Makalah Uas Manjak
Makalah Uas Manjak
1. Pendahuluan
Langkah pembaruan dan penyempurnaan UU PPN No. 8 Tahun 1983 terus dilakukan
pemerintah semenjak tahun 1994, terakhir dengan diterbitkannya Undang Undang PPN
NO. 42 Tahun 2009, yang meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi pengenaan
PPN. Perkembangan transaksi bisnis, terutama jasa, telah menciptakan jenis dan pola
transaksi baru dalam UU PPN, namun sampai saat ini wajib pajak masih saja menemukan
berbagai kendala dalam melaksanakan UU PPN secara benar.
Sejak diterbitkannya UU PPN yang baru, ada beberapa peraturan dari Dirjen Pajak
yang dikeluarkan dan telah mengalami revisi seperti terlihata di bawah ini- yang mengubah
ketentuan mengenai pembuatan kode Faktur Pajak Keluaran, saat terutang pajak, dan saat
pembuatan Faktur Pajak, pelaporan PPN secara manual atau melalui data elektronik (e-SPT),
dan yang disampaikan lewat e-filing, adanya kewajiban untuk menyampaikan surat
pemberitahuan kode cabang atau penandatangan Faktur Pajak.
PPN adalah pajak tidak langsung yang dikenakan atas konsumsi barang/jasa kena
pajak d dalam daerah pabean. Sesuai legal karakter dari PPN ini yang bersifat non kumulatif,
maka dalam perlakuan pajak-PPN tidak membolehkan terjadinya pajak berganda karena
konsumen terakhirlah yang harus menangung PPN ini. PPN juga memiliki karakteristik
sebagai pajak objektif yang mengandung pengertian bahwa timbulnya kewajiban pajak
dibidang PPN sangat ditentukan oleh adanya objek pajak.
Secara umum, mekanisme pemungutan PPN menggunakan mekanisme Indirect
Subtraction Method/Invoice Method (PM-PK), dan metode inilah yang terbaik dari metode
lainnya dengan alasan :
1. Adanya kewajiban membuat faktur pajak setiap transaksi, mengingat faktur pajak
merupakan bukti terpenting.
2. Memudahkan melakukan pemeriksaan, baik oleh pemeriksaan internal maupun
fiskus.
3. Tidak perlu menentukan besarnya keuntungan untuk setiap barang yang dijual.
4. Kewajiban perpajakannya dapat dihitung setiap saat.
Perencanaan PPN
Pembahasan tentang perencanaan PPN ini difokuskan pada beberapa upaya berikut ini :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. Pengendalian PPN
9. Tanggung jawab renteng
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
yang disamakandenganfakturpajakstandar.
Pajakmasukan yang tidakdapatdikreditkan :
Sebelumdikukuhkanmenjadi PKP
FakturPajaksederhana
FakturPajakcacat
Pajakmasukanataupembelianmobil sedan, jeep , station wagon, van, dancombi
Pajakmasukan yang berkaitandenganproduksi BKP/JKP
Pajakmasukan yang tidakadakaitannyasecaralangsungdengankegiatanusahaatas BKP
Pajakmasukan yang dilaporkanpada SPT masa PPN , yang ditemukan pada saat
pemeriksaan atau yang ditagih melalui SKP.
MekanismePengkreditandanPelaporan PPN
Pengenaan PPN berdasar Sistem Fakturs ehingga setiap penyerahan BKP/JKP yang dilakukan
oleh PKP harus dibuatkan faktur pajak.
Mekanisme penggeseran PPN dilakukan melalui pemungutan kembali PPN dari
pembeliberikutnya. Jikajumlah PPN yang dipungutnya lebih besar dari PPN yang telah dibayar
padasaat perolehannya, maka kelebihannya harus disetor kekas Negara. Mekanisme ini sering
disebut Indirect Substraction Method (PK-PM)
Pajak keluaran adalah PPN terutang yang wajib dipungutoleh PKP yang melakukan
penyerahan BKP, penyerahan JKP , ekspor BKP berwujud, ekspor BKP tidakberwujud, dan atau
ekspor JKP.
