ketika seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-
shaped Diffusion Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi
diadopsi seseorang atau sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua
sumbu dimana sumbu yang satu menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya
kecenderungan yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-
shaped diffusion curve is of current importance because “most innovations have an S-shaped rate
of adoption”. Dan sejak saat itu tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Boyce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan
hasil penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil
penelitian ini memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah
satu kesimpulan penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the
agricultural innovation followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis
over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi
atau penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti
dengan bidang pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi
Inovasi seperti Everett M. Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F.
A. Esensi Teori
Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi
sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers
(1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels
over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah
suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang
berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “which is the spread of
a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.”
Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen
pokok, yaitu:
1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini,
kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika
suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’
2. Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada
penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a)
tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan
untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka
saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika
komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka
3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan
untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan
dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan
keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat
dalammenerima inovasi, dan (c) kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
4. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen
yang cukup signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain
menggambarkan tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta
tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan
difusi inovasi tersebut mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis
channels), (4) kondisi sistem sosial (nature of social system), dan (5) peran agen perubah
(change agents).
1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan
lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah
inovasi.
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan
5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan
lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah
dibuat sebelumnya.
B. Kategori Adopter
inovasi) sesuai dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu
pengelo mpokan yang bisa dijadikan rujuakan adalah pengelompokan berdasarkan kurva adopsi,
1. Innovators: Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya: petualang,
Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang yang dihormati, akses di dalam tinggi
3. Early Majority (Pengikut Dini): 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh
4. Late Majority (Pengikut Akhir): 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi.
Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan social, terlalu hati-hati.
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi Inovasi
senantiasa dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk
terjadinya perubahan sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari
pembangunan masyarakat. Rogers dan Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi
merupakan bagian dari proses perubahan sosial. Perubahan sosial adalah proses dimana
perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga)
tahapan, yaitu:
(1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion), dan (3) konsekuensi (consequences). Penemuan
adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau dikembangkan. Difusi adalah proses
konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau penolakan
inovasi.
Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian
tidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studi atau
penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang
berkembang di masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi
inovasi,seperti perspektif ekonomi, perspektif ’market and infrastructure’ (Brown, 1981). Salah
satu definisi difusi inovasi dalam taraf perkembangan ini antara lain dikemukakan Parker
(1974), yang mendefinisikan difusi sebagai suatu proses yang berperan memberi nilai tambah
pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu
tahapan dalam proses perubahan teknik (technical change). Menurutnya difusi merupakan suatu
tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku umum. Dari inovator, inovasi diteruskan
melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa dan diterima sebagai bagian dari
kegiatan produktif.
Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the Dissemination of
1. Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang
2. Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud
3. Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk
4. Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.
Bahan Referensi
Hanafi, Abdillah. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha
Nasional
Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F., 1971, Communication of Innovations, London: The
Free Press
Rogers, Everett M., 1983, Diffusion of Innovations. London: The Free Press.
Rogers, Everett M, 1995, Diffusions of Innovations, Forth Edition. New York: Tree Press.
Brown, Lawrence A., Innovation Diffusion: A New Perpevtive. New York: Methuen and
Co.
http://ishthesyndicate.blogspot.com/2013/09/teori-difusi-inovasi-pengantar-ilmu.html
Difusi Inovasi
Salah satu aplikasi komunikasi massa terpenting adalah berkaitan dengan proses adopsi inovasi.
Hal ini relevan untuk masyarakat yang sedang berkembang maupun masyarakat maju, Karena
terdapat kebutuhan terus menerus dalam perubahan social dan teknologi untuk mengganti cara-
cara lama dengan teknik-teknik baru. Teori ini berkaitan dengan komunikasi massa karen
adalam berbagai situasi di mana efektivitas potensi perubahan yang berawal dari penelitian
ilmiah dan kebijakan publik, harus diterapkan oleh masyarakat yang pada dasarnya berada di luar
jangkauan langsung pusat-pusat inovasi atau kebijakan publik. Teori ini pada prinsipnya adalah
komunikasi dua tahap. Jadi di dalamnya juga dikenal pula adanya pemuka pendapat atau yang
disebut juga dengan instilah agen perubahan (agent of change). Oleh karena itu teori ini sangat
menekankan pada sumber-sumber non media (sumber personal, misalnya tetangga, teman, ahli
dsb) mengenai gagasan-gagasan baru yang dikampanyekan untuk mengubah perilaku melalui
penyebaran informasi dan upaya mempengaruhi motivai dan sikap.
Asumsi :
a. Pengetahuan. Kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman tertentu
tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.
b. Persuasi. Individu memiliki/membentuk sikap yang menyetujui atau tidak menyetujui
inovasi tersebut.
c. Keputusan. Individu terlibat dalam aktivitas yan membawa pada suatu pilihan atau
mengadopsi atau menolak inovasi.
d. Konformasi. Individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang telah
diambilnya, namun dia dapat berubah dari keputusan sebelumnya jika pesan-pesan mengenai
inovasi yang diterimanya berlawanan satu dengan yang lainnya.
Esensi Teori :
Di dalam buku Diffusion of Innovation, Everett M. Rogers mendefinisikan difusi inovasi adalah
”proses sosial yang mengomunikasikan informasi tentang ide baru yang dipandang secara
subjektif. Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan dikembangkan melalui sebuah
proses konstruksi sosial.”
”inovasi yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat relatif,
kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat yang jauh lebih besar,
dan tingkat kerumitan yang lebih rendahakan lebih cepat diadopsi daripada inovasi-
inovasi lainnya.”
