Bernama lengkap Everett M. Rogers, pria ini dilahirkan di Carroll, Iowa pada tanggal
6 Maret 1931. Ia dibesarkan dalam lingkungan keluarga pemilik Pinehurst Farm.
Awalnya Rogers tidak memiliki ide untuk mengambil kuliah hingga gurunya
mengarahkannya beserta beberapa teman-teman sekelasnya untuk mengambil
Agriculture untuk S1 dan S2-nya di Iowa State University. Selanjutnya ia sempat
menjadi suka relawan di perang Korea selama 2 tahun. Sepulangnya dari perang itu
Rogers kembali lagi ke Iowa State University untuk mendapatkan gelar PhD di
bidang sosiologi dan statistik pada tahun 1957.
Sejarah teori
Pada tahun 1950-an, Iowa State University menghasilkan banyak lulusan besar di
bidang pertanian dan khususnya masalah sosiologi pedesaan. Banyak sekali inovasi
pertanian yang dihasilkan seperti benih jagung hybrid, pupuk kimiawi, dan
semprotan untuk rumput liar. Namun tidak semua petani mengadopsi beberapa
inovasi tersebut, hanya ada beberapa petani saja yang mengadopsinya setelah
inovasi tersebut berhasil dilakukan oleh beberapa petani barulah inovasi tersebut
menyebar secara perlahan-lahan. Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar bagi
Rogers hingga akhirnya menjadi inti dari disertasi Rogers di Iowa State University.
Disertasinya berupa penyebaran atau difusi weed spray, ia juga melakukan
wawancara langsung terhadap 200 petani tentang keputusannya untuk keputusan
mereka mengadopsi inovasi tersebut. Selain itu Rogers juga memelajari bagaimana
difusi inovasi dari bidang-bidang lain, misalnya pada bidang pendidikan, marketing,
dan obat-obatan. Ia menemukan banyak kesamaan dalam beberapa bidang
tersebut. Hasilnya merujuk kepada S-shaped Diffusion Curve yang diperkenalkan
oleh seorang sosiolog Prancis bernama Gabriel Tarde pada awal abad ke-20.
Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi
seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua
sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang
lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Rogers (1983) mengatakan, Tardes S-shaped diffusion curve is of current
importance because most innovations have an S-shaped rate of adoption. Dan
sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam
penelitian-penelitian sosiologi.
Sumber : www.stsc.hill.af.mil/crosstalk/1999/11/paulk.asp
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana
studi atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih
kontemporer, seperti dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Melalui
bukunya yang berjudul Diffusion of Innovation yang kini menjadi buku legendaris,
Rogers menjelaskan hasil risetnya tentang difusi atau penyebaran inovasi dalam
suatu sistem sosial dan pengaplikasiannya di berbagai bidang. Hal ini yang
membantu beberapa negara di daerah Asia, Africa, dan Amerika Latin untuk
menyebarkan inovasi dalam bidang pertanian, family planning, dan beberapa
perubahan sosial lainnya. Hingga mereka menjadi negara yang mandiri.
Esensi Teori
Dari definisi yang diberikan oleh Everett M. Rogers tersebut, ada empat unsur utama
yang terjadi dalam proses difusi inovasi sebagai berikut:
1. Inovasi
Inovasi merupakan sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap sebagai suatu
yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Semua inovasi memiliki
komponen ide tetapi tak banyak yang memiliki wujud fisik, ideologi misalnya. Inovasi
yang tidak memliliki wujud fisik diadopsi berupa keputusan simbolis. Sedangkan
yang memiliki wujud fisik pengadopsiannya diikuti dengan keputusan tindakan.
Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi yang dapat memengaruhi
keputusan terhadap pengadopsian suatu inovasi meliputi:
a. Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul dari
yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi,
prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif
dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Contoh
: Dalam pembelian handphone, pengguna handphone akan mencari handphone yang lebih
baik dari yang ia gunakan sebelumnya. Misalnya dari penggunaan Nokia N97 berganti ke
Blackberry
b. Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai
yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu
inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka
inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang
sesuai (compatible).
