Anda di halaman 1dari 23

UNIVERSITAS INDONESIA

PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING)


PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

TUGAS MATA KULIAH


MANAJEMEN PERPAJAKAN
Aprina Sugiarti
1306395262

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM SARJANA
DEPOK
MEI 2016

1. Pendahuluan
Langkah pembaruan dan penyempurnaan UU PPN No. 8 Tahun 1983 terus dilakukan
pemerintah semenjak tahun 1994, terakhir dengan diterbitkannya Undang Undang PPN
NO. 42 Tahun 2009, yang meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi pengenaan
PPN. Perkembangan transaksi bisnis, terutama jasa, telah menciptakan jenis dan pola
transaksi baru dalam UU PPN, namun sampai saat ini wajib pajak masih saja menemukan
berbagai kendala dalam melaksanakan UU PPN secara benar.
Sejak diterbitkannya UU PPN yang baru, ada beberapa peraturan dari Dirjen Pajak
yang dikeluarkan dan telah mengalami revisi seperti terlihata di bawah ini- yang mengubah
ketentuan mengenai pembuatan kode Faktur Pajak Keluaran, saat terutang pajak, dan saat
pembuatan Faktur Pajak, pelaporan PPN secara manual atau melalui data elektronik (e-SPT),
dan yang disampaikan lewat e-filing, adanya kewajiban untuk menyampaikan surat
pemberitahuan kode cabang atau penandatangan Faktur Pajak.
PPN adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang/jasa kena
pajak d dalam daerah pabean. Sesuai legal karakter dari PPN ini yang bersifat non kumulatif,
maka dalam perlakuan pajak-PPN tidak membolehkan terjadinya pajak berganda karena
konsumen terakhirlah yang harus menangung PPN ini. PPN juga memiliki karakteristik
sebagai pajak objektif yang mengandung pengertian bahwa timbulnya kewajiban pajak
dibidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak.
Secara umum, mekanisme pemungutan PPN menggunakan mekanisme Indirect
Subtraction Method/Invoice Method (PM-PK), dan metode inilah yang terbaik dari metode
lainnya dengan alasan :
1. Adanya kewajiban membuat faktur pajak setiap transaksi, mengingat faktur pajak
merupakan bukti terpenting.
2. Memudahkan melakukan pemeriksaan, baik oleh pemeriksaan internal maupun
fiskus.
3. Tidak perlu menentukan besarnya keuntungan untuk setiap barang yang dijual.
4. Kewajiban perpajakannya dapat dihitung setiap saat.

Perencanaan PPN
Pembahasan tentang perencanaan PPN ini difokuskan pada beberapa upaya berikut ini :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Memaksimalkan mekanisme pengkreditan PPN


Memaksimalkan Fasilitas di Bidang PPN
Sentralisasi pengenaan PPN
Memaksimalkan restitusi PPN
Membangun sendiri dalam kegiatan usaha
PPN atas barang gratis untuk keperluan promosi
Penjagaan cash flow

8. Pengendalian PPN
9. Tanggung jawab renteng

2. Memaksimalkan Mekanisme Pengkreditan PPN


Perusahaan sebaiknya memperoleh Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dari
Pengusaha Kena Pajak, supaya pajak masukannya dapat dikreditkan. Perusahaan perlu
mengamati dengan cermat jangan sampai terdapat pajak masukan yang belum dikreditkan.
PPN dikenakan atas :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Impor BKP.
3. Pemanfaatan BKP tidak terwujud atau JKP luar daerah di dalam daerah pabean.
4. Ekspor BKP oleh PKP.

Pajakmasukan yang dapatdikreditkanadalah :


Pajakmasukan yang berhubunganlangusngdenganproduksi, distirbusi, pemasaran,
danmanajemenatas BKP/JKP danfakturpajaknyaadalahfakturpajakstandarataudokumen

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

yang disamakandenganfakturpajakstandar.
Pajakmasukan yang tidakdapatdikreditkan :
Sebelumdikukuhkanmenjadi PKP
FakturPajaksederhana
FakturPajakcacat
Pajakmasukanataupembelianmobil sedan, jeep , station wagon, van, dancombi
Pajakmasukan yang berkaitandenganproduksi BKP/JKP
Pajakmasukan yang tidakadakaitannyasecaralangsungdengankegiatanusahaatas BKP
Pajakmasukan yang dilaporkanpada SPT masa PPN , yang ditemukan pada saat
pemeriksaan atau yang ditagih melalui SKP.

MekanismePengkreditandanPelaporan PPN
Pengenaan PPN berdasar Sistem Fakturs ehingga setiap penyerahan BKP/JKP yang dilakukan
oleh PKP harus dibuatkan faktur pajak.
Mekanisme penggeseran PPN dilakukan melalui pemungutan kembali PPN dari
pembeliberikutnya. Jikajumlah PPN yang dipungutnya lebih besar dari PPN yang telah dibayar

