DISUSUN OLEH :
TOUHRA ULFA(170160101)
ANISA SEPTIANA(170160067)
NURUL FAHNI(1701600)
KELAS : IIIC
DOSEN PEMBIMBING:
ARMELIA DEVINA
TEKNIK ARSITEKTUR
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang hubungan antara manusia, alam dan arsitektur.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan sebaik-baiknya dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerjasama dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat mengevaluasi makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENGANTAR
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENGANTAR
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar
3,2 km dari Pulau Jawa. Secara geografis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″
Bujur Timur yang membuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.
Pada sistem kekeluargaan bali, terdapat dua golongan, yaitu : purusa dan predana. Purusa
adalah golongan dimana pewarisnya hanya satu orang anak saja, sementara pradana adalah golongan
dimana pewarisnya memiliki saudara yang lain. Dalam kekeluargaan bali jika seandainya seorang
wanita purusa menikah dengan pria pradana maka kasta tersebut akan bertukar. Yang dapat
menentukan hak waris hanya lah purusa. Dalam hal perwarisan masyarakat bali masih sangat
memegang prinsipnya.
1. Banjar
Merupakan bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan
sosial itu diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara-upacara keagaman yang keramat. Didaerah
pegunungan, sifat keanggotaan banjar hanya terbatas pada orang yang lahir di wilayah banjar tersebut.
Sedangkan didaerah datar, sifat keanggotaannya tidak tertutup dan terbatas kepada orang-orang asli
yang lahir di banjar itu. Orang dari wilayah lain atau lahir di wilayah lain dan kebetulan menetap di
banjar bersangkutan dipersilakan untuk menjadi anggota(krama banjar) kalau yang bersangkutan
menghendaki.Pusat dari bale banjar adalah bale banjar, dimana warga banjar bertemu pada hari-hari
yang tetap. Banjar dikepalai oleh seorang kepala yang disebut kelian banjar.
2. Subak
Subak di Bali seolah-olah lepas dari dari Banjar dan mempunyai kepala sendiri. Orang yang
menjadi warga subak tidak semuanya sama dengan orang yang menjadi anggota banjar.Warga subak
adalah pemilik atau para penggarap sawah yang yang menerima air irigasinya dari dari bendungan-
bendungan yang diurus oleh suatu subak. Sudah tentu tidak semua warga subak tadi hidup dalam suatu
banjar. Sebaliknya ada seorang warga banjar yang mempunyai banyak sawah yang terpencar dan
mendapat air irigasi dari bendungan yang diurus oleh beberapa subak. Dengan demikian warga banjar
tersebut akan menggabungkan diri dengan semua subak dimana ia mempunyai sebidang sawah.
3. Sekaha
Dalam kehidupan kemasyarakatan desa di Bali, ada organisasi-organisasi yang bergerak dalam
lapangan kehidupan yang khusus, ialah sekaha. Organisasi ini bersifat turun-temurun, tapi ada pula
yang bersifat sementara. Ada sekaha yang fungsinya adalah menyelenggarakan hal-hal atau upacara-
upacara yang berkenan dengan desa, misalnya sekaha baris (perkumpulan tari baris), sekaha teruna-
teruni. Sekaha tersebut sifatnya permanen, tapi ada juga sekaha yang sifatnya sementara, yaitu sekaha
yang didirikan berdasarkan atas suatu kebutuhan tertentu, misalnya sekaha memula (perkumpulan
menanam), sekaha manyi (perkumpulan menuai), sekaha gong (perkumpulan gamelan) dan lain-lain.
4. Gotong Royong
Dalam kehidupan berkomuniti dalam masyarakat Bali dikenal sistem gotong royong (nguopin)
yang meliputi lapangan-lapangan aktivitas di sawah (seperti menenem, menyiangi, panen dan
sebagainya), sekitar rumah tangga (memperbaiki atap rumah, dinding rumah, menggali sumur dan
sebagainaya), dalam perayaan-perayaan atau upacara-upacara yang diadakan oleh suatu keluarga, atau
dalam peristiwa kecelakaan dan kematian. nguopin antara individu biasanya dilandasi oleh pengertian
bahwa bantuan tenaga yang diberikan wajib dibalas dengan bantuan tenaga juga. kecuali nguopin
masih ada acara gotong royong antara sekaha dengan sekaha. Cara serupa ini disebut ngedeng
(menarik). Misalnya suatu perkumpulan gamelan ditarik untuk ikut serta dalam menyelenggarakan
suatu tarian dalam rangka suatu upacara odalan. bentuk yang terakhir adalah kerja bhakti (ngayah)
untuk keprluan agama,masyarakat maupun pemerintah.
Sebagian besar masyarakat Bali memiliki mata pencaharian sebagai petani. Selain padi,
pertanian yang lain yaitu palawija, kopi, dan kelapa. Peternakan di Bali juga maju, yaitu ternak babi
dan sapi. Selain itu juga dikembangkan peternakan kambing, kerbau, dan kuda.
Perikanan: dikembangkan perikanan darat dan laut, perikanan laut terdapat di pinggir pantai.