Contoh
: Dalam suku Badui dalam terdapat aturan untuk tidak menggunakan teknologi dari luar,
sehingga bentuk inovasi seperti alat-elektronik tidak mereka adopsi karena tidak sesuai
dengan norma sosial yang mereka miliki
c. Kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami
dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan
digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan
dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Contoh
Contoh
: Produk Molto Ultra Sekali Bilas cepat diterima masyarakat karena secara langsung dapat
dibandingkan dengan produk-produk sejenis lainnya.
e. Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh
orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar
kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan
bahwa semakin besar keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji
cobakan dan kemampuan untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin
cepat kemungkinan inovasi tersebut dapat diadopsi.
2. Saluran komunikasi
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama atau yang biasa disebut
mutual understanding antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan
(dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dengan demikian
diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh partisipan komunikasi dan saluran
komunikasi. Saluran komunikasi dapatr dikatakan memegang peranan penting dalam
proses penyebaran inovasi, karena melalui itulah inovasi dapat tersebar kepada anggota
sistem sosial.
Dalam tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis saluran
komunikasi tertentu juga memainkan peranan lebih penting dibandingkan dengan jenis
saluran komunikasi lain. Ada dua jenis kategori saluran komunikasi yang digunakan dalam
proses difusi inovasi, yakni saluran media massa dan saluran antarpribadi atau saluran lokal
dan kosmopolit. Saluran lokal adalah saluran yang berasal dari sistem sosial yang sedang
diselidiki. Saluran kosmopolit adalah saluran komunikasi yang berada di luar sistem sosial
yang sedang diselidiki. Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain.
Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari
satu sumber. Sedangkan saluran antarpribadi dalam proses difusi inovasi ini melibatkan
upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu yang biasanya
memiliki kekerabatan dekat.
Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip sebagai
berikut:
a. Saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar
pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi. Hal ini disebabkan saluran
komunikasi massa dapat membentuk awareness secara serempak dalam waktu yang
dikatakan cukup singkat dibandingkan dengen efek komunikasi antarpribadi.
b. Saluran kosmopolit lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih
penting pada tahap persuasi.
c. Saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran antar pribadi bagi
adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter). Sesuai
dengan karakteristiknya masing-masing, golongan adopter awal menyukai ide-ide baru
tanpa perlu persuasi yang berlebihan sehingga media massa saja sudah cukup membuat
mereka mau mengadopsi sebuah inovasi berbeda dengan orang-orang dari golongan
adopter akhir, karakteristik mereka yang kurang menyukai risiko menyebabkan komunikasi
antarpribadi yang paling bekerja dengan baik. Mereka cenderung melihat atau berkaca pada
orang-orang disekitar mereka yang sudah menggunakan inovasi tersebut dan apabila
berhasil mereka baru mau mengikutinya.
d. Saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan denan saluran lokal bagi bagi
adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
Metode komunikasi massa seperti penggunaan iklan memang dapat menyebarkan
informasi tentang inovasi baru dengan cepat tetapi hal tersebut tidak lantas dapat
begitu saja membuat inovasi baru tersebut diadopsi oleh khalayak. Hal itu
dikarenakan diadopsi tidaknya inovasi baru terkait dengan masalah resiko dan
ketidakpastian. Disinilah letak pentingnya komunikasi antarpribadi. Orang akan lebih
percaya kepada orang yang sudah dikenalnya dan dipercayai lebih awal atau orang
yang mungkin sudah berhasil mengadopsi inovasi baru itu sendiri, dan juga orang
yang memiliki kredibilitas untuk memberi saran mengenai inovasi tersebut. Hal
tersebut digambarkan oleh ilustrasi kurva dibawah ini yang menggambarkan bahwa
komunikasi interpersonal menjadi begitu sangat berpengaruh dari waktu ke waktu
dibandingkan dengan komunikasi massa.