Difusi merupakan suatu jenis khusus komunikasi yang berkaitan dengan penyebaran pesan-pesan
sebagai ide baru. Komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana para pelakunya menciptakan
informasi dan saling bertukar informasi untuk mencapai pengertian bersama. Di dalam pesan itu
terdapat ketermasaan (newness) yang memberikan ciri khusus kepada difusi yang menyangkut
ketakpastian (uncertainty).
Asumsi utama yang dapat disimpulkan dari teori ini adalah:
1. Difusi inovasi adalah proses sosial yang mengomunikasikan informasi tentang ide baru yang
dipandang secara subjektif. Makna inovasi dengan demikian perlahan-lahan dikembangkan
melalui sebuah proses konstruksi sosial
2. Inovasi yang dipandang oleh penerima sebagai inovasi yang mempunyai manfaat relatif,
kesesuaian, kemampuan untuk dicoba, kemampuan dapat dilihat yang jauh lebih besar, dan
tingkat kerumitan yang lebih rendah akan lebih cepat diadopsi daripada inovasi-inovasi lainnya
3. Ada sedikitnya 5 tahapan dalam difusi inovasi yakni, tahap pengetahuan, persuasi,
keputusan, implementasi, dan konfirmasi
4. Ada 5 tipe masyarakat dalam mengadopsi inovasi yakni inovator, early adopter,early
majority, late majority, dan laggard.
Dari definisi yang diberikan oleh Everett M. Rogers tersebut, ada empat unsur utama yang terjadi
dalam proses difusi inovasi sebagai berikut:
1. Inovasi
Inovasi merupakan sebuah ide, praktek, atau objek yang dianggap sebagai suatu yang baru oleh
seorang individu atau satu unit adopsi lain. Semua inovasi memiliki komponen ide tetapi tak
banyak yang memiliki wujud fisik, ideologi misalnya. Inovasi yang tidak memliliki wujud fisik
diadopsi berupakeputusan simbolis. Sedangkan yang memiliki wujud fisik pengadopsiannya
diikuti dengan keputusan tindakan. Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi
yang dapat memengaruhi keputusan terhadap pengadopsian suatu inovasi meliputi:
a. Keunggulan relatif (relative advantage)
Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik atau unggul dari
yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi,
prestise sosial, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan
oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.
Contoh : Dalam pembelian handphone, penggunahandphone akan mencari handphone yang
lebih baik dari yang ia gunakan sebelumnya. Misalnya dari penggunaan Nokia N97 berganti
ke Blackberry
b. Kompatibilitas (compatibility)
Kompatibilitas adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konristen dengan nilai-nilai yang
berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi
atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak
dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible).
Contoh : Dalam suku Badui dalam terdapat aturan untuk tidak menggunakan teknologi dari
luar, sehingga bentuk inovasi seperti alat-elektronik tidak mereka adopsi karena tidak sesuai
dengan norma sosial yang mereka miliki
c. Kerumitan (complexity)
Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan
digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan
oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh
pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.
Contoh : Masyarakat pengguna PC atau notebook terbiasa dengan penggunaan Windows
yang lebih mudah dibandingkan Linux, walaupun Linux memiliki kelebihan dibandingkan
Windows tetapi karena penggunaannya lebih rumit masih sedikit orang yang menggunakan
Linux
d. Kemampuan diujicobakan (trialability)
Kemampuan untuk diujicobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas
tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan
lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus
mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.
Contoh : Produk Molto Ultra Sekali Bilas cepat diterima masyarakat karena secara langsung
dapat dibandingkan dengan produk-produk sejenis lainnya.
e. Kemampuan diamati (observability)
Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang
lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan
orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besar
keunggulan relatif; kesesuaian (compatibility); kemampuan untuk diuji cobakan dan kemampuan
untuk diamati serta semakin kecil kerumitannya, maka semakin cepat kemungkinan inovasi
tersebut dapat diadopsi.
2. Saluran komunikasi
Tujuan komunikasi adalah tercapainya suatu pemahaman bersama atau yang biasa
disebut mutual understanding antara dua atau lebih partisipan komunikasi terhadap suatu pesan
(dalam hal ini adalah ide baru) melalui saluran komunikasi tertentu. Dengan demikian
diadopsinya suatu ide baru (inovasi) dipengaruhi oleh partisipan komunikasi dan saluran
komunikasi. Saluran komunikasi dapatr dikatakan memegang peranan penting dalam proses
penyebaran inovasi, karena melalui itulah inovasi dapat tersebar kepada anggota sistem sosial.
Dalam tahap-tahap tertentu dari proses pengambilan keputusan inovasi, suatu jenis saluran
komunikasi tertentu juga memainkan peranan lebih penting dibandingkan dengan jenis saluran
komunikasi lain. Ada dua jenis kategori saluran komunikasi yang digunakan dalam proses difusi
inovasi, yakni saluran media massa dan saluran antarpribadi atau saluran lokal dan kosmopolit.
Saluran lokal adalah saluran yang berasal dari sistem sosial yang sedang diselidiki. Saluran
kosmopolit adalah saluran komunikasi yang berada di luar sistem sosial yang sedang diselidiki.
Media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa
adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber. Sedangkan
saluran antarpribadi dalam proses difusi inovasi ini melibatkan upaya pertukaran informasi tatap
muka antara dua atau lebih individu yang biasanya memiliki kekerabatan dekat.
Hasil penelitian berkaitan dengan saluran komunikasi menunjukan beberapa prinsip sebagai
berikut:
a. Saluran komunikasi masa relatif lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran antar
pribadi (interpersonal) relatif lebih penting pada tahap persuasi. Hal ini disebabkan saluran
komunikasi massa dapat membentuk awareness secara serempak dalam waktu yang dikatakan
cukup singkat dibandingkan dengen efek komunikasi antarpribadi.
b. Saluran kosmopolit lebih penting pada tahap pengetahuan dan saluran lokal relatif lebih
penting pada tahap persuasi.
