Anda di halaman 1dari 20

ARSITEKTUR NUSANTARA

SUKU DAN RUMAH ADAT BALI

DISUSUN OLEH:
ARIF FIKRI
NURHAMDIAH

DIBIMBING OLEH:
NURUL FAKRIAH, M.ARCH.

PRODI ARSITEKTUR
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR RANIRY
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena rahmat-
Nya lah kita masih diberi kehidupan yang sejahtera. Shalawat serta Salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan besar Habibana Wanabiyana Muhammad SAW, karena
bimbingannyalah kita bisa berjalan pada jalan yang diridoi Allah SWT.

Harapan kami semoga makalah ini yang bentuk maupun isinya yang sangat sederhana ini
dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, terutama bagi
kami pembuat makalah.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan ini. Sehingga kami
dapat memperbaiki bentuk maupun isi laporan ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Banda Aceh, Juni 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
I.1. LATAR BELAKANG................................................................................................. 1
I.2. RUMUSAN MASALAH............................................................................................. 1
I.3. TUJUAN...................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2
II.1. SUKU BALI AGA..................................................................................................... 2
II.2. SUKU BALI MAJAPAHIT...................................................................................... 2
II.3. MATA PENCAHARIAN ......................................................................................... 3
II.4. KASTA BALI............................................................................................................. 3
II.5. SOSIAL BUDAYA.................................................................................................... 4
II.6. SISTEM SOSIAL...................................................................................................... 4
II.7. ADAT KEBUDAYAAN SUKU BALI..................................................................... 4
II.8. SISTEM KEPERCAYAAN...................................................................................... 6
II.9. RUMAH ADAT BALI.............................................................................................. 8
II.10. NILAI FILOSOFIS RUMAH ADAT BALI.......................................................... 13
II.11. KONTRUKSI DAN MATERIAL.......................................................................... 14
BAB III PENUTUP........................................................................................................... 15
KESIMPULAN.................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 17

ii
BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Balakang


Suku Bali terbagi ke dalam tiga periode atau gelombang migrasi, yaitu gelombang
pertama terjadi akibat dari persebaran penduduk yang terjadi di Nusantara selama zaman
prasejarah. Gelombang kedua terjadi secara perlahan selama masa perkembangan agama Hindu
di Nusantara. Gelombang ketiga yaitu gelombang terakhir yang berasal dari Jawa, ketika
Majapahit runtuh pada abad ke-15 seiring dengan berjalannya Islamisasi yang terjadi di pulau
Jawa sehingga masyarakat Jawa memilih untuk melestarikan kebudayaannya di Bali, sehingga
golongan ini disebut sebagai suku Bali Majapahit.
Di sini kami akan membahas tentang suku Bali secara keseluruhan beserta rumah adat
dan filosofisnya, mengambil garis besar dan menjelaskannya. Kebudayaan suku Bali aga dan
Suku Bali Majapahit, memiliki banyak kesamaan. Walaupun pada hakikatnya berbeda.

I.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana kehidupan masyarakat Suku Bali Aga dan Suku Bali Majapahit?
2. Bagaimana sistem kepercayaan masyarakat suku Bali?
3. Apa mata pencaharian suku Bali?
4. Bagaimana Rumah Adat Bali?
5. Apa filosofis Rumah Adat Bali?

I.3. Tujuan
1. Untuk menambah pengetahuan buat pembaca dan pemakalah.
2. Untuk mengetahui rumah adat Bali.
3. Untuk mengetahui kehidupan masyarakat Bali.

1
BAB II PEMBAHASAN

II.1. Suku Bali Aga

Bali Aga adalah salah satu subsuku Bangsa Bali yang menganggap mereka sebagai penduduk
Bali yang asli. Bali Aga juga disebut sebagai Bali Pegunungan dimana sejumlah sukunya
terdapat di Desa Trunyan. Masyarakat menganggap mereka yang tinggal disini sebagai orang
gunung yang bodoh karena berada di daerah pegunungan kawasan pedalaman.