Sumber: www.enablingchange.com.au
Dari hasil penelitian, banyak disebutkan bahwa saluran komunikasi media massa akan
optimal digunakan pada tahap pengetahuan dan saluran interpersonal akan lebih optimal
digunakan pada tahap persuasi. Namun pada kenyataannya, di negara yang belum maju
kekuatan komunikasi interpersonal masih dinilai lebih penting dalam tahap pengetahuan.
Hal ini disebabkan karena kurangnya media massa yang dapat dijangkau masyarakat
terutama di pedesaan, tingginya tingkat buta huruf penduduk, dan mungkin pula disebabkan
ketidakrelevanan antara isi media dengan kebutuhan masyarakat, misalnya terlalu banyak
hiburan atau hal-hal yang sebenarnya tidak penting untuk diberitakan. Karena hal-hal
tersebut, saluran komunikasi interpersonal terutama yang bersifat kosmopolit dinilai lebih
baik dibanding saluran media massa.
Untuk mendapatkan hasil penyebaran inovasi yang optimal, yakni memperbesar tingkat
adopsi suatu inovasi dapat dilakukan dengan pengaplikasian saluran komunikasi yang tepat
pada situasi yang tepat. Pertama, pada tahap pengetahuan hendaknya kita menggunakan
media massa untuk menyebarluaskan informasi tentang adanya inovasi tersebut.
Selanjutnya digunakan saluran komunikasi interpersonal yang bersifat persuasif dan
personal pada tahap persuasi.
Proses keputusan inovasi, yaitu proses mental yang terjadi dimana individu mulai
mengalami tahapan menerima informasi pertama yang membentuk sikap seseorang
terhadap inovasi sampai kepada keputusan apakah individu tersebut menerima atau
menolak inovasi, hingga tahapan implementasi dan konfirmasi berkenaan dengan inovasi
tersebut.
Ada beberapa tahap dalam proses keputusan inovasi ini, yakni:
b. Waktu memengaruhi difusi dalam keinovatifan individu atau unit adopsi. Keinovatifan adalah
tingkatan dimana individu dikategorikan secara relative dalam mengadopsi sebuah ide baru
dibanding anggota suatu sistem sosial lainnya. Kategori tersebut antara lain adalah
innovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard. Klasifikasi ini dikarenakan
dalam sebuah sistem, individu tidak akan secara serempak dalam suatu waktu mengadopsi
sebuah inovasi melainkan perlahan-lahan secara berurut. Keinovatifan inilah yang pada
akhirnya menjadi indikasi yang menunjukkan perubahan tingkah laku individu
c. Kecepatan rata-rata adopsi ide baru dalam sebuah sistem sangat dipengaruhi oleh dimensi
waktu. Kecepatan adopsi adalah kecepatan relative yang berkenaan dengan pengadopsian
suatu inovasi oleh anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu
tertentu. Kecepatan ini selalu diukur dengan jumlah anggota suatu sistem yang mengadopsi
inovasi dalam periode waktu tertentu.
4. Sistem Sosial
Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem
sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya
pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem
sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses
difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma
sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi
inovasi.
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur
sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan dengan hal ini,
Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi proses keputusan
inovasi. Keempat faktor tersebut adalah:
1) Struktur sosial (social structure)
Struktur sosial adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Adanya
sebuah struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu keteraturan dan stabilitas
perilaku setiap individu dalam suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan
hubungan antar anggota dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada
struktur oranisasi suatu perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur
sosial dapat memfasilitasi atau menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961)
seperti dikutip oleh Rogers menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi
tanpa mengetahui struktur sosial dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti
sirkulasi darah tanpa mempunyai pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi
dan arteri. Penelitian yang dilakukan oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukan
bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga
sistem sosial dimana individu tersebut berada.
2) Norma sistem (system norms)
Norma adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem sosial
yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem sosial. Sistem
norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat
berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility)
kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu
inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok
masyarakat) dalam suatu sistem social berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi
tersebut.
