Anda di halaman 1dari 36

Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903,

ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-

shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi

diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua

sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya

menggambarkan dimensi waktu.

Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan

kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-

shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate

of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting

dalam penelitian-penelitian sosiologi.

Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Boyce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan

hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil

penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah

satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the

agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis

over time.”

Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi

atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti

dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi

Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F.

Floyd Shoemaker yang bersama Rogers menulis Communication of Innovation: A Cross


Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown yang menulis Innovation Diffusion: A

New Perpective (1981).

A. Esensi Teori

Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi

disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada

sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers

(1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels

over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah

suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang

berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of

a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen

pokok, yaitu:

1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini,

kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika

suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’

dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.

2. Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada

penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a)

tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan

untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka

saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika
komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka

saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.

3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan

untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan

dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan

keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat

dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

4. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk

memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen

yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain

menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta

tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan

difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis

keputusan inovasi (type of innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication

channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah

(change agents).

Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:

1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil

keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan

bagaimana suatu inovasi berfungsi


2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya)

membentuk sikap baik atau tidak baik.

3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan

lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah

inovasi.

4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan

lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi.

5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan

lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah

dibuat sebelumnya.

B. Kategori Adopter

Anggota sistem sosial dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima

inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu

pengelo mpokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi,

yang telah duji oleh Rogers (1961).

Gambaran tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:

1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang,

berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi tinggi


2. Early Adopters (Perintis/Pelopor): 13,5% yang menjadi para perintis dalam penerimaan inovasi.

Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi

3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh

pertimbangan, interaksi internal tinggi.

4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi.

Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.

5. Laggards (Kelompok Kolot/Tradisional): 16% terakhir adalah kaum kolot/tradisional. Cirinya:

tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan opinion leaders,sumberdaya terbatas.

C. Penerapan dan keterkaitan teori

Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi Inovasi

senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk

terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari

pembangunan masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi

merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana

perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga)

tahapan, yaitu:

(1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3) konsekuensi (consequences). Penemuan

adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah proses

dimana ide/gagasan baru dikomunikasikan kepada anggota sistem sosial, sedangkan

konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan

inovasi.

Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian

tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studi atau
penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang

berkembang di masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi

inovasi,seperti perspektif ekonomi, perspektif ’market and infrastructure’ (Brown, 1981). Salah

satu definisi difusi inovasi dalam taraf perkembangan ini antara lain dikemukakan Parker

(1974), yang mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan memberi nilai tambah

pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu

tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu

tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan

melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari

kegiatan produktif.

Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the Dissemination of

Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan

pengetahuan (knowledge utilization), yaitu

1. Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang

bertanggunggung jawab dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.

2. Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud

yang juga termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.

3. Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk

tersebut dikemas dan disalurkan.

4. Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.

Bahan Referensi
Hanafi, Abdillah. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha

Nasional

Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, London: The

Free Press

Rogers, Everett M., 1983, Diffusion of Innovations. London: The Free Press.

Rogers, Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York: Tree Press.

Brown, Lawrence A., Innovation Diffusion: A New Perpevtive. New York: Methuen and

Co.

http://ishthesyndicate.blogspot.com/2013/09/teori-difusi-inovasi-pengantar-ilmu.html

Difusi Inovasi

Salah satu aplikasi komunikasi massa terpenting adalah berkaitan dengan proses adopsi inovasi.
Hal ini relevan untuk masyarakat yang sedang berkembang maupun masyarakat maju, Karena
terdapat kebutuhan terus menerus dalam perubahan social dan teknologi untuk mengganti cara-
cara lama dengan teknik-teknik baru. Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karen
adalam berbagai situasi di mana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian
ilmiah dan kebijakan publik, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya berada di luar
jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik. Teori ini pada prinsipnya adalah
komunikasi dua tahap. Jadi di dalamnya juga dikenal pula adanya pemuka pendapat atau yang
disebut juga dengan instilah agen perubahan (agent of change). Oleh karena itu teori ini sangat
menekankan pada sumber-sumber non media (sumber personal, misalnya tetangga, teman, ahli
dsb) mengenai gagasan-gagasan baru yang dikampanyekan untuk mengubah perilaku melalui
penyebaran informasi dan upaya mempengaruhi motivai dan sikap.

Asumsi :
a. Pengetahuan. Kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman tertentu
tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.
b. Persuasi. Individu memiliki/membentuk sikap yang menyetujui atau tidak menyetujui
inovasi tersebut.
c. Keputusan. Individu terlibat dalam aktivitas yan membawa pada suatu pilihan atau
mengadopsi atau menolak inovasi.
d. Konformasi. Individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah
diambilnya, namun dia dapat berubah dari keputusan sebelumnya jika pesan-pesan mengenai
inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan yang lainnya.

Esensi Teori :

Di dalam buku Diffusion of Innovation, Everett M. Rogers mendefinisikan difusi inovasi adalah

”proses sosial yang mengomunikasikan informasi tentang ide baru yang dipandang secara
subjektif. Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah
proses konstruksi sosial.”