Pajak masukan adalahPajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh
PKP Karena perolehan BKP dan atau perolehan JKP dan atau pemanfaatan BKP tidak berwujud
dari luar daerah pabean dan atas pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean dan atau impor BKP.
Jika PK > PM, maka selisihnya merupakan PPN yang harus dibayar
Jika PK < PM, maka selisihnya merupakan kelebihanbayar PPN yang bisa
dikompensasi dengan Masa Pajak berikutnya atau dimintakan kembali (restitusi)
Secara umum mekanisme pengkreditanPajakMasukandiatur dalam pasal 9 UU Nomor
42 Tahun 2009 ituadalah :
a. Pajak Masukan dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk MasaPajak yang sama
b. Apabila terdapat PajakMasukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dijkreditkan
dengan Pajak Keluaran padaMasaPajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak
berikutnya paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan ,
sepanajang belum dibebankan sebagai beban dan belum dilakukan pemeriksaan.
c. Jika dalam suatu Masa Pajak belum ada Pajak Keluaran ,maka Pajak Masukan dapat
dikreditkan.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan apabila :
a. Memenuhi ketentuan formal, yaitu :
1. Secara formal harus berbentuk Faktur Pajak atau dokumen yang diperlakukan sebagai
Faktur Pajak, diisi selengkapnya dan tidak cacat
2. Harus memperhatiakan ketentuan pasal 9 ayat (8) UU PPN , yang menentukan bahwa
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan bagi pengeluaran untuk :
a) Perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
b) Perolehan BKP atau JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha
c) Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon , van ,
dan kombi, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.
d) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean
sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
e) Perolehan BKP atau JKP yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak sederhana.
f) Perolehan BKP atau JKP yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5)
g) Pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dariluar Daerah Pabean
yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 13 ayat (6)
h) Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan
i)
ketetapan pajak
Perolehan BKP atau JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa PPN, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan
3. Faktur Pajak
Dari defenisi , beberapa poin penting yang dapat dicacat adalah :
1. Faktur pajak hanya boleh di buat oleh Pengusaha Kena Pajak
2. Faktur pajak merupakan bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP atau karena impor
BKP yang digunakan oleh DJBC
3. PPN yang dipungut berfungsi sebagai pajak keluaran bagi penjual dan pajak masukan
bagi pembeli.
Secara umum, Faktur Pajak dibagi menjadi tiga :
1. Faktur Pajak
2. Faktur Pajak gabungan
3. Dokumen tertentu yang di persamakan dengan Faktur Pajak
Saat Pembuatan Faktur Pajak
a. Untuk meringankan beban administrasi wajib pajak, saat yang tepat untuk membuatan
Faktur Pajak adalah saat terutangnya pajak, yaitu pada saat penyerahan atau dalam hal
pembayaran mendahului penyerahan maka Faktur Pajak dibuat pada saat pembayaran.
b. Untuk membantu likuiditas Wajib Pajak, saat peyetoran PPN dan pelaporan SPT Masa
PPN diperlonggar menjadi paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir.
c. Faktur Pajak gabungan merupakan Faktur Pajak yang harus dibuat paling lambat pada
akhir bulan penyerahan BKP dan atau JKP.
Penundaan pembuatan Faktur Pajak
a. Dalam hal penjualan BKP/JKP yang pembayarannya belum diketahui, pembuatan
faktur pajak bisa ditunda sampai akhir bulan berikutnya setelah penyerahan barang kena
pajak atau jasa kena pajak.
b. Berkaitan dengan hal ini, sebaiknya PKP penjual dalam menentukan syarat pembayaran
yang ideal, yaitu tidak lebih 45 hari setelah penyerahan BKPatau JKP .