Para nelayan menggunakan jangkung (perahu penangkap ikan) untuk mencari ikan tongkol, udang, dan
cumi-cumi.
Di Bali juga banyak terdapat industri kerajinan, kerajinan yang dibuat meliputi: benda-benda
anyaman, kain tenun, pabrik rokok, dan tekstil. Selain itu juga banyak perusahaan yang menjual jasa,
seperti biro perjalanan, hotel, rumah makan, taksi, dan toko kesenian. Tempat usaha terbesar terdapat di
Gianyar, Denpasar, dan Tabanan.
BAB II
LINGKUNGAN PERMUKIMAN
Pola perkampungan/ permukiman orang Bali dari segi strukturnya dibedakan atas dua jenis, yaitu :
Pertama, pola perkampungan mengelompok padat, pola ini terutama terdapat pada desa-desa di
Bali bagian pegunungan. Pola perkampungan di desa-desa iini bersifat memusat dengan kedudukan
desa adat amat penting dan sentral dalam berbagai segi kehidupan warga desa tersebut
Kedua, pola perkampungan menyebar, pola ini terutama terdapat pada desa-desa di Bali
dataran, dimana baik wilayah maupun jumlah warga desa disini jauh lebih luas dan lebih besar dari
desa-desa pegunungan. Desa-desa di Bali dataran yang menunjukkan pola menyebar terbagi lagi dalam
kesatuan-kesatuan sosial yang lebih kecil yang disebut Banjar. Banjar disini pada hakekatnya adalah
juga suatu kesatuan wilayah dan merupakan bagian dari suatu desa dengan memiliki kesatuan wilayah,
ikatan wilayah, ikatan pemujaan, serta perasaan cinta dan kebanggaan tersendiri.
Berdasarkan jenis-jenis bangunan Bali, tipologi bangunan bali dibagi menjadi empat yaitu
bangunan tempat tinggal (rumah) , tempat pemujaan, bangunan tempat musyawarah dan bangunan
tempat penyimpanan.
BAB III
KARYA ARSITEKTUR
1. Angkul-Angkul
Angkul-angkul atau sering disebut
Rumah Adat Bali Angkul-Angkul. Di bagian luar, Ugadi akan membangun sebuah angkul-
angkul atau yang biasa kita kenal dengan Gapura. Jika diperhatikan, setiap rumah adat biasanya
memiliki pintu utama berupa gapura dengan atap artistik dan model tradisional seperti candi di sebelah
kanan dan kiri.
2. Aling-Aling
Kedua adalah rumah adat bali Aling-Aling. Masuk ke bagian halaman rumah adat Bali, ada
sebuah bangunan kecil yang diberi nama dengan Aling-Aling. Ini merupakan sebuah bangunan kecil
seperti pos ronda kecil yang biasanya terletak di pekarangan depan. Bangunan ini merupakan tempat
bagi pemilik rumah untuk melakukan aktivitas ruangan seperti mengukir patung, mempersiapkan alat
upacara tradisional, ataupun sekedar untuk beristirahat dan menerima tamu. Biasanya Aling-Aling akan
dikelilingi oleh tembok pembatas yang bernama penyeker, yang merupakan simbol untuk membatasi
aura negatif dan positif.
Rumah adat bali Aling-Aling
6. Bale Sekapat
Jika di era modern seperti ini, kita bisa menggambarkan Bale Sekapat sebagai sebuah gazebo
mini. Bentuknya memang sederhana, hanya terdiri dari empat tiang yang menyangga atap yang dibalut
oleh genteng ataupun jerami. Variasi lain biasanya Udagi akan membuat atap dengan bentuk pelana
atau limasan. Bale Sekapat kerap digunakan untuk bersantai di siang hari atau sekedar berkumpul para
anggota keluarga.
Rumah Adat Bali Bale Sekapat
7. Bale Gede
Sesuai dengan namanya, ini merupakan sebuah bangunan dengan ukuran yang besar (gede).
Jika dibandingkan dengan bangunan lain, bisa dibilang bahwa Bale Gede merupakan bangunan yang
mewah. Bangunan ini diperuntukkan untuk melakukan upacara adat yang perlu mengundang banyak
orang. Para tamu biasanya akan berkumpul di Bale Gede dan melakukan upacara adat dengan
membakar berbagai jenis sesaji.
8. Paweregen
Bangunan ini diperuntukkan sebagai dapur guna mengolah makanan dan menyimpan bahan
makanan. Pawaregen merupakan sebuah bangunan yang selalu ada pada setiap rumah adat Bali.
Peweregen biasanya dibagi menjadi 2 bagian.Pertama adalah tempat terbuka guna memasak makanan
menggunakan tungku dan kayu bakar.Bagian kedua adalah ruangan untuk menyimpan bahan makanan
dan alat-alat dapur
Rumah Adat Bali Paweregen
9. Jineng
Bangunan terakhir yang biasanya ada di halaman sebuah rumah adalah Jineng. Masyarakat Bali juga
mengenal bangunan ini dengan sebutan Klumpu, yakni sebuah tempat untuk menyimpan gabah dan
padi.Ukuran Jineng biasanya sama dengan Bale Sekapat, tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu
kecil. Masyarakat tradisional Bali biasanya menyimpan gabah yang belum kering di bagian kolong
sedangkan pdi kering di bagian atas.
