Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN (NYERI)

Oleh:
Ni Wayan Krisma Andiani
(P07120014063)
Tingkat II.2 D III Keperawatan

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN


RASA AMAN DAN NYAMAN (NYERI)
A. PENGERTIAN
1. Pengertian Rasa Aman dan Nyaman
Keamanan adalah kondisi bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa
juga keadaan aman dan tentram yang merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang harus dipenuhi. Lingkungan pelayanan kesehatan dan komunitas
yang aman merupakan hal yang penting untuk kelangsungan hidup klien.
(Potter&Perry edisi 4 volume 2, 2006)
Kolcaba (1992, dalam Potter

&

Perry,

2006)

megungkapkan

kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan


dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan
transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri).
Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
1) Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2) Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3) Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4) Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah
lainnya.
2. Gangguan Rasa Aman Akibat Nyeri
a. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
(Smatzler & Bare, 2002). Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan
yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana
terjadi kerusakan IASP (dalam Potter & Perry, 2006). Nyeri adalah segala
sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja
seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri (Mc Caffery dalam Potter &
Perry, 2006).

Nyeri adalah nyeri sangat tidak menyenangkan dan merupakan sensasi


yang asangat personal yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat
memenuhi pikiran seseorang. Namun nyeri adalah konsep yang sulit untuk
dikomunikasikan oleh seorang klien. Nyeri lebih dari sekedar sebuah
gejala:nyeri merupakan masalah yang memiliki prioritas tinggi. Nyeri
menandakan bahaya fisiologis dan psikologis bagi kesehatan dan pemulihan.
Nyeri berat dianggap sebagai situasi darurat yang patut mendapat perhatian dan
penanganan yang tepat.
b. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri akut dan nyeri kronis.
1. Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit atau
intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang
bervariasi ( ringan sampai berat) dan berlangsung singkat (kurang dari
enam bulan dan menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah
keadaan pulih pada area yang rusak.
2. Nyeri kronis adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri yang disebabkan oleh adanya kausa keganasan
seperti kanker yang tidak terkontrol atau non keganasan. Nyeri kronik
berlangsung lama (lebih dari enam bulan ) dan akan berlanjut walaupun
pasien diberi pengobatan atau penyakit tampak sembuh. Karakteristik
nyeri kronis adalah area nyeri tidak mudah diidentifikasi, intensitas nyeri
sukar untuk diturunkan, rasa nyeri biasanya meningkat, sifat nyeri kurang
jelas, dan kemungkinan kecil untuk sembuh atau hilang. Nyeri kronis non
maligna biasanya dikaitkan dengan nyeri akibat kerusakan jaringan yang
non progresif atau telah mengalami penyembuhan.

Tabel Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis


N
O
1
2

NYERI AKUT

NYERI KRONIS

Ringan sampai berat


Respons sistem saraf simpatik:

Ringan sampai berat


Respons sistem saraf

a. Peningkatan denyut nadi


parasimpatik:
b. Peningkatan frekuensi pernapasan
a. Tanda-tanda vital normal
2

c. Peningkatan tekanan darah

b. Kulit kering,hangat
c. Pupil normal atau dilatasi
d. Terus berlanjut setelah
penyembuhan
Klien tampak depresi

Klien tampak gelisah dan cemas

menarik diri
Klien menunjukkan perilaku yang Klien
sering
mengindikasikan

rasa

nyeri

menangis,menggosok
5
6

kali

dan
tidak

: menyebutkan rasa nyeri kecuali


area ditanya

nyeri,memegang area nyeri


Terlokalisasi
Menyebar
Tajam : seperti ditusuk, disayat, di Tumpul : ngilu,linu,nyeri,dll
cubit, dll

c. Sifat Nyeri
Walaupun nyeri merupakan sebuah pengalaman universal, sifat pastinya
tetap menjadi sebuah misteri. Diketahui bahwa nyeri sangat bersifat subjektif
dan individual dan bahwa nyeri merupakan salah satu mekanisme pertahanan
tubuh yang menandakan adanya masalah. Nyeri yang tidak ditangani
menyebabkan

bahaya

fisiologis

dan

psikologis

bagi

kesehatan

dan

penyembuhannya.
d. Fisiologi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis
dalam nyeri yaitu resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri
mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki
medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya
sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan
nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri
sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks
serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi
tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi kebudayaan
dalam upaya mempersiapkan nyeri.
e. Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Kontrol)

