Anda di halaman 1dari 5

PENGARUH JENIS MEDIA STARTER DAN KONSENTRASI STARTER

TERHADAP PRODUKSI ASAM ASETAT DARI APEL DENGAN


Acetobacter aceti
Arland*), Monica Bella Evangeline, Natalia Rosa Simanjuntak, Naufarrel Kaviandhika
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro,
Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia 50275

Abstrak
Praktikum ini menggunakan sari buah apel busuk sebagai substrat yang mengandung alkohol untuk
pembuatan asam asetat dengan perbedaan variabel starter yaitu air legen dan air kelapa, variabel pH,
suhu, dan sari buah. Praktikum dilakukan untuk membuat asam asetat dengan fermentasi aerob yang
diikuti dengan membuat inokulum sebagai bahan dasar, membiakkan starter asam asetat dengan mikroba.
Percobaan ini diawali dengan pembuatan starter (air legen dan air kelapa) lalu dilanjutkan dengan aerasi
selama 7 hari. Setelah itu dilakukan persiapan bahan untuk membuat asam asetat dengan menambahkan
ragi dan sukrosa pada sari buah apel busuk, lalu bisa dilakukan pembuatan asam asetat. Sehingga dari
hasil percobaan ini diperoleh data volume larutan, volume titran, densitas, dan pH larutan lalu diperoleh
pula hubungan jumlah starter dengan kadar asam asetat dan hubungan densitas dengan kadar asam asetat
kemudian diperoleh kadar asam asetat terbesar sebanyak 50% yaitu 3381 mg pada starter air kelapa,
juga terjadi penurunan kadar asam asetat pada kedua variabel starter karena aerasi kurang lancar. Hasil
ini memberi kesimpulan bahwa semakin banyak starter dan konsentrasi sari buah yang digunakan maka
semakin banyak asam asetat yang dihasilkan, densitas berbanding lurus dengan asam, diperoleh pH
optimal asam asetat 4-5.
Kata kunci: Asam asetat; Starter; Apel; Acetobacter aceti

Abstract
[The Influences of The Kind of Starter Media and Starter Concentration to The
Production of Acetic Acid from Apple by Acetobacter aceti] This practicum used a rotten
apple juice as a substrate containing alcohol for the manufacture of acetic acid with starter variables
difference is legen water and coconut water, variable pH, temperature, and fruit juice. Lab work was done
to make acetic acid by aerobic fermentation followed by making inoculum as the basic ingredient, acetic
acid with starter breed microbes. The experiment began with the manufacture of starter (legen water and
coconut water) and then followed by aeration for 7 days. Once that was done the preparation of materials
for making acetic acid by adding yeast and sucrose on rotten apple juice, and could be making acetic acid.
So that the results of this experiment obtained the data volume of the solution, the volume of titrant,
density, and pH of the solution then obtained is the relation between the amount of starter with high levels
of acetic acid and relationship density with high levels of acetic acid is then recovered the levels of acetic
acid greatest as much as 50%, ie 3381 mg on the starter water coconut, also decreased acetic acid levels in
both variables starter for aeration substandard. These results conclude that the more a starter and
concentration of fruit juice used the more acetic acid is produced, the density is directly proportional to
acid, acetic acid obtained optimal pH 4-5.
Keywords: Acetic acid; Starter; Apple; Acetobacter aceti
1. Pendahuluan
Cuka apel telah digunakan selama ribuan tahun
untuk mengobati berbagai keluhan penyakit.
Hipprocates,
bapak
kedokteran
modern,
merekomendasikan penggunaan cuka apel yang
dicampur dengan madu untuk mengobati demam dan
flu pada tahun 400 SM. Sejak itu, cuka apel terus
digunakan untuk mengobati berbagai penyakit

termasuk nyeri. Cuka apel juga digunakan oleh tentara


Romawi dan para pendekar samurai Jepang sebagai
ramuan untuk kesehatan, kekuatan, dan vitalitas. Cuka
apel juga digunakan pada perang saudara Amerika
sebagai antiseptik untuk membersihkan luka tentara
dan terus digunakan untuk tujuan yang sama pada
Perang Dunia. Rasa asam dari cuka apel membuatnya
memiliki sifat membersihkan dan dapat digunakan

sebagai antiseptik. Cuka apel mengandung asam asetat


yang membantu menyingkirkan bakteri berbahaya dan
jamur pada saluran pencernaan. Hal ini membantu
kerja pencernaan dan penyerapan nutrisi dari makanan
oleh usus. Cuka apel juga mengandung pektin,
merupakan serat yang larut dalam air, sehingga
membantu menyerap air, lemak, racun, dan kolesterol
dari saluran pencernaan.
Cuka apel memiliki sifat pembersih yang kuat
dan membantu penyembuhan banyak penyakit. Cuka
apel dapat digunakan untuk membersihkan usus dan
saluran pencernaan. Cuka apel juga memiliki
kemampuan menurunkan tekanan darah dan
kolesterol, serta mampu membuang lemak dan racun
keluar dari tubuh. Penggunaan yang lain dari cuka
apel adalah untuk membersihkan kulit dan memerangi
jerawat. Cuka apel diketahui memiliki sifat antibakteri
dan bisa mengurangi gejala dan tingkat keparahan
demam, flu, sinusitis, dan infeksi.
Cuka apel yang dikonsumsi saat perut masih kosong
dapat meningkatkan energi, vitalitas, dan kesehatan
secara umum. Rasa sakit akibat penyakit kronis bisa
berkurang. Dengan cuka apel, kulit akan lebih bersih,
pencernaan menjadi lebih lancar, kesehatan jantung,
kesehatan sistem saraf, sehingga taraf kesehatan
secara keseluruhan akan meningkat (Safitri, 2012).
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
membuat inokulum sebagai bahan dasar pembuatan
asam asetat, membiakkan starter asam asetat dengan
menggunakan Acetobacter aceti, membuat asam asetat
dengan fermentasi aerob, serta membandingkan
produk asam asetat yang terbentuk dengan variabel
jenis media starter dan konsentrasi starter.
2. Bahan dan metode
Dalam praktikum ini membutuhkan air legen
dan air kelapa masing masing sebanyak 250 ml yang
berperan sebagai variabel media starter. Selain itu
digunakan juga sari buah apel busuk 1600 ml sebagai
bahan baku dalam fermentasi asam asetat yang
menggunakan Ragi / Yeast (0,5 % W). Bahan
pendukung lainnya yaitu glukosa anhidris, etanol,
indikator PP, HCl, serta NaOH.
Pertama kali yang harus dilakukan adalah
sterilisasi peralatan menggunakan alkohol. Media
Starter yaitu Air Legen dan Air Kelapa dipanaskan
dalam beaker glass pada suhu 60oC selama 30 menit
kemudian didinginkan hingga 30oC. Lalu ditambahkan
glukosa anhidris masing masing 5 gram dan etanol
masing masing 5 ml ke dalamnya. Lalu mengatur
pH larutan dengan HCl atau NaOH sehingga pH
larutan menjadi 7. Larutan yang sudah diatur pHnya
dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditutup
rapat menggunakan aluminium foil, pasang selang
aerator untuk aerasi selama 7 hari.
-----------------------------------------------------------------.
*)

Telp: +62-823-2496-5956
E-mail: arlandmuhamad@gmail.com

Sari buah apel busuk dipanaskan dalam beaker


glass pada suhu 60oC selama 30 menit, kemudian
didinginkan hingga suhu 30oC. Setelah dipanaskan
kemudian ditambahkan sukrosa 5 gram dan
selanjutnya mengatur pH larutan menggunakan HCl
atau NaOH sehingga pH menjadi 4. Setelah larutan
diatur pHnya lalu ditambahkan juga yeast sebanyak
0,5%w. Selanjutnya bahan ditutup rapat dan
didiamkan selama 7 hari.
Setelah persiapan bahan dan pembiakan starter
selama 7 hari, berikutnya adalah fermentasi bahan
menjadi asam asetat. Langkah-langkah yang perlu
dilakukan adalah mengukur sari buah apel busuk
sebanyak 150 ml, alkohol masing-masing 5 ml, serta
starter masing-masing 10%,20%,30%,40%, dan 50%
volume sari buah. Lalu ditambahkan alkohol ke dalam
sari buah apel sebagai media fermentasi. Kemudian
mengatur pH fermentasi sesuai dengan variable.
Selanjutnya mencampurkan starter ke dalam media
sesuai dengan variabel.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Hasil Percobaan
Tabel 1 Data kadar asam asetat menggunakan starter
air legen
Kadar Asam Asetat (ppm)
Hari
Legen Legen Legen Legen Legen
ke10%
20%
30%
40%
50%
1
8100
9900 10200
1200
3000
2
4200
5400
3900
4800
4200
3
1500
7200
7800
4200
8100
Tabel 2 Data kadar asam asetat menggunakan starter
air kelapa
Har Volume Larutan (ml)
i
Kelapa Kelapa Kelapa Kelapa Kelapa
ke10%
20%
30%
40%
50%
1
6300
9600 14700 15000 14700
2
4200
4500
3000
4500
4200
3
3300
5400
3600
6300
3000
3.2 Hubungan jumlah starter terhadap kadar Asam
Asetat

Kadar Asam Asetat (ppm)


Hari Pertama

Waktu (Hari)
10%

20%

40%

50%

30%

Gambar 1 Kadar Asam Asetat Setiap Hari


dengan Starter Air Legen

Kadar Asam Asetat (ppm)


Hari Pertama

Waktu (Hari)
10%

20%

40%

50%

30%

Gambar 2 Kadar Asam Asetat Setiap Hari


dengan Starter Air Kelapa
Pada kedua grafik bisa diketahui besarnya
kadar Asam Asetat pada setiap starter yang
digunakan. Pada gambar 1 menjelaskan kadar
asam asetat yang diproduksi menggunakan
starter air legen, sedangkan pada gambar 2
menjelaskan kadar asam asetat yang diproduksi
menggunakan starter air kelapa. Pada Gambar 1
terlihat kadar asam asetat mengalami penurunan
pada hari kedua, lalu mengalami kenaikan pada
hari ketiga. Namun kadar asam asetat yang ada
pada hari ketiga tidak sebanyak kadar asam
asetat pada hari pertama. Lalu hal yang sama
juga terjadi pada gambar 2 dimana kadar asam
asetat mengalami penurunan pada hari kedua,
lalu mulai naik pada hari ketiga. Seharusnya
seiring dengan berjalannya waktu, kadar asam
asetat semakin tinggi. Secara keseluruhan kadar
asam asetat baik yang menggunakan air legen,
maupun air kelapa mengalami penurunan pada
hari terakhir. Bila ditinjau dari starter yang
digunakan, maka akan terlihat kadar asam asetat
yang diproduksi dengan menggunakan starter air
kelapa, lebih banyak dari pada kadar asam asetat
yang diproduksi menggunakan starter air legen.
Starter air kelapa memiliki kandungan
gula lebih tinggi dari kandungan gula yang ada
pada starter air legen. Sehingga produksi asam
asetat akan lebih tinggi bila menggunakan starter
air kelapa dibandingkan starter air legen (Rizky,
dkk. 2011).
Pada percobaan yang kami lakukan,
baik yang menggunakan starter air legen
maupun air kelapa mengalami penurunan pada
hari kedua, lalu mengalami kenaikan pada hari
ketiga . Hal ini dikarenakan karena pH larutan
agar mikroba dalam pembuatan asam asetat
dapat tumbuh dengan baik adalah 2 3. Tapi
pH larutan pada hari pertama dan kedua adalah
4, sehingga dengan lingkungan yang tidak
sesuai dan pH yang tidak terlalu asam, mikroba
yang masih dalam tahap adaptasi tidak bisa
berkembang sebagaimana mestinya dan
mengalami kematian walaupun hanya sedikit.
Namun setelah hari pertama, aerator yang
digunakan tidak dapat menjalankan fungsi

aerasi secara sempurna. Aerasi yang berjalan


kurang
sempurna
menyebabkan
mikroorganisme
kurang
optimal
dalam
memproduksi asam asetat sehingga terjadi
penurunan kadar asam asetat pada hari kedua
Oleh karena itu konsentrasi asam asetat yang
kami dapatkan pada hari pertama lebih besar
dibandingkan hari yang lain (Irnia, 2011). Pada
hari ketiga, pH larutan menjadi 3, dengan pH
kisaran tersebut mikroba dalam proses
fermentasi asam asetat dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik sehingga konsentrasi
asam asetat yang kami dapatkan menjadi naik
pada hari ketiga. Namun kenaikan yang terjadi
tidak terlalu besar, disebabkan oleh faktor aerasi
yang kurang sempurna (Triwida, et alk. 2012).
3.3 Hubungan densitas dengan kadar Asam Asetat

Kadar Asam Asetat (ppm)

Densitas (gr/ml)
10%

20%

40%

50%

30%

Gambar 3 Kadar Asam terhadap Densitas


dengan Starter Air Legen

Kadar Asam Asetat (ppm)

Densitas (gr/ml)
10%

20%

40%

50%

30%

Ga
mbar 4 Kadar Asam terhadap Densitas dengan
Starter Air Kelapa
Pada gambar 3, dimana menggunakan
starter air legen bisa dilihat bahwa pada hari
kedua terjadi penurunan densitas, namun pada
hari ketiga terjadi kenaikan densitas. Hal yang
sama juga terjadi bila menggunakan starter air
kelapa, dimana dapat dilihat pada gambar 4.
Sehingga secara umum terjadi penurunan
densitas. Lalu hubungan antara densitas dengan
kadar asam asetat yaitu berbanding lurus.
Fenomena penurunan densitas terjadi
karena volume semakin berkurang. Hal ini
disebabkan oleh nutrien yang ada pada sari buah
apel busuk dijadikan suplai nutrisi untuk

pertumbuhan dan perkembangan bakteri (Yoga,


2011).
Namun dengan pertambahan waktu, maka
proses fermentasi ini akan semakin sempurna,
sehingga alkohol berubah menjadi asam asetat
dan air yang menyebabkan kenaikan densitas.
Karena dengan semakin lamanya proses aerasi
berlangsung, maka asam asetat yang dihasilkan
akan semakin banyak. Dimana densitas asam
asetat adalah 1,049 gr/cm3, lebih besar dari
densitas alkohol yaitu hanya 0,8 gr/cm 3
(Nugroho, 2012).
3.4 Starter terbaik dalam proses fermentasi Asam
Asetat
Dilihat dari data hasil percobaan pada
tabel 2 sampai dengan tabel 9 dapat dilihat
bahwa kadar asam asetat yang dihasilkan akan
lebih banyak bila menggunakan starter air kelapa
dibandingkan dengan menggunakan starter air
legen. Dimana kadar asam asetat (dalam ppm)
yang didapat bila menggunakan starter air kelapa
dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan
50% secara berturut turut yaitu 1134; 1776;
2940; 3225; dan 3381 untuk hari pertama, 735;
787,5; 585; 819; dan 877,5 untuk hari kedua,
serta 528; 918; 666; 1291,5; dan 630 untuk hari
ketiga. Sedangkan kadar asam asetat (dalam
ppm) yang didapat bila menggunakan starter air
legen dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%,
dan 50% secara berturut turut yaitu 1539;
1831,5; 2040; 258; dan 690 untuk hari pertama,
756; 945; 741; 1008; dan 882 untuk hari kedua,
serta 262,5; 1260; 1560; 1462,5; dan 1660,5
untuk hari ketiga.
Hal ini dikarenakan
kandungan gula pada air kelapa lebih banyak
dari pada kandungan gula pada air legen. Sebab
fermentasi asam asetat memerlukan kandungan
gula pada starter yang cukup. Sehingga starter
yang baik digunakan dalam proses fermentasi
asam asetat adalah menggunakan starter air
kelapa (Amrullah, 2011).
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan kami dapat
disimpulkan bahwa starter air kelapa lebih baik
digunakan dibanding air legen karena menghasilkan
gula lebih banyak yang menyebabkan asam asetat
yang diproduksi juga lebih banyak, semakin banyak
starter maka semakin besar kadar asam asetat yang
diperoleh, semakin besar konsentrasi sari buah maka
asam asetat yang dihasilkan semakin banyak, semakin
besar kadar asam asetat, semakin besar densitas yang
diporel, pH optimum fermentasi asam asetat ada pada
saat pH 4-5.
Ucapan Terima Kasih

Terima kasih disampaikan kepada Dosen Pembimbing


beserta Asisten Laboratorium Bioproses Teknik Kimia
Undip yang telah membimbing selama proses
pembuatan artikel ini.
Daftar Pustaka
Amelia, Rizki , Yanezza Amrullah, Yoga Prasetya.
2011.
Asam
Asetat.
Diakses
dari
scribd.com/doc/96619669.30 September 2015
Anonim, 2012. Tentang Pengolahan Pangan.
Menegristek Bidang Pendayagunaan dan
Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Gedung II BPP Teknologi . Jakarta.
Anonim.
2014.
Legen.
Diakses
dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Legen.13
September 2015
Andhika. 2005. Pengaruh Pengenceran Terhadap pH.
Diakses dari scribd.com/236190579 10
November 2015
Anonim. 2015. Asam Asetat. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Asam_asetat 17
November 2015
Anonim. 2015. Massa Jenis. Diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Massa_jenis. 17
November 2015
Arsyad, M. Natsir, 2001, Kamus Kimia:
ArtidanPenjelasanIstilah.
Jakarta:
GramediaPustakaUtama
Barlina, Rindengan, dkk. 2007. PENGARUH
PERBANDINGAN
AIR
KELAPA DAN
PENAMBAHAN DAGING KELAPA MUDA
SERTA LAMA PENYIMPANAN TERHADAP
SERBUK MINUMAN KELAPA. Diakses dari
http://perkebunan.
litbang.pertanian.go.id/upload.files/File/publika
si/jurnal/Jurnal%202007/JVol13_2_2007/perkebunan_jurnal_13(2)2007_
6-BARLINA%20RINDENGAN.pdf.13
September 2015
Buckle, K. A, Edwards, R.A, Fleet, G.H. and Wooton,
M. 1985. IlmuPangan. UI-Press. Jakarta.
Hardoyo, Agus Eko, Dyah Primarini, Hartono,
Musa.. 2007. Kondisi Optimum Fermentasi
Asam Asetat Menggunakan Acetobacter Aceti
B166. Balai Besar Teknologi Pati.Volume 13,
No. 1
Kailaku, Sari Intan, dkk. 2006. Potensi Likopen
Dalam Tomat Untuk Kesehatan. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pascapanen
Pertanian.
Kusnadi, dkk. 2003. Kultur Campuran dan Faktor
Lingkungan
Mikroorganisme
yang
Berperan
dalam
Fermentasi
TeaCider.Institut Teknologi Bandung.
Mariska, VirandaPutri. 2009. Pengujian Kandungan
Fenol Total Tomat Secara In Vitro. Universitas
Indonesia.
Narimo, Imroatin. 2004. PEMBUATAN ASAM CUKA
DARI
MANGGA
DAGING
SECARA

FERMENTASI. Universitas Setia Budi :


Surakarta
Nina. 2012. Vinegar. http://www.slideshare.net
diakses . 21 Maret 2015.
Nugroho, Joko. 2011.
PENGARUH AERASI
INTERMITTENT DAN JENIS BAHAN
TERHADAP DEGRADASI BAHAN ORGANIK
PADA PROSES PENGOMPOSAN LIMBAH
ORGANIK DENGAN KOMPOSTER MINI.
Fakultas Teknik Pertanian UGM: Yogyakarta
Nurika, Irnia , Nur Hidayat. 2011. PEMBUATAN
ASAM ASETAT DARI AIR KELAPA SECARA
FERMENTASI.
Diakses
dari
jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/download/109/
456 . 13 September 2015
Pramuka,Yudha,2013. Kegunaan Asam Asetat.
Rukmana. 1998. Ganyong Budidaya dan Pasca
Panen. Yogyakarta: Kanisius Triharto, Dandi
Panggih.

Safitri, Agita. 2012. Pembuatan Cuka Apel diakses


dari http://agitas..co.id/2012/04/ pembuatancuka-apel_23.html . 11 Oktober 2015
Triharto.,2010. Studi Ketahanan Korosi SUS 316L,
SUS
317L,
SUS 329J dan Hastelloy C-276 dalam Asam
Asetat
yang
Mengandung
Ion
Bromida, Universitas Indonesia.
Waluyo, Sugeng, 1984, Beberapa Aspek Tentang
Pengolahan Vinegar, Dewaruci Press: Jakarta.
Winarno, F.G., S. Fardiaz, dan D. Fardiaz. 1980.
Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia,
Jakarta.
Wirtanto, Eric., 2013. Pembuatan N-Butyl Asetat dari
Asam Asetat dan Butadiene dengan
Kapasitas 5.000 Ton/Tahun, Universitas
Sumatera utara

Anda mungkin juga menyukai