<"font-size: small;">c. Saluran media masa relatif lebih penting dibandingkan dengan saluran
antar pribadi bagi adopter awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late
adopter). Sesuai dengan karakteristiknya masing-masing, golongan adopter awal menyukai ide-
ide baru tanpa perlu persuasi yang berlebihan sehingga media massa saja sudah cukup membuat
mereka mau mengadopsi sebuah inovasi berbeda dengan orang-orang dari golongan adopter
akhir, karakteristik mereka yang kurang menyukai risiko menyebabkan komunikasi antarpribadi
yang paling bekerja dengan baik. Mereka cenderung melihat atau berkaca pada orang-orang
disekitar mereka yang sudah menggunakan inovasi tersebut dan apabila berhasil mereka baru
mau mengikutinya.
d. Saluran kosmopolit relatif lebih penting dibandingkan denan saluran lokal bagi bagi adopter
awal (early adopter) dibandingkan dengan adopter akhir (late adopter).
Metode komunikasi massa seperti penggunaan iklan memang dapat menyebarkan informasi
tentang inovasi baru dengan cepat tetapi hal tersebut tidak lantas dapat begitu saja membuat
inovasi baru tersebut diadopsi oleh khalayak. Hal itu dikarenakan diadopsi tidaknya inovasi baru
terkait dengan masalah resiko dan ketidakpastian. Disinilah letak pentingnya komunikasi
antarpribadi. Orang akan lebih percaya kepada orang yang sudah dikenalnya dan dipercayai lebih
awal atau orang yang mungkin sudah berhasil mengadopsi inovasi baru itu sendiri, dan juga
orang yang memiliki kredibilitas untuk memberi saran mengenai inovasi tersebut. Hal tersebut
digambarkan oleh ilustrasi kurva dibawah ini yang menggambarkan bahwa komunikasi
interpersonal menjadi begitu sangat berpengaruh dari waktu ke waktu dibandingkan dengan
komunikasi massa.
Dari hasil penelitian, banyak disebutkan bahwa saluran komunikasi media massa akan optimal
digunakan pada tahap pengetahuan dan saluran interpersonal akan lebih optimal digunakan pada
tahap persuasi. Namun pada kenyataannya, di negara yang belum maju kekuatan komunikasi
interpersonal masih dinilai lebih penting dalam tahap pengetahuan. Hal ini disebabkan karena
kurangnya media massa yang dapat dijangkau masyarakat terutama di pedesaan, tingginya
tingkat buta huruf penduduk, dan mungkin pula disebabkan ketidakrelevanan antara isi media
dengan kebutuhan masyarakat, misalnya terlalu banyak hiburan atau hal-hal yang sebenarnya
tidak penting untuk diberitakan. Karena hal-hal tersebut, saluran komunikasi interpersonal
terutama yang bersifat kosmopolit dinilai lebih baik dibanding saluran media massa.
Untuk mendapatkan hasil penyebaran inovasi yang optimal, yakni memperbesar tingkat adopsi
suatu inovasi dapat dilakukan dengan pengaplikasian saluran komunikasi yang tepat pada situasi
yang tepat. Pertama, pada tahap pengetahuan hendaknya kita menggunakan media massa untuk
menyebarluaskan informasi tentang adanya inovasi tersebut. Selanjutnya digunakan saluran
komunikasi interpersonal yang bersifat persuasif dan personal pada tahap persuasi.
4. Sistem Sosial
Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu sistem sosial. Sistem sosial
adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam suatu upaya pemecahan
masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu sistem sosial dapat berupa
individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses difusi dalam kaitannya
dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma sosial, peran pemimpin dan agen
perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.
Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial. Dalam suatu sistem sosial terdapat struktur
sosial, individu atau kelompok individu, dan norma-norma tertentu. Berkaitan dengan hal ini,
Rogers (1983) menyebutkan adanya empat faktor yang mempengaruhi proses keputusan
inovasi. Keempat faktor tersebut adalah:
1) Struktur sosial (social structure)
Struktur sosial adalah susunan suatu unit sistem yang memiliki pola tertentu. Adanya sebuah
struktur dalam suatu sistem sosial memberikan suatu keteraturan dan stabilitas perilaku setiap
individu dalam suatu sistem sosial tertentu. Struktur sosial juga menunjukan hubungan antar
anggota dari sistem sosial. Hal ini dapat dicontohkan seperti terlihat pada struktur oranisasi suatu
perusahaan atau struktur sosial masyarakat suku tertentu. Struktur sosial dapat memfasilitasi atau
menghambat difusi inovasi dalam suatu sistem. Katz (1961) seperti dikutip oleh Rogers
menyatakan bahwa sangatlah bodoh mendifusikan suatu inovasi tanpa mengetahui struktur sosial
dari adopter potensialnya, sama halnya dengan meneliti sirkulasi darah tanpa mempunyai
pengetahuan yang cukup tentang struktur pembuluh nadi dan arteri. Penelitian yang dilakukan
oleh Rogers dan Kincaid (1981) di Korea menunjukan bahwa adopsi suatu inovasi dipengaruhi
oleh karakteristik individu itu sendiri dan juga sistem sosial dimana individu tersebut berada.
2) Norma sistem (system norms)
Norma adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh semua anggota sistem sosial yang
berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota sistem sosial. Sistem norma juga
dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide baru. Hal ini sangat berhubungan
dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi denan nilai atau kepercayaan masyarakat
dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidak sesuaian suatu inovasi dengan kepercayaan atau
nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat) dalam suatu sistem social
berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut.