Sesuai Peraturan Menkue No. 240/PMK.30/2009, saat terutangnya PPN ditetapkan sebagai
berikut :
Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas barang Mewah
menganut prinsip akrual
Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan BKP atau JKP , atau dalam hal
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan BKP Tak Berwujud atau JKP
dari luar daerah Pabean.
5.
Sesuai PER Dirjen Pajak No. 14/PJ./2010, batas waktu penyetoran PPN dan pelaporan SPT
Masa PPN ditetapkan sebagai berikut:
PPN dan PPn BM yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN
disampaikan. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur
termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
SPT Masa PPN harus disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak. Dalam hal akhir bulan adalahhari libur termasuk hari Sabtu
atau hari libur nasional, maka SPT Masa PPN dapat disampaikan pada hari kerja
berikutnya.
6.
Sejak diberlakukannya UU Nomor 36 Tahun 2008, fasilitas dibidang PPN yang dikenal dalam
ketentuan PPN adalah PPN yang Tidak Dipungut, PPN Dibebaskan, dan PPN ditanggung
pemerintah. Bagi PKP yang mendapatkan fasilitas PPN Tidak Dipungut, PPN masukan yang
berhubungan dengan perolehan BKP/JKP tidak dapat dikreditkan.
C) Buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama, kapal laut, kapal
angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan penyeberangan, kapal
pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta
alat keselamatan pelayaran atau keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan
oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan
Nasional, Perusahaan Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan Nasional, sesuai
dengan kegiatan usahanya.
D) Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat
keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan suku cadang
serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat udara yang diimpor oleh
pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang
digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi pesawat udara
kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.
E) Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT (Persero) Kereta Api Indonesia, dan
omponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh PT (Persero)
Kereta Api Indonesia, yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan, serta prasarana yang akan digunakan
oleh PT (Persero) Kereta Api Inndonesia.
F) Peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Departemen Pertahanan
atau TNI untuk penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara Republik
Indonesia yang dilakukan untuk mendukung Pertahanan Nasional, yang diimpor
oleh Departemen Pertahanan, TNI atau pihak yang ditunjuk oleh Departemen
Pertahanan atau TNI.
b. Barang Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan
Pajak Pertambahan Nilai adalah :
a. Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, pondok boro,
asrama mahasiswa dan pelajar, serta perumahan lainnya, yang batasannya ditetapkan
oleh Menteri Keuangan setelah mempertimbangkan Menteri Pemukiman dan Prasarana
Wilayah.
b. Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di
udara, alat angkutan di darat, kendaraan lapis baja, kendaraan patroli, dan kendaraan
angkutan khusus lainnya, serta suku cadangnya diserahkan kepada Departemen
Pertahanan, TNI atau Polri, dan komponen atau bahan yang diperlukan dalam
pembuatan senjata dan amunisi oleh PT (Persero) Pindad untuk keperluan Departemen
c.
d.
e.
f.
c. Jasa Kena Pajak Tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai adalah :
1. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkatan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan
Ikan Naional, Perusahaan Penyelenggra Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan
Penyelenggara Jasa Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan Nasional, yang
meliputi:
a. Jasa Persewaan Kapal
b. Jasa Kepelabuhan meliputi jasa tunda, jasa pandu, jasa tambat, dan jasa labuh.
c. Jasa perawatan atau reparasi (docking) kapal.
2. Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang meliputi :
a. Jasa persewaan pesawat udara
b. Jasa perawatan atau reparasi pesawat udara.
3. Jasa perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (Persero) Kereta Api
Indonesia.
4. Jasa yang diserahkan oleh kontraktor untuk pemborongan bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dan pembangunan tempat yang semata-mata untuk
keperluan ibadah.
5. Jasa persewaan rumah susun sederhana, rumah sederhana, dan rumah sangat sederhana.
6. Jasa yang diterima oleh Departmen Pertahanan atau TNI yang dimanfaatkan dalam
rangka penyediaan data batas dan photo wilayah Negara Republik Indonesia untuk
mendukung pertahanan nasional.
