Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial, yaitu mahluk yang tidak bisa
mempertahankan hidupnya sendirian. Setiap hari manusia yang satu selalu
berinteraksi dengan manusia lainnya. Situasi yang timbul dari proses
interaksi inipun beragam, mulai dari yang ringan, sedang, sampai yang
berat. Sehingga kadang - kadang tanpa kita sadari muncul luka, baik secara
fisik maupun rohani. Luka yang paling sering dialami adalah luka secara
fisik. Luka secara fisik sendiri adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis
normal akibat proses patologis yang berasal dari internal maupun eksternal
dan mengenai organ tertentu ( Lazarus Et Al, 1994 ). Bagian tubuh yang
paling sering terkena luka adalah kulit.
Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas dan memiliki berbagai
macam fungsi yang penting dalam mempertahankan kesehatan dan
melindungi individu dari cedera. Fungsi keperawatan yang penting adalah
mempertahankan integritas kulit dan meningkatkan penyembuhan luka.
Perawat harus memahami faktor yang memengaruhi integritas kulit,
fisiologi penyembuhan luka, dan tindakan khusus untuk meningkatkan
kondisi kulit sehingga dapat melindungi kulit dan mengelola penyembuhan
luka secara efektif.

1.2.

Rumusan masalah
1.2.1. Apa itu pengertian luka
1.2.2. Apa saja klasifikasi luka
1.2.3. Bagaimana prinsip penyembuhan luka
1.2.4. Apa saja tipe penyembuhan luka
1.2.5. Bagaimana fase penyembuhan luka
1.2.6. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
1.2.7. Apa komplikasi penyembuhan luka
1.2.8. Bagaimana penatalaksanaan/perawatan luka
1.3.
Tujuan
1.3.1. Untuk menjelaskan pengertian luka
1.3.2. Untuk menjelaskan klasifikasi luka
1.3.3. Untuk menjelaskan prinsip penyembuhan luka
1.3.4. Untuk menjelaskan tipe penyembuhan luka

1.3.5. Untuk menjelaskan fase penyembuhan luka


1.3.6. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan
luka
1.3.7. Untuk menjelaskan komplikasi penyembuhan luka
1.3.8. Untuk menjelaskan penatalaksanaan/perawatan luka

BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP LUKA DAN PERAWATAN LUKA
2.1.

Pengertian

Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan


(Mansjoer, 2000:396). Menurut InETNA, luka adalah sebuah injuri pada
jaringan yang mengganggu proses selular normal, luka dapat juga dijabarkan
dengan adanya kerusakan pada kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang
biasanya disertai dengan kehilangan substansi jaringan.
2.2.

Klasifikasi Luka

Luka dibedakan berdasarkan :


2.2.1. Berdasarkan penyebab
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Ekskoriasi atau luka lecet


Vulnus scisum atau luka sayat
Vulnus laseratum atau luka robek
Vulnus punctum atau luka tusuk
Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang
Vulnus combotio atau luka bakar

2.2.2. Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan


a) Ekskoriasi
b) Skin avulsion
c) Skin loss
2.2.3. Berdasarkan derajat kontaminasi
1) Luka bersih
a) Luka sayat elektif
b) Steril, potensial terinfeksi
c) Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius,traktus
elimentarius, traktus genitourinarius.
2) Luka bersih tercemar
a)
Luka sayat elektif
b)
Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora normal
c)
Kontak dengan orofaring, respiratorius, elimentarius dan
genitourinarius
d)
Proses penyembuhan lebih lama
3) Luka tercemar
a) Potensi terinfeksi: spillage dari traktus elimentarius, kandung
empedu, traktus genito urinarius, urine
b) Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi.
4) Luka kotor

2.3.

a)
Akibat proses pembedahan yang sangat terkontaminasi
b)
Perforasi visera, abses, trauma lama.
Prinsip penyembuhan Luka

Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan


memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak,
membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian
dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa
bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk
mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang
luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk
meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997).
Prinsip Penyembuhan Luka menurut Taylor (1997) yaitu:
1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh
luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang,
2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap
dijaga,
3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma,
4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka,
5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama
untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan
6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing
tubuh termasuk bakteri.
2.4.

Tipe Penyembuhan luka


Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini
dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu
penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi
luka biasanya dengan jahitan.
2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka
yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini
dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan
dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan
lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.
Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini
merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir
(Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:4).

2.5. Fase Penyembuhan Luka


Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi, proliferasi
dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan suatu
kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
1) Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5
hari. Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah
invasi bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan
mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
2) Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu.
Fibroblast (sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar
dalam fase proliferasi.
3) Fase Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung
sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang.
Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari
peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan
regresi vaskularitas luka (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:1).
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini
juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka
digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier, 1995
1) Hemostasis
Hemostasis merupakan proses kesimbangan tubuh yang
menyatukan beberapa faktor, terbaru sebanyak lima faktor, antara lain:
pembuluh darah, trombosit, faktor koagulasi, sistem fibrinolitik, dan
faktor inhibisi.
Tujuan untuk menjaga agar darah tetap cair di dalam arteri dan
vena, mencegah kehilangan darah karena luka, memperbaiki aliran
darah selama proses penyembuhan luka. Hemostasis juga bertujuan
untuk menghentikan dan mengontrol perdarahan dari pembuluh darah
yang terluka.
Hemostasis terdiri dari 3 tahap:
5