 Masyarakat Bali Aga hidup terisolasi di daerah pegunungan.


 Penduduk memakai dialek bahasa Bali mereka sendiri. Bahasanya juga berbeda antara
satu desa dengan desa lainnya, seperti yang dipakai warga desa Trunyan dengan
Tenganan.
 Di Desa Trunyan terdapat pohon yang menyebarkan bau harum, yang biasa dipakai
masyarakat desa setempat dalam menguburkan mayat.
 Pemakamannya tidak dilakukan dengan cara ngaben atau pembakaran mayat. Di sini
mayat di letakkan di bawah pohon begitu saja.
 Keberadaan Desa Trunyan dan Tenganan sebagai sebuah desa adat yang melestarikan
nilai leluhur yang telah diwariskan.

II.2. Suku Bali Majapahit

Suku ini berasal dari pendatang Jawa yang terjadi di zaman Kerajaan Majapahit. Sebagian
besar tinggal di Pulau Bali khususnya di dataran rendah dengan mata pencaharian bercocok
tanam di sawah. Masyarakat ini beragama Hindu dan menjadi salah satu pengaruh dari sejarah
suku Bali. Mempunyai penduduk lebih banyak dibandingkan mereka yang mendiami daerah
pesisir pantai.

 Mempunyai ikatan solidaritas sesama angggota, yaitu anggota subak (satu sumber air
yang sama) terlihat saat rapat dan upacara keagamaan.
 Bahasa mirip dengan Jawa, hanya saja logatnya yang berbeda.
 Mata pencahariannya adalah bercocok tanam di sawah.

2
 Silsilah penduduk biasanya di catat dengan memakai lontar, dan lontarnya memakai
huruf Jawa, menunjukkan masyarakat Bali merupakan keturunan Majapahit.

II.3.Mata Pencaharian Suku Bali

Pada umumnya masyarakat Bali bermata pencaharian mayoritas bercocok tanam,


peternakan dan perikanan.
 Bercocok Tanam
Mata pencarian pokok dari orang Bali adalah bercocok tanam. Di Bali utara manyoritas
perkebunan buah-buahan. Sedangkan di daerah Bali selatan yang merupakan daerah dataran
yang lebih luas, pada umumnya daerah hujan yang cukup baik penduduk mengusahakan
bercocok tanam di sawah.

Dari segi teknologi, khususnya pertanian masyarakat Bali telah mengenal sistem pengairan
yang disebut subak, sebuah sistem yang tidak hanya mengatur pengairan dan penanaman di
sawah-sawah tetapi keseluruhan sistem dari segala aspek yang tercakup dalam lingkup pertanian.

 Peternakan
Selain bercocok tanam, peterakan juga merupakan usaha yang penting dalam masyrakat
perdesaan Bali. Pemeliharaan ternak sapi, kerbau, ayam, itik, babi, kambing, anjing, dan
sebagainya. Ternak kerbau digunakan untuk menarik bajak di sawah. Ternak ayam pada awalnya
banyak ditujukan untuk kesenangan lelaki, yaitu untuk keperluan permainan sabung ayam jantan
menggunakan taji besi.
 Perikanan
 Suatu mata pencarian lain adalah perikanan, baik perikanan darat maupun perikanan laut.
Perikanan darat boleh dikatakan umunya merupakan mata pencarian sambilan dari penanaman
padi disawah, terutama di daerah-daerah dengan cukup air, artinya airnya sepanjang masa itu
ada.

II.4. Kasta Bali

3
Masyarakat Bali Hindu memang terbagi ke dalam pelapisan sosial yang dipengaruhi oleh
sistem nilai yang tiga, yaitu utama, madia, dan nista. Kasta utama atau tertinggi adalah golongan
barahmana, kasta madia adalah golongan ksatria dan kasta nista adalah golongan waisya. Selain
itu masih ada golongan yang dianggap paling rendah atau tidak berkasta yaitu golongan sudra,
sering pula mereka sebut jaba wangsa (tidak berkasta). 