3) Opinion Leaders
Opinion leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang
tertentu yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem
sosial. Dalam kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau
sebaliknya, menjadi penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana perilakunya
(baik mendukung atau menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa
orang berpengaruh memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
4) Change Agent
Change agent adalah suatua bagian dari sistem sosial yang berpengaruh terhadap sistem
sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu memengaruhi sikap orang lain untuk
menerima sebuah inovasi. Tetapi change agent bersifat resmi atau formal, ia mendapat
tugas dari kliennya untuk memengaruhi masyarakat yang berada dalam sistem sosialnya.
Change agent atau dalam bahasia Indonesia yang biasa disebut agen perubah, biasanya
merupakan orang-orang profesional yang telah mendapatkan pendidikan atau pelatihan
tertentu untuk dapat memengaruhi sistem sosialnya. Di dalam buku Memasyarakatkan Ideide Baru yang ditulis oleh Rogers dan Shoemaker, fungsi utama dari change agent adalah
menjadi mata rantai yang menghubungkan dua sistem sosial atau lebih. Dengan demikian,
kemampuan dan keterampilan change agent berperan besar terhadap diterima atau
ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh, lemahnya pengetahuan tentang karakteristik
struktur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu sistem sosial (misal: suatu institusi
pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi walaupun secara ilmiah inovasi
tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang sedang berjalan saat itu.
Ralph Linton (1963) dalam buku Memasyarakatkan Ide-ide Baru melihat bahwa setiap
inovasi mempunyai tiga unsur pokok yang harus diketahui oleh change agent, yakni:
Bentuk yang dapat diamati langsung dalam penampilan fisik suatu inovasi
Makna, yakni perspektif subyektif dan seringkali tak disadari tentang inovasi tersebut oleh
anggota sistem sosial. Karena sifatnya subyektif, unsur makna ini lebih sulit didifusikan
daripada bentuk maupun fungsinya. Terkadang kultur penerima cenderung menggabungkan
makna inovasi itu dengan makna subyektif, sehingga makna aslinya hilang.
Sehingga pada tahapan ini seorang calon adopter akan membentuk persepsi
umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa ciri-ciri inovasi yang biasanya dicari
pada
tahapan
ini
adalah
karekateristik
inovasi
yakni
relative
advantage,
Praktik sebelumnya
Keinovatifan
a) Otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada
dalam posisi atasan
b) Individual adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan mengambil peranan dalam
pembuatannya. Keputusan individual terbagi menjadi dua macam, yakni:
a. Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan
yang dibuat oleh anggota sistem.
b. Keputusan kolektif adalah keputusan dibuat oleh individu melalui konsesnsus dari sebuah
sistem sosial
c) Kontingen adalah keputusan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan
yang mendahuluinya.
Konsekuensi adalah perubahan yang terjadi pada individu atau suatu sistem sosial
sebagai akibat dari adopsi atau penolakan terhadap inovasi . Ada tiga macam
konsekuensi setelah diambilnya sebuah keputusan, yakni:
tetapi tidak sesuai denganapa yang dikehendaki oleh tenaga kerja yang pada
akhirnya kehilangan pekerjaaan dan menjadi pengangguran.
individu
terhadap
inovasi
tersebut
sedangkan
replacement
Kurva yang membentuk lonceng tersebut dihasilkan oleh sejumlah penelitian tentang
difusi inovasi. Kurva lonceng tersebut menggambarkan banyaknya pengadopsi dari
waktu ke waktu. Pada tahun pertama, usaha penyebaran inovasi akan menghasilkan
jumlah pengadopsi yang sedikit, pada tahun berikutnya jumlah pengadopsi akan
lebih banyak dan setelash sampai pada puncaknya, sedikit demi sedikit jumlah
pengadopsi akan menyusut. Sehingga jika kurva tersebut dikumulasikan akan
membentuk kurva S sesuai dengan kurva S yang sebelumnya telah disampaikan
oleh Gabriel Tarde.