a) Hemostasis primer.
Jika terjadi desquamasi dan luka kecil pada pembuluh darah,.
Hemostasis primer ini melibatkan tunika intima pembuluh darah
dan trombosit. Luka akan menginduksi terjadinya vasokonstriksi
dan sumbat trombosit. Hemostasis primer ini bersifat cepat dan
tidak tahan lama. Karena itu, jika hemostasis primer belum
cukup untuk mengkompensasi luka.
b) Hemostasis Sekunder
Jika terjadi luka yang besar pada pembuluh darah atau
jaringan lain, vasokonstriksi dan sumbat trombosit belum cukup
untuk mengkompensasi luka ini. Maka, terjadilah hemostasis
sekunder yang melibatkan trombosit dan faktor koagulasi.
Hemostasis sekunder ini mencakup pembentukan jaring-jaring
fibrin. dan bersifat delayed dan long-term response. Kalau
proses ini sudah cukup untuk menutup luka, maka proses
berlanjut ke hemostasis tersier.
c) Hemostasis Tersier
Hemostasis tersier ini bertujuan untuk mengontrol agar
aktivitas koagulasi tidak berlebihan. Hemostasis tersier
melibatkan sistem fibrinolisis.
2) Inflamatory
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 4 hari. Dua
proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh
darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin
(menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik
fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng)
juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab
membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh
mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke
tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan
lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.
Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon
seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan

mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahanbahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada
akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke
daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar
dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka.
Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses
yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor
angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel
diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama
mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat
penting bagi proses penyembuhan.
3) Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari
ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel
jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah
pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar
yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen
adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari
luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama
waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan
luka.
Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah
yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi
penyembuhan. Fibroblast berpindah dari pembuluh darah ke luka
membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan
berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak
dan mudah pecah.
4) Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun
setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen
menjalin dirinya, menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas

luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis


putih.
2.6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis
karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada
proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun dipengaruhi pula
oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA,2004:13).
1) Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh
dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi,
oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit
penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis).
2) Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang
dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi :
pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma
jaringan (InETNA,2004:13).
2.7. Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang
berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang
tidak adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak adanya
reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma,
nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan
juga infeksi luka (InETNA,2004:6).
2.8. Penatalaksanaan/Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan
yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka,
penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan
jahitan.

2.8.1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
2.8.2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan
atau larutan antiseptik seperti:
1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2
menit).
2) Halogen dan senyawanya
a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum
luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3
jam
b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine),
merupakan kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone
yang tidak merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air
dan stabil karena tidak menguap.
c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya
untuk antiseptik borok.
d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa
biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna,
mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa,
dan baunya tidak menusuk hidung.
3) Oksidansia
a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak
lemah berdasarkan sifat oksidator.
b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk
mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman
anaerob.
4) Logam berat dan garamnya
a) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur.
b) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan
cara merangsang timbulnya kerak (korts)
5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
6) Derivat fenol
a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik
wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.

7) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),


merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning
dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok
bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer,
2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu
diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian
luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan
menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu
rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam
pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka.
Selain larutan antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan
pencuci luka lain yang saat ini sering digunakan yaitu Normal
Saline. Normal saline atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini
merupakan cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan tidak
mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai komposisi natrium
klorida 9,0 g dengan osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion
Na+ 154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO
Indonesia,2000:18).
2.8.3. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka;
menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan
debris (InETNA, 2004:16).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan
luka yaitu :
a) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk
membuang jaringan mati dan benda asing.
b) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c) Berikan antiseptik
d) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian
anastesi lokal
e) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
2.8.4. Penjahitan luka

10

Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur


kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan
sembuh per sekundam atau per tertiam.
2.8.5. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
2.8.6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat
tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai
pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan
yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan
efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.
2.8.7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan
pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
2.8.8. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi.
Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti,
lokasi, jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan
adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44)..
Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan

No
1
2
3
4
5
6

Lokasi
Kelopak mata
Pipi
Hidung, dahi, leher
Telinga,kulit kepala
Lengan, tungkai, tangan,kaki
Dada, punggung, abdomen

Waktu
3 hari
3-5 hari
5 hari
5-7 hari
7-10+ hari
7-10+ hari

11

Sumber. Walton, 1990:44

12

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer,
2000:396). Klasifikasi luka dibedakan berdasarkan penyebab, berdasarkan
ada atau tidaknya kehilangan jaringan, dan berdasarkan derjat kontaminasi.
Tipe dari penyembuhan luka yaitu penyembuhan luka primer, sekunder dan
tersier. Fase-fase penyembuhan luka yaitu fase inflamasi, proliferasi,
maturasi. Sedangkan menurut Koizier, 1995 fase penyembuhan luka ada 4
yaitu fase hemostasis, inflamatory, proliferasi, dan maturasi.
Penyembuhan luka terjadi oleh beberapa faktoryang mempengaruhi,
yaitu faktor instrinsik seperti (usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan
perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit) dan ekstrinsik seperti
(pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma jaringan).
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma, nekrosis
jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga
infeksi luka (InETNA,2004:6). Penatalaksanaan/perawaan luka yang
dilakukan adalah dengan cara evaluasi luka, tindakan antiseptik,
pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian
antibiotik sampai dengan pengangkatan jahitan
3.2. Saran
Berdasarkan isi dari makalah banyak kekurangan yang terdapat pada isi
yang dijelaskan dan bahasa yang di gunakan penulis sebagian besar masih
teksbook. Hal ini di sebabkan karena kurangnya pemahaman dari penulis.
Hendaknya dimasa yang akan datang diharapkan para penulis dan
penerus selanjutnya lebih memahami lagi terhadap materi yang akan
dibuatnya.

13

Anda mungkin juga menyukai