3) Opinion Leaders
Opinion leaders dapat dikatakan sebagai orang-orang berpengaruh, yakni orang-orang tertentu
yang mampu memengaruhi sikap orang lain secara informal dalam suatu sistem sosial. Dalam
kenyataannya, orang berpengaruh ini dapat menjadi pendukung inovasi atau sebaliknya, menjadi
penentang. Ia (mereka) berperan sebagai model dimana perilakunya (baik mendukung atau
menentang) diikuti oleh para pengikutnya. Jadi, jelas disini bahwa orang berpengaruh
memainkan peran dalam proses keputusan inovasi.
4) Change Agent
Change agent adalah suatua bagian dari sistem sosial yang berpengaruh terhadap sistem
sosialnya. Mereka adalah orang-orang yang mampu memengaruhi sikap orang lain untuk
menerima sebuah inovasi. Tetapichange agent bersifat resmi atau formal, ia mendapat tugas dari
kliennya untuk memengaruhi masyarakat yang berada dalam sistem sosialnya. Change agent
atau dalam bahasia Indonesia yang biasa disebut agen perubah, biasanya merupakan orang-orang
profesional yang telah mendapatkan pendidikan atau pelatihan tertentu untuk dapat memengaruhi
sistem sosialnya. Di dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” yang ditulis oleh Rogers dan
Shoemaker, fungsi utama dari change agent adalah menjadi mata rantai yang menghubungkan
dua sistem sosial atau lebih. Dengan demikian, kemampuan dan keterampilan change
agent berperan besar terhadap diterima atau ditolaknya inovasi tertentu. Sebagai contoh,
lemahnya pengetahuan tentang karakteristik struktur sosial, norma dan orang kunci dalam suatu
sistem sosial (misal: suatu institusi pendidikan), memungkinkan ditolaknya suatu inovasi
walaupun secara ilmiah inovasi tersebut terbukti lebih unggul dibandingkan dengan apa yang
sedang berjalan saat itu.
Ralph Linton (1963) dalam buku ”Memasyarakatkan Ide-ide Baru” melihat bahwa setiap inovasi
mempunyai tiga unsur pokok yang harus diketahui oleh change agent, yakni:
· Bentuk yang dapat diamati langsung dalam penampilan fisik suatu inovasi
· Fungsi inovasi tersebut bagi cara hidup anggota sistem
· Makna, yakni perspektif subyektif dan seringkali tak disadari tentang inovasi tersebut oleh
anggota sistem sosial. Karena sifatnya subyektif, unsur makna ini lebih sulit didifusikan daripada
bentuk maupun fungsinya. Terkadang kultur penerima cenderung menggabungkan makna
inovasi itu dengan makna subyektif, sehingga makna aslinya hilang.
5) Heterofili dan Homofili
Difusi diidentifikasi sebagai jenis komunikasi khusus yang berhubungan dengan penyebaran
inovasi. Pada teori Two-Step Flow, opinion leader dan pengikutnya memiliki banyak kesamaan.
Hal tersebut yang dipandang dalam riset difusi sebagai homofili. Yakni, tingkat di mana
pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak kemiripan sosial, contohnya keyakinan,
pendidikan, nilai-nilai, status sosial dan lain sebagainya. Lain halnya dengan heterofili, heterofili
adalah tingkat di mana pasangan individu yang berinteraksi memiliki banyak perbedaan.
Persamaan dan perbedaan ini akan berpengaruh terhadap proses difusi yang terjadi. Semakin
besar derajat kesamaannya maka semakin efektif komunikasi yang terjadi untuk mendifusikan
inovasi dan sebaliknya. Makin tinggi derajat perbedaannya semakin b`nyak kemungkinan
masalah yag terjadi dan menyebabkan suatu komunikasi tidak efektif. Oleh karenanya, dalam
proses difusi inovasi, penting sekali untuk memahami betul karakteristik adopter potensialnya
untuk memperkecil “heterophily”.
Konsekuensi adalah perubahan yang terjadi pada individu atau suatu sistem sosial sebagai akibat
dari adopsi atau penolakan terhadap inovasi . Ada tiga macam konsekuensi setelah diambilnya
sebuah keputusan, yakni:
· Konsekuensi Dikehendaki VS Konsekuensi Tidak Dikehendaki
Konsekuensi dikehendaki dan tidak dikehendaki bergantung kepada dampak-dampak inovasi
dalam sistem sosial berfungsi atau tidak berfungsi. Dalam kasus ini, sebuah inovasi bisa saja
dikatakan berfungsi dalam sebuah sistem sosial tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
sebenarnya inovasi tersebut tidak berfungsi bagi beberapa orang di dalm sistem sosial tersebut
Sebut saja revolusi industri di Inggris, akibat dari revolusi tersebut sesuai dengan yang
dikehendaki oleh pemilik modal tetapi tidak sesuai denganapa yang dikehendaki oleh tenaga
kerja yang pada akhirnya kehilangan pekerjaaan dan menjadi pengangguran.
· Konsekuensi Langsung VS Koneskuensi Tidak Langsung
Konsekuensi yang diterima bisa disebut konsekuensi langsung atau tidak langsung bergantung
kepada apakah perubahan-perubahan pada individu atau sistem sosial terjadi dalam respons
langsung terhadap inovasi atau sebagai hasil dari urutan kedua dari konsekuensi. Terkadang efek
atau hasil dari inovasi tidak berupa pengaruh langsung pada pengadopsi.
· Konsekuensi Yang Diantisipasi VS Konsekuensi Yang Tidak Diantisipasi
Tergantung kepada apakah perubahan-perubahan diketahui atau tidak oleh para anggota sistem
sosial tersebut. Contohnya pada penggunaan internet sebagai media massa baru di Indonesia
khususnya dikalangan remaja. Umumnya, internet digunakan untuk mendapatkan informasi yang
terbaru dari segala penjuru dunia, inilah yang disebut konsekuensi yang diantisipasi. Tetapi tanpa
disadari penggunaan internet bisa disalahgunakan, misalnya untuk mengakses hal-hal yang
berbau pornografi hal inilah yang disebut konsekuensi yang tidak diantisipasi. Remaja menjadi
mudah mendapatkan video atau gambar-gambar yang tidak pantas.