”inovasi yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat relatif,
kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat yang jauh lebih besar,
dan tingkat kerumitan yang lebih rendahakan lebih cepat diadopsi daripada inovasi-
inovasi lainnya.”

Difusi merupakan suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan
sebagai ide baru. Komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan
informasi dan saling bertukar informasi untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam pesan itu
terdapat ketermasaan (newness) yang memberikan ciri khusus kepada difusi yang menyangkut
ketakpastian (uncertainty).
Asumsi utama yang dapat disimpulkan dari teori ini adalah:
1. Difusi inovasi adalah proses sosial yang mengomunikasikan informasi tentang ide baru yang
dipandang secara subjektif. Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan dikembangkan
melalui sebuah proses konstruksi sosial
2. Inovasi yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat relatif,
kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat yang jauh lebih besar, dan
tingkat kerumitan yang lebih rendah akan lebih cepat diadopsi daripada inovasi-inovasi lainnya
3. Ada sedikitnya 5 tahapan dalam difusi inovasi yakni, tahap pengetahuan, persuasi,
keputusan, implementasi, dan konfirmasi
4. Ada 5 tipe masyarakat dalam mengadopsi inovasi yakni inovator, early adopter,early
majority, late majority, dan laggard.

Unsur-unsur Difusi Inovasi :

Dari definisi yang diberikan oleh Everett M. Rogers tersebut, ada empat unsur utama yang terjadi
dalam proses difusi inovasi sebagai berikut:

1. Inovasi
Inovasi merupakan sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap sebagai suatu yang baru oleh
seorang individu atau satu unit adopsi lain. Semua inovasi memiliki komponen ide tetapi tak
banyak yang memiliki wujud fisik, ideologi misalnya. Inovasi yang tidak memliliki wujud fisik
diadopsi berupakeputusan simbolis. Sedangkan yang memiliki wujud fisik pengadopsiannya
diikuti dengan keputusan tindakan. Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi
yang dapat memengaruhi keputusan terhadap pengadopsian suatu inovasi meliputi:
a. Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul dari
yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi,
prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan
oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Contoh : Dalam pembelian handphone, penggunahandphone akan mencari handphone yang
lebih baik dari yang ia gunakan sebelumnya. Misalnya dari penggunaan Nokia N97 berganti
ke Blackberry
b. Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konristen dengan nilai-nilai yang
berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi
atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak
dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
Contoh : Dalam suku Badui dalam terdapat aturan untuk tidak menggunakan teknologi dari
luar, sehingga bentuk inovasi seperti alat-elektronik tidak mereka adopsi karena tidak sesuai
dengan norma sosial yang mereka miliki
c. Kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan
digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan
oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh
pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Contoh : Masyarakat pengguna PC atau notebook terbiasa dengan penggunaan Windows
yang lebih mudah dibandingkan Linux, walaupun Linux memiliki kelebihan dibandingkan
Windows tetapi karena penggunaannya lebih rumit masih sedikit orang yang menggunakan
Linux
d. Kemampuan diujicobakan (trialability)
Kemampuan untuk diujicobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas
tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan
lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus
mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Contoh : Produk Molto Ultra Sekali Bilas cepat diterima masyarakat karena secara langsung
dapat dibandingkan dengan produk-produk sejenis lainnya.
e. Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang
lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan
orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar
keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan
untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi
tersebut dapat diadopsi.

2. Saluran komunikasi
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama atau yang biasa
disebut mutual understanding antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan
(dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dengan demikian
diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh partisipan komunikasi dan saluran
komunikasi. Saluran komunikasi dapatr dikatakan memegang peranan penting dalam proses
penyebaran inovasi, karena melalui itulah inovasi dapat tersebar kepada anggota sistem sosial.
Dalam tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis saluran
komunikasi tertentu juga memainkan peranan lebih penting dibandingkan dengan jenis saluran
komunikasi lain. Ada dua jenis kategori saluran komunikasi yang digunakan dalam proses difusi
inovasi, yakni saluran media massa dan saluran antarpribadi atau saluran lokal dan kosmopolit.
Saluran lokal adalah saluran yang berasal dari sistem sosial yang sedang diselidiki. Saluran
kosmopolit adalah saluran komunikasi yang berada di luar sistem sosial yang sedang diselidiki.
Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa
adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber. Sedangkan
saluran antarpribadi dalam proses difusi inovasi ini melibatkan upaya pertukaran informasi tatap
muka antara dua atau lebih individu yang biasanya memiliki kekerabatan dekat.
Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip sebagai
berikut:
a. Saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar
pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi. Hal ini disebabkan saluran
komunikasi massa dapat membentuk awareness secara serempak dalam waktu yang dikatakan
cukup singkat dibandingkan dengen efek komunikasi antarpribadi.
b. Saluran kosmopolit lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih
penting pada tahap persuasi.
<"font-size: small;">c. Saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran
antar pribadi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late
adopter). Sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, golongan adopter awal menyukai ide-
ide baru tanpa perlu persuasi yang berlebihan sehingga media massa saja sudah cukup membuat
mereka mau mengadopsi sebuah inovasi berbeda dengan orang-orang dari golongan adopter
akhir, karakteristik mereka yang kurang menyukai risiko menyebabkan komunikasi antarpribadi
yang paling bekerja dengan baik. Mereka cenderung melihat atau berkaca pada orang-orang
disekitar mereka yang sudah menggunakan inovasi tersebut dan apabila berhasil mereka baru
mau mengikutinya.
d. Saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan denan saluran lokal bagi bagi adopter
awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
Metode komunikasi massa seperti penggunaan iklan memang dapat menyebarkan informasi
tentang inovasi baru dengan cepat tetapi hal tersebut tidak lantas dapat begitu saja membuat
inovasi baru tersebut diadopsi oleh khalayak. Hal itu dikarenakan diadopsi tidaknya inovasi baru
terkait dengan masalah resiko dan ketidakpastian. Disinilah letak pentingnya komunikasi
antarpribadi. Orang akan lebih percaya kepada orang yang sudah dikenalnya dan dipercayai lebih
awal atau orang yang mungkin sudah berhasil mengadopsi inovasi baru itu sendiri, dan juga
orang yang memiliki kredibilitas untuk memberi saran mengenai inovasi tersebut. Hal tersebut
digambarkan oleh ilustrasi kurva dibawah ini yang menggambarkan bahwa komunikasi
interpersonal menjadi begitu sangat berpengaruh dari waktu ke waktu dibandingkan dengan
komunikasi massa.