II.5. Sosial Budaya

Kehidupan sosial budaya masyarakat Bali sehari-hari hampir semuanya dipengaruhi oleh
keyakinan mereka kepada agama Hindu Darma yang mereka anut sejak beberapa abad yang lalu.
Oleh karena itu studi tentang masyarakat dan kebudayaan Bali tidak bisa dilepaskan dari
pengaruh sistem religi Hindu. Agama Hindu Darma atau Hindu-Jawa yang mereka anut
mempercayai Tuhan Yang Maha Esa dalam konsep tri murti, yaitu Tuhan yang mempunyai tiga
wujud: Brahma (pencipta), Wisnu (pelindung), dan Siwa (pelebur segala yang ada)

II.6. Sistem Sosial

Dalam catur warna versi Hindu Bali, brahmana berarti pendeta atau pemuka agama;
ksatria berarti pemerintah atau prajurit yang mengatur sistem pemerintahan; waisya berarti
golongan pekerja atau petani; dan sudra berarti abdi yang utama dan setia mengabdi pada
brahmana, ksatria, dan waisya.

Keempat warna ini secara teori dapat saling mengisi dan saling membutuhkan antara
warna satu dengan yang lainnya. Maka, jika ada keretakan di antara profesi ini akan dapat
merugikan semua pihak.

II.7. Adat Kebudayaan Suku Bali

Masyarakat Bali terdiri dari masyarakat yang beragama Hindu tapi semua itu tidak
berpengaruh terhadap masyarakat lain yang tinggal di Bali namun tidak memeluk agama Hindu.
Tetapi kebudayaan masyarakat Bali sangat tergantung pada sistem kepercayaan mereka. Berikut
beberapa upacara yang biasa di lakukan oleh masyarakat Bali:

4
 Pernikahan
Untuk acara pernikahan ada beberapa upacara adat yang harus dilewati diantaranya yaitu
sebagai berikut :
o Upacara ngekeb

Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari


kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga memohon doa restu
kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan kebahagiaan kepada
pasangan ini serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa keturunan yang
baik

o Mungkah Lawang (Buka Pintu)

Adat ini adalah adat mengetuk pintu pengantin wanita sebanyak tiga kali,
sebagai bentuk bahwa pengantin pria telah datang untuk menjemput pengantin
wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu

o Madengen dengan

Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau mensucikan kedua


pengantin dari energi negatif dalam diri keduanya. Upacara dipimpin oleh seorang
pemangku adat atau Balian

o Mewidhi Widana

Acara ini merupakan acara penyempurnaan pernikahan adat bali untuk


meningkatkan pembersihan diri pengantin yang telah dilakukan pada acara
sebelumnya. Lalu keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk berdoa
mohon izin dan restu Yang Kuasa.

o Mejauman Ngabe Tipat Bantal 

Setelah beberapa hari menikah, baru upacara ini dilaksanakan. Acara ini
dilakukan untuk memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga

5
pengantin wanita, terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin
wanita telah sah menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya

 Upacara Potong gigi

Upacara potong gigi ini wajib dilakukan oleh laki-laki dan wanita yang beranjak
dewasa yang di tandai datangnya menstruasi untuk wanita dan membesarnya suara untuk
laki-laki. Potong gigi bukan berarti gigi dipotong hingga habis, melainkan hanya
merapikan atau mengikir enam gigi pada rahang atas, yaitu empat gigi seri dan dua taring
kiri dan kanan yang dipercaya untuk menghilangkan enam sifat buruk yang melekat pada
diri seseorang, yaitu kama (hawa nafsu), loba (tamak), krodha (amarah), mada (mabuk),
moha (bingung), dan matsarya (iri hati atau dengki).