4. Tahap Pelaksanaan (Implementation)
Tahapan ini hanya akan ada jika pada tahap sebelumnya, individu atau partisipan memilih untuk
mengadopsi inovasi baru tersebut. Dalam tahap ini, individu akan menggunakan inovasi tersebut.
Jika ditahapan sebelumnya proses yang terjadi lebih kepada mental exercise yakni berpikir dan
memutuskan, dalam tahap pelaksanaan ini proses yang terjadi lebih ke arah perubahan tingkah
laku sebagai bentuk dari penggunaan ide baru tersebut.
5. Tahap Konfirmasi (Confirmation)
Tahap terakhir ini adalah tahapan dimana individu akan mengevaluasi dan memutuskan untuk
terus menggunakan inovasi baru tersebut atau menyudahinya. Selain itu, individu akan mencari
penguatan atas keputusan yang telah ia ambil sebelumnya. Apabila, individu tersebut
menghentikan penggunaan inovasi tersebut hal tersebut dikarenakan oleh hal yang
disebutdisenchantment discontinuance danatau replacement discontinuance.
Disenchantment discontinuance disebabkan oleh ketidakpuasan individu terhadap inovasi
tersebut sedangkan replacement discontinuancedisebabkan oleh adanya inovasi lain yang lebih
baik.
http://strategikomunikasi.blogspot.com/2011/12/difusi-inovasi.html
BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap sebagai
sesuatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan Eveland (1967)
mendefinisikan inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang digunakan untuk tindakan
instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu hubungan sebab akibat dalam mencapai
suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan
tertentu. Fullan (1996) menerangkan bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-inovasi
pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin belajar (teaching
machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team (team teaching) dan
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran
tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat dikatakan juga
sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru. Disamping itu, difusi juga dapat
diangap sebaai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur
dan fungsi sistem sosial. Jelas disini bahwa istilah difusi tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan
utama proses difusi adalah diadopsinya suatu inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota
sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.
Difusi Inovasi adalah teori tentang bagaimana sebuah ide dan teknologi baru tersebar dalam
sebuah kebudayaan . Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang
berjudul Diffusion of Innovations. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses dimana sebuah inovasi
dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu tertentu dalam sebuah sistem sosial.
Inovasi merupakan ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh manusia atau unit adopsi
lainnya. Teori ini meyakini bahwa sebuah inovasi terdifusi ke seluruh masyarakat dalam
pola yang bisa diprediksi. Beberapa kelompok orang akan mengadopsi sebuah inovasi segera setelah
mereka mendengar inovasi tersebut. Sedangkan beberapa kelompok masyarakat lainnya membutuhkan
waktu lama untuk kemudian mengadopsi inovasi tersebut. Ketika sebuah inovasi banyak diadopsi oleh
Difusi inovasi sebenarnya didasarkan atas teori di abad ke 19 dari seorang ilmuwan Perancis,
Gabriel Tarde. Dalam bukunya yang berjudul “The Laws of Imitation” (1930), Tarde mengemukakan teori
kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan
gagasan mengenai opinion leadership , yakni ide yang menjadi penting diantara para peneliti efek media
beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa orang dalam komunitas tertentu merupakan
orang yang memiliki ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga mereka
lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini dinilai bisa mempengaruhi komunitasnya
PEMBAHASAN
Munculnya Teori Difusi Inovasi dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya tahun 1903, ketika
seorang sosiolog Perancis, Gabriel Tarde, memperkenalkan Kurva Difusi berbentuk S (S-shaped Diffusion
Curve). Kurva ini pada dasarnya menggambarkan bagaimana suatu inovasi diadopsi seseorang atau
sekolompok orang dilihat dari dimensi waktu. Pada kurva ini ada dua sumbu dimana sumbu yang satu
menggambarkan tingkat adopsi dan sumbu yang lainnya menggambarkan dimensi waktu.
Pemikiran Tarde menjadi penting karena secara sederhana bisa menggambarkan kecenderungan
yang terkait dengan proses difusi inovasi. Rogers (1983) mengatakan, Tarde’s S-shaped diffusion curve is
of current importance because “most innovations have an S-shaped rate of adoption”. Dan sejak saat itu
tingkat adopsi atau tingkat difusi menjadi fokus kajian penting dalam penelitian-penelitian sosiologi.
Pada tahun 1940, dua orang sosiolog, Bryce Ryan dan Neal Gross, mempublikasikan hasil
penelitian difusi tentang jagung hibrida pada para petani di Iowa, Amerika Serikat. Hasil penelitian ini
memperbarui sekaligus menegaskan tentang difusi inovasimodel kurva S. Salah satu kesimpulan
penelitian Ryan dan Gross menyatakan bahwa “The rate of adoption of the agricultural innovation
followed an S-shaped normal curve when plotted on a cumulative basis over time.”
Perkembangan berikutnya dari teori Difusi Inovasi terjadi pada tahun 1960, di mana studi atau
penelitian difusi mulai dikaitkan dengan berbagai topik yang lebih kontemporer, seperti dengan bidang
pemasaran, budaya, dan sebagainya. Di sinilah muncul tokoh-tokoh teori Difusi Inovasi seperti Everett M.
