Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN

DASAR MANUSIA

“KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN

RUANG VI SELATAN

Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praklinik Asuhan Keperawatan

Kebutuhan Dasar Manusia

Disusun Oleh :

Novita Rahayu Permata Sari

(11171040000054)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2019
“Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman”

Kebutuhan rasa aman dan nyaman adalah suatu kebutuhan yang dimiliki
oleh masing-masing individu yang bertujuan untuk melindungi diri dari bahaya
fisik. Adapun hal-hal yang dapat mengancam keselamatan individu dikategorikan
sebagai ancaman mekanik, kimiawi, dan bakteriologis (Kasiati dan Ni Wayan,
2016).

Keamanan didefinisikan sebagai suatu keadaan terbebas dari cedera fisik


maupun psikologis. Keamanan ini merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
yang harus dipenuhi. Oleh sebab itu, lingkungan pelayanan kesehatan yang aman
merupakan suatu hal yang penting bagi kelangsungan hidup klien.

Kenyamanan merupakan suatu hasil interpretasi masing-masing individu


terkait perlakuan atau tindakan keperawatan yang diterimanya. Sifat kenyamanan
sama halnya dengan nyeri, dimana masing-masing individu memiliki karakteristik
fisiologis, sosial, spiritual, psikologis, serta kebudayaan yang mempengaruhi cara
individu untuk menginterpretasi dan merasakan kenyamanan tersebut.

1. Definisi

Menurut Potter dan Perry (2010), keamanan adalah suatu kondisi


dimana individu terbebas dari cedera fisik maupun psikologis, atau juga
merupakan suatu kondisi dimana klien merasa aman dan tentram.

Sedangkan menurut Potter & Perry (2010) kenyamanan adalah suatu


keadaan dimana kebutuhan dasar manusia suatu individu telah terpenuhi,
yaitu kebutuhan akan ketentraman atau merupakan suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari, perasaan lega karena terpenuhinya
kebutuhan, dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah
atau nyeri). Kenyamanan mencakup empat aspek yaitu:

a. Fisik, yaitu segala hal yang berkaitan dengan sensasi tubuh.

b. Sosial, berkaitan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.

c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri


sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal
manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah
lainnya.

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman didefinisikan ketika perawat


telah mampu memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dan
bantuan. Dalam penerapannya, secara umum pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman adalah seperti terbebas dari rasa nyeri, hipertermia maupun
hipotermia. Kondisi tersebut merupakan kondisi yang dapat mempengaruhi
perasaan tidak nyaman pada klien yang ditunjukan dengan munculnya tanda
dan gejala pada klien.

Menurut Carpenito & Linda Jual, perubahan rasa nyaman adalah suatu
kondisi dimana individu mengalami sensasi atau perasaan yang tidak
menyenangkan dan berespon terhadap suatu rangsang ancaman (rangsangan
berbahaya). Ancaman tidak hanya berupa ancaman fisik maupun psikologis,
namun juga terdapat ancaman dalam konteks interpersonal (hubungan dengan
orang lain) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
kemampuan berkomunikasi, kemampuan memahami, tingkah laku,
kemampuan dalam mengontrol masalah, dan lain sebagainya (Asmadi, 2008).

Adapun lingkup kebutuhan keamanan dan kenyamanan mencakup


seluruh kebutuhan fisiologis masing-masing individu, antara lain kebutuhan
akan oksigen, kelembapan, dan kebutuhan akan nutrisi.

2. Klasifikasi

2.1 Keselamatan Fisik

Keselamatan fisik adalah suatu keadaan dimana individu terbebas


dari ancaman baik dari tubuh maupun kehidupan (Kasiati & Ni Wayan,
2016). Adapun macam-macam ancaman fisik dapat berupa penyakit,
kecelakaan, bahaya atau pajanan dari lingkungan dan lain sebagainya.
Ketika individu terjangkit penyakit, individu tersebut akan semakin
rentan terhadap infeksi agen infeksius lain yang dapat menimbulkan
komplikasi, oleh sebab itu sistem pelayanan kesehatan bertanggung
jawab untuk melindungi individu dari timbulnya komplikasi penyakit
lainnya.

Selain itu, dalam pemenuhan keselamatan fisik, terkadang petugas


kesehatan diharuskan untuk memprioritaskan keselamatan fisik terlebih
dahulu dibandingkan keselamatan fisiologis. Seperti contoh pada klien
yang beresiko jatuh, perawat diharuskan untuk melindungi klien tersebut
dari kemungkinan jatuh dari tempat tidur dengan memasangkan
pengaman, sebelum memberikan tindakan keperawatan lainnya (Potter &
Perry, 2010).