Dari hasil penelitian, banyak disebutkan bahwa saluran komunikasi media massa akan optimal
digunakan pada tahap pengetahuan dan saluran interpersonal akan lebih optimal digunakan pada
tahap persuasi. Namun pada kenyataannya, di negara yang belum maju kekuatan komunikasi
interpersonal masih dinilai lebih penting dalam tahap pengetahuan. Hal ini disebabkan karena
kurangnya media massa yang dapat dijangkau masyarakat terutama di pedesaan, tingginya
tingkat buta huruf penduduk, dan mungkin pula disebabkan ketidakrelevanan antara isi media
dengan kebutuhan masyarakat, misalnya terlalu banyak hiburan atau hal-hal yang sebenarnya
tidak penting untuk diberitakan. Karena hal-hal tersebut, saluran komunikasi interpersonal
terutama yang bersifat kosmopolit dinilai lebih baik dibanding saluran media massa.
Untuk mendapatkan hasil penyebaran inovasi yang optimal, yakni memperbesar tingkat adopsi
suatu inovasi dapat dilakukan dengan pengaplikasian saluran komunikasi yang tepat pada situasi
yang tepat. Pertama, pada tahap pengetahuan hendaknya kita menggunakan media massa untuk
menyebarluaskan informasi tentang adanya inovasi tersebut. Selanjutnya digunakan saluran
komunikasi interpersonal yang bersifat persuasif dan personal pada tahap persuasi.

3. Kurun waktu tertentu


Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam proses
difusi, berpengaruh dalam tiga hal, yakni:
a. Proses keputusan inovasi, yaitu proses mental yang terjadi dimana individu mulai
mengalami tahapan menerima informasi pertama yang membentuk sikap seseorang terhadap
inovasi sampai kepada keputusan apakah individu tersebut menerima atau menolak inovasi,
hingga tahapan implementasi dan konfirmasi berkenaan dengan inovasi tersebut.
Ada beberapa tahap dalam proses keputusan inovasi ini, yakni:
· Tahap pengetahuan pertama terhadap inovasi
· Tahap pembentukan sikap kepada inovasi
· Tahap pengambilan keputusan menerima atau menolak inovasi
· Tahap pelaksanaan inovasi
· Tahap konfirmasi dari keputusan
b. Waktu memengaruhi difusi dalam keinovatifan individu atau unit adopsi. Keinovatifan
adalah tingkatan dimana individu dikategorikan secara relative dalam mengadopsi sebuah ide
baru dibanding anggota suatu sistem sosial lainnya. Kategori tersebut antara lain
adalah innovator, early adopter, early majority, late majority, dan laggard. Klasifikasi ini
dikarenakan dalam sebuah sistem, individu tidak akan secara serempak dalam suatu waktu
mengadopsi sebuah inovasi melainkan perlahan-lahan secara berurut. Keinovatifan inilah yang
pada akhirnya menjadi indikasi yang menunjukkan perubahan tingkah laku individu
c. Kecepatan rata-rata adopsi ide baru dalam sebuah sistem sangat dipengaruhi oleh dimensi
waktu. Kecepatan adopsi adalah kecepatan relative yang berkenaan dengan pengadopsian suatu
inovasi oleh anggota suatu sistem mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu.
Kecepatan ini selalu diukur dengan jumlah anggota suatu sistem yang mengadopsi inovasi dalam
periode waktu tertentu.