Teori Gate Kontrol dari Melzack dan Wall (1965), mengusulkan bahwa
impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan
disepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di selsel gelatinosa substansia di dalam kornu dorsalis pada medula spinalis,
talamus, dan sistem limbik. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori
dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron
delta-A dan C melepaskan substansi P untuk menstransmisikan impuls melalui
mekanisme petahanan. Neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang
melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan
berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.
Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta-A dan serabut C,
maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien akan mempersepsikan
nyeri.
Saat impuls diantarkan ke otak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi
di otak yang memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan
opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Neuromodulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P.

f. Respon Terhadap Nyeri


1. Respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang
otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian
dari respon stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri
yang superfisial menimbulkan reaksi flight-atau-fight, yang merupakan
sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf
otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terusmenerus secara tipikal akan melibatkan organ-organ viseral, sistem saraf
parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Respon fisiologis terhadap nyeri
sangat membahayakan individu. Kecuali pada kasus-kasus nyeri berat yang
menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu mencapai
tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian

klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda


fisik.
2. Respon Perilaku
Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang
khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri dapat ditunjukkan
oleh pasien sebagai respon perilaku terhadap nyeri. Respon tersebut seperti
mengkerutkan dahi, gelisah, memalingkan wajah ketika diajak bicara.
g. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri,
khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan
memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan
nyeri. Anak-anak juga mengalami kesulitan secara verbal dalam
mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri. Sedangkan pasien yang
berusia lanjut, memiliki resiko tinggi mengalami situasi yang membuat
mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit dan degeneratif.
2. Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang
sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna
dalam berespon terhadap nyeri.
3. Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah
sesuatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku
yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis
seseorang. Dengan demikian hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran
fisiologis opial endogen sehingga terjadilah persepsi nyeri.
4. Makna nyeri
Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri
tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan
tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara
seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
5. Perhatian

Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat


mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
6. Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak
mendapat perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan
nyeri yang serius.
7. Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan persepsi nyeri.
8. Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun
tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan
lebih mudah di masa datang.
9. Gaya koping
Individu yang memiiiki lokus kendali internal mempersepsikan diri
mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan
hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki
lokus kendali eksternal mempersepsikan faktor lain di dalam lingkungan
mereka seperti perawat sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap
hasil akhir suatu peristiwa.
10. Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka
terhadap pasien mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan nyeri
memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap
dirasakan namun kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan
kesepian dan ketakutan.
h. Pengukuran Nyeri
a. Skala Deskriptif
Skala

pendeskripsi

verbal

(Verbal

Descriptor

Scale,

VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.

Pendeskripsi ini dirangking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri yang
tidak tertahankan.
b. Skala penilaian numerik
Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan
skala 0-10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji
intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
c. Skala Analog Visual
Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang
mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan
kebebasan penuh pada pasien untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
Untuk mengukur skala nyeri pada pasien pra operasi apendisitis,
peneliti menggunakan skala nyeri numerik. Karena skala nyeri numerik
paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan
sesudah diberikan teknik relaksasi progresif. Selain itu selisih antara
penurunan dan peningkatan nyeri lebih mudah diketahui dibanding skala
yang lain.
B. GEJALA DAN TANDA
1. Nyeri Akut
a. Mayor : Individu memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan
tentang kualitas nyeri dan intensitasnya.
b. Minor :

Tekanan darah meningkat


Nadi meningkat
Pernafasan meningkat
Diaphoresis

Pupil dilatasi
Posisi berhati-hati
Raut wajah kesakitan
Menangis, merintih

(Carpenito, Lynda Juall, 2012)


2. Nyeri Kronis
a. Mayor : Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan..
b. Minor :

Gangguan hubungan social

Ketidakaktifan fisik dan

dan keluarga.
Peka rangsangan

imobilitas
Depresi

Menggosok kebagian yang

nyeri.
Ansietas
Tampak lunglai
Berfokus pada diri sendiri

Tegangan otot rangka


Preokupasi somatic
Agitasi
Keletihan
Penurunan libido
Gelisah

(Carpenito, Lynda Juall, 2012)


C. POHON MASALAH

Trauma Jaringan/ Infeksi

Kerusakan Sel

Pelepasan mediator nyeri

Reseptor Nyeri
Tekanan mekanis,deformasi
Dan suhu ekstrim

Dihantarkan
Serabut tipe delta A
Serabut tipe C

Medula Spinalis

Sistem Aktivas

Sistem Aktivitas

Area Grisea

Retikular

Retikular

Periakueduktus
Talamus

Hipotalamus dan

Talamus
Sistem Limbik

Otak

Nyeri
Akut

Nyeri
Persepsi
Nyeri
Kronis

Akibat Nyeri

Gerakan Tubuh
seperti: Gelisah

Interaksi
Sosial seperti:
menghindari
kontak sosial

Vokalisasi
Seperti:
Mengaduh

Ekspresi
Wajah
Seperti:
meringis

D. PEMERIKSAAN DIAGOSTIK
a. Riwayat Penyakit Klien

Sebelumnya,perawat harus menanyakan kepada klien tentang

keluhan utama dari klien dan penyebab terjadinya keluhan tersebut.


b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi:
1. Inspeksi
Memperhatikan ekspresi klien saat melakukan pemeriksaan
berguna untuk mengetahui tingkat rasa nyeri yang dialami oleh klien
2. Palpasi
Mempalpasi bagian yang dianggap nyeri oleh klien berguna untuk
mengetahui apakah adanya gangguan pada bagian yang dianggap
nyeri.
3. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di
abdomen
4. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ yang abnormal
5. Pemeriksaan lab senagai data penunjang
6. Cf-Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah
yang pecah di otak.

E. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Non Farmakologi
a. Distraksi, mengalihkan perhatian klien terhadap sesuatu yang
menarik, misalnya menonton TV (Priharjo,1996)
b. Stimulasi kulit, seperti kompres dingin, Counteriten (plester
hangat), contralateral (message kulit pada area yang berlawanan
dengan nyeri)
2. Farmakologi (Analgesik Non Narkotik)
a. Nyeri ringan I (Farmakologi I)

rin 325-650 mg 4 jam sekali

Aspi


aminofen 325-650 mg 4-6 jam sekali.
b. Nyeri ringan (Farmakologi II)

Aset

Ibup

rofen 200 mg 4-6 jam sekali

Keto

profen 12,5 mg 4-6 jam sekali

Sodi

um awalan 440 mg selanjutnya 220 mg 8-12 jam sekali


c. Nyeri sedang (Farmakologi III)

Aset

aminofen 4-6 jam sekali

Ibup

rofen 4-6 jam sekali

Sodi

um naproksen 8-12 jam sekali


d. Nyeri sedang (Farmakologi IV)

Tram

adol 50-100 mg 4-6 jam sekali


e. Nyeri berat (Farmakologi VII)

Mor

vin bila terapi non narkotik tidak efektif pada riwayat terapi
narkotik pada nyeri

Anal

gesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin


dan kodein.

F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian nyeri akurat penting untuk upaya penatalaksanaan nyeri


yang afektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan dirasakan
secara berbeda pada masing-masing individu, maka perawat perlu mengkaji
semua faktor yang memengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis, psikologis,
perilaku, emosional, dan sosiokultural. Pengkajian nyeri terdiri atas dua
komponen utama, yakni (a) karakteristik nyeri yang didapatkan dari klien dan (b)
observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis klien. Tujuan pengkajian
adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap pengalaman subjek.

Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan cara PQRST :

(pemicu)

yaitu

faktor

yang

mempengaruhi

gawat

atau

ringannyanyeri.
Q (quality) dari nyeri, apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
R (region) yaitu daerah perjalanan nyeri.
S (severty) adalah keparahan atau intensits nyeri.
T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.

1) Riwayat Nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberikan klien
kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan
situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu
perawt memahami makna nyeri bagi klien dan bagaimana ia berkoping
terhadap aspek, antara lain :
a. Lokasi
Untuk mengkaji lokasi nyeri, perawat meminta klien
untuk menunjukkan semua daerah yang di rasa tidak
nyaman.Pengkajian ini biasanya dilakukan dengan
bantuan gambar tubuh. Klien biasanya menandai
bagian tubuhnya yang mengalami nyeri. Ini sangat
bermanfaat, terutama untuk klien yang memiliki lebih
dari satu sumber nyeri.
b. Intensitas

Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode


yang mudah dan terpercaya untuk menentukan
intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering
digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0
menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka
tertinggi menandakan nyeri terhebat yang dirasakan
klien. Intensitas nyeri dapat diketahui dengan
bertanya kepada pasien melalui skala nyeri wajah,
yaitu Wong-Baker FACES Rating Scale yang
ditujukan untuk klien yang tidak mampu menyatakan
intensitas nyerinya melalui skala angka. Berikut skala
nyeri untuk mengetahui intensitas nyeri.

Skala Nyeri:

Skala Wajah Nyeri

c. Kualitas Nyeri

Terkadang nyeri bisa terasa seperti dipukul-pukul


atau ditusuk-tusuk. Perawat perlu mencatat katakata yang digunakan klien untuk menggambarkan
nyerinya

sebab

informasi

yang

akurat

dapat

berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologi nyeri


serta pilihan tindakan yang diambil.
d. Pola Nyeri

Pola nyeri meliputi: waktu awitan, durasi/lamanya


nyeri dan kekambuhan atau interval nyeri. Karenanya,

perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa


lama nyeri berlangsung, apakah nyeri berulang dan
kapan nyeri terakhir kali muncul.
e. Tindakan untuk Menghilangkan Nyeri
Pengkajian faktor-faktor untuk menghilangkan nyeri
juga harus mencakup identifikasi para praktisi
(misalnya:

ahli

penyakit

akupuntur

dll)

yang

dalam,ahli
telah

tulang,ahli

klien

gunakan

pelayanannya.
f. Gejala Penyerta

Gejala Penyerta adalah gejala yang sering kali


menyertai

nyeri

pusing,konstipasi

(misalnya:
dan

mual,nyeri

gelisah).Gejala

kepala,
penyerta

memerlukan prioritas penanganan yang sama penting


dengan nyeri itu sendiri.

2) Observasi respons perilaku dan fisiologis

Banyak respons nonverbal/perilaku yang bisa dijadikan indikator nyeri


diantaranya :
1. Vokalisasi
a. Mengaduh
b. Menangis
c. Sesak Nafas
2. Ekspresi wajah
a. Meringis
b. Menggeletukkan gigi
c. Mengernyitkan dahi
d. Menutup mata atau mulut dengan rapat atau membuka mata atau
mulut dengan lebar
e. Menggigit bibir
3. Gerakan tubuh
a. Gelisah
b. Imobilisasi
c. Ketegangan otot
d. Peningkatan gerakan jari dan tangan
e. Aktivitas melangkah yang tunggal berlari atau berjalan
f. Gerakan ritmik atau gerakan menggosok
g. Gerakan melindungi bagian tubuh


G. DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
Definisi

Peng

alaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul


akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the
Study of Paint); awitan yang tiba-tiba atau lamabat dari intensitas ringan
hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan

berlangsung <6 bulan.


Faktor yang berhubungan

Age

ns cedera (misalnya, biologis, zat kimia, fsik, psikologis)

2. Nyeri kronis
Definisi

Peng

alaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul


akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam
hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the Study of
Paint); awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan
higga berat, terjadi secara konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung >6 bulan.
Faktor yang berhubungan
- Ketunadayaan fisik kronis
- Ketunadayaan psikososial kronis

H. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Lakukan pengkajian

1. Untuk menentukan

nyeri

secara

komprehensif
termasuk

dilakukan untuk
lokasi,

karakteristik, durasi,
frekuensi,

tindakan yang akan

kualitas

mengurangi rasa nyeri


klien.
2. Agar klien dan

dan faktor presipitasi


2. Berikan
informasi

keluarga dapat

klien dan keluarga

nyeri dan cara

tentang nyeri
3. Ajarkan
metode
Distraksi
nyeri
4. Ajarkan

teknik

relaksasi

progresif

pada klien.
5. Minimalkan
yang

selama

faktor

meningkatkan

nyeri.
6.Berkolaborasi
dokter
pemberian
analgetik

dengan
untuk
obat

mengetahui tentang
penanganannya.
3. Agar klien dapat
mengalihkan
perhatiannya sehingga
tidak terfokus pada
rasa nyeri yang
dialaminya.
4. Untuk membantu
menurunkan
ketegangan otot yang
dialami klien.
5. Untuk
meningkatkan
kenyamanan klien.
6. Obat analgetik
dapat membantu
mengurangi nyeri
pada klien.

- Mampu mengontrol
nyeri (tahu
penyebab nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri, mencari
bantuan)
- Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan
mengunakan
manajemen nyeri
- Mampu mengenali
nyeri (skala
intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri)
- Menyatakan rasa
aman setelah nyeri
berkurang

1. Lakukan

1. Untuk menentukan

pengkajian nyeri

tindakan yang akan

secara komprehensif

dilakukan untuk

termasuk lokasi,

mengurangi rasa nyeri

karakteristik, durasi,

klien

frekuensi, kualitas

2. Agar perawat

dan faktor

mengetahui keadaan

presipitasi

klien dan

2. Monitor keadaan
klien
3. Jelaskan pada
klien dan keluarga

mempermudah
melakukan tindakan
keperawatan
3. Agar klien dan

penyebab nyeri dan

keluarga mengetahui

cara penanganannya

cara mengatasi nyeri

4. Ajarkan klien

4. Agar klien dapat

teknik non

mengalihkan

farmakologi (teknik

fokusnya dan juga

relaksasi

menghilangkan

progresif,teknik

ketegangan otot

distraksi )
5. Tingkatkan
kegiatan istirahat
tidur klien.
6. Berkolaborasi

5. Untuk
meningkatkan pola
tidur klien
7. Obat analgetik
dapat membantu

dengan tim medis

mengurangi nyeri

lain dalam

pada klien.

pemberian obat
analgetik

4.Tida

ada

ketegangan
otot

I. REFERENSI

Alimul H, A.Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya : Salemba


Medika

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis


Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kozier, Erb, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses & Praktik Edisi 7 Volume 2. Jakarta : EGC


Lippincott dan Williams&Wilkins. 2012. Buku

Saku

Diagnosis

Keperawatan Lynda Juall Carpenito-Moyet Edisi 13. Jakarta: EGC

Nanda International. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA 2012-2014.

Jakarta : EGC
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2.

Jakarta : EGC
Wilkinson, Juidith M dan Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan NANDA Nic Noc Edisi 9. Jakarta : EGC

Mengetahui

Pembimbing
Praktik

Gianyar, 12 Oktober 2015


Mahasiswa

(
NIP.

Mengetahui
Pembimbing Akademik

(Ni Wayan Krisma Andiani)


NIM. P07120014063

(NS.I.G.A. Ari Rasdini.,S.Pd., S.Kep., M.Pd.)


NIP. 195910151986032001

Anda mungkin juga menyukai