Berikut adalah karakteristik dari berbagai macam kategori adopter:
1. Inovator
Tipe ini adalah tipe yang menemukan inovasi. Mereka mencurahkan sebagian besar
hidup, energi, dan kreatifitasnya untuk mengembangkan ide baru. Selain itu orangorang yang masuk ke dalam kategori ini cenderung berminat mencari hubungan
dengan orang-orang yang berada di luar sistem mereka. Rogers menyebutkan
karakteristik innovator sebagai berikut:
a. Berani mengambil risiko
b.
2. Penerima Dini
Penerima dini atau Early adopter biasanya adalah orang-orang yang berpengaruh
dan lebih dulu memiliki banyak akses karena mereka memiliki orientasi yang lebih ke
dalam sistem sosial. Untuk memengaruhi penerima dini tidak memerlukan persuasi
karena mereka sendiri yang selalu berusaha mencari sesuatu yang dapat
memberikan
mereka
keuntungan
dalam
kehidupan
sosial
atau
ekonomi.
4. Mayoritas Belakangan
Orang-orang dari golongan ini adalah orang-orang yang konservatif pragmatis yang
sangat membenci risiko serta tidak nyaman dengan ide baru sehingga mereka
belakangan mendapatkan inovasi setelah mereka mendapatkan contoh. Golongan
ini lebih dipengaruhi oleh ketakutan dan golongan laggard.
Rogers mengidentifikasi karakteristik golongan late majority sebagai berikut:
a. Berjumlah sepertiga dari suatu sistem sosial
b. Mendapatkan tekanan daro orang-orang sekitarnya
c. Terdesak ekonomi
d. Skeptis
e. Sangat berhati-hati
Aplikasi
Pada awalnya riset tentang difusi inovasi menggunakan bidang pertanian sebagai
sampel. Yakni pada riset difusi jagung inti hibrida di Iowa. Tetapi kemudian
penerapan teori difusi inovasi ini berkembang ke berbagai macam bidang antara lain
pendekatan pembangunan, terutama pada negara-negara berkembang seperti
Indonesia dan negara dunia ketiga lainnya. Petani dan anggota masyarakat
pedesaan adalah salah satu dari sasaran dari upaya difusi inovasi. Usaha-usaha
mengaplikasikan difusi inovasi pertama kali dilakukan di Amerika Serikat pada tahun
1920-an dan 1930-an, sekarang hal itu dicontoh oleh negara-negara berkembang
lainnya.
Salah satu contoh penerapan teori difusi inovasi adalah penggunaan alat
kontrasepsi. Pada awalnya masyarakat melakukan family planning dengan coitus
interuptus atau bahkan mereka sama sekali tidak melakukan family planning. Lalu
pemerintah mulai mengenalkan alat kontrasepsi dengan menggencarkan iklan
layanan masyarakat pada berbagai macam media. Hal tersebut menimbulkan
awareness masyarakat terhadap adanya berbagai macam alat kontrasepsi untuk
melakukan family planning, mereka menjadi tahu bahwa alat-alat kontrasepsi dapat
menekan angka kelahiran. Beberapa masyarakat yang modernist mencoba
menggunakannya. Dokter dan bidan juga mulai memperkenalkan alat kontrasepsi
terhadap pasiennya, peran mereka disini ada yang sebagai opinion leader ada pula
yang dianggap sebaga change agent. Dari situ masyarakat satu per satu mulai
menggunakan alat kontrasepsi untuk menekan angka kelahiran. Jadi adanya alat
kontrasepsi
sebagai
inovasi
disebarkan
melalui
media
massa(bentuk
dari
komunikasi masa) dalam bentuk iklan selanjutnya change agent dan opinion leader
sebagai bentuk dari komunikasi antarpribadi yang persuasif dilakukan oleh dokter,
bidan atau keluarga yang telah menggunakan alat kontrasepsi lalu pada akhirnya
alat kontrasepsi itu dipakai oleh masyarakat kebanyakan. Dalam hal ini tidak semua
menggunakan alat kontrasepsi masih ada banyak orang yang tidak mau
menggunakan alat kontrasepsi karena umumnya mereka masih terikat adat dan
norma yang tidak mengizinkan adanya penekanan angka kelahiran..