4. Sistem Sosial
Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial
adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan
masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa
individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses difusi dalam kaitannya
dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen
perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur
sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan dengan hal ini,
Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi proses keputusan
inovasi. Keempat faktor tersebut adalah:
1) Struktur sosial (social structure)
Struktur sosial adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Adanya sebuah
struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu keteraturan dan stabilitas perilaku setiap
individu dalam suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar
anggota dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi suatu
perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau
menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) seperti dikutip oleh Rogers
menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur sosial
dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan
oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi
oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana individu tersebut berada.
2) Norma sistem (system norms)
Norma adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem sosial yang
berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem sosial. Sistem norma juga
dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat berhubungan
dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi denan nilai atau kepercayaan masyarakat
dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau
nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem social
berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
3) Opinion Leaders
Opinion leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang tertentu
yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam
kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi
penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung atau
menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh
memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
4) Change Agent
Change agent adalah suatua bagian dari sistem sosial yang berpengaruh terhadap sistem
sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu memengaruhi sikap orang lain untuk
menerima sebuah inovasi. Tetapichange agent bersifat resmi atau formal, ia mendapat tugas dari
kliennya untuk memengaruhi masyarakat yang berada dalam sistem sosialnya. Change agent
atau dalam bahasia Indonesia yang biasa disebut agen perubah, biasanya merupakan orang-orang
profesional yang telah mendapatkan pendidikan atau pelatihan tertentu untuk dapat memengaruhi
sistem sosialnya. Di dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” yang ditulis oleh Rogers dan
Shoemaker, fungsi utama dari change agent adalah menjadi mata rantai yang menghubungkan
dua sistem sosial atau lebih. Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan change
agent berperan besar terhadap diterima atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh,
lemahnya pengetahuan tentang karakteristik struktur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu
sistem sosial (misal: suatu institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi
walaupun secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang
sedang berjalan saat itu.
Ralph Linton (1963) dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” melihat bahwa setiap inovasi
mempunyai tiga unsur pokok yang harus diketahui oleh change agent, yakni:
· Bentuk yang dapat diamati langsung dalam penampilan fisik suatu inovasi
· Fungsi inovasi tersebut bagi cara hidup anggota sistem
· Makna, yakni perspektif subyektif dan seringkali tak disadari tentang inovasi tersebut oleh
anggota sistem sosial. Karena sifatnya subyektif, unsur makna ini lebih sulit didifusikan daripada
bentuk maupun fungsinya. Terkadang kultur penerima cenderung menggabungkan makna
inovasi itu dengan makna subyektif, sehingga makna aslinya hilang.
5) Heterofili dan Homofili
Difusi diidentifikasi sebagai jenis komunikasi khusus yang berhubungan dengan penyebaran
inovasi. Pada teori Two-Step Flow, opinion leader dan pengikutnya memiliki banyak kesamaan.
Hal tersebut yang dipandang dalam riset difusi sebagai homofili. Yakni, tingkat di mana
pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak kemiripan sosial, contohnya keyakinan,
pendidikan, nilai-nilai, status sosial dan lain sebagainya. Lain halnya dengan heterofili, heterofili
adalah tingkat di mana pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak perbedaan.
Persamaan dan perbedaan ini akan berpengaruh terhadap proses difusi yang terjadi. Semakin
besar derajat kesamaannya maka semakin efektif komunikasi yang terjadi untuk mendifusikan
inovasi dan sebaliknya. Makin tinggi derajat perbedaannya semakin b`nyak kemungkinan
masalah yag terjadi dan menyebabkan suatu komunikasi tidak efektif. Oleh karenanya, dalam
proses difusi inovasi, penting sekali untuk memahami betul karakteristik adopter potensialnya
untuk memperkecil “heterophily”.

Proses Difusi Inovasi

1. Tahap Pengetahuan (Knowledge)


Ada beberapa sumber yang menyebutkan tahap pengetahuan sebagai tahap “Awareness”. Tahap
ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang inovasi baru, dan saluran yang paling efektif
untuk digunakan adalah saluran media massa. Dalam tahap ini kesadaran individu akan mencari
atau membentuk pengertian inovasi dan tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Rogers
mengatakan ada tiga macam pengetahuan yang dicari masyarakat dalam tahapan ini, yakni:
· Kesadaran bahwa inovasi itu ada
· Pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut
· Pengetahuan yang mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut bekerja
2. Tahap Persuasi (Persuasion)
Dalam tahapan ini individu membentuk sikap atau memiliki sifat yang menyetujui atau tidak
menyetujui inovasi tersebut. Dalam tahap persuasi ini, individu akan mencari tahu lebih dalam
informasi tentang inovasi baru tersebut dan keuntungan menggunakan informasi tersebut. Yang
membuat tahapan ini berbeda dengan tahapa pengetahuan adalah pada tahap pengetahuan yang
berlangsung adalah proses memengaruhi kognitif, sedangkan pada tahap persuasi, aktifitas
mental yang terjadi alah memengaruhi afektif. Pada tahapan ini seorang calon adopter akan lebih
terlibat secara psikologis dengan inovasi. Kepribadian dan norma-norma sosial yang dimiliki
calon adopter ini akan menentukan bagaimana ia mencari informasi, bentuk pesan yang
bagaimana yang akan ia terima dan yang tidak, dan bagaimana cara ia menafsirkan makna pesan
yang ia terima berkenaan dengan informasi tersebut. Sehingga pada tahapan ini seorang
calon adopterakan membentuk persepsi umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa ciri-ciri
inovasi yang biasanya dicari pada tahapan ini adalah karekateristik inovasi yakni relative
advantage, compatibility, complexity, trialability, danobservability.
3. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision)
Di tahapan ini individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan untuk
mengadopsi inovasi tersebut atau tidak sama sekali. Adopsi adalah keputusan untuk
menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai cara tindak yang paling baik. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yakni:
· Praktik sebelumnya
· Perasaan akan kebutuhan
· Keinovatifan
· Norma dalam sistem sosial
Proses keputusan inovasi memiliki beberapa tipe yakni:
a) Otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh individu yang berada
dalam posisi atasan
b) Individual adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan mengambil peranan dalam
pembuatannya. Keputusan individual terbagi menjadi dua macam, yakni:
a. Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang, terlepas dari keputusan
yang dibuat oleh anggota sistem.
b. Keputusan kolektif adalah keputusan dibuat oleh individu melalui konsesnsus dari sebuah
sistem sosial
c) Kontingen adalah keputusan untuk menerima atau menolak inovasi setelah ada keputusan
yang mendahuluinya.