padasaat perolehannya, maka kelebihannya harus disetor kekas Negara. Mekanisme ini sering
disebut Indirect Substraction Method (PK-PM)
Pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungutoleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP, penyerahan JKP , ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidakberwujud, dan atau
ekspor JKP.
Pajak masukan adalahPajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
PKP Karena perolehan BKP dan atau perolehan JKP dan atau pemanfaatan BKP tidak berwujud
dari luar daerah pabean dan atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan atau impor BKP.
Jika PK > PM, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar
Jika PK < PM, maka selisihnya merupakan kelebihanbayar PPN yang bisa
dikompensasi dengan Masa Pajak berikutnya atau dimintakan kembali (restitusi)
Secara umum mekanisme pengkreditanPajakMasukandiatur dalam pasal 9 UU Nomor
42 Tahun 2009 ituadalah :
a. Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk MasaPajak yang sama
b. Apabila terdapat PajakMasukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dijkreditkan
dengan Pajak Keluaran padaMasaPajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan ,
sepanajang belum dibebankan sebagai beban dan belum dilakukan pemeriksaan.
c. Jika dalam suatu Masa Pajak belum ada Pajak Keluaran ,maka Pajak Masukan dapat
dikreditkan.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan apabila :
a. Memenuhi ketentuan formal, yaitu :
1. Secara formal harus berbentuk Faktur Pajak atau dokumen yang diperlakukan sebagai
Faktur Pajak, diisi selengkapnya dan tidak cacat
2. Harus memperhatiakan ketentuan pasal 9 ayat (8) UU PPN , yang menentukan bahwa
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran untuk :
a) Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
b) Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha
c) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon , van ,
dan kombi, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.

d) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
e) Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak sederhana.
f) Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5)
g) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dariluar Daerah Pabean
yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 ayat (6)
h) Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
i)

ketetapan pajak
Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa PPN, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan

b. Memenuhi ketentuan material, yaitu :


Pajak Masukan yang dibayarkan atas perolehan BKP/JKP yang berhungan langusng
dengan kegiatan usaha , yang meliputi kegiatan produksi, manajemen, distribusi, dan
pemasaran.
Selainitu, Pajak Masukan juga mesti didukung bukt ipengeluaran berupa invoice dan
kuitansi pembayaran yang menyatakan bahwa transaksi sudah dipungut PPN.
Berkaitan dengan ketentuan perpajakan dibidang PPN tersebut diatas, maka perlu
diperhatikan hal-halberikut ini:
Cek secara teliti Faktur Pajak Masukan yang diterima sebelum melakukan pembayaran.
Perlu diperhatikan persyaratan formal Faktur Pajak yang dapat dikreditkan agar tidak
menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
Cek secara teliti apakah semua Pajak Masukan yang disaksikan telah memilki bukti
pendukung yang cukup kuat sebagai pajak masukan yang dapat dikreditkan sesuai
dengan peraturan perpajakan.
Berkaitan dengan batas waktu 3 bulan asa pengkreditan, usaha-usaha Faktur Pajak
sudah diterima seblum lewat 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak, kecuali untuk
pemungutan PPN
Makin cepat menrima Faktur Pajak dari pembelian barang. Maka akan lebih baik lagi
bagi perusahaan karena perusahaan sudah dapat mengkreditkannya walaupun belum
melakukan pembayaran.
Cek secata teliti semua pelaporan kekantor pajak, terutama untuk permohonan restitusi
Karena lebih bayar pajak masukan. Bila ada faktur pajak yang tidak disetujui, segera
lakukan tindakan perbaikan sebelum dilakukannya

closing conference hasil

pemeriksaan permohonan restitusi PPN tesebut, misalnya dengan meminta pengganti


faktur pajak yang cacat dari pembeli barang.

3. Faktur Pajak
Dari defenisi , beberapa poin penting yang dapat dicacat adalah :
1. Faktur pajak hanya boleh di buat oleh Pengusaha Kena Pajak
2. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atau karena impor
BKP yang digunakan oleh DJBC
3. PPN yang dipungut berfungsi sebagai pajak keluaran bagi penjual dan pajak masukan
bagi pembeli.
Secara umum, Faktur Pajak dibagi menjadi tiga :
1. Faktur Pajak
2. Faktur Pajak gabungan
3. Dokumen tertentu yang di persamakan dengan Faktur Pajak
Saat Pembuatan Faktur Pajak
a. Untuk meringankan beban administrasi wajib pajak, saat yang tepat untuk membuatan
Faktur Pajak adalah saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan atau dalam hal
pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran.
b. Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat peyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa
PPN diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
c. Faktur Pajak gabungan merupakan Faktur Pajak yang harus dibuat paling lambat pada
akhir bulan penyerahan BKP dan atau JKP.
Penundaan pembuatan Faktur Pajak
a. Dalam hal penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum diketahui, pembuatan
faktur pajak bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang kena
pajak atau jasa kena pajak.
b. Berkaitan dengan hal ini, sebaiknya PKP penjual dalam menentukan syarat pembayaran
yang ideal, yaitu tidak lebih 45 hari setelah penyerahan BKPatau JKP .

4. Saat Terutangnya PPN

Sesuai Peraturan Menkue No. 240/PMK.30/2009, saat terutangnya PPN ditetapkan sebagai
berikut :

Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang Mewah
menganut prinsip akrual

Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP , atau dalam hal
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tak Berwujud atau JKP
dari luar daerah Pabean.

5.

Batas Waktu Penyetoran PPN dan Pelaporan SPT Masa PPN

Sesuai PER Dirjen Pajak No. 14/PJ./2010, batas waktu penyetoran PPN dan pelaporan SPT
Masa PPN ditetapkan sebagai berikut:

PPN dan PPn BM yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN
disampaikan. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur
termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja

berikutnya.
SPT Masa PPN harus disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak. Dalam hal akhir bulan adalahhari libur termasuk hari Sabtu
atau hari libur nasional, maka SPT Masa PPN dapat disampaikan pada hari kerja
berikutnya.

