Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ilmu arsitektur setiap aspek yang berhubungan dengan seni dalam perancangan
adalah komponen yang terkait erat dengan arsitektur. Hal ini tidak hanya mencakup hal-hal
yang berhubungan langsung dengan ruang yang dalam hal ini tidak hanya ruang nyata
(tanjible) dan tidak nyata (intangible). Mengenai arsitektur bali itu sendiri tidak beda jauh
dengan arsitektur dalam artian luas. Arsitektur Bali sangat terkait dengan budaya dan
kepercayaan-kepercayaan yang ada di Bali yang dalam hal ini sangat terpaut dengan Agama
Hindu. Dalam agama hindu yang terkait dengan bidang arsitektur terdapat pembagian
wilayah yaitu Prahyangan, Pawongan dan Palemahan. Prahyangan itu sendiri adalah wilayah
areal suci, Pawongan adalah areal bagi manusia menjalankan aktivitas sehari-hari dan
Palemahan adalah daerah terbawah dari yang lainnya seperti halnya tempat memasak pada
wilayah rumah.
Dalam ruang lingkup sempit seperti di rumah, wilayah palemahan adalah pekarangan
rumah. Namun dalam ruang lingkup luas seperti desa, wilayah palemahan tersebut adalah
kuburan atau bisa disebut Setra. Dalam arsitektur bali wilayah palemahan khususnya
kuburan ini dapat disebut dengan Arsitektur Orang Mati. Banyak hal yang sangat terkait di
bidang ini yang dapat dibahas secara rinci untuk menguraikan segala bangunan yang ada di
kuburan serta pembagian wilayah yang lebih sempit di wilayah kuburan itu sendiri. Adanya
kuburan tidak berdiri sendiri tanpa adanya aspek-aspek lain yang mempengaruhinya seperti
pura dalem dan Prajapati serta sejarah terbentuknya kuburan tersebut.
Setiap desa di bali memiliki jumlah dan jenis kuburan yang berbeda-beda di setiap
daerah. Perbedaan tidak hanya mencakup bentuk namun juga proses serta kepercayaan di
setiap daerah. Terdapat sebuah desa di Daerah Karangasem yang terletak di pinggir pantai,
desa ini dinamakan Jasri. Jasri adalah sebuah desa yang memiliki kuburan/setra yang uni baik
dari penempatannya dan jenis kuburan yang ada di daerah ini.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini :
1. Apa yang dimaksud dengan setra?
2. Dimana letak setra jasri dan apa hubungannya dengan komponen pendukungnya?
3. Bagaimana sejarah dan latar belakang setra jasri?
4. Bagaimana pembagian wilayah serta bangunan yang terdapat di Setra Jasri?
5. Bagaimana alur dan proses upacara pengabenan dan pemakaman di setra jasri?
6. Bagaimana Tata Setra Jasri dan penunjangnya terhadapat berbagai Ajaran dalam
agama Hindu?
D. Manfaat Penulisan
Adapun Manfaat yang didapat dari penulisan makalah ini yaitu
1. Memahami dan mengetahui pengertian setra .
2. Memahami dan mengetahui sejarah dan latar belakang setra jasri.
3. Memahami dan mengetahui detail dan lokasi setra jasri.
4. Memahami dan mengetahui alur dan proses pengabenan dan pemakaman di setra
jasri.
5. Mengetahui Tata Setra Jasri dan penunjangnya terhadapat berbagai Ajaran dalam
agama Hindu
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun dengan tujuan :
1. Memahami dan mengetahui pengertian setra .
2. Memahami dan mengetahui sejarah dan latar belakang setra jasri.
3. Memahami dan mengetahui detail dan lokasi setra jasri.

4. Memahami dan mengetahui alur dan proses pengabenan dan pemakaman di setra
jasri.
5. Mengetahui Tata Setra Jasri dan penunjangnya terhadapat berbagai Ajaran dalam
agama Hindu
6. Sebagai tugas kelompok yang wajib diselesaikan dalam mata kuliah Arsitektur Bali 2.