2.2 Keselamatan Psikologis

Dalam pemenuhan keselamatan psikologis, individu harus


mengetahui dan memahami apa yang diharapkan orang lain, termasuk
anggota keluarga, serta tenaga kesehatan profesional. Individu tersebut
harus memahami apa yang diharapkan dari tindakan yang diberikan,
pengalaman baru, serta semua hal yang dijumpai dalam lingkungan.
Sebagian besar individu merasakan beberapa ancaman keselamatan
psikologis pada pengalaman baru yang tidak mereka kenali (Potter &
Perry, 2010).

Individu yang sakit atau cacat, keselamatan psikologisnya lebih


mudah terancam sehingga tindakan yang dilakukan perawat adalah untuk
melindungi mereka dari bahaya (Potter & Perry, 2010). Keselamatan
psikologis memiliki dampak yang kurang baik apabila tidak diperhatikan,
oleh sebab itu meskipun orang dewasa lebih mampu mengatasi ancaman
psikologis, namun pemenuhan keselamatan psikologis tetap perlu
dilakukan untuk melindungi individu dari bahaya psikologis yang dapat
memperburuk keadaannya.

3. Faktor yang Mempengaruhi Rasa Aman dan Nyaman

a. Emosi, yaitu kecemasan, depresi, dan marah, akan mudah terjadi dan akan
mempengaruhi keamanan dan kenyamanan klien
b. Status mobilisasi, keterbatasan aktivitas, kelumpuhan, kelemahan otot, dan
penurunan kesadaran mempermudah terjadinya risiko injury.
c. Gangguan persepsi sensory, dapat mempengaruhi adaptasi terhadap
rangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman dan penglihatan.
d. Keadaan imunitas, gangguan pada sistem imun akan menimbulkan
penurunan daya tahan tubuh sehingga individu menjadi lebih mudah
terserang penyakit
e. Tingkat kesadaran, pada pasien koma, respon terhadap rangsangan akan
menurun, terjadi kelumpuhan, disorientasi, dan kurang tidur.
f. Informasi atau komunikasi, gangguan komunikasi seperti aphasia atau
tidak dapat membaca dapat menimbulkan kecelakaan.
g. Gangguan tingkat pengetahuan, pengetahuan yang terganggu membuat
individu tidak mampu memprediksi gangguan kesehatan yang ada
didepannya
h. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional, antibiotik dapat menimbulkan
resisten dan anafilaktik syok apabila digunakan secara tidak bijaksana
(tidak sesuai resep dokter)
i. Status nutrisi, keadaan kurang nutrisi dapat menimbulkan kelemahan dan
menyebabkan individu lebih mudah terserang berbagai penyakit, begitu
pula sebaliknya dapat berisiko terhadap penyakit tertentu.
j. Usia, status perkembangan individu dapat mempengaruhi reaksi atau
respon individu terhadap nyeri.
k. Jenis kelamin, secara umum pria dan wanita tidak memiliki perbedaan
yang bermakna dalam merespon nyeri dan tingkat kenyamanannya.
l. Kebudayaan, keyakinan dan nilai-nilai kebudayaan mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri serta taraf rasa nyaman yang dimilikinya.

Jenis-jenis risiko dasar terhadap keamanan klien di dalam lingkungan


pelayanan kesehatan antara lain adalah jatuh, kecelakaan yang disebabkan
oleh klien, kecelakaan yang disebabkan oleh prosedur, dan kecelakaan yang
disebabkan oleh penggunaan alat (Potter & Perry, 2010).

1) Risiko jatuh

Risiko jatuh lebih besar dialami oleh klien dengan usia lanjut (lansia)
Selain usia, riwayat jatuh, postur berjalan, mobilisasi, hipotensi postural,
perubahan sensorik, disfungsi sistem perkemihan, dan beberapa kategori
diagnosa tertentu seperti kanker, penyakit kardiovaskuler, neurologi, dan
penggunaan obat-obatan serta interaksi obat juga dapat meningkatkan
risiko jatuh.

Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah jatuh (Potter &


Perry, 2010).