Kritik-kritik
Ada beberapa kritik yang dilontarkan oleh ahli-ahli komunikasi dan ahli-ahli sosiologi
lainnya terhadap teori, antara lain:
1.
2. Teori ini tidak prediktif karena tidak menyediakan pengetahuan tentang seberapa
baik sebuah ide baru atau produk baru bekerja sebelum melewati kurva adopsi
3. Individu cenderung mengadopsi teknologi sesuai dengan kebutuhan mereka masingmasing, sehingga inovasi dapat dengan mudah berubah dalam penggunaannya saat
berpindah dari early adopter menuju early majority. Teori ini sama sekali tidak
menyebutkan mutasi yang sering terjadi seperti hal tersebut.
4. Pengaruh dari beberapa teknologi dapat secara radikal mengubah pola difusi untuk
menyusun teknologi dengan memulai persaingan atau kompetisi dalam kurva S.
Teori ini tidak menyediakan petunjuk bagaimana mengatur sebuah perpindahan.
5. Adanya overadopsi
Overadopsi adalah pengadopsian suatu inovasi oleh seseorang padahal menurut
ahli seharusnya ia menolak inovasi tersebut. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan seseorang tersebut tentang inovasi tersebut. Misalnya penggunaan
antibiotik secara berlebihan, atau pada bidang pertanian penggunaan insektisida
yang berlebihan. Padahal penggunaan insektisida atau antibiotic secara berlebihan
dapat menimbulkan resistensi. Kadangkala, inovasi yang baik tidak seharusnya
diadopsi oleh orang-orang yang tidak dapat menggunakannya secara bijak karena
kurangnya pengetahuan mereka.
6. Eksploitasi terhadap golongan sosial yang lemah
Menurut beberapa ahli, dengan adanya inovasi tidak semua perubahan sosial yang
terjadi adalah pertubahan kearah yang lebih baik. Bentuk pengaplikasian teori ini
terhadap komunikasi pembangunan misalnya. Dari kasus pembangunan di negaranegara maju, golongan miskin tidak dapat memerbaiki kualitas hidupnya sedangkan
golongan kaya semakin kaya, hal ini justru memerbesar gap yang ada.
Selain itu dalam pengaplikasiannya terhadap bidang pertanian ada beberapa kritik
mengenai teori difusi inovasi sebagai berikut:
1.
A Pro-Innovation Bias
Maksud dari pro-innovation bias disini adalah adanya prasangka berlebihan
terhadap inovasi(pro-innovation). Dalam teori ini semua inovasi dianggap baik tetapi
pada kenyataanya tidak selalu seperti itu. Ada kemungkinan konsekuensi negatif
sebagai akibat dari inovasi tersebut.
2.
3.
Individual-Blame Bias
Dalam teori ini mereka yang tidak mengadopsi teknologi langsung dicap sebagai
Laggard dan disalahkan karena kurangnya respon mereka terhadap inovasi.
Beberapa kritik mengatakan bahwa perusahaan, agensi pengembangan, dan badan
riset seharusnya merespon kebutuhan semua petani. Begitu pula saat penerapan di
bidang lainnya, seharusnya golongan yang mendapat perhatian lebih dalam
penyebaran inovasi adalah golongan yang termasuk kategori late majority dan
laggard. Karena bisa saja mereka terlambat mengadopsi atau tidak mengadopsi
inovasi karena kurangnya informasi mengenai inovasi tersebut.
4.
Issue of equality.
Dari teori ini lahir beberapa issue. Akankah inovasi menyebabkan pengangguran
atau migrasi warga desa? Akankah yang kaya menjadi lebih kaya dan yang miskin
menjadi lebih miskin? Apakah dampak buruk dari inovasi sudah dipertimbangkan?
Daftar Pustaka