BAB II
PEMBAHASAN
a. Pengertian Setra
Setra atau sema adalah kuburan dalam bahasa Balinya yaitu suatu tempat untuk
melakukan proses sementara dalam hal upacara kematian dan oleh sebab itu, bagi umat
Hindu pelaksanaan upacara nyekar ke kuburan telah ditiadakan, Sebab disana tidak ada apaapa lagi karena badan kasar dan badan halus telah kembali keasalnya. Upacara kematian
sebagai rangkaian ngaben di Bali yang biasanya di hulun setra dibangun Pura Prajapati
sebagai stana dewi durga yang dalam konsep kahyangan tiga berbentuk Padma dan sebuah
bentuk Bebaturan Linggih Sedahan Setra.
Menurut Lontar tentang Pitra Yadnya seperti Yama Purana Tattwa dalam kutipan
artikel Pura Jenggala, Hulu Prajapati di Bali, menyatakan bahwa kalau roh / atman yang
masih berstatus Preta itu tidak distanakan atau diproses di setra dengan Pura Prajapati sebagai
hulunya maka sang roh akan menjadi apa yang disebut Atma Diyadiyu dan akan gentayangan
ke desa-desa mengganggu kehidupan di dunia sekala.
Mensatnakan roh yang masih berstatus Preta itu dilakukan dengan memercikan tirtha yaitu :
Tirtha Pengentas Tanem. Sesudah acara ngaben nanti akan dilanjutkan dengan Tirtha
Pengentas Pemuput. Dengan demikian tujuan dari permohonan kepada Sedahan Setra atau
Ida Ratu Ayu sebagai salah satu manifestasi Siwa Durgha sebagai penguasa Setra ini agar roh

yang masih Preta ini terus-menerus mendapatkan penerangan kerahayuan dari manifestasi
Tuhan yang disebut Ida Ratu Ayu atau Sedahan Setra.
Roh Preta yang masih di setra di bawah pengawasan Sedahan Setra tersebut statusnya
masih dalam proses menuju sorga atau neraka sesuai dengan karma wasana yang
bersangkutan,karena itu perlu diupacarai ngaben oleh seorang sulinggih yang telah
melakukan dwi jati melalui proses tata upacara diksa yang mempunyai wewenang luas dan
lengkap dalam pelaksanaan Loka Pala Sraya ini sebagai pemimpin upacara ngaben.

b. Letak Setra Jasri


Jasri adalah sebuah desa yang terletak di kabupaten karangasem, kecamatan
karangasem. Letak geografis desa ini terletak di pinggir pantai. Desa ini bersebelahan
dengan desa Perasi dan Desa Ujung.
Letak setra Jasri itu sendiri terletak di sebelah selatan atau dalam budaya bali arah
selatan di desa ini dapat dikatakan sebagai arah mata angin kelod. Arah kelod ini adalah arah
terjauh dari gunung terdekat atau dapat disebut bahwa letak setra terdapat di daerah paling
rendah di desa yaitu di dekat garis pantai. Letak setra sendiri kira-kira berjarak 100 meter dari
garis pantai. Setra sangat berhubungan erat dengan pura dalem serta pura prajapati sebagai
komponen pendukung setra tersebut. Di daerah Bali biasanya ketiga tempat ini letaknya
berdekatan agar mempermudah aksesbilitas ketiga tempat ini. Secara sejarah di desa Jasri
terdapat 3 setra, yaitu Setra Desa Jasri, Setra di depan Pura Prajapati dan Setra Wong Bedolot
yang terletak di depan Pura Dalem.

Gambar 1.1 Peta Desa Jasri

c. Sejarah dan Latar Belakang Setra Jasri


Setra di depan Pura Dalem adalah Setra pertama yang dibuat oleh warga desa
Jasri yang disebut dengan Warga Jasri Mula. Kepercayaan Desa Jasri yang dulu ini
adalah setiap warga yang meninggal hanya diperbolehkan untuk dikubur tidak boleh
di kremasi ataupun diaben. Warga wong bedolot ini adalah warga pertama yang
membentuk setra ini. Namun terdapat kejadian penyebaran wabah penyakit yang
terjadi di desa Jasri yang mengakibatkan pusat desa berpindah dari di arah barat desa
berpindah ke arah timur yang sekarang menjadi pusat desa Jasri.
Perpindahan warga desa secara besar-besaran ini membuat warga kesulitan
untuk proses penanaman orang meninggal karena letak kuburan yang lama sangat
jauh dari pusat hunian penduduk. Hal ini membuat warga membuat setra yang baru
dan terletak di depan pura Prajapati saat ini. Setra ini sudah mengikuti aturan-aturan
hindu seperti ngaben berbeda dengan setra sebelumnya yang hanya mengijinkan
mayat itu dikubur. Setra ini tidaklah bertahan lama karena lokasi setra yang sangat
7