Dalam hal Barang Kena Pajak Tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN digunakan
tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain, baik sebagian atau
seluruhnya, dalam jangka 5 (lima) tahun sejak saat impor dan atau perolehan, maka PPN yang
dibebaskan wajib dibayar dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak Barang Kena Pajak tersebut
dialihkan penggunaannya atau dipindahkatangankan.
d. Impor dan atau penyerahan BKP Tertentu Yang Bersifat Strategis (PP.12 Tahun 2001
jo. PP 43 Tahun 2002 jo. PP 46 Tahun 2003)
1. Atas impor Barang Kena Pajak Tertentu yang bersifat strategis berupa :
a) Barang modal yang diperlukan secara langsung dalam proses menghasilkan
Barang Kena Pajak, oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang
Kena Pajak tersebut; barang modal berupa mesin dan peralatan pabrik, baik
dalam keadaan terpasang maupun terlepas, tidak termasuk suku cadang.
b) Makanan ternak unggas dan ikan dan atau bahan baku untuk pembuatan
makanan ternak, unggas, dan ikan.
c) Hasil pertanian
d) Bibit dan atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
penangkapan, atau perikanan.
e) Air bersih yang dialirkan melalui pipa oleh Perusahaan Air minum.
e. Fasilitas pemberian restitusi atau pembebasan PPN dan PPnBM bagi Perwakilan
Diplomatik Negara asing atau Badan Internasioanal serta Pejabat atau Tenaga
Ahlinya (KMK 25/KMK.01/1998).
f.
4. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari kawasan
Bebas ke Kawasan Bebas lainnya dibebaskan dari pengenaan PPN.
5. Penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa Kena Pajak dari tempat
lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, tidak dipungut PPN.
6. Penyerahan Jasa Kena Pajak dan atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari tempat
Penimbunan Berikat ke Kawasan Bebas, tidak di pungut PPN.
7. Penyerahan Jasa Kena Pajak dan atau Barang Kena Pajak tidak berwujud dari Kawasan
Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat, dipungut PPN.
melakukan
penyerahan
BKP/JKP
dapat
mengajukan
permohonan
Kena Pajak (PKP) yang terdaftar di KPP Wajib Pajak besar dapat
melakukan sentralisasi otomatis sesuai dengan KEP- 335/ PJ./2002. Dalam hal PKP
tersebut mempunyai satu atau lebih tempat kegiatan usaha, tempat terutang pajak untuk
seluruh tempat kegiatan usaha tersebut ditetapkan hanya di tempat PKP dikukuhkan
oleh KPP Wajib Pajak Besar.
b. PKP yang memiliki lebih dari satu tempat PPN terutang (selain butir a) dapat memilih 1
(satu) tempat atau lebih sebagai Tempat Pemusatan PPN Terutang, Dalam hal PKP
memilih 1 (satu) tempat atau lehih sebagai Tempat Pemusatan PPN Turatang, PKP
dimaksud harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor
Wilayah dengan tembusan kepada Kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempattempat PPN terutang yang akan dipusatkan (PER-19/PJ/2010.
Sentralisasi Tempat terutangnya PPN tersebut pada dasar nya merupakan fasilitas yg bisa di
manfaatkan oleh PKP. Dengan izin sentralisasi, maka akan terdapat penghematan biaya
administrasi dan pengaturan cash flow perusahaan yg lebih baik dalam melaksanakan hak dan
kewajiban di bidang PPN.
8.
membayarkan PPN ke kas Negara sebesar selisih antar Pajak Pengeluaran (PK) di kurangi
dengan Pajak Masukan (PM). Perhitungan tersebut dilakukan setiap bulan.
Bila besarnya PPN yang lebih bayar tersebut cukup signifikan/material Jumlahnya.
Bila kondisi keuangan perusahaan mengalami gangguan cash flow.
Bila sudah diyakini kesiapan perusahaan untuk diperiksa oleh fiskus.
Bila prediksi masa depan pembayaran PPN menunjukan lebih bayar PPN.