6.

memaksimalkan Fasilitas di Bidang PPN

Sejak diberlakukannya UU Nomor 36 Tahun 2008, fasilitas dibidang PPN yang dikenal dalam
ketentuan PPN adalah PPN yang Tidak Dipungut, PPN Dibebaskan, dan PPN ditanggung
pemerintah. Bagi PKP yang mendapatkan fasilitas PPN Tidak Dipungut, PPN masukan yang
berhubungan dengan perolehan BKP/JKP tidak dapat dikreditkan.

Fasilitas yang berkaitan dengan PPN adalah:


1. Fasilitas PPN tidak dipungut
2. Fasilitas PPN dibebaskan
3. Fasilitas PPN ditanggung pemerintah

Dalam perencanaan pajak, memaksimalkan pemanfaatan fasilitas terssebut akan


memberi dampak pada berkurangnya jumlah yang harus dibayar oleh pembeli terhadap barang
yang dibeli dari penjual minimal 10% dari harga jual, dan sebaliknya pemanfaaatan tersebt akan
mendorong penjual untuk menurunkan harga jualnya secara proporsional sehingga terjadi suatu
keseimbangan pasar yang baru dari produk yang bersangkutan akibat dari efisiensi harga yang
diperoleh. Memaksimalkan fasilitas tersebut akan mendorng pembentukan harga barang dipasar
lebih murah sehingga bias dijangkau oleh masyarakat, omzet penjualan akan meningkat yang
bermuara pada perolehan profit dan setoran pajak yang akan lebih besar.

1. Fasilitas PPN tidak dipungut berlaku untuk:


a. Atas impor barang, pemasukan BKP, pemgiriman hasil produksi, pengeluaran barang,
penyerahan kembali BKP, peminjaman mesin, pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) ke
dan atau dari kawasan berikat atau EPTE (PP 33 Tahun 1996 jo. PP 43 Tahun 1997 jo. PP 32
Tahun 2009 KMK 291/KMK.01/1997 jo. KMK 101/KMK.04/2005
b. Peraturan Menkeu No. 121/PMK.03/2009 tentang Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari
luar Daerah Pabean, penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP oleh kontraktor utama dan
subkontraktor sehubungan dengan pelaksanaan proyek pemerintah untuk rehabilitasi dan
rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan
Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara pasca bencana alam gempa bumi dan tsunami
yang dibiayai dengan hibah luar negeri yang pelaksanaannya belum selesai sampai dengan
tanggal 31 Maret 2009.
2. Fasilitas PPn Dibebaskan (PP 146 Thn 2000 jo. PP 38 Thn 2003)
a. Barang Kena Pajak Tertentu yang atas Penyerahannya dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
1) Impor dan atau Penyerahan BKP tertentu
A) Senjata, amunisi, alat angkutan diair, alat angkutan dibawah air, alat angkutan
diudara, alat angkutan didarat, kendaraan lapis baja, kendaraan patrol, dan
kendaraan angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya yang diimpor oleh
Departemen Pertahanan, TNI, Polri atau oleh pihak lain yang ditunjuk oleh
Departemen Pertahanan, TNI atau Polri untuk melakukan impor tersebut, dan
komponen atau bahan yang belum dibuat didalam negeri yang diimpor oleh PT
(Persero) Pindad, yang digunakan dalam pembuatan senjata dan amunisi untuk
keperluan Departemen Perthanan, TNI atau Polri.
B) Vaksin Polo dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional

C) Buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama, kapal laut, kapal
angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal
pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta
alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan
oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan
Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional, sesuai
dengan kegiatan usahanya.
D) Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang
serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh
pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang
digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara
kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.
E) Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (Persero) Kereta Api Indonesia, dan
omponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (Persero)
Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan
oleh PT (Persero) Kereta Api Inndonesia.
F) Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan
atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan untuk mendukung Pertahanan Nasional, yang diimpor
oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen
Pertahanan atau TNI.

b. Barang Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai adalah :
a. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro,
asrama mahasiswa dan pelajar, serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan
oleh Menteri Keuangan setelah mempertimbangkan Menteri Pemukiman dan Prasarana
Wilayah.

b. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di
udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan
angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya diserahkan kepada Departemen
Pertahanan, TNI atau Polri, dan komponen atau bahan yang diperlukan dalam
pembuatan senjata dan amunisi oleh PT (Persero) Pindad untuk keperluan Departemen
c.
d.
e.
f.

Pertahanan, TNI, atau Polri.


Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan Program Pekan Imunisasi Nasional (PIN).
Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penye
brangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkan ikan, kapal tongkang, dan kapal
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia diserahkan
kepada dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan
Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Angkutan Kepelabuhan
Nasional atau Perusahaan Penyelenggra Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan

Penyebrangan Nasional, sesuai dengan kegiatan usahanya.


g. Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diserahkan
kepada dan digunakan oleh Perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional dan suku
cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diperoleh
oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional yang
digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi Pesawat Udara Kepada
Perusahaan Angkatan Udara Niaga Nasional.
h. Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikian atau pemeliharaan serta
prasarana yang diserhakankepada dan digunakan oleh PT (Persero) Kereta Api
Indonesia dan komponen atau bahan yang diserahkan kepada pihak yang ditunjuk oleh
PT (Persero) Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku
cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana yang akan
i.

digunakan oleh PT (Persero) Kereta Api Indonesia.


Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto
udara wilayah Negara Republik Indonesia untuk mendukung pertahanan Nasional yang
diserahkan kepada Departemen Pertahanan atau TNI.

c. Jasa Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai adalah :

1. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkatan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan
Ikan Naional, Perusahaan Penyelenggra Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan Nasional, yang
meliputi:
a. Jasa Persewaan Kapal
b. Jasa Kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh.
c. Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal.
2. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi :
a. Jasa persewaan pesawat udara
b. Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara.
3. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (Persero) Kereta Api
Indonesia.
4. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk
keperluan ibadah.
5. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana.
6. Jasa yang diterima oleh Departmen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam
rangka penyediaan data batas dan photo wilayah Negara Republik Indonesia untuk
mendukung pertahanan nasional.

Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN digunakan
tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau
seluruhnya, dalam jangka 5 (lima) tahun sejak saat impor dan atau perolehan, maka PPN yang
dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut
dialihkan penggunaannya atau dipindahkatangankan.

d. Impor dan atau penyerahan BKP Tertentu Yang Bersifat Strategis (PP.12 Tahun 2001
jo. PP 43 Tahun 2002 jo. PP 46 Tahun 2003)
1. Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa :
a) Barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan
Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang
Kena Pajak tersebut; barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik
dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang.
b) Makanan ternak unggas dan ikan dan atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas, dan ikan.
c) Hasil pertanian
d) Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkapan, atau perikanan.
e) Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air minum.

f) Listrik, kecuali untuk perumahan dengan daya di atas 6.600 watt.


g) Ternak, unggas, dan ikan dan atau bahan baku untuk pembuatan makanan
ternak, unggas, dan ikan
h) Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkaran, atau perikanan.

e. Fasilitas pemberian restitusi atau pembebasan PPN dan PPnBM bagi Perwakilan
Diplomatik Negara asing atau Badan Internasioanal serta Pejabat atau Tenaga
Ahlinya (KMK 25/KMK.01/1998).
f.

Penyerahan Barang di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari pengenaan PPN.


Pengusaha di Kawasan Bebas tidak perlu dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PP No. 2 Tahun 2009)
1. Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas.
2. Pemasukan Barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas melalui
pelabuhan melalui Bandar udara yang ditunjuk.
3. Barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas Pemasukan barang dari
Kawasan Bebas lainnya ke Kawasan Bebas.
4. Pemasukan Barang dari Tempat Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas dan
pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat.

3. Fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah


a. Pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai oleh hibah atau dana pinajaman dari luar
negeri ( PP 42 Tahun 1995 jo. PP 63 Tahun 1998 jo. PP 43 Tahun 2000 jo. PP 25 Tahun
2001).
b. Perfaturan Menkeu No. 22/PMK.011/2011 tentang pemberian PPN Ditanggung Pemerintah
atas impor barang untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi serta kegiatan
usaha eksplorasi panas bumi untuk tahun anggaran 2011.
Perlakuan PPN Atas Penyerahan Atau Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
dan/atau Jasa Kena Pajak (PP No. 2 Tahun 2009)
1. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari luar
daerah Pabean di dalam Kawasan Bebas, dibebaskan dari pengenaan PPN.
2. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak di dalam
3. Kawasan Bebas dibebaskan dari pengenaan PPN.

4. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari kawasan
Bebas ke Kawasan Bebas lainnya dibebaskan dari pengenaan PPN.
5. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari tempat
lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, tidak dipungut PPN.
6. Penyerahan Jasa Kena Pajak dan atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari tempat
Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas, tidak di pungut PPN.
7. Penyerahan Jasa Kena Pajak dan atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari Kawasan
Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat, dipungut PPN.

Untuk mendapatkan fasilitas di bidang PPN, pihak-pihak yang terkait perlu


memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Perlakuan perpajakan yang terkait dengan fasilitas tersebut, mengenai interpretasi atas
ketentuan perpajakan yang berkaitan denga fasilitas di bidang PPN.
2. Persyaratan substantif dan administratif dari instansi pemerintahan terkait (Bea Cukai,
KPP, dan lain-lain) yang harus dipenuhi agar bisa mendapatkan fasilitas di bidang PPN.
3. Pemenuhan persyaratan administratif yang harus dilakukan berkaitan dengan
permohonan SKB, pembuatan Faktur Pajak dan sebagainya.

7. Sentralisasi Tempat PPN Terutang


Dalam Pasal 1A ayat f UU PPN disebutkan bahwa penyerahan Barang Kena Pajak dari
pusat cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar cabang, termasuk
dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.
Pengecualian dari ketentuan tersebut dengan tujuan untuk mempermudah administrasi
perpajakan , wajib pajak dengan kriteria tertentu yang memiliki lebih dari satu tempat
untuk

melakukan

penyerahan

BKP/JKP

dapat

mengajukan

permohonan

Pemusatan/Sentralisasi Tempat PPN Terutang kepada Kanwil DJP setempat dengan


ketentuan sebagai berikut:
a. Pengusaha

Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di KPP Wajib Pajak besar dapat

melakukan sentralisasi otomatis sesuai dengan KEP- 335/ PJ./2002. Dalam hal PKP
tersebut mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha, tempat terutang pajak untuk
seluruh tempat kegiatan usaha tersebut ditetapkan hanya di tempat PKP dikukuhkan
oleh KPP Wajib Pajak Besar.

b. PKP yang memiliki lebih dari satu tempat PPN terutang (selain butir a) dapat memilih 1
(satu) tempat atau lebih sebagai Tempat Pemusatan PPN Terutang, Dalam hal PKP
memilih 1 (satu) tempat atau lehih sebagai Tempat Pemusatan PPN Turatang, PKP
dimaksud harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor
Wilayah dengan tembusan kepada Kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempattempat PPN terutang yang akan dipusatkan (PER-19/PJ/2010.