dekat dengan pantai akhirnya terjadi abrasi yang membuat setra rusak secara fisik.
Setelah kejadian ini setra dipindahkan lagi ke arah timur.
Setra yang baru ini akhirnya terpakai secara terus-menerus sampai sekarang
ini. Itulah sebabnya terdapat jarak yang lumayan jauh antara Pura Dalem, Pura
Prajapati dan Setra itu sendiri.
Gambar 1.2 Setra Desa Jasri

Gambar 1.3 Pura Dalem Jasri

Gambar 1.4 Pura Prajapati


8

d. Bangunan dan pembagian Wilayah Setra


A. Kuburan Dewasa
Wilayah kuburan ini digunakan untuk orang-orang dewasa yang berumur lebih
dari 15 tahun.
B. Kuburan Anak-Anak
Wilayah kuburan ini digunakan untuk anak-anak yang meninggal di bawah
umur 15 tahun.
C. Bale Pemuunan
Bale Pemuunan ini digunakan untuk pembakaran/kremasi mayat, namun bale
pemuunan ini sudah jarang dipakai dan pembakaran/kremasi mayat
dilaksanakan di ruang terbuka yaitu disebelah timur bale pemuunan ini.
D. Tempat Pembakaran/Kremasi
Tempat pembakaran/kremasi ini digunakan untuk membakar bade dan
mengkremasi mayat.
E. Bale Pewedaan
Bale Pewedaan ini digunakan untuk tempat ida pedanda atau jero mangku
memimpin persembahayangan serta juga dapat digunakan untuk tempat
mekidung.
F. Bangunan Serbaguna
Bangunan serbaguna ini dapat digunakan untuk melaksanakan banyak
kegiatan upacara yang diperlukan saat upacara yang brlangsung di setra
tersebut seperti melakukan persembahayangan dan lain sebagainya.
G. Gudang
Gudang ini digunakan untuk menyimpan barang-barang inventaris setra.

Gambar 1.5 Salah satu bangunan di Setra (Bale Pemuunan)

Gambar 1.6 Tempat Pembakaran/Kremasi

10

e. Proses Penguburan, Kremasi dan Pengabenan


Dalam agama hindhu, pemilihan proses upacara kematian dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu faktor ekonomi, umur , status sosial dan penyebab
kematian.
Yang pertama adalah karena faktor ekonomi. Dari faktor ekonomi berujuk
pada keluarga korban yang melaksanakan upacara kematian dimana jika keluarga
korban meninggal mempunyai keuangan yang cukup, maka upacara yang akan
dilaksanakan adalah ngaben. Namun, jika pihak keluarga belum memiliki cukup
uang maka upacara kematian yang akan dilaksanakan adalah penguburan atau
kremasi (mekingsan di gni).
Yang kedua adalah karena faktor umur. Faktor umur ini hanya dibagi menjadi
golongan yaitu anak-anak dan dewasa yang dibatasi dengan umur 15 tahun. Jika
masih di bawah 15 tahun, maka hanya diperbolehkan untuk melakukan proses
penguburan, namun jika sudah diatas 15 tahun bebas memilih upacara kematian
yang ingin dilaksanakan tergantung dari faktor lainnya.
Selanjutnya adalah faktor status sosial., dimana dalam ajaran agama hindhu
ada pihak-pihak yang dilarang melaksanakan upacara tertentu misalnya pemangku
dan dalang tidak boleh dikubur, melainkan dapat melaksanakan upacara
mekingsan di gni atau ngaben.
Dan yang terakhir adalah penyebab kematian. Dalam agama hindhu, penyebab
kematian dapat dibagi menjadi tiga, yaitu kematian yang wajar, kematian ulah
pati,dan kematian salah pati. Untuk kematian normal, seluruh upacara kematian
dapat digunakan sesuai pilihan pihak keluarga korban. Untuk kematian ulah pati
atau bisa disebut kematian yang dikarenakan oleh dirinya sendiri misalnya minum
racun, gantung diri, dan berbagai cara bunuh diri lainnya. Kematian salah pati
adalah kematian yang disebabkan oleh orang lain misalnya kecelakaan, dan ragam
11

kematian yang disebabkan oleh orang lain. Kematian seseorang yang disebabkan
oleh ulah pati dan salah pati hanya dapat melaksanakan upacara penguburan
terlebih dahulu, selebihnya dilaksanakan upacara ngaben sesuai dengan keadaan
ekonomi keluarga.

1.1 Proses penguburan


Proses penguburan di desa Jasri sama seperti daerah lainnya di Bali. Saat ada
orang yang meninggal di desa. Mayatnya dapat dikubur, kremasi ataupun
langsung di aben. Dalam proses penguburan, mayat akan digotong dari rumah
menuju setra. Setelah sampai di setra mayat di letakkan di Bale Serbaguna, pihak
yang meninggal akan melakukan persembahyangan di Prajapati menyimbolkan
bahwa mayat telah berpulang atau dalam bahasa bali disebut Mepamit dan juga
melakukan persembahyangan di Setra. Lalu mayat akan dikubur di wilayah sesuai
dengan usianya, jika masih anak-anak akan dikubur di sebelah utara dan orang
dewasa dikubur di sebelah selatan kuburan.
1.2 Proses Kremasi/Mekingsan Di Gni
Tatanan Upacara Mekingsan Di Gni
Upacara Sawa Preteka Mapendem Ring Geni adalah bentuk upacara pembakaran
bagi jenasah yang baru meninggal dunia, tetapi belum dapat disebut Ngaben. Cara
ini ditempuh bilamana:
1.
2.
3.
4.

Kekurangan biaya ngaben.


Bila masih ada panglingsir sang lina yang belum diaben.
Ada rencana dalam waktu dekat akan ngaben bersama keluarga lain.
Sang lina tidak boleh di-pendem di pertiwi karena ketika hidup menjadi

Pamangku, Dalang, dll.


5. Untuk menghindari beberatan cuntaka karena keluarga akan mengadakan
upacara Dewa Yadnya dalam waktu dekat.
6. Sang lina berada jauh dari keluarga.
Dalam Lontar Tattwa Kepatian disebutkan bahwa status Atma dalam upacara
Mapendem Ring Geni sama dengan Mapendem Ring Pertiwi di mana batas waktu
untuk upacara Ngaben selambat-lambatnya satu tahun.

12

Jika tidak maka kepastu oleh Bethara Yama; tulang atau arang/ abunya akan
berbadan Bhuta Cuil dan Atma menemui kesengsaraan yang mana mengakibatkan
keluarganya hidup menderita.

URUTAN UPACARA DAN UPAKARA YANG DIGUNAKAN


1. Mabersih.
Jenasah diturunkan ke pepaga yang sudah dialasi tikar dan ada bantal di
bawahnya diisi jinah kepeng satakan lalu di atas sawa dipasang leluhur kain putih,
pakaiannya dilugar kemaluannya ditutup (kalau laki-laki ditutup dengan kain dan
daun tuwung bola, kalau perempuan ditutup dengan kain dan daun tunjung).
Selanjunya disiram dengan air, disabuni, dikramas, diberi bablonyoh putihkuning, disiram dengan yeh kumkuman, selanjutnya mulutnya dikumuri air,
disisig.
Rambut diminyaki, disisir yang rapi. Kuku dikerik dan kerikannya dibungkus
daun dapdap ditaruh diteben sawa.
Menempatkan sarana-sarana: daun intaran di kedua alis, pusuh menuh di
hidung, kaca di mata, waja digigi, sikapa di atas dada, serbuk bebek di atas perut,
malem di telinga, daun terung bola di atas kelamin laki-laki atau daun tunjung di
atas kelamin perempuan.
Kedua jempol kaki diikat benang putih, tangan sikap amusti diisi kwangen
dengan uang kepeng 11, monmon mirah dimasukkan ke mulut, beberapa kwangen
diletakkan di tubuh sbb.:

Kwangen berisi pucuk dapdap ditaruh di jidat menghadap ke bawah


Kwangen berisi uang kepeng 11 ditaruh di dada menghadap ke atas
Kwangen berisi uang kepeng 9 dan bunga tunjung ditaruh di ulu hati

menghadap ke atas
Kwangen berisi pucuk bunga cempaka putih ditaruh di tangan kanan-kiri, kaki
kanan-kiri

13

Sawa diperciki tirta pelukatan/ pebersihan. Setelah itu sawa digulung dengan
kain putih dan tikar kalasa, dilante dan diikat kuat. Di atas pengulungan ditaruh
daun telujungan dan kain putih secukupnya dan tatindih.

2. Nyumbah.
Sawa diangkat digelindingi telur ayam mentah, lalu preti sentana masulub di
bawah sawa.
3. Persembahan.
Sawa ditidurkan di bale, dihaturi soda dan tataban. Upasaksi ke Surya banten
suci satu soroh. Banten ditatabkan ke sawa, kemudian preti sentana menyuapi
soda dengan daun dapdap menggunakan tangan kiri.
4. Pembakaran.
Pada hari dewasa yang baik sawa diusung ke setra setelah melewati caru
aperancak. Meprasawya tiga kali masing-masing: di depan rumah, di perapatan
agung, di cangkem setra, dan di pamuunan.
Sawa diletakkan di atas pemasmian, lante dan penutup wajah dibuka, di atas
dada sawa ditaruh banten: nasi angkeb, bubuh pirata. Kepala sawa diperciki tirtatirta: pelukatan, pabersihan, pengentas, merajan suwun, kawitan, kahyangan tiga.
Setelah itu sawa dibakar dengan cita ageni Ida Pandita dan api biasa. Bila
tulang sudah jadi arang, sirati dengan tirta panyeeb, lalu gelari caru geblagan.
Ambil kuskusan baru, semua arang tulang diambil ditaruh di atas kuskusan.
Cuci/siram dengan air sampai bersih, terakhir siram dengan yeh kumkuman.
Arang tulang yang sudah bersih dibungkus kain putih diikat dan dibentuk
seperti kepala manusia, dialasi bokor, dihias dengan pakaian putih kuning, destar,
bunga dll. Bokor itu lalu disangkol preti sentana dan dihadapkan ke banten
ayaban.
5. Banten di Setra.
14

Banten di sanggar surya sama dengan diarepan Pandita yaitu suci asoroh dan
pasipatan. Pengayatan ke kahyangan tiga suci tiga soroh, Prajapati suci satu soroh,
Sedaan bangbang suci satu soroh. Banten tarpana terdiri dari suci satu soroh, nasi
angkeb, bubur pirata.

6. Nganyut ke Segara.
Setelah Ida Pandita selesai mapuja, dilanjutkan dengan pamuspaan dan
nyumbah sang lina, matirta dan mabija, lalu yang nyangkol arang tulang bangun,
mundur tiga langkah, maprasawya keliling pamuunan tiga kali, terus menuju ke
segara.
Sampai di segara diadakan pemujaan kepada Bethara Baruna dengan suci satu
soroh. Setelah itu arang tulang ditenggelamkan di laut. Upacara ngulapin dengan
rantasan dan banten suci satu soroh.
7. Nangkilang ke Jabaan Pura Dalem.
Rantasan dibawa ke jabaan Pura Dalem, dihaturi piuning kepada Ida Bethari
Durga dengan suci satu soroh. Kemudian rantasan diampigang. Para pelayat
kembali ke rumah duka.
8. Macaru, Mapepegat, Mabeakala, Maprayascita.
Agar supaya tuntas, maka setelah acara nomor 7 langsung diadakan upacara
macaru abrunbunan di rumah duka, diteruskan dengan mabeakala, maprayascita,
dan mapepegat oleh semua keluarga. Dengan demikian maka keluarga sudah
langsung bebas dari cuntaka.
Dalam proses ini sama halnya tahap-tahapnya dengan proses penguburan,
yaitu mayat digotong dari rumah menuju setra kemudian mayat di kremasi di
tempat yang telah disediakan.
1.3 Proses Pengabenan
Ada 2 proses pengabenan yang ada, yaitu yang pertama ada yang mayatnya ketika
baru meninggal langsung diaben dan ada yang ditanam terlebih dahulu baru
kemudian diaben, berikut penjelasannya.
15