 Upacara Kematian

Masyarakat Bali selalu mengadakan upacara kematian di saat ada seseorang atau
kerabat yang meninggal dunia. Upacara kematian ini dikenal dengan nama upacara
ngaben. Upacara ini yakni upacara pembakaran bagi orang yang sudah meninggal. Pada
intinya upacara ini untuk mengembalikan roh leluhur (orang yang sudah meninggal) ke
tempat asalnya. Seorang Pedanda mengatakan manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan
setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa selaku
Dewa yang dipercaya oleh masyarakat atau umat hindu khususnya masyarakat hindu
Bali.

II.8. Sistem Kepercayaan

 Mayoritas masyarakat Bali menganut kepercayaan Hindu. Suku Bali Hindu percaya
adanya satu Tuhan dengan konsep Trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yaitu Brahmana
(menciptakan), Wisnu (yang memelihara) dan Siwa (yang merusak).

 Sistem kepercayaan di Suku Bali masih kental sekali dengan kepercayaan pada hal ghoib
dan dianggap penting. Hal-hal yang dianggap penting disini adalah Atman (roh yang
abadi), Karmapala (buah dari setiap perbuatan) dan Purnabawa (kelahiran kembali jiwa).

6
 Suku Bali juga memiliki tempat ibadah yang sangat sakral. Tempat ibadah agama Hindu
adalah Pura yang memiliki sifat berbeda, antara lain Pura Besakih (umum untuk semua
golongan), Pura Desa / Kayangan Tiga (untuk kelompok sosial setempat) dan Sanggah
(khusus untuk leluhur).

Tempat ibadah agama Hindu disebut pura. Pura memiliki sifat berbeda, sebagai berikut:

 Pura Besakih: sifatnya umum untuk semua golongan.


 Pura Desa (kayangan tiga): khusus untuk kelompok sosial setempat.
 Sanggah: khusus untuk leluhur.

Dari segi arsitektur orang-orang Bali tahu betul bagaimana mengatur tata letak ruangan dan
bangunan yang tidak kalah dengan sistem Feng Shui. Arsitektur bagi orang Bali merupakan
perlambangan yang bersifat komunikatif dan edukatif.

7
II.9. Rumah Adat Bali

 Rumah adat Bali

Rumah adat Bali harus sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali ajaran terdapat pada kitab
suci Weda yang mengatur soal tata letak sebuah bangunan yang hampir mirip dengan ilmu Feng
Shui dalam ajaran Budaya China. Rumah adat Bali harus memenuhi aspek pawongan (manusia /
penghuni rumah), pelemahan (lokasi / lingkungan) dan yang terahir parahyangan.

Pada umumnya rumah Bali di penuhi dengan pernak-pernik hiasan, ukiran serta warna yang
alami lalu patung-patung symbol ritual. Bangunan Rumah Adat Bali terpisah-pisah manjadi

8
banyak bangunan-bangunan kecil – kecil dalam satu area yang disatukan oleh pagar yang
mengelilinginya

1. Pamerajaan atau Paru Keluarga

Pamerajaan atau paru keluarga biasanya dibangun di pojok rumah adat disebelah timur
laut. Bangunan ini merupakan bangunan suci yang disakralkan karena penghuni rumah tersebut
kerap melakukan upacara sembahyang atau melakukan dia harian di bangunan ini.

2. Bale Dangin

Bale Dangin terletak di bagian timur, sering pula disebut dengan Bale Gede apabila
bertiang 12. Fungsi Bale Dangin ini adalah untuk melakukan upacara adat bersama masyarakat
sekitar, dan para tamu biasanya akan berkumpul didalam Bale lalu melakukan upacara adat
dengan membakar berbagai jenis sesaji. dan bisa juga difungsikan sebagai tempat tidur.

9
3. Bale Delod

Bale Delod sebagai Ruang menerima tamu atau ruang tamu. Di Bali Bale Delod
difungsikan untuk kegiatan adat, dan atau bale kematian dimana bila ada salah satu anggota
keluarga yang meninggal akan disemayamkan disana sebelum prosesi ngaben dilaksanakan.