Kejadian ini sering terjadi dalam praktik, baik pada saat perusahaan baru memulai kegiatan
bisnisnya maupun pada saat perusahaansudah berjala dan sebagai bagian dari implementasi
marketing strategy perusahaan mereka melakukan kegiatan promosinya untuk meningkatkan
omset penjualan.
kepatuhan wajib pajak secara umum dan memberikan rekomendasi untuk meminimalkan pajak
yang belum diketahui perusahaan. Tax Review meliputi selurah kewajiban perpajakan wajib
pajak termasuk PPN dan PPnBM.
Hasil Tax Review dapat digunakan bahan acuan dasar untuk menyusun SPT tahunan
diakibatkan kesalahan
ledger
),
laporan
keuangan,
meliputi
hal
teknis
pengisian
dan
3.000.000.000
2.000.000.000
4.000.000.000
1.000.000.000
Jumlahpenyerahanterutang PPN
15.000.000.000
Jumlahpenyerahantidakterutang PPN
500.000.000
Jumlahseluruhpenyerahan
15.500.000.000
Jumlahperedaranusahamenurut SPT PPh:
Penjualanbruto
14.000.000.000
Dikurangi:
Potonganpenjualan
(600.000.000)
Returpenjualan
(400.000.000)
Penjualanneto
Ekspor
13.000.000.000
3.000.000.000
500.000.000
Di dalam pemeriksaan, apabila terdapat selisih jumlah peredaran (omzet) antara SPT PPh dan
SPT PPN, harus dibuat rincian perbedaan tersebut, apabila tidak dibuat rincian akan dilakukan
ekualisasi, jumlah yang besar yang benar.
Menurut analisis penulis, ada beberapa penyebab terjadinya perbedaan antara kedua dokumen
tersebut (ledger atau SPT Tahunan PPh badan vs SPT Masa PPN), antara lain:
1. Dalam praktik sering terjadi, bahwa dalam penyusunan SPT Masa PPN selalu didasarkan
pada dokumen (faktur atau invoice) yang diterima oleh bagian pajak, baik invoice
pembelian dan penjualan, sedangkan bagian accounting atau pembukuan dalam mencatat
pembelian dan penjualan tidak semata-mata berdasarkan invoice pembelian dan penjualan,
tetapi selalu didasarkan pada prinsip akuntansi sesuai PSAK yakni akrual basis
(stelselakrual). Bila memang sudah timbul hak dan kewajiban secara hukum atas
penyerahan barang dan jasa kepada debitur, maka meski pun faktur atau invoice penjualan
belum terbit, namun dari sisi PSAK dan UU Pajak, atas transaksi tersebut sudah harus
dibukukan sebagai penghasilan dalam masa yang bersangkutan.
Bukti
Sehingga meskipun Invoice atau Faktur Penjualan barudibuat oleh PT Abx tanggal 1 April 2011,
bagian accounting atau pembukuan sudah diperbolehkan untukmembukukan pengakuan
penghasilan dalambulan Maret 2011, sebesar Rp 50 juta.Faktur Pajak seyogyanya sudah harus
diterbitkan selambat-lambatnya akhir bulan Maret 2011.
2. Uangmuka. Dalam penyusunan SPT Masa PPN, bagian pajak akan selalu memperhitungkan
PPN atas pembayaran yang diterima di muka dalam tahun yang berjalan sebagai pajak
keluaran, sedangkan bagian accounting mungkin baru melakukannya pada saat pembukuan
adjustment di akhir bulan/tahun buku.
Contoh:
Atas penyerahan barang dan jasaoleh PT ABx (penjual) kepada PT DEx (pembeli) untuk
transaksi penjualan barang senilaiRp 50 juta pada 22 Maret 2011:
a. Adanya kontrak jual beli dan atau purchase order/SPK tertanggal 22 Maret 2011.
b. Adanya tanda bukti barang/jasa sudah diserahkan dengan adanya
bukti
Sehingga meskipun Invoice/Faktur Penjualan baru dibuat oleh PT Abx tanggal 3 April 2011,
namun bagian pajak harus menerbitkan Faktur Pajak (keluaran) tertanggal 25 Maret 2011
sebesarRp 5 juta berdasarkan kwitansi DP yang diterima sebesar Rp 50 juta, dan selanjutnya
memasukkan Faktur Pajak keluaran tersebut dalam SPT Masa Maret 2011.
