Nim
: 1300808
Beberapa penyakit dan kondisi yang mempengaruhi darah dapat diklasifikasikan berdasarkan
jenis sel darah, yaitu sel darah merah, sel darah putih, dan keping darah.
1. Penyakit Sel Darah Merah ( Anemia )
Anemia didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa sel darah merah, sehingga
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke
jaringan perifer (penurunan kapasitas pembawa oksigen). Anemia ditunjukan oleh
penurunan kadar hemoglobin atau hematokrit.
Penyebab anemia dapat dikarenakan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya
kandungan hemoglobin dalam eritrosit, kurangnya jumlah eritrosit dalam darah, dan atau
kurangnya volume darah dari volume normal. Kekurangan hemoglobin ini menyebabkan
kemampuan darah mengikat oksigen menjadi rendah .
Gambar Perbedaan Jumlah Eritrosit Dalam Darah Antara Orang Sehat (Kiri)
Dengan Orang Penderita Anemia (Kanan)
Anemia juga dapat terjadi jika tubuh seseorang terluka dan mengeluarkan banyak
darah, misalnya akibat kecelakaan. Kekurangan darah ini dapat diatasi dengan transfusi
darah. Anemia juga dapat terjadi karena kekurangan ion besi, atau kekurangan vitamin
B12 (yang membantu pematangan sel darah merah), anemia ini disebut anemia
pernisiosa. Anemia jenis ini dapat diatasi dengan pemberian vitamin B12 atau
mengkonsumsi makanan sumber zat besi.
Anemia pada ibu hamil dan menyusui dapat diatasi atau dicegah dengan
mengkonsumsi makanan sumber zat besi dan vitamin B12, seperti susu, telur, hati ayam
dan hati sapi.
Ada jenis anemia yang bersipat genetis dan mematikan, yaitu thalasemia dan
sickle cell anemia (anemia sel sabit).
a. Thalasemia
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik atau kondisi kelainan genetika
dimana tubuh tidak mampu memproduksi globin, suatu protein pembentuk hemoglobin.
Kalaupun penderita thalasemia mampu memproduksi eritrosit, biasanya usia sel
darahnya lebih singkat dan lebih rapuh atau lebih mudah rusak. Penyakit ini bersipat
genetis, artinya diturunkan dari kedua orang tua kepada anak-anaknya,secara resesif.
Gambar Kondisi Eritrosit Pada Orang Sehat (Kiri) Dan Pada Penderita Thalasemia
(Kanan)
Salah satu ciri fisik dari penderita thalasemia adalah kelainan tulang yang berupa
tulang pipi masuk ke dalam dan batang hidung menonjol(disebut gacies cooley),
penonjolan dahi dan jarak kedua mata menjadi lebih jauh, serta tulang menjadi lemah
dan keropos. Pertumbuhan gigi pun biasanya buruk. Gejala lain yang tampak ialah anak
lemah, pucat, perkembangan fisik tidak sesuai umur atau berat badan kurang. Dan perut
membuncit. Jika penderita tidak sering mendapat tranfusi darah, kulit akan menjadi
kelabu serupa dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringn kulit.
Thalasemia intermedia
Penderita thalasemia tingkat ini kedaan klinisnya lebih baik atau gejalanya lebih
ringan dibandingkan dengan penderita thalasemia mayor. Gejala anemia tergolong
sedang. Gejala perubahan bentuk wajah seperti pada thalesemia mayor dan gambaran
kelebihan beban besi, baru nampak pada masa dewasa.
Peluang untuk sembuh dari thalasemia memang masih tergolong kecil karena
dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan darah donor dan biaya. Untuk bisa bertahan
hidup, penderita thalasemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan
tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya normal yaitu
12gr/dL (gram per desiliter), dan menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau
kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita thalasemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau
diasamkan dan produk fermentasi. Karena makanan tersebut dapat meningkatkan
penyerapan zat besi di dalam tubuh. Salah satu cara untuk mengobati thalasemia adalah
dengan transflantasi sumsum tulang dan teknologi sel punca (stem cell).
b. Anemia Sel Sabit (sickle cell anemia/ SCA)
Penyakit Sel Sabit (sickle cell disease / sickle cell anemia) adalah suatu penyakit
keturunan yang ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia
hemolitik kronik. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki hemoglobin (protein
pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di
dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit
akan menyumbat dan merusak pembuluh darah terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang,
dan organ lainnya; dan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut.
Sel sabit ini rapuh dan akan pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan
anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan organ bahkan sampai pada kematian.
Sickle cell anemia (SCA) adalah penyakit genetik yang resesif, artinya seseorang
harus mewarisi dua gen pembawa penyakit ini dari kedua orangtuanya. Hal inilah yang
menyebabkan penyakit SCA jarang terjadi. Seseorang yang hanya mewarisi satu gen
tidak akan menunjukkan gejala dan hanya berperan sebagai pembawa. Jika satu pihak
orangtua mempunyai gen sickle cell anemia dan yang lain merupakan pembawa, maka
terdapat 50% kesempatan anaknya menderita sickle cell anemia dan 50% kesempatan
sebagai pembawa.