4. Bale Meten atau Bale daja

10
Bale Meten terletak di bagian Utara. Bale Meten terbagi dua bagian, bale sebelah kiri
berfungsi sebagai tempat tidur untuk orang tua atau kepala keluarga dan tempat anak gadis yang
belum menikah. Sedangkan di bale sebelah kanan difungsikan untuk ruang suci, tempat
sembahyang dan tempat menyimpan alat – alat upacara. Bentuknya tidak terlalu besar dan juga
tidak terlau kecil. Mengingat dengan fungsinya sebagai tempat tidur.
5. Bale Dauh atau Bale Tiang Sanga

Bale Dauh ini terletak di bagian Barat. Biasa disebut Bale Tiang Sanga (Sembilan). Bale
dauh adalah sebuah ruangan yang khusus di gunakan untuk anak lelaki, ditempati oleh anak
lelaki yang terdapat di rumah adat tersebut. Terkadang bale dauh itu di gunakan sebagai tempat
kerja atau digunakan sebagai tempat diadakannya pertemuan-pertemuan pekerjaan. Jika keluarga
yang menempati rumah adat tersebut dan memiliki putra laki-laki biasanya di ruangan sini lah
putranya tidur.

6. Lumbung/ Bale Jineng

11
Lumbung sebagai tempat untuk menyimpan hasil panen, berupa padi dan hasil kebun
lainnya. Fungsinya sebagai penyimpanan hasil panen yang berupa gabah di bagian atapnya. Dan
dibawahnya dibentuk menyerupai bale untuk tempat bersantai dan bercengkrama bersama
keluarga. Orang – orang yang memiliki jineng ini biasanya golongan petani yang memiliki hasil
panen setiap tahun.

7. Paon/ Dapur

Paon itu diartikan sebagai dapur tempat memasak, jadi rumah adat tersebut memiliki
tempat untuk memasak sendiri yang di artikan sebagai paon. Ruangan ini biasanya terletak di
belakang rumah adat.

8. Aling-Aling

Jika kita masuk kebagian halaman rumah adat Bali, akan ditemukan sebuah bangunan
kecil yang diberi nama Aling-aling. Bangunan kecil ini menyerupai seperti pos ronda kecil yang

12
biasa kita temukan di pekarang depan rumah. Aling-aling merupakan tempat untuk melakuan
aktivitas pemilik rumah seperti mengukir patung, mempersiapkan alat uapacara adat/tradisional,
ataupun sekedar untuk beristirahat dan menerima tamu.

9. Angkul-Angkul

Yang pertama adalah Rumah Adat Bali Angkul-Angkul. Di bagian luar, setiap rumah
adat biasanya memiliki pintu utama berupa gapura. Pembangunan sebuah angkul-angkul atau
biasa kita kenal dengan sebutan gapura, dibangun dengan atap yang artistik dan model
tradisional seperti candi disebelah kanan dan kirinya.

II.10. Nilai Filosofis Rumah Adat Bali

Rumah adat Bali, selain berfungsi sebagai ikon budaya dan tempat tinggal, rumah adat
Bali juga mengandung nilai filosofis yang menggambarkan kearifan lokal budaya masyarakat
Bali, menggambarkan kedekatan mereka dengan sistem kepercayaannya, sehingga mereka
menganut system Tri Angga untuk membuat konsep pembangunan rumahnya.

Dalam pembangunan, rumah adat Bali dibuat melalui serangkaian proses panjang, mulai
dari proses pengukuran tanah, ritual persembahan kurban dan memohon izin kepada leluhur

13
untuk mendirikan rumah, ritual peletakan batu pertama, proses pengerjaan, dab ditutup dengan
upacar syukuran saat rumah selesai dibangun. Tujuan seluruh ritual itu adalah untuk memberikan
manfaat yang baik untuk pemilik rumah.

Tata letak rumah Bali mengikuti konsep Tri Angga, dimana daerah Utara dan Timur
menjadi tempat yang disucikan, sedangkan Selatan dan Barat menjadi tempat yang memiliki
kesucian rendah. Tempat ibadah biasanya selalu terletak di sudut Utara atau Timur, sedangkan
area pembuangan air, kamar mandi, penjemuran itu berada di sudut Barat dan Selatan

II.11. Kontruksi dan Material

Kontruksi dalam membuat rumah adat Bali juga menggunakan konsep Tri Angga, yaitu:
Nista menggambarkan suatu hierarki paling bawah suatu tingkatan, yang biasanya
diwujudkan dengan pondasi bangunan atau bagian bawah sebuah bangunan sebagai penyangga
bangunan di atasnya, ata tiang kolom. Materialya dapat terbuat dari batu bata atau batu gunung.
Batu bata tersebut tersusun dalam suatu bentuk yang cukup rapi sesuai dengan dimensi ruang
yang akan dibuat pada permukaan batu bata atau batu gunung dibuat semacam penghalus sebagai
elemen leveling yang rata. Atau plesteran akhir nista juga digambarkan sebagai alam bawah atau
alam setan atau nafsu.

Madya adalah bagian tengah bangunan yang diwujudkan dalam bangunan dinding,
jendela, dan pintu. Madya menggambarkan strata manusia atau alam manusia.

Utama adalah simbol dari bangunan bagian atas yang diwujudkan dalam bentuk atap
yang diyakini juga sebagai tempat paling suci dalam rumah sehingga juga digambarkan tempat
tinggal dewa ata leluhur mereka yang sudah meninggal. Pada bagian atap ini bahan yang
digunakan pada arsitetradionaladalah atap ijuk dan alang-alang.

14
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Arsitektur nusantara menurut Prijotomo:
1. Ideologi: Suku Bali tinggal pada satu desa dengan satu pura.
2. Menghargai sejarah masa lampau: Rumah Adat Bali menghargai sejarah masa
lampau, dengan mengikuti leluhur mereka.
3. Arsitektur nusantara sebuah pengetahuan dari disiplin Arsitektur: dapat
dilihat dari cara mereka membangun.
4. Arsitektur yang berkelanjutan: dari bahan material yang di gunakan, itu
bertahan lama, seperti tanah liat dan kayu.
5. Arsitektur nusantara menerima teknologi modern: rumah adat Bali menerima
teknologi modern, dilihat dari brntuk material.
6. Arsitektur pernaungan: Rumah adat Bali memakai atap dan tidak memakai
dinding, yang memakai dinding hanya ruang untuk penyimpanan dan tidur.
7. Arsitektur tanpa paku, tanggap gempa dan konservasi: Rumah adat Bali tidak
memakai paku. Melainkan di pasak dan memakai tanah liat.
8. Kebaharian nusantara: -
9. Tadisi tanpa tulisan: - (karena mereka membaca dan menulis kitab untuk
mengatur kehidupan)
10. Menggunakan ornamen dan dekorasi: memakai ornamen pada pura dan tiang
pada setiap ruangan.
11. Ruang asymmetrical-symmetry (unity): terletak pada pemerajan.

Penggolongan masyarakat menurut Pangarsa:


1. Masyarakat pelestari hutan

15
2. Ketekunan masyarakat tani pedalaman: masuk pada golongan
masyarakat tani pedalaman, karena suku Bali itu bercocok
tanam/bersawah.
3. Keterbukaan masyarakat pesisir
4. Masyarakat megalitik
5. Masyarakat Industri

16
Daftar Pustaka
Agusintadewi Ni Ketut. 2016. Pola Spasial Permukiman Tradisional Bali Aga di Desa
Sekardadi, Kintamani.jurnal RUAS. 50-53.

Universitas Udayana. 2018. Jurnal Kajian Bali. Jurnal Kajian Bali. 93-100.

Wisata pulau Dewata. 2013. Rumah adat di https://infoobjek.wordpress.com/2013/05/21/rumah-


adat/

17

Anda mungkin juga menyukai