Syarat-syarat pengajuan sentralisasi bagi Pengusaha Kena Pajak yang memiliki


lebih dari satu tempat Pajak Pertambahan Nilai (PER-19/PJ./2010:
1. Pengusaha Kena Pajak dimaksud harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
kepada Kepala Kantor Wilayah dengan tembusan kepada Kepala KPP yang wilayah
2. Tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Pengusaha Kena Pajak
yang berada di Kawasan berikut; Berada di Kawasan Ekonomi Khusus; mendapatkan
fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor, tidak dapat di pilih sebagai Tempat
Pemusatan PPN Terutang atau Tempat PPN Terutang yg akan di pusatkan.
3. Pembeitahuann secara tertuis harus memenuhi persyaratan:
a. Memuat nama, alamat,dan NPWP tempat PPN Terutang yg dipilih ebagai tempat
pemusatan PPN terutang.
b. Memuat nama,alamat, dan NPWP tempat PPN Terutang yg di pusatkan.
c. Surat pernyataan bahwa administrasi penjualan di selenggarakan secara terpusat
pada tempat PPN terutang yg di pilih sebagai tempat pemusatan PPN terutang.

Sentralisasi Tempat terutangnya PPN tersebut pada dasar nya merupakan fasilitas yg bisa di
manfaatkan oleh PKP. Dengan izin sentralisasi, maka akan terdapat penghematan biaya
administrasi dan pengaturan cash flow perusahaan yg lebih baik dalam melaksanakan hak dan
kewajiban di bidang PPN.

8.

Memaksimalkan restitusi PPN


Sebagai subjek PPN, salah satu hak bagi PKP adalah mengkreditkan Pajak Masukan sesuai
dengan ketentuan. Dalam mekanisme

indirect subtraction method, PKP hanya

membayarkan PPN ke kas Negara sebesar selisih antar Pajak Pengeluaran (PK) di kurangi
dengan Pajak Masukan (PM). Perhitungan tersebut dilakukan setiap bulan.

Dengan pertimbangan untuk membantu likuiditas perusahaan, untuk Wajib Pajak


tertentu yg memiliki risiko rendah dapat di berikan restitusi dengan pengembalian
pendahuluan tanpa memalui pemeriksaan terlebih dahulu.
Pemilihan restitusi atau kompensasi sangat bergantung pada kondisi masing masing WP
atau Pengusaha Kena Pajak. Pertimbangan utama dalam menentukan pilihan tersebut
berkaitan dengan pemeriksaan dan opportunity costyang timbul dari kelebihan pajak yg ada
di Negara (time value of money). Kriterianya adalah, jika opportunity cost lebih besar
dibandikang dengan biaya pemerikasaanya, maka Wajib Pajak akan cenderung meminta
restitusi.
Pengusaha yang belum berproduksi tetap dapat mengkredikan PPN yang telah dibayar
atas pembelian barang modal. Namun demikian, Pajak Masukan yang telah dikreditkan dan
telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalan hal
Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) tahun sejak Massa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai.
Kriteria umum bagi manajemen dalam memutuskan perlu tidaknya mengajukan
permohonan restitusi PPN:
1.
2.
3.
4.

Bila besarnya PPN yang lebih bayar tersebut cukup signifikan/material Jumlahnya.
Bila kondisi keuangan perusahaan mengalami gangguan cash flow.
Bila sudah diyakini kesiapan perusahaan untuk diperiksa oleh fiskus.
Bila prediksi masa depan pembayaran PPN menunjukan lebih bayar PPN.

9. Membangun Sendiri Tidak Dalam Kegiatan Usaha


Membangun sendiri untuk tempat tggal atau tempat usaha oleh rang pribadi atau badan dikena
PPN, dengan kodisi:
1.
2.
3.
4.

Luas bagunan 220 M persegi atau lebih


Banguan permanen.
Tarif10% x 40% biaa banguna(tanpa harga tanah)
Disetor tiap bulan, pada tanggal 15 bulan berikutnya sejak pebangunan diulai

10. PPN Atas Barang Gratis Untuk Kepentingan Promosi

Kejadian ini sering terjadi dalam praktik, baik pada saat perusahaan baru memulai kegiatan
bisnisnya maupun pada saat perusahaansudah berjala dan sebagai bagian dari implementasi
marketing strategy perusahaan mereka melakukan kegiatan promosinya untuk meningkatkan
omset penjualan.

11. Penjagaan Terhadap Cash Flow Peruahaan


Saah satu tujan diaukannya perencanaan ajak oleh manajemen perusahaan adalah untuk
menjaga kesehatan cash flow. Berikut cara-cara yang aman dalam perencanaan pajak yang perlu
diagendakan oleh manajemen perusahaan untuk diaplikasikan dalam kerangka peningkatan
efisiensi pajak dan keuangan perusahaan:
a. Menyegerakan Pengajuan Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak pada perusahaan yang baru
berdiri
b. Memilih mendirikan perusahaan dilokasi yang mendapatkan fasilitas perpajakan PPN
c. Mengusahakan membeli bahan baku pada saat akan menjalankan proses produksi
d. Mengajukan permohonan sentralisasi PPN bagi perusahaan yang mempunyai kantor cabang
e. Penanganan faktur pajak dengan baik

12. Pengendalian Pajak melalui Tax Review


Tax Review

merupakan pelayanan yang bertujuan untuk menelaah dan meneliti tingkat

kepatuhan wajib pajak secara umum dan memberikan rekomendasi untuk meminimalkan pajak
yang belum diketahui perusahaan. Tax Review meliputi selurah kewajiban perpajakan wajib
pajak termasuk PPN dan PPnBM.

Tax Review memiliki tujuan sebagai berikut :

Untuk mengetahui apakah terdapat kesalahan implementasi kewajiban dan prosedural


perpajakan dan kemudian dilakukan perbaikan dan penyesuaian dengan ketentuan
peraturan perpajakan.

Hasil Tax Review dapat digunakan bahan acuan dasar untuk menyusun SPT tahunan

dan PPh Badan


Hasil tax review dapat dimanfaatkan sebagai upaya antisipasi apabila sewaktu waktu
dilakukan pemeriksaan pajak.

Tax Review untuk menanggani masalah kepatuhan


Untuk menjaga agar tetap menjadi wajib pajak patuh maka perusahaan seharusnya mempunyai
program yang disebut Tax Review.
1. Review waktu penerbitan faktur pajak
Penerbitan faktur pajak berdasarkan ketentua perpajakan yang berlaku
Pembayaran tidak lebih dari tanggal terakhir bulan berikutnya
SPT masa PPN harus dimasukan pada tanggal terakhir bulan berikutnya.
2. Periksa apakah PPN Masukan atas pembelian berhubungan dengan kegiatan usaha atau
bisnis perusahaan dan telah dikreditkan dengan PPN keluaran.
3. Review penyiapan SPT masa PPN
4. Memastikan memiliki system filing atau penyimpanan dokumen PPN yang cuku untuk
dapat menghadapi pemerikasaan pajak menjelaskan dengan baik.
5. Hasil ekualisasi harus dapat berkaitan dengan perbedaan antara penjualan yang
dilaporkan pada SPT PPh badan dengan penjualan yang dilaporkan pada SPT masa
PPN.
Analisis Tax Review
Tax review diharapkan dapat mengendalikan beban pajak perusahaan yang diakibtkan tidak
dipenuhinya kewajiban perpajakan dengan benar dan tepat.
1. Tujuan Tax Review PPN
a) Untuk mengetahui sejauh mana unit bisnis melakuakan pemenuhan kewajiban
perpajakan.
b) Meminimalisasi terjadinya transaksi berkaitan dengan PPN yang dapat
menimbulkan risiko permasalahan perpajakan.
c) Menimalisasikan sanksi perpajakan PPN yang

diakibatkan kesalahan

pencatatan yang dilakukan oleh unit bisnis dan memperbaikinya.


d) Agar unit bisnis tidak melakukan kesalahan yang sama pada waktu yang akan
dating.
e) Mempersipkan unit bisnis dalam menghadapi pemerikasaan yang dilakukan
oleh pihak fiskus.
2. Prosedur Tax Review PPN
Prosedur yang dilakukan dalam taz review PPN mencangkup langkah-langkah antara
lain sebagai berikut :
a) Melakukan kegiatan monitoring berupa penelitian data yang telah dikirimkan
oleh unit bisnis , yaitu SPT masa PPN dan SPT tahunan badan ,buku besar

ledger

),

laporan

keuangan,

meliputi

hal

teknis

pengisian

dan

perhitunganya.Dari kata Ledger, dilakukan dengan ekualisasi dengan SPT masa


PPN.
b) Meminta bukti dan dokumen pendukung untuk di Cross cek terhadap objek
PPN,seperti invoice penjualan,faktur pajak masukan, faktur pajak keluaran,
bukti kas, dan Debit Nota, Kontrak jual beli atau service , PO, bukti
penyerahaan barang atau jasa, yang berkenan dengan objek PPN.
c) Merekonsilasikan atau mengekualisasikan data objek-objek pajak berupa
pendapatan atau omzet diledger dengan SPT masa PPN.bila ternyata
pendapatan diLedger lebih besar, berarti ada penyerahaan jasa yang tidak
dilaporkan di SPT masa PPN , dan sebaliknya apabila ternyata pedapatan di
Ledger lebih kecil berarti ada indikasi pendapatan yang belum dicatat dalam
pembukuan.
Dalam melakukan monitoring terhadap pelaporan SPT masa PPN apakah sudah
sesuai dengan data pembukuan baik dari transaksi penjualan maupun pembelian barang
dan jasa , maka contoh di bawah ini akan memperlihatkan bagaimana teknik ekualisasi
dapat menemukan perbeedaan antara apa yang dilaporkan di SPT masa dan PPN dengan
data dari pembukuan.
Perbedaan tersebut harus segera ditelusuri penyebabnya sebelum dilakukan tutup
buku dan dismpaikan SPT tahunan Badan perusahaan tersebut ke Kantr Pelayanan
Pajak.