Rogers dengan karya besarnya Diffusion of Innovation (1961); F. Floyd Shoemaker yang bersama Rogers
menulis Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach (1971) sampai Lawrence A. Brown
Elemen
Elemen dalam teori difusi inovasi ini terdiri dari: inovasi, tipe saluran komunikasi, tingkat adopsi,
dan sistem sosial. Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat)
(1) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini,
kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide
dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang
(2) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada
penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan
diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk
memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran
komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan
untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling
(3) Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai
memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat
berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam (a) proses pengambilan
keputusan inovasi, (b) keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima
(4) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama
Lebih lanjut teori yang dikemukakan Rogers (1995) memiliki relevansi dan argumen yang cukup
signifikan dalam proses pengambilan keputusan inovasi. Teori tersebut antara lain menggambarkan
tentang variabel yang berpengaruh terhadap tingkat adopsi suatu inovasi serta tahapan dari proses
pengambilan keputusan inovasi. Variabel yang berpengaruh terhadap tahapan difusi inovasi tersebut
mencakup (1) atribut inovasi (perceived atrribute of innovasion), (2) jenis keputusan inovasi (type of
innovation decisions), (3) saluran komunikasi (communication channels), (4) kondisi sistem sosial (nature
1. Mempelajari Inovasi: Tahapan ini merupakan tahap awal ketika masyarakat mulai melihat, dan
mengamati inovasi baru dari berbagai sumber, khususnya media massa. Pengadopsi awal biasanya
merupakan orang-orang yang rajin membaca koran dan menonton televisi, sehingga mereka bisa
menangkap inovasi baru yang ada. Jika sebuah inovasi dianggap sulit dimengerti dan sulit diaplikasikan,
maka hal itu tidak akan diadopsi dengan cepat oleh mereka, lain halnya jika yang dianggapnya baru
merupakan hal mudah, maka mereka akan lebih cepat mengadopsinya. Beberapa jenis inovasi bahkan
2. Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari.
Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset
membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk
mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan
seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya
pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa
melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu, dorongan status
juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu
menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di
hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta
persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang ia
anut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang dikeluarkan untuk
3. Pengembangan Jaringan Sosial: Seseorang yang telah mengadopsi sebuah inovasi akan
menyebarkan inovasi tersebut kepada jaringan sosial di sekitarnya, sehingga sebuah inovasi bisa secara
luas diadopsi oleh masyarakat. Difusi sebuah inovasi tidak lepas dari proses penyampaian dari satu
individu ke individu lain melalui hubungan sosial yang mereka miliki. Riset menunjukkan bahwa sebuah
kelompok yang solid dan dekat satu sama lain mengadopsi inovasi melalui kelompoknya. Dalam proses
adopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai
massa.
1. Tahap pengetahuan: Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai inovasi
baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus disampaikan melalui berbagai saluran
komunikasi yang ada, bisa melalui media elektronik, media cetak , maupun komunikasi interpersonal
diantara masyarakat
2. Tahap persuasi: Tahap kedua ini terjadi lebih banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna.
Seseorang akan mengukur keuntungan yang akan ia dapat jika mengadopsi inovasi tersebut secara
personal. Berdasarkan evaluasi dan diskusi dengan orang lain, ia mulai cenderung untuk mengadopsi
3. Tahap pengambilan keputusan: Dalam tahap ini, seseorang membuat keputusan akhir apakah
mereka akan mengadopsi atau menolak sebuah inovasi. Namun bukan berarti setelah melakukan
pengambilan keputusan ini lantas menutup kemungkinan terdapat perubahan dalam pengadopsian.
4. Tahap implementasi: Seseorang mulai menggunakan inovasi sambil mempelajari lebih jauh
5. Tahap konfirmasi: Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari
pembenaran atas keputusan mereka. Apakah inovasi tersebut diadopsi ataupun tidak, seseorang akan
mengevaluasi akibat dari keputusan yang mereka buat. Tidak menutup kemungkinan seseorang
kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi menerima inovasi setelah melakukan
evaluasi.
Kategori Pengadopsi
Rogers dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna inovasi :
1. Inovator: Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru.
Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini
lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang
ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau
relasi.
2. Pengguna awal: Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter
seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi
tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena
3. Mayoritas awal: Kategori pengadopsi seperti ini merupakan mereka yang tidak mau menjadi
kelompok pertama yang mengadopsi sebuah inovasi. Sebaliknya, mereka akan dengan berkompromi
secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun
waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah
inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup
bermanfaat.
4. Mayoritas akhir: Kelompok zang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka
menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka
mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain,
bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka
bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok
laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi Inovasi senantiasa
dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan
sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers dan
Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusi merupakan bagian dari proses perubahan sosial.
Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.
Perubahan sosial terjadi dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan (invention), (2) difusi (diffusion),
dan (3) konsekuensi (consequences). Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau
dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru dikomunikasikan kepada anggota sistem
sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosial sebagai hasil dari adopsi atau
penolakan inovasi.
Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus kajian tidak hanya
dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studi atau penelitian difusi
inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang berkembang di masyarakat.
Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian proses difusi inovasi,seperti perspektif ekonomi,
perspektif ’market and infrastructure’ (Brown, 1981). Salah satu definisi difusi inovasi dalam taraf
perkembangan ini antara lain dikemukakan Parker (1974), yang mendefinisikan difusi sebagai suatu
proses yang berperan memberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi. Dia juga
menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (technical
change). Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi berlaku
umum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi hal yang biasa
Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut National Center for the Dissemination of
Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat) dimensi pemanfaatan pengetahuan
1. Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi, yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang bertanggunggung jawab
2. Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan, yaitu pengetahuan dan produk baru dimaksud yang juga
3. Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk tersebut
4. Dimensi Pengguna (USER), yaitu pengguna dari pengetahuan dan produk dimaksud.
Contoh Kasus
Pada awalnya, bahkan dalam beberapa perkembangan berikutnya, teori Difusi Inovasisenantiasa
dikaitkan dengan proses pembangunan masyarakat. Inovasi merupakan awal untuk terjadinya perubahan
sosial, dan perubahan sosial pada dasarnya merupakan inti dari pembangunan masyarakat. Rogers dan
Shoemaker (1971) menjelaskan bahwa proses difusimerupakan bagian dari proses perubahan sosial.
Perubahan sosial adalah proses dimana perubahan terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.
Perubahan sosial terjadi dalam 3(tiga) tahapan, yaitu: (1) Penemuan ( invention ), (2) difusi (diffusion), dan
(3) konsekuensi(consequences). Penemuan adalah proses dimana ide/gagasan baru diciptakan atau
dikembangkan. Difusi adalah proses dimana ide/gagasan baru dikomunikasikan kepadaanggota sistem
sosial, sedangkan konsekuensi adalah suatu perubahan dalam sistem sosialsebagai hasil dari adopsi atau
penolakan inovasi.Sejak tahun 1960-an, teori difusi inovasi berkembang lebih jauh di mana fokus
kajiantidak hanya dikaitkan dengan proses perubahan sosial dalam pengertian sempit. Topik studiatau
penelitian difusi inovasi mulai dikaitkan dengan berbagai fenomena kontemporer yang berkembang di
masyarakat. Berbagai perpektif pun menjadi dasar dalam pengkajian prosesdifusi inovasi,seperti
perspektif ekonomi, perspektif ¶market and infrastructure¶ (Brown,1981). Salah satu definisi difusi
inovasi dalam taraf perkembangan ini antara laindikemukakan Parker (1974), yang mendefinisikan difusi
sebagai suatu proses yang berperanmemberi nilai tambah pada fungsi produksi atau proses ekonomi.
Dia juga menyebutkan bahwa difusi merupakan suatu tahapan dalam proses perubahan teknik (
technical change).Menurutnya difusi merupakan suatu tahapan dimana keuntungan dari suatu inovasi
berlakuumum. Dari inovator, inovasi diteruskan melalui pengguna lain hingga akhirnya menjadi halyang
biasa dan diterima sebagai bagian dari kegiatan produktif.Berkaitan dengan proses difusi inovasi tersebut
National Center for the Disseminationof Disability Research (NCDDR), 1996, menyebutkan ada 4 (empat)
1.Dimensi Sumber (SOURCE) diseminasi , yaitu insitusi, organisasi, atau individu yang bertanggunggung jawab
2.Dimensi Isi (CONTENT) yang didiseminasikan , yaitu pengetahuan dan produk barudimaksud yang juga
3.Dimensi Media (MEDIUM) Diseminasi, yaitu cara-cara bagaimana pengetahuan atau produk tersebut
komunikasi sebagai sarana untuk menyebarkan inovasi, Rogersmenyatakan bahwa media massa lebih
efektif untuk menciptakan pengetahuan tentanginovasi, sedangkan saluran antarpribadi lebih efektif
dalam pembentukan dan percobaansikap terhadap ide baru, jadi dalam upaya mempengaruhi keputusan
Contoh yang lebih fenomenal adalah keberhasilan Pemerintah Orde Baru dalammelaksanakan program
Keluarga Berencana (KB). Dalam program tersebut, suatu inovasiyang bernama Keluarga Berencana,
dikomunikasikan melalui berbagai saluran komunikasi baik saluran interpersonal maupun saluran
komunikasi yang berupa media massa, kepadasuatu sistem sosial yaitu seluruh masyarakat Indonesia.
Dan itu terjadi dalam kurun waktutertentu agar inovasi yang bernama Keluarga Berencana Tersebut
Iniadalah contoh difusi inovasi, dimana inovasinya adalah suatu ide atau program kegiatan, bukan
1. Tahap Munculnya Pengetahuan ( K nowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambilkeputusan
lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi
berfungsi
2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusanlainnya)
3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambilkeputusan lainnya terlibat
dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi.
4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambilkeputusan lainnya
5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambilkeputusan lainnya
mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakaninovasi yang sudah dibuat sebelumnya
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada tahun tahun 1962, Everett Rogers menggabungkan temuan penelitian arus informasi
dengan studi mengenai arus informasi dan pengaruh personal dalam beberapa bidang termasuk
antopologi, sosiologi dan pertanian desa. Ia meng embangkan apa yang ia sebut sebagai teori difusi,
Upaya rogers untuk menggabungkan penelitian arus informasi dengan teori difusi sangat sukses
sehingga teori arus informasi dikenal sebagai teori difusi informasi (dan ketika teori ini diterapkan kepada
difusi selain informasi, yaitu teknologi teori ini disebut sebagai teori difusi inovasi). Rogers menggunakan
kedua istilah ini untuk menamai edisi selanjutnya dari buku yang ia tulis.
Rogers mengumpulkan data dari berbagai studi empiris untuk menunjukkan bahwa ketika
inovasi teknologi baru diperkenalkan, inovasi tersebut melawati serangkaian tahap sebelum diadopsi
secara luas.
Pertama sebagian besar orang menge tahui teknologi tersebut, seringkali melalui informasi di
media massa. Kedua inovasi tersebut diadopsi oleh sekelompok kecil inovator yang disebut sebagai
pengguna awal. Ketiga, opinion leader belajar dari para pengguna awal ini dan mencoba inovasi ini
sendiri. Keempat, jika opinion leader merasa inovasi ini berguna, maka mereka akan mendorong teman-
Akhirnya setelah sebagian besar orang sudah mengadopsi inovasi ini, sekelompok pengguna
akhir (late follower) akan melakukan perubahan. Proses ini ditemukan untuk menerapkan sebagian besar
Teori difusi informasi/inovasi adalah contoh yang bagus atas kekuatan keterbatasan teori
berjakauan menengah. Teori ini sukses menggabungkan banyak penelitian empiris. Rogers menelaah
ribuan studi. Teori difusi informasi/inovasi ini memandu penelitian dan memfasilitasi penafsirannya.
Meskipun demikian teori ini memiliki keterbatasan serius. Seperti teori arus informasi dan
pemasaran sosial, teori difusi informasi/inovasi adalah teori yang didominasi sumber yang melihat
proses komunikasi dari sudut pandang elite penguasa yang telah memutuskan untuk menyebarkan
sebuah inovasi atau informasi. Teori ini memperbaiki teori arus informasi dengan menyediakan strategi
Teori difusi informasi/inovasi memberikan peranan yang sangat terbatas kepada media massa,
karena umumnya media massa hanya menciptakan kesadaran akan inovasi baru. Tetapi teori ini
memberikan peranan utama untuk berbagai jenis orang yang mengkritik proses difusi.
Media secara langsung mempengaruhi pengguna awal, tetapi orang-orang ini secara umum
memiliki cukup informasi dan merupakan pengguna media yang berhati-hati. Para pengguna awal
mencoba inovasi dan kemudian memberitahu orang lain mengenai hal tersebut. Mereka secara langsung
mempengaruhi opinion leader yang kemudian mempengaruhi semua orang. Agen perubahan juga
bagian penting orang yang terlibat dalam difusi ini. Tugas mereka adalah untuk memiliki banyak
informasi mengenai inovasi dan memandu orang-orang lain yang ingin berubah.
Rogers menyarankan supaya agen perubahan memimpin upaya difusi, mereka dapat keluar ke
komunitas pedesaan dan secara langsung mempengaruhi pengguna awal serta opinion leader. Sebagai
tambahan untuk menarik perhatian kepada inovasi, media juga dapat digunakan untuk menyediakan
wadah untuk diskusi kelompok yang dipimpin oleh agen perubahan. Strategi penggunaan media ini
dibentuk setelah kesuksesan agen perluasa pertanian di wilayah Barat Tengah Amerika.
Teori Rogers sangat berpengaruh besar. United States Agency for International Development
(USAID) menggunakan strategi ini untuk menyebarkan inovasi pertanian di negara-negara dunia ketiga.
Selama perang dingin pada tahun 1950-an dan 1960-an, Amerika Serikat bersaing pengaruh dengan
makan diri mereka sendiri, Amerika Serikat akan mendapatkan dukungan dari negara-negara baru ini.
Akan tetapi untuk membantu mereka dalam hal ini, Amerika Serikat perlu meyakinkan petani dan warga
desa untuk mengadopsi sejumlah besar inovasi pertanian secepat mungkin. Teori difusi informasi/inovasi
Agen perubahan dari seluruh dunia dibawa ke Michigan State University untuk belajar teori dari
Rogers. Banyak orang-orang ini kemudian menjadi akademisi di negara mereka masing-masing, dan tidak
seperti teori Amerika yang lain teori difusi informasi/inovasi ini menyebar melalui universitas di negara
berkembang selama inovasi pertanian tersebar di perladangan. Diberbagai belahan dunia, teori Rogers
Teori difusi inormasi/inovasi mewakili sebuah perkembangan penting atas teori efek terbatas.
Seperti penelitian klasik lain pada awal tahun 1960-an, teori ini diambil dari kesimpulan empiris yang ada
dan digabungkan ke dalam sebuah perspektif yang medalam dan rasional. Sebagai tambahan untuk
memandu perkembangan negara dunia ketiga, teori ini memberikan dasar bagi sejumlah besar
komunikasi promosi dan teori pemasaran serta kampanye yang mereka lakukan, bahkan hingga saat ini.
Akan tetapi teori difusi informasi/inovasi ini juga memiliki keterbatasan yang serius. Teori ini
memiliki masalah unik yang berakar dari penerapannya. Sebagai contoh teori ini memfasilitasi adopsi
inovasi yang terkadang tidak terlalu dimengerti atau diinginkan oleh para pengguna. Misalnya sebuah
kampanye untuk membuat para isteri petani di Georgia mengalengkan sayuran, awalnya dianggap sukses
besar, sampai ditemukan bahwa sedikit sekali wanita yang menggunakan sayur-sayuran yang dikalengkan
tersebut. Mereka menumpuknumpuk botol di dinding ruang tamu mereka sebagai status simbol.
Kebanyakan dari mereka tidak tahu resep untuk memasak sayuran yang dikalengkan tersebut dan bagi
mereka yang menggunakannya diketahui kemudian bahwa anggota keluarga mereka tidak menyukai rasa
Situasi ini mendorong masyarakat desa yang kebanyakan sebagai tenaga kerja tidak terdidik dan terlatih
pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Ironisnya di kota pun tenaga kerja dari desa dengan kualifikasi
tersebut tidak mendapat tempat. Sehingga banyak diantara mereka yang kemudian terjebak pada situasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Rogers, Everett, M. (2003). Diffusions of Innovations; Fifth Edition. Simon & Schuster Publisher
3. Turner, West. (2007). Introducing Communication Theory; Analysis and Application, Third
Edition;McGraw Hill
4. Rogers, Everett, M., “Diffussion of Innovation”, (Canada: The Free Press of Macmillan Publishing Co.,
5. Plomp, Tjeerd & Donald P. Ely, “International Encyclopedia of Educational Technology”, (Cam-bridge, UK:
8. Rogers, Everett M. dan F. Floyd Shoemaker. Communication of Innovations. Terjemahan Abdillah Hanafi
Pranala luar
www.pdf-search-engine.com/difusi-inovasi-pdf.html
www.stanford.edu/class/symbsys205/Diffusion%20of%20Innovations.htm
www.enablingchange.com.au/Summary_Diffusion_Theory.pdf
http://www.teknologipendidikan.net/category/research-and-evaluation
http://ubaybay17.blogspot.com/2012/12/difusi-inovasi-komunikasi-pemasaran.html