Konsekuensi adalah perubahan yang terjadi pada individu atau suatu sistem sosial sebagai akibat
dari adopsi atau penolakan terhadap inovasi . Ada tiga macam konsekuensi setelah diambilnya
sebuah keputusan, yakni:
· Konsekuensi Dikehendaki VS Konsekuensi Tidak Dikehendaki
Konsekuensi dikehendaki dan tidak dikehendaki bergantung kepada dampak-dampak inovasi
dalam sistem sosial berfungsi atau tidak berfungsi. Dalam kasus ini, sebuah inovasi bisa saja
dikatakan berfungsi dalam sebuah sistem sosial tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
sebenarnya inovasi tersebut tidak berfungsi bagi beberapa orang di dalm sistem sosial tersebut
Sebut saja revolusi industri di Inggris, akibat dari revolusi tersebut sesuai dengan yang
dikehendaki oleh pemilik modal tetapi tidak sesuai denganapa yang dikehendaki oleh tenaga
kerja yang pada akhirnya kehilangan pekerjaaan dan menjadi pengangguran.
· Konsekuensi Langsung VS Koneskuensi Tidak Langsung
Konsekuensi yang diterima bisa disebut konsekuensi langsung atau tidak langsung bergantung
kepada apakah perubahan-perubahan pada individu atau sistem sosial terjadi dalam respons
langsung terhadap inovasi atau sebagai hasil dari urutan kedua dari konsekuensi. Terkadang efek
atau hasil dari inovasi tidak berupa pengaruh langsung pada pengadopsi.
· Konsekuensi Yang Diantisipasi VS Konsekuensi Yang Tidak Diantisipasi
Tergantung kepada apakah perubahan-perubahan diketahui atau tidak oleh para anggota sistem
sosial tersebut. Contohnya pada penggunaan internet sebagai media massa baru di Indonesia
khususnya dikalangan remaja. Umumnya, internet digunakan untuk mendapatkan informasi yang
terbaru dari segala penjuru dunia, inilah yang disebut konsekuensi yang diantisipasi. Tetapi tanpa
disadari penggunaan internet bisa disalahgunakan, misalnya untuk mengakses hal-hal yang
berbau pornografi hal inilah yang disebut konsekuensi yang tidak diantisipasi. Remaja menjadi
mudah mendapatkan video atau gambar-gambar yang tidak pantas.
4. Tahap Pelaksanaan (Implementation)
Tahapan ini hanya akan ada jika pada tahap sebelumnya, individu atau partisipan memilih untuk
mengadopsi inovasi baru tersebut. Dalam tahap ini, individu akan menggunakan inovasi tersebut.
Jika ditahapan sebelumnya proses yang terjadi lebih kepada mental exercise yakni berpikir dan
memutuskan, dalam tahap pelaksanaan ini proses yang terjadi lebih ke arah perubahan tingkah
laku sebagai bentuk dari penggunaan ide baru tersebut.
5. Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Tahap terakhir ini adalah tahapan dimana individu akan mengevaluasi dan memutuskan untuk
terus menggunakan inovasi baru tersebut atau menyudahinya. Selain itu, individu akan mencari
penguatan atas keputusan yang telah ia ambil sebelumnya. Apabila, individu tersebut
menghentikan penggunaan inovasi tersebut hal tersebut dikarenakan oleh hal yang
disebutdisenchantment discontinuance danatau replacement discontinuance.
Disenchantment discontinuance disebabkan oleh ketidakpuasan individu terhadap inovasi
tersebut sedangkan replacement discontinuancedisebabkan oleh adanya inovasi lain yang lebih
baik.
http://strategikomunikasi.blogspot.com/2011/12/difusi-inovasi.html

BAB I

PENDAHULUAN

Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai

sesuatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967)

mendefinisikan inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan

instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan sebab akibat dalam mencapai

suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan

tertentu. Fullan (1996) menerangkan bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi

pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching

machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan

termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.

Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran

tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga

sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat

diangap sebaai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur

dan fungsi sistem sosial. Jelas disini bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan
utama proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota

sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.

Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam

sebuah kebudayaan . Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang

berjudul Diffusion of Innovations. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi

dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.

Inovasi merupakan ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau unit adopsi

lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam

pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah

mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan

waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh

sejumlah orang, hal itu dikatakan exploded atau meledak.

Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori di abad ke 19 dari seorang ilmuwan Perancis,

Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori

kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan

gagasan mengenai opinion leadership , yakni ide yang menjadi penting diantara para peneliti efek media

beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan

orang yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka

lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa mempengaruhi komunitasnya

untuk mengadopsi sebuah inovasi.


BAB II

PEMBAHASAN

Latar Belakang Teori

Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika

seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion

Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau

sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu

menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.

Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan

yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is

of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu

tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.

Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil

penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini

memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan
penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation

followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”

Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau

penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang

pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M.

Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers

menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown

yang menulis Innovation Diffusion: A New Perpective (1981)

Elemen

Elemen dalam teori difusi inovasi ini terdiri dari: inovasi, tipe saluran komunikasi, tingkat adopsi,

dan sistem sosial. Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat)

elemen pokok, yaitu:

(1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini,

kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide

dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang

inovatif tidak harus baru sama sekali.

(2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada

penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan

diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk

memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran

komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan
untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling

tepat adalah saluran interpersonal.

(3) Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai

memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat

berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan

keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima

inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

(4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama

untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama

Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup

signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan

tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses

pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut

mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of

innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature

of social system), dan (5) peran agen perubah (change agents).

Tahapan peristiwa yang menciptakan proses difusi

1. Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai melihat, dan

mengamati inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya media massa. Pengadopsi awal biasanya

merupakan orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa

menangkap inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan,
maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru

merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan

harus disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik.

2. Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari.

Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset

membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk

mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan

seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya

pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa

melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu, dorongan status

juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu

menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di

hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta

persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang ia

anut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk

mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya.

3. Pengembangan Jaringan Sosial: Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan

menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara

luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu

individu ke individu lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki. Riset menunjukkan bahwa sebuah

kelompok yang solid dan dekat satu sama lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses

adopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai

penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal


mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media

massa.

Lima Tahap Proses Adopsi

1. Tahap pengetahuan: Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi

baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran

komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak , maupun komunikasi interpersonal

diantara masyarakat

2. Tahap persuasi: Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna.

Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika mengadopsi inovasi tersebut secara

personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi

atau menolak inovasi tersebut.

3. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap ini, seseorang membuat keputusan akhir apakah

mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun bukan berarti setelah melakukan

pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.

4. Tahap implementasi: Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih jauh

tentang inovasi tersebut.

5. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari

pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi ataupun tidak, seseorang akan

mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang

kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan

evaluasi.
Kategori Pengadopsi

Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna inovasi :

1. Inovator: Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru.

Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini

lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang

ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau

relasi.

2. Pengguna awal: Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter

seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi

tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena

kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.

3. Mayoritas awal: Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi

kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi

secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun

waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah

inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup

bermanfaat.

4. Mayoritas akhir: Kelompok zang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka

menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka

mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain,

kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.


5. Laggard: Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka

bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka

bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok

laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan

menganggap mereka ketinggalan zaman.

Penerapan dan keterkaitan teori

Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi Inovasi senantiasa

dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan

sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers dan

Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial.

Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.

Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion),

dan (3) konsekuensi (consequences). Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau

dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru dikomunikasikan kepada anggota sistem

sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau

penolakan inovasi.

Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian tidak hanya

dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studi atau penelitian difusi

inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang berkembang di masyarakat.

Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi inovasi,seperti perspektif ekonomi,

perspektif ’market and infrastructure’ (Brown, 1981). Salah satu definisi difusi inovasi dalam taraf

perkembangan ini antara lain dikemukakan Parker (1974), yang mendefinisikan difusi sebagai suatu
proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga

menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (technical

change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku

umum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa

dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.

Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the Dissemination of

Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan

(knowledge utilization), yaitu

1. Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang bertanggunggung jawab

dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.

2. Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud yang juga

termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.

3. Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk tersebut

dikemas dan disalurkan.

4. Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.

Contoh Kasus

Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi Inovasisenantiasa

dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan

sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers dan

Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusimerupakan bagian dari proses perubahan sosial.

Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.
Perubahan sosial terjadi dalam 3(tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan ( invention ), (2) difusi (diffusion), dan

(3) konsekuensi(consequences). Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau

dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru dikomunikasikan kepadaanggota sistem

sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosialsebagai hasil dari adopsi atau

penolakan inovasi.Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus

kajiantidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studiatau

penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang berkembang di

masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian prosesdifusi inovasi,seperti

perspektif ekonomi, perspektif ¶market and infrastructure¶ (Brown,1981). Salah satu definisi difusi

inovasi dalam taraf perkembangan ini antara laindikemukakan Parker (1974), yang mendefinisikan difusi

sebagai suatu proses yang berperanmemberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi.

Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (

technical change).Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi

berlakuumum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi halyang

biasa dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut

National Center for the Disseminationof Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat)

dimensi pemanfaatan pengetahuan (knowledge utilization), yaitu

1.Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi , yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang bertanggunggung jawab

dalam menciptakan pengetahuan dan produk baru.

2.Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan , yaitu pengetahuan dan produk barudimaksud yang juga

termasuk bahan dan informasi pendukung lainnya.