 Orientasikan pada klien terhadap lingkungan fisik sekitarnya

 Jelaskan penggunaan sistem bel pemanggil

 Kaji risiko jatuh pada klien dan berikan gelang indentitas risiko
jatuh

 Tempatkan klien dengan risiko jatuh dekat dengan ruang perawat

 Instruksikan pada klien dan keluarga untuk mencari bantuan


apabila klien bangun dari tempat tidur

 Jaga agar tempat tidur klien tetap berada pada posisi rendah dengan
pembatas bed yang terpasang jika diperlukan

 Buat agar barang-barang pribadi klien tetap berada dalam


jangkauannya

 Kunci seluruh tempat tidur, kursi roda atau brankar;

 Observasi klien secara teratur;

 Anjurkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan klien.

2) Kecelakaan akibat petugas kesehatan

Umumnya pada pelaksanaan tindakan keperawatan, kesalahan yang


sering kali terjadi adalah kesalahan pemberian obat dan cairan. Untuk
menghindari kesalahan pada pemberian obat, terdapat 6 benar pemberian
obat yang wajib diterapkan oleh petugas kesehatan, salah satunya adalah
perawat. Menurut Kasiati dan Ni Wayan (2016) 6 benar pemberian obat
adalah sebagai berikut :

 Tepat obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,


menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan klien
sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label obat,
mengetahui reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya
memberikan obat yang disiapkan diri sendiri.
 Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain.
 Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek tanggal kadarluarsa obat, memberikan obat dalam
rentang waktu 30 menit.
 Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
memanggil nama klien yang akan diberikan obat, mengecek
identitas klien pada papan di tempat tidur klien maupun melalui
gelang identitas klien
 Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari
dokter, mengecek cara pemberian pada label atau kemasan obat.
 Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari
dokter, mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu
pemberian obat.
3) Kecelakaan akibat penggunaan alat

Kecelakaan yang disebabkan oleh penggunaan alat, dapat terjadi


karena alat yang digunakan tidak berfungsi, rusak, atau penggunaan yang
salah. Peristiwa yang dapat terjadi antara lain kebakaran yang dapat
terjadi karena listrik atau anestetik (Kasiati & Ni Wayan, 2016).
Apabila terjadi kebakaran, maka petugas kesehatan harus
melindungi klien dari cedera, melaporkan lokasi terjadinya kebakaran,
dan membatasi lokasi penyebaran api (misalnya dengan menutup pintu
dan jendela, mematikan oksigen, alat-alat listrik dan menggunakan alat
pemadam kebakaran (APAR)).
Saat terjadi kebakaran, perawat harus melindungi klien dari
kebakaran tersebut. Menurut Kasiati dan Ni wayan (2016), terdapat
beberapa cara untuk menyelamatkan klien dari bahaya kebakaran, antara
lain sebagai berikut :
 Jika klien menggunakan oksigen tetapi oksigen tersebut tidak menjadi
pendukung kehidupannya, maka perawat dapat melepaskan oksigen
tersebut.
 Jika klien menggunakan oksigen sebagai pendukung kehidupannya,
maka perawat harus mempertahankan status pernapasan klien secara
manual dengan menggunakan ambubag sampai klien terlepas dari
ancaman kebakaran.
 Klien yang mampu berjalan dapat diarahkan untuk berjalan sendiri ke
arah yang aman, namun dalam beberapa kasus dapat dibantu dengan
kursi roda.
 Klien yang berbaring di tempat tidur umumnya dipindahkan dengan
menggunakan brankar, tempat tidur atau kursi roda.
 Jika tidak ada satu pun metode yang dapat digunakan, maka klien
harus diangkat dari ares tersebut untuk menghindari bahaya.

4. Pengkajian

Beberapa pengkajian yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Tahapan perkembangan, kaji tahapan perkembangan klien, seperti :

 Bayi, toddler, dan prasekolah


 Anak usia sekolah
 Remaja
 Dewasa
 Lansia
b. Gaya hidup, kaji gaya hidup klien, seperti apakah klien mengemudi atau
menjalankan mesin, apakah klien minum-minuman beralkohol, apakah
klien mengkonsumsi obat-obatan tertentu, dan lain sebagainya.

c. Mobilisasi, kaji kemampuan mobilisasi klien, kaji keterbatasan gerak


klien, penyebabnya, dan lain sebagainya.

d. Perubahan sensorik, kaji perubahan sensori persepsi klien, apakah klien


mengalami gangguan visual, pendengaran, ataupun dalam hal
komunikasi yang membuatnya tidak mampu merasakan adanya ancaman
atau bahaya yang mungkin saja terjadi.
e. Rasa nyeri, kaji gangguan kenyamanan klien dari sensasi nyeri, seperti
dimanakah lokasi nyeri, bagaimana intensitas nyeri, kualitas dan waktu
nyeri itu timbul, dan lain sebagainya. Pengakajian terkait nyeri, dapat
dilakukan dengan cara PQRST yaitu sebagai berikut :

 Pemicu, yaitu faktor yang mempengaruhi gawat/ringannya nyeri

 Quality, dari nyeri, seperti rasa tajam, tumpul atau tersayat

 Region, yaitu daerah perjalanan nyeri

 Severity, adalah keparahan atau intensitas nyeri

 Time, lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.

5. Asuhan Keperawatan

5.1 Gangguan rasa nyaman

1) Definisi : perasaan kurang senang, lega, dan sempurna dalam dimeni


fisik, psikospiritual, lingkungan, dan sosial.

2) Penyebab :

 Gejala penyakit

 Kurang pengendalian situasional

 Ketidakadekuatan sumber daya (misalnya dukungan finansial,


sosial, dan pengetahuan)

 Kurangnya privasi

 Gangguan stimulus lingkungan

 Efek samping terapi

 Gangguan adaptasi kehamilan

3) NOC :

 Pain level
 Comfort status : Physical

 Comfort status : Psychospiritual

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam,


diharapkan klien :

 Frekuensi nyeri klien menurun

 Tidak tampak meringis menahan nyeri

 Dapat mengontrol gejala yang muncul

 Relaksasi dari otot klien

4) NIC :

 Pain Management

 Pastikan klien memperoleh analgesic secara tepat

 Eksplor faktor-faktor yang dapat menyebabkan semakin


buruknya kondisi klien

 Ajarkan prinsip dalam manajemen nyeri

 Environmental Management Comfort

 Atur suhu ruangan pada suhu yang membuat klien nyaman

 Kurangi hal-hal yang dapat mengganggu kenyamanan klien


(misalnya kebisingan, pencahayaan, dan lain sebagainya)

 Pruritis Management

 Tentukan penyebab dari rasa gatal yang dialami klien

 Gunakan krim atau lotion anti gatal sesuai dengan medikasi

 Intruksikan pada klien maupun keluarga untuk menghindari


keringat yang dapat meningkatkan rasa gatal dengan cara
mengindari cuaca panas atau aktivitas yang berlebihan
 Gunakan krim antihistamin untuk mengatasi gatal

 Anxiety Reduction

 Lakukan pendekatan untuk meyakinkan dan menenangkan


klien
 Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan termasuk
reaksi yang mungkin akan di alami oleh klien
 Kaji pandangan klien terkait situasi
 Berikan informasi nyata terkait diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
 Dorong keluarga untuk mendampingi klien
 Dorong klien untuk mengutarakan perasaannya
 Identifikasi perubahan kecemasan pada klien
 Berikan ativitas pengalihan untuk mengurangi ketegangan
 Bantu klien untuk mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
 Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
 Anjurkan klien untuk penggunaan teknik relaksasi
 Kaji tanda-tanda verbal dan non verbal dari kecemasan
5.2 Nyeri akut

1) Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan


dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari tiga bulan (PPNI, 2018)

2) Penyebab :

 Agen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia, neoplasma, dll)

 Agen pencedera kimiawi (terbakar, bahan kimia iritan)

 Agen pencedera fisik (abses, amputasi, terbakar, terpotong,


mengangkat beban berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan)
3) NOC (Moorhead, 2013) :

 Kontrol nyeri

 Tingkat nyeri

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam,


diharapkan :

 Klien dapat mengontrol nyeri (skala 4)

 Nyeri klien berkurang atau hilang

 Frekuensi nyeri berkurang

 Klien tidak lagi meringis menahan nyeri

4) NIC (Bulechek, 2013) :

 Manajemen Nyeri

 Kaji terkait nyeri pada klien secara menyeluruh meliputi


lokasi nyeri, durasi, kualitas nyeri, keparahan nyeri, dan
faktor penyebab maupun yang memperberat nyeri

 Observasi ketidaknyamanan non verbal

 Ajari teknik non farmakologi untuk mengatasi nyeri


(misalnya relaksasi, terapi music, distraksi, dan lain
sebagainya)

 Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi


respon klien terhadap ketidaknyamanan (misalnya suhu,
cahaya, bising)

 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi untuk


mengurangi nyeri

 Manajemen Analgesik

 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan tingkat nyeri


sebelum memberi pengobatan pada klien
 Cek obat meliputi 6 benar pemberian dan frekuensi
pemberian analgetik

 Tentukan jenis analgetik baik narkotik maupun non narkotik


melalui tipe dan tingkat nyeri

 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan setelah pemberian


analgetik

5.3 Nyeri kronis

1) Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan


dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan
konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan (PPNI, 2018)

2) Penyebab :

 Kondisi musculoskeletal kronis


 Kerusakan sistem saraf
 Penekanan saraf
 Infiltrasi tumor
 Ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromodulator, dan
reseptor
 Gangguan imunitas
 Gangguan fungsi metabolic
 Riwayat posisi kerja statis
 Peningkatan indeks massa tubuh (IMT)
 Kondisi pasca trauma
 Tekanan emosional
 Riwayat penganiayaan
 Riwayat penyalahgunaan obat atau zat

3) NOC (Moorhead, 2013) :

 Comfort level
 Pain control

 Pain level

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam,


diharpkan klien :

 Tidak mengalami gangguan tidur

 Tidak mengalami gangguan konsentrasi

 Tidak ada gangguan hubungan interpersonal

 Tidak ada ekspresi menahan nyeri maupun ungkapan secara


verbal

 Tidak ada tegangan otot

4) NIC (Bulechek, 2013) :

 Manajemen Nyeri

 Kaji terkait nyeri pada klien secara menyeluruh meliputi


lokasi nyeri, durasi, kualitas nyeri, keparahan nyeri, dan
faktor penyebab maupun yang memperberat nyeri

 Observasi ketidaknyamanan non verbal

 Ajari teknik non farmakologi untuk mengatasi nyeri


(misalnya relaksasi, terapi music, distraksi, dan lain
sebagainya)

 Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi


respon klien terhadap ketidaknyamanan (misalnya suhu,
cahaya, bising)

 Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi untuk


mengurangi nyeri

5.4 Risiko jatuh

1) Definisi : berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan


kesehatan akibat terjatuh
2) Faktor risiko :

 Usia lebih atau sama dengan dari 65 (pada dewasa) atau kurang
dari 2 tahun pada anak.
 Riwayat jatuh

 Anggota gerak bawah prosthesis (buatan)

 Penggunaan alat bantu berjalan

 Penurunan tingkat kesadaran

 Perubahan fungsi kognitif

 Lingkungan tidak aman (misalnya licin, gelap, dan lain


sebagainya)
 Kondisi post operasi

 Hipotensi ortostatik

 Perubahan kadar glukosa darah

 Anemia

 Kekuatan otot menurun

 Gangguan pendengaran, keseimbangan, penglihatan

 Neuropati

 Efek agen farmakologis (mislanya sedasi, alcohol, anestesi


umum, dll).
3) NOC (Moorhead, 2013) :

 Ambulation

 Balance

 Coordinated movement

 Fatigue level

 Knowledge : fall prevention

 Mobility

 Skeletal function
4) NIC (Bulechek, 2013) :
 Environtmental management : safety

 Identifikasi kebutuhan keamanan pasien dari fisiki, fungsi


kognitif, dan kebiasaan perilaku pasien
 Identifikasi bahaya keselamatan klien di lingkungan

 Hilangkan risiko dari lingkungan bila memungkinkan

 Modifikasi lingkungan untuk meminimalisir risiko bahaya

 Gunakan alat pelindung untuk keterbatasan mobilitas fisik

 Monitor lingkungan untuk mengubah status keamanan

 Sediakan alat adaptif untuk meningkatkan keamanan


lingkungan
 Exercise therapy : balance

 Tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam


ativitas yang membutuhkan keseimbangan
 Kolaborasi dengan terapis untuk melaksanakan dan
mengembangkan program latihan
 Evaluasi fungsi sensoris

 Sediakan lingkungan yang aman bila akan melakukan


latihan
 Sediakan peralatan bantuan untuk membantu pasien saat
latihan
 Bantu pasien untuk ikut berpartisipasi dalam latihan
stretching saat duduk atau berdiri
 Bantu pasien untuk berpindah ke posisi duduk

 Memonitor respon klien dalam latihan kesimbangan

 Anjurkan klien untuk ikut berpartisipasi dalam program


ambulasi
 Bantu pasien untuk berpindah dalam selang waktu yang
teratur
 Exercise theraphy : muscle control
 Tentukan kesiapan klien untuk melakukan aktivitas dan
latihan
 Evaluasi sistem sensori

 Jelaskan rasional untuk tipe latihan pada klien atau keluarga


klien
 Beri klien privasi saat latihan bila klien menginginkannya

 Atur lingkungan agar aman dan nyaman untuk digunakan


sebaga tempat latihan
 Ajukan tindakan mengontrol nyeri sebelum memulai latihan
dan akitvitas
 Bantu pasien untuk mempertahankan tubuh dan/atau
stabilitas sendi proksimal selama aktivitas motoric
 Bantu klien untuk duduk atau berdiri yang sesuai dengan
protocol latihan
 Menyediakan lingkungan yang tenang bagi klien setelah
periode latihan
 Monitor emosi pasif, kardiovaskular, dan fugsi respon untuk
protocol latihan
 Evaluasi kemajuan klien terhadap peningkatan atau
perbaikan dari pergerakan tubuh dan fungsi
 Fall prevention

 Identifikasi kognitif dan kekurangan fisik dari klien yang


mungkin meningkatkan kemungkinan untuk jatuh
 Identifikasi kebiasaan dan faktor risiko yang mempengaruhi
peristiwa jatuh
 Cari informasi terkait riwayat jatuh baik klien maupun
keluarga
 Identifikasi karakteristik lingkungan yang bisa
meningkatkan potensial untuk jatuh
 Monitor gayaberjalan, keseimbangan, dan level kelelahan
 Sarankan perubahan dalam gaya berjalan pada klien

 Latih pasien untuk beradaptasi dan memodifikasi gaya


berjalan yang dirubah
 Bantu pasien yang mudah goyah dengan cara berpindah

 Kunci roda dari kursi roda, atau tempat tidur saat


memindakan klien
 Ajari klien bagaimana cara jatuh yang aman untuk
meminimalisir cedera
5.5 Risiko cedera

1) Definisi : beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang


menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam
kondisi baik (PPNI, 2018).
2) Faktor risiko :
 Ekternal
 Terpapar pathogen

 Terpapar zat kimia beracun (toksik)

 Terpapar agen nosocomial

 Ketidakamanan transportasi

 Internal

 Ketidaknormalam profil darah

 Perubahan orientasi afektif

 Perubahan sensasi

 Disfungsi autoimun

 Disfungsi biokimia

 Hipoksia jaringan

 Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh

 Malnutrisi

 Perubahan fungsi psikomotor


 Perubahan fungsi kognitif

3) NOC (Moorhead, 2013) :

 Risk Control
 Immune Status
 Safety Behaviour
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam,
diharapkan :
 Klien terbebas dari cedera
 Klien mampu menjelaskan cara untuk mencegah terjadinya
cedera
 Klien mampu menjelaskan faktor risiko dari lingkungan atau
perilaku diri yang dapat menimbulkan cedera
 Klien mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah
cedera
 Klien mampu menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada
 Klien mampu mengenali perubahan status kesehatan

4) NIC (Bulechek, 2013) :

 Manajemen Lingkungan

 Sediakan lingkungan yang aman untuk klien

 Identifikasi kebutuhan keamanan klien sesuai dengan


kondisi fisik dan fungsi kognitif, serta riwayat penyakit
terdahulu klien

 Hindari klien dari lingkungan yang berbahaya

 Pasang side rail tempat tidur untuk mengurangi resiko jatuh

 Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih

 Tempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau


klien
 Batasi pengunjung yang datang untuk menjaga kenyamanan
dan keamanan klien

 Berikan pencahayaan yang cukup

 Anjurkan keluarga untuk terus mendampingi klien

 Kontrol lingkungan dari kebisingan yang dapat


mengganggu klien

 Pindahkan barang-barang yang berpotensi menciderai klien

 Jelaskan pada klien dan keluarga serta pengunjung adanya


perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit

Daftar Pustaka
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.

Bulechek, G. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). 6th Edition.


Missouri : Elsevier Mosby

Herdman. T. H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses : Definition &


Classification 2012-2014. Oxford : Wiley-Blaackwell

Kasiati, dan Ni Wayan, D. R. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia 1. Jakarta :


Kemenkes RI

Moorhead, S. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) : Measurement of


Health Outcomes. 5th Edition. Missouri : Elsevier Mosby.

Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses
dan Praktik.. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP-PPNI

Priharjo, Robert. 2006. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai