. Vitamin A 1 x 50.000 IU pada hari 1, 2, 14
C. Vitamin A 3 x 100.000 IU pada hari 1, 2, 14
D. Vitamin A 1 x 100.000 IU pada hari 1, 2, 14
E. Vitamin A 1 x 200.000 IU pada hari 1, 2, 14
Analisis Soal
• Anak pandangan mata kabur, rambut kering,
dan kulit pasien juga tampak kusam  tanda
defisiensi vitamin A
• Untuk usia > 1 tahun, dosis terapi yang tepat
ialah Vitamin A 1 x 200.000 IU pada hari 1, 2,
14
Therapy
• For treatment of
xerophthalmia, vitamin A is given
in three doses at the age-specific
doses:
– Infants < 6 months of age: 50,000
international units orally
– Infants 6 to 12 months of age:
100,000 international units orally
– Children >12 months: 200,000
international units orally
– Adolescent and adults is 200,000
international units orally

• The first dose is given immediately


on diagnosis, the second on the
following day, and the third dose at
least two weeks later.
46.
Seorang anak datang diantar oleh ibunya dengan
keluhan melihat kabur terutama sore hari. Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan bercak
berbentuk segitiga dari area temporal. Diagnosis
yang mungkin ialah...
A. XN
B. X1A
C. X1B
D. X2
E. XS
Analisis Soal
• Seorang anak datang diantar oleh ibunya
dengan keluhan melihat kabur terutama sore
hari  hemeralopia  salah satu
penyebabnya def. vit A/xeroftalmia
• PF bercak berbentuk segitiga dari area
temporal  bercak bitot  stadium X1B
Xerophthalmia (Xo)
Stadium :
XN : night blindness (hemeralopia)
X1A : xerosis conjunctiva
X1B : xerosis conjunctiva (with bitot’s spot)
X2 : xerosis cornea
X3A : Ulcus cornea < 1/3
X3B : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea
XS : Corneal scar
XF : Xeroftalmia fundus
Xerophthalmic fundus
47.
An. I, 4 tahun, datang dengan keluhan BAB encer sejak 3
hari terakhir. Orang tua pasien mengeluhkan anaknya
BAB encer 3x/ hari, konsistensi lembek, warna coklat
kekuningan, tidak ada darah. Pada pemeriksaan fisik
pasien tampak sadar, mata cekung (-), turgor kulit
kembali cepat, CRT 2 detik. Berapa kebutuhan cairan
yang diperlukan pasien tersebut?
A. 50-100 ml tiap BAB cair
B. 100-200 ml tiap BAB cair
C. 200-250 ml tiap BAB cair
D. 250-300 ml tiap BAB cair
E. 300-400 ml tiap BAB cair
Analisis Soal
• An 4 tahun, datang dengan keluhan BAB encer
sejak 3 hari terakhir dengan PF tampak sadar,
mata cekung (-), turgor kulit kembali cepat,
CRT 2 detik  diare akut tanpa dehidrasi
• Kebutuhan cairan utk rehidrasi terapi A usia >
2 tahun (buku WHO) ialah 100-200 ml tiap
BAB cair
KLASIFIKASI DIARE
48.
Anak laki-laki, 3 tahun, mengalami kelemahan pada
ekstremitas kirinya sejak seminggu yang lalu. Riwayat
demam, nyeri kepala, diare, dan nyeri tenggorokkan
seblumnya. Ibunya adalah penganut paham antivaksin. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan acute flaccid paralysis dengan
kelemahan pada ekstrimitas kiri terutama tungkai. refleks
fisiologis berkurang. Berapa hari masa inkubasi penyebab
kelainan tersebut?
A. 3-15 hari
B. 3-20 hari
C. 3-25 hari
D. 3-30 hari
E. 3-35 hari
Analisis Soal
• Anak laki-laki acute flaccid paralysis sifat
asimetris + gejala demam, nyeri kepala, diare,
dan nyeri tenggorokkan seblumny + Ibu
penganut paham antivaksin Poliomielitis
paralitik
• Masa inkubasi virus polio berkisar antara 5-35
hari (PPM IDAI 2011)
Poliomyelitis
• Polio (poliomyelitis) adalah infeksi oleh enterovirus dari famili
Picornaviridae
• 4 bentuk: inapparent infection (90-95%), abortif/minor illness (4-8%),
poliomielitis nonparalitik (meningitis aseptik), dan poliomyelitis paralitik
(1-2%)
• lebih sering mengenai anak < 5 tahun dengan frekuensi anak laki-laki dan
perempuan sama banyak.
• Poliovirus adalah RNA virus yang ditransmisi melalui orofekal atau
tertelan air yang terkontaminasi.
• Terdiri dari 3 serotipe: 1, 2, dan 3 dengan masa inkubasi 5-35 hari.
• The viral replicate in the nasopharynx and GI tract → invade lymphoid
tissues → hematologic spread → viremia → neurotropic and produces
destruction of the motor neurons in the anterior horn
49.
Anak, 5 bulan datang dibawa ibu dengan keluhan
perkembangan anak tampak lebih lambat dari usianya.
Riwayat lahir 7 bulan dengan berat 2100g. Pada
pemeriksaan fiaik ditemukan tetraplegi. Diagnosis pasien
tersebut yang paling mungkin adalah....
A. Meningitis
B. Cerebral palsy spatik
C. Cerebral palsy athetoid
D. Enchephalitis
E. Meningoensephalitis
Analisis Soal
• Anak, 5 bulan dgn perkembangan anak tampak
lebih lambat + tetraplegi + Riwayat lahir 7 bulan
dengan berat 2100g  prematur merupakan
salah satu faktor risiko cerebral palsy
• Tipe cerebral palsy tersering ialah spastik
• Pilihan lainnya ensefalitis, meningitis,
meningoensefalitis biasanya memiliki gejala
infeksi (ditambah gejala lain seperti penurunan
kesadaran, kejang, tana rangsang meningeal)
Cerebral Palsy
• Cerebral palsy (CP) describes a group of permanent disorders of the
development of movement and posture, causing activity limitation,
that are attributed to non-progressive disturbances that occurred in
the developing fetal or infant brain.
• The motor disorders of cerebral palsy are often accompanied by
disturbances of sensation, perception, cognition, communication,
and behaviour, by epilepsy, and by secondary musculoskeletal
problems. ”Rosenbaum et al, 2007
• Although the lesion is not progressive, the clinical manfestations
change over time
• CP is caused by a broad group of developmental, genetic,
metabolic, ischemic, infectious, and other acquired etiologies that
produce a common group of neurologic phenotypes
Behrman: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th ed
Cerebral Palsy Risk factor
Clinical Manifestation
• Spastic hemiplegia: decreased spontaneous movements on the affected
side, the arm is often more involved than the leg. Spasticity is apparent in
the affected extremities, particularly the ankle, causing an equinovarus
deformity of the foot
• Spastic diplegia is bilateral spasticity of the legs greater than in the arms.
Examination: spasticity in the legs with brisk reflexes, ankle clonus, and a
bilateral Babinski sign. When the child is suspended by the axillae, a
scissoring posture of the lower extremities is maintained
• Spastic quadriplegia is the most severe form of CP because of marked
motor impairment of all extremities and the high association with mental
retardation and seizures
• Athetoid CP, also called choreoathetoid or extrapyramidal CP, is less
common than spastic cerebral palsy. Affected infants are characteristically
hypotonic with poor head control and marked head lag
50.
Bayi laki-laki usia 1 hari dibawa ke UGD karena
penurunan kesadaran disertai adanya perdarahan dari
hidung. Bayi lahir aterm di dukun beranak tanpa
komplikasi. Saat ini hanya diberi ASI. Tampak
konjungtiva anemis dan ubun-ubun menonjol pada
pemeriksaan fisik. Kemungkinan bayi ini mengalami....
A. Acquired prothrombin complex deficiency
B. Hemofilia
C. ITP
D. Vonwillebrand disease
E. Meningitis
Analisis Soal
• Bayi laki-laki usia 1 hari + penurunan kesadaran +
perdarahan(dari hidung) + UUB menonjol dan KA
anemis + lahir di dukun beranak (mungkin tidak
mendapat vit K suntik pasca lahir)  perdarahan
intrakranial ec. Vit K deficiency bleeding
• Acquired prothrombin Complex Deficiency sebetulnya
merupakan bentuk late onset VKDB yang biasanya
muncul pada minggu ke 2 hingga usia 6 bulan
• Biasanya yang muncul pada hari kedua hingga 7
merupakan tipe classic yang biasanya mengalami
perdarahan pada umbilikal, GI tract, hidung,kulit, dan
kadang intrakranial
Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB)
Stadium Characteristic
Early-onset VKDB usually occurs during first 24 hours after birth. Baby born of
mother who has been on certain drugs: anticonvulsant,
antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.
Classic VKDB Occurs during 2 to 7 day of life when the prothrombin complex
is low. It was found in babies who do not received VKP or
VK supplemented.
Bleeding commonly occurs in the umbilicus, gastrointestinal
(GI) tract (ie, melena), skin, nose, surgical sites (ie, circumcision)
and, uncommonly, in the brain.
Late-onset VKDB / Late-onset vitamin K deficiency bleeding usually occurs
APCD (acquired between age 2-12 weeks; however, it can be seen as long as 6
prothrombin months after birth. This disease is most common in breastfed
complex disorder) infants who did not receive vitamin K prophylaxis at birth.
More than half of these infants present with acute intracranial
hemorrhages
Acquired Prothrombine Complex Deficiency
(APCD) dengan Perdarahan Intrakranial
• Acquired Prothrombine Complex Deficiency (APCD)
dengan Perdarahan Intrakranial merupakan
kelanjutan dari VKDB (late onset VKDB)
• Etiologinya adalah defisiensi vitamin K yang dialami
oleh bayi karena : (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam
plasma dan cadangan di hati, (2) Rendahnya kadar
vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin
K1 pada saat baru lahir
• Mulai terjadi 8 hari-6 bulan, insidensi tertinggi 3-8
minggu
• 80-90% bermanifestasi menjadi perdarahan
intrakranial

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010


APCD
• Diagnosis • Tatalaksana APCD
– Anamnesis : Bayi kecil yang – Pada bayi dengan kejang fokal, pucat,
sebelumnya sehat, tiba-tiba dan UUB membonjol, berikan
tampak pucat, malas minum, tatalaksana APCD sampai terbukti
bukan
lemah. Tidak mendapat vitamin K
saat lahir, konsumsi ASI, kejang – Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari
berturut-turut
fokal
– Transfusi FFP 10-15 ml/kgBB selama 3
– PF : Pucat tanpa perdarahan yang hari berturut-turut
nyata. Tanda peningkatan tekanan – Transfusi PRC sesuai Hb
intrakranial (UUB membonjol, – Tatalaksana kejang dan peningkatan
penurunan kesadaran, papil tekanan intrakranial (Manitol 0,5-1
edema), defisit neurologis fokal g/kgBB/kali atau furosemid 1
– Pemeriksaan Penunjang : Anemia mg/kgBB/kali)
dengan trombosit normal, PT – Konsultasi bedah syaraf
memanjang, APTT • Pencegahan : Injeksi Vitamin KI 1 mg
normal/memanjang. USG/CT Scan IM pada semua bayi baru lahir
kepala : perdarahan intrakranial
– Pada bayi dengan kejang fokal,
pucat, disertai UUB membonjol
harus difikirkan APCD sampai
terbukti bukan
Buku PPM Anak IDAI
OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
51.
Seorang anak berumur 3 bulan di bawa oleh ibunya
untuk periksa dengan keluhan kaki kiri tampak lebih
pendek dari kaki kanan. Pada lipat paha juga terlihat
tampakan tidak sama antara kanan dan kiri. Riwayat
persalinan dengan letak lintang dan dibantu bidan. Tes
Barlow dan tes Ortolani positif. Apakah pemeriksaan
lain yang bisa membantu diagnosis pasien tersebut??
A. Klisic dan galleazi test
B. Laseque dan kernig test
C. Patrick dan kontrapatrick test
D. Galleazi dan spurling test
E. Lhermitte dan patrick test
Analisis Soal
• Anak berumur 3 bulan riwayat lahir lintang + kaki kiri
tampak lebih pendek dari kaki kanan, lipat paha
asimetris + Tes Barlow dan tes Ortolani positif 
congenital hip dysplasia.
• Pemeriksaan lainnya yang mendukung ialah Klisic dan
galleazi test
• Pilihan lain:
• Laseque: TRM dan radikulopati L4-S1
• Kernig test: TRM
• Patrick dan kontrapatrick test: kelainan panggul
seperti sakroiliitis (koksitis) dan hip impingement
• Spurling test: radikulopati servikal
• Lhermitte test: mielopati servikal
Developmental Dysplasia of the Hip
• Developmental Dysplasia of the Hip (DDH) atau yang dahulu
dikenal dengan Congenital Dysplasia of the Hip (CDH)
merupakan suatu abnormalitas hubungan antara caput femur
dengan asetabulum.
• Tiga kali lebih sering pada pinggul kiri dibandingkan kanan.
• Faktor risiko:
– presentasi bokong
– riwayat keluarga dengan DDH (khususnya orang tua atau saudara)
– bayi perempuan (4 kali lebih sering pada bayi perempuan)
– berat bayi lahir lebih dari 4kg
– kehamilan lebih dari 42 minggu, oligohidramnion, anak pertama atau
kehamilan multipel
– budaya “membedong” terlalu ketat.

http://orthoinfo.aaos.org
Clinical Manifestations
In newborn:
• We can diagnose DDH in this period by +ve
Ortolani test.
• Asymmetry of the skin fold may help, but its not
specific.
• Shortening of the limb at this age doesn’t exist.
• We cant use X-rays because the acetabulum and
proximal femur are cartilaginous and wont be
shown on X-ray.
• Ultrasound is the best method to Dx.
In the intermediate age (after 3 months):
• The most diagnostic sign is Ortolani’s limitation of
abduction.
• Abduction less than 60 degrees is almost diagnostic.
• Shortening of the limb is more obvious now.(Galeazzi’s test)
• X-rays after the age of 3 can be helpful esp. after the
appearance of the ossific nucleus of the femoral head
• US is 100% diagnostic.

In older children:
• Complaints of limping, waddling (bilateral DDH), lumbar
lordosis, limitation of hip abduction, toe-walking, wide
perineum
CLINICAL TESTS
• Barlow's test:
– the Barlow maneuver identifies the unstable hip that
is in a reduced position that the clinician can passively
dislocate.
• Ortolani ‘s test:
– performed following Barlow's test to determine if the
hip is actually dislocated  clunk sound
• Klisic’s test
• Galeazzi’s test
• Limited abduction
Limited abduction
Uji Ortolani

Uji Barlow
Tanda Galleazi

• Dalam keadaan berbaring dan lutut dilipat, kedua lutut


seharusnya sama tinggi.
• Bila terdapat dislokasi panggul, maka lutut pada pada tungkai
yang bersangkutan akan terlihat lebih rendah.
Asymmetric Klisic’s test
gluteal, thigh,
labial folds
52.
Seorang anak usia 7 tahun dibawa ke puskesmas oleh
ibunya dengan keluhan bintik-bintik kemerahan di
sekitar bibir sejak 3 hari lalu. Keluhannya berupa nyeri
dan panas. Pemeriksaan dermatologis menunjukkan
terdapat vesikel multipel warna merah muda dengan isi
cairan bening dasar kemerahan. Diagnosis kasus ini
adalah…
A. Varicella
B. HSV tipe 1
C. HSV tipe 2
D. Herpes Zoster
E. Variolla
Analisis Soal
• Anak dengan demam + di area bibir terdapat vesikel
multipel warna merah muda dengan isi cairan bening
dasar kemerahan + nyeri  infeksi HSV, karena area
tubuh bagian atas, kemungkinan HSV tipe 1 (HSV tipe 2
biasanya di area genitalia)
• Bukan varicella karena kelainan kulitnya biasanya
tersebar di seluruh tubuh, bukan berkelompok, bersifat
polimorfik (berupa papul, vesikel isis cairan bening
hingga bustul, atau ada yg sudah pecah)
• Buka H. zoster karena kelainan kulit biasanya unilateral
dermatomal
• Variola sudah tereradikasi
Herpes Simpleks
• Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit
yang sembab dan eritematosa di daerah dekat mukokutan
• Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di
daerah pinggang ke bawah terutama genital
• Pemeriksaan
– Ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck (ditemukan sel
datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear, glass cell)
• Gejala klinis:
– Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab &
eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat
indurasi, sering disertai gejala sistemik
– Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam
keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis
– Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang
sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.
Regimen terapi (PPK Perdoski)
Untuk yang baru pertama kali menderita
Tipe II
• Acyclovir 3x400 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Acyclovir 5x200 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU
• Valacyclovir 2x1 gram/hari selama 7-10 hari,
ATAU
• Famcyclovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari

Untuk yang rekuren Tipe I


• Acyclovir 3x400 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Acyclovir 5x200 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Acyclovir 3x800 mg/hari selama 2 hari, ATAU
• Valacyclovir 2x500 mg/hari selama 5 hari, ATAU
• Famcyclovir 2x125 mg/hari selama 5 hari, ATAU
53.
Pasien anak usia 7 tahun BB 25 kg datang dengan
demam terutama sore menjelang malam. Dua minggu
lalu baru pulang dari labuan Bajo untuk liburan.
Pemeriksaan darah didapatkan adanya plasmodium
falciparum dan plasmodium vivax. Obat yang diberikan
adalah ....
A. ACT 1½ tab 3 hari + primakuin ½ tab 14 hari
B. ACT ½ tab 3 hari + primakuin ¼ tab 1 hari
C. ACT ½ tab 3 hari + primakuin ¼ tab 3 hari
D. ACT 4 tab 3 hari + primakuin 1 tab 14 hari
E. ACT 3 tab 3 hari + primakuin 1 tab 14 hari
Analisis Soal
• Pasien anak usia 7 tahun demam + pulang
dari daerah endemis malaria + Pemeriksaan
darah plasmodium falciparum dan
plasmodium vivax  Infeksi malaria mix 
pengobatan ACT 3 hari dan primakuin 14 hari
• Usia 7 tahun, BB 25 kg ACT 1½ tab 3 hari +
primakuin ½ tab 14 hari
• Jika antara usia dan BB julalah tabletnya
berbeda, ikuti berdasarkan BB
Catatan
• Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila
penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat
dapat berdasarkan kelompok umur.
• Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
• Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
• Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.
• Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah
minum obat primakuin, maka pengobatan diberikan secara mingguan
selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan
malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah
sakit.
54.
Pasien anak perempuan usia 7 tahun dibawa
ibunya karena telah menstruasi. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan pertumbuhan payudara dan
rambut pubis. Hormon apa yang berperan penting
pada kondisi anak tersebut?
A. GnRH
B. GH
C. LH
D. Prolaktin
E. Oksitosin
Analisis Soal
• Anak perempuan usia 7 tahun dibawa ibunya
karena telah menstruasi + pertumbuhan
payudara dan rambut pubis  pubertas prekoks
• Hormon yang berperan dalam memicu pubertas
prekoks (terutama sentral) adalah LH, FSH, GnRH
• Lebih dipilih jawaban LH dibandingkan GnRH
karena pemeriksaan yang dilakukan adalah nilai
basal LH dan FSH.
– Kadar basal LH basal >0,83 U/L atau rasio LH/FSH >1
menunjukkan stadium pubertas
Pubertas Prekoks

• Definisi: tanda-tanda maturasi • GnRH dependent (central) : early


seksual sebelum usia 8 tahun pada reactivation of Hypothalamus-
perempuan dan 9 tahun pada laki- pitutary- gonad axis
laki • GnRH independent (peripheral):
• Lebih banyak pada perempuan autonom sex steroid, not affected by
• Perempuan  idiopatik; laki-laki  Hypothalamus-pitutary-gonad axis
kelainan CNS
• Efek estrogen →
– ”tall child but short adult” - karena
penutupan epifisis tulang dini
– ginekomastia
• Efek testosteron
– hirsutism
– Acne
– male habitus
• Efek umum
– sexual behavior
– agresif
Etiologi
GnRH dependent (sentral) GnRH independent (perifer); Lelaki:
• idiopatik • (isoseksual)
• kelainan SSP – adrenal: tumor, CAH
– tumor – testes : tumor sel Leydig, familial
testotoksikosis
– non-tumor: pasca infeksi, radiasi,
trauma, kongenital – gonadotropin-secreting tumor:
• non SSP: hepatoma, germinoma,
• Iatrogenik teratoma
• keterlambatan diagnosis pada GIPP • SSP: germinoma, adenoma (LH
secreting)
GnRH independent (perifer),
perempuan: • Heteroseksual
• (isoseksual) – peningkatan aromatisasi perifer
– McCune Albright •
– Hipotiroid berat
• heteroseksual
– adrenal: tumor, CAH
– Tumor ovarium:arrhenoblastoma

Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan
Gejala + Tanda
GnRH Dependent Precoccious GnRH Independent Precoccious
Puberty Puberty
• Selalu isoseksual • Isoseksual atau heteroseksual
• perkembangan tanda-tanda (late onset CAH, tumor
pubertas adrenal)
• mengikuti pola stadium • perkembangan seks sekunder
pubertas normal tidak sinkron (volume testes
• gambaran hormonal: tidak sesuai dengan stadium
peningkatan aktivitas pubertas - lebih kecil)
hormonal di seluruh poros • peningkatan kadar seks steroid
tanpa disertai peningkatan
kadar GnRH dan LH/FSH

Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan
Anamnesis

• Usia awitan saat terjadi pubertas dan progresivitas perubahan fisik


pubertal.
• Pola pertumbuhan (kecepatan tumbuh) anak sejak bayi.
• Adanya kelainan SSP atau gejala kelainan SSP
• Riwayat penyakit dahulu
– kemoterapi, radiasi, operasi, trauma atau infeksi SSP, riwayat konsumsi
obat-obatan jangka panjang (obat yang mengandung hormon steroid
seks)
• Riwayat penyakit keluarga
– riwayat pubertas anggota keluarga yang lain, tinggi badan, dan rerata
pertumbuhan orangtua dan saudara kandungnya.
• Adanya paparan kronik terhadap hormon seks steroid eksogen.
Pemeriksaan fisis
• Pengukuran tinggi badan, berat badan, rasio segmen atas/bawah
tubuh.
• Palpasi tiroid: ukuran, ada tidaknya nodul, konsistensi, dan bruit
• Status pubertas sesuai dengan skala maturasi Tanner
– Perempuan: rambut aksila (A), payudara atau mammae (M), dan
rambut pubis (P).
– Laki-laki: rambut aksila (A), rambut pubis (P), dan genital (G).
• Lesi kulit hiperpigmentasi menunjukkan neurofibromatosis atau
sindrom McCune- Albright.
• Palpasi abdomen untuk mendeteksi adanya tumor
intraabdomen.
• Pemeriksaan status neurologis, funduskopi, visus.
Pemeriksaan laboratorium + Radiologi
• Nilai basal LH dan FSH. • RUTIN:
– Kadar basal LH basal >0,83 U/L – Usia tulang/bone age
menunjang diagnosis pubertas
prekoks sentral. – USG pelvis pada anak
– rasio LH/FSH lebih dari satu
perempuan
menunjukkan stadium pubertas. • ATAS INDIKASI:
• Hormon seks steroid: estradiol – Ultrasonografi testis pada
pada anak perempuan dan anak laki-laki jika terdapat
testosteron pada anak laki- laki. asimetri pembesaran testis.
• Kadar DHEA – USG atau CT-Scan abdomen.
(dehydroepiandrosterone) atau – MRI kepala untuk mencari lesi
DHEAS (DHEA sulfate) jika hipotalamus
terdapat bukti adrenarke.
• Tes stimulasi GnRH/GnRHa: kadar
puncak LH 5-8 U/L menunjukkan
pubertas prekoks progresif.
55.
Seorang anak berusia 7 tahun karena demam selama 7
hari, terutama pada sore hari dan makin lama demam
makin tinggi suhunya. Anak juga menjadi malas makan,
terakhir BAB 5 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan demam dan bradikardia relatif. Pemeriksaan
penunjang yang sesuai ialah...
A. IgM IgG Dengue
B. NS1
C. Tubex
D. Urinalisis
E. Kultur urin
Analisis Soal
• Demam selama 7 hari, terutama pada sore hari
dan makin lama demam makin tinggi suhunya +
gangguan pencernaan + bradikardia relatif 
karakteristik demam typhoid
• Pemeriksaan penunjang: dalam minggu pertama
paling baik kultur darah dengan media empedu
sapi  tidak ada
– Kultur urin biasanya positif di minggu III
• Alternatif lainnya serologi; yang bisa diperiksa
sejak minggu pertama adalah Tubex
Pemeriksaan Demam Tifoid
Spesimen Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV

Darah Sensitivitas 70% Sensitivitas


(GOLD 40-50%
STANDARD) disarankan
kultur
feses/urin

Bone marrow Sensitivitas 90% (setelah 5


hari antibiotik akan turun)
terlalu invasif dan tidak
menjadi pilihan utama

Feses Sensitivitas 20-60%


Urin Sensitivitas 25-30%
Typhidot
• Deteksi IgM dan IgG terhadap outer
membrane protein (OMP) 50 kDa dari
S. typhi.
• Positif setelah infeksi hari 2-3.
• Sensitivitas 79%, spesifisitas 89%

Tubex TF
• Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya
S. typhi).
• Positif setelah hari ke 3-4.
• Sensitivitas 78%, spesifisitas 89%
A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.
Tes Widal:

• Deteksi antibodi terhadap antigien somatik O & flagel H


dari salmonella.
• Diagnosis (+): peningkatan titer >4 x setelah 5-10 hari dari
hasil pertama.
• Antibody O meningkat setelah 6-8 hari, antibodi H
meningkat setelah 10-12 hari.
• Pada daerah endemik, tes widal tunggal tidak reliabel
karena antibodi terhadap H dan O dapat terdeteksi hingga
1/160 pada populasi normal. Karena itu, sebagian
memakai batas titer H dan/ O ≥ 1/320 sebagai nilai yang
signifikan.
• Sensitivitas 64% dan spesifisitas 76%
NEUROLOGI
56.
Seorang perempuan datang ke RS dengan keluhan mulut
mencong. Sebelumnya pada malam hari, pasien mengaku
dibonceng naik sepeda motor. Dari pemeriksaan dijumpai
sudut mulut jatuh ke kiri, mata kiri tidak dapat tertutup
sempurna dan kerut kening tidak simetris. Fungsi saraf
yang mengalami gangguan adalah…
A. Nervus trigeminus perifer
B. Nervus trigeminus sentral
C. Nervus facialis perifer
D. Nervus facialis sentral
E. Nervus labialis
• Pasien mengeluhkan mulut mencing setelah
sehari sebelumnya dibonceng naik sepeda
motor. Pada pemeriksaan didapatkan sudut
mulut jatuh ke kiri, mata kiri tidak dapat
menutup sempurna, dan kerut kening tidak
simetris. Diagnosis yang sesuai pada kasus ini
adalah Bell’s Palsy yang merupakan paralisis N.
VII (fasialis) perifer.
Bell’s Palsy
57.
Wanita usia 60 tahun datang ke praktek dokter dengan
keluhan nyeri pada pinggang menjalar ke kaki. Pasien
bekerja sebagai tukang cuci. Nyeri bertambah jika
mengangkat beban berat, berkurang jika istirahat. TTV
dalam batas normal, tes laseque (+), Patrick (-), Contra
Patrick (-). Diagnosis pasien ini adalah…
A. HNP
B. Spondilosis
C. Spondilolitis
D. Spondilolisthesis
E. Spondilitis TB
• Pasien mengeluhkan nyeri pinggang yang mnejalar hingga kaki.
Nyeri memberat saat mengangkat beban berat dan berkurang saat
istirahat. Pada pemeriksaan didapatkan tes lasegue (+), patrick test
(-), dan contrapatrick test (-). Dari pilihan jawaban yang ada
diagnosis yang paling mungkin adalah HNP.
• Spondilosis: degenerasi pada sendi tulang belakang.
• Spondilolisthesis: pergeseran vertebra kedepan terhadap segment
yang lebih rendah, yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4
atau ke 5 akibat kelainan pada pars interartikularis.
• Spondilolitis: peradangan pada vertebrae.
• Spondilosis, spondilolisthesis, dan spondilolitis ditegakan dengan X-
Ray.
• Spondilitis TB: inflamasi pada vertebrae yang disebabkan oleh
infeksi TB. Gejala khas adalah adanya gibbus yang teraba pada
vertebrae.
HNP
• HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya
nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus
fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla
spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf
spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Lasegue’s Test (Straight Leg Raising
Test)
• Prosdur: pasien supine.
Fleksikan sendi pinggul pasien
dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan
fleksi, kemudian ekstensikan
tungkai bawah.
• Tes positif: radikulopati sciatik
(+), jika:
– Nyeri tidak ada pada
kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
– Nyeri muncul saat pinggul
fleksi, dan kemudian lutut
diekstensikan.
• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test
– Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka.
– Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua
sendi tersebut.

Patrick Test Contra-patrick Test


58.
Seorang pasien jatuh dari motor dengan kedua
lengan menahan di aspal. Saat ini pasien lumpuh
pada kedua lengan atas dan bawah. Dimanakah
letak kelainan tersebut…
A. N. Medianus
B. N. Radialis
C. N. Ulnaris
D. Plexus Brachialis
E. Lumbosacral
• Pasien terjatuh dari motor dan mengalami
kelumpuhan kedua lengan atas dan bawah.
Saraf yang paling mungkin mengalami
kelumpuhan adalah plexus brachialis.
• N. medianus  Ape thumb/ monkey hand.
• N. radialis  drop hand.
• N. ulnaris  claw hand.
Cedera Pleksus Brakhialis

• Pleksus brakhialis
dibentuk oleh radiks C5
– T1
• Cedera pleksus
Brakhialis dapat dibagi
menjadi cedera pleksus
bagian atas dan bawah
Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy
• Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and
extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”)
• Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral
rotators of shoulder and flexors & supinators of
elbow
• Loss of sensation to lateral aspect of UE
• More common; better prognosis

Bayne & Costas


(1990)

Netter 1997
Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy
• Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy
• Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the
muscles working the hand: “claw hand”
• Loss of sensation to medial aspect of UE
• Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome
• Much rarer (1%) but poorer prognosis

“claw
hand”

2006 Moore & Dalley COA

Netter 1997
59.
Laki-laki, 60 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada
wajah sebelah kanan sejak 3 bulan. Pada anamnesis
didapatkan panas dan terbakar. Nyeri ini timbul ketika
pasien disentuh daerah pipi dan dagu serta ketika pasien
menggosok gigi. Pada pemeriksaan neuro dalam batas
normal. Diagnosis pasien ini adalah…
A. Alodinia
B. Anestesia
C. Hipostesia
D. Parastesia
E. Hiperalgesia
• Pasien dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan
sejak 3 bulan yang lalu. Wajah terasa panas dan
terbakar saat daerah pipi disentuh atau saat sikat gigi.
Diagnosis yang sesuai adalah neuralgia trigeminal dan
yang dialami pasien adalah alodinia, yakni rangsang
nyeri yang muncul saat diberikan rangsangan yang
normalnya tidak menimbulkan nyeri, seperti raba atau
sentuhan.
• Hiperalgesia: saat diberikan rangsang nyeri (mis:
tusukan jarum), pasien merespon nyeri tersebut secara
berlebihan, sehingga nyeri terasa lebih berat.
Neuralgia Trigeminal
60.
Seorang wanita, 55 tahun, datang dengan keluhan kebal di
kedua kaki sejak 1 bulan. Riwayat DM 5 tahun yang lalu.
Tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan neurologi
hipestesi stoking gloves kaki kanan dan kiri. Pemeriksaan
penunjang yang tepat adalah…
A. MRI
B. EMG
C. EEG
D. CT Scan
E. HbA1C
• Pasien 55 tahun dengan riwayat DM sejak 5
tahun yang lalu, mengeluhkan baal di kedua
kaki sejak 1 bulan. Pemeriksaan status
neurologis didapatkan hipestesi pada kedua
pedis. Diagnosis yang sesuai pada kasus ini
adalah neuropati DM. Pemeriksaan yang
dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
tersebut EMG.
Neuropati Diabetikum
• Neuropati diabetikum merupakan komplikasi yang paling sering
pada diabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien dengan DM
tipe 1 dan tipe 2.
• Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda
disfungsi pada saraf perifer pada penderita diabetes mellitus
setelah penyebablainnya disingkirkan.
• Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf motorik
serta sensorik ekstremitas bawah yang disebabkan oleh
jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf.
• Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual yang
bersifat fokal (mononeuropati diabetik) paling besar
kemungkinannya disebabkan olehmakroangiopati
Klasifikasi Diabetic Neuropathy

• Peripheral simetric distal polyneuropathy (sensoric >> motoric)


– Bentuk paling lazim dari diabetic neuropathy
– Mengenai ekstremitas bawah distal dan tangan (“stocking-glove” sensory loss)
– Gejala/tanda
• Nyeri, rasa terbakar pada feet, leg, hand, arm
• Numbness
• Tingling
• Paresthesia
• Autonomic neuropathy
– Mengenai saraf otonom yang mengontrol organ dalam. Gejala dapat berupa
disfungsi ereksi, konstipasi, diare, gangguan kontrol kandung kemih, kulit
menjadi kering, hipertensi orthostatik, dsb.
• Asymetric Mononeuropathy/ Mononeuropathy (motoric >> sensoric)

327
• Electromyography ( EMG) adalah EMG
suatu teknik untuk mengevaluasi
dan merekam isyarat pengaktifan Indikasi:
otot. • Motor neuron disease
• Gangguan saraf tepi & akson
• Mendeteksi potensi yang elektrik (neuropati )
yang dihasilkan oleh sel otot • Gangguan pada neuromuskular –
ketika kontraksi dan juga ketika junction (miastenia gravis)
• Penyakit otot primer ( DMP )
sel pada posisi diam.
• Membantu menegakkan diagnosis
• Tujuan: Pemeriksaan pada seperti Bells Palsy
terjadinya lemah otot yang belum
diketahui.
• EMG dapat membedakan
kelemahan otot oleh gangguan
otot dan kelemahan oto tyang
disebabkan oleh kelainan saraf.
• EMG dapat juga digunakan untuk
menentukan derajat iritasi dan
kerusakan saraf.
OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
61.
Pasien laki-laki, 20 tahun, terjatuh saat naik pohon
kelapa. Dari pemeriksaan didapatkan rangsang
propioseptif normal disertai dengan parestesi, kekuatan
ekstremitas atas 2/2/2 bawah 4/4/4. Jenis trauma medula
spinalis yang dialami pasien adalah…
A. Brown Sequard syndrome
B. Anterior cord syndrome
C. Central cord syndrome
D. Posterior cord syndrome
E. Cauda equine syndrome
• Central cord syndrome  Defisit neurologis motoric dan sensorik, namun gejala
pada ekstrimitas atas lebih berat dibandingkan ekstrimitas bawah. Mekanisme
traum yang paling sering terjadi adalah hiper-ekstensi cervical. Ekstrimitas atas
dapat mengalami kelumpuhan motoric tipe LMN disertai hilangnya rangsang suhu
dan nyeri, sedangkan ekstrimitas bawah mengalami kelumpuhan motoric tipe
UMN dengan deficit sensorik yang lebih ringan.
• Brown-Séquard’s syndrome (BSS) terjadi karena hemisection dari medulla spinalis
akibat trauma tembus (baik karena pisau maupun luka tembak) atau fraktur tulang
belakang. Kondisi ini jarang terjadi, dan umumnya datang dengan presentasi
berupa parase motorik ipsilateral dibawah lesi, hilangnya fungsi sensorik untuk
nyeri, temperatur, dan raba pada kontralateral dari lesi, dan hilangnya fungsi
proprioseptif ipsilateral dari lesi.
• Anterior cord syndrome paralisis bilateral setinggi lesi disertai hilangnya fungsi
sensorik nyeri, suhu, serta bladder dysfunction. Namun pasien masih dapat
merasakan fungsi proproseptif, raba, dan tekanan.
• Posterior cord syndrome  hilangnya rangsang proprioseptif, raba, dan tekanan
setinggi lesi ke bawah.
• Cauda equina syndrome (ECS) adanya disfungsi miksi dini dan saddle-type
anesthesia, kelemahan flaccid ekstremitas bawah yang simetris, nyeri hebat.
62
Laki-laki, 60 tahun, datang ke IGD RS dengan keluhan lemas
anggota gerak sebelah kanan sejak 1 jam yang lalu. Pemfis: TD
160/50 mmhg. Kesadaran komposmentis, pemeriksaan status
neurologis dalam batas normal. Apakah diagnosisnya?
A. TIA
B. Stroke hemoragik
C. Stroke iskemik
D. Perdarahan epidural
E. Perdarahan subdural
• Laki-laki 60 tahun, datang dengan keluhan anggota gerak
sisi sebelah kanan mengalami kelumpuhan 1 jam yang lalu.
Didapatkan hipertensi. Namun pada pemeriksaan di RS
tidak ditemukan defisit neurologis. Diagnosis yang paling
mungkin pada kasus ini adalah TIA.
• Stroke hemoragik dan iskemik: gejala defisit neurologis
akan menetap, dan diagnosis ditegakan dengan CT Scan
kepala.
• Perdarahan epidural: gejala khas adalah adanya interval
lucid. Hasil CT Scan: Gambaran Biconvex Hiperdens.
• Perdarahan subdural: terjadi akibat robekan pada bridging
vein. CT Scan kepala didapatkan hasil crescent shape
hyperdens
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution:
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri):
• defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
Manajemen TIA
• Tujuan tatalaksana TIA adalah untuk menurunkan
angka kejadian stroke setelah adanya serangan TIA.
• Tatalaksana TIA
– Modifikasi faktor risiko: tekanan darah tinggi, diabetes
mellitus, kolesterol, merokok, alkohol, konsumsi garam dan
lemak, dan aktifitas fisik.
– Antiplatelet:
• Rekomendasi Aspirin (50-325mg/ day) monoterapi atau dapat
diberikan kombinasi Aspirin 25 mg dan Dipyridamol 20mmg twice
daily. Terapi antiplatelet dapat diberikan selama 1 tahun.
• ABCD2 Score untuk menilai risiko terjadinya stroke
pasca TIA.
https://www.ahajournals.org/doi/pdf/10.1161/STR.0000000000000024
63.
Seorang lelaki datang dengn keluhan nyeri di kedua
pelipis. Nyeri seperti ditekan, menjalar hingga
belakang kepala dan leher. Keluhan disertai mata
kiri seperti tertusuk, mata berair, dan hidung berair.
Diagnosis pasien ini adalah…
A. Tension type headache
B. Migrain dengan aura
C. Migrain tanpa aura
D. Paroxysmal hemicranial neuralgia
E. Cluster type headache
• Pilihan diagnosis cluster type headache memang agak
tidak sesuai dengan keluhan nyeri di kedua pelipis pada
pasien. Keluhan nyeri cluster type headache unilateral.
Keluhan nyeri bilateral dapat ditemukan pada tension
type headache (TTH), namun pada TTH tidak
ditemukan gejala autonom seperti lakrimasi ataupun
rinorea, sehingga pilihan jawaban yang lebih tepat
adalah cluster type headache.
• Paroxysmal hemicranial neuralgia (paroxysmal
hemicrania): tipe sakit kepala yang jarang terjadi.
Insiden pada wanita lebih banyak daripada laki-laki.
Gejala sakit kepala unilateral yang berlangsung 2-30
menit tanpada adanya gejala penyerta yang menyertai
sedangkan pada sakit kepala tipe cluster terdapat
gejala autonom yang menyertai, lakrimasi dan rinorea.
Cluster Type Headache
64
Laki-laki 39 tahun datang dengan keluhan sakit kepala
sejak 5 hari yang lalu, keluhan disertai mual dan sakit
kepala berputar hingga terjatuh, keluhan sakit kepala
berputar disakan sudah 3 bulan terakhir, pemeriksaan
neurologis papil edema (+), nistagmus horizontal (+), tes
rebond (+), tanda tanda vital dalam batas normal,
pemeriksaan radiologis di temukan massa/tumor, lokasi
kelainan?
A. Korteks motorik
B. Lobus frontal
C. Cerebellum
D. Lobus oksipital
E. Cerebelopontine angle
64
• Pusing berputar disertai mual  vertigo
• Papil edema (+)  ada kelainan sentral 
kemungkinan vertigo tipe sentral
• Nistagmus horizontal (+), tes rebond (+) 
kemungkinan berasal dari kelainan serebelum
• Pemeriksaan radiologis ditemukan tumor  tumor
intracranial
• Kemungkinan lokasi tumor: cerebellum
• Tumor cerebellopontine angle dapat juga
menyebabkan vertigo namun disertai tinnitus dan
hilang kemampuan mendengar
Cerebellum tumor
• Tumor pada SSP dapat diklasifikasikan sebagai jinak atau ganas, dan dapat
ditemukan pada semua usia, terutama pada dewasa.
• Tumor cerebellum diketahui merupakan tumor SSP yang paling sering
terjadi pada anak, namun jarang pada dewasa.
• Tumor pada serebellum merupakan salah satu lesi yang berbahaya karena
menyebabkan kompresi pada serebelum dan batang otak, termasuk juga
menyebabkan obstruksi cairan CSF
• Gejala klinis bergantung pada ukuran, lokasi, dan usia.
• Pada neonatus pada umumnya berupa fetal distress, sedangkan pada bayi
dapat berupa gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta muntah.
• Pada anak dapat ditemukan adanya hidrosefalus akibat adanya obstruksi
pada aliran CSF
• Sedangkan pada remaja dan dewasa gejala yang umum ditemukan adalah
peningkatan TIK berupa nyeri kepala, mual, muntah, dan papil edema, yang
kemudian dapat berlanjut menjadi hidrosefalus sekunder akibat obstruksi
CSF.
• Temuan pemeriksaan fisik yang ditemukan adalah gait and truncal ataxia,
dysmetria, dan nystagmus

Huisman TAGM, Manto M. Handbook of Clinical Neurology, 2018


Cerebellum tumor vs cerebellopontine angle
• Cerebellopontine angle (CPA) tumors merupakan tumor SSP
yang paling sering pada regio fossa posterior.
• Sebagian besar bersifat jinak, dengan gejala yang paling
sering ditemukan dapat berupa acoustic CPA tumor
(vestibular schwannomas) atau non-acoustic CPA tumor
(meningioma)
• Acoustic CPA tumor merupakan tipe yang paling sering
muncul, dan memiliki gejala berupa hilang pendengaran,
tinnitus, vertigo, nyeri kepala, hipestesia wajah, dan diplopia
• Pada tumor cerebellum, ditemukan juga adanya vertigo,
namun tidak terdapat keterlibatan N VIII seperti pada tumor
CPA (tinnitus dan hearing loss)
• Pada tumor cerebellum yang mencolok adalah ditemukannya
nyeri kepala, mual, muntah, dan papil edema, dengan temuan
pemeriksaan fisik berupa gait and truncal ataxia, dysmetria,
dan nystagmus
Huisman TAGM, Manto M. Handbook of Clinical Neurology, 2018
65
Perempuan, 47 tahun, datang ke puskesmas demgan
keluhan nyeri pipi kanan, nyeri dirasakan seperti
disetrum. Nyeri bertambah ketika pasien menyikat gigi
atau mengunyah makanan. Nyeri di rasakan hilang
timbul setiap hari. Nyeri berkurang ketika diberi obat
anti nyeri. Menyangkal adanya demam. Pemeriksaan fisik
nervus cranialis dalam batas normal. Diagnosis pasien
adalah…
A. Neuralgia trigeminal
B. Polineuropati
C. Cluster headach
D. Ramsya hunt sindrom
E. Tolasa hunt sindrom
65
• Nyeri pipi kanan seperti disetrum.
• Nyeri bertambah ketika pasien menyikat gigi atau
mengunyah makanan  allodinia
• Area yang mengalami keluhan adalah area wajah
tempat persarafan trigerminal  Kasus ini
merupakan neuralgia trigerminal
Neuralgia Trigeminal
66
An. S dibawa ibunya ke UGD dengan keluhan kejang.
Mulanya anak teriak, kemudian kaku dan dilanjutkan
dengan gerakan ritmik pd kedua tangan dan kakinya.
Termasuk kejang apakah pada pasien tersebut?
A. Klonik
B. Mioklonik
C. Tonik klonik
D.Kejang parsial simpleks
E. Kejang parsial kompleks
66
• Kejang dengan karakteristik kaku dan gerakan ritmik
pd kedua tangan dan kakinya  kejang generalized
tipe tonik klonik
• Tonik: karena diawali kaku pada awalnya
• Klonik: terdapat gerakan ritmik pada kedua tangan
dan kaki
Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari aktivitas
neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absans
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara
mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan
keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas,
batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun,
kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
67
Seorang perempuan, 28 tahun, mengalami nyeri kepala
sebelah kiri sejak 3 hari lalu. Nyeri kepala terasa
berdenyut dan terkadang menjalar ke tengkuk. nyeri
kepala disertai mual dan muntah sehingga mengganggu
pekerjaan pasien. Fotofobia dan fonofobia positif.
Sebelum nyeri kepala muncul pasien merasa melihat
bintik bintik hitam. Tanda vital dalam batas normal. Tidak
ada kelainan sentral. Diagnosa paling tepat adalah…
A. Cluster headache
B. Migrain tanpa aura
C. Migrain dengan aura
D. Migrain opthalmoplegi
E. Tension type headache
Migrain dengan aura
• Nyeri kepala sebelah kiri, berdenyut dan menjalar
ke tengkuk  migrain.
• Nyeri kepala disertai mual dan muntah sehingga
mengganggu pekerjaan pasien migrain sedang-
berat.
• Melihat bintik bintik hitam  aura
• Tidak ada kelainan sentral menunjukkan nyeri
kepala primer
• Diagnosis: migrain dengan aura
Migrain
• Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut),
diawali unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia,
gangguan tidur dan depresi
• Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) :
• Gangguan neurobiologis
• Perubahan sensitivitas sistem saraf
• Avikasi sistem trigeminalvaskular
• Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan
skala 2:1.
Faktor Predisposisi
• Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan hormonal.
• Puasa dan terlambat makan
• Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan.
• Cahaya kilat atau berkelip
• Banyak tidur atau kurang tidur
• Faktor herediter
• Faktor kepribadian
Kriteria Diagnosis Migrain
Grades of Migraine
• Mild migraine:
– may be one attack per month throbbing but tolerable
headache lasting upto 8 hours which does not incapacitate
the individual
• Moderate migraine:
– The throbbing headache more intense, lasts for 6-24 hours,
nausea/vomiting and other features are more prominent
patient is functionally impaired. One or more attacks
occur per month.
• Severe migraine:
– 2-3 or more attacks per month of severe throbbing headache
lasting 12-48 hours, often accompanied by vertigo, vomiting
and other symptoms; the subject grossly incapacitated during
the attack.
1: Pascual J. Recent advances in the pharmacological management of migraine. F1000 Med Rep. 2009 May 8;1. pii: 39. doi: 10.3410/M1-39. PubMed PMID: 20948742;
PubMed Central PMCID: PMC2924709.
Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain
• Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.
• Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang
dengan dikompres dingin

Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik analgesik khusus untuk nyeri kepala.
– Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan
NSAID. Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan
(agonis selektif reseptor serotonin / 5-HT1)
– Ergotamin dan DHE  migren sedang sampai berat apabila analgesik
non spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
– Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah
absorpsi ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan,
hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.

IDI. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik
Yakni: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri selain nyeri kepala

Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang
dalam 2 jam)
• Aspirin 600-900 mg + metoclopramide
• Asetaminofen 1000 mg
• Ibuprofen 200-400 mg
Terapi Profilaksis (The U.S. Headache Consortium’s)
• Diberikan pada orang yang memiliki KI atau intoleransi terhadap terapi abortif
• Nyeri kepala muncul lebih dari 2 hari/minggu
• Nyeri kepala yang berat dan mempengaruhi kualitas hidup (walau telah diberi terapi
abortif)
• Gejala migrain jarang including hemiplegic migraine, basilar migraine, migraine
with prolonged aura, or migrainous infarction
• Terapi preventif jangka pendek pasien akan terkena faktor risiko yang telah
dikenal dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren menstrual.
• Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung
respon pasien.
68
• Seorang pasien usia 40 tahun datang dengan
keluhan pandangan ganda. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan hasil sebagai berikut.
Kemungkinan diagnosis dan lesi
kelainan yang dialami pasien adalah
A. Hemianopsia bitemporal dan chiasma
optikum
B. Hemianopsia bitemporal dan nervus
opticus
C. Hemianopsia bitemporal dan traktus
opticus
D. Hemianopsia homonim kontralaterl dan
traktus opticus
E. Hemianopsia homonim kotralateral dan
chiasma opticum
Hemianopsia bitemporal
• Pandangan ganda  bisa karena kelainan
kedudukan bola mata atau gangguan neurologi
pada jaras visual

Tampak lapang pandang sisi temporal


kedua mata hilang, namun sisi medial
masih ada  hemianopsia bitemporal

Letak lesi untuk kelainan demikian


terdapat pada chiasma opticum
69
Seorang pria, 65 tahun, dirawat di RS selama 2 minggu
karena serangan stroke. Pasien menjelaskan bahwa ini
adalah serangan stroke yang ketiga. Saat ini dokter
melihat pasien mengalami stroke yang mengenai
hemisfer kanan. Riwayat sebelumnya pasien pernah
terkena serangan stroke 2 kali yang mengenai hemisfer
kiri. Pasien masih dapat bercerita secara runtun namun
bicara pelo dan air liur menetes. Kondisi apakah ini?
A. Afasia
B. Afagia
C. Disfasia
D. Disartria
E. Disfonia
Stroke
• Saat ini serangan stroke yang ketiga, mengenai
hemisfer kanan.
• Riwayat sebelumnya pasien pernah terkena
serangan stroke 2 kali yang mengenai hemisfer kiri.
• Pasien masih dapat bercerita secara runtun namun
bicara pelo dan air liur menetes  gangguan
artikulasi disartria
Disartria
• Disartria adalah gangguan artikulasi yang disebabkan oleh
kerusakan sistem saraf pusat yang secara langsung
mengontrol aktivitas otot-otot yang berperan dalam proses
artikulasi dalam pembentukan suara pengucapan.
• Menunjukkan gangguan di dalam pelaksanaan pola – pola
motorik wicara yang mengarah kepada kelumpuhan,
kelemahan, atau kesalahan dalam mengorganisasikan otot
– otot wicara.
• Disartria Ataksia berhubungan dengan kerusakan ada
system cerebellum.
Lesi pada bagian spesifik:
• Paralisis palatum – bicara sengau
• Lesi serebelum – biacara tidak
jelas (skrining irreguler)
• Lesi ekstrapiramidal – bicara
dengan nada monoton dan
lemah Kerusakan antara saraf
• Kerusakan kortikobulbar bilateral
– bicara lambat, menggerutu, otak V, VII, IX, X dan XII
“spastic”

Kerja sama gerak antar otot lidah, bibir, pita suara dan
otot-otot yang membuka dan menutup mulut bersimpang
siur, sehingga kelancaran kalimat dan konyinuitas kalimat
yang diucapkan sangat terganggu
Keterangan

Disfagia Disfagia biasanya merujuk kepada gangguan dalam


makan sebagai gangguan dari proses menelan.
Disfagia dapat mejadi ancaman yang serius
terhadap kesehatan seseorang karena adanya
resiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, dan sumbatan jalan napas.

Disfasia Disfasia adalah gangguan perkembangan bahasa


yang tidak sesuai dengan perkembangan
kemampuan usia seharusnya. (biasa pada anak-
anak).
Dismetria Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk
memulai atau menghentikan suatu gerak motorik
halus. Untuk menguji adanya suatu dismetria bisa
dilakukan beberapa pemeriksaan, salah satunya
adalah finger to nose test.
70
Pasien datang ke IGD dibawa keluarga dengan penurunan
kesadaran. 2 jam yang lalu pasien mengeluhkan nyeri
kepala yang sangat hebat. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 210/110 mmHg, pupil anisokor,
hemiparesis sinistra. Dokter mendiagnosis pasien sebagai
perdarahan subarachnoid. Keluhan yang paling khas
pada pasien ini adalah…
A. Sakit kepala yang sangat hebat
B. Pupil anisokor
C. Penurunan kesadaran
D. Hemiparesis sinistra
E. Lucid interval
Perdarahan subarachnoid
• Penurunan kesadaran disertai hipertensi, pupil anisokor, dan
hemiparesis sinistrakhas perdarahan intracranial
• Penurunan kesadaran akut (2 jam) mendukung ke arah
perdarahan dan didiagnosis sebagai perdarahan subarachnoid
• Gejala klinis perdarahan subarachnoid adalah:
 Thunderclap headache (nyeri kepala yang sangat berat)
 Tanda rangsang meningeal positif
 Gambaran star sign pada CT Scan
• Pupil anisokor, penurunan kesadaran, hemiparesis sinistra,
dan lucid interval hanya merupakan tanda umum dari
perdarahan intracranial (bisa karena EDH, SDH, dsb)
Subarachnoid Hematom
• Perdarahan fokal di daerah subarahnoid.
CT scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti
arah girus-girus serebri daerah yg berdktan
dg hematom.
• Gejala klinik = kontusio serebri.
• Penatalaksanaan : perawatan dengan
medikamentosa dan tidak dilakukan operasi

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

• Lucid interval • akut: 1- 3 hr pasca • Kaku kuduk


• Kesadaran makin trauma • Nyeri kepala
menurun • Subakut: 4-21 hr pasca • Bisa didapati
• Late hemiparesis trauma gangguan kesadaran
kontralateral lesi • Kronik : > 21 hari • Akibat pecah
• Pupil anisokor • Gejala: sakit kepala aneurisme berry
• Babinsky (+) disertai /tidak disertai
kontralateral lesi penurunan kesadaran
• Fraktur daerah * akibat robekan bridging
temporal vein
* akibat pecah a.
meningea media
Aneurysm

5/8/2019© 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
CT Scan non-contrast showing blood in basal
cisterns (SAH) – so called “Star-Sign”

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery

5/8/2019© 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
71
Wanita dewasa muda datang dengan keluhan nyeri
kepala. Riwayat hipertensi 5 tahun. Pasien pernah
minum obat, tapi lalu berhenti sendiri. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 200/130 HR
86 RR 20 suhu 36,5. Pemeriksaan neurologis: dbn, tidak
ada laterisasi. Selanjutnya pemeriksaan penunjang yang
diperlukan adalah…
A. MRI
B. CT scan kepala
C. Foto polos kranii
D. EEG
E. EKG
Hipertensi urgensi
• Nyeri kepala pada pasien hipertensi yang tidak
terkontrol  curiga perdarahan intracranial
hipertensi emergensi
• Tekanan darah 200/130  krisis hipertensi, bisa
urgensi atau emergensi
• Pemeriksaan neurologis dbn dan tidak ada laterisasi
 tidak ada target organ sehingga kemungkinan
hipertensi urgensi.
• Penunjang yang perlu dilakukan CT Scan: karena
perdarahan paling baik dilihat dengan CT Scan, dan
dengan CT dapat dilihat sampai setinggi level apa
72
Pria, 50 tahun, datang diantar teman dengan keluhan
nyeri kepala hebat sejak 1 jam SMRS saat bekerja. Diikuti
penurunan kesadaran. Tidak ada riwayat trauma. Tidak
pernah alami hal serupa sebelumnya. Riwayat HT (+),
kaku kuduk (+), TD 150/90, nadi 32x/m, RR 24x/m, suhu
36.6, VAS 9-10. Diagnosis yang paling mungkin adalah…
A. Perdarahan epidural
B. Perdarahan subdural
C. Perdarahan subarachnoid
D. Meningitis
E. Ensefalitis
Subarachnoid hemorrhage
• Nyeri kepala hebat (VAS 9-10) sejak 1 jam SMRS 
thunderclap headache
• Penurunan kesadaran dan adanya kaku kuduk 
perdarahan intracranial ciri dari subarachnoid
hemorrhage
• Perdarahan pada regio subarachnoid  menekan
dan iritasi meninges sehingga menimbulkan kaku
kuduk
• Pada meninges terdapat reseptor nyeri 
menimbulkan nyeri hebat
Subarachnoid Hemorrhage
• Perdarahan fokal di daerah subarahnoid. CT
scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah
girus-girus serebri daerah yg berdktan dg
hematom.
• Gejala klinis =
 Thunderclap headache
 Tanda rangsang meningeal (+)
 Penurunan kesadaran
• Penatalaksanaan : perawatan dengan
medikamentosa dan tidak dilakukan operasi

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006


HEMATOM
HEMATOM EPIDURAL HEMATOM SUBDURAL
SUBARAKHNOID

• Lucid interval • akut: 1- 7 hr pasca • Kaku kuduk


• Kesadaran makin trauma • Nyeri kepala hebat
menurun • Subakut: 7-21 hr pasca • Bisa didapati
• Late hemiparesis trauma gangguan kesadaran
kontralateral lesi • Kronik : > 21 hari • Akibat pecah
• Pupil anisokor • Gejala: sakit kepala aneurisme berry
• Babinsky (+) disertai /tidak disertai
kontralateral lesi penurunan kesadaran
• Fraktur daerah * akibat robekan bridging
temporal vein
* akibat pecah a.
meningea media
Aneurysm

5/8/2019© 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
CT Scan non-contrast showing blood in basal
cisterns (SAH) – so called “Star-Sign”

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery

5/8/2019© 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
73
Seorang wanita, 42 tahun, mengeluh sakit kepala.
Keluhan dirasakan setelah mendengar anaknya tidak
naik kelas. Keluhan disertai mual, dada berdebar dan
kaku pada bahu. TTV normal, pemeriksaan
neurologis normal. Apakah diagnosis pasien pada
kasus di atas?
A. Migrain klasik
B. Tension headache
C. Vertigo non vestibular
D.Vertigo vestibular
E. BPPV
Tension type headache
• Sakit kepala disertai mual, dada berdebar dan kaku
pada bahu.
• Sakit kepala dengan kaku pada bahu  ciri TTH
• Pemeriksaan neurologi normal  nyeri kepala
primer
Tension Type Headache
• (TTH) adalah sakit kepala yang terasa seperti
tekanan atau ketegangan di dalam dan disekitar
kepala.
• Nyeri kepala karena tegang yang menimbulkan
nyeri akibat kontraksi menetap otot- otot kulit
kepala, dahi, dan leher yang disertai dengan
vasokonstriksi ekstrakranium.
• Nyeri ditandai dengan rasa kencang seperti pita di
sekitar kepala dan nyeri tekan didaerah
oksipitoservikalis.

The International Classification of Headache Disorders: 2nd


edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
Menurut International Headache Society Classification, TTH
terbagi atas 3 yaitu:
• Episodik tension-type headache,
• Chronik-tension type Headache, dan
• Headache of the tension type not fulfilling above criteria

Etiologi
• Tension (keteganggan) dan stress.
• Tiredness (Kelelahan).
• Ansietas (kecemasan).
• Lama membaca, mengetik atau konsentrasi
(eye strain)
• Posture yang buruk.
• Jejas pada leher dan spine.
• Tekanan darah yang tinggi.
• Physical dan stress emotional

The International Classification of Headache Disorders: 2nd


edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.
Diagnosis TTH
• Diagnosis nyeri kepala sebahagian besar didasarkan atas keluhan, maka
anamnesis memegang peranan penting.
• Dari anamnesis, biasanya gejala terjadinya TTH terjadi setiap hari dan
terjadi dalam 10 kali serangan dalam satu hari.
• Durasi atau lamanya TTH tersebut dapat terjadi selama antara 30 menit
sampai dengan 7 hari.
• Nyerinya dapat bersifat unilateral atau bilateral, dan pada TTH tidak
adanya pulsating pain serta intensitas TTH biasanya bersifat ringan.
• Pada TTH pun terdapat adanya mual, muntah dan kelaian visual seperti
adanya fonofobia dan fotofobia
• Pemeriksaan tambahan pada TTH adalah pemeriksaan umum seperti tekanan
darah, fungsi cirkulasi, fungsi ginjal, dan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan
neurologi (pemeriksaan saraf cranial, dan intracranial particular), serta
pemeriksaan lainnya, seperti pemeriksaan mental status.
• Pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologi (foto rontgen, CT Scan), Elektrofisiologik (EEG, EMG)

The International Classification of Headache Disorders: 2nd edition. Cephalalgia


2004, 24 Suppl 1:9-160.
74
Tn. Adit usia 65 tahun ke IGD dengan keluhan kelemahan
pada tangan dan tungkai kiri sejak 2 jam yang lalu.
Keluhan di awali sejak bangun tidur dan disertai baal
pada wajah, tangan dan kaki kiri. Riwayat DM sejak 5
tahun yang lalu. TD 140/90, N 100x/menit, RR 20x/menit.
Hemiparesis sinistra, parese VII dan XII lesi UMN.
Apakah diagnosis yang paling tepat pada pasien ini ?
A. Stroke infark embolus
B. Stroke infark trombus
C. Perdarahan Intraserebral
D. Perdarahan Subarachnoid
E. Perdarahan intraventrikel
Stroke Iskemik
• Kelemahan pada tangan dan tungkai kiri sejak 2 jam yang laluhemiparesis
sinistra
• Keluhan di awali sejak bangun tidur seringkali menjadi gejala dari stroke
iskemik tipe thrombosis
• Disertai baal pada wajah, tangan dan kaki kiriparaesthesia
• Riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu faktor resiko aterosklerosis.
• Hemiparesis sinistra, parese VII dan XII lesi UMN lokasi lesi pada SSP.
• Stroke iskemik tipe trombosis terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun.
• Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi
sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena dan
berkaitan dengan lesi aterosklerotik
• TD yang tidak termasuk krisis dan tidak ada penurunan
kesadaranmenyingkirkan stroke hemoragik
• Tidak adanya riwayat aritmia dan paresis berat yang terjadi mendadak
saat aktivitasmenyinkirkan stroke iskemik tipe emboli
Stroke
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1 – 3 minggu.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution:
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri):
• defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Lakunar
• Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang
penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan
basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini
menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna.
• Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman
pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis.
Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai :
– Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
– Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna
– Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
– Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang
canggung akibat infark pons basal
SUBTIPE STROKE ISKEMIK
Stroke Trombotik Pembuluh Besar
• Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami
dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik
ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang
terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik.
• Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hati-
hati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu
stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya.

Stroke Embolik
• Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.

Stroke Kriptogenik
• Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
75
Seorang pasien datang dibawa keluarga nya karena
tidak dapat mengerti apa yang orang lain katakan,
tapi pasien dapat mengucapkan kata dengan lancar.
Pada keadaan seperti ini kelainannya terdapat
dibagian atau lobus otak sebelah mana?
A. Frontal
B. Temporal
C. Parietal
D.Oksipital
E. Vertex
Afasia wernicke
• Tidak dapat mengerti apa yang orang lain katakan
 afasia Wernicke
• Pasien dapat mengucapkan kata dengan lancer 
tidak ada gangguan pada area broca.
• Letak kelainan: area Wernicke (sensorik bicara)
area 22 terletak di lobus temporal kiri
Afasia
• Kelainan yang terjadi Pembagian Afasia :
karena kerusakan dari 1. Afasia Motorik (Broca)
bagian otak yang 2. Afasia Sensorik (Wernicke)
mengurus bahasa.
3. Afasia Global
• kehilangan kemampuan
untuk membentuk kata-
kata atau kehilangan
kemampuan untuk
menangkap arti kata-kata
sehingga pembicaraan
tidak dapat berlangsung
dengan baik.
Afasia Motorik :
Terjadi karena rusaknya area Broca (area 44 dan 45)
di gyrus frontalis inferior.
Mengerti isi pembicaraan, namun tidak bisa
menjawab atau mengemukakan pendapat
Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia Broca
Bisa mengeluarkan 1 – 2 kata(nonfluent)
Afasia Sensorik
Terjadi karena rusaknya area Wernicke (area 22 dan
23) di girus temporal superior.
Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa
mengeluarkan kata-kata(fluent)
Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia Wernicke
76
Pasien Ny. X usia 21 tahun datang ke dokter karena kedua
kelopak matanya sulit dibuka sejak 3 bulan yang lalu. Mata
tidak sembab atau kemerahan, keluhan bisa sembuh sendiri
namun muncul kembali apabila pasien kelelahan. Pasien sering
merasakan lemas pada tungkai dan lengan saat sedang berolah
raga atau beraktifitas berat tetapi membaik bila ia beristirahat.
Pada pemeriksaan fisik dan neurologis tidak didapatkan
kelainan. Kemungkinan patogenesis terjadinya penyakit
tersebut?
A. Ensefalitis virus
B. Antibodi terhadap reseptor nikotinik asetilkolin
C. Penurunan reseptor asetilkolin
D. Perubahan kalsium chanel pada celah presinaps
E. Blokade pada neuron motoric junction
Myasthenia gravis
• Kedua kelopak matanya sulit dibuka dan memberat ketika
kelelahan ptosis khas MG
• Mata tidak sembab atau kemerahan  menyingkirkan edema
palpebra atau kelainan lain akibat infeksi
• Lemas pada tungkai dan lengan saat sedang berolah raga atau
beraktifitas berat tetapi membaik bila ia beristirahat gejala khas
MG
• Ptosis + gejala MG pada ekstremitas generalized myasthenia
gravis
• Patogenesisnya: terdapat antibodi terhadap reseptor nikotinik
asetilkolin sehingga reseptor asetilkolin menuruntimbul gejala
• Semakin tinggi aktivitassemakin banyak gerakan otot 
semakin tinggi aktivitas antibody reseptor asetilkolin  reseptor
asetilkolin semakin menurunsemakin memberat gejala
Myasthenia Gravis
Kelemahan yang terjadi diakibatkan gangguan
transmisi sinyal pada neuromuscular junction
 terdapat antibodi IgG terhadap reseptor
nikotinik asetilkolin di membran post sinaptik

Tanda dan Gejala


•kelemahan tubuh asimetris yang memburuk
dengan aktivitas dan membaik dengan
istirahat
•Pertama kali mengenai otot ekstraokular
(ptosis)
•otot faring dan fasial juga dipengaruhi
 wajah datar, disartria, kesulitan
menelan, ketidakmampuan menjaga
postur kepala
•Diagnosis ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa
tes

Rohkamm R. Color Atlas of Neurology.Thieme 2004


77
Seorang laki-laki, 49 tahun, datang dengan keluhan
mata susah dibuka sebelah kanan, terkadang cepat
lelah terlebih pada sore hari. Dokter kemudian
melakukan pemeriksaan kepada pasien dengan
kompres es dan keluhan mata pasien berkurang.
Terapi yang diberikan adalah...
A. Immunoglobulin
B. Diazepam
C. ATS
D.Karbamazepin
E. Piridostigmin
Myasthenia gravis
• Mata susah dibuka sebelah kanan, cepat lelah terlebih
pada sore hari  otot semakin lelah jika semakin
sering dipakai atau menjelang siang dan sore
harikhas MG
• Dokter kemudian melakukan pemeriksaan kepada
pasien dengan kompres es Ice test
• Pada pemeriksaan MG, ice test berupa pemberian es
pada mata, dan mata yang mengalami ptosis akan
berkurang ptosisnya
• Diagnosis: myasthenia gravis
• Tatalaksana  memberikan antikolinesterasi sehingga
tidak mengurangi jumlah dari asetilkolinpiridostigmin
Diagnosis
Ice test
• Prosedur: Menaruh ice pack selama 2 menit, kemudian diangkat dan
mengobservasi palpebra. Jika palpebra superior naik lebih dari 2 mm
dianggap signifkan
• Mekanisme yang mendasari fenomena ini belum banyak dipahami.
• Diduga bahwa penurunan suhu pada area neuromuscular junction
menurunkan aktivitas kolinesterasi  jumlah asetilkolin tidak
berkurang  dapat memicu depolarisasi kembali
Jenis Keterangan Sensitivitas
pemeriksaan
Weber test tes penala dan diletakkan di dahi 72%

Repetitive Bagian tubuh yang akan diperiksa dikeringkan lalu 75%


Nerve diolesi campuran yodium, minyak kastroli dan
Stimulation alkohol. Bagian yang diolesi ini lalu ditaburi
(RNS) tepung. Positif bila tepung berwarna biru, negatif
bila tepung tetap berwarna putih. Tes ini berfungsi
untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan
otonom
Tes tensilon Tes untuk mendiagnosis myasthenia gravis dengan 60%
(endorphium) menggunakan obat tensilon (endrophonium), yang
disuntikkan secara IV . Tensilon mencegah
penghancuran acetylcholine pada NMJ. Bila pasien
menderita MG maka tes akan positif  otot
pasien menjadi lebih kuat setelah diberikan obat
ini
Single Fiber EMG Mengukur aktivitas otot 88-99%
Ice Test Es ditaruh di kelopak mata yang mengalami 77%
kelainan, jika ptosis >2mm positive MG
Myasthenia Gravis
Pemeriksaan • Tatalaksana
• Anti-acetylcholine • AChE inhibitors 
receptor antibody Pyridostigmine bromide
• Anti-striated muscle (Mestinon) dan
antibody →84% pada Neostigmine Bromide
pasien denganthymoma • Immunomodulating
• Tensilon test • therapies : Prednisone
• Single fiber EMG • Plasmapheresis
• Chest X-ray/Chest CT • Thymectomy
Scan →thymoma
78
Ny. Nia usia 40 tahun, demam tinggi sejak 2 hari lalu.
Riwayat batuk lama, penurunan berat badan dan
keringat malam tanpa sebab, PF kaku kuduk +.
Apakah diagnosis yang paling tepat ?
A. Meningitis viral
B. Meningitis bakterial
C. Meningitis TB
D.Meningitis viral
E. Ensefalopati
Meningitis TB
• Demam tinggi sejak 2 hari lalu kemungkinan
besar infeksi.
• Riwayat batuk lama, penurunan berat badan dan
keringat malam tanpa sebab suspek TB
• PF kaku kuduk +  meningitis
• Diagnosis: meningitis TB
Meningitis TB
• Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan
piamater yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak.
• Meningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan pada
meningen dan otak yang disebabkan oleh Mikobakterium
tuberkulosis (TB).
• Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan
kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.
Patologi
• Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan
vaskularisasi otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel
subarakhnoid yang berisi eksudat gelatinous.
• Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis.
Secara mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel
polimorfonuklear (PMN), leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit
diantara benang benang fibrin.
• Selain itu peradangan juga mengenai pembuluh darah sekitarnya, pembuluh
darah ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan mengalami
degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel
subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan
menyebabkan infark serebral karena iskemia.
• Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) mengakibatkan hidrosefalus
obstruktif (karena eksudat yang menyumbat akuaduktus spinalis atau
foramen luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada parenkim
otak yang akan semakin menyumbat.
• Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus merupakan karakteristik dari
menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB.
Gejala klinis
Gejala klinis meningitis TB dibagi 3 stadium:
Stadium I : Stadium awal (2-3 minggu)
• Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri
kepala, malaise, demam, anoreksia
Stadium II : Intermediate (transisi 1-3 minggu)
• Gejala menjadi lebih jelas: mengantuk, kejang
• Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf
kranial(terutama N.III dan N.VII, gerakan involunter
• Hidrosefalus, papil edema
Stadium III : Advanced (± 3 minggu setelah gejala awal)
• Penurunan kesadaran
• Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
Diagnosis
Diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa cara :8
1. Anamnese: ditegakkan berdasarkan gejala klinis, riwayat kontak dengan penderita
TB
2. Lumbal pungsi:
• Gambaran LCS pada meningitis TB : Warna jernih / xantokrom, jumlah Sel
meningkat MN > PMN, Limfositer, protein meningkat, glukosa menurun <50 %
kadar glukosa darah.
• Pemeriksaan tambahan lainnya : Tes Tuberkulin, Ziehl-Neelsen ( ZN ), PCR
3. Rontgen thorax: TB apex paru, TB milier
4. CT scan otak
• Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis
• Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced
• Komplikasi : hidrosefalus
5. MRI

Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex. Baku
emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam kultur CSS. Namun
pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil
positif hanya pada kira-kira setengah dari penderita
79
Laki-laki, 40 tahun, datang ke UGD RS dengan keluhan
lumpuh pada kedua kaki sejak 3 hari SMRS. Keluhan
dirasakan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas.
Pemfis : TD: 135/85 Nadi: 88 RR: 18 suhu: 37.2. Refleks
patella dan achilles meningkat, babinski +, ditemukan
anestesi pada regio umbilikus dan terdapat gangguan BAB
dan BAK. Letak gangguan?
A. Medulla spinalis Th 3-4
B. Medulla spinalis Th 5-6
C. Medulla spinalis Th 7-8
D. Medulla spinalis Th 9-10
E. Medulla spinalis Th 11-12
Trauma Medulla Spinalis
• Berdasarkan pemaparan pada
soal, keluhan akibat trauma
medula spinalis dengan temuan
anestesi setinggi regio umbilikus
dan gangguan BAB serta BAK,
sesuai dengan lesi di tingkat Th 9-
10.
• Medulla spinalis Th 3-4  lesi
setinggi dada sejajar interkosta 3-
5 dan papila mammae
• Medulla spinalis Th 5-6  lesi
setinggi prosesus xiphoid
• Medulla spinalis Th 7-8  lesi
setinggi regio epigastrium
• Medulla spinalis Th 11-12  lesi
setinggi pubis International Standards for neurological class of spinal cord injury. ASIA ISCOS 2019
80.
• Seorang laki-laki usia 10 tahun di bawa ibunya ke IGD dalam
keadaan kejang sejak 30 menit yang lalu. Awalnya kejang hanya
tangan kanan saja lama kelamaan menjadi kejang seluruh
tubuh. Ibu pasien memberikan diazepam perektal saat kejang 5
menit pertama, lalu mentelepon ambulans. Saat di ambulans
pasien kejang kembali dan diberikan diazepam perektal setelah
15 menit kejang, lalu menyungkup mulut pasien dengan oksigen.
Pasien kejang kembali. Ibu pasien mengatakan 2 minggu lalu
pasien sudah tidak minum obat kejang lagi (fenitoin). 2 hari
sebelumnya, pasien batuk pilek. Apa yang harus dilakukan?
A. Pemasangan infus dan pemberian fenitoin infus
B. Pemasangan infus dan pemberian fenobarbital bolus
C. Pemasangan infus dan pemberian loratadine
D. Pemasangan infus dengan pemberian cefriaxon
E. Pemberian ulang diazepam perektal
Kejang pada anak
• Pada soal kemungkinan telah terjadi status
epilepticus pada pasien karena kejang selama 30
menit.
• Ada kemungkinan pasien memang menderita
epilepsi.
• Pada tatalaksana kejang diberikan diazepam per
rektal 2 kali, lalu dilanjutkan dengan fenitoin, lalu
dengan fenobarbital.
• Selain itu pada pasien ini sebenarnya telah rutin
mengonsumsi fenitoin.
• Agar tidak kejang, pasien epilepsy harus
mempertahankan dosis optimum pemeliharaan
phenytoin.
www.optimaprep.co.id
OPTIMA MEDAN
ILMU
BEDAH
81.
Laki laki usia 40 tahun mengeluh nyeri di seluruh lapang
perut sejak 3 jam smrs. Keluhan diawali nyeri ulu hati
yang menjalar sampai ke perut kanan bawah. Keluhan
juga disertai dengan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Pemeriksaan fisik didapatkan defans muscular,
distensi, nyeri tekan dan nyeri lepas (+). Diagnosis pasien
ini adalah…
A. Volvulus
B. Peritonitis
C. Perforasi gaster
D. Pankreatitis
E. Kolelitiasis
• Pasien mengalami nyeri pada seluruh lapang abdomen.
Keluhan nyeri diawali dengan migrating pain dari ulu
hati menjalar ke perut kanan bawah. Saat ini, keluhan
nyeri perut disertai mual, muntah, tidak nafsu makan,
dan PF didapatkan defans muskular, nyeri tekan (+),
nyeri lepas (+). Kemungkinan diagnosis pada kasus ini
adalah peritonitis akibat appendisitis perforasi.
• Volvulus: gejala nyeri perut disertai muntah hijau dan
bloody stool.
• Pankreatitis: keluhan nyeri epigastrium dengan
penjalaran ke punggung, berkurang saat tidur
terlentang.
• Perforasi gaster: gejala peritonitis dengan
pneumoperitoneum.
• Kolelitiasis: nyeri perut kanan atas.
Peritonitis
Gambaran radiologis pada peritonitis:
a) adanya kekaburan pada cavum abdomen
b) preperitonial fat dan psoas line menghilang
c) adanya udara bebas subdiafragma atau
d) adanya udara bebas intra peritoneal
82.
Tn X, 30 tahun, datang ke dokter praktek klinik
dengan keluhan BAB berdarah. Selain itu, pasien
juga mengeluhkan benjolan yang keluar dari anus
saat mengedan. Benjolan tersebut masuk kembali
dengan sendirinya. Diagnosis yang tepat adalah…
A. Haemoroid interna grade 0
B. Haemoroid interna grade 1
C. Haemoroid interna grade 2
D. Haemoroid interna grade 3
E. Haemoroid interna grade 4
• Pilihan jawaban yang tepat dari soal di atas adalah B.
Haemoroid interna grade II. Hal ini ditunjang dari keluhan
pasien BAB berdarah yang menyertai benjolan yang keluar
dari anus dan dapat masuk kembali secara spontan.
• Haemoroid interna grade 0  tidak ada dalam klasifikasi.
• Haemoroid interna grade I  keluhan utama BAB berdarah
tanpa disertai adanya benjolan yang keluar dari anus.
Benjolan dapat teraba jika dilakukan pemeriksaan Rectal
Toucher.
• Haemoroid interna grade III  Benjolan tidak dapat masuk
secara spontan, namun masih dapat dimasukan dengan
bantuan jari.
• Haemoroid interna grade IV  Benjolan tidak dapat
dimasukan kembali ke dalam anus, terjadi trombus
sehingga terasa nyeri.
Hemoroid
83.
Pria, 26 tahun, datang ke poli paru dengan keluhan sesak
napas sejak 2 hari yang lalu. Keluhan sesak dirasakan
semakin lama semakin berat. PF: toraks asimetris. Paru
kiri : vesikuler menurun, hipersonor, suara napas
menurun. Paru kanan: suara napas vesikuler dan tidak
ada suara napas tambahan. Diagnosisnya adalah…
A. Pneumotoraks kiri
B. Pneumonia
C. Bronkiektasis
D. Efusi pleura kiri
E. Tumor paru kiri
• Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah Pneumotoraks
Kiri yang terjadi spontan (etiologi tidak digambarkan pada
soal). Diagnosis tersebut ditunjang dengan keluhan pasien
yang mengalami sesak napas, gerak paru yang asimetris,
dan hasil PF hemitoraks kiri yang menunjukan suara napas
vesikuler menurun dan perkusi hipersonor.
• Sedangkan pada kasus efusi pleura dan tumor paru, akan
didapatkan gambaran PF suara napas menurun dengan
perkusi: redup.
• Pada pneumonia, keluhan sesak biasanya disertai dengan
bunyi napas tambahan Ronkhi.
• Bronkiektasis merupakan penyakit kronis akibat infeksi paru
berulang/ lama. Sehingga terjadi remodelling pada
bronkus. Gejala utama biasanya sesak disertai dengan
mengi.
Pneumothorax
• Definisi: udara bebas di dalam • Ro :
rongga pleura. – Paru kolaps
• Anamnesis – Pleural line
o Gejala penyakit dasar – Daerah avascular/ Hiper
o Sesak napas mendadak radio lusen
o Nyeri dada – Sela iga melebar
o Tanpa atau dg penyakit paru – Tanda-tanda
sebelumnya pendorongan
o PF ; Takipnea Taki kardi
• PF Paru
• Inspeksi : Tertinggal pada
pergerakan napa, lebih cembung ,
sela iga melebar
• Palpasi :Fremitus melemah ,
Deviasi trakea
• Perkusi :Hipersonor, tanda 2
pendorongan organ
• Auskul : Suara napas melemah /
tidak terdengar
PNEUMOTORAKS

WSD
84.
Bayi laki-laki, 10 bulan, dibawa ibunya dengan
keluhan keluar cairan kental seperti BAB dari pusar.
PF: umbilikal tampak keluar secret dan berbau.
Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah…
A. Hernia umbilikal
B. Kista umbilikal
C. Fistula ileoumbilical
D. Sinus omphalomesenterika
E. Fistula vesica urinaria - umbilikalis
• Bayi laki-laki, dengan keluhan keluar cairan kental seperti BAB dari pusar.
PF: umbilikal tampak keluar sekret dan berbau. Dari pilihan jawaban yang
ada, jawaban yang paling sesuai adalah fistula ileoumbilical yang
merupakan bagian dari omphalomesenteric remnant/ vitello-intestinal
duct. Gambaran klinis paling umum dari omphalomesenteric remnant
adlaah diverticuluim Meckel. Gambaran lain dapat berupa kista, sinus,
atau fistula yang menghubunkan organ dalam organ dalam abdomen
seperti ileum, gaster, atau colon dengan umbilikal.
• Hernia umbilikal: gejala klinis berupa benjolan yang keluar pada area
umbilikal terutama saat bayi menangis/ mengedan.
• Kista umbilikal: tidak dijelaskan secara spesifik jenis kista umbilikal yang
dimaksus. Kista umbilikal sering disertai dengan fistula. Paling sering
terjadi adalah kista urachus dan kista omphalomesenterikus.
• Sinus omphalomesenterika: merupakan bagian dari omphalomesenteric
remnant. Namun pada sinus omphalomesenterica tidak memiliki saluran,
hanya terbentuk kantung-kantung pada dinding usus.
• Fistula vesica urinaria – umbilikal: disebut juga paten duktus urachus.
Gejala utama umbilikal mengeluarkan sekret seperti urin.
Omphalomesenteric Remnant
• Sinonim: Vitello-intestinal duct.
• Duktus vitello-intestinal biasanya akan
menutup pada minggu ke 5 – 9 kehamilan.
• Bentuk klinis:
– Vitello-intestinal cord
– Persistent fistula (ileum/ colon/ gaster)
– Sinus
– Kista
– Meckel’s diverticulum (paling sering).
85.
Pasien usia 45 tahun perempuan datang dengan keluhan nyeri
pada pergelangan tangan kiri sejak 1 bulan yg lalu. Pasien
memiliki profesi sebagai penjahit yang sudah ditekuni selama
20 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perabaan area
lateral pergelangan tangan kir ihangat dan nyeri tekan,
finklestein sign (+). Tanda vital dalam batas normal. Leukosit.
9.000, Hb : 11 g/dL, Trombosit 165.000. dan finklestein (+).
Apa kemungkinan diagnosis pasien di atas?
A. De Quarvein’s Syndrome
B. Carpal Tunnel Syndrome
C. Abses Cutan
D. Fraktur Colles
E. Kista Ganglion
• Perempuan, 45 tahun, dengan profesi menjahit,
mengeluhkan nyeri pada pergelangan tangan kiri. Dari
pemeriksaan didapatka nyeri berpusat pada area lateral
pergelangan tangan kiri, teraba hangat, terdapat nyeri
tekan, dan finklestein sign (+) Diagnosis yang paling sesuai
pada kasus ini adalah de quarvain syndrome.
• Carpal tunnel syndrome: nyeri pergelangan tangan
menjalar hingga digiti 1-3.
• Abses cutan: tidak ada massa yang tampak pada penjelasan
soal.
• Fraktur colles: tidak ada keterangan adanya deformitas atau
krepitasi pada soal.
• Kista ganglion: gejala utama berupa benjolan pada
pergelangan tangan dapat disertai nyeri terutama saat
aktifitas berat.
De Quervain’s Tenosynovitis
• DeQuervain's Tenosynovitis
adalah peradangan selubung
tendon (disebut Synovium)
pada bagian dasar ibu jari.
• Tendon yang menggerakkan
ibu jari menjadi terbatas
dalam tunnel (terowongan)
yang ketat.
• Peradangan berasal dari
gesekan yang ditimbulkan saat
tendon menggelincir di
sepanjang ibu jari dengan
gerakan yang berulang-ulang.