3. Perbedaan tersebut bisa terjadi karena adanya kesalahan dalam pembukuan yang
menyebabkan terjadinya kekurangan atau kelebihan dalam perhitungan pembelian atau
penjualan.
4. Perbedaan tersebut bisa terjadi karena adanya retur penjualan atau retur pembelian yang
belum dicatat, baik di SPT masa PPN atau dalam ledger perusahaan.
5. Potongan penjualan. Potongan penjualan yang diberikan setelah faktur pajak diterbitkan,
dalam pembukuan dicata tmengurangi jumlah penjualan dan peredaran usaha di buku besar
penjualan atau SPT Tahunan PPh Badan, tetapi tidak dapa tmengurangi DPP PPN.
6. Perbedaan tersebutbisa terjadi karena adanya faktur pajak (masukan) yang cacat, tidak benar
atau tidak lengkap pengisiannya, sehingg atidak dapat dikreditkan.
7. Penjualan dalam valuta asing. Pebedaan tersebut bisa terjadi karena adanya faktur penjualan
(invoice) yang dalam mata uang asing selalu menggunakan kurs konversi berdasarkan nilai
tukar (kurs) realisasi, sedangkan faktur
keuangan.
8. Perbedaan tersebut bisa terja dikarena adanya barang konsinyasi yang belum dibuatkan
faktur pajak. Pengiriman barang konsinyasi untuk dijual belum dapat dibukukan sebagai
penghasilan, tetapi sudah terutang PPN dan karena itu harus diterbitkan faktur pajak.
9. Pemakaian sendiri BKP/JKP. Pemberian secara cuma-Cuma atau disumbangkan bukan
untuk tujuan produktif terutang PPN dihitung berdasarkan harga pokok, dan harus
diterbitkan faktur pajak. Sedangkan dari sisi fiskal, pengeluaran tersebut tidak bisa
dibiayakan dalam SPT Tahunan PPh Badan.
10. Cabang yang belum masuk sentralisasi PPN. Perbedaan tersebut bisaterjadi karena adanya
kantor cabang yang belum terdaftar dalam sentralisasi PPN yang telah mendapat
persetujuan dari Dirjen Pajak, sehingga terjadi perbedaan jumlah penyerahan atau peredaran
usaha antara SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPN.
11. Tidak menutupi kemungkinan ada potensi penyelewengan (fraud) dalam tubuh internal
perusahaan yang dilakukan oleh oknum tertentu
tidak dilaporkan secara seutuhnya dalam SPT Masa PPN yang berdampak pada kurang
bayar PPn keKas Negara.
12. Perbedaan tersebut bisa terjadi karena adanya rekayasa yang dilakukan oleh pihak
perusahaan untuk mengecilkan setoran PPN yang harus dibayar kekas Negara dengan cara
memperkecil omzet penjualan yang dilaporkan di SPT masa PPN.
13. Perbedaan tersebut bisa terjadi karena ada rekayasa yang dilakukan oleh pimpinan
perusahaan untuk mendapatkan Restitusi PPN dengan cara melakukan penggelembungan
terhadap PPN masukan dari pembelian fiktif yang dilaporkan SPT masa PPN.
konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau
konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang
terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada
penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah
melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.
Kesannya, ketentuan tanggung jawab renteng tersebut menimbulkan ketidakadilan
pajak. Maka dalam melakukan tax review, seorang tax manager perusahaan (PKP) harus
melakukan pengawasan secara lebih cermat dengan memastikan:
Jangan pernah ada satu pun faktur penjualan (commercial invoice) yang diterbitkan