3.Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk tersebut

dikemas dan disalurkan.


4. Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.Mengenai saluran

komunikasi sebagai sarana untuk menyebarkan inovasi, Rogersmenyatakan bahwa media massa lebih

efektif untuk menciptakan pengetahuan tentanginovasi, sedangkan saluran antarpribadi lebih efektif

dalam pembentukan dan percobaansikap terhadap ide baru, jadi dalam upaya mempengaruhi keputusan

untuk melakukan adopsiatau menolak ide baru.

Contoh yang lebih fenomenal adalah keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalammelaksanakan program

Keluarga Berencana (KB). Dalam program tersebut, suatu inovasiyang bernama Keluarga Berencana,

dikomunikasikan melalui berbagai saluran komunikasi baik saluran interpersonal maupun saluran

komunikasi yang berupa media massa, kepadasuatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat Indonesia.

Dan itu terjadi dalam kurun waktutertentu agar inovasi yang bernama Keluarga Berencana Tersebut

dapat dimengerti,dipahami, diterima, dan diimplementasikan (diadopsi) oleh masyarakat Indonesia.

ProgramKeluarga Berencana di Indonesia dilaksanakan dengan menerapkan prinsip difusi inovasi.

Iniadalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya adalah suatu ide atau program kegiatan, bukan

produk.Sementara itu tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:

1. Tahap Munculnya Pengetahuan ( K nowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambilkeputusan

lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi

berfungsi

2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusanlainnya)

membentuk sikap baik atau tidak baik

3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambilkeputusan lainnya terlibat

dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambilkeputusan lainnya

menetapkan penggunaan suatu inovasi.

5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambilkeputusan lainnya

mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakaninovasi yang sudah dibuat sebelumnya

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Pada tahun tahun 1962, Everett Rogers menggabungkan temuan penelitian arus informasi

dengan studi mengenai arus informasi dan pengaruh personal dalam beberapa bidang termasuk

antopologi, sosiologi dan pertanian desa. Ia meng embangkan apa yang ia sebut sebagai teori difusi,

perpanjangan dari ide Paul Lazarsfeld mengenai arus dua langkah.

Upaya rogers untuk menggabungkan penelitian arus informasi dengan teori difusi sangat sukses

sehingga teori arus informasi dikenal sebagai teori difusi informasi (dan ketika teori ini diterapkan kepada

difusi selain informasi, yaitu teknologi teori ini disebut sebagai teori difusi inovasi). Rogers menggunakan

kedua istilah ini untuk menamai edisi selanjutnya dari buku yang ia tulis.

Rogers mengumpulkan data dari berbagai studi empiris untuk menunjukkan bahwa ketika

inovasi teknologi baru diperkenalkan, inovasi tersebut melawati serangkaian tahap sebelum diadopsi

secara luas.

Pertama sebagian besar orang menge tahui teknologi tersebut, seringkali melalui informasi di

media massa. Kedua inovasi tersebut diadopsi oleh sekelompok kecil inovator yang disebut sebagai

pengguna awal. Ketiga, opinion leader belajar dari para pengguna awal ini dan mencoba inovasi ini

sendiri. Keempat, jika opinion leader merasa inovasi ini berguna, maka mereka akan mendorong teman-

teman mereka-para opinion follower.

Akhirnya setelah sebagian besar orang sudah mengadopsi inovasi ini, sekelompok pengguna

akhir (late follower) akan melakukan perubahan. Proses ini ditemukan untuk menerapkan sebagian besar

inovasi pertanian di Amerika.

Teori difusi informasi/inovasi adalah contoh yang bagus atas kekuatan keterbatasan teori

berjakauan menengah. Teori ini sukses menggabungkan banyak penelitian empiris. Rogers menelaah

ribuan studi. Teori difusi informasi/inovasi ini memandu penelitian dan memfasilitasi penafsirannya.
Meskipun demikian teori ini memiliki keterbatasan serius. Seperti teori arus informasi dan

pemasaran sosial, teori difusi informasi/inovasi adalah teori yang didominasi sumber yang melihat

proses komunikasi dari sudut pandang elite penguasa yang telah memutuskan untuk menyebarkan

sebuah inovasi atau informasi. Teori ini memperbaiki teori arus informasi dengan menyediakan strategi

yang lebih baik untuk mengetahui hambatan penyebaran.

Teori difusi informasi/inovasi memberikan peranan yang sangat terbatas kepada media massa,

karena umumnya media massa hanya menciptakan kesadaran akan inovasi baru. Tetapi teori ini

memberikan peranan utama untuk berbagai jenis orang yang mengkritik proses difusi.

Media secara langsung mempengaruhi pengguna awal, tetapi orang-orang ini secara umum

memiliki cukup informasi dan merupakan pengguna media yang berhati-hati. Para pengguna awal

mencoba inovasi dan kemudian memberitahu orang lain mengenai hal tersebut. Mereka secara langsung

mempengaruhi opinion leader yang kemudian mempengaruhi semua orang. Agen perubahan juga

bagian penting orang yang terlibat dalam difusi ini. Tugas mereka adalah untuk memiliki banyak

informasi mengenai inovasi dan memandu orang-orang lain yang ingin berubah.

Rogers menyarankan supaya agen perubahan memimpin upaya difusi, mereka dapat keluar ke

komunitas pedesaan dan secara langsung mempengaruhi pengguna awal serta opinion leader. Sebagai

tambahan untuk menarik perhatian kepada inovasi, media juga dapat digunakan untuk menyediakan

wadah untuk diskusi kelompok yang dipimpin oleh agen perubahan. Strategi penggunaan media ini

dibentuk setelah kesuksesan agen perluasa pertanian di wilayah Barat Tengah Amerika.

Teori Rogers sangat berpengaruh besar. United States Agency for International Development

(USAID) menggunakan strategi ini untuk menyebarkan inovasi pertanian di negara-negara dunia ketiga.

Selama perang dingin pada tahun 1950-an dan 1960-an, Amerika Serikat bersaing pengaruh dengan

USSR di negara-negara berkembang.


Harapannya adalah dengan memimpin ”revolusi hijau” dan membantu mereka untuk memberi

makan diri mereka sendiri, Amerika Serikat akan mendapatkan dukungan dari negara-negara baru ini.

Akan tetapi untuk membantu mereka dalam hal ini, Amerika Serikat perlu meyakinkan petani dan warga

desa untuk mengadopsi sejumlah besar inovasi pertanian secepat mungkin. Teori difusi informasi/inovasi

milik Rogers ini menjadi panduan latihan untuk upaya tersebut.

Agen perubahan dari seluruh dunia dibawa ke Michigan State University untuk belajar teori dari

Rogers. Banyak orang-orang ini kemudian menjadi akademisi di negara mereka masing-masing, dan tidak

seperti teori Amerika yang lain teori difusi informasi/inovasi ini menyebar melalui universitas di negara

berkembang selama inovasi pertanian tersebar di perladangan. Diberbagai belahan dunia, teori Rogers

disamakan dengan teori komunikasi.

Teori difusi inormasi/inovasi mewakili sebuah perkembangan penting atas teori efek terbatas.

Seperti penelitian klasik lain pada awal tahun 1960-an, teori ini diambil dari kesimpulan empiris yang ada

dan digabungkan ke dalam sebuah perspektif yang medalam dan rasional. Sebagai tambahan untuk

memandu perkembangan negara dunia ketiga, teori ini memberikan dasar bagi sejumlah besar

komunikasi promosi dan teori pemasaran serta kampanye yang mereka lakukan, bahkan hingga saat ini.

Akan tetapi teori difusi informasi/inovasi ini juga memiliki keterbatasan yang serius. Teori ini

memiliki masalah unik yang berakar dari penerapannya. Sebagai contoh teori ini memfasilitasi adopsi

inovasi yang terkadang tidak terlalu dimengerti atau diinginkan oleh para pengguna. Misalnya sebuah

kampanye untuk membuat para isteri petani di Georgia mengalengkan sayuran, awalnya dianggap sukses

besar, sampai ditemukan bahwa sedikit sekali wanita yang menggunakan sayur-sayuran yang dikalengkan

tersebut. Mereka menumpuknumpuk botol di dinding ruang tamu mereka sebagai status simbol.

Kebanyakan dari mereka tidak tahu resep untuk memasak sayuran yang dikalengkan tersebut dan bagi
mereka yang menggunakannya diketahui kemudian bahwa anggota keluarga mereka tidak menyukai rasa

sayuran yang dikalengkan tersebut.

Situasi ini mendorong masyarakat desa yang kebanyakan sebagai tenaga kerja tidak terdidik dan terlatih

pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Ironisnya di kota pun tenaga kerja dari desa dengan kualifikasi

tersebut tidak mendapat tempat. Sehingga banyak diantara mereka yang kemudian terjebak pada situasi

sulit dan menjadi kriminal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rogers, Everett, M. (2003). Diffusions of Innovations; Fifth Edition. Simon & Schuster Publisher

2. Bryan, Jennings, & Thompson, Susan .(2002). Fundamentals of Media Effects

3. Turner, West. (2007). Introducing Communication Theory; Analysis and Application, Third

Edition;McGraw Hill

4. Rogers, Everett, M., “Diffussion of Innovation”, (Canada: The Free Press of Macmillan Publishing Co.,

5. Plomp, Tjeerd & Donald P. Ely, “International Encyclopedia of Educational Technology”, (Cam-bridge, UK:

Elsevier Science Ltd.,

6. Nurudin. 2005. Sistem Komunikasi Indonesia. Rajawali Pers. Jakarta.

7. Rogers, E. M (Ed), Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis. LP3S. Jakarta.

8. Rogers, Everett M. dan F. Floyd Shoemaker. Communication of Innovations. Terjemahan Abdillah Hanafi

Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Usaha Nasional. Surabaya.

Pranala luar

 www.pdf-search-engine.com/difusi-inovasi-pdf.html
 www.stanford.edu/class/symbsys205/Diffusion%20of%20Innovations.htm

 www.enablingchange.com.au/Summary_Diffusion_Theory.pdf

 http://www.teknologipendidikan.net/category/research-and-evaluation

http://ubaybay17.blogspot.com/2012/12/difusi-inovasi-komunikasi-pemasaran.html

Anda mungkin juga menyukai