https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/orthopaedic-surgery-sports-
medicine/dequervain-tenosynovitis
Gejala
Gejala utama yaitu rasa nyeri pada
persendian pergelangan tangan
dekat bagian bawah ibu jari. Gejala
lainnya mencakup:
• Rasa nyeri setelah terjadi
peningkatan aktivitas yang
melibatkan pergelangan dan
tangan
• Rasa nyeri berawal seperti rasa
sakit dan terus berkembang
sampai tahap ketika
menggerakkan pergelangan
tangan atau ibu jari menimbulkan
rasa nyeri yang menusuk di area
yang terpengaruh
• Area pergelangan tangan yang
sakit dapat membengkak

https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/orthopaedic-surgery-sports-
medicine/dequervain-tenosynovitis
86.
Laki-laki, 35 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada
pinggang kanan menjalar sampai buah zakar pada sisi
yang sama. Pasien juga mengeluh mual tapi tidak
muntah. Pasien mengeluh ada riwayat BAK berdarah dan
berpasir. Pada PF: tanda vital dalam batas normal, nyeri
ketok CVA kanan (+). Kemungkinan diagnosis pasien ini
adalah…
A. Batu ureter proksimal
B. Batu ureter media
C. Batu ureter distal
D. Batu kandung kemih
E. Batu uretra posterior
• Dari penjelasan adanya nyeri pinggang kanan
dengan riwayat kencing berpasir dapat
disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah
urolithiasis/ batu saluran kemih. Nyeri yang
menjalar dari pinggang kanan hingga skrotum,
menandakan letak batu berada pada ureter distal
sedangkan nyeri ketok CVA (+) menandakan
adanya batu pada ginjal. Sehingga pada kasus ini
didapatkan diagnosis yang berbeda: nefrolithiasis
kanan dan batu ureter distal. Pilihan jawaban
yang ada hanya C. Batu ureter distal.
Urolithiasis
Nyeri Alih
87.
Seorang pria usia 61 tahun datang ke poliklinik dengan
keluhan berkemih tidak lampias sejak dua bulan yang lalu.
Keluhan disertai nyeri saat berkemih dan kadang berdarah
saat berkemih. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri regio
suprapubik. Pada colok bubur didapatkan pool atas prostat
tidak teraba, permukaan licin, dan tidak nyeri. Diagnosis yang
paling mungkin adalah…
A. Pembesaran prostat jinak
B. Prostatitis akut
C. Prostatitis kronik
D. Vesikolithiasis
E. Uretrolithiasis
• Pasien geriatri, laki-laki, keluhan BAK tidak lampias,
nyeri saat BAK, terkadang disertai darah (Gejala LUTS).
Pada pemeriksaan DRE didapatkan pool atas prostat
tidak teraba, permukaan licin, dan tidak ada nyeri
tekan. Kesimpulan diagnosis pada kasus ini adalah BPH.
• Pada kasus prostatitis pemeriksaan DRE yang dapat
ditemukan adalah prostat membesar secara divergen,
teraba hangat, dan terdapat nyeri tekan.
• Vesikulolitihiasis gejala utama nyeri saat BAK/ tidak
lampias disertai BAK berpasir. Pada pemeriksaan USG
buli dapat ditemukan accoustic shadoe.
• Uretrolithiasis: gejala utama pasien tidak dapat BAK,
Jika batu terdapat pada ureter distal dapat teraba pada
ventral penis. Pemeriksaan terbaik dengan Retrograde
Urografi.
Diagnosis of BPH
• Symptom assessment
– the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used
worldwide
– IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
• seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate),
20–35 (severe)
• eighth standalone question on QoL
• Digital rectal examination(DRE)
– inaccurate for size but can detect shape and consistency
• Prostat Volume determination- ultrasonography
• Urodynamic analysis
– Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of
age
• Measurement of prostate-specific antigen (PSA)
– high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone
Volume
– men with larger prostates have higher PSA levels 1

– PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP


– as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be
used as a prognostic marker for BPH
Gambaran BNO IVP
Pada BNO IVP dapat ditemukan:
• Indentasi caudal buli-buli
• Elevasi pada intraureter
menghasilkan bentuk J-ureter
(fish-hook appearance)
• Divertikulasi dan trabekulasi
vesika urinaria

“Fish Hook appearance”(di tandai


dengan anak panah)

Indentasi caudal buli-buli


Pada USG (TRUS, Transrectal
Ultrasound)
• Pembesaran kelenjar
pada zona sentral
• Nodul hipoechoid atau
campuran echogenic
• Kalsifikasi antara zona
sentral
• Volume prostat > 30 ml 8

CT Scan:
• Tampak ukuran prostat
membesar di atas ramus superior
simfisis pubis.
88.
Bayi umur 2 hari datang ke IGD RS dengan keluhan muntah-muntah
dan tidak mau minum susu. Muntah berwarna hijau dan sejak 2 hari
belum buang air besar. Bayi tampak dehidrasi, pemeriksaan fisik
ditemukan anus normal, perut distensi, dan peristaltic meningkat. Px
colok dubur didapatkan tinja menyemprot. Manakah penanganan
pasien yang paling tepat?
A. Bayi tetap diberi ASI
B. Pemeriksaan yang paling akurat untuk diagnosis pasti adalah CT
scan abdomen
C. Rectal biopsy dapat dilakukan pada keadaan acute
D. Rectal biopsy harus dilakukan secepatnya untuk diagnosis pasti
E. Abdominal X-ray dan barium enema harus dilakukan setelah
kondisi akut dapat ditangani
• Pasien bayi usia 2 hari dengan keluhan muntah-muntah
tidak mau minum ASI. Dari pemeriksaan bayi tampak
dehidrasi, distensi abdomen, dan gerak peristaltik usus
meningkat. Pemeriksaan colok dubur, tinja menyemprot
keluar. Dari penjabaran gejala diatas diagnosis pada kasus
ini mengarah pada penyakit hirschprung. Pilihan jawaban
yang tepat adalah E. Abdominal X-ray dan barium enema
harus dilakukan setelah kondisi akut dapat ditangani.
• Kondisi akut pada pasien ini adalah dehidrasi dan distensi
abdomen. Tindakan yang dapat dilakukan adalah rehidrasi
intravena dan untuk mengurangi distensi abdomen dapat
dilakukan pemasangan NGT dan menggunakan rectal tube.
• Setelah kondisi stabil baru dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang Abdominal X-Ray dan barium enema.
Hirschsprung
• Suatu kelainan bawaan berupa
aganglionik usus, mulai dari
spinchter ani interna kearah
proksimal dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidak-
tidaknya sebagian rectum
dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus
(keterlambatan evakuasi
mekonium, muntah hijau,
distensi abdomen.
• Tidak terdapat ganglion Meisner
dan Auerbach
BNO POLOS BARIUM
Gambaran ENEMA
hearing bone Gambaran
zona transisi
• Darm kontur: terlihatnya bentuk usus pada
abdomen
• Darm Steifung: terlihatnya gerakan peristaltik
pada abdomen
Rontgen :
• Abdomen polos
– Dilatasi usus
– Air-fluid levels.
– Empty rectum
• Contrast enema
– Transition zone
– Abnormal, irregular contractions of
aganglionic segment
– Delayed evacuation of barium
• Biopsy :
– absence of ganglion cells
– hypertrophy and hyperplasia of nerve
fibers,
89.
Seorang anak laki-laki, usia 12 bulan, diantar ibunya
ke poli dengan keluhan terdapat benjolan di
punggung. Perkembangan komunikasi dan motorik
pasien dirasa terganggu. Apakah diagnosis yang
mungkin pada pasien?
A. Spina bifida
B. Syndrome rett
C. Guillane Barre Syndrome
D. Multiple Sclerosis
E. Myasthenia Gravis
• Anak laki-laki, 12 bulan, didapatkan benjolan pada area punggung disertai gangguan
perkembangan komunikasi dan motorik. Dengan adanya benjolan di punggung dan gangguan
motorik, diagnosis yang paling mungkin dari pilihan jawaban tersebut adalah spina bifida.
Terdapat beberapa klasifikasi spina bifida, dari yang paling ringan adalah spina bifida occulta,
spina bifida cystica (meningokel dan meningomielokel), dan yang paling berat myeloschisis.
Meningomielokel dan myeloschisis menimbulkan gejala defisit neurologis setinggi lumbal ke
bawah, oleh karena gangguan spina bifida biasanya terletak pada area lumbosakral. Pada
spina bifida, jarang disertai dengan retardasi mental. Oleh karena, itu gangguan komunikasi
yang dijelaskan pada soal masih mungkin disebabkan oleh kemunkinan lain.
• Syndrome rett: Suatu mutasi genetik yang langka yang mempengaruhi perkembangan otak
pada anak perempuan. Bayi tampak sehat selama enam bulan pertama mereka, tapi seiring
berjalannya waktu, cepat kehilangan koordinasi, ucapan, dan penggunaan tangan.
• Guillaine Barre Syndrome: kondisi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang saraf. Kondisi ini
dapat dipicu oleh bakteri akut atau infeksi virus. Gejala berawal dengan lemas dan kesemutan
di kaki dan telapak kaki yang menyebar ke tubuh bagian atas. Kelumpuhan bisa terjadi.
• Multiple sclerosis: Sklerosis multipel menyebabkan banyak gejala yang berbeda, termasuk
hilangnya penglihatan, nyeri, rasa lelah, dan gangguan koordinasi. Gejala, keparahan, dan
durasi dapat bervariasi dari orang ke orang. Beberapa orang mungkin bebas dari gejala pada
sebagian besar hidup mereka, sementara yang lain dapat memiliki gejala kronis yang parah
yang tidak pernah pergi. Tidak disertai adanya benjolan di punggung.
• Myasthenia gravis: Gejala berupa lemah di otot lengan dan kaki, pandangan ganda, serta
kesulitan berbicara dan mengunyah terutama pada sore hari/ setelah beraktifitas.
Disebabkan oleh autoimun.
SPINA BIFIDA :
• Spina Bifida Occulta
• Spina Bifida Cystica
o Meningokel
o Meningomielokel
• Spina Bifida Aperta (myeloschisss/rachischisis)
Occulta
• Ringan
• Lengkung-lengkung vertebranya
dibungkus o/ kulit yg biasanya tidak
mengenai jaringan saraf yg ada di
bawahnya.
• Cacat di daerah lumbosakral ( L4 – S1 )
• Biasanya ditandai dg plak rambut yg
menutupi daerah yg cacat.
• Kecacatan ini disbbkan krn tdk
menyatunya lengkung-lengkung
vertebra (defek tjd hanya pd kolumna
vertebralis )
• Tjd pada sekitar 10% kelahiran
Meningokel
• Pada beberapa kasus hanya meningens saja yg berisi cairan yg
menonjol melalui daerah cacat.
• Meningokel merupakan bentuk spina bifida di mana cairan yg ada
di kantong terlihat dr luar (daerah belakang ), ttp kantong tsb tdk
berisi spinal cord atau saraf.

477
Meningomielokel
• bentuk spina bifida dimana jaringan saraf ikut di dalam
kantong tersebut.
• Bayi yang terkena akan mengalami paralisa di bagian bawah
• affected babies: leg paralysis and bladder and bowel control problems

478
Myeloschisis
• Bentuk spina bifida yang paling berat. Pada kasus ini neural fold
gagal menutup sehingga medulla spinalis terbuka. Medulla
spinalis akan tampak seperti flatenned mass of nervous tissue
and devoid of skin.

479
90.
Laki laki, 45 tahun, datang dengan kekuhan tidak bisa
buang air kecil yang dirasakan sejak 5 jam lalu. Pasien
mengatakan belum pernah seperti ini. Saat buang air kecil
awalnya tidak bisa, setelah mengedan beberapa saat urin
keluar namun terasa nyeri dan warna urin kemerahan. PF:
nyeri ketok CVA pinggang (+)/ (+), TTV dbn. USG accoustic
shadow pada vesica. Diagnosis yang tepat adalah…
A. Vesikolithiasis
B. Striktur uretra
C. BPH
D. Uretritis
E. FImosis
• Pasien laki-laki, 45 tahun, mengalami retensio urin. Setelah mengedan
urin dapat keluar namun terasa nyeri dan berwarna kemerahan. Terdapat
nyeri ketok CVA (+)/(+) yang menandakan adanya kemungkinan
nefrolithiasis. Sedangkan gambaran USG tampak gambaran accoustic
shadow pada vesica yang menunjukan adanya vesicolithiasis. Sehingga
pada kasus ini bisa kemungkinan terdapat 2 diagnosis: nefrolithiasis dan
vesicolithiasis. Namun pilihan jawaban yang ada, A. Vesikolithiasis.
• Striktur uretra: pasien dengan keluhan BAK tidak lancar, namun penyebab
utama terjadinya striktur uretra adalah riwayat uretritis sebelumnya.
Pemeriksaan gold standard dengan retrograde urography.
• BPH: faktor risiko pada laki-laki diatas usia 60 tahun. Bisa terdapat gejala
LUTS. Pada pemeriksaan Rectal Toucher akan ditemukan pool atas prostat
tidak teraba, tanpa adanya nyeri atau benjolan.
• Uretritis: radang (paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri) pada
dinding uretra. Biasanya pasien akan merasakan nyeri saat BAK/ terasa
panas, dapat disertai hematuria, dan limfadenopati pada selah paha.
• Fimosis: preputium tidak dapat ditarik ke arah proksimal.
Vesikulolithiasis
• adalah masa yang berbentuk kristal yang
terbentuk atas material mineral dan protein
yang terdapat pada urin.
Vesikolithiasis
Tanda & Gejala
• Nyeri suprapubik
• Penghentian miksi tiba
tibasesuai dengan
perubahan posisi
• Poliuria
• Disuria
• Hematuria
• PF: demam, conj USG: gambaran objek hiperekoik
anemis/akral anemis, yang berbayang pada bagian
posterior
nyeri ketok CVA dapat (+).
OPTIMA MEDAN
OPTIMA MEDAN
91.
Seorang anak laki-laki, 4 tahun, diantar ibunya ke IGD RS
dengan keluhan nyeri pada scrotum kirinya sejak 2 jam
yang lalu. Nyeri dirasakan mendadak saat ia sedang
bermain dengan teman-temannya. Pada PF: TTV normal,
scrotum kiri tampak lebih pendek di banding scrotum
kontralateral. Pada pemeriksaan USG tidak tampak
vaskularisasi pada scrotum kiri. Diagnosis yang tepat?
A. Ureterolitihiasis
B. Torsio testis
C. Hernia scrotalis
D. Prostatitis
E. Epididimis
• Anak laki-laki, usia 4 tahun, dengan keluhan nyeri
mendadak pada skrotum kiri. Pada PF didapatkan
skrotum kiri lebih tinggi deobandingkan kanan dan USG
tidak tampak vaskularisasi pada skrotum kiri. Diagnosis
yang tepat pada kasus ini adalah torsio testis dan perlu
dilakukan tindakan segera.
• Epididimitis  keluhan nyeri tidak mendadak dan tidak
mengganggu vaskularisasi dari skrotum. Pemeriksaan
phren sign (+).
• Hernia scrotalis  merupakan lanjutan dari hernia
inguinalis lateral. Keluhan utama merupakan benjolan
di sela paha hingga masuk ke skrotum. Menyebabkan
nyeri bila terjadi strangulata.
• Ureterolitihiasis dan prostatitis tidak menyebabkan
nyeri pada skrotum.
Torsio Testis
Gejala dan tanda:
• Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak
• Pembengkakan skrotum
• Nyeri abdomen
• Mual dan muntah
• Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau
pada posisi yang tidak biasa
Ultrasound
• Normal: homogenous symmetric

Late ischemia/infarct: Early ischemia: enlargement, no Δ


hypoechoic echogenicity

• Hemorrhage: hyperechoic areas


in an infarcted testis,
heterogenous, extra testicular
fluids
• Penurunan Vaskularisasi
92.
Seorang pria, 25 tahun, datang dengan keluhan
nyeri pada testis sejak 1 hari yang lalu. Pemeriksaan
tanda vital dalam batas normal. Dilakukan
pemeriksaan dengan mengangkat testis dan testis
masih terasa sakit. Pemeriksaan fisik diatas adalah…
A. Phren sign
B. Psoas sign
C. Obturator sign
D. Murphy sign
E. Dunphy sign
• Phren sign merupakan pemeriksaan uang dilakukan untuk membedakan
epididimitis akut dan torsio testis. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengangkat skrotum yang sakit (terasa nyeri). Hasil test positif apabila
nyeri berkurang saat skrotum diangkat (diagnosis epididimitis akut). Hasil
test negatif apabila nyeri menetap/ bertambah saat skrotum diangkat
(diagnosis torsio testis).
• Psoas sign: merupakan pemeriksaan pada appendisitis akut. Pemeriksaan
positif apabila pasien merasakan nyeri perut kanan bawah saat dilakukan
hiper-ekstensi panggul kanan.
• Obturator sign: pemeriksaan pada appendistis akut. Pemeriksaan positif
apabila abdomen terasa nyeri pada hipogastrium/ area vagina saat
dilakukan fleksi + rotasi interna panggul kanan.
• Murphy sign: manuver untuk pemeriksaan kolesistitis. Pemeriksa
memberikan tekanan dengan tangan pada margin costa kanan di garis
midklavikula kanan. Pasien diminta inspirasi. Hasil positif apabila pasien
merasa nyeri pada area tersebut.
• Dunphy sign: pemeriksaan pada appendisitis akut. Dunphy sign positif
apabila pasien merasa nyeri pada testis saat batuk/ mengejan/ atau
bergerak.
Phren Sign Murphy’s Sign
Sign of Appendicitis
93.
Wanita usia 60 tahun mengeluhkan sulit BAB dalam 1
bulan terakhir. Setiap BAB dirasakan tidak tuntas. Sering
terdapat bekas kotoran pada celana dalam. Pasien
memiliki 7 anak (2 laki-laki dan 5 perempuan). Pada
pemeriksaan tampak massa sirkumferensial yang keluar
dari anus. Penyebab hal tersebut adalah…
A. Kelemahan otot panggul
B. Kelemahan otot spincter ani
C. Kelemahan plexus hemoroidalis interna
D. Kelemahan plexus hemoridalis eksterna
E. Kelemahan dinding rectum.
• Massa sirkumferensial yang keluar dari anus,
mengarahkan diagnosis pada kasus ini adalah
prolaps recti. Terdapat pilihan jawaban
etiologi pada prolaps recti yakni: kelemahan
otot dasar panggul dan kelemahan m.
sphincter ani. Namun pada kasus ini lebih
dipilih kelemahan otot dasar panggul, oleh
karena pasien dengan faktor risiko: wanita,
geriatri dengan riwayat multipara.
PROLAPS REKTUM
(PROCIDENTIA)

 Seluruh bagian rektum turun Gejala Klinik:


melalui anus • Terjadi prolap pada saat tekanan
abdomen meningkat
• Sfingter ani dilatasi dan lemah
 Penyebab :
• Inkonentia alvi
• Kelemahan otot dasar • Mukosa rektum lecet, mudah
panggul berdarah, mengeluarkan sekret
• Tekanan abdomen yang mukous
meningkat • Perlu tindakan manual untuk reposisi
94.
Seorang laki-laki, berusia 30 tahun, datang setelah
kecelakaan. Pasien kesakitan pada tungkai kiri karena
terbentur aspal. Tanda vital dalam batas normal.
Pemeriksaan tungkai didapatkan adduksi dan endorotasi
tungkai kiri. Diagnosis pasien ini adalah…
A. Dislokasi panggul posterior
B. Dislokasi panggul anterior
C. Fraktur caput femur
D. Fraktur corpus femur
E. Ankle sprain
• Diagnosis pada kasus ini adalah dislokasi panggul
posterior karena posisi dari panggul pasien
adduksi disertai dengan endorotasi tungkai kiri.
Dengan riwayat kecelakaan lalu lintas
sebelumnya.
• Posisi pada dislokasi panggul anterior: panggul
abduksi dan eksorotasi tungkai. Secara
epidemiologis dislokasi panggul anterior juga
jarang terjadi.
• Fraktur pada kasus ini dapat disingkirkan karena
tidak adanya deformitas dari tungkai dan tidak
ditemukan krepitasi.
• Ankle sprain  tidak sesuai dengan posisi
anatomis dari gejala yang ada pada soal.
Posterior Hip Dislocation
soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation


Gejala
• Nyeri pada sendi
panggul
• Tidak dapat berjalan
atau melakukan
adduksi dari kaki.
• The leg is externally
rotated, abducted,
and extended at the
hip

netterimages.com
95.
Seorang bayi berusia 3 hari dibawa ibunya ke IGD RS
dengan keluhan sesak dan badannya membiru. Dokter
kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan ditemukan
pada pemeriksaan thorak kanan ditemukan ronkhi dan
tanda schapoid pada abdomen kiri. Apa diagnosa yang
paling mungkin?
A. Hernia Umbilikalis
B. Hernia scrotalis
C. Hernia diafragmatica
D. Volvulus
E. Invaginasi
• Bayi usia 3 hari, dengan keluhan sesak dan
badan membiru. Pada abdomen kiri
ditemukan tanda scaphoid. Tanda Scphoid
adalah dinding anterior abdomen tampak
terbenam, membentuk kontur cekung
diabndingkan bentuk yang seharusnya
mencembung pada bagian anterior abdomen.
Sehingga diagnosis yang paling tepat pada
kasus ini adalah C. Hernia diafragmatica
Hernia Diafragmatika
Penonjolan organ perut ke dalam rongga
dada melalui suatu lubang pada diafragma.
Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam
rongga thorax melalui suatu pintu pada
diafragma. Terjadi bersamaan dengan
pembentukan sistem organ dalam rahim.
Pembagian Hernia Diafragmatika
a. Traumatica : hernia akuisita, akibat pukulan, tembakan,
tusukan
b. Non-Traumatica
1)Kongenital
› Hernia Bochdalek atau Pleuroperitoneal
Celah dibentuk pars lumbalis, pars costalis diafragma
› Hernia Morgagni atau Para sternalis
Celah dibentuk perlekatan diafragma pada costa dan
sternum
2)Akuisita
Hernia Hiatus esophagus
Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-
90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri.
Tanda dan gejala
1. Gangguan pernafasan yang berat
2. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat
kekurangan oksigen)
3. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
4. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak
sama (asimetris)
5. Scaphoid sign pada abdomen kiri.
6. Takikardia (denyut jantung yang cepat).
96.
Laki-laki, 30 tahun, mengalami kecelakaan lalu
lintas. Pasien ditabrak dari samping ketika
menyebrang jalan, kesadaran pasien menurun serta
mulut dan hidung penuh darah. Tindakan pertama
saat pasien sampai UGD?
A. Pasang kateter uretra
B. Evaluasi tanda vital
C. Beri oksigen
D. Pasang pulse oximetri
E. Evaluasi jalan nafas
• Pada penanganan kasus trauma prinsip utama
adalah ABC (Airway, Breathing, Circulation).
Oleh karena itu penanganan pertama pada
soal di atas adalah evaluasi jalan napas.
Terlebih pada soal diatas pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas dan didapatkan darah
pada mulut dan hidung yang dapat
menghambat jalan napas. Baru berikutnya
diberikan support pada breathing dan
circulation.
Initial Assessment
Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang
cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan
sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat.
Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ).

Penilaian awal meliputi:


1. Persiapan
2. Triase
3. Primary survey (ABCDE)
4. Resusitasi
5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi
6. Secondary survey
7. Tambahan terhadap secondary survey
8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan
9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik

ATLS Coursed 9th Edition


ATLS Coursed 9th Edition
97
Perempuan, 50 tahun, keluhan bengkak kedua tungkai
bawah sejak 2 bulan, disertai nyeri, kemerahan dan gatal
kulit kering. Pasien kebiasaan berdiri lama dan pakai hak
tinggi. Pasien penderita diabetes sejak 5 tahun yang lalu.
PF: edem tungkai, hiperemis, dan hangat. Pemeriksaan
penunjang untuk menegakan diagnosis tersebut adalah…
A. MRI
B. Angiografi
C. Venous Ultrasound
D. CT Scan
E. Foto Polos Tungkai
• Perempuan 50 tahun, dengan edema kedua
tungkai, teraba hangat, dan hiperemis. Pasien
memiliki riwayat DM sebelumnya. Gambaran
tersebut sesuai dengan deep vein trombosis
(DVT). Kemungkinan pasien memiliki riwayat
varicose vein sebelumnya sehingga dapat
menyebakan DVT pada kedua tungkai.
Pemeriksaan yang sesuai pada kasus ini adalah
venous ultrasound.
Trombosis Vena Dalam
• Skoring Wells
– Kanker aktif (sedang terapi dalam 1-6 bulan atau paliatif) (skor 1)
– Paralisis, paresis, imobilisasi (skor 1)
– Terbaring selama > 3 hari (skor 1)
– Nyeri tekan terlokalisir sepanjang vena dalam (skor 1)
– Seluruh kaki bengkak (skor 1)
– Bengkak betis unilateral 3 cm lebih dari sisi asimtomatik (skor 1)
– Pitting edema unilateral (skor 1)
– Vena superfisial kolateral (skor 1)
– Diagnosis alternatif yang lebih mungkin dari DVT (skor -2)
• Interpretasi:
– >3: risiko tinggi (75%)
– 1-2: risiko sedang (17%)
– < 0: risiko rendah (3%)

Sudoyo A dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. 2015
Patient with suspect symptomatic
Acute lower extremity DVT

negative
Venous duplex scan Low clinical probability observe

positive High clinical probability negative

Evaluate coagulogram /thrombophilia/ malignancy


Repeat scan /
Venography
Anticoagulant therapy yes IVC filter
contraindication

No

pregnancy LMWH

OPD LMWH

hospitalisation + warfarin
UFH

Compression treatment
Color duplex scan of DVT

Venogram shows DVT


98.
Seorang anak laki-laki, usia 12 tahun, mengeluhkan nyeri
pada kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan dirasa
memberat sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan keterbatasan gerak oleh karena nyeri.
Riwayat trauma disangkal. Pada pemeriksaan radiologi di
dapatkan gambaran brodies abcess pada metafisis.
Apa diagnosis pasien tersebut?
A. Osteomyelitis akut
B. Osteomyelitis subakut
C. Osteomyelitis kronis
D. Osteosarcoma
E. Ewing Sarcoma
• Pasien mengeluhkan nyeri pada kaki kanan sejak 2 minggu
yang lalu. Pada rontgen didapatkan abses brodie. Dari
gejala tersebut dapat disimpulkan diagnosis yang sesuai
pada kasus ini adalah osteomyelitis subakut.
• Osteomyelitis akut  gambaran X-Ray tidak khas. Bisa
didapatkan gambaran jaringan lunak sekitar tulang yang
edem dan detruksi tulang yang bertambah berat seiring
perjalan penyakit yang semakin kronis.
• Osteomnyelitis kronik  gambaran X-Ray akan tampak
adanya sequestrum dan involucrum.
• Osteosarcoma  sunburst appearance.
• Ewing sarcoma moth eaten lesion, onion skin, dan
codman triangle.
SUBACUTE HEMATOGENOUS
OSTEOMYELITIS
• More insidious onset and lacks the severity of
symptoms
• Diagnosis typically is delayed for more than 2
weeks.
• a pathogen is identified only 60% of the time
• S. aureus and Staphylococcus epidermidis
• The diagnosis often must be established by an
open biopsy and culture
Brodie’s abcess
• Bone abscess containing pus or jelly like
granulation tissue surrounded by a zone
of sclerosis
• Age 11-20 yrs, metaphyseal area, usually
upper tibia or lower femur
• Deep boring pain, worse at night,
relieved by rest
• Circular or oval luscency surrounded by
zone of sclerosis
• Treatment:
– Conservative if no doubt - rest +
antibiotic for 6 wks.
– if no response – surgical evacuation &
curettage, if large cavity - packed with
cancellous bone graft
99.
Pria, 37 tahun, seorang pekerja pipa. Tangan kanan
terguyur zat basa saat bekerja. Tangan kanan
tampak kemerahan dan melepuh. Tindakan awal
yang tepat pada kasus ini adalah…
A. Diguyur dengan NaCl 0.9%
B. DIguyur dengan RL
C. Diguyur dengan air mengalir 30 menit
D. Diguyur zat asam
E. Dressing dengan salep antibiotic
• Pasien pada soal diatas mengalami luka bakar
akibat tersiram zat basa. Penanganan awal yang
tepat dari pilihan jawaban yang ada adalah
diguyur dengan menggunakan air yang mengalir
selama 30 menit.
• NaCl 0,9% dan RL dapat pula digunakan sebagai
cairan irigasi, namun pada kedua pilihan jawaban
tersebut tidak dijelaskan diberikan dengan cara
dialirkan dan selama 30 menit, untuk menghilang
kontak jaringan dengan zat basa tersebut.
• Pemberian zat asam merupakan kontraindikasi.
• Dressing dilakukan setelah penanganan awal
dilakukan. Dressing pada luka bakar bermacam-
macam tidak harus salep antiobiotik.
Luka Bakar Kimia
• Kerusakan jaringan yang disebabkan kontak dengan
bahan kimia.
• Penyebab: asam, alkali, logam, fosfor, dll.
• Dapat ditemukan pada: cairan pembersih, baterai,
bahan baku produk rumah tangga dan kesehatan.
• Mekanisme  pembentukan panas + perubahan
kimiawi jaringan tubuh.
• Tingkat keparahan bergantung: pH bahan kimia,
konsentrasi, jumlah, lama kontak, bentuk fisik, tipe
kontak, trauma kejadian.
Asam Basa/ Alkali
• Termasuk diantaranya: • Termasuk: natrium dan kalium
hidroksida, kalsium oksida,
asam sulfat, nitrat, krlorida, hipoklorit, amonia.
hidrofluorat. • Mekanisme:
• Perubahan kimiawi  – Saponifikasi jaringan lemak
– Berikatan dengan protein
denaturasi protein  jaringan  gugus hidroksil 
nekrosis koagulasi  eskar. kerusakan jaringan
– Ekstraksi air dari sel
Tatalaksana
Penangan awal  cegah kontak lebih lanjut irigasi

• Stabilisasi ABC
• Lepaskan pakaian dan cegah kontaminasi
• Irigasi minimal 30 menit.

Tindakan operatif: eskarotomi, skin graft sesuai indikasi


100.
Laki-laki, 23 tahun, datang dengan keluhan benjolan di
leher sejak 3-4 minggu yang lalu. Benjolan soliter, kenyal,
dan terletak di anterior M. Sternocleidomastodeus. Tidak
ditemukan nyeri (-), demam (-), batuk(-) pilek (-).
Pemeriksaan penunjang yang tepat adalah…
A. Foto dada AP - Lateral
B. Aspirasi jarum halus
C. USG leher
D. Darah rutin
E. Cek BTA
• Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di
area leher. Benjolan soliter, kenyal, dan terletak di
anterior M. Sternocleidomastoideus. Dari
keterangan soal terseut dapat disimpulkan
diagnosis pada kasus ini adalah limfadenopati
colli. Oleh karena keterangan klinis pada soal
tidak dijelaskan secara detail makan pilihan
penunjang yang tepat pada kasus ini adalah
aspirasi jarum halus. Dari BJH/ FNAB dapat
diketahui secara sitologi sehingga diagnosis
etiologi dapat ditegakan secara lebih definitif
dibandingkan pilihan jawaban yang lain.
Lymphadenopathy
• Findings from a Dutch study
revealed a 0.6% annual
incidence of unexplained
lymphadenopathy in the
general population.

• Of 2,556 patients in the study


who presented with
unexplained lymphadenopathy
to their family physicians, 256
(10 %) were referred to a
subspecialist and 82 (3.2 %)
required a biopsy, but only 29
(1.1 %) had a malignancy.
OPTIMA MEDAN
OPTIMA MEDAN
101.
Pasien laki-laki, 20 tahun, datang ke UGD diantar keluarganya
dengan keluhan nyeri lutut sebelah kiri sejak 1 jam yang lalu.
Pasien terjatuh pada pertandingan bola basket. TD: 120/80
mmHg, RR: 22 x/mnt, N: 88 x/mnt, S: 36,6OC. Pemeriksaan
status lokalis: lutut kiri nyeri, bengkak, ngilu, dan terdengar
bunyi klik saat digerakan. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk mendiagnosis penyakit pasien ini adalah…
A. EMG
B. MRI
C. CT Scan
D. USG
E. Foto polos genue AP/Lat
• Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah ruptur
meniskus. Ditunjang dengan keluhan nyeri pada lutut
saat bermain basket. Pada PF lutut tampak bengkak,
nyeri tekan (+), dan terdengar bunyi klik saat digerakan.
Pada soal tidak ditemukan adanya gangguan
pergerakan ataupun instabilitas sendi yang signifikan
pada sendi lutut sehingga kemungkinan terjadinya
cedera ligamen lebih kecil. Terlebih pada olahraga
basket banyak terjadi gerakan pivoting/ memutar sendi
lutut yang merupakan salah satu patomekanisme
cedera meniskus. Tindakan radiologi yang tepat untuk
mendiagnosis kasus tersebut di atas adalah MRI.
• Foto genu AP/ Lateral dapat digunakan sebagai
penunjang tambahan untuk menyingkirkan
kemunginan adanya fraktur atauun arthritis.
Cedera Meniskus
• Sering terjadi pada
olahraga yang melibatkan
gerakan berputar dan
squat seperti pada bola
basket, sepak bola atau
bulu tangkis.
• Mekanisme cedera
meniskus
– akibat gerakan berputar
dari sendi lutut
– akibat gerakan squat atau
fleksi (menekuknya) sendi
lutut yang berlebihan.
102.
Tn. Z, usia 40 tahun, datang dengan keluhan penis ereksi.
Ereksi sudah berlangsung selama 6 jam, pasien mengaku
selama ereksi tidak nyeri dan tanda vital dalam batas
normal. Satu bulan yang lalu pasien mengalami
kecelakaan saat menggowes sepeda, selangkangan pasien
membentur stang sepeda. Keluhan ini merupakan kali
kedua. Kemungkinan diagnosisnya adalah…
A. Priapismus
B. Erektogenik medikamentosa
C. Insufisiensi vena
D. Oklusi arteri dosalis penis
E. Paraphimosis
• Pasien dengan keluhan ereksi penis yang
sudah berlangsung selama 6 jam tanpa
disertai rasa nyeri serta terdapat riwayat
straddle injury sebelumnya. Diagnosis yang
tepat pada kasus ini adalah high flow
priapismus/ non-ischemic priapismus.
Priapism
• Priapism: a persistent penile erection that continues hours beyond, or is
unrelated to, sexual stimulation.
• Ischemic (veno-occlusive, low flow) priapism is a nonsexual, persistent
erection characterized by little or no cavernous blood flow and abnormal
cavernous blood gases (hypoxic, hypercarbic, and acidotic). The corpora
cavernosa are rigid and tender to palpation. Patients typically report pain.
=Ischemic priapism is an emergency.
• Nonischemic (arterial, high flow) priapism is a nonsexual, persistent
erection caused by unregulated cavernous arterial inflow. Cavernous blood
gases are not hypoxic or acidotic. Typically the penis is neither fully rigid
nor painful. Antecedent trauma is the most commonly described etiology.
Nonischemic priapism does not requireemergent treatment.
• Stuttering (intermittent) priapism is a recurrent form of ischemic priapism
in which unwanted painful erections occur repeatedly with intervening
periods of detumescence. This historical term identifies a patient whose
pattern of recurrent ischemic priapism encourages the clinician to seek
options for prevention of future episodes.
103.
Laki-laki, 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri ulu
hati sejak 1 hari yang lalu, disertai dengan mual dan
muntah, dan terkadang diare. Pada pemeriksaan fisik
bising usus menurun dan terdapat nyeri pada epigastrium
dan titik Mc Burney. Apa kemungkinan diagnosis pasien
tersebut?
A. Appendisitis
B. Kolesistitis
C. Kolangitis
D. Pankreatitis
E. Peritonitis
• Diagnosis pada kasus ini adalah appendisitis akut
ditunjang dengan adanya keluhan nyeri pada
epigastrium dan titik Mc Burney. Keluhan appendisitis
akut dapat disertai mual, muntah dan diare.
Pemeriksaan bising usus dapat menurun pada area
usus yang dekat dengan posisi appendix sehingga
menimbulkan gejala gangguan pasase usus.
• Keluhan nyeri pada kolesistitis dan kolangitis terdapat
pada perut kanan atas.
• Pankreatitis: keluhan nyeri epigastrium dengan
penjalaran ke punggung, berkurang saat tidur
terlentang.
• Peritonitis keluhan nyeri pada seluruh lapang abdomen
disertai adanya defans muskular.
Alvarado Score
104.
• Seorang wanita, 45 tahun, datang dengan keluhan
nyeri punggung. Wanita tersebut diketahui memiliki
riwayat batuk lama. Dari hasil pemeriksaan dijumpai
adanya gibbus, dan dari MRI dijumpai adanya massa di
Vertebra T9-11. Apa diagnosis yang paling mungkin
pada kasus di atas?
A. Osteoporosis
B. Tumor vertebra
C. Spondilolistesis
D. Spondilolisis
E. Spondilitis tuberculosis
• Pasien dengan nyeri punggung, dengan riwayat batuk lama.
Pada pada pemeriksaan fisik ditemukan gibbus dan dari MRI
ditemukan massa setinggi T9-T11. Dari gejala yang ada
tersebut, diagnosis pada kasus ini mengarah pada spondilitis
TB. Massa yang terlihat pada MRI adalah massa abses
(tuberkel).
• Osteoporosis: gambaran radiologi, fraktur kompresi, dengan
matriks tulang yang berkurang.
• Tumor vertebrae: pada hasil MRI akan menampakan
gambaran massa pada vertebrae, namun tidak dijumpai
gibbus.
• Spondilolisthesis: pergeseran vertebra kedepan terhadap
segment yang lebih rendah, yang biasa terjadi pada lumbal
vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars
interartikularis.
• Spondilolisis: stress fracture Os. Vertebrae.
Spondilitis TB
105.
Seorang wanita, 22 tahun, datang dengan keluhan
benjolan pada payudara kanan sejak beberapa bulan yang
lalu. Keluhan tidak disertai rasa nyeri. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan benjolan sebesar kelereng, konsistensi
kenyal, permukaan licin, dan mudah digerakkan.
Diagnosis pasien yang tepat adalah…
A. Penyakit fibrokistik
B. Ca Mammae
C. Abses Mammae
D. Fibroadenoma Mammae
E. Tumor Philloides
• Diagnosis pada kasus ini adadalah fibroadenoma mammae.
Ditunjang dengan faktor disposisi penyakit yang muncul
pada wanita dengan usia dewasa muda. Karakteristik
benjolan bersifat kenyal, batas tegas, permukaan licin, tidak
ada nyeri dan mudah digerakan.
• Fibrokistik: lesi non kanker, gejala berupa perubahan pada
tekstur payudara, dapat disertai benjolan dan rasa nyeri
yang dipengaruhi siklus menstruasi.
• Ca Mammae: epidemiologi pada wanita usia 40 tahun ke
atas. Benjolan dengan tepi tidak rata, batas tidak tegas dan
immobile.
• Abses Mammae: menimbulkan gejala pembengkakan
payudara, benjolan tampak memerah disertai nyeri, dan
fluktuasi (+).
• Tumor Philoides: merupakan tumor fibroepitelial yang
jarang ditemukan. Bersifat jinak. Benjolan kenyal, dengan
batas tegas, namun dengan sifat pertumbuhan yang cepat.
Fibroadenoma
• Most common benign tumor of
breast.
• Benign tumors that represent a
hyperplastic or proliferative
process in a single terminal ductal
unit.
• Young females:15 -25yrs of age.
• Aberration in normal development
of a lobule.
• Cause -unknown.
• 10% of disappear spontaneously
each year.
• Most stop growing after they
reach 2-3 cm.
• Clinical features • Treatment
– Painless swelling • Excision of the lump
• In pericanalicular type -
– Smooth, firm, non-
periareolar incision
tender
• Intracanalicular-
– Well-localized submammary incision
– Moves freely within the
breast tissue- breast
mouse.
– Axillary LN not enlarged.
The Breast Lump
106.
Seorang anak datang dengan keluhan patah tulang yang
terbuka setelah jatuh dari pohon beberapa jam SMRS.
Didapatkan patah tulang femur terbuka dengan
perdarahan aktif yang keluar terus menerus. Pemeriksaan
TTV dbn. Tatalaksana awal yang tepat pada pasien ini
adalah…
A. Pasang spalk di antara 2 sendi
B. Pasang spalk di atas tulang yang patah
C. Pasang spalk di bawah tulang yang patah
D. Balut tekan
E. Reposisi dan traksi
• Pasien mengalami fraktur terbuka pada Os.
Femur dengan perdarahan aktif yang keluar
terus menerus. Tindakan awal yang tepat
pada kasus ini adalah balut tekan untuk
menghentikan perdarahan.
• Jika perdarahan telah berhenti dan kondisi
pasien stabil baru diberikan spalk yang
melewati 2 sendi untuk memberikan support
immbolilasis dan mengurangi nyeri.
• Reposisi dan traksi sebaiknya dilakukan oleh
expert yang sudah berpengalaman.
Fraktur Terbuka
• Dimana terjadi hubungan dengan lingkungan
luar melalui kulit.
• Terjadi kontaminasi bakteri  komplikasi
infeksi
• Luka pada kulit :
– Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit
(from within)
– Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung
(from without)
107.
Seorang laki-laki, 27 tahun, datang dengan keluhan nyeri dan
bengkak pada tungkai kanan. Pasien sebelumnya mengalami
kecelakaan 14 hari yang lalu dan berobat ke dukun.
Pemeriksaan fisik: tampak hiperemis pada kruris, bengkak,
dan nyeri tekan. Rontgen: tidak ada fraktur, tampak
pembengkakan jaringan lunak pada regio cruris. Pemeriksaan
lab: leukosit 12.000. Diagnosis yang tepat adalah…
A. Sarkoma ewing
B. Osteosarkoma
C. Artritis septik
D. Fraktur kruris
E. Osteomyelitis pyogenes
• Laki-laki, 27 tahun, tungkai kanan bengkak dan
nyeri. Disertai leukositosis. Rontgen, tidak
ditemukan fraktur, jaringan lunak bengkak
pada regio cruris. Dari pilihan jawaban yang
ada pilihan yang paling sesuai adalah E.
Osteomyelitis Pyogenes. Kemungkinan pasien
mengalami infeksi per kontinuitatum dari luka
jaringan lunak saat kecelakaan 14 hari yang
lalu.
Osteomyelitis
• Osteomyelitis is an inflammation of bone caused by an
infecting organism.
• It may remain localized, or it may spread through the
bone to involve the marrow, cortex, periosteum, and
soft tissue surrounding the bone.
• Based on the duration and type of symptoms:
Local signs (Acute)
• Calor, rubor, dolor, tumor
• Heat, red, pain or tenderness, swelling
• Initially, the lesion is within the medually cavity,
there is no swelling, soft tissue is also normal.
• The merely sign is deep tenderness.
• Localized finger-tip tenderness is felt over or
around the metaphysis.
• It is necessary to palpate carefully all metaphysic
areas to determine local tenderness,
pseudoparalysis
X-ray findings
• X-ray films are negative within 1-2 weeks
• Careful comparison with the opposite side may
show abnormal soft tissue shadows.
• It must be stressed that x-ray appearances are
normal in the acute phase.
• There are little value in making the early
diagnosis.
• By the time there is x-ray evidence of bone
destruction, the patient has entered the chronic
phase of the disease.
X-ray findings
• It takes from 10 to 21 days for an osseous lesion to
become visible on conventional radiography, because
a 30–50% reduction of bone density must occur before
radiographic change is apparent

Bonakdarpour A, Gaines VD (1983) The radiology of osteomyelitis. Orthop Clin North


Am 14:21–33
X-ray findings
1. Localized osteopaenia and trabecular destruction are
early signs of a suppurative acute process in the bone.
2. The type and extent of cortical destruction is variable . A
wide spectrum is encountered, ranging from a solitary
radiolucency to irregular, multiple radiolucencies
(mottling) to a permeative pattern. The individual lesions
are generally indistinct and irregular in outline.
108.
Seorang laki-laki, 26 tahun, jatuh
tertabrak mobil saat mengendarai
sepeda motor. Tampak
deformitas pada area bahu kiri,
nyeri tekan (+), dan krepitasi (+).
Foto radiologi sebagai berikut:
Diagnosis yang tepat adalah…
A. Fraktur midclavicula
B. Fraktur clavicular 1/3
proksimal
C. Fraktur clavicula 1/3 distal
D. Fraktur costae
E. Fraktur humeri
• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Dari
pemeriksaan didapatkan deformitas pada
bahu kiri, nyeri tekan (+), dan krepitasi (+).
Dari gambaran foto Rontgen jelas tampak
fraktur pada Os. Clavicula di bagian tengah.
Sehingga diagnosis yang tepat pada kasus ini
adalah fraktur midclavicula.
Fraktur Klavikula
Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3
tengah klavikula)
• Fraktur pada bagian tengah clavicula
• Lokasi yang paling sering terjadi
fraktur, paling banyak ditemui

Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikula


Fraktur klavikula lateral dan ligament
korako-kiavikula, yang dapat dibagi:
– type 1: undisplaced jika ligament intak
– type 2: displaced jika ligamen korako-
kiavikula ruptur.
– type 3: fraktur yang mengenai sendi
akromioklavikularis.

Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal


clavicula. Fraktur yang paling jarang
terjadi
109.
Anak laki-laki, 4 tahun, diantar ke poli dengan
keluhan kulit pada kelamin ditarik dan tidak bisa
kembali. Diagnosis pada kasus ini adalah…
A. Fimosis
B. Parafimosis
C. Epispadia
D. Hipospadia
E. Balanitis
• Diagnosis pada kasus ini adalah parafimosis. Pada
kasus ditemukan kulit kelamin (preputium) ditarik
dan tidak bisa kembali ke posisi normal.
• Fimosis  preputium tidak dapat ditarik ke arah
proksimal.
• Epispadia Orificium uretra eksternum (OUE)
terletak pada dorsal penis.
• Hipospadia  OUE berada pada ventral penis.
• Balanitis  peradangan pada glans penis. Glas
penis tampak merah dan bengkak.
Phimosis
Phimosis Paraphimosis
• Prepusium tidak dapat • Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal ditarik kembali dan
• Fisiologis pada neonatus terjepit di sulkus
• Komplikasiinfeksi koronarius
– Balanitis • Gawat darurat bila
– Postitis – Obstruksi vena
– Balanopostitis superfisial  edema dan
nyeri  Nekrosis glans
• Treatment penis
– Dexamethasone 0.1% (6
weeks) for spontaneous
• Treatment
retraction – Manual reposition
– Dorsum incisionbila – Dorsum incision
telah ada komplikasi
Definisi
Balanitis
• Balanitis adalah radang pada glans penis
• Posthitis adalah radang pada kulup.
• Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi.
• Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko
berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan
kanker di kemudian hari.

Etiologi
• Penyebab paling umum dari balanitis
adalah kebersihan yang buruk.
• Lebih sering pada pasien dengan fimosis
Gejala
• Penderita merasa nyeri dan gatal, warna
kepala penis kemerahan dan bengkak.

Pengobatan
• Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah
menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik.
• Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi
• Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus
dilakukan penyunatan.
110.
Pasien usia 70 tahun datang dengan keluhan BAB berdarah
dan keluar benjolan sejak 2 bulan yang lalu dan memberat 5
hari ini, pasien sering merasa BAB nya keras dan harus
mengedan agar BAB bisa dan keluar keluar darah menetes
setelah feses. Pada pemeriksaan RT terdapat benjolan pada
jam 6, benjolan pasien saat ini menetap. Apakah faktor risiko
pada pasien tersebut?
A. Konstipasi
B. Karsinoma rectum
C. Fistula recti
D. Fissura recti
E. Abses perianal
• Adanya benjolan yang keluar dari anus disertai
dengan darah yang keluar menetes setelah
feses, hasil pemeriksaan RT juga didapatkan
benjolan di arah jam 6, serta tidak ditemukan
adanya tanda-tanda keganasan, dapat
disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah
hemoroid interna.
• Faktor risiko hemoroid interna pada plihan
jawaban yang ada, adalah konstipasi.
Hemoroid
OPTIMA MEDAN
OPTIMA JAKARTA
111.
Seorang laki laki, 46 tahun, mengeluhkan keluar benjolan
dari sela paha kanan. Benjolan keluar masuk. Benjolan
keluar terutama saat pasien batuk atau mengejan.
Terkadang benjoan mencapai scrotum kanan.
Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah…
A. Hernia inguinalis reponibel
B. Hernia inguinalis ireponibel
C. Hernia inguinalis medial
D. Hernia femoralis
E. Hernia scrotalis
• Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada sela paha kanan
yang keluar terutama saat pasien batuk atau mengejan.
Benjolan dapat keluar dan masuk dnegan sendiri dan
terkadang mencapai skrotum. Diagnosis yang paling tepat
pada kasus ini adalah hernia inguinalis reponible.
• Hernia inguinalis ireponible: benjolan tidak dapat masuk
kembali ke peritoneum.
• Hernia inguinalis media: dikenal juga hernia inguinalis
direk, benjolan tidak dapat mencapai skrotum.
• Hernia femoralis: benjolan teraba di lipat paha dibawah
ligamentum inguinalis.
• Hernia scrotalis: merupakan bagian dari hernia inguinalis
lateral yang massa hernia mencapai skrotum.
Hernia
Tipe Hernia Definisi
Reponible Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga
peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum

Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia  tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
112.
Seorang anak laki-laki, 5 tahun, dibawa ibunya ke
IGD, karena alat kelaminya membesar. Tidak disertai
nyeri tekan. Pemeriksaan fisik di dapatkan kantung
zakar membesar, tidak teraba buah pelir,
trasluminasi (+). Diagnosis yang mungkin adalah…
A. Hidrokel
B. Varikokel
C. Hernia skrotalis
D. Tumor testis
E. Torsio testis
• Anak laki-laki 5 tahun, dengan keluhan alat kelaminnya
membesar. Pada pemeriksaan didapatkan kantung zakar
membesar, tidak nyeri, testis tidak teraba, dan
transluminasi (+). Pada hidrokel tranluminasi (+), namun
biasanya testis teraba pada area posterior skrotum.
Kemungkinan diagnosis ini adalah undesensus testis
(karena testis yang tidak teraba) dengan hidrokel. Karena
pilihan jawaban tersebut tidak ada maka jawaban yang
paling mendekati adalah A. Hidrokel.
• Pada undesensus testis, prosesus vaginalis PV, saluran yang
menghubungkan antara peitoneum dan skrotum pada
masa embrional gagal menutup. Karena pada prosesnya PV
akan menutup setelah testis melewati saluran dan sampai
ke skrotum. Namun hal tersebut tidak terjadi pada
undensensus testis sehingga PV tidak menutup. Saluran PV
yang tidak menutup tersebut merupakan meningkatkan
risiko terjadinya hernia inguinalis dan hidrokel komunikan.
Hydrocele
113.
Seorang laki-laki, 21 tahun, datang dengan keluhan nyeri
buah zakar. Saat berkemih nyeri sejak 1 minggu yang lalu
dan disertai demam. Pada px fisik: testis membesar, batas
tegas, hiperemis (+), nyeri tekan (+), transiluminasi (-),
phren sign (+). Apa diagnosis yang tepat?
A. Hidrokel
B. Varikokel
C. Epididimitis
D. Hernia strangulata
E. Torsio testis
• Pasien mengeluhkan nyeri pada buah zakar sejak 1 minggu
yang lalu dan disertai demam. Pada pemeriksaan
didapatkan testis membesar, hiperemis, batas tegas, nyeri
tekan (+), dengan phren sign (+) dan transluminasi (-).
Dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah
epididimitis.
• Hidrokel  pembesaran skrotum, dengan tes transluminasi
(+) sedangkan testis biasa teraba pada area posterior.
• Varikokel  benjolan seperti untaian cacing pada area
epididimis, terkadang disertai nyeri. Diagnosis biasanya
ditegakan setelah sebelumnya pasien mengalami
infertilitas.
• Hernia stragulata  keluhan utama adanya benjolan dilipat
paha, jika hernia mengalami strangulata benjolan nyeri dan
hiperemis.
• Torsio testis  gejala nyeri pada skrotum dialami tiba-tiba,
dan pada pemeriksaan phren sign (-).
Epididymitis
• Inflamasi dari epididimis
• Bila ada keterlibatan
testisepididymoorchit
is
• Biasanya disebabkan
oleh STD
• Common sexually
transmitted pathogen,
Chlamydia
PRESENTATION TREATMENT
• Nyeri skrotum yang • Oral antibiotic.
menjalar ke lipat paha • Scrotal elevation, bed rest,
dan pinggang. &use of NSAID.
• Pembengkakan skrotum • Admission & IV drugs used.
karena inflamasi Gejala
dari uretritis, sistitis, • In STD treat partner.
prostatitis. • In chronic pain do
• O/E tendered red scrotal epididymectomy.
swelling.
• Elevation of scrotum
relieves painphren
sign (+)
114.
An. A, 5 tahun, datang diantar kedua orang tuanya
dengan keluhan BAB berdarah sejak 4 hari yang lalu.
Orang tua pasien menjelaskan bahwa dari lubang anus
pasien terdapat benjolan yang dapat keluar dan masuk
sendiri. Pada pemeriksaan fisik pada bagian anus pasien
terlihat adanya benjolan bertangkai dengan ukuran 6x3x2
cm, berwarna merah. Diagnosis pasien adalah…
A. Hemorroid interna
B. Hemorroid eksterna
C. Polip juvenile
D. Abses perianal
E. Prolaps rekti
• Anak usia 4 tahun, dengan keluhan BAB berdarah.
Keluhan disertai adanya benjolan yang keluar dari
anus, benjolan tampak bertangkai, hiperemis,
ukuran 6x3x2 cm. Diagnosis yang paling mungkin
dengan gambaran klinis tersebut adalah polip
juvenile (juvenile colorectal polyp).
• Hemoroid: memiliki keluhan yang sama berupa
BAB berdarah, namun hemoroid merupakan
massa radial pada anus, tidak bertangkai.
• Abses perianal: massa di sekitar anus, hiperemis,
disertai nyeri tekan dan fluktuasi (+).
• Prolaps ani: keluhan utama massa sirkumferensial
yang keluar dari anus disertai dengan enkopresis.
115.
Tn. N, 25 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri selangkang kiri
sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan teraba benjolan di
selangkang kiri yang keluar ketika pasien beraktivitas dan masuk
kembali ketika pasien berbaring, serta tidak terasa nyeri. Namun 2 hari
terkahir ini pasien mengatakan benjolan di selangkang kiri tidak dapat
masuk kembali meskipun dengan posisi berbaring serta pasien
merasakan nyeri disertai mual. Pada pemeriksaan tanda vital TD
130/80, HR 110x/menit, RR 20x/menit, suhu 37,0oC. Pada pemeriksaan
abdomen bising usus (+) tampak benjolan di selangkang kiri, nyeri
tekan, daerah sekitarnya tampak hiperemis. Diagnosis pasien adalah…
A. Hernia inguinalis medialis reponibilis
B. Hernia inguinalis medialis irreponibilis
C. Hernia inguinalis medialis inkarserata
D. Hernia inguinalis medialis strangulate
E. Hernia inguinalis medialis irreducible
• Pasien dengan keluhan benjolan di
selangkangan kiri. Awalnya benjolan tersebut
muncul saat beraktifitas dan hilang saat
pasien berbaring, serta tidak terasa nyeri.
Namun, saat ini benjolan tersebut menetap
dan terasa nyeri. Pada PF benjolan tampak
hiperemis dan nyeri tekan (+). Sehingga
diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah
Hernia inguinalis medialis strangulate.
Hernia
Tipe Hernia Definisi
Reponible Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga
peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum

Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia  tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
116.
An. Y, usia 4 hari, dibawa ke IGD RS oleh ibunya
dengan keluhan muntah hijau sejak 2 hari yang lalu.
Pasien sulit minum ASI dan terlihat sangat rewel. PF
dalam batas normal. Pada gambaran babygram
didapatkan gambaran double bubble. Apakah
diagnosis untuk pasien diatas?
A. Atresia Jejunum
B. Stenosis Esofagus
C. Stenosis Duodenum
D. Stenosis Pilorus
E. Atresia Esofagus
• Pasien bayi, usia 4 hari, dengan keluhan muntah hijau sulit minum
ASI dan rewel. Pada pemeriksaan babygram didapatkan gambaran
Double Bubble. Dari gambaran tanda dan gejala yang disebutkan
dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah stenosis
duodenum.
• Atresia jejunum  gambaran X- Ray: triple bubble appearance.
• Stenosis esofagus  keluhan utama pasien sulit minum ASI,
muntah tersedak dengan warna ASI, dan hipersalivasi 
pemeriksaan barium meal, terdapat penyempitan pada lumen
esofagus.
• Stenosis pilorus  pemeriksaan Rontgen single bubble
appearances.
• Atresia esofagus  bayi tersedak tiap kali diberi ASI dan
hipersalivasi. Dapat dilakukan pemeriksaan dengan NGT tidak
dapat mencapai lambung. Pemeriksaan dengan barium meal untuk
melihat letak atresia dan kemungkinan adanya fistula.
Stenosis Duodenum
• Obstruksi dari duodenum dapat berlangsung secara
intrinsik dan ekstrinsik.
• Obstruksi intrinsik, merupakan bagian dari dinding
duodenum itu sendiri. Sedangakan obstruksi ekstrinsik
dapat berupa: annular pancreas, pre-duodenal portal
vein, Ladd bands, dan volvulus.
• Gejala dan tanda:
– Maternal polyhidramnion pada 30-65% kasus.
– Billious vomitus/ muntah hijau
– Pada high grade stenosis dapat dengan mudah ditemukan
double bubble apperance.
117.
Laki-laki, 35 tahun, datang diantar temannya ke IGD
RS karena kecelakaan lalu lintas. Dari anamnesis
diketahui bahwa mekanisme trauma mengenai
tulang kemaluan. Hasil primary survey normal.
Pemeriksaan fisik kompresi dan dekompresi normal.
CT scan ditemukan molar tooth sign. Apa
diagnosisnya?
A. Trauma buli
B. Trauma uretra
C. Trauma ginjal
D. Trauma ureter
E. Trauma pubovesicalis
• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dengan trauma pada area
tulang kemaluan. Gejala lain tidak dijelaskan pada soal, namun
pada CT Scan ditemukan gambaran mollar tooth sign yang
merupakan gambaran khas pada ruptur buli. Sehingga pilihan
jawaban yang tepat adalah A. Trauma Buli.
• Trauma uretra  gambaran khas adalah adanya darah yang
menetes keluar dari OUE. Gejala tambahan berupa butterfly
hematom di area kemaluan dan floating prostat (pada ruptur uretra
posterior).
• Trauma ginjal hematom pada area flank disertai dengan
hematuria.
• Trauma ureter  jarang terjadi, pemeriksaan gold standard dengan
CT Scan Kontras.
• Trauma pubovesical terminologi tidak spesifik. Pada anatomi
terdapat pubovesical ligament, pubovesical pouch, dan pubovesical
fascia. Trauma pada ketiga struktur tersebut tidak memberikan
gambaran s[esifik pada soal.
Trauma Buli
• Ruptur intraperitoneal terjadi akibat trauma pada abdomen
bagian bawah atau jg trauma pelvis pada saat buli2 penuh.
• Ruptur extraperitoneal lbh sering berkaitan dg fraktur pelvis
• Molar tooth
appearance pada
cystography.
(Ruptur buli
ekstraperitoneal).
118.
Seorang pasien laki-laki berusia 57 tahun terkena luka
bakar akibat kompor meledak. Luka bakar terdapat pada
tubuh pasien. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan,
tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x, nafas 20x, suhu
36 C. Sementara BB pasien 50kg, diagnosis luka bakar
grade IIB 10%. Pasien diterapi Baxter, berapa jumlah
tetesan RL berdasarkan rumus Baxter tahap I terapi?
A. 41-42/menit
B. 95-96/menit
C. 83-84/menit
D. 90-91/menit
E. 55-56/menit
• Pasien geriatri mengalami luka bakar grade IIB seluas
10%. Pasien diberikan terapi cairan dengan
menggunakan rumus Baxter.
• Kebutuhan cairan 24 jam pertama:
– 4ml x kgBB x % Luka Bakar
– 4ml x 50 kg x 10% = 2000 ml
– (1/2 diberikan dalam 8 jam pertama = 1000ml)
• Hitungan tetes per menit:
– Jumlah cairan : waktu dalam menit x 20 tetes (IV makro)
– 1000 ml : (8 jam x 60 menit) x 20 tetes
– 41,67 = 41-42 tpm.
Luka Bakar
Indikasi Resusitasi Cairan
• Rumus Baxter adalah
dasar pemberian cairan
pertama kali
• Titrasi sesuai produksi
urine
– Bila kurang dari target
0,5-1 cc/KgBB/Jam
tambahkan volume
cairan resusitasi menjadi
150% pada jam
berikutnya atau bolus
cairan 5-10cc/KgBB
Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013
Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996
119.
Seorang anak usia 3 tahun datang dengan ibunya
dengan keluhan air kencing keluar tidak dari ujung
penis. Keluhan dirasakan sejak lahir. Dari
pemeriksaan fisik didaptkan OUE berada di ventral
dan penis bengkok. Apakah diagnosinya?
A. Parafimosis
B. Fimosis
C. Hipospadia
D. Epispadia
E. Webbed penis
• Anak laki-laki 3 tahun, dengan keluhan urin tidak keluar
dari ujung penis saat BAK. Dari pemeriksaan
didapatkan OUE pada ventral penis dan penis tampak
membengkok. Kesimpulan yang dapat diambil adalah
hipospadia.
• Parafimosis preputium penis tidak dapat kembali lagi
setelah ditarik ke arah proksimal. Preputium tertahan
pada sulcus coronarius.
• Fimosis  preputium tidak dapat ditarik ke arah
proksimal.
• Epispadia  OUE berada pada dorsal penis.
• Webbed penis termasuk salah satu klasifikasi
insconspicuous. Dimana ukuran penis tampak lebih
kecil karena kulit skrotum meluas hingga meliputi
penis.
http://emedicine.medscape.com/article/1015227
Hipospadia

Hypospadia
• OUE berada pada ventral penis
• Three anatomical
characteristics
• An ectopic urethral
meatus
• An incomplete prepuce
• Chordee ventral
shortening and curvature
EpispadiaOUE berada di dorsum penis
• Penis lebar, pendek dan melengkung
keatas (dorsal chordee)
• Penis menempel pada tulang pelvis
• Tulang pelvis terpisah lebar
• Classification:
• the glans (glanular)
• along the shaft of the penis (penile)
• near the pubic bone (penopubic)

http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery
_detail.php?Epispadias-4
120.
Bayi laki-laki, usia 10 bulan, datang dibawa ibunya
ke Puskesmas. Ibu pasien mengatakan lubang
kencing bayinya berada di punggung penis dan
penis pasien tampak lebih pendek dari anak lain
seusianya. Kemungkinan diagnosis adalah…
A. Hipospadia
B. Epispadia
C. Fimosis
D. Parafimosis
E. Micropenis
• Bayi laki-laki, 10 bulan, dengan keluhan lubang kencing
berada di bagian dorsal penis dan ukuran penis tampak
lebih kecil. Dari data tersebut dapat disimpulakn
kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah epispadia.
• Hipospadia  OUE berada pada ventral penis.
• Fimosis  preputium penis tidak dapat ditarik ke arah
proksimal.
• Parafimosis preputium penis tidak dapat kembali lagi
setelah ditarik ke arah proksimal. Preputium tertahan pada
sulcus coronarius.
• Micropenis  etiologi biasanya disebabkan oleh kelaianan
hormonal sehingga ukuran penis lebih kecil dibandingkan
anak seusianya. Namun ukuran penis yang tampak lebih
kecil pada soal ini bukan karena micropenis, akan tetapi
pada epispadia penis biasanya menempel pada tulang
pelvis sehingga tampak lebih kecil.
EpispadiaOUE berada di dorsum penis
• Penis lebar, pendek dan melengkung
keatas (dorsal chordee)
• Penis menempel pada tulang pelvis
• Tulang pelvis terpisah lebar
• Classification:
• the glans (glanular)
• along the shaft of the penis (penile)
• near the pubic bone (penopubic)

http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery
_detail.php?Epispadias-4
http://emedicine.medscape.com/article/1015227
Hipospadia

Hypospadia
• OUE berada pada ventral penis
• Three anatomical
characteristics
• An ectopic urethral
meatus
• An incomplete prepuce
• Chordee ventral
shortening and curvature
OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
121.
Pria, 28 tahun, datang ke UGD dlm keadaan lemah
setelah terjatuh dari motor 2 jam yll. Vital sign, TD
90/50mmHg, terdapat jejas/luka memar dan nyeri parut
pada hipokondrium sinistra. Nyeri drasakan pada puncak
bahu kiri (Kehr’s sign). Teraba massa di abdomen kiri
dengan perkusi pekak dan perut mengalami distensi
tegang. Diagnosis pasien ini adalah…
A. Trauma lambung
B. Trauma colon desenden
C. Trauma limpa
D. Trauma hepar
E. Trauma ginjal sinistra
• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, keadaan
umum lemah, keluhan nyeri perut dengan TD 90/50
mmHg. Tampak jejas pada hipokondrium sinistra dan
nyeri pada puncak bahu (Kehr’s sign). Teraba massa di
abdomen kiri, perkusi pekak, dan distensi abdomen.
Kemungkinan organ yang mengalami traum adalah
limpa.
• Trauma lambung: gejala peritonitis dengan
pneumoperitoneum.
• Trauma colon desenden: jejas pada area abdomen kiri,
dan terdapat pneumoperitoneum.
• Trauma hepar: secara anatomis jejas seharusnya pada
abdomen kanan atas.
• Trauma ginjal: jejas pada area flank disertai dengan
hematuria.
Abdominal Injuries
Ruptur organ berongga Ruptur Organ Solid
• Akan mengeluarkan udara • Menyebabkan perdarahan
dan cairan/sekret GIT yang internal yang berat
infeksius • Darah pada rongga
• Sangat mengiritasi peritoneum peritonitis
peritoneumperitonitis • Terlihat gejala syok akibat
perdarahan hebat
– Gejala peritonitis dapat tidak
terlalu terlihat
Pattern of Injury in Blunt Abdominal Trauma

Spleen 40.6% Colorectal 3.5%

Liver 18.9% Diaphragm 3.1%

Retroperitoneum 9.3% Pancreas 1.6%

Small Bowel 7.2% Duodenum 1.4%

Kidneys 6.3% Stomach 1.3%

Bladder 5.7% Biliary Tract 1.1%

* Rosen: Emergency Medicine (1998)


Trauma Abdomen
122.
Seorang laki-laki mengalami kecelakaan lalu lintas.
Terdapat luka terbuka pada tungkai bawah kaki kirinya.
Luka terbuka tampak kotor. Luka terbuka sepanjang 15
cm, terdapat avulsi kulit dan jaringan lunak, tulang
mencuat keluar, sensasi nyeri (+), arteri dorsalis pedis dan
arteri tibialis posterior masih teraba. Apakah
diagnosanya?
A. Open fraktur tibia derajat 1
B. Open fraktur tibia derajat 2
C. Open fraktur tibia derajat 3A
D. Open fraktur tibia derajat 3B
E. Open fraktur tibia derajat 3C
• Laki-laki, mengalami kecelakaan lalu lintas.
Dari pemeriksaan didapatkan luka pada area
cruris. Luka terbuka sepanjang 15 cm, tampak
kotor, terdapat avulsi jaringan lunak, tulang
mecuat keluar, dan neurvaskular distal baik.
Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah
open fraktur tibia grade 3B.
123.
Seorang laki-laki sedang bermain sepak bola. Tiba-
tiba lututnya di tendang oleh lawannya. Keluhan
nyeri. Pada pemeriksaan fisik arteri dorsalis pedis
tidak teraba. Arteri manakah yang mengalami
cedera?
A. Arteri tibialis posterior
B. Arteri tibialis anterior
C. Arteri peroneus
D. Arteri femoralis
E. Arteri poplitea
• Pasien mengalami cedera lutut saat bermain
sepakbola dan pada pemeriksaan a. dorsalis
pedis tidak teraba. Kemungkinan pembuluh
darah yang mengalami gangguan adalah a.
tibialis anterior, oleh karena a. dorsalis pedis
merupakan percabangan dari a. tibialis
anterior.
Vaskularisasi Tungkai Bawah
124.
Seorang laki-laki, 30 tahun, mengalami kecelakaan lalu
lintas 1 jam yang lalu. Pinggang pasien terjepit dashboard
mobil. Pada pemeriksaan didapatkan butterfly hematom
dan floating prostat. Pemeriksaan penunjang yang
sebaiknya dilakukan adalah…
A. MRI
B. X Ray pelvis AP
C. CT Scan tanpa kontras
D. CT Scan kontras
E. Retrograde uretrografi
• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan
pinggang pasien terjepit dashboard mobil.
Dari pemeriksaan didapatkan butterfly
hematom di area perineum dan floating
prostat (Rectal Toucher). Dari penjelasan
tersebut diagnosis pada kasus ini mengarah
pada ruptur uretra. Pemeriksaan gold
standard pada ruptur uretra adalag retrograd
urography.
Ruptur Uretra Anterior:
• Anatomy:
– Bulbous urethra
Ruptur Uretra Posterior :
– Pendulous urethra • Anatomy
– Fossa navicularis – Prostatic urethra
• Etiologi: – Membranous urethra
– Straddle type injuries • Etiologi:
– Intrumentasi – Fraktur tulang Pelvis
– Fractur penis • Gejala klinis:
• Gejala Klinis: – Darah pada muara OUE
– Disuria, hematuria – Nyeri Pelvis/suprapubis
– Hematom skrotal – Perineal/scrotal hematom
– Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan – RT Prostat letak tinggi atau
pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia melayang
Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum • Radiologi:
– will be present if the injury has disrupted Buck’s – Pelvic photo
fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a
– Urethrogram
characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the
perineum • Therapy:
• Therapy: – Cystostomi
– Cystostomi – Delayed Repair
– Immediate Repair
• Don't pass a diagnostic • Retrograde
catheter up the patient's urethrography
urethra because: – Modalitas pencitraan yang
– The information it will give utama untuk mengevaluasi
will be unreliable. uretra pada kasus trauma
– May contaminate the dan inflamasi pada uretra
haematoma round the
injury.
– May damage the slender
bridge of tissue that joins
the two halves of his
injured urethra

Posterior urethral rupture above the


intact urogenital diaphragm
following blunt trauma

http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary
125.
Pasien laki-laki, 60 tahun, datang dengan
keluhan BAK tidak tuntas. Sejak kemarin pasien
belum BAK. Tindakan awal yang perlu dilakukan
adalah…
A. Pasang kateter folley
B. Pungsi supra pubik
C. BNO IVP
D. USG
E. CT Urografi
• Pasien laki-laki, usia 60 tahun, dengan keluhan BAK sering
tidak tuntas. Pasien belum BAK sejak kemarin.
Kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah BPH dengan
Retensio Urin. Tatalaksana awal yang perlu dilakukan
adalah penanganan terhadap retensio urin tersebut.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter
foley (kateter urin).
• Pungsi suprapubik  dapat dilakukan apabila pemasangan
kateter gagal.
• Setelah gangguan akut tertangani, pemeriksaan lanjutan
dapat dilakukan dimulai dari DRE, penunjang yang biasa
dilakukan adalah USG dan PSA.
• BNO IVP  BPH memberikan hasil adanya indentasi pada
caudal buli-buli. Tidak dilakukan rutin pada BPH, karena
butuh persiapan dan akurasi yang kurang dalam diagnosis
BPH.
Diagnosis of BPH
• Symptom assessment
– the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used
worldwide
– IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
• seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate),
20–35 (severe)
• eighth standalone question on QoL
• Digital rectal examination(DRE)
– inaccurate for size but can detect shape and consistency
• Prostat Volume determination- ultrasonography
• Urodynamic analysis
– Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of
age
• Measurement of prostate-specific antigen (PSA)
– high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone
Volume
– men with larger prostates have higher PSA levels 1

– PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP


– as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be
used as a prognostic marker for BPH
Acute Urinary Retention in BPH

Ket:
• AUR – Acute Urinary Retention
• PUC – Per-Urethral Catheter
• SPC – Suprapubic Catheter
• TWOC – Trial Without Catheter

Acute urinary retention in benign prostatic hyperplasia: Risk factors and current management. Muruganandham K,
Dubey D, Kapoor R - Indian J Urol (2007).
126.
Laki-laki, 32 tahun, datang ke poliklinik dengan
keluhan ujung jari kelingking kanan kehitaman
dirasakan sudah 3 minggu nyeri (+) hingga sulit
tidur, perokok berat, dengan merokok 2 bungkus
sehari. Diagnosis yang mungkin?
A. Oklusi arteri kronik et causa aterosklerosis
B. Gangrene diabetic
C. Penyakit takayasu
D. Tromboangitis obliterans
E. Raynaud disease
• Laki-laki 32 tahun, seorang perokok berat,
mengeluhkan nyeri pada jari kelingking kanan dan
tampak kehitaman. Diagnosis yang sesuai pada kasus
ini adalah tromboangitis obliterans.
• Oklusi arteri kronik et causa aterosklerosis: gejala
utama klaudikasio intermiten.
• Gangrene diabetic: pada soal tidak disebutkan adanya
riwayat DM.
• Takayasu disease: gejala khas TD pada ekstrimitas atas
lebih rendah dibandingkan dengan ekstrimitas bawah.
• Raynaud disease: Jari tangan, jari kaki, telinga, atau
ujung hidung mati rasa dan terasa dingin sejuk saat
suhu dingin atau stres. Kondisi ini sering disertai
dengan perubahan warna kuli
Buerger’s Disease
(Thrombangiitis Obliterans)
• Secara khusus dihubungkan dengan merokok
• Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada
pembuluh darah tibial
• Presentation
– Nyeri tidak dipengaruhi aktivitas
– Gangrene
– Ulceration
• Recurrent superficial thrombophlebitis (“phlebitis migrans”)
• Dewasa muda, perokok berat, tidak ada faktor risiko
aterosklerosis yang lain
• Angiography - diffuse occlusion of distal extremity vessels
• Progresivitas – dari distal ke proximal
• Remisi klinis dengan penghentian merokok
CT-angiografi menunjukan stenosis
segmental arteri tungkai bawah
Disease Pathophysiology Symptoms Physical Workup
Peripheral Arterial narrowing Claudication Abnormal Ankle Brachial
Artery  Decreased with exertion, in lower Index.
Occlusive blood flow = Pain severe occlusion extremity Duplex
Disease ischemic pain at pulse Ultrasound.
Pain results from rest. mottling & Digital
an imbalance Pain reproduced cyanosis Subtraction
between supply by elevating the Angiography
and demand of leg. Buerger Test: Gold
blood flow Elevate the leg Standard
to 45° - and Intervention
look for pallor at the same
time
Buerger Combination of Pain or Enlarged, red, An angiogram
acute tenderness not tender cord- or arteriogram
affected by
inflammation and exercise like veins. of the
thrombosis of the Numbness and Discoloration extremities.
arteries and veins tingling in the Two or more A Doppler
limbs. limbs affected
in the hands and ultrasound.
Skin ulcers or
feet gangrene of the
digits.
Takayasu Arteritis Giant Cell Arteritis Tromboangitis Obliterans

Lokasi Aorta & cabang utama Arteri sedang-besar (kranial, Arteri kecil-sedang distal
aorta+cabang) (inflamasi segmental)
Prevalensi 1-3 per 1 juta 24 per 100.000 Pria <45 tahun, merokok
80-90% wanita 10-40 tahun >50 tahun, 65% wanita HLA-A9 &HLA B-5 +

Gejala Malaise & demam Polimialgia rheumatika Oklusi arteri distal fatigue,
Iskemia serebrovaskular, Nyeri kepala iskemia
miokard, claudication Nyeri wajah + fatigue mengunyah Fenomena Raynaud
lengan, hipertensi Gangguan penglihatan Thrombophlebitis

Histologi Inflamasi granulomatosa, Infiltrasi limfosit + makrofag, Inflamasi & thrombosis tanpa
proliferasi & gangguan fibrosis intima, nekrosis fokal + nekrosis (keterlibatan vaskular
elastisitas intima, fibrosis granuloma minimal)

Pemeriksaan ESR & CRP meningkat Penanda inflamasi & penyakit


USG : halo hipoechoic sekitar autoimun (-)
lumen arteri stenosis Arteriograf : stenosis segmental
(distal berat), corkscrew kolateral,
aterosklerosis proks(-)

Tatalaksana Steroid & sitotoksik, Steroid sistemik dosis tinggi Penghentian merokok,
pembedahan bypass debridemen

Prognosis 5 tahun  80-90% Self limiting 1-5 tahun


Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350 - 2
127.
Seorang laki-laki datang di keluhan nyeri pergelangan
kaki. Sebelumnya bermain basket dan terdengar bunyi
"pop" saat melompat. Pada pemeriksaan pergelangan
kaki pasien bengkak, dan tidak dapat melakukan plantar
fleksi. Kelainan pada bagian manakah pada keluhan
pasien?
A. Ruptur ligament cruciatum anterior
B. Ruptur ligament cruciatum posterior
C. Ruptur tendon Achilles
D. Ruptur ligamen calcaneus
E. Sprained ankle
• Laki-laki, nyeri pada pergelangan kaki saat
melompat dalam pertandingan basket.
Pergelangan kaki bengkak dan tidak dapat
melakukan gerakan plantar fleksi. Diagnosis yang
sesuai pada kasus ini adalah ruptur tendon
Achilles.
• Ligament cruciatum: letak anatomis di lutut.
• Ruptur ligamen calcaneus: tidak mengganggu
gerakan plantar fleksi.
• Sprained ankle: gejala utama bengkak, nyeri, dan
instabilitas sendi ankle.
Tendon Achilles
Rupture

• Weakness in
plantarflexion
• Gap in tendon
• Palpable swelling
• Positive Thompson test
128.
Seorang perempuan, usia 56 tahun, datang dengan keluhan
nyeri lutut. Nyeri lutut terutama dirasakan saat pagi hari
dan terasa kaku. Tidak ada riwayat trauma. Tanda tanda
vital dalam batas normal. Berat badan 95 kg dan tinggi
badan 160cm. Pemeriksaan McMurray (+). Struktur
manakah yang mengalami kelainan ?
A. Meniscus
B. Bursae
C. Ligamentum Cruciatum
D. Ligamentum Patella
E. Ligamentum Poplitea
• Perempuan 56 tahun, dengan obesitas,
mengeluhkan nyeri lutut terutama pagi hari
disertai rasa kaku. Pemeriksaan Mc Murray
(+). Diagnosis yang paling mungkin pada kasus
ini adalah ruptur meniskus.
Cedera Meniskus
• Sering terjadi pada
olahraga yang melibatkan
gerakan berputar dan
squat seperti pada bola
basket, sepak bola atau
bulu tangkis.
• Mekanisme cedera
meniskus
– akibat gerakan berputar
dari sendi lutut
– akibat gerakan squat atau
fleksi (menekuknya) sendi
lutut yang berlebihan.
Tes-tes Meniskus Pada Regio Knee (Lutut)

Tes Apley
• Posisi pasien : telungkup,
dengan lutut fleksi ± 90˚.
• Pegangan : pada kaki disertai
dengan pemberian tekanan
vertikal ke bawah
• Gerakan:
• Putar kaki ke eksorotasikompresi
pada meniscus lateralis
• Putar kaki endorotasikompresi
pada meniscus medialis
• Positif bila ada nyeri dan bunyi
“kIik”.
Tes McMurray
• Posisi pasien : telentang dengan
pancjgul ± 110˚ fIeksi, tungkai
bawah maksimal feksi.
• Pegangan : tangan pasif pada
tungkai atas sedekat mungkin
dengan lutut, tangan aktif
memegang kaki.
• Gerakan :
• Tungkai bawah ekstensi disertai
dengan tekanan ke valgus dan
eksorotasiprovokasi nyeri pada
meniscus Iateralis dan bunyi “kIik”
• Gerakan tungkai bawah ekstensi
disertai dengan tekanan ke varus dan
endorotasi provokasi nyeri pada
meniscus medialis dan bunyi “kIik”
Tes Steinman
• Posisi pasien : telentang,
dengan lutut lurus
• Pegangan: tangan aktif pada
kaki, tangan pasif memegang
lutut dari arah depan dengan
ibu jari memberi tekanan pada
celah sendi bagian medial (letak
berpindah-pindah) untuk
provokasi nyeri tekan.
• Gerakan :
• Gerakkan tungkai bawah ke arah
fleksi dan ekstensi
• Positif bila ada nyeri tekan yang
berpindah letak saat posisi lutut
(ROM) berubah.
129
Seorang Laki-laki, 42 tahun, datang ke IGD dengan
keluhan nyeri hebat pada kemaluannya. Pasien
mengatakan penisnya tegak sudah hampir 6 jam. Pasien
memiliki riwayat anemia sel sabit. Pada pemeriksaan
didapatkan rigiditas pada seluruh bagian penis, kulit
tampat merah gelap, terdapat nyeri dengan atau tanpa
penekanan. Apakah dagnosis pasien ?
A. Peyronie disease
B. Priapismus low-flow
C. Priapismus high-flow
D. Balanitis
E. Parafimosis
Priapismus
• Berdasarkan pemaparan kasus pada soal, diagnosis pasien mengarah pada
priapismus.
• Priapismus  Ereksi involunter dan prolong, yang tidak berkaitan dengan
stimulasi seksual serta tidak berkurang dengan ejakulasi.
– Low-Flow  Darah terperangkap di dalam erection chamber
• Nyeri dengan ereksi rigid
• Terjadi iskemia pada korpus
• Tidak ada riwayat trauma
• Faktor risiko: Penyakit sel sabit, leukemia, malaria
– High-Flow  Ruptur arteri sekitar penis atau perineum
• Tidak nyeri
• Timbul episodik
• Aliran arteri adekuat  kopus teroksigenasi baik
• Riwayat trauma
• Penyakit Peyronie  terbentuknya jaringan fibrosa pada penis akibat
injuri berulang, terutama akibat aktivitas seksual atau aktivitas fisik lain 
penis melengkung dan nyeri saat ereksi.
• Balanitis  peradangan pada glans penis, seringkali beruhubungan
dengan infeksi dengan faktor risiko terbanyak pada pria yang tidak disunat.
• Parafimosis  prepusium yang tidak dapat kembali ke posisi semula
setelah ditarik.
Al Qudah HS. Priapism. Emedicine. 2016.
130.
• Sepasang suami istri, datang ke RS dengan keluhan
belum memiliki anak setelah menikah 5 tahun. Dari
berbagai pemeriksaan, Dokter menemukan pembuluh
darah berkelok-kelok dan terkumpul di sekitar testis.
Apakah pembuluh darah yang mengalami kelainan
pada kasus di atas?
A. V. Pampiniformis
B. V. Deferentis
C. V. Testicularis
D. A. Deferential
E. A. Testicularis
Varikokel
• Pada soal kemungkinan diagnosis pada pasien
adalah varikokel.
• Varikokel adalah pembengkakan pembuluh
darah vena dalam skrotum (v.pampiniformis).
• Komplikasi dari variokel antara lain adalah
mengecilnya testis dan infertilitas
Varikokel
OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
ILMU
P E N YA K I T
M ATA
131
Anak, 7 tahun, datang dengan keluhan pandangan
buram saat belajar di sekolah, saat diperiksa
didapatkan visus ODS 20/70 lalu dikoreksi dengan
S+0.50 C-1.50 x 180 dan didapatkan VODS 20/20.
Diagnosisnya adalah..
A. Miopia astigmat compositus ODS
B. Hipermetrop astigmat compositus ODS
C. Presbyopia miopia ODS
D.Presbyopia hipermetrop ODS
E. Astigmat mixtus ODS
Astigmatisme
• Pandangan buram saat belajar visus ODS 20/70
gangguan refraksi
• Dikoreksi dengan S+0.50 C-1.50 x 180 VODS 20/20
kelainan refraksi non organik
• Adanya penggunaan lensa sferis dan cylindric 
astigmatisme
• S +0.50 C -1.50  kemungkinan mixtus atau bisa
myopia/hypermetropia kompositus konfirmasi dengan
transposisi untuk mencari sferis pada aksis yang berlawanan
Untuk sferis= S+C  +0.50 + (-1.50) = -1.00
Untuk cylindric: -1.50  +1.50
Sehingga hasilnya S (-1.00) C (+1.50)  sferis pada aksis
yang berlawanan (aksis 90) bersifat miop, sedangkan pada
aksis yang lain hipermetrop (di soal S+0.50 pada aksis 180)
 A. Mixtus
Astigmatisme
• SIMPLE ASTIGMATISM
– When one of the principal meridians is focused on the retina
and the other is not focused on the retina (with
accommodation relaxed)
– Terdiri dari
• astigmatisme miopikus simpleks
• astigmatisme hipermetrop simpleks
• COMPOUND ASTIGMATISM
– When both principal meridians are focused either in front or
behind the retina (with accommodation relaxed)
– Terdiri dari
• astigmatisme miopikus kompositus
• astigmatisme hipermetrop kompositus
• MIXED ASTIGMATISM
– When one of the principal meridians is focused in front of the
retina and the other is focused behind the retina (with
accommodation relaxed)
TIPS & TRIK
• Rumus hapalan ini bisa digunakan untuk menentukan jenis
jenis astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau
disoal diberikan rumus astigmatnya sbb
1.sferis (-) silinder (-)  pasti miop kompositus
2.Sferis (+); silinder (+)  pasti hipermetrop kompositus
3.Sferis (tidak ada); silinder (-) pasti miop simpleks
4.Sferis (tidak ada); silinder (+)  pasti hipermetrop simpleks