Penyebab SCA
SCA disebabkan karena adanya mutasi pada rantai -globin dari hemoglobin,
yang menyebabkan pertukaran asam glutamat (suatu asam amino) dengan asam amino
hidrofobik valin pada posisi 6. Gen yang bertanggung jawab menyebabkan SCA
merupakan gen autosom dan dapat ditemukan di kromosom nomor 11. Penggabungan
dari dua subunit -globin normal dengan dua subunit -globin mutan membentuk
hemoglobin S (HbS). Pada kondisi kadar oksigen rendah, ketidakhadiran asam amino
polar pada posisi 6 dari rantai -globin menyebabkan terbentuknya ikatan non-kovalen di
hemoglobin yang menyebabkan perubahan bentuk dari sel darah merah menjadi bentuk
sabit dan menurunkan elastisitasnya.
Sickle cell anemia merupakan penyakit genetis yang tidak dapat disembuhkan.
Selain dengan transplantasi sumsum tulang, saat ini belum ditemukan pengobatan
permanen untuk penyakit ini. Namun transplantasi melibatkan prosedur yang rumit dan
bukan merupakan terapi pilihan. Untuk dapat melakukan transplantasi, penderita harus
mendapatkan donor yang cocok (biasanya diperoleh dari anggota keluarga yang tidak
menderita sickle cell anemia) dengan resiko rendah terjadinya reaksi penolakan oleh
tubuh. Walaupun demikian, terdapat resiko yang nyata dari prosedur ini dan selalu ada
kemungkinan terjadinya penolakan organ transplantasi oleh tubuh penerima.
Pengobatan
Pengobatan dilakukan hanya untuk mengurangi rasa sakit dan penggunaan
antibiotik untuk mencegah infeksi berbahaya akibat bakteri (seperti sepsis/infeksi yang
terjadi di darah, meningitis, dan pneumonia) yang dapat menyebabkan kematian pada
penderita, terutama bayi. Hidroksiurea, yang telah dikenal sebagai obat antitumor
ternyata dapat pula digunakan untuk terapi bagi penderita, terutama pada bayi.
Hidroksiurea meningkatkan pembentukan sejenis hemoglobin (terutama ditemukan pada
janin) yang akan menurunkan jumlah sel darah merah yang berubah bentuknya menjadi
sabit. Oleh karena itu, obat ini mengurangi frekuensi terjadinya krisis sel sabit dan juga
terbukti dapat menekan rasa sakit serta mencegah komplikasi penyakit pada anak-anak
dan orang dewasa. Penelitian lebih lanjut masih dilakukan untuk mengetahui keamanan
dan efek jangka panjang penggunaannya.
Saat ini sedang dikembangkan teknik pengobatan baru untuk SCA, yaitu dengan
terapi gen. Terapi genetik merupakan teknik penanaman gen normal ke dalam sel-sel
prekursor (sel yang menghasilkan sel darah). Namun, teknik ini masih dalam tahap
penelitian dan baru diujicobakan pada tikus. Walaupun para peneliti khawatir akan
sulitnya menerapkan terapi gen pada manusia, mereka yakin bahwa terapi baru ini akan
menjadi pengobatan yang penting untuk penyakit sickle cell anemia.
2. Penyakit Sel Darah Putih
Leukimia (kanker darah) adalah gangguan pada sistem peredaran darah dimana
jumlah sel darah putih (leukosit) jauh diatas jumlah normal, akibat pembelahan sel
leukosit yang tak terkendali. Disamping itu, sel darah puti akan menjadi ganas karena
memakan sel-sel darah merah (eritrosit), sehingga orang tersebut menjadi anemia berat.
(a)leukimia limfositik,
(b) leukimia mielositik.
Penanganan
Penanganan kasus penyakit Leukemia biasanya dimulai dari gejala yang muncul,
seperti anemia, pendarahan dan infeksi. Secara garis besarpenanganan dan pengobatan
Leukemia bisa dilakukan dengan cara single ataupun gabungan dari beberapa metode
berikut:
Chemotherapy/intrathecal medications
Sistem Therapi yang sering digunakan dalam menangani penderita leukemia adalah
kombinasi antara Chemotherapy (kemoterapi) dan pemberian obat-obatan yang berfokus
pada pemberhentian produksi sel darah putih yang abnormal dalam bone marrow.
Selanjutnya adalah penanganan terhadap beberapa gejala dan tanda yang telah
ditampakkan oleh tubuh penderita dengan monitor yang komprehensive.
Replacement Therapy. Merpakan terapi penggantian dan penambahan dari faktor yang
menyebabkan terjadinya hemophilia
Antifibrinolytic Medicines. Merupakan jenis obat obatan atau pil yang dikonsumsi
bersamaan dengan replacement therapy. Pil ini berfungsi untuk mencegah terjadinya
pendarahan pada tubuh penderita hemofilia.
Terapi spesifik pada titik pendarahan. Menggunakan obat obatan pada titik
pendarahan, yang berguna untuk mengurangi rasa sakit dan pendarahan pada bagian
tertentu dalam tubuh.