Namun bangunan rumah khas Bali saat ini sudah hampir sama, yakni terbuat dari campuran
semen dan batu bata. Meski demikian, di beberapa wilayah yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai
tradisional, biasanya mereka masih menggunakan desain dan bahan bangunan sederhana untuk rumah
adat Bali.
3.2 ORNAMEN PADA RUMAH TRADISIONAL BALI
Pada ornamen rumah masyarakat bali banyak menggunakan bentukan tumbuhan (flora) dan
binatang (fauna).Bentuknya yang mendekati keadaan sebenarnya ditampilkan sebagai latar belakang
hiasan-hiasan bidang dalam bentuk hiasan atau pahatan relief. Cerita-cerita pewayangan,legenda dan
kepercayaan, yang dituangkan ke dalam lukisanatau pahatan relief umumnya dilengkapi dengan latar
belakang berbagai macamtumbuh-tumbuhan yang menunjang penampilannya. Ragam hias yang
dikenakan pada bagian-bagian bangunan atau peralatandan perlengkapan bangunan dari jenis-jenis
flora dinamakan sesuai jenis dan keadaannya. Ada beberapa motif ukiran yang menggunakan bentukan
flora yaitu :
1) keketusan
ornamaen keketusan adalah sebuah karya seni yang kosep dasarnya diambil dari benda-benda
alam dan tumbuh- tumbuhan dan juga binatang. Tujuan ornamaen kekketuan diciptakan untuk
mengisi bagian-bagian pepalihan( bagian-bagian yang berbentuk segi empat panjang, seperti
bundad berundak-unda) bagunanan arsitektur tradisional bali. Makna yang terkandung dalam
ornamen keketusan adalah sebagain pengikat sifat-sifat positif, baik itu berupa terpenuhinya
sandang, pangan, papan, yang terpenting hidup rukun, damai , sejahtera baik dikehidupan sekarang
ini dan akhirat.
Keketusan dalam ragam hias tradisional sangat banyak jenisnnya, seperti: keketusan wangga
yang menggambarkan bunga-bunga besar yang mekar dari jenis tanaman yang berdaun lebar,
keketusan bungan tuwung adalah hiasan berpola bunga terung dalam bentuk liku-liku segi banyak
berulang atau bertumpuk menyerupai bungaterung, keketusan bun-bunan adalah hiasan berpola
tumbuh-tumbuhan jalar atau jalar bersulur. Keketusan memikiki jenis yang lainnya seperti mas-
masan, kakul-kakulan,batun timun, pae, ganggong, dan lain sebagainy
Ornamen pepatran adalah ornamen yang konsepnya diambil dari tanaman merambat liar, yang
biasanya menumpang pada pohon-pohon besar sebagai pagar rumah. Tujuan pepatran ini adalah untuk
menghias rumah pribadi/adat/tempat suci yang khusus berkembang di bali. Peptran ini meghiasi
bagian-bagian yang lebar memanjang, baik berupa segiempat, baik tempatnya di tengah, dipinggir atau
bidang-bidang yang lebar, juga sebagain pelengkap dari ornamen kekarangan. Makna yang terkandung
pada pepatran adalah memberikan pelindung pada kehidupan manusia dari rasa takut, panasa, haus dan
lainnya. Sehingga memberikan kenyamanan bagi manusia yang tinggal di lingkungan bangunan yang
dihiasi ole pepatran.
3) Kekarangan
Ornamen Kekarangan adalah sebuah hasil karya seni yang ide/konsep dasarnya diambil dari muka
binatang yang hidupnya diari, didarat dan diudara dan muka manusia dan muka dewa-dewi. Bentuk
muka ini kemudian distilir/dideformasi/dirubah dalam bentuk kekarangan. Bentuk kekarangan ini
bertujuan menghias bagian-bagian pojok/sudut dan bagian tengah dari bangunan rumah pribadi, rumah
adat dan bangunan suci. Makna yang terkandung pada ornament kekarangan adalah simbol-simbol
kekuatan alam yang hidup didunia ini. Sehingga bangunan yang dihias dengan bentuk kekarangan
menjadi kuat/kokoh dan dijauhkan dari kekuat-kekuatan gaib yang kiranya mengganggu kehidupan
manusia, Hal ini dipercaya mampu menetralisir sifat-sifat negative di rubah menjadi sifat-sifat positif.
Karang Gajah Karang Tapel
4). Patung
http://citraindonesiaku.blogspot.com/2012/02/sistem-organisasi-dan-kemasyarakatan-di.html
https://adatindonesia.com/rumah-adat-bali/
https://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2009/11/04/sistem-kemasyarakatan-di-bali/
https://www.academia.edu/6538615/ORNAMEN_ARSITEKTUR_BALI