• Agak sulit dijawab jika di soal diberikan rumus astigmat sbb:


1.Sferis (-) silinder (+)
2.Sferis (+) silinder (-)
 BELUM TENTU astigmatisme mikstus! Harus melalui
beberapa tahap penjelasan untuk menemui jawabannya
cara menentukan jenis astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina
kalau disoal diberi rumus S(-) Cyl(+) atau S(+) Cyl(-)

• PERTAMA, rumus kacamata astigmat adalah

SFERIS ± X SILINDER ±Y x AKSIS Z


• Sferis tidak harus selalu ada, kadang jika tidak ada, nilai
sferis akan dihilangkan penulisannya menjadi
C (silinder) ± .… x …..°
atau menjadi
pl (plano) C (silinder) ± …. x …..°
KEDUA, TRANSPOSISI
• Transposisi itu artinya: notasi silinder bisa ditulis dalam nilai minus atau plus
• Rumus ini bisa ditransposisikan (dibolak-balik) tetapi maknanya sama.
Cara transposisi:
• To convert plus cyl to minus cyl:
– Add the cylinder power to the sphere power
– Change the sign of the cyl from + to –
– Add 90 degrees to the axis is less than 90 or subtract 90 if the original axis is
greater than 90.
• To convert minus cyl to plus cyl:
– add the cylinder power to the sphere
– Change the sign of the cylinder to from - to +
– Add 90 to the axis if less than 90 or subtract if greater than 90

• Misalkan pada soal ODS ∫+0.50 C-1.50 X 1800minus cylinder notation yang
jika ditransposisi maknanya sama dengan ∫-1.00 C+1.50 X 900 (plus cylinder
notation)
KETIGA, CARA MEMBACA
• ODS ∫+0.50 C-1.50 X 1800 artinya adalah kekuatan
lensa pada aksis 180 adalah +0.50 D. Kemudian
kita transposisikan menjadi ∫-1.00 C+1.50 X 900
artinya kekuatan lensa pada 90 adalah -1.00 D
132
Seorang anak laki-laki diantar oleh orang tuanya
dengan keluahan mata kanan sulit untuk melihat
setelah terkena bola tenis. Pemfis mata :
blefarospasme, injeksi mata kanan, edem kornea.
Bilik mata depan tertutup darah. Visus OD 1/300.
Visus OS 6/6. Diagnosis pasien ini adalah…
A. Edem kornea
B. Edem skelera
C. Konjungtivitis
D.Hifema
E. Uveitis
Hifema
• Mata kanan sulit melihat setelah terkena bola tenis
trauma mekanik bola mata
• Blefarospasme, injeksi mata kanan, edem kornea
reaksi inflamasi akibat trauma
• Bilik mata depan tertutup darah  hifema
• Hifema perlu mendapat perhatian lebih
dibandingkan edema kornea karena hifema
beresiko menimbulkan komplikasi red cell glaucoma
HIFEMA
• Definisi: • Tujuan terapi:
– Perdarahan pada bilik mata – Mencegah rebleeding
depan (biasanya dalam 5 hari
– Tampak seperti warna merah pertama)
atau genangan darah pada – Mencegah noda darah pada
dasar iris atau pada kornea kornea
• Halangan pandang parsial / – Mencegah atrofi saraf optik
komplet • Komplikasi:
• Etiologi: pembedahan – Perdarahan ulang
intraokular, trauma tumpul, – Sinekiae anterior perifer
trauma laserasi – Atrofi saraf optik
– Glaukoma
Tatalaksana
• Prinsip:
– Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi
– bed rest & Elevasi kepala malam hari
– Eye patch & eye shield
– Mengendalikan peningkatan TIO
– Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat
peningkatan TIO
– Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin
– Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau prednisolone
acetate 1% 4x/hari)
– Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari, tetapi
masih kontroversial).
133
Seorang anak laki-laki, 10 tahun, datang ke puskesmas
bersama ibunya dengan keluhan mata merah sejak 1
minggu yg lalu. Keluhan disertai tidak dapat melihat
pada cahaya redup dan sore hari dan berair. Di
koreksi mata 20/40 pada pinhole (-) dan ditemukan
bintik bitot. Diagnosis yang tepat adalah…
A.Xeroftalmia
B. Retinitis pigmentosa
C. Keratitis
D.Konjungtivitis
E. Ulkus perifer
Xeroftalmia
• Seorang anak laki-laki 10 tahun mata merah dan
tidak dapat melihat pada cahaya redup dan sore
hari dan berair kemungkinan besar xeroftalmia
• Di koreksi mata 20/40 pada pinhole (-)kelainan
organik
• Adanya bintik bitot  xeroftalmia grade 1B
Defisiensi vitamin A
• Vitamin A meliputi retinol, retinil ester, retinal dan
asam retinoat. Provitamin A adalah semua
karotenoid yang memiliki aktivitas biologi β-karoten
• Sumber vitamin A: hati, minyak ikan, susu & produk
derivat, kuning telur, margarin, sayuran hijau, buah
& sayuran kuning
• Fungsi: penglihatan, diferensiasi sel, keratinisasi,
kornifikasi, metabolisme tulang, perkembangan
plasenta, pertumbuhan, spermatogenesis,
pembentukan mukus
Kliegman RM. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011
• Konjungtiva normalnya memiliki sel goblet.
Hilangnya/ berkurangnya sel goblet secara drastis
bisa ditemukan pada xerosis konjungtiva.
• Gejala defisiensi:
– Okular (xeroftalmia): rabun senja, xerosis konjungtiva &
kornea, keratomalasia, bercak Bitot, hiperkeratosis
folikular, fotofobia
– Retardasi mental, gangguan pertumbuhan, anemia,
hiperkeratosis folikular di kulit
Xerophthalmia (Xo)
Stadium :

XN : night blindness (hemeralopia)


X1A : xerosis conjunctiva
X1B : xerosis conjunctiva (with bitot’s spot)
X2 : xerosis cornea
X3A : Ulcus cornea < 1/3
X3B : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea
XS : Corneal scar
XF : Xeroftalmia fundus
Xeroftalmia

XN. NIGHT BLINDNESS


• Vitamin A deficiency can interfere with rhodopsin
production, impair rod function, and result in
night blindness.
• Night blindness is generally the earliest
manifestation of vitamin A deficiency.
• “chicken eyes” (chickens lack rods and are thus
night-blind)
• Night blindness responds rapidly, usually within
24—48 hours, to vitamin A therapy
X1A, X1B. CONJUNCTIVAL XEROSIS AND BITOT’S
SPOT
• The epithelium of the • Conjunctival xerosis first
conjunctiva in vitamin A appears billateraly, in the
deficiency is transformed temporal quadrant, as an
from the normal columnar isolated oval or triangular
to the stratified squamous, patch adjacent to the
with loss of goblet cells, limbus in the interpalpebral
formation of a granular cell fissure.
layer, and keratinization of
the surface.
• Clinically, these changes are
expressed as marked
dryness or unwettability,
the affected area appears
roughened, with fine
droplets or bubbles on the
surface.
X1A, X1B. CONJUNCTIVAL XEROSIS AND BITOT’S
SPOT
• In some individuals, keratin • Conjunctival xerosis and
and saprophytic bacilli Bitot’s spots begin to
accumulate on the xerotic resolve within 2—5 days,
surface, giving it a foamy or most will disappear within 2
cheesy appearance, known weeks.
as Bitot’s spots and they’re
easily wiped off)
• Generalized conjunctival
xerosis, involving the
inferior and/or superior
quadrants, suggests
advanced vitamin A
deficiency.
134
Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang dengan keluhan nyeri
pada kelopak mata akibat tersayat batang pohon 30 menit
yang lalu. Keluhan disertai dengan bengkak dan kemerahan
pada kelopak mata, namun tidak terdapat gangguan
penglihatan. Pada pemeriksaan didapatkan laserasi pada
kelopak mata bagian lateral 1cm kedalaman sampai dermis
namun tidak sampai mengenai bola mata, tidak didapatkan
gangguan penglihatan. Komplikasi akut yang dapat terjadi pada
pasien diatas adalah, kecuali…
A. Trichiasis
B. Entropion
C. Lagoftalmus
D. Keratopathy
E. Uveitis
Uveitis
• Nyeri pada kelopak mata akibat tersayat batang
pohon 30 menit yang lalu trauma mekanik pada
mata
• Bengkak dan kemerahan pada kelopak mata
reaksi inflamasi akibat trauma
• Terdapat laserasi pada kelopak mata bagian lateral
1cm kedalaman sampai dermis namun tidak sampai
mengenai bola mata, tidak didapatkan gangguan
penglihatan  VL pada palpebra.
Eyelid trauma
• Eyelid is specialized tissue • Eyelid margin has slightly
characterized by skin on rounded anterior edge and
anterior surface and mucous sharp posterior edge.
membrane – tarsal conjunctiva – Mucocutaneous junction
on its posterior. – Meibomian gland orifices
• Eyelid skin is thinnest in the – Gray line
body. – Eyelash follicles
• It has loose attachment and
absence of fat in corium.
• Lid contains muscle, glands,
blood vessels and nerves.
• The firmness to the lid is
provided with tarsus which is
dense fibrous tissue and not a
cartilage

Vichare N. Management of Eyelid Lacerations. DOS Times - Vol. 20, No. 8 February, 2015
Repair of eyelid trauma

• Repairing of eyelid injuries • Preoperative evaluation


requires knowledge and – Detailed history is obtained to determine
time, course and circumstances of injury.
meticulous approach.
– Management of ocular injury starts after
• Gentle tissue handling and proper traumatized patient is stabilized and life
alignment should be done. threatening injuries are addressed
– Detailed ocular examination includes visual
• Aim should be to achieve best acuity, ocular movements, intra ocular
possible functional and cosmetic pressure, pupillary reactions and posterior
outcome segment examination.
– Eyelid trauma can be associated with
• Timing of repair hyphema, angle recession or retinal
– Every effort must be made to detachment.
reconstruct the injured – Globe injuries should be attended before lid
injuries.
tissues as soon as possible. – Systemic antibiotics should be started. 
– Primary repair can be done Intravenous antibiotics are preferable for
severely contaminated wounds.
even after 24 -48 hrs after the
– Wounds are irrigated thoroughly to remove
patient is stabilized. all debris.
– Tetanus toxoid must be given to non-
immunized patients.
Complications
• Complications of eyelid lacerations that do not
involve the canalicular system include missed
injury, infection, eyelid notching, irregular eyelid
contour, lagophthalmos, exposure keratopathy,
septal perforation, prolapse of orbital fat,
keratitis, shortening of eyelid fornices, wound
dehiscence, entropion, trichiasis, and
hemorrhage.
• Additional complications include lacerations
involving the canalicular system such as epiphora,
stent migration, and epistaxis
135
Seorang anak berusia 1 bulan, dibawa ibunya ke IGD
karena kedua mata berair sejak lahir. Keluhan
kotoran pada mata dan mata merah disangkal. Px :
VODS blink (+), sekret (-), refluks (+) pada palpebra
inferior. Apakah diagnosis yang tepat?
A. Dakriosistitis
B. Dakriostenosis
C. Keratitis
D.Atresia punctum
E. Glaukoma kongenital
Dakriostenosis
• Kedua mata berair sejak lahir  epiphora
• Keluhan kotoran pada mata dan mata merah
disangkal menyingkirkan konjungtivitis
neonatorum
• VODS blink (+), sekret (-), refluks (+) pada palpebra
inferior  Dakriostenosis karena adanya obstruksi
pada ductus lakrimal yang bersifat kongenital
ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS
Congenital Nasolacrimal Duct
Obstruction (CNDO)
• Embriology
– This condition affects nearly 20 % of all newborns
– The development of the lacrimal drainage system begins at
approximately 6 weeks of gestation
– Communication between the lacrimal drainage system and
the nose occurs at the end of the sixth month.
– Tears are normally produced a few weeks after birth;
hence nasolacrimal duct (NLD) obstruction may not be
recognised until several weeks after birth.

• Etiology :
– Most commonly, this is due to the presence of a
membrane at the level of the valve of Hasner, which is
present at the nasal opening of the nasolacrimal duct
Murthy R. Congenital Nasolacrimal Duct Obstruction (CNLDO). Kerala Journal of Ophthalmology. 2007.9:2
Blink test
• Prinsip: kelopak mata menggerakkan air mata
pada matamata terlubrikasi
• Drainase air mata terletak pada ductus
nasolacrimal menuju hidung
• Saat berkedip  kantong lakrimal
tertekanmemaksa air mata keluar ke duktus
nasolacrimal
• Jika terdapat obstruksi pada ductus nasolacrimal
air mata akan refluks dan mata tampak sangat
berair  epiphora blink test (+)
Congenital nasolacrimal duct obstruction

Epiphora and matting Infrequently acute dacryocystitis


Treatment
• one third: bilateral
• Role out congenital glaucoma 
fotophobia
• Conservative management by
massage can be done safely upto 1
year of age;
• the reason being most of the cases
(96 %) will resolve within the first
year of life
• Massage of nasolacrimal duct: 10
strokes 4 times a day
• antibiotic drops 4 times daily for
mucopurulent discharge
• If no improvement - probe at 12
months
• Results - 90% cure by first probing
, 6% by repeated probing
136
Seorang perempuan usia 40 tahun, datang ke
puskesmas dengan keluhan mata mudah iritasi dan
terasa perih. Muncul lapisan yang tumbuh di mata,
pada pemeriksaan fisik didapatkan selaput segitiga
yang berjalan dari medial mata. Apakah diagnosis
yang tepat pada kasus ini?
A. Pingekuela
B. Pterigium
C. Katarak
D.Keratitis
E. Glaukoma
Pterygium
• Mata mudah iritasi dan terasa perih, serta muncul
lapisan yang tumbuh di matakemungkinan
pterygium
• Selaput segitiga yang berjalan dari medial
mataciri pterygium
PTERIGIUM
• Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva,
bersifat degeneratif dan invasif
• Terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke daerah kornea
• Mudah meradang
• Etiologi: iritasi kronis karena debu, cahaya
matahari, udara panas
• Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah,
mungkin terjadi astigmat (akibat kornea
tertarik oleh pertumbuhan pterigium), tajam
penglihatan menurun
• Tes sonde (-)  ujung sonde tidak kelihatan
pterigium
• Pengobatan : konservatif; Pada pterigium
derajat 1-2 yang mengalami inflamasi,
pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari
selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4
dilakukan tindakan bedah
DERAJAT PTERIGIUM
• Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
• Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
lebih dari 2 mm melewati kornea
• Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak
• melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal
(diameter pupil sekitar 3-4 mm)
• Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil
sehingga mengganggu penglihatan
PTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING
137
Seorang perempuan usia 37 tahun datang dengan
keluhan mata merah sejak 4 hari yang lalu, keluhan tidak
disertai pandangan buram namun seperti adanya benda
asing. Pasien belum belum pernah berobat ke dokter,
hanya menggunakan tetes air mata buatan, tidak
sembuh namun terasa membaik. Disertai gambaran
injeksi konjungtiva (+). Apa diagnosa dari pasien
tersebut?
A. Episkleritis
B. Skleritis
C. Konjungtivitis
D. Blefaritis
E. Hordeolum
Konjungtivitis
• Mata merah dan tidak disertai pandangan
burammata merah visus normal
• Terdapat sensasi adanya benda asing  gejala
konjungtivitis
• Hanya menggunakan tetes air mata buatan, tidak
sembuh namun terasa membaik kemungkinan
disebabkan bacterial infection, karena kalau viral
self limiting
• Gambaran injeksi konjungtiva (+)  temuan pada
konjungtivitis.
Conjunctivitis
• Inflammationor infection of the
conjunctiva  conjunctivitis
• Characterized by : dilatation of
the conjunctival vessels, resulting
in hyperemia and edema of the
conjunctiva, typically with
associated discharge
• Viral conjunctivitis is the most
common cause of infectious
conjunctivitis both overall and in
the adult population
• Bacterial conjunctivitis is the
second most common cause and
is responsible for the majority
(50%-75%) of cases in children
The conjunctiva is a thin membrane covering the sclera
(bulbar conjunctiva, labeled with purple) and the
inside of the eyelids (palpebral conjunctiva, labeled
with blue
Azari A, Barney N. Conjunctivitis A Systematic Review of Diagnosis and Treatment. JAMA: 310(16).2013
Classification
• infectious and noninfectious
causes.
– Infectious : Viruses, bacteria  the
most common infectious causes.
– Noninfectious conjunctivitis :
allergic, toxic, and cicatricial
conjunctivitis, as well as
inflammation secondary to
immunemediated diseases and
neoplastic processes.1
• Acute, hyperacute, and chronic
according to the mode of onset
and the severity of the clinical
response.
• Primary or secondary to systemic
diseases such graft-vs-host
disease, and Reiter syndrome,
138
Pasien umur 60 tahun datang dengan keluhan
penglihatan bercak hitam di bagian tengah. Visus
2/60. Tekanan bola mata normal. Segmen anterior
tidak ada kelainan dan lensa mata stabil berada di
bagian posterior. Pasien memiliki riwayat merokok.
Apakah penyebab dari keluhan pasien?
A. Katarak pada subskapular posterior
B. Degenerasi makula karena usia lanjut
C. Uveitis
D.Glaukoma
E. Retinopati
Age related macular degeneration
• Pasien umur 60 tahun dengan keluhan penglihatan
bercak hitam di bagian tengah scotoma sentral
• Visus 2/60, tekanan bola mata normal
menyingkirkan glaucoma
• Segmen anterior tidak ada kelainan dan lensa mata
stabil berada di bagian posterior menyingkirkan
kelainan COA dan katarak
• Sehingga kasus ini kemungkinan merupakan suatu
ARMD
ARMD (Age Related Macular Degeneration)
• Degenerasi progresif makula retina yg dpt memberikan
gangguan pd penglihatan sentral
• Biasanya tjd pd usia di atas 60 thn
• Gejala klinis gradual loss of visual acuity. Where macular
edema is present, patients complain of image distortion
(metamorphopsia),macropsia, or micropsia

Drussen  deposit lipofiuscin di lapisan pigmen epitel retina yg


berwarna kekuningan
Sumber: Ophthalmology. Lang. 2000.
139
Seorang wanita usia 40 tahun datang dengan keluhan
mata buram saat melihat jarak dekat, namun tidak
ada keluhan saat melihat jauh. Visus mata OD 6/20
dengan lensa S+1.00 menjadi 6/6, OS 6/20 dengan
lensa S+1.25 menjadi 6/6. Apakah diagnosis yang
tepat?
A. Miopia ods
B. Hipermetrop ods
C. Simple hipermetrop ods
D.Prebiopi ametrop
E. Presbiopi emetrop
Hipermetropia
• Mata buram saat melihat jarak dekat, namun tidak
ada keluhan saat melihat jauh  gejala klinis
hypermetropia
• Visus mata OD 6/20 dengan lensa S+1.00 menjadi
6/6, OS 6/20 dengan lensa S+1.25 menjadi 6/6 
membaik dengan lensa sferis positif 
hipermetropia
HIPERMETROPIA
• Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar
sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina (di belakang
makula lutea)
• Etiologi :
– sumbu mata pendek (hipermetropiaaksial),
– kelengkungan kornea atau lensa kurang (hipermetropia
kurvatur),
– indeks bias kurang pada sistem optik mata (hipermetropia
refraktif)
• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit kepala,
silau, rasa juling atau diplopia

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar– teknik Pemeriksaandalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas
HIPERMETROPIA
• Pengobatan : Pemberian lensasferis
positif akan meningkatkan kekuatan
refraksi mata sehingga bayangan
akan jatuhdi retina
• koreksi dimana tanpa siklopegia
didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yangmemberikan tajam
penglihatan normal (6/6), hal ini
untuk memberikan istirahat pada
mata.
• Jika diberikan dioptri yg lebih kecil,
berkas cahaya berkonvergen namun
tidak cukup kuat sehingga bayangan
msh jatuh dibelakangretina,
akibatnya lensa mata harus
berakomodasi agar bayangan jatuh
tepat di retina.
• Contoh bila pasien dengan +3.0 atau
dengan +3.25 memberikan tajam
penglihatan 6/6, maka diberikan
kacamata +3.25
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
BENTUK HIPERMETROPIA
• Hipermetropia total = laten + manifest
– Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia
• Hipermetropia manifes = absolut + fakultatif
– Yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal dengan hasil visus 6/6
– Terdiri atas hipermetropia absolut + hipermetropia fakultatif
– Hipermetropia ini didapatkan tanpa siklopegik
• Hipermetropia absolut :
– “Sisa”/ residual dari kelainan hipermetropia yang tidak dapat diimbangi
dengan akomodasi
– Hipermetropia absolut dapat diukur, sama dengan lensa konveks terlemah
yang memberikan visus 6/6

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas


BENTUK HIPERMETROPIA

• Hipermetropia fakultatif :
– Dimana kelainan hipermetropia dapatdiimbangi sepenuhnya dengan
akomodasi
– Bisa juga dikoreksi olehlensa
– Dapat dihitungdengan mengurangi nilai hipermetrop manifes – hipermetrop
absolut
• Hipermetropia laten:
– Hipermetropia yang hanya dapatdiukur bila diberikan siklopegia
– bisa sepenuhnya dikoreksi oleh tonus otot siliaris
– Umumnya lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dewasa.
– Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten, makin tua akan
terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadifakultatif
dan kemudia menjadiabsolut

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas & Manual ofocular diagnosis andtherapy
• Contoh pasien hipermetropia, 25 tahun, tajam penglihatan
OD 6/20
– Dikoreksi dengan sferis +2.00  tajam penglihatan OD 6/6
– Dikoreksi dengan sferis +2.50  tajam penglihatan OD 6/6
– Diberi siklopegik, dikoreksi dengan sferis +5.00  tajam penglihatan
OD 6/6
ARTINYA pasien memiliki:
– Hipermetropia absolut sferis +2.00 (masih berakomodasi)
– Hipermetropia manifes Sferis +2.500 (tidak berakomodasi)
– Hipermetropia fakultatif sferis +2.500 – (+2.00)= +0.50
– Hipermetropia laten sferis +5.00 – (+2.50) = +2.50
140
Perempuan, 17 tahun, mengeluh terdapat mata
merah 2 hari. Penurunan penglihatan (-), mata berair,
rasa menganjal. Riwayat kontak dengan kakak yang
mengalami gejala yang sama. Pemeriksaan fisik
edema palpebra, folikel cairan serous, injeksi
konjungtiva. Terapi suportif yang akan diberikan pada
pasien ini adalah…
A. Pilokarpin
B. Betametason
C. Gentamisin
D.Artificial tears
E. Tobramisin
Konjungtivitis virus
• Mata merah dengan tidak adanya penurunan
penglihatanmata merah visus normal
• Mata berair, rasa menganjalkemungkinan
konjungtivitis
• Riwayat kontak dengan kakak yang mengalami
gejala yang samatransmisi antar manusia, paling
sering karena virus.
• Pemeriksaan fisik edema palpebra, folikel cairan
serous, injeksi konjungtivakonjungtivitis virus
• Terapi pada konjungtivitis viruss bersifat
suportifartificial tears
Viral Conjunctivitis
• Etiology : Adenovirus (65-90% of • Viral conjunctivitis secondary to
cases) adenoviruses  highly contagious,
– produce 2 of the common clinical and the risk of transmission 10% -
entities associated with viral 50%
conjunctivitis : • The virus spreads through direct
1. pharyngoconjunctival fever contact via contaminated fingers,
• Abrupt onset of high fever, medical instruments, swimming pool
pharyngitis, bilateral water,or personal items
conjunctivitis and • Incubation and communicability are
periauricular lymphnode estimated to be 5 to 12 days and 10
enlargement to 14 days, respectively
2. epidemic keratoconjunctivitis • Treatment
• More severe and presents – artificial tears, topical
with watery discharge, antihistamines, or cold
hyperemia, chemosis, and compresses  alleviating some
ipsilateral lymphadenopathy of the symptoms
– Available antiviral medications
are not useful and topical
antibiotics are not indicated
OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
141
Wanita, 18 tahun, datang dengan mata merah dan
penglihatan kabur. Riwayat penggunaan lensa kontak
sehari yang lalu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
visus 1/60. Terdapat bercak putih pada kornea.
Pemeriksaan yang dibutuhkan untuk menegakkan
diagnose adalah...
A. Tes anel
B. Tes schimer
C. Tes slit lamp
D.Tes sonde
E. Tes fluorescence
141
• Mata merah dan penglihatan kabur mata merah
visus turun
• Riwayat penggunaan lensa kontak sehari yang
lalukemungkinan suatu keratitis
• Terdapat bercak putih pada kornea dapat berupa
suatu keratitis atau ulkus kornea
• Pemeriksaan yang diperlukanfluorescence untuk
mendeteksi defek epitel kornea
Keratitis & Ulkus Kornea
Fluorescein Staining (Test)
• Assessment of ocular surface integrity
• Fluorescein staining helps identify a corneal epithelial
defect.
• Frequently used to detect lesions of ocular surface owing to
its high degree of ionization, it neither penetrates the intact
corneal epithelium nor forms a firm bond with any vital
tissue.
• Instillation of dye in cul-de-sac allows determination of
corneal & conjunctival lesions such as abrasions ulcers &
edema & aids in detection of foreign bodies.
• Epithelial defect appears as vivid green fluorescence
How does
staining
take place?

Fluid turns bright


green owing to its PH
Dye makes
contact with indicator properties
& depending to
Penetration of an alkaline
extent of lesion
Fluorescein in interstitial
adjoining fluid
bowman’s &
Any break in stromal layer
epithelium
Staining of corneal infiltrate

Corneal abrasion Conjunctival lesion


Seidel test
• The test is particularly useful when evaluating for possible full
thickness lacerations of the cornea.
• Topical anesthesia +10% fluorescein dye  carefully examined
under blue cobalt filter with the slit lamp.
– Concentrated dye will appear dark orange under the blue cobalt filter.
– If perforation or leakage is present, the concentrated dye will be
diluted by aqueous from the anterior chamber.
– If there’s perforation, the aqueous fluid “flow” or “stream” across the
surface of the cornea.
• Positive Seidel test:
– Fluorescein dye diluted by aqueous fluid
– Darker, diluted Fluorescein dye streams from Globe Rupture site
– Bright green concentrated dye surrounds leak site (above and to side)
Positive Seidel Test
142
Pria, 35 tahun, bekerja sebagai petani datang ke poli
dengan keluhan penurunan penglihatan pada mata
kanan sejak 1 hari yang lalu. Riwayat terkena air saat
bekerja di sawah. Mata kanan merah, nyeri, bengkak
dan berair dan silau bila melihat cahaya. Visus 1/60
terdapat bercak keputihan pada kornea. Diagnosanya
adalah…
A.Keratitis
B. Konjunctivitis
C. Blefaritis
D.Endophtamitis
E. Ulkus kornea
Keratitis
• Penurunan penglihatan pada mata kanan sejak 1
hari yang laluakut
• Riwayat terkena air saat bekerja di
sawahberkaitan dengan infeksi jamur.
• Mata kanan merah, nyeri, bengkak dan berair dan
silau bila melihat cahaya ditambah visus 1/60
terdapat bercak keputihan pada korneakeratitis
Keratitis/ulkus Fungal
• Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
– Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
– Terapi steroid topikal jangka panjang
– Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


143
Laki- laki, 50 tahun, datang dengan keluhan
penglihatan kedua mata buram. Sejak 2 tahun yang
lalu. Pada PF VOD : 1/60 VOS : 3/60 TOD : 30 TOS : 17,
pada ODS : lensa keruh. Shadow test (+), OD
didapatkan refleks cahaya tak langsung melambat.
Bagaimana diagnosa OS kasus ini?
A. Katarak senilis insipien
B. Katarak senilis imatur
C. Katarak senilis matur
D.Katarak senilis hipermatur
E. Katarak komplikata
Katarak senilis
• Penglihatan kedua mata buramgangguan refraksi
• Sejak 2 tahun yang lalu proses gradual kronik
• ODS : lensa keruhkatarak
• Katarak dengan shadow test (+), OD didapatkan
refleks cahaya tak langsung melambat katarak
senilis imatur
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang • 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 this stage, lens may become swollen due to
tahun
continued hydration  ‘intumescent cataract’),
matur, hipermatur
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak • Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
• Etiologi :belum diketahui secara pasti  kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
multifaktorial: • Penyulit : Glaukoma, uveitis
 Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan • Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
pengaruh genetik
 Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi
yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
 Faktor imunologik
 Gangguan yang bersifat lokal pada lensa,
seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari.
 Gangguan metabolisme umum
144
Seorang laki-laki, 40 tahun, dengan keluhan mata
merah, terasa gatal, nyeri, dan tajam penglihatan
menurun. Pasien seorang petani dan terdapat riwayat
mata terkena tanaman padi. Pada pemeriksaan fisik
di dapatkan pada kornea terdapat gambar bulat
berbatas tegas dengan lesi satelit (+). Maka diagnosis
yang tepat pada kasus ini adalah…
A. Keratitis bacterial
B. Keratitis jamur
C. Konjungtivutis bacterial
D.Keratitis virus
E. Konjungtivitis vernal
Keratitis jamur
• Mata merah, terasa gatal, nyeri, dan tajam
penglihatan menurunmata merah visus turun
• Pasien seorang petani dan terdapat riwayat mata
terkena tanaman padikemungkinan keratitis atau
ulkus karena infeksi jamur
• Pada kornea terdapat gambar bulat berbatas tegas
dengan lesi satelit (+)infeksi jamur
Keratitis/ulkus Fungal
• Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
– Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
– Terapi steroid topikal jangka panjang
– Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


145
Laki – laki berumur 40 tahun datang dengan keluhan
mata kanan merah. Keluhan dirasakan nyeri dan mata
silau. Terdapat riwayat mata kemasukan tanaman 1
minggu yang lalu saat berkebun. Pada pemeriksaan
oftalmologi didapatkan penurunaan visus dan konjungtiva
hiperemis. Pemeriksaan slit lamp didapatkan gambaran
lesi satelit. Terapi topikal yang diberikan adalah…
A. Acyclovir
B. Gentamisin
C. Kloramfenikol
D. Amfoterisin B
E. Betametason
Keratitis/ulkus korena jamur
• Mata merah, silau, dan riwayat mata kemasukan
tanamankemungkinan suatu keratitis atau ulkus
kornea akibat jamur
• Pemeriksaan slit lamp didapatkan gambaran lesi
satelit infeksi jamur.
• Terapi topikal yang diberikan adalah antifungal:
amfoterisin B
• Pilihan lain
A. Acyclovir antiviral
B. Gentamisinantibacterial
C. Kloramfenikol antibacterial
D.Amfoterisin Bantifungal
E. Betametasonkortikosteroid
Keratitis/ulkus Fungal
• Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
– Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
– Terapi steroid topikal jangka panjang
– Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


Ulkus Kornea Jamur
• Indolen, disertai infiltrat kelabu, sering dgn hipopion,
peradangan nyata bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit.
• The most common pathogens are Fusarium and Aspergillus
(filamentous fungi) in warmer climates and Candida (a yeast) in
cooler climates.

Tabel 1. Pengobatan Keratitis Fungal


Organisme Rute obat Pilihan pertama Pilihan kedua Alternatif
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Nystatin
mirip ragi = Subkonjungtiva Natamycin Miconazole -
Candida sp Sistemik Flycytosine Ketoconazole -
Organisme Topikal Natamycin Amphotericin B Miconazole
mirip hifa = Subkonjungtiva Amphotericin B Miconazole -
ulkus fungi Sistemik Fluconazole Ketoconazole -

Sources: Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


146
Seorang perempuan usia 9 tahun datang dengan keluhan
sering keluar air mata dari kedua mata dan terasa sangat
gatal sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengatakan
pernah mengalami hal yang sama hampir setiap
tahunnya. Pada pemeriksaan ditemukan sekret
mukoserosa, injeksi konjungtiva, dan cobblestone
appearance. Diagnosis yang paling tepat untuk pasien ini
adalah…
A. Konjungtivitis bakterial
B. Konjungtivitis viral
C. Konjungtivitis vernal
D. Konjungtivitis jamur
E. Keratokonjungtivitis viral
Konjungtivitis vernal
• Sering keluar air mata dari kedua mata dan terasa
sangat gatal sejak 1 minggu yang lalu
kemungkinan suatu konjungtivitis
• Pasien mengatakan pernah mengalami hal yang
sama hampir setiap tahunnyabersifat
atopikonjungtivitis alergi
• Pada pemeriksaan ditemukan sekret mukoserosa,
injeksi konjungtiva, dan cobblestone
appearancekonjungtivitis alergi subtype
konjungtivitis vernal
KONJUNGTIVITIS VERNAL
• Nama lain:
– spring catarrh
– seasonal conjunctivitis
– warm weather conjunctivitis
• Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit
diidentifikasi)
• Epidemiologi:
– Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10
tahun sejak awitan
– Laki-laki > perempuan
– Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah
– Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir
tidak ada)
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.
• Gejala & tanda:
– Rasa gatal yang hebat, dapat
disertai fotofobia
– Sekret ropy
– Riwayat alergi pada RPD/RPK
– Tampilan seperti susu pada
konjungtiva
– Gambaran cobblestone
(papila raksasa berpermukaan
rata pada konjungtiva tarsal)
– Tanda Maxwell-Lyons (sekret
menyerupai benang &
pseudomembran fibrinosa
halus pada tarsal atas, pada • Komplikasi:
pajanan thdp panas) • Blefaritis & konjungtivitis
– Bercak Trantas (bercak stafilokokus
keputihan pada limbus saat
fase aktif penyakit)
– Dapat terjadi ulkus kornea
superfisial
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.
Tatalaksana
• Self-limiting • Jangka panjang & prevensi
• Akut: sekunder:
• Steroid topikal (+sistemik bila • Antihistamin topikal
perlu), jangka pendek  • Stabilisator sel mast Sodium
mengurangi gatal (waspada kromolin 4%: sebagai
efek samping: glaukoma, pengganti steroid bila gejala
katarak, dll.) sudah dapat dikontrol
• Tidur di ruangan yang sejuk
• Vasokonstriktor topikal dengan AC
• Kompres dingin & ice pack • Siklosporin 2% topikal (kasus
berat & tidak responsif)
• Desensitisasi thdp antigen
(belum menunjukkan hasil
baik)

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.


147
Laki-laki, 17 tahun, datang dengan keluhan
pandangan buram. Visus OD 6/18, OS 6/24. Koreksi
dengan pinhole didapatkan visus OD 6/9, OS 6/12.
Koreksi dengan lensa spheris -0,5D ODS 6/9, -1,00D
ODS 6/6, -1,25D ODS 6/6, -1,5D ODS 6/9. Lensa yang
diberikan adalah…
A. - 0,50 D
B. - 0,75 D
C. - 1,00 D
D.- 1,25 D
E. - 1,50 D
Miopia
• Pandangan buramgangguan refraksi
• Visus OD 6/18, OS 6/24Koreksi dengan pinhole
didapatkan visus OD 6/9, OS 6/12kelainan
refraksi non organik
• Koreksi dengan lensa spheris -0,5D ODS 6/9, -1,00D
ODS 6/6, -1,25D ODS 6/6, -1,5D ODS 6/9 lensa
pilihan adalah -1.00 D dan -1.25 D karena visus
bisa mencapai 6/6
• Prinsip pemilihan lensa pada myopiayang
terlemahsehingga dipilih S -1.00 D
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
• MIOPIA  bayangan difokuskan di • Normal aksis mata 23 mm (untuk
depan retina, ketika mata tidak setiap milimeter tambahan
panjang sumbu, mata kira-kira
dalam kondisi berakomodasi
lebih miopik 3 dioptri)
(dalam kondisi cahaya atau benda
• Normal kekuatan refraksi kornea
yang jauh) (+43 D) (setiap 1 mmpenambahan
• Etiologi: diameter kurvatura kornea, mata
– Aksis bola mata terlalu panjang
lebih miopik 6D)
miopia aksial • Normal kekuatan refraksi lensa
– Miopia refraktif  media refraksiyang (+18D)
lebih refraktif dari rata-rata: • People with high myopia
kelengkungan kornea terlalu besar – more likely to have retinal detachments
and primary open angle glaucoma
• Dapat ditolong dengan
– more likely to experience floaters
menggunakan kacamata negatif
(cekung)
KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA
• Miopia secara klinis :
– Simpleks: kelainan fundus ringan, < -6D
– Patologis: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif, adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada
pemeriksaan oftalmoskopik, > -6D
• Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa :
– Ringan (lavior) : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
– Sedang (moderate): lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
– Berat (grandior): lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.
• Miopia berdasarkan umur :
– Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.
– Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.
– Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 thn.
– Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).
148
Seorang laki – laki datang ke poli dengan keluhan
mata merah karena sehabis terkena serpihan besi.
Pasien kerja di pabrik besi. Pemeriksaan fisik tanda
vital stabil, pemeriksaan mata injeksi konjungtiva +,
injeksi sklera +, edema kornea, bintik kehitaman
serbuk besi pada kornea. Tatalaksana awal yang tepat
adalah…
A. Irigasi NaCl
B. Tetes pantocain
C. Ambil menggunakan pinset
D.Ambil menggunakan kapas lidi
E. Tetes antibiotic
Benda asing pada mata
• Mata merah karena sehabis terkena serpihan
besimicrotrauma pada mata
• Injeksi konjungtiva +, injeksi sklera +, edema kornea,
bintik kehitaman serbuk besi pada
korneainflamasi akibat benda asing.
• Tatalaksana awal yang tepat adalah tetes pantocain
untuk anestesi mata sehingga saat dilakukan irigasi
mata tidak bergerak-gerak
• Kalau tidak diberikan pantocainsaat irigasi mata
bergerak-gerakbenda asing akan menimbulkan
kerusakan lebih lanjut
Ocular Foreign body
• An ocular foreign body :
– common condition, in which a small particle (such as a
piece of grit or small rust particle) becomes stuck on eye.
• Corneal foreign body  CA stuck on the eye ;
• sub-tarsal foreign body  the object is stuck under your lid
scratches to the surface of your cornea.
– Symptoms
• painful, red, watery and light sensitive and ↓ vision
• Subconjunctival hemorrhage
• Corneal laceration and abrasion  heal within 48 hours after
removal
• if CA is metal, a small ring of rust may form around it  a dark
spot on the white of eye and can cause a scar that may affect
vision
Management
• First aid
– Wash the eye with water or saline. Do not try to
remove a foreign body yourself.  Go straight to
doctor
• Emergency departement
1. Local anaesthetic eye drops to numb the eye  pain
may return after the anaesthetic drops wear off, 20
to 60 minutes.
2. Remove the foreign body with a cotton bud or a
small sterile needle
3. Painkiller  PCT or ibuprofen
4. Antibiotic drops or oinment to prevent infection
www.moorfields.nhs.uk
Benda Asing di Konjungtiva
• Penatalaksanaan (menurut buku panduan
• Gejala yang ditimbulkan berupa layanan primer IDI & emedicine)
nyeri, mata merah dan berair, sensasi – Berikan tetes mata pantokain 2%
sebanyak 1-2 tetes pada mata yang
benda asing, dan fotofobia. terkena benda asing.
• Faktor Risiko: Pekerja di bidang – Gunakan kaca pembesar (lup) dalam
industri yang tidak memakai pengangkatan benda asing.
kacamata pelindung, seperti: pekerja – Periksa lokasi benda asing dengan
meminta pasien melihat ke atas, ke bawah,
gerinda, pekerja las, pemotong kiri, dan kanan
keramik, pekerja yang terkait dengan – Periksa inferior conjunctival cul-de-sac
bahan-bahan kimia (asam-basa), dll. dengan meminta pasien melihat ke atas
ketika pemeriksa membuka kelopak mata
• Pemeriksaan Fisik bawah
– Biasanya visus normal; – Untuk memeriksa superior conjunctival
cul-de-sac, lakukan eversi kelopak mata
– Ditemukan injeksi konjungtiva atas dengan kapas lidi atau paper clip
tarsal dan/atau bulbi (seperti gambar)
– Pada konjungtiva tarsal superior – Angkat benda asing dengan menggunakan
lidi kapas yang lembab atau jarum suntik
ukuran 23G.
– Arah pengambilan benda asing dilakukan
dari tengah ke tepi.
– Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan
betadin pada tempat bekas benda asing.
– Kemudian, berikan antibiotik topikal (salep
atau tetes mata) seperti kloramfenikol
tetes mata, 1 gtt setiap 2 jam selama 2
hari.
Corneal Foreign Body
• If a corneal foreign body is discovered, it must be
removed to prevent permanent scarring and
vision loss. Saline irrigation is often successful.
• If irrigation is unsuccessful, a topical anesthetic
should be administered and a cotton swab gently
swept over the cornea.
• If the foreign body is superficial, irrigate the eye
to moisten the cornea and attempt to remove the
foreign body by using a gentle rolling motion with
a wetted cotton-tipped applicator.
– Take care not to apply pressure, which may push
the foreign body deeper into the cornea, or scrape,
which may create a large corneal abrasion.
• If swabbing is unsuccessful, foreign body removal
using an eye spud or 25-gauge needle should be
done by a trained, experienced physician.

Emedicine & AAFP


149
Ny. Y usia 43 tahun datang ke poli mata dengan
keluhan kedua mata buram saat membaca tulisan
pada buku dalam jarak yang dekat. Pasien dapat
membaca tulisan dalam buku jika jarak tulisan
dijauhkan dari mata. Apa diagnosis pada pasien ini?
A. Miopia
B. Hipermetropia
C. Presbiopia
D.Astigmatisma
E. Ambliopia
Presbiopia
• Buram saat membaca tulisan pada buku dalam jarak
yang dekat gangguan refraksi hypermetropia
• Pasien dapat membaca tulisan dalam buku jika jarak
tulisan dijauhkan dari matabentuk gejala
hypermetropia, namun khususnya pada presbyopia
• Berdasarkan usia pasien dan jarak pandang yang
dekat sekali (membaca buku)merupakan
gambaran klinis dari hipermetropia
Presbiopia
• Merupakan keadaan berkurangnya daya akomodasi
pada usia lanjut
• Penyebab:
– Kelemahan otot akomodasi
– Lensa mata tdk kenyal / berkurang elastisitasnya akibat
sklerosis lensa
• Diperlukan kacamata baca atau adisi :
– + 1.0 D : 40 thn
– + 1.5 D : 45 thn
– + 2.0 D : 50 thn
– + 2.5 D : 55 thn
– + 3 .0 D : 60 thn
Sumber: Ilmu Penyakit Mata. Sidarta Ilyas. 2000.
Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.
– The card is held 14
inches (356 mm) from
the persons's eye for
• Koreksi→ lensa positif untuk menambah
kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia the test. A result of
• Kekuatan lensa yang biasa digunakan: 14/20 means that the
+ 1.0 D → usia 40 tahun person can read at 14
+ 1.5 D → usia 45 tahun inches what someone
+ 2.0 D → usia 50 tahun with normal vision can
+ 2.5 D → usia 55 tahun read at 20 inches.
+ 3.0 D → usia 60 tahun
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg
150
Seorang datang dengan keluhan nyeri pada mata.
Ditemukan flare, cell dan mutton fat. VOD 6/60 VOS
6/6. Diagnosis pada pasien adalah…
A. Keratitis
B. Uveitis
C. Glaukoma
D.Konjungtivitis
E. Ulkus kornea
Uveitis anterior
• Nyeri pada matareaksi inflamasi
• Flare, cell dan mutton fat ciri khas dari uveitis.
• VOD 6/60 mata merah visus turun
Uveitis
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis
• skleritis
UVEITIS
Radang uvea:
• mengenai bagian
depan atau
selaput pelangi
(iris) iritis
• mengenai bagian
tengah (badan
silier) siklitis
• mengenai
selaput hitam
bagian belakang
mata koroiditis
• Biasanya iritis
disertai dengan
siklitis = uveitis
anterior/iridosikl
itis
UVEITIS
• Dibedakan dalam bentuk
granulomatosa akut-kronis dan
• Tanda :
non-granulomatosa akut- kronis – pupil kecil akibat rangsangan
proses radang pada otot
• Bersifat idiopatik, ataupun terkait sfingter pupil
penyakit autoimun, atau terkait
penyakit sistemik – edema iris
• Biasanya berjalan 6-8 minggu – Terdapat flare atau efek tindal
di dalam bilik mata depan
• Dapat kambuh dan atau menjadi
menahun – Bila sangat akut dapat terlihat
hifema atau hipopion
• Gejala akut:
– mata sakit
– Presipitat halus pada kornea
– Merah
– Fotofobia
– penglihatan turun ringan
– mata berair

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi
peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop
(slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006


OPTIMA JAKARTA
OPTIMA JAKARTA
151
Laki-laki, 28 tahun, keluhan mata kanan merah. PF:
visus kanan menurun, terdapat vesikel-vesikel di
palpebra superior et inferior dextra, hanya disisi
mata kanan. Apa tatalaksana yg tepat dilakukan?
A. Kompres hangat, asiklovir 5x400mg selama 5 hari
B. Kompres dingin, asiklovir 5x400mg selama 5 hari
C. Kompres hangat, asiklovir 5x800mg selama 5 hari
D.Kompres hangat, asiklovir 5x400mg selama 10 hari
E. Kompres dingin, asiklovir 5x800 mg selama 5 hari
Keratitis herpetik
• Mata kanan merah dan visus kanan
menurunmata merah visus turun, bisa karena
keratitis, ulkus kornea, atau uveitis
• Terdapat vesikel-vesikel di palpebra superior et
inferior dextraciri khas dari infeksi virus pada kulit
• Herpes simpleks memiliki lesi kulit demikian dan
dapat bermanifestasi menyebabkan keratitis
• Tatalaksana yang menjadi pilihan: Kompres hangat,
asiklovir 5x400mg selama 10 hari
Ocular Manifestation of HSV
• Periocular herpes simplex
• Blepharitis
• Conjunctivitis
• Scleritis
• Keratitis
• Iridocyclitis
• Retinitis
Herpes Simplex Keratitis
Keratitis Herpes Simpleks

• Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks
lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren.
• Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun
pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi
kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan.
• Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti
banyak.
• Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam
dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa .
• Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
• Tanda dan gejala:
– Infeksi primer biasanya berbentuk
blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai
keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa
menyebabkan kerusakan mata yang signifikan.
– Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata,
penurunan penglihatan, anestesi pada kornea,
demam.
– Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat
bilateral
– Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion --
dendritic ulcer -- Geographic ulcer
• Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV.
Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki
tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan
tes flurosensi.
• Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt
amuba
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007
• Tatalaksana:
– Dokter umum: RUJUK SEGERA
– Debridement
– Antivirus topikal,
kortikosteroid (pertimbangan
khusus)
• Topical antiviral: trifluridine 1%
8x/day (watch for epithelial
toxicity after 1 week fo therapy),
acyclovir 3% drops initially
5x/day gradually tapering down
but continued for at least 3 days
after complete healing; if
resistant, consider ganciclovir
0.15% gel initially 5x/day.
– Bedah
– Mengontrol reaktivasi HSV:
hindari demam, pajanan sinar
matahari berlebihan,
imunosupresi, dll
Keratitis herpes zoster
• Bentuk rekuren dari keratitis Varicella
• Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung
mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)

Keratitis varicella
• Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella
• Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea
dan uveitis

Keratitis marginal
• Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus
• Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari
pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea

Keratitis bakteri
• Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata
org yang menggunakan kontak lens
• Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion
152
Seorang laki-laki, 65 tahun, datang dengan keluhan
penglihatan buram pada mata kanan. Pada pemeriksaan
mata didapatkan visus OD 1/60 tidak membaik dengan
lensa sferis, lensa keruh shadow test negatif. OS 20/70,
membaik dengan lensa sferis, lensa jernih. Kemungkinan
diagnosis pasien pasien ini adalah…
A. Katarak traumatik OD
B. Katarak senilis immatur OD
C. Katarak senilis matur OD
D. Katarak presenilis immatur OD
E. Katarak presenilis matur OD
Katarak senilis
• Penglihatan buram pada mata kanan dengan visus
OD 1/60 tidak membaik dengan lensa sferis 
kelainan organik
• Lensa keruh shadow test negatif katarak insipiens
atau matur.
• VOD mencapai 1/60katarak senilis matur
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KATARAK-SENILIS
• Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang • 4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at
terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 this stage, lens may become swollen due to
tahun
continued hydration  ‘intumescent cataract’),
matur, hipermatur
• Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak • Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan
• Etiologi :belum diketahui secara pasti  kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang
multifaktorial: • Penyulit : Glaukoma, uveitis
 Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan • Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)
pengaruh genetik
 Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi
yang sangat kuat mempunyai efek buruk
terhadap serabu-serabut lensa.
 Faktor imunologik
 Gangguan yang bersifat lokal pada lensa,
seperti gangguan nutrisi, gangguan
permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi
cahaya matahari.
 Gangguan metabolisme umum
153
Anak Jonardi usia 4 tahun datang dengan keluhan mata
kanannya tertusuk pensil sejak 4 jam yang lalu.
Pemeriksaan visus tidak dapat dilakukan karena anak
belum dapat membaca, pemeriksaan oftalmologi
didapatkan perdarahan pada sklera dengan warna
merah terang. Pemeriksaan lanjutan apa yang dapat
dilakukan pada pasien ini ?
A. Pemeriksaan Funduskopi
B. Pemeriksaan Skleroskopi
C. Pemeriksaan tekanan intraokular
D. Pemeriksaan amsler grid
E. Pemeriksaan anel
Trauma mekanik bola mata
• Mata kanannya tertusuk pensil  trauma mekanik bola mata
• Pemeriksaan visus tidak dapat dilakukan karena anak belum dapat
membaca  karena Snellen chart butuh sikap kooperatif dari pasien
pasien belum bisa membaca  tidak dapat menyebutkan huruf yang
tertera
• Pemeriksaan oftalmologi didapatkan perdarahan pada sklera dengan warna
merah terang  hasil pemeriksaan segmen anterior
• Perlu diperiksa juga segmen posterior funduskopi
• Pilihan lain
 Pemeriksaan Skleroskopi  sudah ada hasil pemeriksaan segmen
anterior
 Pemeriksaan tekanan intraocular setelah funduskopi, untuk mencari
apakah ada glaucoma sekunder
 Pemeriksaan amsler grid  untuk ARMD  tidak berhubungan dengan
kasus
 Pemeriksaan anel  untuk kasus obstruksi ductus lakrimal  tidak
berhubungan pada kasus ini
Trauma Mekanik Bola Mata
• Cedera langsung berupa ruda • Pemeriksaan Rutin :
paksa yang mengenai jaringan  Visus : dgn kartu Snellen/chart
mata. projector + pinhole
• Beratnya kerusakan jaringan  TIO : dgn tonometer
bergantung dari jenis trauma aplanasi/schiotz/palpasi
serta jaringan yang terkena  Slit lamp : utk melihat segmen
anterior
• Gejala : penurunan tajam  Funduskopi : utk melihat segmen
penglihatan; tanda-tanda posterior
trauma pada bola mata  Ro orbita : jika curiga fraktur
• Komplikasi : dinding orbita/benda asing
 Endoftalmitis • Tatalaksana :
 Uveitis  Bergantung pada berat trauma,
 Perdarahan vitreous mulai dari hanya pemberian
 Hifema antibiotik sistemik dan atau
topikal, perban tekan, hingga
 Retinal detachment operasi repair
 Glaukoma
 Oftalmia simpatetik

Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012


TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Iridodialisis known as a coredialysis, is a localized may be asymptomatic and require no treatment, but
separation or tearing away of the iris those with larger dialyses may have corectopia
from its attachment to the ciliary body; (displacement of the pupil from its normal, central
usually caused by blunt trauma to the position) or polycoria (a pathological condition of the
eye eye characterized by more than one pupillary opening
in the iris) and experience monocular diplopia, glare, or
photophobia

Hifema Blood in the front (anterior) chamber of Treatment :elevating the head at night, wearing an
the eyea reddish tinge, or a small patch and shield, and controlling any increase in
pool of blood at the bottom of the iris intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema
or in the cornea. or high IOP
May partially or completely block Complication: rebleeding, peripheral anterior
vision. synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or
The most common causes of hyphema years after due to angle closure)
are intraocular surgery, blunt
trauma, and lacerating trauma
The main goals of treatment are to
decrease the risk of rebleeding within
the eye, corneal blood staining, and
atrophy of the optic nerve.
TRAUMA MATA
Kondisi Akibat trauma mata
Hematoma Pembengkakan atau penimbunan darah Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila
Palpebral di bawah kulit kelopak akibat pecahnya perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua
pembuluh darah palpebra. kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang
sedang dipakai
Perdarahan Pecahnya pembuluh darah yang Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap
Subkonjungtiva terdapat dibawah konjungtiva, seperti penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat
arteri konjungtiva dan arteri episklera. trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan
Bisa akibat dari batu rejan, trauma sendirinya dalam 1 – 2 minggu tanpa diobati.
tumpul atau pada keadaan pembuluh
darah yang mudah pecah.

Penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola


Edema Kornea Terjadi akibat disfungsi endotel kornea lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan
local atau difus. Biasanya terkait dengan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif
pelipatan pada membran Descemet dan
penebalan stroma. Rupturnya membran
Descemet biasanya terjadi vertikal dan
paling sering terjadi akibat trauma
kelahiran.
Ruptur Koroid Trauma keras yang mengakibatkan Perdarahan subretina, visus turun dengan sangat, bila
ruptur koroid  perdarahan subretina, darah telah terabsorpsi maka daerah ruptur akan
biasanya terletak di posterior bola mata tampak berwarna putih (daerah sklera)

Subluksasi Lensa berpindah tempat Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis
(iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata
bergerak)
154
Seorang perempuan datang dengan keluhan penglihaatn
kabur sejak 2 minggu yang lalu, pada pemeriksaan nyeri -
edema - didapatkan visus OD: visus 6/10 pada S +1
koreksi 6/6. OS: visus 6/12 pada S+2 koreksi 6/6.
Patomekanisme kondisi diatas adalah…
A. Kurvatura kornea landai dari normal
B. Kurvatura kornea lebih cembung dari normal
C. Kurvatura irregular
D. Indeks refraktif lensa yang lebih besar dari normal
E. Indeks bola mata yang lebih besar dari normal
Hipermetropia
• Berdasarkan pemaparan soal, kasus yang terjadi adalah
hipermetropia, di mana didapatkan visus 6/6 dengan
koreksi lensa sferis (+).
• Patofisiologi terjadinya hipermetropia yaitu:
– Ukuran sumbu aksial bola mata lebih pendek dibandingkan
ukuran normal
– Kurvatura kornea lebih landai
• Patofisiologi miopia:
– Kurvatura kornea lebih cembung dari normal
– Sumbu aksial bola mata lebih panjang dibandingkan ukuran
normal
– Indeks bias atau refraksi lebih besar dari normal
• Kurvatura irregular  penyebab astigmatisme

Boyd K. Hyperopia. American academy of ophtalmology. 2014.


155.
• Seorang laki-laki 45 tahun datang dengan keluhan buram
bila membaca buku, dan sulit mengambil barang
disekitarnya. setelah dilakukan pemeriksaan diberikan
S+1D dengan hasil koreksi 5/5. apakah pemeriksaan yang
dilakukan selanjutnya?
A. Periksa segmen posterior
B. Tekanan intra okular
C. Slit lamp
D. Tes baca dekat
E. Tes amsler

• Jawaban: D. Tes baca dekat


Pemeriksaan mata
• Pada soal dijelaskan bahwa pasien telah
berusia 45 tahun, kemungkinan diagnosis
pasien adalah hipermetrop.
• Namun perlu juga dilakukan tes baca dekat
untuk mengetahui apakah pasien menderita
presbiop
Pemeriksaan mata
• Langkah-
langkah
pemeriksaan
– Visus/
ketajaman
penglihatan
– Refraksi
– Penglihatan
binokuler dan
akomodasi

Mancil GL, Bailey IL, Brookman KE. Optometric clinical practice guildeline: Care of the patient with
presbyopia. American Optometric Association;2011.
KULIT & KELAMIN,
MIKROBIOLOGI,
PARASITOLOGI
No. 156
• Seorang wanita datang dengan keluhan
terdapat massa berbentuk seperti
jengger ayam pada kemaluan pasien.
Apakah agen penyebab keluhan pada
pasien tersebut?
A. HPV tipe 6
B. HPV tipe 1
C. Human herpes virus
D. Herpes simpleks virus tipe 1
E. Herpes simpleks virus tipe 2
Pembahasan Soal
• Diagnosis pasien ini adalah Kondiloma akuminatum, karena
terdapat keluhan massa seperti jengger ayam pada kemaluan.
• Penyebab dari kondiloma akuminatum adalah HPV 6 dan 11
• Maka jawaban soal ini adalah A. HPV tipe 6
• Pilihan B. HPV tipe 1, menyebabkan myrmecia (plantar wart),
dengan gejala adanya kutil pada telapak kaki yang sangat nyeri,
dengan adanya telangiektasis pada kutil tersebut
• Pilihan C. Human Herpes virus, merupakan klasifikasi umum dari
HSV, Varisella zoster, EBV, CMV, Kapossi sarcoma associated
herpes virus (KSHV)
• Pilihan D. Herpes simpleks virus tipe 1, menyebabkan herpes
simpleks, dengan predileksi terutama disekitar oral
• Pilihan E. Herpes simpleks virus tipe 2, menyebabkan herpes
simpleks, dengan predileksi terutama di sekitar genitalia
156. Kondiloma Akuminata
Kondiloma Akuminata
• Pemeriksaan:
– Tes asam asetat 5%  warna lesi acetowhite
– Kolposkopi
– Histopatologi  gambaran papilomatosis, akantosis, pemenjangan
dan penebalan rete ridges, parakeratosis, dan koisilositosis
• Tata Laksana:
– Kemoterapi:
• podofilin 25%  lesi permukaan verukosa, tidak boleh pada
hamil&menyusui serta lesi luas
• podofilotoksin 0,5%  tidak boleh pada hamil
• asam triklorasetat 80-90%  lesi genital eksterna, serviks, dan di dalam
anus, boleh hamil
– Krioterapi  lesi genital eksterna, vagina, serviks, meatus uretra,
dan di dalam anus
– Imunoterapi  krim imiquimod bila lesi luas dan resisten
– Pembedahan:
• Elektrokauterisasi  lesi anogenital, terutama ukuran besar
• Bedah skalpel  eksisi  lesi sangat besar sehingga menimbulkan
obstruksi atau tidak dapat dilakukan terapi lain Ghadishah D. Condyloma
acuminatum. Emedicine. 2018.
• Bedah laser CO2  lesi anogenital, vagina, serviks, lesi besar Kutil Anogenital. Perdoski.
2017.
No. 157
• Seorang laki-laki, 23 tahun, datang dengan keluhan
utama nyeri menelan sejak 3 minggu sebelumnya.
Keluhan disertai lidah terasa terbakar dan tidak dapat
merasakan apapun. Pada mulut ditemukan banyak
bercak bercak putih yang tidak dapat dibersihkan.
Pasien datang bersama pacar laki lakinya. CD4 <100.
Apa diagnose pasien ini?
A. Kandidiasis oral
B. Oral trush dengan HIV AIDS
C. Hairy leukoplakia dengan HIV AIDS
D. Liken planus
E. Apthous stomatitis dengan HIV AIDS
Pembahasan Soal
• Pasien ini kemungkinan mengidap AIDS karena didapatkan CD4<100
• Selain itu, pasien ini mengalami kandidiasis oral
– karena terdapat keluhan lidah terasa terbakar dan tidak dapat merasakan
apapun, serta ditemukan adanya banyak bercak bercak putih yang tidak dapat
dibersihkan
– Dari pemeriksaan fisik tersebut, kemungkinan pasien mengalami kandidiasis oral
jenis hiperplastik.
– Kandidiasis oral disebut juga dengan oral thrush.
• Untuk soal ini, lebih dipilih jawaban B karena berisi diagnosis yang lebih
lengkap. Pilihan jawaban A, tidak mencantumkan HIV AIDS sebagai diagnosis
• Pilihan jawaban C tidak dipilih karena hairy leukoplakia tidak menimbulkan
keluhan selain bercak putih, dengan predileksi di lidah
• Pilihan jawaban D, merupakan penyakit yang berada di kulit, tidak di rongga
mukosa
• Pilihan jawaban E tidak dipilih karena pada penyakit ini, gejala berupa adanya
ulkus-ulkus dangkal pada rongga mulut, bukan bercak-bercak putih
Oral Manifestations of HIV Infection
Type of Infection Oral Disease
Candidiasis
- Pseudomembranous, Erythematous,
Fungal and Angular Cheilitis
Invasive Fungal Infections
- Histoplasmosis, Mucormycosis, Crytococcosis
Herpes Simplex
Herpes Zoster
Viral Cytomegalovirus
Hairy Leukoplakia (Epstein Barr Virus)
Oral Warts (Human Papilloma Virus)
Human Herpes Virus–8 [Kaposi’s sarcoma]
Linear Gingival Erythema
Bacterial Necrotizing Ulcerative Periodontitis
Tuberculosis*
Mycobacterium avium complex*
Bacillary angiomatosis*
April 2003
Oral Manifestations of HIV Infection

Type of Lesion Oral Disease


Kaposi’s Sarcoma (KS) [HHV-8]
Neoplastic Lymphoma
Squamous Cell Carcinoma*
HIV-associated Necrotizing Ulceration

Other HIV-Salivary Gland Disease/Xerostomia


Immune Thrombocytopenic Purpura*
Abnormalities of Mucosal Pigmentation

April 2003
Kandidosis Oral/ Oral Thrush
JENIS KLINIS GAMBARAN KLINIS
Kandidosis Pseudomembran Akut • Plak putih serupa susu pada
mukosa --> Diangkat --> dasar
eritema

Kandidosis Eritematosa Atrofik • Area eritematosa pada dorsum


Akut dan Kronik lidah, palatum atau mukosa
bukal
Kandidosis Hiperplasia Kronik • Plak putih yang tidak dapat
• Kandidosis Oral Kronik diangkat
(Leukoplakia Kandida)
• Sindrom Kandidosis Endokrin
• Kandidosis Mukokutaneus
Terlokalisasi Kronis
• Kandidosis Kronik Difus
Denture Related Stomatitis • Eritema dan edema kronik
pada mukosa yang berkontak
dengan denture
Kelitis Angular • Lesi pada sudut mulut
• perih, eritema dan fissura

a
Fungal Infections: Candidiasis
• Hyperplastic
Candidiasis
– white and
hyperplastic and
cannot be
removed by
scraping

April 2003
Oral Epstein Barr Infections
• Oral Hairy Leukoplakia
– White corrugated
hyperkeratotic lesion of the
lateral borders of the tongue
/ other areas
– Asymptomatic
– Clinical Diagnosis:
• Marker for disease progression
(CD4 <300 cells/mm3)
• Definitive diagnosis requires
identification of EBV in
infected epithelial cells
• Marker for immune
suppression (non-HIV patients)
Liken Planus

• Kelainan inflamatorik pada kulit, mukosa,


kuku, dan rambut.
• Lesi papul poligonal berkelompok, puncak
datar, simetrik, eritematosa hingga
keunguan
• Distribusi seluruh tubuh, predileksi pada
lipatan tangan dan kaki.
• Histologi: kerusakan keratinosit epidermis
basal dan reaksi limfositik likenoid.
• Tatalaksana:
– Steroid topikal 1-2x/hari
– Steroid intralesi 5-20 mg/mL
– Tacrolimus, pimecrolimus
No. 158
• Ibu membawa anaknya, 10 tahun, dengan
keluhan gatal pada rambut sejak 1 bulan yang
lalu. Terdapat rambut juga mudah rontok. Pada
PF ditemukan telur pada batang rambut. Apa
etiologi penyebab?
A. Pedikulosis humanus ver kapitis
B. Triciphyton
C. Microsporum
D. Scabies
E. Epidermiphyton
Pembahasan Soal
• Pada soal didaptkan keluhan gatal dan telur
pada rambut sehingga dipikirkan infestasi
parasit
• Parasit yang sering ada di rambut adalah
pilihan jawaban A
• Jawaban B, C dan E adalah jamur sehingga
tidak meninggalkan telur
• Jawaban D scabies adalah infestasi parasite
pada kulit dan bukan pada scalp
158. Pedikulosis
• Infeksi kulit/rambut pada manusia yang
disebabkan Pediculus

• 3 macam infeksi pada manusia


– Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus
var. capitis
– Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus
humanus var. corporis
– Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis kapitis
• Infeksi kulit dan rambut kepala
• Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk
• Gejala
• Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena
garukan terjadi erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur, telur berwarna abu-
abu/mengkilat

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Prinsip pemberian terapi pedikulosis kapitis

• First line: Permethrin lotion atau shampoo 1%


• Terapi topikal diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada
hari 0 dan hari 7-10 agar dapat mengeradikasi kutu
dengan sempurna.
• Obat lainnya: Pyrethrins 0.3%-piperonyl butoxide 4%
shampoo, Malathion 0.5% lotion, Benzyl alcohol 5%
lotion, Ivermectin lotion 0.5%, gameksan shampoo
1% (not recommended as a first–line treatment)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pedikulosis korporis
• Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk (jarang
mencuci pakaian)
• Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit untuk
menghisap darah
• Gejala
• Hanya bekas garukan di badan
• Diagnosis
• Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian
• Pengobatan
• DOC: Permetrin 1%,
• Gameksan 1%,
• benzil benzoat 25%
• Malathion 0,5%
• pakaian direbus/setrika

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Pengobatan Pedikulosis Korporis
• Improved hygiene and access to regular changes of clean clothes is the
only treatment needed for body lice infestations.
• A body lice infestation is treated by improving the personal hygiene of the
infested person, including assuring a regular (at least weekly) change of
clean clothes.
• Clothing, bedding, and towels used by the infested person should be
laundered using hot water (at least 54°C) and machine dried using the hot
cycle.
• Sometimes the infested person also is treated with a pediculicide;
however, a pediculicide generally is not necessary if hygiene is maintained
and items are laundered appropriately at least once a week.
• If you choose to treat, guidelines for the choice of the pediculicide are the
same as for head lice.
Pedikulosis pubis
• Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya
• Terutama menyerang dewasa dan dapat menyerang
jenggot/kumis
• Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata
dan pada tepi batas rambut kepala
• Termasuk infeksi menular seksual
• Gejala
• Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke
abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black dot
pada celana dalam

2016 European Guideline for the Management of Pediculosis


Pubis
Nits
Nits

• Merupakan telur dari


parasite
• Lebih banyak ditaruh
oleh ibu kutu di
basis/pangkal rambut
sehingga sering sulit
dibedakan dengan
ketombe
Sky Blue Spot/ Macula cerulae
Prinsip Tatalaksana
Based on 2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis

• Semua lesi harus diberikan obat topikal


• Kulit harus dingin dan kering agar absorbsi maksimal
• Mencukur pubis tidak perlu, meskipun pada populasi
umum insidens turun karena tidak ada habitat bagi ptirus
pubis
• Mencuci semua pakaian di suhu 50oC atau lebih
• First line: Permethrin cream 1% dan dicuci setelah 10
menit (aman juga untuk kehamilan)termasuk juga kalau
ada lesi di bulu mata
• Second line: Malathion 0.5% dicuci setelah 12 jam
pemakaian
• Terapi lain: Ivermectin topical, Benzyl benzoate lotion 25%
2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis
No. 159
• Seorang perempuan, 35 tahun, datang dengan keluhan
kemerahan pada perut sejak 1 jam yang lalu. Keluhan
dirasakan hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu. PF DBN.
Status dermatologis terdapat plak eritema dengan skuama
halus. Pada pemeriksaan kerokan dengan menggunakan
tepi glass objek didapatkan gambaran titik pendarahan.
Apakah kesimpulan hasil pemeriksaan tersebut?
A. Tes tetesan lilin positif
B. Tes Asboe Hansen positif
C. Fenomena korbner positif
D. Tes Nikolsky positif
E. Tes auspitz positif
Pembahasan Soal
• Dipilih jawaban E karena tampak gambaran
bintik perdarahan yang disebut tanda Auspitz
• Tetesan lilin ialah skuama yang berubah
warnanya menjadi putih pada kerokan
• Fenomena Kobner adalah terbentuknya lesi
baru pada trauma di kulit yang normal
• Tes Aboe Hansen dan Nikolsky adalah untuk
menguji adanya epidermolisis
159. Psoriasis vulgaris
• Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan transparan

• Predileksi
• Skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral
• Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign

• Patofisiologi
– Genetik: berkaitan dengan HLA
– Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan keratinosit
– Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat, alkohol,
dan merokok

• Tata laksana (pemilihan Tx lihat slide selanjutnya):


– Topikal: preparat ter, kortikosteroid, ditranol, tazaroen, emolien, dll
– Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll
– PUVA (UVA + psoralen)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
Psoriasis Vulgaris
Tanda dan Gejala
• Perburukan lesi skuama kronik
• Onset cepat pada banyak area kecil
dengan skuama dan kemerahan
• Baru terinfeksi radang tenggorokan
(streps), virus, imunisasi, obat
antimalaria, trauma
• Nyeri (terutama pada kasus psoriasis
eritrodermis atau pada sendi yang
terkena arthritis psoriasis)
• Pruritus
• Afebril
• Kuku distrofik
• Ruam yang responsif terhadap steroid
• Konjungtivitis atau blepharitis

http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview
Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas
Tanda Penjelasan

Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada


Fenomena
goresan, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya
tetesan lilin
indeks bias.

Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat


Fenomena
papilomatosis dengan cara pengerokan skuama yang
Auspitz
berlapis-lapis hingga habis.

Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang


Fenomena
timbul akibat trauma pada kulit sehat penderita
Kobner
psoriasis, kira-kira muncul setelah 3 minggu.
Dermatologic signs
• Asboe-Hansen sign is • Nikolsky’s sign:
– Marginal sign: ability to
also known as split the epidermis of the
blisterspread sign skin beyond the
preexisting erosion by
– Refers to the ability pulling the remnant of a
to enlarge a blister in ruptured blister or
the direction of the rubbing at the periphery
of existing lesions
periphery by – Direct sign: the ability to
applying mechanical split the epidermis on
pressure on the roof skin areas distant from
of the intact blister the lesions by lateral
pressure with a finger
160.
Wanita usia 30 tahun, datang ke klinik dokter karena gatal
kemerahan di telapak kiri bawahnya. Sudah diobati dengan
obat warung namun kemerahan semakin bertambah hingga
punggung tangan. Dari pemeriksaan didapatkan lesi plak
eritema berbatas tegas, ukuran plakat, kemerahan di tepi luka
dengan skuamasi halus, terdapat papul dan pustul milier
multiple di tepi lesi dan di bagian tengahnya. Apakah
diagnosis yang tepat pada kasus di atas?
A. Tinea manus
B. Dermatitis Kontak Iritan
C. Dermatitis Kontak alergi
D. Impetigo krustosa
E. Folikulitis akut
Tinea Manus
• Berdasarkan pemaparan kasus pada soal, diagnosis pasien
mengarahkan pada infeksi jamur.
• Keluhan gatal serta florosensi khas berupa lesi plak eritema batas
tegas, kemerahan di tepi luka dengan skuamasi halus
mengarahkan pada Tinea Manus.
• Temuan papul dan pustul milier multipel di sekitar lesi
kemungkinan menandakan adanya infeksi sekunder akibat kondisi
dermatologis sebelumnya atau disebut dermatitis impetigenisata.

Noble SN, Forbes RC. Diagnosis and management of


common tinea infections. Am Fam Physician.
• Dermatitis kontak baik alergi ataupun iritan identik dengan
pajanan terhadap alergen atau iritan. Di mana DKI terjadi
pajanan iritan yang lama dan berulang sehingga memicu
respon inflamasi (dose-dependent). Sementara DKA
merupakan inflamasi yang dimediasi limfosit T spesifik
terhadap alergen, yang walau dalam konsentrasi sedikit
dapat memicu lesi.
• Impetigo krustosa  peradangan akibat vesikel yang dapat
dengan cepat berubah menjadi pustul lalu pecah
membentuk krusta kekuningan seperti madu. Biasanya
terjadi di sekitar hidung, mulut, telinga, atau anus.
• Folikulitis  pioderma superfisialis akibat peradangan
folikel rambut yang ditandai dengan papul eritema
perifolikuler dan rasa gatal atau perih.
www.optimaprep.co.id
OPTIMA MEDAN
No. 161
Pasien datang dengan keluhan ada bercak merah di
lengan kanan yang berwarna kemerahan dan tidak
merasakan nyeri. Pasien juga mengatakan pada bercak
tampak kering. Bercak membentuk seperti gambaran
seperti donat. Diagnosis pasien ini adalah…
A. Lepra PB
B. Lepra MB
C. Reaksi Lepra 1
D. Reaksi Lepra 2
E. Intermediette
Pembahasan Soal
• Pada soal didapatkan lesi khas seperti donat, dipikirkan
adalah sebuah “punched out lesion” menurut
klasifikasi Ridley Jopling adalah tipe BB.
• Bila dimasukkan klasifikasi WHO adalah tipe
Multibasilar (MB)
• Tidak dipilih Pausibasilar (PB) walaupun lesi hanya 1
karena telah didapatkan lesi khas BB
• Reaksi lepra (C dan D) tidak dipilih karena terjadi
setelah pengobatan, sedangkan pada soal belum
dilakukan pengobatan
• Lepra intermediate ditandai dengan adanya infiltrate
dengan permukaan halus/berkilat
161. Morbus Hansen

• Etiologi: Mycobacterium leprae


• Gejala klinis: 5A
– Anestesi
– Alopesia
– Akromia/apigmentasi
– Anhidrosis
– Atrofi otot
• Klasifikasi gejala klinis
– Klasifikasi WHO (MB, PB)
– Klasifikasi Joppling (TT, LL, BL)
Morbus Hansen
• Pemeriksaan fisik:
- Sensibilitas kulit: hypoesthesia
- Pemeriksaan saraf tepi: penebalan N.
fascialis, N. auricularis magnus, N. radialis, N.
medianus, N. peroneus communis, N.
ulnaris, N. tibialis posterior
- Foot drop atau clawed hands
- Wasting dan kelemahan otot
- Ulserasi yang tidak nyeri pada tungkai atas
atau bawah
- Lagophtalmus, iridocyclitis, ulserasi kornea,
dan/atau katarak sekunder akibat kerusakan
saraf atau invasi bakteri secara langsung,
bahkan hingga amputasi
Claw hands
Pemeriksaan penunjang
Histopatologi
• Histiosit: makrofag di kulit, sel virchow/sel lepra/foamy cell
• Granuloma: akumulasi makrofag dan derivatnya

Bakteriologi

• Pemeriksaan BTA dari kerokan kulit


atau sekret mukosa hidung
• Pemeriksaan kerokan kuliit pada 4-6
tempat, yaitu kedua cuping telinga dan
4 tempat dengan lesi paling aktif
• Pemeriksaan BTA dihitung indeks
Imunologi
bakteri dan indeks morfologi • Immunoglobulin: IgM
dan IgG
• Lepromin skin test
Klasifikasi Kusta tipe MB berdasarkan Jopling
Sifat Lepromatosa (LL) Borderline Lepromatosa (BL) Mid Borderline (BB)

Lesi

Bentuk Makula Makula Plakat


Infiltrat difus Plakat Dome shape (kubah)
Papul Papul Punched out
Nodul
Jumlah Tidak terhitung, tidak Sukar dihitung, masih ada Dapat dihitung, kulit sehat
ada kulit sehat kulit sehat jelas masih ada
Distribusi Simetris Hampir simetris Asimetris

Permukaan Halus berkilat Halus berkilat Agak kasar, agak berkilat

Batas Tidak jelas Agak jelas Agak jelas

Anestesia Tidak jelas Tidak jelas Jelas

BTA

Lesi kulit Banyak (ada globus) Banyak Agak banyak

Sekret hidung Banyak (ada globus) Biasanya negatif Negatif


Klasifikasi Kusta tipe PB berdasarkan Jopling
Sifat Tuberculoid (TT) Borderline Tuberculoid (BT) Intermediate (I)
Lesi
Bentuk Makula dibatasi Makula dibatasi infiltrat atau Hanya infiltrat
infiltrat infiltrat saja
Jumlah Satu atau beberapa Beberapa atau satu dengan lesi Satu atau beberapa
satelit
Distribusi Terlokalisir dan Asimetris Bervariasi
asimetris
Permukaan Kering, berskuama Kering, skuama Fapat halus agak
berkilat
Batas Jelas Jelas Bisa jelas/tidak jelas
Anestesia Jelas Jelas Tidak ada sampai
tidak jelas
BTA
Lesi kulit Hampir selalu Negatif atau hanya 1+ Negatif
negatif
Tes lepromin Positif kuat (3+) Positif lemah Dapat positif lemah
atau negatif
Mid Borderline (BB)

Several “punched-
out” lesions very
characteristic of
borderline leprosy;
central areas are
anesthetic.

Lesi berbentuk seperti kue donat

http://ppid.kemsos.go.id/?news/read/Berita/237/MENGENAL%20EKS
%25%2020KUSTA
Tipe Kusta Menurut WHO
Flowchart of Diagnosis & Classification
Pengobatan Kusta
No. 162
• Pasien laki-laki usia 37 tahun mengeluh timbul bercak
kemerahan yang terasa menebal. Pasien didiagnosa
MB dan sedang pengobatan MB MDT ke 12. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan bercak kemerahan yang
terasa menebal dan nyeri pada siku kiri, demam (-).
Diagnosis pasien ini adalah
A. reaksi reversal
B. resistensi primer
C. resistensi sekunder
D. ENL
E. Reaksi kusta
Pembahasan Soal
• Pada soal didapatkan pasien sedang dalam pengobatan
MB, kemudian didapat bercak kemerahan dan nyeri,
dipikirkan suatu reaksi kusta, yaitu reaksi reversal
• Tidak dipilih jawaban ENL karena tidak terdapat nodul
• Jawaban E terlalu umum meliputi semua jenis reaksi
kusta
• Resistensi pengobatan (C dan D) dipikirkan bila tidak
ada perbaikan klinis dan masih terdapat BTA setelah
pengobatan, hal ini tidak disebutkan di soal
162. Reaksi Kusta
• Interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit
yang sebenarnya sangat kronik

• Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi terutama


gangguan fungsi sensorik (anestesi) sehingga dapat
menimbulkan kecacatan pada pasien kusta

• Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat


pengobatan, pada saat pengobatan, maupun sesudah
pengobatan  paling sering terjadi pada 6 bulan sampai
satu tahun sesudah dimulainya pengobatan.
Morbus Hansen: Reaksi Kusta

REAKSI LESI
• Pada tipe MB (BL,LL)
Eritema nodosum • Nodus eritema dan nyeri
leprosum (reaksi • Predileksi : lengan dan tungkai
kusta tipe 2) • Tidak terjadi perubahan tipe
• Hipersensitivitas tipe 3
• Pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti)
Reaksi • Terjadi perubahan tipe
reversal/borderline/ • Lesi menjadi lebih aktif/timbul lesi baru
upgrading (reaksi • Peradangan pada saraf dan kulit
kusta tipe 1) • Pada pengobatan 6 bulan pertama
• Hipersensitivitas tipe 4

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83
Faktor Pencetus Reaksi Kusta

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI


Perbedaan Reaksi Kusta 1 dan 2

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI


Reaksi Kusta: Klasifikasi (Terbaru)
ERITEMA NODOSUM LEPROSUM REAKSI REVERSAL/ REAKSI
(ENL) UPGRADING
• Respon Imun humoral • Reaksi hipersensitivitas tipe
(kompleks imun) lambat
• Tidak terjadi perubahan tipe • Reaksi borderline (dapat
• Klinis berubah tipe)
– Nodus eritema (penanda)
• Klinis
– Nyeri (predileksi lengan &
tungkai) – Sebagian/seluruh lesi yang
– Gejala konstitusi ringan sd telah ada bertambah aktif dan/
berat timbul lesi baru dalam waktu
– Dapat mengenai organ lain relatif singkat
(iridosiklitis, neuritis akut, – Dapat disertai neuritis akut
artritis, limfadenitis dll)
• Pada pengobatan 6 bulan
• Pada pengobatan tahun kedua pertama

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Reaksi Kusta: Tipe 1
(Reaksi Reversal)

• Rekasi hipersensitivitas tipe IV


(Delayed Type Hypersensitivity Reaction)

• Terutama terjadi pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL)

• Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama ataupun sedang mendapat


pengobatan

• Patofisiologi
– Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman
kusta dikulit dan syaraf  berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati
akibat pengobatan yang diberikan
Reaksi Kusta: Tipe 2

• Reaksi tipe 2 (Reaksi Eritema Nodosum Leprosum=ENL)

• Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III

• Terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL)



• Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami
episode ENL

• Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul
pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy
(MDT)

• Patofisiologi: Manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada


pembuluh darah.
Reaksi Kusta: Pengobatan
ERITEMA NODOSUM LEPROSUM REAKSI REVERSAL/ REAKSI
(ENL) UPGRADING
• Kortikosteroid • Tanpa neuritis akut
– Prednison 15-30 mg/hari – Tidak ada pengobatan selain
(dapat timbul ketergantungan)
MDT

• Klofazimin
– 200-300 mg/hari • Dengan neuritis akut
– Khasiat lebih lambat dari – Prednison 40 mg/hari  lihat
kortikosteroid skema
– Dapat melepaskan
ketergantungan steroid
– Efek samping: kulit berwarna
merah kecoklatan (reversible)

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Reaksi Reversal: Pengobatan
Minggu Pemberian Prednison Dosis Harian yang Dianjurkan
• Minggu 1-2 40 mg
• Minggu 3-4 30 mg
• Minggu 5-6 20 mg
• Minggu 7-8 15 mg
• Minggu 9-10 10 mg
• Minggu 11-12 5 mg

• Pemberian Lampren
– 300 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 200 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 100 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi
– 50 mg/hari bila pasien masih dalam pengobatan MDT, atau stop bila
penderita sudah dinyatakan RFT

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
E.N.L

Lucio’s phenomenone
Reversal reaction of leprosy
No. 163
Seorang perempuan, 42 tahun, datang ke puskesmas dengan
keluhan gatal pada bagian tungkai dan kaki belakang sejak 9 bulan.
Keluhan terutama dirasakan setelah lembur. Pasien mengaku sering
menggaruk pada daerah tersebut hingga kemerahan dan bersisik.
Lama kelamaan menjadi warna kehitaman. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan plak erimatosa dengan likenifikasi dan skuama halus
kekuningan. Tatalaksana yang tepat pada kasus diatas adalah…
A. Cetirizin salep
B. Krim betametason
C. Kotrimoxazol salep
D. Antihistamin
E. Kloramfenikol
Pembahasan Soal
• Keluhan gatal yang dipengaruhi kondisi emosi (lembur) dan
status lokalis yaitu plak likenifikasi mengarahkan diagnosis
neurodermatitis.
• Prinsip tatalaksana dengan kortikosteroid topical dan
emollient untuk memutus siklus gatal-garuk (pilihan A)
• Cetirizine dan cotrimoxazole tidak tersedia dalam bentuk
salep (A dan C) sehingga tidak dipilih
• Antibiotik bukan merupakan tatalaksana
LSK/neurodermatitis sehingga kloramfenikol tidak dipilih
• Antihistamin bila ditambahkan dalam pengobatan
bertujuan mendapatkan efek sedative, tidak dijelaskan
jenis antihistamin dalam pilihan D, karena itu tidak dipilih
163. Neurodermatitis
• Liken simpleks kronikus (LSK) atau neurodermatitis
sirkumskripta  peradangan kulit kronik yang sangat gatal
berupa penebalan kulit dan likenifikasi berbentuk sirkumkripta,
akibat garukan atau gosokan berulang
• Nama lain: Liken Vidal atau neurodermatitis sirkumskripta
• Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang
• Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit)  garukan
berulang  trauma mekanis  likenifikasi
• Predileksi utama yaitu daerah yang mudah dijangkau oleh
tangan seperti kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor,
pergelangan tangan dan area anogenital, meskipun dapat
timbul di area tubuh manapun
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
PPK PERDOSKI 2017
Gambaran klinis

Plak eritematosa, skuama, dengan likenifikasi

Tatalaksana
• Menghindari menggaruk lesi
• Antipruritus: antihistamin H1 generasi 1 efek sedatif agar mengurangi
sifat menggaruk
• Kortikosteroid potensi kuat
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
Tatalaksana
Medikamentosa
• Prinsip: memutuskan siklus gatal-garuk:
1. Topikal
• Emolien  kombinasi dengan kortikosteroid topical atau pada lesi di vulva
dapat diberikan terapi tunggal krim emolien.
• Kortikosteroid topikal: dapat diberikan kortikosteroid potensi kuat seperti
salep klobetasol propionat 0,05%, satu sampai dua kali sehari.
• Calcineurin inhibitor topikal seperti salep takrolimus 0,1%, atau krim
pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama 12 minggu.
• Preparat antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, pramoxine, dan doxepin.
2. Sistemik
• Antihistamin sedatif
• Antidepresan trisiklik
3. Tindakan
• Kortikosteroid intralesi (triamsinolon asetonid)

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI
PPK PERDOSKI 2017
No. 164
Pasien laki-laki, 30 tahun, mengeluh terasa lepuh pada
kulit bagian bahu, lengan dan punggung serta hampir
seluruh tubuh. Sebelumnya pasien meminum obat
selama 2 minggu. Terdapat riwayat batuk pilek
sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik terdapat macula
eritema dan erosi > 30% pada kulit. Kemungkinan
diagnosis tersebut adalah…
A. Steven Jonson Syndrom
B. Fixed Drug eruption
C. Nekrolisis Epidermal Toksik
D. Dermatatitis Kontak
E. Dermatitis Atopi
Pembahasan Soal
• Pada soal didapatkan keluhan lepuh pada hampir
seluruh tubuh, dengan riwayat minum obat
sebelumnya, didapatkan luas lesi >30% kulit
• Dari data tersebut dipilih diagnosis NET karena
luas lesi>30%
• Tidak dipilih SSJ karena untuk SSJ luas <10%
• Dermatitis kontak dan dermatitis atopi tidak
sesuai dengan deskripsi soal karena riwayat
minum obat
• FDE terjadi hanya pada satu bagian tubuh dan
berulang
164. Nekrolisis epidermal
• Nekrolisis epidermal mencakup Sindrom Stevens-
Johnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal Toksik (NET).
• Merupakan reaksi mukokutaneus yang mengancam
jiwa.
• Ditandai dengan nekrosis dan pelepasan epidermis
yang ekstensif.
• Kedua kondisi ini digolongkan sebagai varian
keparahan dari proses yang serupa, karena adanya
kesamaan temuan klinis dan histopatologis.
• Perbedaan terdapat pada keparahan yang
ditentukan berdasarkan luas area permukaan kulit
yang terkena
PPK Perdoski 2017
Nekrolisis epidermal
• Penyebab terpenting adalah penggunaan obat.
• Jangka waktu dari pemberian obat sampai timbul
kelainan kulit: segera, beberapa saat atau jam atau
hari atau hingga 8 minggu.
• SSJ dan NET ditandai dengan keterlibatan kulit dan
membran mukosa. Kriteria:
- SSJ (<10% luas
permukaan
tubuh),
- SSJ overlap NET
(10-30%)
- NET (>30%)

PPK Perdoski 2017


SSJ vs TEN
Clinical Features that Distinguish SJS, SJS-TEN Overlap, and TEN

Clinical entitiy SJS SJS-TEN overlap TEN


Primary lesions • Dusky red • Dusky red • Poorly
lesion lesions delineated
• Flat • Flat atypical erythematous
atypical targets plaques
targets • Epidermal
detachment
• Dusky red
lesions
• Flat atypical
targets
Distribution • Isolated • Isolated lesions • Isolated
lesions • Confluence (++) lesions (rare)
• Confluenc on face and • Confluence
e (+) on trunk (+++) on face,
face and trunk, and
trunk elsewhere
Mucosal Yes Yes Yes
involvement
Systemic Usually Always Always
symptoms
Detachment (% < 10 10-30 >30
body surface
Harr T, French LE. Toxice Epidermal Necrolysis and Steven-Johnson area)
Syndrome. Oprhanet Journal of Rare Disease. 2010.
Nekrolisis epidermal
• Kelainan kulit yaitu: eritema, vesikel, papul, erosi, eskoriasi,
krusta kehitaman, kadang purpura, dan epidermolisis.
• Tanda Nikolsky positif pada kedua tipe ini.
• Kelainan mukosa (setidaknya pada dua tempat): biasanya
dimulai dengan eritema, erosi dan nyeri pada mukosa oral,
mata dan genital.
• Kelainan mata berupa konjungtivitis kataralis, purulenta, atau
ulkus.
• Kelainan mukosa oral berupa erosi hemoragik, nyeri yang
tertutup pseudomembran putih keabuan dan krusta.
• Kelainan genital berupa erosi yang dapat menyebabkan
sinekia (perlekatan).
• Gejala ekstrakutaneus: demam, nyeri dan lemah badan,
keterlibatan organ dalam
PPK Perdoski 2017
Manifestasi Klinis

A. Early eruption. Erythematous


dusky red macules (flat atypical
target lesions) that progressively
coalesce and show epidermal
detachment.

B. Early presentation with


vesicles and blisters, note the
dusky color of blister roofs,
strongly suggesting necrosis of
the epidermis.

C. Advanced eruption. Blisters


and epidermal detachment have
led to large confluent erosions.

D. Full-blown epidermal
necrolysis characterized by large
erosive areas reminiscent of
scalding.
Medications and the Risk of Epidermal Necrolysis
High Risk Lower Risk Doubtful Risk No Evidence of Risk
• Allopurinol • Acetic acid NSAIDs • Paracetamol • Paracetamol
• Sulfamethoxazole (e.g., diclofenac) (acetaminophen) (acetaminophen)
• Sulfadiazine • Aminopenicillins • Pyrazolone • Pyrazolone
• Sulfapyridine • Cephalosporins analgesics analgesics
• Sulfadoxine • Quinolones • Corticosteroids • Corticosteroids
• Sulfasalazine • Cyclins • Other NSAIDs • Other NSAIDs
• Carbamazepine • Macrolide (except aspirin) (except aspirin)
• Lamotrigine • Sertraline • Sertralin
• Phenobarbital
• Phenytoin
• Phenylbutazone
• Nevirapine
• Oxicam NSAIDs
• Thiacetazone

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Tatalaksana
• Topikalmencegah kulit terlepas lebih banyak, infeksi mikroorganisme, dan
mempercepat reepitelialisasi:
- Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel petroleum dengan
50% cairan parafin.
• Sistemik:
- Kortikosteroid sistemik: deksametason intravena dengan dosis setara
prednisone
 1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ.
 3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET
 4-6 mg/kgBB/hari untuk NET.
- Analgesik
• Pilihan lain:
- Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan segera
setelah pasien didiagnosis NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari selama 3 hari
• Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat waktu
penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka mortalitas.
• Antibiotik sistemik sesuai indikasi
PPK Perdoski 2017
Tatalaksana
Skor SCORTEN

PPK Perdoski 2017


No. 165
Seorang laki-laki berusia 19 tahun datang dengan
keluhan bintik kemerahan pada wajah sejak 2
minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan komedo sebanyak 15 dan papul eritema
sebanyak 3. Apakah diagnosis pada kasus di atas?
A.Acne vulgaris tipe konglobata
B.Acne vulgaris tipe Komedonal derajat ringan
C. Acne vulgaris tipe Komedonal derajat sedang
D.Acne vulgaris tipe papulopustular derajat sedang
E. Acne vulgaris tipe nodul kistik derajat sedang
Pembahasan Soal
• Berdasarkan klasifikasi Lehmann, diagnosis pasien
adalah acne vulgaris derajat ringan karena didapatkan
komedo 15 dan papul eritem sebanyak 3
• Acne derajat sedang didapatkan komedo 20-100 atau
papul-pustule 15-50, atau total lesi 30-125
• Klasifikasi berdasarkan erupsi yang dominan
(komedonal, papulopustul, nodular), biasa digunakan
untuk membantu menentukan terapi
• Acne konglobata bila sudah terdapat nodus, sinus,
scarring pada kulit
• Karena pada soal erupsi yang dominan adalah
komedo, maka dipilih jawaban B
165. Akne Vulgaris
Definisi Manifestasi klinis
•Peradangan kronik folikel Predileksi
pilosebasea.
• Muka, bahu, dada atas,
Lesi Akne Vulgaris dapat berupa punggung atas
• Comedo :
closed (‘whiteheads’) Erupsi kulit polimorfik
open (‘blackheads’). • Tak beradang : komedo putih,
• Papules komedo hitam, papul
• Pustules
• Beradang : pustul, nodus, kista
• Nodules
beradang
• Cysts
• Scars

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Faktor Predisposisi

Weller C, Hunter H, Mann M. Clinical Dermatology.5th edition. New York : Willey : 2015
Patogenesis

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Manifestasi Klinis

Acne Vulgaris derajat ringan Acne Vulgaris derajat sedang Acne Vulgaris derajat berat
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Klasifikasi Lehman (2002)
Klasifikasi Lehmann (2002) Ringan Sedang Berat

Comedo < 20 20-100 > 100

or or or

Papul/pustul
< 15 15-50 > 50

or
or or

Nodul/kista >5

or
or or

Total < 30 30-125 > 125

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015
Klasifikasi
Global
Alliance to
Improve
Outcome in
Acne

• Klasifikasi ini
bertujuan untuk
menentukan
terapi yang paling
efektif untuk
setiap derajat
acne

Practical management of acne forclinicians: An international consensusfrom the Global Alliance to ImproveOutcomes in Acne.
https://www.jaad.org/article/S0190-9622(17)32603-8/pdf
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat ringan
• Hanya obat topikal tanpa obat oral.
– Lini 1: asam retinoat 0,01-0,1% atau benzoil peroksida atau kombinasi.
• Ibu hamil atau menyusui: benzoil peroksida
– Lini 2: asam azelaik 20%
– Lini 3: asam retinoat + benzoil peroksida atau asam retinoat + antibiotik topikal
• Evaluasi: setiap 6-8 minggu

Derajat sedang
• Obat topikal dan oral.
– Lini 1:
 Topikal: asam retinoat + benzoil peroksida atau bila perlu antibiotik.
 Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
 Oral: doksisiklin 50-100 mg
 Ibu hamil atau menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari
– Lini 2/3:
 Topikal: asam azelaik, asam salisilat (AS) atau kortikosteroid intralesi (KIL), dapson gel
 Oral: antibiotik lainnya
 Ibu hamil/menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari
• Evaluasi setiap 6-8 minggu
• Tambah kombinasi oral kontrasepsi atau spironolakton (untuk perempuan) atau oral
isotretinoin
Tatalaksana (PERDOSKI 2017)
Derajat berat
• Lini 1:
Topikal: antibiotik7,28 (A,1). Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida11
Oral : azitromisin pulse dose (hari pertama 500 mg dilanjutkan hari ke 2-4 250 mg
Ibu hamil: eritromisin 500-1000 mg/hari
• Lini 2:
 Topikal: asam azelaik, asam salisilat, kortikosteroid intralesi
 Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida
 Wanita: anti androgen
 Laki-laki: isotretinoin oral (Isotret O) 0,5-1 mg/kgBB/hari
 Ibu hamil: eritromisin 500-1000 mg/hari
• Lini 3:
 Topikal: asam azelaik7,12,13 (A,1), asam salisilat, kortikosteroid intralesi.
 Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.
 Wanita: isotretinoin oral
 Ibu hamil/menyusui: eritromisin 500-1000 mg/hari
 Pemberian asam azelaik dan Isotretinoin oral harus mengikuti standar operasional
prosedur (SOP) masing-masing
No. 166
Seorang perempuan usia 41 tahun datang dengan
keluhan kepala yang semakin botak sejak 7 bulan. tidak
disertai gatal maupun kemerahan. keluarga tidak ada
yang mengeluh keluhan serupa. dari pemeriksaan
didapatkan botak diameter 3 cm dengan tepi
excalamation mark hair. Tatalaksana pada pasien ini
adalah…
A. Ketokonazol shampoo
B. Trisiklik antidepresant
C. Finasteride oral
D. Zinc piritione 1% shampoo
E. Triamcinolone acetonid intralesi
Pembahasan Soal
• Pada soal didapatkan tanda khas alopecia
areata yaitu exclamation mark hair, terapi
pilihan adalah triamcinolone intralesi (E)
• Ketokonazol adalah obat untuk tinea kapitis
• Antidepresant digunakan untuk trikotilomania
• Finasteride dan Zinc piritone dipakai untuk
pengobatan alopecia androgenik, tidak cocok
dengan pola kebotakan pada pasien
166. Alopesia Areata
• Adalah kebotakan tanpa tanda skar
berbentuk bulat-oval, diskret atau konfluens.
Hair pull test (+)
• Sering pada anak-anak dan dewasa muda
• 20-40% orang dengan alopesia areata
memiliki riwayat keluarga dengan alopesia
areata
• Dikaitkan dengan penyakit autoimun,
seperti vitiligo, diabetes, penyakit tiroid,
RA, lupus eritematosa.
• Tatalaksana:
• Induksi pertumbuhan rambut
• Hair loss <50%: steroid intralesi (1st line
tx)
• Hair loss >50%: imunoterapi topikal
(dyphenyl-cycloprophenone atau
squaric acid)
Tipe Alopecia
• Alopesia areata
- Kebotakan berbentuk bulat atau lonjong
Seperti tanda seru
- Pada tepi daerah yang botak ada rambut yang
putus
- Jika rambut dicabut tampak bulbus atrofi
- Adanya exclamation mark: batang rambut yang
semakin ke pangkal semakin halus
- Rambut tampak normal namun mudah dicabut
Causes exclamation
mark appearance

N Engl J Med 2012;366:1515-25.


How to Do Hair Pull Test
• 20-60 hairs are grasped between
thumb and index finger and
middle finger from the base of the
hairs near the scalp and firmly
(not forcefully) pulled away from
the scalp. Patient must not
shampoo for at least 24 hours
prior to the test
– Positive result>10% of hairs
pulled away implies active shedding
– Negative result less than 10% of
hairs pulled away
Alopesia Areata: Tatalaksana
No. 167
Bayi usia 2 bulan dibawa ibunya ke puskesmas dengan
keluhan timbul bintik-bintik putih di leher kanan yang
biasanya meluas pada cuaca panas sejak 5 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan vesikel kecil multipel
berukuran 1-2 mm pada leher dan wajah. Anak tampak
aktif bergerak. Terapi yang diberikan pada pasien adalah…
A. Bedak salisilat 2%
B. Bedak salisilat 5%
C. Kortikosteroid topikal
D. Kortikosteroid sistemik
E. Resorsin
Pembahasan Soal
• Keluhan muncul bintik-bintik putih terutama
saat berkeringat mengarahkan diagnosis
miliaria
• Terapi miliaria adalah dengan bedak salicylate
2% (A), konsentrasi 5%(B) tidak tepat
• Kortikosteroid tidak diperlukan pada
pengobatan miliaria
• Resorsin dipakai pada pengobatan acne
167. Miliaria
• Penyumbatan pada kelenjar keringat akibat peningkatan kelembaban
dan panas serta oklusi kulit
MILIARIA PATOFISIOLOGI KLINIS
Miliaria • penyumbatan terjadi di stratum korneum (superfisial)
kristalina • Neonatus < 2 minggu atau dewasa dengan demam
Miliaria • penyumbatan di epidermis  papul eritematosa yang
rubra gatal
• Bila papul menjadi pustul  miliaria pustulosa
• Neonatus usia 1-3 minggu dan dewasa di lingkungan
lembab

Miliaria • Obstruksi duktus terjadi di dermal-epidermal junction 


profunda papul sewarna kulit
• Dewasa di iklim tropis atau terkena miliaria rubra berulang

Miliaria • Terjadi infeksi sekunder sehingga muncul pustul


pustulosa
http://emedicine.medscape.com/article/1070840-treatment

Miliaria: Terapi
• Prinsip utama terapi: menjaga kelembapan tubuh, segera
mengganti baju jika berkeringat
• Terapi
– Topikal: Bedak salisil 2%, kalamin, asam boraks, mentol, mandi
dengan sabun, steroid topikal, antibiotik topikal, lanolin
anhidrosa (miliaria profunda)
• Pencegahan
– Kontrol kelembaban dan panas, menggunakan pakaian yang
menyerap keringat, batasi aktivitas, gunakan air conditioning
Jenis Terapi
Miliaria kristalina Tidak perlu terapi karena self limited
Miliaria rubra Losio Faberi
Miliaria profunda Lanolin
Losio Calamine
Miliaria pustulosa Clorhexidine topical
Macam Pengobatan Topikal
Untuk Berbagai Penyakit Kulit
Bahan aktif yang sering dipakai pada • Bedak Salicyl (Salicyl Talk)
pengobatan topikal berbagai – Komposisi:
penyakit kulit: • Asam Salisilat 2 %
• Talk 98%
• Asam salisilat
• Losio Faberi:
– 0,1% antiseptik – Komposisi:
– 1-2% keratoplastik • Acid.Salicylic 1%
• Talc.venet 10%
– 3-20% keratolitik • Oxyd.zinc 10 %
– 40% utk kelainan yang dalam • Amyl.oryzae 10 %
(veruka plantaris, kalus) • Spiritus ad. 200 cc

• Resorsinol • CALAMIN LOTIO


– KomposisiTiap 100 ml mengandung
– 2-3% antibakterial, • Calaminum 8g
antimikotik, keratolitik, • Zinc Oxydum 8g
antiseboroik • Glycerolum 2 ml
• Bentolum magma 25 ml
• Calcii Hydroxydi Solutio ad 100 ml
No. 168
Seorang pasien perempuan, 32 tahun, datang dengan keluhan gatal
di lengan bawah sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan diawali dengan
bentol-bentol pada kedua lengan bawah sejak 1 minggu setelah
menggunakan lotion, lalu menggunakan minyak tawon. Setelahnya,
kulit menjadi kering dan mengelupas. Riwayat atopic dan alergi
disangkal. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 2 tahun yang
lalu. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan luka dengan tepi
tidak aktif, hiperpigmentasi, terdapat skuama dan xerosis at regio
ekstermitas dextra et sinistra. Apakah pemeriksaan penunjang yang
tepat?
A. Patch test
B. Skin Prick test
C. Genitol
D. Biopsi kulit
E. Pemeriksaan KOH 10%
Pembahasan Soal
• Pada soal didapatkan pasien mengalami
keluhan setelah menggunakan lotion,
dipikirkan dermatitis kontak alergi, sehingga
pemeriksaan yang dipilih adalah patch test
• Prick test diperlukan pada dermatitis atopik
• Genitol tidak dikenal dalam uji diagnosis
kelainan kulit
• Biopsi kulit pilihan pada keganasan
• KOH 10% diperlukan bila curiga infeksi jamur
168. DKI vs DKA: Perbedaan

• Terapi Terapi
– Topikal • Sistemik: Kortikosteroid
• Prednison 5-10 mg/ dosis,
• Akut & eksudatif: kompres
NaCl 0.9% 2-3x/hari
• Deksametason 0.5-1 mg, 2-
• Kronik & kering: krim
hidrokortison 3x/hari
DKI vs DKA: Patch Test

• Untuk metode diagnostik delayed contact


hypersensitivity  DKA
• DKI: diagnosis berdasarkan klinis saja dan dengan
menyingkirkan DKA (hasil Patch Test negatif)
• Patch test:
– Antigen dibiarkan menempel selama 48 jam
– Pembacaan dilakukan 2 kali: pertama dilakukan 15-30
menit setelah dilepas; kedua dilakukan 72-96 jam setelah
dilepas
– Bila reaksi bertambah (crescendo) di antara kedua
pembacaan, cenderung ke respons alergi. Disesuaikan juga
dengan keadaan klinis.
No. 169
Perempuan, 30 tahun, belum menikah datang dengan
keluhan benjolan pada ketiak kanan. Benjolan dirasakan
nyeri hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan ada
beberapa dan jika diraba terasa nyeri. Lesi berbentuk
eritema multiple nodul dengan sinus dan pus pada axilla
kanan. Diagnosisnya adalah...
A. Erisipelas
B. Hidradenitis supuratif
C. Ektima
D. Selulitis
E. Sifilis
Pembahasan Soal
• Dari keluhan dan predileksi dipikirkan
hidradenitis supuratif, diperkuat dengan
pemeriksaan klinis didapat nodul, sinus, dan pus
• Erisipelas dan selulitis umumnya terdapat pada
ekstremitas dengan lesi berupa macula
eritematosa yang tepinya meninggi dan terdapat
pembesaran kelenjar getah bening, bila sudah
terjadi selulitis batas menjadi tidak tegas
• Sifilis primer terjadi ulkus pada genitalia
169. Hidradenitis suppurativa
• Infeksi kelenjar apokrin Tatalaksana
• Etiologi : Staphylococcus aureus • Avoidance of moisture
• Didahului oleh trauma, ex: keringat
• Antiseptic soaps
berlebih, pemakaian deodorant, dll
• Gejala konstitusi : demam, malaise • Topical clindamycin 1%
• Ruam berupa nodus dan tanda • Oral clindamycin(300 mg bid)
inflamasi (+) lalu melunak menjadi +rifampicin (600 mg once a day
abses, pecah membentuk fistel dan or 300 bid) commonly used
sinus yang multiple combination and under
• Lokasi: ketiak, perineum investigation
• Lab: leukositosis • Other drugs under investigation:
– Dapsone
– Isotretinoin
– TNF-∝ inhibitors
– Finasteride
– infliximab

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62
No. 170
An. Lili, 5 tahun, diantar ibunya dengan keluhan luka di kaki
yang tidak kunjung sembuh. Awalnya luka kecil, yang
kemudian berubah menjadi bintil yang membesar dan pecah.
Lili dan ibunya tinggal di lingkungan yang kumuh. Pada PF,
didapatkan BB 12 kg, dan status lokalis tampak ulkus soliter
tampak dasar kotor, dan sekret produktif. Diagnosis pasien ini
adalah…
A. Ulkus Tropikum
B. Ulkus varikosum
C. Ektima
D. Ulkus arteriosum
E. TB Kutis
Pembahasan Soal
• Ulkus pada ekstremitas dengan riwayat hygiene
buruk, gizi buruk dan pada pemeriksaan fisik
didapatkan ulkus kotor mengarahkan diagnosis
ulkus tropikum
• Ulkus varicosum predileksi pada medial cruris dan
pada gangguan aliran balik vena
• Ektima kelainan berupa krusta tebal
• Ulkus arteriosum pada gangguan aliran arteri
• Tb kutis ada berbagai bentuk, yang berupa ulkus
adalah scrofuloderma, namun predileksinya
diatas kelenjar getah bening
170. Ulkus Tropikum/
Tropical Phagedenic Ulcer
• Predileksi terutama di tungkai bawah
• Ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, lebih sering ditemukan pada anak-anak
kurang gizi di daerah tropik
• Etiologi
– Trauma, higiene dan gizi, serta infeksi oleh kuman Bacillus fusiformis yang biasanya bersama-sama dengan
Borrelia vincentii
• Efloresensi:
– Ulkus soliter, numular, kadang disertai lesi satelit akibat autoinokulasi, nyeri, tanpa gejala konstitusi
– Pinggir ulkus meninggi, dinding menggaung, dasar kotor, cekung berbenjol-benjol, tepi teratur, sekret produktif
(kuning coklta kehijauan), berbau
• Klinis
– Dimulai dengan luka kecil  papula  meluas menjadi vesikel  pecah  ulkus kecil  terinfeksi kuman 
meluas ke samping dan dalam
• Tatalaksana
– Perbaikan gizi dan higiene
– Pengobatan Topikal: kompres dengan larutan antiseptik ringan seperti KMnO4 (kalium permanganas) 1:5.000/
solusio asam salisilat 1:1000 (0,1%); dilanjutkan dengan pemberian salep salisilat 2% (untuk membantu
keratoplasti)
– Pengobatan sistemik:
• Penisilin 600.000-1,2 juta IU/hari, IM selama 7-10 hari
• Tetrasiklin 3 x 500 mg/hari, PO, selama 7 hari
OPTIMA MEDAN
OPTIMA MEDAN
No. 171
Laki-laki, 35 tahun, datang ke IGD dengan keluhan demam
sejak 4 hari yang lalu. Demam disertai mual, muntah,
penurunan nafsu makan, nyeri kepala dan nyeri sendi. Riwayat
pergi ke hutan lindung 3 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan konjungtiva anemis dan hepatosplenomegali.
Pada hapusan darah didapatkan gambaran darah sel-sel besar.
Diagnosis yang tepat adalah…
A. Malaria
B. Demam dengue
C. Demam typhoid
D. Leptospirosis
E. Chikungunya
Pembahasan Soal
• Keluhan demam dengan riwayat pergi ke
hutan, didapatkan hepatosplenomegaly dan
anemia, pada pemeriksaan apus darah tepi
didapatkan sel darah besar-besar,
menunjukkan diagnosis malaria
• Demam dengue, typhoid, leptospirosis dan
chikungunya tidak menunjukkan perubahan
sel darah
171. Malaria
No. 172
Seorang perempuan, 25 tahun, datang dengan keluhan
bengkak pada tungkai kanan sejak 4 bulan yang lalu. Bengkak
semakin membesar. Dari anamnesis tetangga sekitar rumah
ada yang mengalami keluhan serupa. PF pada ekstremitas
inferior dekstra didapatkan adanya limfadenopati inguinalis
dan non pitting edema disertai penebalan kulit. Pada hitung
jenis leukosit didapatkan eosinofilia. Apakah terapi yang tepat
pada pasien ?
A. Monoetilkarbamazepin 6mg/kgbb/hari selama 6 hari
B. Monoetil karbamazepin 6mg/kgbb/hari selama 12 hari
C. Dietilkarbamazepin 6mg/kgbb/hari selama 6 hari
D. Dietilkarbamazepin 6mg/kgbb/hari selama 12 hari
E. Ivermektin 6mg/kgbb/hari selama 6 hari
Pembahasan Soal
• Riwayat pembesaran pada tungkai dan ada
tetangga yang punya keluhan serupa,
pemeriksaan fisik didapat limfadenopati dan
non pitting edema mengarahkan diagnosis
pada limfedema akibat filariasis
• Pengobatan dengan DEC, yang sesuai
dosisnya adalah pilihan (D)
172. Filariasis
• Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3 berdasarkan
habitat cacing dewasa di hospes:
– Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca
– Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori
– Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi

• Fase gejala filariasis limfatik:


– Mikrofilaremia asimtomatik
– Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis retrograde,
demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi, anoreksia, malaise,
sesak)
– Limfedema ireversibel kronik

• Grading limfedema (WHO, 1992):


– Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation
– Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation
– Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes

Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview


WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.
Distribusi Cacing Filaria Limfatik di Indonesia

Subdit Fiariasis dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
• Panjang: lebar kepala
sama
WUCHERERIA
• Inti teratur
BANCROFTII
• Tidak terdapat inti di
ekor

• Perbandingan
BRUGIA panjang:lebar kepala
M A L AY I 2:1
• Inti tidak teratur
• Inti di ekor 2-5 buah

• Perbandingan
panjang:lebar kepala
BRUGIA
3:1
TIMORI
• Inti tidak teratur
• Inti di ekor 5-8 buah
Filaria Limfatik (B. Malayi)
Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi
• Pemeriksaan penunjang:
– Deteksi mikrofilaria di darah
– Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
– Antibodi filaria, eosinofilia
– Biopsi KGB
• Pengobatan:
– Tirah baring, elevasi tungkai, kompres
– Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
– DEC: 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari (DOC)
– Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria: 150 ug/kgBB SD/6 bln, atau /tahun bila dikombinasi
dengan DEC SD
– Suportif
– Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
– Diet rendah lemak dalam kasus kiluria
• Pengobatan massal :
- Di Indonesia: DEC (6 mg/kgBB) + Albendazole 400 mg  1x/tahun selama min. 5 tahun
berturut-turut
- Albendazole bertujuan untuk meningkatkan efek dari DEC
- Dipersiapkan juga obat-obatan untuk efek samping seperti parasetamol, antasida, CTM,
atau kortikosteroid
Parasitologi Kedokteran, FKUI
Pedoman tatalaksana filaria kemenkes
Stadium limfedema
Tatalaksana limfedema
No. 173
• Laki-laki, 54 tahun, datang dengan keluhan BAB berair
sejak 5 hari yang lalu. Awalnya BAB berair lalu
menjadi keras dan menetap berair. BAB berisi
makanan yang belum dicerna. Warna BAB kuning
kehijauan. Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan
telur berbentuk lonjong dengan operculum. Penyebab
keadaan pasien adalah…
A. Ascaris lumbricoides
B. Fascilopsis buski
C. Blastocystis hominis
D. Tricuris trichura
E. Gardeni malia
Pembahasan Soal
• Pada soal didapatkan keluhan BAB disertai
ditmukan telur pada feses, mengarhkan pada
infestasi parasite
• Ciri-ciri telur yang mempunyai operculum khas
untuk fasciolopsis buski
• Ascaris mempunyai bentuk telur bulat
• Blastocystis mempunyai kista, bukan telur
• Trichuris telur berbentuk tempayan
• Gardeni malia bukan nama parasit
173. Fasciolopsis Buski
(Intestinal Fluke)
• Also called asia giant intestinal • Symptoms
fluke – Many people do not have
• Prevalent in southeast asia symptoms
and lives in humans and pigs’ – Symptoms are due to
inflammation, ulceration, and
intestines microabscesses
• Related to growing water – abdominal pain and diarrhea
plants and feeding pigs on can occur 1 or 2 months after
water plants infection.
• Treatment: – heavy infections:
• intestinal obstruction,
– Praziquantel as a single dose 25
mg/kg (10-20 mg/kg may be • abdominal pain,
sufficient) • nausea, vomiting,
• Fever
– Albendazole (400 mg orally on • Allergic reactions and swelling of
empty stomach twice daily for the face and legs can also occur -
three days) may also be used - and anemia may be present

https://www.uptodate.com/contents/intestinal-
https://emedicine.medscape.com/article/219662-treatment flukes?source=search_result&search=fasciolopsis%20buski&selecte
dTitle=1~5#H3
https://www.cdc.gov/parasites/
fasciolopsis/biology.html

Life Cycle

1. Site of inhabitation: small intestine 4. Medium of water plants: chestnut, water


2. Infective stage: metacercaria bamboo and caltrop
5. Intermediate hosts: Planorbis snail
3. Infective mode: eating raw water 6. Reservoir host: pig
plants with metacercariae 7. Life span: 1-4 years
• Egg is oval in shape,
slight yellow in color,
130-140×80-85µ(the
largest helminth egg)
• Thinner shell with an
operculum encloses an
ovum and 20-40 yolk
cells
• Endemic at:
• Southeast asia
• China
• India
• Korea

https://emedicine.medscape.com/article/219662-treatment
Nama cacing Gejala Klinis Morfologi Bentuk

Fasciola Gangguan GIT • Cacing pipih spt daun


hepatika mual, muntah, nyeri • Cacing dewasa memiliki
abdomen, demam batil isap kepala dan
Peradangan, perut
penebalan,sumbatan • Telursulit dibedakan
sal.empedusiroris dengan F.buski, sdkt
periporta melebar pada
abopercular
• Telur dikeluarkan belum
matang, matang dalam
air berisi mirasidium
Fasciolopsis Sebagian besar • Cacing dewasa memiliki
buski asimptomatik. batil isap kepala dan
Nyeri perut perut
(epigastrium),diare kronik • Telurelips,dinding
diselingi konstipasi,tinja transparan,operkulum
berisi makanan yang tidak kecil nyaris tidak
tercerna,anemia akibat terlihat,imatur(tidak
perdarahan ada embrio)
ulkus/abses,reaksi alergi
thdp komponen
cacing,obstruksi usus
No. 174
Seorang ibu, 25 tahun, datang dengan keluhan gatal pada sela
jari dan pergelangan sejak 1 bulan. Keluhan makin lama makin
parah dan semakin memberat 1 minggu terakhir. Gatal
umumnya muncul pada malam hari. Dari hasil pemeriksaan
langsung didapat:
Apabila saat ini ibu tersebut sedang hamil, apa terapi yang
diberikan pada pasien ini?
A. Sulfur precipitatum
B. Gameksan
C. Permetrin 1%
D. Permetrin 5%
E. Malation 5%
Pembahasan Soal
• Keluhan gatal pada pergelangan terutama malam
hari, sediaan langsung terdapat tungau sarcoptes
scabiei, diagnosis scabies. Hal khusus pada soal
ini adalah kehamilan.
• Permethrin 5%, aman untuk kehamilan
• Efektivitas permethrin 5% lebih baik sehingga
dipilih (D)
• Permethrin 1% dipakai untuk pediculosis kapitis
• malation digunakan sebagai second line dengan
konsentrasi 0,5%
174. Skabies
• Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.
hominis
• Termasuk dalam infeksi menular seksual
• Transmisi: langsung (skin to skin) dan tidak langsung
• Diagnosis perkiraan (presumtif)1-3 apabila ditemukan trias:
 Lesi kulit pada daerah predileksi.
• Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis lurus atau berkelok, warna putih atau
abu-abu dengan ujung papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi sekunder timbul pustul
atau nodul.
• Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu: sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak, areola mamae, umbilikus,
bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat mengenai wajah,
skalp, telapak tangan dan telapak kaki.
 Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal).
 Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/kontak.
• Diagnosis pasti apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya
melalui pemeriksaan penunjang (mikroskopis).
• Terdapat 2 tipe, yaitu Classic Scabies dan Crusted (Norwegian) Scabies

PERDOSKI 2017
0.5%

5%

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5122270/
No. 175
Pasien datang dengan keluhan buang air besar berlendir dan berdarah.
Keluhan dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Selain itu pasien juga
mengeluhkan perutnya terasa mulas. Setelah dilakukan pemeriksaan
feses, didapatkan gambaran kista yang besamya 10 -20 mikron,
berbentuk bulat lonjong, mempunyai dinding kista dan ada inti
sebuah. Selain itu didapatkan endoplasma yang mengandung banyak
vakuola yang banyak mengandung eritrosit. Apakah parasite penyebab
keluhan pasien?
A. Entamoeba histolyta
B. Shigella sp
C. Entamoeba coli
D. Balantidium coli
E. Ascaris lumbricoides
Pembahasan Soal
• Pada soal didapatkan keluhan disentri dan
didapatkan kista serta endoplasma yang terdapat
eritrosit di dalamnya
• Parasit yang sesuai adalah E. hystolytica
• Shigella adalah bakteri yang tidak memiliki
bentuk kista
• Entamoeba coli tidak mencerna jaringan tubuh
sehingga tidak memiliki eritrosit dalam vakuol
• Balantidium coli khas memiliki dua inti makro dan
mikro
175. Amoebiasis: Diagnosis
• Laboratorium
– Leukositosis tanpa eosinofilia (80%)
– Peningkatan alkaline phosphatase (80%)
– Peningkatan kadar transaminase dan bilirubin
– Penurunan albumin dan anemia

• Mikroskopik  terlampir

• Feses: adanya bentuk tropozoit dan kista (lihat slide selanjutnya)

• Pewarnaan Lugol pada jaringan terinfeksi

• USG
– Abses hati amoeba: lesi bulat hipoekoik homogen soliter di aspek
posterior lobus kanan hati (70-80%)

http://emedicine.medscape.com/article/212029-workup#c7
Morfologi Entamoeba histolytica memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya
memiliki ciri-ciri morfologi :
– Ukuran 10 – 60 μm
– Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan penanda
penting untuk diagnosisnya
– Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang
terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti
– Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut
pseudopodia.
Amoebiasis: Stadium Trofozoit

Sel darah
merah
Amoebiasis: Stadium Kista

Uninucleated cyst Binucleated cyst

Quadrinucleated cyst
Amoebiasis vs Infeksi Pencernaan Lain
P E N YA K I T ETIOLOGI GEJALA KLINIS T E L U R / K I S TA
Psedoupodium
Entamoeba
AMOEBIASIS Diare berdarah, nyeri perut, tenesmus dengan sel darah
histolytica
didalamnya
Anemia (hidup di sekum- colon Tempayan dengan
Tricuris
TRICURIASIS asendens) gejala diare-disentri atau penonjolan pada
trichuria
tanpa gejala kedua kutubnya
Berdinding tebal,
Balantidium
BALANTIDIASIS Sindroma disentri bervakuola,
coli
makronukleus
Telur dibungkus
T. Solium/ T. Nyeri ulu hati, mual, muntah,
TAENIASIS embriofor yang
Saginata mencret, obstipasi dan pusing
bergaris radial

Aktif: berflagel, In
Giardia aktif: oval, dinding
GIARDIASIS Diarrhea, Malodorous, greasy stools
intestinalis tipis dan kuat, berinti
2-4
No. 176
Ibu, 50 tahun, datang ke dokter umum dengan keluhan
nyeri dada sekitar bahu kanan sampai ke belakang,
terdapat bintil-bintil. Sebelumnya demam, penurunan
nafsu makan. Pemeriksaan dokter ditemukan vesikel di
thoraks dextra ke posterior. Diobati dengan obat herbal
namun tidak membaik. Diagnosis pasien tersebut
adalah…
A. DKI
B. DKA
C. Herpes simplex
D. Herpes zoster
E. Erisipelas
Pembahasan Soal
• Keluhan nyeri dada sekitar bahu kanan dengan
efloresensi bintil2 sesuai dermatom, sehingga
mengarahkan diagnosis herpes zoster
• Tidak ada riwayat kontak dengan bahan iritan
maupun benda yang baru, sehingga tidak
dipikirkan DKI atau DKA
• Herpes simplex predileksi sekitar wajah (HSV1`)
dan genital (HSV2)
• Erisipelas predileksi di ekstremitas, dan tidak
berupa vesikel
176. Herpes zoster
Herpes Zoster Lesi Kulit pada Herpes Zoster
• Penemuan utama dari PF: kemerahan
yang terdistribusi unilateral sesuai
dermatom
• Rash dapat berupa eritematosa,
makulopapular, vesikular, pustular,
atau krusta tergantung tahapan
penyakit
• Terapi nyeri: Gabapentine oral/NSAID
topikal/Lidocaine topikal
• Anti-Viral (diberikan < 72 jam setelah
onset, atau pada
manula/imunokompromais)
– Acyclovir (5x800mg selama 7-10 hari)
– Valacyclovir 3x1 g/hari selama 5-10 hari
– Famcyclovir 3x500 mg/hari selama 7 hari
• Komplikasi
– Neuralgia pasca herpes, herpes zoster
oftalmika, sindrom Ramsay-Hunt Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
http://www.merckmanuals.com/professional/infectious-diseases/herpesviruses/herpes-zoster
Herpes zoster
• Gejala
– Gejala prodromal sistemik (demam, pusing,
malaise) & lokal (mialgia, gatal, pegal)
– Timbul eritema yang kemudian menjadi vesikel
berkelompok dengan dasar eritematosa & edema
 pustul & krusta
– Pembesaran KGB regional
– Herpes zoter oftalmikus: infeksi n. V-1
– Sindrom Ramsay-Hunt: gangguan n. fasialis &
otikus

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Herpes zoster
• Gejala
– Gejala prodromal sistemik (demam, pusing,
malaise) & lokal (mialgia, gatal, pegal)
– Timbul eritema yang kemudian menjadi vesikel
berkelompok dengan dasar eritematosa & edema
 pustul & krusta
– Pembesaran KGB regional
– Herpes zoter oftalmikus: infeksi n. V-1
– Sindrom Ramsay-Hunt: gangguan n. fasialis &
otikus

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
177.
• Seorang perempuan berusia 12 tahun datang ke
puskesmas dengan keluhan ibu jari kirinya terasa nyeri
yang dirasakan sudah 3 hari ini. Sebelumnya pasien
menarik kulit kuku pada jari yang sakit tersebut.
Pemeriksaan fisik didapatkan ibu jari eritema, edema,
dan bagian bawah kuku terlihat kekuningan.
Pemeriksaan KOH (-) . Apa diagnosisnya?
A. Tinea unguium
B. Pionikia
C. Abses
D. Tinea pedis
E. Candidiasis
Pionikia
• Pada soal dijelaskan bahwa terdapat tanda-
tanda infeksi pada kuku pasien
• Namun pemeriksaan KOH yang spesifik untuk
jamur negatif.
• Dengan demikian dipilih pionikia.
• Pada soal tidak disebutkan kumpulan nanah,
jika terdapat nanah pasien dapat didiagnosis
sebagai abses
https://www.slideshare.net/DonnaPotter/pioderma-non-kokus
No. 178
Seorang anak umur 8 tahun datang dengan keluhan
kemerahan pada punggung dan perut yang dialami sejak 1
bulan yang lalu. Dokter ingin melakukan diaskopi. Bagaimana
cara melakukannya?
A. Menekan dengan benda transpran pada lesi kemerahan
B. Menggores dengan benda transpran pada lesi kemerahan
C. Mengerok dengan benda transpran pada lesi kemerahan
D.Mencungkil dengan benda transpran pada lesi kemerahan
E. Menggeser dengan benda transpran pada lesi kemerahan
Pembahasan Soal
• Pemeriksaan diaskopi dengan menekan benda
transparan pada lesi kemerahan (A)
178. Diaskopi
• Diaskopi dilakukan dengan menekan objek
datar, keras dan transparan (seperti dua slide
mikroskop) pada permukaan kulit
• Dilakukan untuk membedakan apakah lesi
disebabkan kelainan vaskular (inflamasi-
vasodilatasi, kongenital) atau non vaskular
(nevus) dan lesi hemorhagik (peteki-purpura)
• Lesi hemorhagik dan lesi non vaskular tidak
berubah warna saat ditekan
No. 179
Seorang pasien datang dengan keluhan adanya koreng di
lipat paha. Koreng awalnya berupa benjolan yang lama-
lama melunak dan pecah menjadi koreng. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan papul dan ulkus di
sepanjang lipatan paha. Tidak didapatkan adanya nyeri.
Ulkus memiliki tepi yang menggaung dengan dasar
mukopurulen. Diagnosis pasien tersebut adalah…
A. Tuberkulosis kutis
B. Scrofuloderma
C. Eritema induratum
D. Eritema nodusum
E. Subcutaneus Lupus Erythematosus
Pembahasan Soal
• Keluhan awal berupa benjolan di lipat paha yang
mnelunak kemudian pecah, sesuai dengan
pathogenesis scrofuloderma yaitu infeksi tuberculosis
pada kelenjar getah bening ynag kemudian menjalar ke
kulit, didukung oleh penampakan lesi berupa ulkus
menggaung, purulen dan tidak nyeri
• Tuberkulosis kutis tidak dipilih karena mencakup
manifestasi selain scrofuloderma, misalnya TB chancre
dan eritema induratum
• subcutaneous lupus erythematosus bukan terminologi
yang tepat (seharusnya subacute cutaneous lupus)
179. Tuberkulosis kutis
• Penyebaran infeksi tuberkulosis ke kulit
• Etiologi utama Mycobacterium tuberculosis (91,5%)
• TB kutis diklasifikasikan berdasarkan 2 kriteria:
- Rute infeksi: eksogen, endogen, limfogen, dan heamtogen
- Banyaknya BTA: multibasiler dan pausibasiler

Sumber: Andriani PI. Pendekatan klinis infeksi tuberculosis pada kulit. CDK, 2014; 41(8): 584-8
Skrofuloderma
• Penjalaran perkontinuitatum dari organ dibawah kulit yang diserang
penyakit TB (KGB, sendi, tulang)
• Lokasi
– Leher: dari tonsil atau paru
– Ketiak: dari apeks pleura
– Lipat paha: dari ekstrimitas bawa  KGB inguinal lateral
• Perjalanan Penyakit
– Awal: Limfadenitis TB (KGB membesar tanpa tanda radang akut)
– Periadenitis: Perlekatan kelenjar dengan jaringan sekitar
– Perlunakan tidak serentak  cold abses  pecah
– Fistel  memanjang, tidak teartur, sekitarnya livide, menggaung tertutup pus
seropurulen  sikatrik  skin bridge
• Diagnosis Banding
– Limfosarkoma, limfoma malignum, hidradenitis supurativa, LGV
Periadenitis
Limfadenitis TB

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Cold Abses
Fistel Sikatrik → skin bridge

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Skrofuloderma
Histopatologi
Skrofuloderma
Perjalanan Penyakit
Jenis TB kutis Gambaran Klinis

TB inokulasi - Terjadi pada orang yang belum pernah terinfeksi TB


primer sebelumnya
(Tuberculous - Predileksi: wajah, tangan, dan kaki
chancre) - Lesi: papul/nodul2-3 minggu: ulkus keras, dangkal, tidak
nyeri
- Limfadenopati tidak nyerikompleks primer/Gohn
Skrofuloderma - Infeksi pada struktur di bawah kulit, terutama kelenjar limfe
superfisial
- Berawal dari limfadenitis TB
multipelberkonfluensiperlunakan (cold
abcess)pecahterbentuk fistelulkus memanjang dan
tidak teratur, sekitarnya berwarna kebiruan (livid), dinding
bergaung, dasar jaringan granulasi tertutup pus seropurulen

Tuberkulosis - Predileksi: orifisium


orifisialis - Ulkus di mulut, bibir, dan sekitarnya karena kontak langsung
dengan sputum (anus kontak dengan feses, OUE kontak
dengan urin)
- Tersering pada pasien imunodefisiensi
- Lesi: nyeri dengan tepi tidak rata (punched out), dasar
tertutup pseudomembran fibrin dan mudah berdarah,
mukosa sekitar edema dan mengalami inflamasi.

Sumber: Andriani PI. Pendekatan klinis infeksi tuberculosis pada kulit. CDK, 2014; 41(8): 584-8
Jenis TB kutis Gambaran Klinis

Tuberkulosis - Lesi: makula eritema dan papul eritema multipel, ukuran kecil <5 mm
miliaris akut - Penyebaran hematogen, dapat mencapai meninges
- Pemeriksaan diaskopi: apple jelly colour
- Sering pada AIDS

TB Gumosa - Lesi: infiltrat subkutan, lunak, berbatas tegas, kronis, dan bersifat destruktif.
- Predileksi: ekstremitas dan badan karena penyebaran hematogen

TB verukosa - Reinfeksi pada individu yang pernah terinfeksi


kutis - Predileksi: daerah yang sering terkena trauma (ekstremitas)
- Lesi: plak hiperkeratosis atau plak verukosa dengan tepi inflamasi yang tidak
nyeri, permukaan kulit mengalami fisura, eksudat, dan krusta
- Tepi lesi tersusun serpiginosa, bagian tengah mengalami involusi

Lupus vulgaris - TB kutis tersering


- Penyebaran hematogen dan limfogen
- Lesi: soliter atau bisa multipel, berupa papul atau plak merah kecoklatan,
berbatas tegas.
- Pemeriksaan diaskopi: apple jelly colour
- Ulkus/nodul hiperkeratosis
Tuberkulid - Reaksi hipersensitivitas terhadap bakteri
- Terjadi pada host dengan imunitas baik, tes tuberculin (+)
- Lesi: Eritema induratum of Bazin (Nodular tuberculid), tuberkulid
papulonekrotik, Lichen Skrofulosorum

Sumber: Andriani PI. Pendekatan klinis infeksi tuberculosis pada kulit. CDK, 2014; 41(8): 584-8
Tuberculous Chancre

• Afek primer : papul,


pustule, ulkus indolen,
menggaung,
disekitarnya livide
• Masa tunas: 2-3 minggu
Limfangitis, limfadenitis
setelah afek primer
• (tuberculin positif)
Semua di atas: komplek
primer
Ulkus dengan indurasi
TUBERKULOSIS KUTIS VERUKOSA
• Berbeda dgn skrofuloderma,
penjalaran tipe verukosa terjadi secara
eksogen
• Kuman masuk melalui kulit pada
orang yang sudah terinfeksi TB
(primer)
• Predileksi : punggung tangan, tungkai
bawah, kaki (tempat yang lebih sering
terkena trauma)
• Gambaran klinisnya khas sekali:
Bentuk bulan sabit akibat penjalaran
serpiginosa
• Papul lentikuler diatas kulit yang
eritematosa
• Dapat pula menjalar ke perifer
sehingga terbentuk sikatriks di tengah
Tuberkulosis Kutis: Terapi (PERDOSKI 2017)
• Topikal: pada bentuk ulkus: kompres dengan larutan antiseptik (povidon iodin 1%)
• Sistemik
• Tahap intensif (dua bulan)
• Dosis lepasan:
 INH
• Dewasa: 5 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal
• Anak <10 tahun: 10 mg/kgBB/hari, dan
 Rifampisin
• Dewasa: 10 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal pada saat lambung kosong (sebelum
makan pagi)
• Anak: 10-20 mg/kgBB/hari. Maksimal: 600mg/hari, dan
 Etambutol
• Dewasa: 15-25 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal
• Anak: maksimal 1250 mg/hari, dan
 Pirazinamid
• Dewasa: 20-30 mg/kgBB/hari, oral, dosis terbagi
• Anak: 30-40 mg/kgBB/hari. Maksimal: 2000 mg/hari
• Dosis FDC (fixed dosed combination for four drugs) R 150 mg, H 75 mg, Z 400 mg, E 275
mg.
• FDC diminum sekali sehari, satu jam sebelum atau dua jam setelah sarapan pagi.
Tuberkulosis Kutis: Terapi (PERDOSKI 2017)
• Tahap lanjut
• Tahap lanjut diberikan hingga 2 bulan setelah lesi kulit
menyembuh.
• Durasi total pengobatan (tahap intensif + tahap
lanjutan) minimal 1 tahun.
• Dosis lepasan:
INH: dewasa 5 mg/kgBB/hari, anak 10 mg/kgBB/hari
(maksimal 300 mg/hari), oral, dosis tunggal, dan
Rifampisin: 10 mg/kgBB/hari, anak 10-20
mg/kgBB/hari (maksimal 600 mg/hari), oral, dosis
tunggal pada saat lambung kosong
• Dosis FDC R 150 mg, H 150 mg (dosis lihat halaman 1
No. 180
Seorang pria berusia 50 tahun datang ke RS dengan
keluhan tidak sadar dan demam tinggi secara kontinu.
Pada urin bag terlihat urin berwarna agak kehitaman. Hb
= 5,5 gr/dL dan pada pemeriksaan SADT
didapatkan multiple ring form pada eritrosit yang tidak
membesar. Apa penyebab urin berwarna agak
kehitaman?
A. Kompleks antigen – antibody pada glomerulus ginjal
B. Adhesi eritrosit pada endotel
C. Eritrosit bersequestrasi pada mikrovaskular ginjal
D. Hemolisis intravascular yang massif
E. Perkembang biakan seksual pada eritrosit
Pembahasan Soal
• Demam tinggi dan urine kehitaman, pada
pemeriksaan darah tepi tampak multiple ring,
mengarahkan diagnosis pada malaria
falciparum bentuk khusus yakni black water
fever
• Patofisiologi terjadinya kehitaman pada urine
adalah hemolysis intravascular yang massif
sehingga pigmen eritrosit keluar lewat urine
180. Acute Hemoglobinuria
• Definition:
– The presence of free hemoglobin in the urine,
which make the urine look darker.
– One of the manifestations of severe malaria
• Acute hemoglobinuria indicates massive
intravascular hemolysis
• It can be caused by a variety of factors in
patients with P. falciparum infestation,
including classic blackwater fever (BWF)

https://malariajournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/1475-2875-11-336
Blackwater fever (BWF)
• Definition:
– Severe, acute intravascular hemolysis with hemoglobinuria and
a dramatic fall in hemoglobin value, but scant or absent
parasitemia, that occurred in a patient (a European expatriate)
who had lived in an area of malarial endemicity for several
years, during which amino-alcohol drugs (quinine, halofantrine,
mefloquine) were taken in an irregular fashion for prophylaxis
and treatment. (WHO,1990)
– A severe clinical syndrome, characterized by intravascular
hemolysis, hemoglobinuria, and acute renal failure that is
classically seen in long-term residents in Plasmodium falciparum
endemic areas and irregularly taking quinine
– This syndrome became less frequent when chloroquine was the
drug of choice for malaria from 1950 until the 1990s

http://cid.oxfordjournals.org/content/32/8/1133.full
Clinical Feature
• Characterized by severe intravascular hemolysis and
anemia producing dark urine in patients with severe
malaria
– Massive hemolysis parasitised and non parasitised
RBCsdifficult to find parasitised (scant or absent
parasitemia)
• Fever, chills
• Abdominal pain
• jaundice
• Hepatosplenomegaly
• Vomiting
• Renal failure
http://wwwnc.cdc.gov/eid/article/11/7/pdfs/04-1237.pdf
OPTIMA MEDAN
OPTIMA MEDAN
ILMU
PSIKIATRI
181
Seorang wanita usia 26 tahun dibawa ke IGD karena
menjadi banyak bicara, tetapi tidak nyambung dan topik
pembicaraan melompat-lompat. Pasien juga menjadi
cepat marah pada keluarganya. Pasien berkelakuan
seperti ini semenjak ditinggal suaminya meninggal. Pasien
tinggal bersama orang tuanya. Manakah yang paling
menonjol dalam kasus diatas ?
A. Ilusi
B. Waham
C. Delusi
D. Persepsi
E. Flight of ideas
Analisis Soal
• Adanya keluhan banyak bicara, tidak nyambung,
bicara melompat-lompat menunjukkan gejala
yang dominan pada pasien ini adalah flight of
ideas.
• Ilusi  persepsi panca indera disebabkan adanya
rangsang panca indera yang ditafsirkan salah.
Misal: suara daun gemerisik terdengar seperti
suara orang yang mendekati
• Waham / delusi keyakinan salah yang tidak
dapat dikoreksi
GANGGUAN PROSES PIKIR

Gangguan
bentuk pikir
Gangguan Gangguan
proses pikir isi pikir
Gangguan
arus pikir
Gangguan Arus Pikir
Jenis Karakteristik
Neologisme Pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi
penderita, sering terdapat pada pasien skizofrenia. Neologisme
dapat pula akibat halusinasi akustik sehingga sering merupakan
kata yang diulang
Sirkumstansial Gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang disampaikan.
Pada umumnya pasien dapat mencapai tujuannya, tetapi harus
secara bertahap.
Tangensial Pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok pembicaraan
dan tidak kembali ke pokok pembicaraan tersebut, sehingga tujuan
tidak pernah tercapai
Asosiasi longgar Pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak berhubungan,
namun masih dapat dimengerti.
Flight of ideas Melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa terputus,
dimana masih terdapat benang merah.
Inkoherensi/ asosiasi longgar yang berat, kata yang satu tidak berhubungan
word salad dengan kata yang lain.
182
Perempuan, 25 tahun, datang dengan keluhan sering
mengantuk sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengeluh selama 1
bulan ini selalu tidur sering lebih dari 12 jam. Pasien juga
mengaku nafsu makannya meningkat dan makannya selalu
banyak sehingga BBnya naik 3 kg dalam 1 bulan. Pasien
merasa mudah tersinggung, dan akhir-akhir ini mengaku
mudah lelah. Apa diagnosis pada pasien ini?
A. Atypical depression
B. Hipersomnia
C. Eating disorder
D. Somatic disorder
E. Major depression
Analisis Soal
• Diagnosis atypical depression ditegakkan atas dasar adanya mood yang reaktif
(mudah tersinggung) disertai dua atau lebih kriteria berikut selama minimal 2
minggu:
– Peningkatan nafsu makan atau berat badan yang signifikan
– Peningkatan waktu tidur
– Rasa berat di lengan atau sensitivitas di tungkai yang menyebabkan gangguan fungsi sosial
atau pekerjaan
– Gangguan interaksi pada kehidupan sosial dan pekerjaan
• Pada depresi mayor, terdapat gejala mayor depresi dan gejala lainnya. Gangguan
tidur yang dialami pada depresi mayor biasanya berupa tidur terganggu,
sementara pada atypical depression terjadi peningkatan waktu tidur.
• Masalah tidur pada pasien di soal tidak memenuhi kriteria hipersomnia, yaitu
terjadi sebanyak tiga kali seminggu selama 3 bulan.
• Eating disorder  gejala dominan adalah masalah makan, terdiri dari tiga yaitu
anorexia, bulimia, dan binge eating disorder
• Somatic disorder  kelainan mental yang gejalanya berupa nyeri secara fisik yang
tidak dapat dibuktikan dari pemeriksaan penunjang
Atypical Depression

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC181236/#!po=6.81818
183
Pasien wanita usia 32 tahun datang dengan keluhan tidak
dapat orgasme selama setelah 2 tahun menikah dengan
suaminya padahal pasien memiliki dorongan seksual yang
cukup tinggi. Hal ini terutama terjadi saat pasien
memikirkan tentang pekerjaannya. Pekerjaan pasien
karyawan swasta akuntan. Diagnosis yang paling mungkin
adalah…
A. Gangguan Orgasme primer
B. Gangguan Orgasme sekunder
C. Gangguan Vaginismus
D. Gangguan dorongan seksual
E. Gangguan Cemas
Analisis Soal
• Adanya dorongan seksual yang tinggi namun tidak dapat
orgasme setelah 2 tahun menikah mengarahkan pada
gangguan orgasme. Gangguan orgasme primer  bila
wanita tidak pernah merasakan orgasme sama sekali dalam
kondisi apapun. Pasien pada soal tidak dapat mengalami
orgasme terutama bila memikirkan pekerjaannya sehingga
yang lebih tepat adalah gangguan orgasme sekunder.
• Gangguan vaginismus  gangguan seksual akibat nyeri
• Gangguan dorongan seksual  kurangnya keinginan untuk
aktivitas seksual atau mempertahankan aktivitas seksual
• Gangguan cemas  gejala yang dominan adalah
kecemasan (takut akan nasib buruk, dsb), disertai
ketegangan otot dan overaktivitas otonomik
Sexual Dysfunction
• Sexual desire disorders
– Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD);
• Persistently or recurrently deficient (or absent) sexual
fantasies and desire for sexual activity
– Sexual Aversion Disorder (SAD)
• Persistent or recurrent extreme aversion to, and avoidance of,
all (or almost all) genital sexual contact with a sexual partner.
• Sexual arousal disorders
– Female Sexual Arousal Disorder (FSAD)
• Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until
completion of the sexual activity, an adequate lubrication-
swelling response of sexual excitement.
– Male Erectile Disorder
• Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until
completion of the sexual activity, an adequate erection.
Sexual Dysfunction
• Orgasmic disorders
– Female Orgasmic Disorder (Inhibited Female Orgasm)
– Male Orgasmic Disorder (Inhibited Male Orgasm): sometimes called
inhibited orgasm or retarded ejaculation, a man achieves ejaculation
during coitus with great difficulty
– Premature Ejaculation
• Sexual pain disorders
– Dyspareunia: recurrent or persistent genital pain associated with sexual
intercourse.
– Vaginismus: involuntary muscle constriction of the outer third of the
vagina that interferes with penile insertion and intercourse.
• Sexual dysfunction due to general medical condition
• Substance-Induced Sexual Dysfunction
– With impaired desire/With impaired arousal/With impaired orgasm/With
sexual pain/With onset during intoxication
184
Laki-laki usia 40 tahun, datang ke puskesmas dengan
keluhan sulit tidur dan sulit berkonsentrasi. Keluhan
disertai kewaspadaan yang berlebihan dan takut saat
ingat kecelakaan berat yangg dialaminya 6 bulan yang
lalu. Pasien tidak dapat bekerja dengan tenang dan selalu
was was padahal sudah di pindahkan ke bagian tata
usaha. Diagnosis pasien ini adalah…
A. Gangguan somatisasi
B. Fobia sosial
C. Gangguan stress pasca trauma
D. Gangguan anxietas menyeluruh
E. Gangguan penyesuaian dengan afek cemas
Analisis Soal
• Pasien di atas mengalami gangguan stress
pasca trauma karena adanya keluhan sulit
tidur, sulit konsentrasi, waspada berlebihan
dan takut saat ingat kecelakaan berat yang
dialaminya 6 bulan lalu (flashback).
• Gangguan penyesuaian tidak dipilih karena
stressor biasanya bersifat ringan sedang dan
gejala maksimal 6 bulan setelah stressor.
Reaksi Stres Akut vs PTSD vs Gangguan Penyesuaian

Reaksi Stres Akut Ggn. Penyesuaian PTSD


Tipe stresor Berat (kejadian Ringan-sedang Berat (kejadian
traumatis, traumatis,
kehilangan orang kehilangan orang
terdekat) terdekat)

Waktu antara Beberapa hari Maksimal 3 bulan Bisa bertahun-


stresor dan hingga maksimal 4 tahun
timbulnya gejala minggu

Durasi gejala Maksimal 1 bulan Maksimal 6 bulan >1 bulan


setelah stresor
berakhir
185
Seorang laki – laki, 39 tahun, datang ke klinik untuk
konsultasi agar berhenti merokok. Pasien sudah
merokok selama 4 tahun. Terapi yang digunakan
untuk pasien adalah….
A. Buproprion
B. Duloxetine
C. Clobazam
D. Venlafaxine
E. Amitriptilin
Analisis Soal
• Penatalaksanaan pada kasus nicotine
addiction adalah pemberian nicotine
replacement therapy atau medikamentosa
non-nicotine seperti buproprion. Buproprion
bekerja dengan mengurangi gejala nicotine
withdrawal, termasuk depresi.
Smoking cessation medication
• Nicotine replacement medicine
– Nicotine chewing gum
– Nicotine patch
– Nicotine spray (dengan resep dokter)
• Non-nicotine medicine
– Buproprion (Zyban®, Wellbutrin®, Wellbutrin SR®
and Wellbutrin XL®)
– Varenicline (Chantix®)

http://www.heart.org/HEARTORG/HealthyLiving/QuitSmoking/QuittingSmoking/Medicines-That-Can-Help-You-Quit-
Smoking_UCM_307921_Article.jsp#.Wf1HbrBx3IU
Buproprion (Zyban®, Wellbutrin®,
Wellbutrin SR® and Wellbutrin XL®)
• The first non-nicotine based drug for smoking
cessation was licensed in the United States of
America (US) in 1997 and in the United
Kingdom (UK) in 2000 for smoking cessation in
people aged 18 years and over.
• Bupropion is a potent inhibitor of cytochrome
p450 and reduces the clearance of drugs
metabolised by this enzyme.
• Buproprion anti depressan drug

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2528204/
186
Seorang laki-laki 19 tahun di antar orang tua ke
puskesmas karna sikap congkak, tidak empati,
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginan,
ambisius, haus pujian, memperlakukan teman seperti
budak, merasa berteman dengannya eksklusif. Diagnosis
yang mungkin ialah...
A. Gangguan kepribadian skizoid
B. Gangguan kepribadian Anankastik
C. Gangguan kepribadian Dissosiatif
D. Gangguan kepribadian Narsistik
E. Gangguan kepribadian Histrionik
Analisis Soal
• Adanya sikap congkak, tidak empati,
menghalalkan segala cara untuk mendapatkan
keinginan, haus pujian mengarahkan pada kondisi
gangguan kepribadian narsistik.
• Gangguan kepribadian skizoid  gejalanya: suka
menyendiri, introvert
• Gangguan kepribadian anankastik  gejala:
perfeksionis dan sangat taat aturan
• Gangguan kepribadian histrionik  gejala:
berlebihan menanggapi banyak hal
GANGGUAN KEPRIBADIAN
Ciri Khas Masing-masing Gangguan Kepribadian

Gangguan Kepribadian Cluster A (ditandai dengan perilaku/ tindakan yang


eksentrik):
• Paranoid: mudah curiga, sering berpikiran buruk
• Skizotipal: penampilan dan kepercayaan aneh/ magis
• Skizoid: introvert, suka menyendiri, afek terbatas

Gangguan Kepribadian Cluster B (orang yang cenderung emosional):


• Antisosial: suka melanggar peraturan, mudah marah
• Borderline/ ambang: moodnya tidak stabil, perilaku impulsive
• Histrionik: ‘drama-queen’
• Narsistik: hanya peduli diri sendiri, kurang empati

Gangguan Kepribadian Cluster C (orang yang cenderung mudah cemas):


• Avoidant/ cemas menghindar: hipersensitif terhadap pandangan negatif orang lain
• Dependen: tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus dirawat orang lain
• Anankastik: kaku, perfeksionis, sangat taat aturan
187
Perempuan 20 th dibawa org tua nya dengan
keluhan sering berpakaian seperti laki-laki. Sudah
sejak kecil. Ia merasa lebih nyaman sebagai laki-laki
daripada perempuan. Diagnosa ?
A. Gangguan perkembangan seksual
B. Gangguan identitas gender
C. Gangguan identitas diri
D. Gangguan identitas disosiasi
E. Gangguan homoseksual
Analisis Soal
• Dipilih gangguan identitas gender karena adanya
keinginan berpakaian seperti lawan jenis (perempuan
berpakaian laki-laki) dan merasa lebih nyaman sebagai
lawan jenis.
• Gangguan perkembangan seksual  kelainan
perkembangan seksual dimana terjadi ketidakjelasan
jenis kelamin
• Gangguan identitas disosiatif  seseorang memiliki
dua atau lebih kepribadian atau kepribadian pengganti
(alter ego)
• Gangguan homoseksual  adanya ketertarikan kepada
lawan jenis
DSM-IV-TR Diagnostic Criteria For
Gender Identity Disorder
A. A strong and persistent cross-gender identification (not merely a desire
for any perceived cultural advantages of being the other sex). In children,
the disturbance is manifested by four (or more) of the following:
1. repeatedly stated desire to be, or insistence that he or she is, the other sex
2. in boys, preference for cross-dressing or simulating female attire; in girls,
insistence on wearing only stereotypical masculine clothing
3. strong and persistent preferences for cross-sex roles in make-believe play or
persistent fantasies of being the other sex
4. intense desire to participate in the stereotypical games and pastimes of the
other sex
5. strong preference for playmates of the other sex
B. Persistent discomfort with his or her sex or sense of inappropriateness in
the gender role of that sex.
C. The disturbance is not concurrent with a physical intersex condition.
D. The disturbance causes clinically significant distress or impairment in
social, occupational, or other important areas of functioning.
188
Laki-laki datang dengan keluhan tangan gemetar.
Diketahui pasien pecandu NAPZA yg 1 bulan yg lalu
tidak konsumsi. PF dbn. Status mental kooperatif,
afek cemas, tremor (+). Diagnosis pasien ini
adalah…
A. Intoksikasi alkohol
B. Sindrom putus alkohol
C. Sindrom putus opiod
D. Sindrom putus amfetamin
E. Sindrom putus kanabis
Analisis Soal
• Pasien datang dengan keluhan tangan gemetar dalam
satu bulan terakhir mengarahkan pada diagnosis
sindrom putus alcohol.
• Sindrom putus opioid gejalanya: diare, muntah,
jantung berdebar, pupil melebar, mata berair
• Sindrom putus amfetamin gejalanya: dilatasi pupil,
keringat dingin, mual, muntah, mata berair, keringat
• Sindrom putus kanabis gejalanya: iritabel, cemas, sulit
tidur, penurunan nafsu makan, penurunan berat
badan, tremor, sakit kepala  berlangsung selama 1-2
minggu.
Alcohol Withdrawal Syndrom

Alcohol Withdrawal Syndrome, AAFP.


189
Seorang anak perempuan usia 14 tahun diantar ibunya ke dokter
umum karena mencabuti rambutnya sendiri sejak 1 bulan yang
lalu. Diketahui ayahnya meninggal 2 bulan yang lalu. Pasien
mengeluhkan gatal di bagian rambut sehingga sudah diperiksa
ke dokter spesialis kulit namun tidak ditemukan kelainan. Ibunya
sering memarahi sampai memukul pasien karna kebiasaannya
yang tidak bisa dihentikan namun pasien tidak bisa menahan
impuls dari dalam dirinya untuk tetap mencabuti rambutnya.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan rambut tipis dan kebotakan
di beberapa bagian kepala. Apa diagnosis dari kasus tersebut?
A. Trikotilomania
B. Kleptomania
C. Gangguan obsesif kompulsif
D. Steriotipik
E. Gangguan Pika
Trikotilomania
Kulit: tidak ada kelainan

Gatal e.c infeksi (jamur)


dsb
Mencabuti rambut

Psikogenik Trikotilom
ania

Rambut tipis dan


Stressor: ayahnya meninggal + kebotakan tidak merata
dipukuli ibunya di kepala

“Adanya dorongan untuk mencabuti rambut sendiri dari bagian


Trikotilomania tubuh yang manapun, termasuk rambut di kulit kepala, alis dan bulu
bulu tangan”
Trikotilomania (DSM V Criteria)
• Recurrent pulling out of one’s hair,
resulting in hair loss
• Repeated attempts to decrease or stop
the hair-pulling behavior
• The hair pulling causes clinically
significant distress or impairment in
social, occupational, or other important
areas of functioning
• The hair pulling or hair loss cannot be Therapy:
attributed to another medical condition
(eg, a dermatologic condition) • Main therapy is cognitive
behavior therapy  Habit
• The hair pulling cannot be better Reversal Training (HRT).
explained by the symptoms of another • Pharmacologic therapy: The
mental disorder (eg, attempts to primary agents used are
improve a perceived defect or flaw in selective serotonin reuptake
appearance, such as may be observed in inhibitors (SSRIs).
body dysmorphic disorder) DSM-V
190
Laki-laki, 35 tahun, datang ke praktek dokter dengan
keluhan akhir-akhir ini sering terbangun pada tidur
malam karena mimpi menyeramkan. Menurut pasien
dapat bangun kapan saja, setelah bangun pasien
sadar sepenuhnya dan mampu mengenali
lingkungannya. Apakah diagnosis pada pasien ini?
A. Teror tidur
B. Mimpi buruk
C. Somnabulisme
D. Middle insomnia
E. Late insomnia
Nightmare

Mimpi menyeramkan Terbangun dari tidur

• Sadar penuh • Cemas


• Responsif terhadap lingkungan • Agitasi
• Tidak responsive terhadap lingkungan

Nightmare
Night terror
F51.4 Teror tidur (night terrors)
• Night terror adalah suatu kondisi terbangun dari sepertiga awal tidur malam,
biasanya diikuti dengan teriakan dan tampakan gejala cemas yang berlebihan,
berlangsung selama 1 – 10 menit.
• Gejala
Dalam episode yang khas, penderita akan terduduk di tempat tidur dengan
kecemasan yang sangat dan tampakan agitasi serta gerakan motorik perseverativ
(seperti menarik selimut), ekspresi ketakutan, pupil dilatasi, keringat yang
berlebihan, merinding, nafas dan detak jantung yang cepat.
• Kriteria DSM-IV untuk Night Terror :
– Episode berulang dari bangun secara tiba-tiba dari tidur, biasanya berlangsung pada
sepertiga awal tidur dan dimulai dengan teriakan yang panik.
– Ketakutan yang sangat dan tanda-tanda sistem autonomik yang meningkat seperti
takikardi, bernafas dengan cepat, dan keringat dalam setiap episode.
– Tidak responsif secara relatif terhadap dukungan orang sekitar untuk menenangkan
disaat episode.
– Tidak dijumpainya mimpi yang dapat diingat dan timbulnya amnesia terhadap episode.
– Episode-episode serangan dapat menyebabkan distress tang tampak secara klinis dan
ketidak seimbangan dalam lingkungan, pekerjaan dan dalam aspek lain.
– Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat secara langsung (seperti
penyalahgunaan zat atau untuk medikasi) ataupun dalam suatu kondisi medis umum.
F51.5 Mimpi buruk (nightmare)
• Gangguan ini terdiri dari terjaga dari tidur yang
berulang dengan ingatan terperinci yang hidup akan
mimpi menakutkan.
• Gambaran klinis berikut adalah esensial untuk
diagnosis secara pasti terhadap mimpi buruk, yaitu:
– Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan
dengan mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali
secara terperinci dan jelas (vivid),
– Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu
segera sadar dan mampu mengenali lingkungannya.
– Pengalaman mimpi itu dan akibat dari tidur yang terganggu,
menyebabkan penderitaan yang cukup berat bagi individu.
• Psikoterapi dan pengobatan perilaku merupakan
metode pengobatan paling efektif.
OPTIMA MEDAN
OPTIMA JAKARTA
191
Seorang laki-laki usia 30 tahun datang diantar keluarganya
dengan keluhan sering mematung sejak kurang lebih 2
bulan terakhir. Jika berdiri atau duduk, pasien akan
mempertahankan posisi atau tidak bergerak, bisa
sampai 2 jam. Status psikiatri afek tidak serasi, bicara
terbatas dan arus pikir irelevan. Apakah diagnosis dari
kasus di atas?
A. Skizofrenia paranoid
B. Skizofrenia katatonik
C. Skizoafektif
D. Skizofrenia hebefrenik
E. Skizofrenia tak terinci
Skizofrenia katatonik
• Seorang laki-laki sering mematung sejak kurang
lebih 2 bulan terakhir katalepsi
• Jika berdiri atau duduk, pasien akan
mempertahankan posisi atau tidak bergerak, bisa
sampai 2 jam katalepsi
• Status psikiatri afek tidak serasi, bicara terbatas dan
arus pikir irelevan gangguan arus pikir
Skizofrenia katatonik (DSM V)
A. Criteria for catatonia are the same throughout the
manual, independent from the initial diagnosis:
psychotic, bipolar, depressive, medical disorders or an
unidentified medical condition. In order to facilitate
the recognition, catatonia is defined by the presence
of at least 3 symptoms from a list of 12.
B. The catatonic subtype of schizophrenia is deleted
(along with all other schizophrenia subtypes) and
catatonia becomes a specifier for schizophrenia as for
major mood disorders.
C. Catatonia becomes a specifier for four additional
psychotic disorders: 1. Brief psychotic disorder; 2.
Schizo phreniform disorder; 3. Schizoaffective
disorder; 4. Substance-induced psychotic disorder.
D. A new residual diagnostic category: “Catatonia not
otherwise specified-NOS” is added, to facilitate the
diagnosis in patients with psychiatric conditions other
than schizophrenia and mood disorders or when the
underlying general medical condition is not
immediately recognized.
192
Laki-laki, 20 tahun, datang ke puskesmas diantar oleh ibunya
dengan keluhan suka meperlihatkan kemaluannya ditempat
umum. Hal ini sudah dilakukan nya sejak 6 bulan yang lalu.
Pasien tersebut mengaku merasakan kepuasan seksual setelah
memperlihatkan alat kemaluannya di tempat umum dan
berniat untuk mengulangnya kembali. Warga yang resah
langsung melaporkan hal tersebut. Pada pemeriksaan fisik
TD120/80, HR 80x/mnt, Rr18x/mnt, suhu 36;5c. Dan dari
pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Apakah diagnosis
yang kasus diatas?
A. Ekshibisonis
B. Tranvertisme
C. Voyeurisme
D. Sadisme
E. Masokisme
Eksibisionisme
• Laki-laki, 20 tahun suka meperlihatkan kemaluannya
ditempat umum dan merasakan kepuasan seksual
setelah memperlihatkan alat
kemaluannyaeksibisionisme
• Eksibisionisme
DSM V criteria = gangguan preferensi seks
• Over a period of at least 6 months, recurrent and intense sexual
(parafilia)
fantasies, sexual urges, or sexual behaviors involving the exposure of
one’s genitals to an unsuspecting stranger.
• The person is distressed or impaired by these attractions, or has
sought sexual stimulation from exposing the genitals to three or more
unsuspecting strangers on separate occasions
SEXUAL DISORDER (PARAFILIA)
Diagnosis Karakteristik
Fetishism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the use of
nonliving objects (e.g., female undergarments).
Frotteurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving touching and
rubbing against a nonconsenting person.
Masochism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the act (real,
not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or otherwise made to
suffer.
Sadism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts (real, not
simulated) in which the psychological or physical suffering (including
humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.
Voyeurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the act of
observing an unsuspecting person who is naked, in the process of disrobing,
or engaging in sexual activity.
Necrophilia Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from cadavers.
SEXUAL DISORDER (PARAFILIA)
Diagnosis Karakteristik

Pedophilia Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving sexual


attraction to prepubescent children (generally 13 years or younger) and the
pedophilia must at least 16 years or older and at least 5 years older than the
child

Eksibisionis Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital kepada


orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan kepuasan seksual
193
Pasien laki-laki dengan keluhan belakangan ini merasa
tidak bersemangat, hanya ingin di dalam kamar dan
menyendiri sejak 2 minggu terakhir. Menurut keluarga
pasien, 3 bulan yang lalu sikap pasien sangat bertolak
belakang. Pasien sangat bersemangat, terus menerus
bercerita, terlihat sangat ceria sepanjang hari. Apa
diagnosis dari keluhan pasien diatas?
A. Gejala psikotik
B. Skizoafektif
C. Gejala bipolar dengan episode kini depresi
D. Gejala bipolar dengan episode kini manik
E. Depresi
Bipolar
• Pasien laki-laki dengan keluhan belakangan ini
merasa tidak bersemangat, hanya ingin di dalam
kamar dan menyendiri sejak 2 minggu
terakhirgejala depresi
• 3 bulan yang lalu sikap pasien sangat bersemangat,
terus menerus bercerita, terlihat sangat ceria
sepanjang hari  gejala manik
• Adanya kedua kutub mood (manik dan depresif)
yang diselingi kondisi eutimia bipolar, dengan
episode kini depresi
Episode Manik
(DSM-IV)
Bipolar Tipe I dan II

Gangguan
bipolar

Bipolar Bipolar
tipe I tipe II

1 atau Episode
lebih Pada pria depresi Lebih sering
episode dan berulang pada
manik, wanita dan wanita
dapat episode
disertai hipomanik
gejala
psikotik http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
Bipolar tipe I dan II
Keterangan:
Pada bipolar tipe II, episode
peningkatan mood lebih ke
arah hipomanik.

Pada bipolar tipe I, episode


peningkatan mood lebih
berlebihan (full-blown manik,
bisa disertai dengan gejala
psikotik)

http://www.medscape.com/viewart
194
Ny. Antonia, 26 tahun, datang ke dokter keluarga
dengan keluhan nyeri pada saat bersenggama. Sudah
menikah 6 tahun. Tapi sulit melakukan penetrasi
waktu berhubungan dengan suami karena vaginanya
menyempit. Riwayat diperkosa usia 11 tahun.
Diagnosis pasien ini adalah…
A. Vaginismus
B. Dispareunia
C. Female orgasm disorder
D. Female sexual desire disorder
E. Female sexual arousal disorder
Vaginismus
• Ny. Antonia, 26 tahun mengeluhkan nyeri pada saat
bersenggama dispareunia.
• Sulit melakukan penetrasi waktu berhubungan
dengan suami karena vaginanya menyempit
kontraksi otot-otot vaginaVaginismus
Sexual Dysfunction
• Sexual desire disorders
– Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD);
• Persistently or recurrently deficient (or absent) sexual
fantasies and desire for sexual activity
– Sexual Aversion Disorder (SAD)
• Persistent or recurrent extreme aversion to, and avoidance of,
all (or almost all) genital sexual contact with a sexual partner.
• Sexual arousal disorders
– Female Sexual Arousal Disorder (FSAD)
• Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until completion
of the sexual activity, an adequate lubrication- swelling response of
sexual excitement.
– Male Erectile Disorder
• Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until completion
of the sexual activity, an adequate erection.
Sexual Dysfunction
• Orgasmic disorders
– Female Orgasmic Disorder (Inhibited Female Orgasm)
– Male Orgasmic Disorder (Inhibited Male Orgasm): sometimes called
inhibited orgasm or retarded ejaculation, a man achieves ejaculation
during coitus with great difficulty
– Premature Ejaculation
• Sexual pain disorders
– Dyspareunia: recurrent or persistent genital pain associated with sexual
intercourse.
– Vaginismus: involuntary muscle constriction of the outer third of the
vagina that interferes with penile insertion and intercourse.
• Sexual dysfunction due to general medical condition
• Substance-Induced Sexual Dysfunction
– With impaired desire/With impaired arousal/With impaired orgasm/With
sexual pain/With onset during intoxication
195
Seorang laki-laki berusia 22 tahun dibawa orangtuanya ke puskesmas
karena makannya kurang sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai tidak
mau mandi dan lebih banyak diam diri di kamar. Saat keluar kamar,
pasien meminta semua orang dirumah berkumpul dan
mendengarkan firman Tuhan yang didapatkannya dari semedi selama
ia berdiam di kamar. Ia menjadi marah-marah ketika ada yang
menanyakan penjelasannya yang tidak masuk akal dan berputar-
putar, ia mengatakan tidak seharusnya manusia biasa tidak menuruti
perintah nabi yang penuh kemualiaan seperti dirinya. Apakah gejala
yang menonjol dari pasien tersebut?
A. Ilusi
B. Waham
C. Obsesi
D. Halusinasi
E. Ambivalensi
Waham
• Berdasarkan pemaparan kasus tersebut, gejala dominan berupa
waham.
• Waham  keyakinan yang salah, menetap, dan tidak dapat
digoyahkan serta bertentangan dengan realita normal.
• Jenis waham: kejar, rujuk, kebesaran, erotomania, nihilistik, somatik.
• Halusinasi  persepsi penginderaan tanpa adanya input dari
lingkungan, dapat berupa pendengaran, penglihatan, penciuman,
pengecapan, atau taktil.
• Obsesi  peristiwa pikiran atau kognitif repetitif, tidak diinginkan,
dan intrusif atau mengganggu berbentuk hasrat atau dorongan di
mana pasien tidak mampu untuk menghentikannya.
• Ambivalensi  perasaan yang bertentangan terhadap sesuatu yang
terjadi secara bersamaan.
American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5)

Anda mungkin juga menyukai