Penyerahanbarangdanjasamenurut SPT Masa PPN selama 12 bulan:


Penyerahanterutang PPN:
Ekspor (tarif 0%)

3.000.000.000

Penyerahan yang PPN-nyaharusdipungutsendiri

2.000.000.000

Penyerahan yang PPN-nyadipungutolehpemungut PPN


5.000.000.000
Penyerahan yang PPN nyatidakdipungut

4.000.000.000

Penyerahan yang dibebaskandaripengenaan PPN

1.000.000.000

Jumlahpenyerahanterutang PPN
15.000.000.000
Jumlahpenyerahantidakterutang PPN

500.000.000

Jumlahseluruhpenyerahan
15.500.000.000
Jumlahperedaranusahamenurut SPT PPh:
Penjualanbruto

14.000.000.000

Dikurangi:
Potonganpenjualan

(600.000.000)

Returpenjualan

(400.000.000)

Penjualanneto
Ekspor

13.000.000.000
3.000.000.000

Jumlah peredaran usaha


16.000.000.000
Selisih

500.000.000

Di dalam pemeriksaan, apabila terdapat selisih jumlah peredaran (omzet) antara SPT PPh dan
SPT PPN, harus dibuat rincian perbedaan tersebut, apabila tidak dibuat rincian akan dilakukan
ekualisasi, jumlah yang besar yang benar.
Menurut analisis penulis, ada beberapa penyebab terjadinya perbedaan antara kedua dokumen
tersebut (ledger atau SPT Tahunan PPh badan vs SPT Masa PPN), antara lain:
1. Dalam praktik sering terjadi, bahwa dalam penyusunan SPT Masa PPN selalu didasarkan
pada dokumen (faktur atau invoice) yang diterima oleh bagian pajak, baik invoice
pembelian dan penjualan, sedangkan bagian accounting atau pembukuan dalam mencatat
pembelian dan penjualan tidak semata-mata berdasarkan invoice pembelian dan penjualan,
tetapi selalu didasarkan pada prinsip akuntansi sesuai PSAK yakni akrual basis
(stelselakrual). Bila memang sudah timbul hak dan kewajiban secara hukum atas

penyerahan barang dan jasa kepada debitur, maka meski pun faktur atau invoice penjualan
belum terbit, namun dari sisi PSAK dan UU Pajak, atas transaksi tersebut sudah harus
dibukukan sebagai penghasilan dalam masa yang bersangkutan.

Contoh: Timbulnya hak dan kewajiban secara hukum


Atas penyerahan barang dan jasa oleh PT ABx (penjual) kepada PT DEx (pembeli) untuk
transaksi penjualan barang senilaiRp 50 juta pada 20 Maret 2011:
a. Adanya Kontrak Jual Beli dan atau Purchase Order/SPK tertgl. 20 Maret 2011
b. Adanya tanda bukti barang/jasa sudah diserahkan dengan adanya

Bukti

Penerimaan/Penyerhan Barang/Jasa (delivery order) tertanggal 27 Maret 2011, sesuai


pesanan barang/jasa.
c. Barang/Jasa yang ditransaksikan bukan barang/jasa illegal.

Sehingga meskipun Invoice atau Faktur Penjualan barudibuat oleh PT Abx tanggal 1 April 2011,
bagian accounting atau pembukuan sudah diperbolehkan untukmembukukan pengakuan
penghasilan dalambulan Maret 2011, sebesar Rp 50 juta.Faktur Pajak seyogyanya sudah harus
diterbitkan selambat-lambatnya akhir bulan Maret 2011.

2. Uangmuka. Dalam penyusunan SPT Masa PPN, bagian pajak akan selalu memperhitungkan
PPN atas pembayaran yang diterima di muka dalam tahun yang berjalan sebagai pajak
keluaran, sedangkan bagian accounting mungkin baru melakukannya pada saat pembukuan
adjustment di akhir bulan/tahun buku.
Contoh:
Atas penyerahan barang dan jasaoleh PT ABx (penjual) kepada PT DEx (pembeli) untuk
transaksi penjualan barang senilaiRp 50 juta pada 22 Maret 2011:
a. Adanya kontrak jual beli dan atau purchase order/SPK tertanggal 22 Maret 2011.
b. Adanya tanda bukti barang/jasa sudah diserahkan dengan adanya

bukti

penerimaan/penyerahan barang/jasa (delivery order) tertanggal 3 April 2011, sesuai pesanan


barang/jasa.
c. Pembayaran DP diterima dimuka tgl. 25 Maret 2011 sebesarRp 10 juta.
d. Barang/jasa yang ditransaksikan bukan barang atau jasa illegal.

Sehingga meskipun Invoice/Faktur Penjualan baru dibuat oleh PT Abx tanggal 3 April 2011,
namun bagian pajak harus menerbitkan Faktur Pajak (keluaran) tertanggal 25 Maret 2011
sebesarRp 5 juta berdasarkan kwitansi DP yang diterima sebesar Rp 50 juta, dan selanjutnya
memasukkan Faktur Pajak keluaran tersebut dalam SPT Masa Maret 2011.
3. Perbedaan tersebut bisa terjadi karena adanya kesalahan dalam pembukuan yang
menyebabkan terjadinya kekurangan atau kelebihan dalam perhitungan pembelian atau
penjualan.
4. Perbedaan tersebut bisa terjadi karena adanya retur penjualan atau retur pembelian yang
belum dicatat, baik di SPT masa PPN atau dalam ledger perusahaan.
5. Potongan penjualan. Potongan penjualan yang diberikan setelah faktur pajak diterbitkan,
dalam pembukuan dicata tmengurangi jumlah penjualan dan peredaran usaha di buku besar
penjualan atau SPT Tahunan PPh Badan, tetapi tidak dapa tmengurangi DPP PPN.
6. Perbedaan tersebutbisa terjadi karena adanya faktur pajak (masukan) yang cacat, tidak benar
atau tidak lengkap pengisiannya, sehingg atidak dapat dikreditkan.
7. Penjualan dalam valuta asing. Pebedaan tersebut bisa terjadi karena adanya faktur penjualan
(invoice) yang dalam mata uang asing selalu menggunakan kurs konversi berdasarkan nilai
tukar (kurs) realisasi, sedangkan faktur