1. Proses pengabenan yang pertama yaitu yang mayatnya langsung diaben


dimulai dari rumah keluarga yang meninggal dengan memakai Bade yang
digotong oleh warga yang ikut berpartisipasi. Bade ini digotong menuju setra
yang melewati patung Salak dimana di tempat ini dilakukan pemutaran Bade
sebanyak 3 kali dan melanjutkan penggotongan wadah ke setra. Sesampainya
di setra wadah ditaruh dan mayat diambil dari Bade dan dibakar di tempat
yang telah disediakan. Setelah proses pembakaran selesai sisa pembakaran
yang berupa tulang dan debu disusun membentuk manusia diatas kain kasa
dan dimasukkan ke dalam sebuah wadah yang berupa alat penanak nasi yang
terbuat dari bambu yang dijalin (Pengukusan Nasi). Lalu dibawa ke pantai dan
melakukan persembahyangan. Usai persembahyangan tulang dihanyutkan
dipantai. Bade yang telah digunakan dibakar di setra.
2. Proses yang kedua yaitu mayat yang dulu ditanam kemudian digali,
penggalian ini dilakukan pada sore hari, kemudian sisa tulang dari mayat
tersebut diletakan di bale serbaguna, dan pada sore hingga pagi hari sisa-sisa
tulang mayat tersebut di jaga oleh pihak keluarga dan sejumlah masyarakat,
dan kemudian pada pagi harinya barulah proses ngaben dilaksanakan.
f. Hubungan Setra Jasri dengan Ajaran pada Agama Hindu
1) Tri Angga
Tri Angga merupakan system pembagian Zona sebagaimana manusia itu sendiri
yang dibagi menjadi bagian Kepala (Utama), Badan (Madya), Kaki (Nista).
Dalam hal ini dapat diterapkan pada suatu bangunan atau teritorial tertentu. Dalam
bangunan yang terdapat pada setra Jasri sudah menerapkan Tri Angga ini yaitu
raab/atap sebagai kepala, Tiang/tampul sebagai badan dan alas bangunan hingga
pondasi sebagai kaki. Penempatan setra pada ruang lingkup desa juga sudah
diletakkan paling jauh dari gunung atau ditempatkan pada daerah paling rendah
(Nista)
2) Tri Loka
Tri Loka dibagi menjadi Bhur, Bwah dan Svah. Setra ini sendiri terletak pada alam
Bwah loka terdiri dari alam material dimana saat ini kita berada dan alam halus
bwah loka, tempat jiwa-jiwa untuk reinkarnasi kembali.
3) Tri Hita Karana
Setra jasri telah menerapkan Konsep Tri Hita Karana dengan baik dengan adanya
bangunan dimana manusi dapat berinteraksi, terdapat bangunan dimana manusia

16

dapat melakukan sembahyang dan alam lingkungan yang selalu dijaga


keberadaannya.

BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari paparan dan penjelaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa setra atau sema
adalah kuburan dalam bahasa Balinya yaitu suatu tempat untuk melakukan proses pitra
yajnya dalam hal upacara kematian. Selain itu juga dapat disimpulkan bahwa setiap setra
memiliki latar belakang, alur dan proses pengabaenan, dan letak setra yang berbeda-beda.
SARAN
Demikian makalah yang kami buat semoga dapat bermanfaat dan dapat membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Saran kami yaitu sebaiknya kita
sebagai masyarakat bali harusnya mengetahui latar belakang setra, alur dan proses
pengabaenan, dan letak setra. Selain itu kita juga sebaiknya melastarikan hal tersebut agar
tetap terjaga sehingga tetap memiliki daya tarik tersendiri untuk di pelajari.

17

DAFTAR PUSTAKA
http://www.kamarmurah.com/mengenal-desa-unik-trunyan
http://www.googlemap.com
http://www.wahana08.wordpress.com
http://www.googleweblight.com
http://www.google.com

18

Anda mungkin juga menyukai