pajakselalu dibuat berdasarkan kurs menteri

keuangan.
8. Perbedaan tersebut bisa terja dikarena adanya barang konsinyasi yang belum dibuatkan
faktur pajak. Pengiriman barang konsinyasi untuk dijual belum dapat dibukukan sebagai
penghasilan, tetapi sudah terutang PPN dan karena itu harus diterbitkan faktur pajak.
9. Pemakaian sendiri BKP/JKP. Pemberian secara cuma-Cuma atau disumbangkan bukan
untuk tujuan produktif terutang PPN dihitung berdasarkan harga pokok, dan harus
diterbitkan faktur pajak. Sedangkan dari sisi fiskal, pengeluaran tersebut tidak bisa
dibiayakan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
10. Cabang yang belum masuk sentralisasi PPN. Perbedaan tersebut bisaterjadi karena adanya
kantor cabang yang belum terdaftar dalam sentralisasi PPN yang telah mendapat
persetujuan dari Dirjen Pajak, sehingga terjadi perbedaan jumlah penyerahan atau peredaran
usaha antara SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPN.
11. Tidak menutupi kemungkinan ada potensi penyelewengan (fraud) dalam tubuh internal
perusahaan yang dilakukan oleh oknum tertentu

sehingga sejumlah transaksi penjualan

tidak dilaporkan secara seutuhnya dalam SPT Masa PPN yang berdampak pada kurang
bayar PPn keKas Negara.
12. Perbedaan tersebut bisa terjadi karena adanya rekayasa yang dilakukan oleh pihak
perusahaan untuk mengecilkan setoran PPN yang harus dibayar kekas Negara dengan cara
memperkecil omzet penjualan yang dilaporkan di SPT masa PPN.

13. Perbedaan tersebut bisa terjadi karena ada rekayasa yang dilakukan oleh pimpinan
perusahaan untuk mendapatkan Restitusi PPN dengan cara melakukan penggelembungan
terhadap PPN masukan dari pembelian fiktif yang dilaporkan SPT masa PPN.

13. Tanggung Jawab Renteng


Pada awalnya ketentuan tanggung jawab renteng ini diatur dalam Pasal 33 UU KUP No. 16
tahun 2000, kemudian ketentuan ini dihapus dalam UU KUP No. 28 tahun 2007, kemudian
dihidupkan lagi melalui penambahan Pasal 16F kedalam UU PPN No. 42 tahun 2009, yakni:
Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung
jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat
menunjukkan bukti bahwa pajak telah dibayarkan.
Contoh:
Pada tahun 2006 pemeriksa pajak dari KPP A melakukan pemeriksaan SPT Masa PPN
untuk masa pajak Januari sampai Desember 2004 dari KPP D, ditemukan fakta bahwa KPP D
dalam suatu masa pajak melakukan penyerahan BKP dengan harga jual Rp300juta, ternyata
tidak membuat faktur pajak. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, KPP A menerbitkan SKPKB
terhadap PKP D disertai sanksi bunga sebesar 2% per bulan , dan denda 2% dari dasar
pengenaan Pajak karena PKP D menyerahkan BPK tidak membuat faktur pajak.
Pada tahun 2007, pemeriksa pajak dari KPP B tempat PKP E dikukuhkan sebagai PKP
melakukan pemeriksaan SPT Masa PPN masa pajak Januari sampai Desember 2004,
ditemukan fakta dari pembukuannya bahwa ketika dalam suatu masa pajak PKP E membeli
BKP dari PKP D tapi tidak membayar PPN. Hal ini diyakini oleh pemeriksa karena PKP E
tidak dapat menunjukkan Faktur Pajak sebagai bukti bahwa ia telah membayar PPN kepada
PKP D. Berdasarkan hasil pemeriksaan ini, KPP B menerbitkan SKPKB berdasarkan ketentuan
tanggung jawab renteng yang pada waktu itu diatur dalam Pasal 33 UU KUP. Dalam SKPKB
ini ditagih pokok pajak sebesar Rp30 juta (yakni 10% x Rp300juta), ditambah sanksi bunga
sebesar 2% perbulan.
Dari contoh di atas dapat kita pahami bahwa ketentuan tanggung jawab renteng ini
berlaku bagi pihak pembeli maupun penjual. Dalam memori penjelasannya di UU KUP
tersebut dijelaskan bahwa sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ada pada pembeli atau

konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau
konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang
terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada
penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah
melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.
Kesannya, ketentuan tanggung jawab renteng tersebut menimbulkan ketidakadilan
pajak. Maka dalam melakukan tax review, seorang tax manager perusahaan (PKP) harus
melakukan pengawasan secara lebih cermat dengan memastikan:

Jangan pernah ada satu pun faktur penjualan (commercial invoice) yang diterbitkan

perusahaan tanpa dsertai faktur pajak.


Setiap transaksi penjualan harus ada kontrak atau sales agreement-nya dan atau
purchase order (PO), sehingga dispute tentang syarat penjualan (harga, Pajak, termin
pembayaran, dan lain-lain) disa dihindari dikemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai